• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Fuzzy Inference System Dengan Particle Swarm Optimization (Pso) Untuk Prediksi Awal Musim Hujan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Fuzzy Inference System Dengan Particle Swarm Optimization (Pso) Untuk Prediksi Awal Musim Hujan"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

NOVIANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

OPTIMASI FUZZY INFERENCE SYSTEM DENGAN PARTICLE

SWARM OPTIMIZATION (PSO) UNTUK PREDIKSI

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Fuzzy Inference System dengan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk Prediksi Awal Musim Hujan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Noviandi

(4)

RINGKASAN

NOVIANDI. Optimasi Fuzzy Inference System dengan Particle Swarm Optimization (PSO) untuk Prediksi Awal Musim Hujan. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

Curah hujan yang terjadi pada suatu wilayah akan menjelaskan awal musim hujan (AMH). AMH merupakan karakteristik dari musim hujan yang penting untuk diketahui, namun karakteristik hujan sendiri sangat sulit untuk di prediksi. Hujan merupakan unsur yang paling kompleks dari siklus hidrology sehingga sangat sulit untuk di modelkan dan di prediksi. Prediksi AMH adalah informasi yang memiliki beberapa peranan, karena informasi tersebut menjadi dasar dalam penetapan rencana, pengambilan keputusan, dan kepentingan manajemen sehingga resiko iklim dapat diperkecil. Dalam penelitian ini, optimasi Fuzzy Inference System (FIS) dengan Particle Swarm Optimization (PSO) dilakukan untuk prediksi AMH. Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun model FIS, mengoptimasi parameter FIS dengan algoritme PSO untuk prediksi AMH dengan prediktor ASPL Nino 3.4 dan IOD.

Penelitian ini dilakukan di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan merupakan data curah hujan harian tahun 1973 hingga 2013, data IOD dan data ASPL Nino 3.4 yang digunakan sebagai data uji dan data latih untuk prediksi AMH. Tahapan penentuan AMH dilakukan dengan menghitung nilai rataan curah hujan tahunan periode 1973-2013 menggunakan metode Liebmann. Model prediksi dilakukan dengan menggunakan metode FIS mamdani, dengan fungsi keanggotaan menggunakan fungsi zmf, gaussian dan smf.

Hasil perhitungan AMH dengan metode Liebmann menunjukkan bahwa AMH terjadi diantara bulan September sampai dengan bulan Desember. Hasil perhitungan korelasi memperlihatkan bahwa nilai korelasi ASPL Nino 3.4 bulan Juli, Agustus, September dan IOD bulan September dijadikan sebagai prediktor yang masing-masing memiliki nilai korelasi sebesar 0.296, 0.342, 0.381 dan 0.285. Hasil prediksi AMH menunjukkan bahwa model fold 5 merupakan model fold terbaik berdasarkan nilai korelasi dan RMSE terbaik berdasarkan analisis menggunakan 23 aturan sebesar 0.57 dan 2.96. Berdasarkan nilai parameter pada fold 5 yang dioptimasi dengan algoritme PSO terhadap data prediktor dan respon. Nilai model FIS-PSO sesudah optimasi terhadap fold 5 yang merupakan model fold terbaik memiliki nilai korelasi terbaik dengan nilai korelasi sebesar 0.91 dan nilai RMSE sebesar 8.46 yang merupakan nilai RMSE terkecil dibandingkan dengan model fold yang lain.

(5)

SUMMARY

NOVIANDI. Optimization of Fuzzy Inference System with Particle Swarm Optimization (PSO) to Predict Wet Season Onset. Supervised by AGUS BUONO and IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

Rainfall which is occurred in an area explain the wet season onset (AMH). AMH is a characteristic of the rainy season which is important to know, but the characteristics of the rain itself is very difficult to predict. Rain is the most complex elements of hydrology cycle so it is very difficult to be modeled and to be predicted. AMH prediction is information that has some role, because this information is basic in plan setting, decision making, and management interests that climate risks can be minimized. In this study, optimization of Fuzzy Inference System (FIS) using Particle Swarm Optimization (PSO) was done for the prediction of AMH. The purpose of this study is to construct a model of FIS to optimize. FIS parameters using PSO algorithm for prediction of AMH with predictor of ASPL Nino 3.4 and IOD.

The study area in Waingapu, East Sumba, East Nusa Tenggara province. The data used are the daily rainfall data of 1973-2013, IOD and ASPL Nino 3.4 are used as testing data and training data to predict AMH. Determing AMH was done by calculating the value of the average annual rainfall in the period 1973-2013 using Liebmann. Prediction models were calculated using FIS Mamdani, with membership functions using zmf function, gaussian function and smf function.

The result of wet season onset calculation using Liebmann method show that wet season onset was occured between September to Desember. The results of the correlation calculations show that the correlation ASPL Nino 3.4 in July, August, September and IOD in September serve as predictors each having a correlation value of 0.296, 0.342, 0.381 and 0.285. AMH prediction results show that the model on fold 5 has high correlation and lowest RMSE based on analysis using 23 rules of 0.57 and 2.96. Based on the parameter on 5 fold optimized with PSO algorithm to the data predictor and response. FIS-PSO model value after the optimization of the fold 5 which is the best fold models have the best correlation of 0.91 and RMSE of 8.46 which is the smallest RMSE value compared to those of another models.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

OPTIMASI FUZZY INFERENCE SYSTEM DENGAN

PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK PREDIKSI

AWAL MUSIM HUJAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai laporan penelitian yang telah dilakukan penulis sejak bulan Agustus 2015 dengan judul Optimasi Fuzzy Inference System Dengan Particle Swarm Optimization (PSO) Untuk Prediksi Awal Musim Hujan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Buono, MSi MKom dan Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom selaku pembimbing, serta Dr. Ir Sri Wahjuni, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Di samping itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada Orang tua tercinta saya Ibu Rasima, keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa dalam program beasiswa unggulan, Bapak Dedi Triyanto yang telah memberikan kesempatan saya dalam mengerjakan projek Dikti.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(11)

DAFTAR ISI

Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) Nino 3.4 3

Indian Ocean Dipole (IOD) 4

Awal Musim Hujan 4

Fuzzy Inference System (FIS) 4

Fungsi Keanggotaan 5

Particle Swarm Optimization (PSO) 7

3 METODOLOGI 7

Area Studi 7

Tahapan Penelitian 8

Pengambilan Data 9

Praproses dan Penetuan Awal Musim Hujan 9

Analisis Korelasi 10

Data Latih dan Data Uji 10

Pelatihan dengan FIS 11

Pengujian Model FIS 17

Optimasi Parameter FIS dengan PSO 17

Evaluasi Model AMH 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Awal Musim Hujan Menurut Metode Liebmann 19

Pemilihan Prediktor 20

Model Fuzzy Inference System untuk Prediksi AMH 20

Optimasi Parameter FIS dengan Algoritme PSO 26

5 SIMPULAN DAN SARAN 31

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rentang nilai variabel fuzzy 12

2 Himpunan-himpunan fuzzy pada fold 1 21

3 Kombinasi aturan yang digunakan dalam FIS 25

4 Nilai prediksi AMH 26

5 Hasil koefisien korelasi dan RMSE model FIS 26

6 Nilai parameter model FIS sebelum dan sesudah optimasi algoritme PSO 27

7 Hasil AMH prediksi dengan menggunakan parameter optimal 30

DAFTAR GAMBAR

1 Wilayah Nino di Samudera Pasifik 3

2 Diagram blok fuzzy inference system 4

3 (a) Contoh kurva zmf (b) Contoh kurva smf 6

4 Fungsi keanggotaan gaussian 7

5 Tahapan penelitian 8

6 Grafik curah hujan Kota Waingapu tahun 1980 sebagai contoh

pendugaan AMH dengan menggunakan metode Liebmann 9

7 Tahapan 5-fold cross validation 10

8 Struktur FIS untuk menentukan AMH prediksi 11

9 Contoh proses menentukan implikasi 14

10 Proses fuzzy inference system 16

11 Hasil AMH Kota Waingapu (1973-2013) 19

12 Jumlah intensitas terjadinya AMH Kota Waingapu (1973-2013) 20

13 (a) Nilai korelasi ASPL Nino 3.4 dengan AMH aktual (b) Nilai korelasi

IOD dengan AMH aktual 20

14 Representasi fungsi keanggotaan variabel IOD September 21

15 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 Juli 22

16 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 Agustus 23 17 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 September 23

18 Representasi fungsi keanggotaan variabel AMH 24

19 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel IOD September 27 20 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4 Juli 28 21 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4

Agustus 28

22 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4

September 29

23 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel AMH 30

24 Nilai prediksi AMH sebelum dan sesudah di optimasi algoritme PSO

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Himpunan-himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan 35

2 64 Kombinasi aturan fuzzy variabel input dan variabel output 50 3 Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dan RMSE model FIS 52 4 Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dan RMSE model FIS-PSO 53

5 Data latih fold 1 (1981-2013) 54

6 Data latih fold 2 (1973-1980;1989-2013) 55

7 Data latih fold 3 (1973-1988;1997-2013) 56

8 Data latih fold 4 (1973-1996;2005-2013) 57

9 Data latih fold 5 (1973-2004) 58

(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Curah hujan yang terjadi pada suatu wilayah akan menjelaskan awal musim hujan (AMH). Definisi AMH setiap wilayah akan selalu berbeda, hal itu bergantung pada kondisi klimatologis. AMH merupakan karakteristik dari musim hujan yang penting untuk diketahui, namun karakteristik hujan sendiri sangat sulit untuk diprediksi. Hujan merupakan unsur yang paling kompleks dari siklus

hidrology sehingga sangat sulit untuk dimodelkan dan diprediksi (French et al.

1997 dalam Hung et al. 2009). Fenomena iklim memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan AMH. Beberapa fenomena iklim yang mempengaruhi adalah sirkulasi meridional Utara-Selatan (Hadley) yang berubah menjadi

monsoon, sirkulasi zona Barat-Timur (Walker) yang mengindikasikan fenomena

El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan sistem angin lokal (Tresnawati et al.

2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi iklim di Indonesia adalah adanya aktivitas ENSO di wilayah Pasifik. Aktivitas ENSO di Pasifik diukur menggunakan Suhu Permukaan Laut (SPL). Kondisi anomali suhu permukaan laut Nino 3.4 (ASPL Nino 3.4) adalah indikator yang digunakan untuk melihat fenomena ENSO di wilayah Pasifik sedang berlangsung atau tidak dengan cara melihat rata-rata anomali yang terjadi (Hendon 2003).

Selain fenomena ENSO, fenomena IOD juga mempengaruhi AMH. IOD merupakan penyimpangan iklim di daerah Samudera Hindia, dimana terjadinya penurunan SPL dari keadaan normal di Samudera Hindia tropis bagian Timur (pantai Barat Sumatera) dan kenaikan temperatur dari normalnya di Samudera Hindia tropis bagian Barat atau bagian Timur Afrika (Saji et al. 1999) dan (Webster et al. 1999).

Prediksi AMH adalah informasi yang memiliki beberapa peranan, karena informasi tersebut menjadi dasar dalam penetapan rencana, pengambilan keputusan, dan kepentingan manajemen sehingga resiko iklim dapat diperkecil. Prediksi AMH sudah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Estiningtyas (2007) melakukan pengembangan model prediksi hujan dengan metode Filter Kalman, SPL Nino 3.4 dijadikan sebagai prediktor dan diperoleh nilai parameter validasi yang tinggi dengan koefisien korelasi lebih dari 90%. Swarinoto dan Makmur pada tahun 2010 melakukan simulasi prediksi probabilitas AMH dan panjang musim hujan terkait kondisi ASPL, ASPL Nino 3.4 dan IOD sebagai prediktor yang sudah dilakukan di Zona Musim (ZOM) 126 Denpasar, hasil menunjukkan bahwa SSTA berpengaruh dalam menentukan nilai probabilitas maju mundur AMH dan panjang pendek PMH di ZOM 126 Denpasar khusus nya pada saat Nino 3.4 dan IODM SSTA lemah. Elshafie et al. (2011) membandingkan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) dan Artificial Neural Network (ANN) untuk memprediksi curah hujan dengan melihat lima kriteria pengukur dan ANFIS menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan ANN dengan hasil Root Mean Square Error (RMSE) sebesar 0.052 sedangkan ANN sebesar 0.074.

(16)

2

komputasi berdasarkan pada konsep teori fuzzy (Jang et al. 1997). Fuzzy inference

dapat memetakan input menjadi output berdasarkan if-then rule yang diberikan. FIS terdiri atas metode Sugeno, Mamdani dan Tsukamoto. Perbedaan dari metode ini adalah cara menentukan output. Metode Mamdani merupakan metode yang pertama kali dibangun dan berhasil diterapkan dalam rancang bangun sistem kontrol menggunakan teori himpunan fuzzy (Naba 2009). Dalam penelitian ini, melakukan optimasi terhadap parameter fuzzy dengan menggunakan algoritme PSO. PSO merupakan salah satu teknik optimasi yang sering digunakan. Konsep algoritme PSO adalah menerbangkan solusi yang potensial sehingga mempercepat ke solusi yang terbaik (Eberhart & Kennedy 1995). Algoritme PSO diinisialisasi dengan sekumpulan particle dan kemudian mencari solusi terbaik. Setiap particle

memiliki vektor posisi dan kecepatan yang diinisialisasi secara random di awal untuk mencapai nilai swarm terbaik (global best) dan nilai particle terbaik (local best) (Engelbrecht 2007).

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana hubungan ASPL Nino 3.4 dan IOD dalam menentukan hasil prediksi AMH?

2. Bagaimana membuat pemodelan dan prediksi AMH menggunakan FIS berdasarkan ASPL Nino 3.4 dan IOD?

3. Bagaimana hasil prediksi AMH setelah dioptimasi menggunakan PSO?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membangun model FIS, mengoptimasi parameter FIS dengan algoritme PSO untuk prediksi AMH dengan prediktor ASPL Nino 3.4 dan IOD.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan suatu model FIS dan FIS-PSO untuk memprediksi AMH. Hasil prediksi AMH dapat membantu petani dalam menyusun strategi pola tanam yang cocok agar tidak terjadi kegagalan panen.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Fokus untuk memprediksi AMH di wilayah Kota Waingapu Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan model FIS.

2. Mengoptimasi fungsi keanggotaanpada FIS dengan PSO.

(17)

3

4. Data ASPL Nino 3.4 dari situs National Oceanic Atmospheric Administration

(NOAA) dan IOD dari situs Japan Marine Earth Science and Technology Center (JAMSTEC) tahun 1973-2013.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) Nino 3.4

Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) merupakan perbedaan tekanan udara antara Darwin (Australia) dan Tahiti (Afrika Barat) yang dijadikan sebagai indikator untuk melihat terjadinya anomali (penyimpangan) iklim atau cuaca (El Nino dan La Nina). Anomali Iklim atau cuaca didefinisikan sebagai kejadian perubahan iklim yang ekstrim secara konsisten melebihi frekuensi normalnya dalam waktu yang panjang. El Nino yang merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim di Samudera Pasifik ditandai dengan kenaikan SPL di daerah katulistiwa bagian tengah dan timur. Dalam kondisi normal, daerah konveksi atau daerah yang memiliki panas yang disebabkan oleh gerak vertikal keatas bergeser ke tengah-tengah Samudera Pasifik. Kondisi ini mengakibatkan musim penghujan yang biasanya terjadi di akhir tahun akan menjadi musim kemarau karena pengaruh El Nino (Zein 2014).

Menurut International Research Institute for Climate and Society (IRI) tahun 2015 terdapat empat wilayah Nino, yaitu Nino 1+2, Nino 3, Nino 3.4 dan Nino 4. Daerah yang pertama kali mengalami peningkatan suhu ketika terjadi peristiwa El Nino adalah Nino 1+2 yang terletak antara ekuator 0°- 10°LS dan 80°- 90°BB. Nino 3 terletak pada wilayah tengah Samudra Pasifik yaitu antara 5°LU - 5°LS dan 90°- 150°BB yang merupakan zona yang paling berkaitan erat dengan kondisi El Nino. Wilayah Nino 3.4 terletak antara ekuator 5°LS - 5°LU dan 170°- 120°BB dan memiliki variabilitas besar pada skala waktu El Nino. Nino 4 terletak pada bagian barat Samudra Pasifik antara 5°LU - 5°LS dan 150°BB - 160°BT. Peta wilayah Nino dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Wilayah Nino di Samudera Pasifik (Sumber: www.ncdc.noaa.gov)

(18)

4

saat kecepatannya melemah, sehingga sering digunakan untuk variabilitas iklim global yang berdampak luas (Adhani et al. 2014).

Indian Ocean Dipole (IOD)

Fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM) pertama kali dikemukakan oleh (Saji et al. 1999) dan (Webster et al. 1999). IOD memiliki pengaruh besar terhadap iklim dari daerah di seluruh dunia (Ashok et al. 2003). Dipole Mode

merupakan fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan selisih nilai antara anomali suhu muka laut perairan timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI) (BMKG 2015), dengan kondisi DMI positif memberikan dampak kekeringan untuk wilayah Indonesia, dimana kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan kondisi DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Periode IOD positif ditandai dengan lebih dinginnya suhu di Samudera Hindia bagian timur dibandingkan dengan suhu di Samudera Hindia bagian barat. Dampak IOD tidak hanya di Lautan Hindia melainkan mempengaruhi osilasi selatan.

Awal Musim Hujan

Menurut BMKG (2015) AMH ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Selain BMKG, penentuan AMH juga dilakukan oleh Liebmann et al. (2007) dengan cara menghitung nilai rataan curah hujan pertahun. AMH menurut Liebmann adalah akumulasi anomali curah hujan harian mencapai nilai minimum.

Fuzzy Inference System (FIS)

Fuzzy inference system (FIS) menurut Jang et al. (1997) merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada himpunan fuzzy, aturan fuzzy yang berbentuk if-then dan penalaran fuzzy.

Gambar 2 Diagram blok fuzzy inference system

(Sumber: Jang et al. 1997)

Gambar 2 menjelaskan bahwa dalam FIS terdapat beberapa tahapan untuk menghasilkan output berupa nilai crisp. FIS dibangun dari beberapa metode yaitu, metode Mamdani, metode Sugeno dan metode Tsukamoto. Setiap metode

(19)

5

memiliki perbedaan dalam mendefinisikan nilai output. Metode mamdani merupakan metode pertama FIS yang dibangun oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Output tipe Mamdani berupa himpunan fuzzy yang diperoleh dengan cara mengitung luas bawah kurva himpunan fuzzy pada bagian THEN (output). Beberapa tahapan yang dilakukan tipe Mamdani adalah:

1. Pada tahap fuzzifikasi, setiap variabel input dan output ditentukan nilai derajat keanggotaan.

2. Implikasi bertujuan untuk mendapatkan keluaran aturan If-Then berdasarkan derajat kebenaran antecedent.

3. Agregasi adalah proses mengkombinasikan keluaran semua aturan If-Then.

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan mengambil nilai maksimum aturan, kemudian digunakan untuk memodifikasi daerah fuzzy dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR. Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan konstribusi dari tiap-tiap proposisi.

4. Defuzzifikasi.

Input defuzzifikasi merupakan himpunan fuzzy hasil agregasi dan output

berupa bilangan tunggal untuk diisikan ke variabel output FIS. Terdapat beberapa metode pada komposisi aturan Mamdani diantaranya adalah metode centroid. Untuk menghitung luas bawah kurva pada tahap defuzzifikasi

dilakukan dengan menggunakan persamaan 1 (Wang 1997).

(1)

dimana z* merupakan center average defuzzifier, pusat himpunan fuzzy ke t dengan sebagai tingginya yang disebut juga dengan derajat keanggotaan.

Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan sangat penting untuk mempresentasikan masalah. Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input

data ke dalam nilai keanggotaan. Derajat fungsi keanggotaan memiliki interval antara 0 sampai 1 (Kusumadewi dan Purnomo 2010). Pendekatan fungsi adalah salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan. Ada beberapa fungsi keanggotaan yang digunakan yaitu:

1. Kurva zmf dan smf

(20)

6

Gambar 3 (a) Contoh kurva zmf (b) Contoh kurva smf (Sumber: Matlab R2012b)

Fungsi keanggotaan untuk kurva smf terdapat pada persamaan 3 (Kusumadewi dan Purnomo 2010). persamaan 4 (Kusumadewi dan Purnomo 2010).

(21)

7

Derajat Keanggotaan

0

dimana c mempresentasikan titik tengah, σ mempresentasikan lebar fungsi keanggotaan dan x merupakan domain kurva. Fungsi keanggotaan Gaussian dapat dilihat pada Gambar 4 (Kusumadewi dan Purnomo 2010).

c

σ

Domain

Gambar 4 Fungsi keanggotaan gaussian

(Sumber: Kusumadewi dan Purnomo 2010)

Particle Swarm Optimization (PSO)

Optimasi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang terbaik atau optimal. Terdapat beberapa metode optimasi diantaranya adalah Particle Swarm Optimization (PSO). PSO pertama kali diusulkan oleh Eberhart R dan Kennedy J pada tahun 1995. Konsep PSO bekerja dengan cara menginisialisasi secara acak dan mencari solusi optimal dengan memperbarui generasi. Konsep fungsi optimasi dari PSO dilihat dari Particle Swarm dengan cara mempertimbangkan fungsi optimum global. Teknik pencarian algoritme PSO bersifat paralel yang multi agen dengan mempertahankan segerombolan partikel dan setiap partikel merupakan solusi yang potensial dimana solusi terbaik dapat dipresentasikan sebagai titik atau

surface di area n-dimensional.

Penerapan algoritme PSO saat optimasi memiliki dua tahap yaitu, representasi solusi dan fungsi fitness. Learning Rates yang disimbolkan dengan c1

dan c2 merupakan konstanta untuk menilai kemampuan partikel, c1faktor learning

untuk partikel dan c2 faktor learning untuk swarm. Kemampuan sosial swarm c2

yang menunjukkan bobot dari partikel terhadap memorinya, bersamaan dengan r1dan r2 sebagai nilai random vector. Nilai c1 dan c2 antara 0-2. Pada algoritme

PSO keseimbangan eksplorasi global dan local secara utama dikontrol oleh

Inertia Weight (ϴ) dan merupakan parameter penurunan kecepatan untuk menghindari stagnasi particle di lokal optimum (Eberhart dan Shi 2001).

3 METODOLOGI

Area Studi

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data curah hujan Kota Waingapu. Kota Waingapu merupakan ibukota Kabupaten Sumba Timur, Nusa

(22)

8

Tenggara Timur. Kabupaten ini membujur pada posisi 119o45 – 120o52 BT dan 9o16 – 10o20’ LS dengan luas wilayah 44.3 Km2 atau 4.430 Hektar. Kota Waingapu sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumba, sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Pandawai, sedangkan Barat berbatasan dengan kecamatan Pandawai dan Kecamatan Haharu. (Diskominfo Kabupaten Sumba Timur 2015).

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Tahapan penelitian

Hasil analisis model prediksi Memvalidasi menggunakan data uji

(23)

9

Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Data curah hujan harian

Data curah hujan harian dari stasiun BMKG Kabupaten Waingapu tahun 1973-2013. Data curah hujan harian kemudian digunakan untuk penentuan data AMH data latih dan data uji.

2. Data IOD

Data IOD diperoleh dari Japan Marine Earth Science and Technology Center

(JAMSTEC) dari tahun 1973-2013. Data IOD diperoleh dari

http://www.jamstec.go.jp/. 3. Data ASPL Nino 3.4

Data ASPL Nino 3.4 diperoleh dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) dan diperoleh dari http://www.cpc.ncep.noaa.gov/.

Praproses dan Penetuan Awal Musim Hujan

Tahapan praproses terhadap data curah hujan harian dilakukan dengan persiapan data dan analisis. Praproses dilakukan untuk pembersihan data yang hilang, data tidak valid dan data yang tidak terukur dengan cara menentukan nilai rata-rata curah hujan pada hari yang sama dengan tujuan untuk memudahkan dalam penentuan AMH. Proses selanjutnya yaitu penentuan AMH dengan metode Liebmann. Metode Liebmann adalah metode kumulatif anomali curah hujan harian untuk penentuan awal musim. Awal mula perhitungan awal musim (Liebmann et al. 2007) dengan menghitung nilai rataan curah hujan per tahun periode 1973-2013 dengan rumus sebagai berikut:

[ ̅] (5) dimana:

A(day) = Akumulasi anomali curah hujan R = Curah hujan harian (mm/hari)

n = Hari ke n

R = Curah hujan rataan pertahun

Langkah selanjutnya, menghitung nilai akumulasi anomali curah hujan. Akumulasi curah hujan diperoleh dengan cara yang didapat dari menjumlahkan nilai awal anomali curah hujan dengan nilai sesudahnya yang kemudian ditentukan nilai minimum.

(24)

10

Gambar 6 menunjukkan contoh penggunaan metode Liebmann berdasarkan persamaan 6 untuk menduga awal musim hujan. Nilai minimum dari akumulasi curah hujan dikatakan sebagai AMH.

Analisis Korelasi

Analisis korelasi antara AMH dengan IOD dan ASPL Nino 3.4 digunakan untuk menentukan prediktor. Analisis korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan hubungan antara dua variabel. Dua variabel yang digunakan adalah AMH dengan IOD dan AMH dengan ASPL Nino 3.4. Nilai koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan (6) (Walpole 1992):

∑ (∑ )(∑ )

√ ∑ (∑ ) ∑ (∑ )

(6)

dimana:

r = Besarnya korelasi antara AMH dengan IOD dan ASPL Nino 3.4 n = Banyaknya pasangan data IOD, ASPL Nino 3.4 dan AMH

Σxi = Total jumlah dari variabel IOD atau ASPL Nino 3.4

Σyi = Total jumlah dari variabel AMH

Koefisien korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan antara dua peubah dengan rentang nilai korelasi -1 ≤ r ≤ 1 (Walpole 1992).

Data Latih dan Data Uji

Memisahkan data latih dan data uji dalam penelitian dilakukan dengan metode k-fold cross validation. K-fold cross validation dilakukan perulangan sebanyak k untuk membagi data secara acak menjadi k-subset yang saling bebas. Proses pembagian data latih dan data uji dengan k-fold cross validation dapat dilihat pada Gambar 7.

Data Gambar 7 Tahapan 5-fold cross validation

(25)

11

data prediktor sampai kelompok lima sebagai data latih, dan data AMH kelompok dua sampai kelompok lima sebagai target. Iterasi kedua, data prediktor kelompok dua sebagai data uji, sedangkan yang lainnya sebagai data latih. Proses yang sama dilakukan sampai iterasi kelima.

Pelatihan dengan FIS

Proses pelatihan terhadap data latih dilakukan untuk mendapatkan model prediksi. Model prediksi dilakukan dengan menggunakan metode FIS Mamdani, karena metode FIS Mamdani bersifat intuitif dan sangat cocok diberikan human input (Naba 2009). Proses FIS Mamdani pada penelitian ini terdiri atas empat langkah, seperti yang ditunjukan Gambar 8.

Gambar 8 Struktur FIS untuk menentukan AMH prediksi (Sumber : Hartati dan Sitanggang (2010))

Fuzzifikasi

Pada tahap fuzzifikasi, dilakukan penentuan himpunan fuzzy dari nilai crisp

variabel input dan variabel output. Variabel input dan variabel output dibagi menjadi beberapa himpunan fuzzy. Menentukan himpunan fuzzy variabel input dan

output adalah dengan mengkategorikan nilai IOD September, ASPL Nino 3.4 Juli, Agustus dan September berdasarkan rentang nilai pada Tabel 1. Setiap kategori ditentukan nilai derajat keanggotaan berdasarkan fungsi keanggotaan yang digunakan. Dalam penelitian ini, fungsi keanggotaan yang digunakan adalah, fungsi zmf, gaussian, smf. Fungsi zmf, gaussian, dan fungsi smf terdiri atas dua parameter, yaitu:

1. Fungsi zmf dan smf, terdiri atas parameter a dan b. Parameter a menjelaskan tentang arah kurva dan parameter b menjelaskan tentang kemiringan kurva. Parameter a diperoleh dengan cara merata-ratakan setiap nilai himpunan fuzzy.

Nilai parameter b diperoleh dengan menggunakan persamaan (7) (wolframmathworld 2016).

Jika IOD September Negatif Dan ASPL Nino 3.4 Juli Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Agustus Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Lemah Maka AMH Mundur

Rule 2

Jika IOD September Negatif Dan ASPL Nino 3.4 Juli Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Agustus Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Sedang Maka AMH Mundur

Rule 3

Jika IOD September Negatif Dan ASPL Nino 3.4 Juli Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Agustus Sedang Dan ASPL Nino 3.4 Kuat Maka AMH Maju

Rule 4

Jika IOD September Negatif Dan ASPL Nino 3.4 Juli Lemah Dan ASPL Nino 3.4 Agustus Sedang Dan ASPL Nino 3.4 Lemah Maka AMH Mundur

Rule 5

Jika IOD September Negatif Dan ASPL Nino 3.4 Juli Sedang Dan ASPL Nino 3.4 Agustus Kuat Dan ASPL Nino 3.4 Sedang Maka AMH Maju

Rule Lainnya

Maju

Mundur AMH Prediksi

(26)

12

dimana:

b = skewness/kemiringan kurva

σ = Simpangan baku

2. Fungsi gaussian, terdiri atas parameter c dan σ. Parameter c untuk menunjukkan nilai pusat kurva dan parameter σ untuk menunjukkan lebar kurva. Nilai c diperoleh dengan cara mencari nilai rata-rata domain kurva keanggotaan yang digunakan, yaitu:

Tabel 1 Rentang nilai variabel fuzzy

Fungsi Nama Variabel Himpunan Fuzzy Rentang Nilai

Setiap Variabel

Setiap nilai parameter digunakan untuk menentukan derajat keanggotan pada masing-masing fold. Misalkan nilai parameter variabel input IOD September dengan himpunan fuzzy negatif (a = -1.13 dan b= 0.08), normal (c = -0.06 dan σ = 0.22), positif (a = 0.47 dan b= 0.01). Variabel ASPL Nino 3.4 Juli dengan himpunan fuzzy lemah (a = -0.57 dan b= 0.67), sedang (c = -0.104 dan σ = 0.32), kuat (a = 0.99 dan b= -0.79). Variabel ASPL Nino 3.4 Agustus dengan himpunan

fuzzy lemah (a = -1.27 dan b= 0.04), sedang (c = -0.09 dan σ = 0.32), kuat (a = 0.18 dan b= -1.15). Variabel ASPL Nino 3.4 September dengan himpunan fuzzy

lemah (a = -1.39 dan b= 0.23), sedang (c = 0.04 dan σ = 0.34), kuat (a = 0.24 dan b= -0.63). Variabel output AMH dengan himpunan fuzzy maju (c = 1.01 dan σ = 0.02) dan mundur (c = 0.79 dan σ = 0.06).

(27)
(28)

14

Langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan fungsi implikasi (w) dengan menggunakan metode Min. Implikasi adalah proses untuk mendapatkan output

dari aturan If-Then. Fungsi implikasi menyatakan suatu derajat keanggotaan yaitu nilai minimum dari keempat variabel input berdasarkan aturan yang sudah dibentuk. Gambar 9 menunjukkan contoh proses implikasi dengan menggunakan metode MIN.

Gambar 9 Contoh proses menentukan implikasi

Dengan menggunakan fungsi keanggotaan persamaan 8, 11, 15, dan 19 diperoleh nilai keanggotaan setiap nilai input pada himpunan fuzzy sebagai berkut:

(29)

15

Derajat keanggotaan (w) pada himpunan fuzzy masing-masing dalam bagian implikasi adalah:

w = min (µIOD September Negatif (-0.42), µASPL Nino 3.4 Juli Lemah (-0.46), µASPL Nino 3.4 Agustus lemah (-0.64), µASPL Nino 3.4 Agustus lemah (-0.23))

= min (0.34, 0.98, 0.54, 0.16) = 0.16

Proses implikasi dilakukan untuk semua aturan. Maka nilai minimum disetiap aturan digunakan untuk proses agregasi.

Agregasi atau Komposisi Aturan

Setelah output setiap aturan If-Then ditentukan pada tahap implikasi, maka tahap selanjutnya melakukan agregasi. Agregasi yaitu proses mengkombinasikan

(30)

16

mendefinisikan setiap himpunan fuzzy yang dimasukkan. Untuk menghasilkan himpunan fuzzyset tunggal, tahapan ini menggunakan metode Maximum. Metode Maximum digunakan untuk memodifikasi daerah fuzzy dan mengaplikasikan ke

output dengan menggunakan operator OR.Proses fuzzy inference system disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Proses fuzzy inference system

Defuzzifikasi

Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan adalah bilangan tunggal untuk diisikan ke suatu variabel keluaran FIS. Bentuk umum proses

defuzzifikasi dinyatakan dengan (z*). Metode yang digunakan pada tahap

defuzzifikasi adalah metode centroid untuk mendapatkan nilai crisp dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy (Wang 1997). Berdasarkan persamaan 1, maka perhitungan nilai defuzzifikasi adalah sebagai berikut:

(31)

17

=

= 0.23

= ( ) =

=

= -1.47

= = = =

= = √ = = 0.1

= = = 0.89

Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama dengan , maka nilai dan masing-masingnya adalah 0.92 dan 0.90. Langkah selanjutnya melakukan tahap

defuzzifikasi untuk mendapatkan nilai tengah dengan menggunakan metode

centroid, yaitu:

Nilai pusat yang dihasilkan, dikali dengan nilai rataan AMH = 328. Hasil perkalian dijadikan sebagai nilai AMH prediksi. Pada penelitian ini, tahap pembuatan model FIS AMH prediksi dilakukan dengan menggunakan Matlab R2012b.

Pengujian Model FIS

Setelah melakukan pelatihan terhadap data latih untuk menghasilkan model prediksi langkah selanjutnya melakukan pengujian dengan menggunakan data uji. Pengujian model dilakukan untuk melihat nilai akurasi AMH aktual dengan prediksi AMH model FIS dan AMH aktual dengan prediksi AMH model FIS-PSO.

Optimasi Parameter FIS dengan PSO

(32)

18

Nilai random yang berbeda dibangkitkan sebagai akselerasi pbest dan gbest.Pbest

adalah partikel yang memberikan potensi solusi lebih baik dari partikel sebelumnya, sedangkan gbest adalah solusi terbaik yang pernah diperoleh partikel dalam suatu populasi. Pada penelitian ini proses algoritme PSO yang digunakan adalah proses algoritme PSO yang sudah dilakukan oleh Eberhart & Shi (2001). Proses algoritme PSO tersebut terdiri atas beberapa proses yaitu:

1. Inisialisai sebuah populasi atau partikel dengan posisi acak dan kecepatan dalam dimensi d terhadap ruang masalah.

2. Evaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel dengan menggunakan fungsi fitness atau fungsi yang akan dioptimalkan.

3. Bandingakan partikel yang dievaluasi dengan partikel pbest. Jika nilainya lebih baik dari pbest, maka set nilai pbest sama dengan nilai tersebut dan lokasi pbest sama dengan lokasi partikel yang dievaluasi menggunakan fungsi fitness tersebut.

4. Bandingkan evaluasi fitness dengan partikel keseluruhan sebelumnya yang lebih baik. Jika nilai gbest lebih baik, kemudian mereset gbest untuk partikel saat ini.

5. Hitung perubahan kecepatan dan posisi partikel menggunakan persamaan berikut (Engelbrecht 2007):

= koefisien akselerasi pengaruh personal

= koefisien akselerasi pengaruh sosial

= pbest (personal best) = gbest (global best) = variabel random

6. Loop langkah 2 sampai kriteria terpenuhi, biasanya mencapai nilai optimum atau sampai pada jumlah iterasi tertentu.

Proses optimasi dengan algoritme PSO membutuhkan beberapa parameter, yaitu:

1. Jumlah partikel

Jumlah partikel yang digunakan adalah 28, 24 partikel dari variabel input

dan 4 partikel dari variabel output. Partikel yang digunakan merupakan parameter fungsi keanggotaan setiap variabel.

2. Dimensi dari partikel ditentukan dari masalah yang akan dioptimasi. 3. C1 (learning factor untuk partikel), C2 (learning factor untuk swarm).

Nilai yang digunakan sama yaitu 2.

4. Perubahan maksimum partikel selama iterasi berlangsung, dengan batasan yang digunakan adalah -1 sampai 1.

5. Kondisi berhenti apabila mencapai iterasi maksimum. Iterasi yang digunakan yaitu 100 kali.

6. Inertia weight (w)

(33)

19

Evaluasi Model AMH

Data observasi dan model prediksi dapat di evaluasi untuk menghasilkan model prediksi yang lebih baik. Model prediksi yang baik adalah jika nilai koefisien korelasi mendekati -1 dan 1 dan nilai RMSE mendekati nol. Nilai koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan (6), sedangkan RMSE menggunakan persamaan (23) (Walpole 1992)

√∑ (23)

dimana:

Xt = Nilai AMH hasil obeservasi yang disebut juga dengan AMH aktual

Ft = Nilai prediksi AMH

Nilai kesalahan (error) digunakan untuk mengetahui besarnya nilai simpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Awal Musim Hujan Menurut Metode Liebmann

Perhitungan AMH dilakukan terhadap curah hujan harian di wilayah kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur tahun 1973-2013. Hasil penentuan AMH dengan menggunakan metode Liebmann untuk tiap tahun titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil AMH Kota Waingapu (1973-2013)

Gambar 11 menunjukkan kejadian awal musim hujan harian periode 1973 sampai 2013 dengan menggunakan metode Liebman. Berdasarkan hasil perhitungan AMH diatas, dapat ditampilkan bahwa AMH terjadi diantara bulan September sampai dengan bulan Desember. Jumlah intensitas terjadinya AMH dapat dilihat pada Gambar 12.

0 100 200 300 400

73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99 01 03 05 07 09 11 13

H

ar

i k

e

-

(34)

20

Gambar 12 Jumlah intesitas terjadinya AMH Kota Waingapu (1973-2013)

Pemilihan Prediktor

Pemilihan prediktor dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis korelasi dengan perhitungan korelasi Pearson antara IOD - AMH aktual dan ASPL Nino 3.4 – AMH aktual. Hasil perhitungan korelasi yang ditunjukkan pada Gambar 13 memperlihatkan bahwa nilai korelasi ASPL Nino 3.4 bulan Juli, Agustus, September dan IOD bulan September dijadikan sebagai prediktor yang masing-masing nilai korelasi sebesar 0.296, 0.342, 0.381 dan 0.285.

Gambar 13 (a) Nilai korelasi ASPL Nino 3.4 dengan AMH aktual (b) Nilai korelasi IOD dengan AMH Aktual

Model Fuzzy Inference System untuk Prediksi AMH

Data latih dan data uji ditentukan dengan menggunakan nilai prediktor yang berkorelasi. Data latih digunakan untuk mendapatkan model, sedangkan data uji digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi dari model yang telah dihasilkan. Data latih dan data uji ditentukan dengan menggunakan metode k-fold cross validation. Metode k-fold cross validation merupakan salah satu variasi dari metode cross validation.

Metode k-fold cross validation dibagi atas 5-fold yang mana setiap fold

memiliki 8 data uji dan 32 data latih. Kelima fold tersebut adalah:

a) Fold 1, data tahun 1973-1980 sebagai data uji dan data tahun 1981-2013 sebagai data latih.

1 3

20

17

0 5 10 15 20 25

September Oktober November Desember

Ban

y

ak

AMH

(35)

21

b) Fold 2, data tahun 1981-1988 sebagai data uji dan data tahun 1973-1980;1989-2013 sebagai data latih.

c) Fold 3, data tahun 1989-1996 sebagai data uji dan data tahun 1973-1988;1997-2013 sebagai data latih.

d) Fold 4, data tahun 1997-2004 sebagai data uji dan data tahun 1973-1996;2005-2013 sebagai data latih.

e) Fold 5, data tahun 2005-2013 sebagai data uji dan data tahun 1973-2004 sebagai data latih.

Fold 1

Himpunan-himpunan fuzzy yang digunakan pada fold 1 terlihat pada Tabel 2. Setiap fungsi keanggotaan pada himpunan-himpunan fuzzy terdiri atas parameter-parameter yang dikategorikan berdasarkan rentang nilai pada Tabel 1, sedangkan himpunan-himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan untuk fold lainnya disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 2 Himpunan-himpunan fuzzy pada fold 1

Setiap variabel pada himpunan-himpunan fuzzy pada fold 1

direpresentasikan menggunakan kurva zmf, gaussian dan kurva smf, seperti yang terlihat pada Gambar 14 sampai dengan Gambar 18.

(36)

22

Fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September adalah:

{

( ) }

{

( )

}

Gambar 15 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

}

{

( )

(37)

23

Gambar 16 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 Agustus

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus adalah:

{

( )

}

{

(

)

}

Gambar 17 Representasi fungsi keanggotaan variabel ASPL Nino 3.4 September

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September adalah:

{

( )

(38)

24

{

( )

}

Gambar 18 Representasi fungsi keanggotaan variabel AMH

Fungsi keanggotaan untuk variabel AMH adalah:

(39)

25

Tabel 3 Kombinasi aturan yang digunakan dalam FIS

Rules IOD Nino 3.4 AMH

September Juli Agustus September

1 Negatif Lemah Lemah Lemah Maju

(40)

26

Tabel 4 Nilai Prediksi AMH

Fold 1 Fold 2 Fold 3 Fold 4 Fold 5

Dari hasil prediksi AMH yang disajikan pada Tabel 4, dapat diketahui model

fold terbaik berdasarkan nilai koefisien korelasi dan nilai RMSE yang diperoleh dari perhitungan data AMH aktual dengan data prediksi AMH. Nilai koefisien korelasi dan RMSE disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil koefisien korelasi dan RMSE model FIS Koefisien

Berdasarkan perhitungan tersebut, Tabel 5 menunjukkan bahwa fold 5 dapat dikatakan sebagai model FIS terbaik karena memiliki nilai korelasi tertinggi diantara kelima jenis fold dengan nilai 0.57, dan nilai RMSE terendah dari kelima jenis fold dengan nilai 2.96. Hasil perhitungan nilai korelasi dan RMSE pada kelima jenis fold disajikan pada Lampiran 3.

Optimasi Parameter FIS dengan Algoritme PSO

(41)

27

Tabel 6 Nilai parameter model FIS sebelum dan sesudah optimasi algoritme PSO pada fold 5

Nilai parameter yang dioptimasi diimplementasikan pada model FIS sebagai fungsi keanggotaan. Representasi dari fungsi keanggotaan disajikan pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 23.

Gambar 19 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel IOD September

Fungsi keanggotaan optimal untuk variabel IOD September adalah:

(42)

28

{

( )

( )

}

Gambar 20 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan optimal untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

}

{

( )

(

)

}

Gambar 21 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4 Agustus

(43)

29

{

( )

}

{

( )

}

Gambar 22 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel ASPL Nino 3.4 September

Fungsi keanggotaan optimal untuk variabel ASPL Nino 3.4 September adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

(44)

30

Gambar 23 Representasi fungsi keanggotaan optimal variabel AMH

Fungsi keanggotaan optimal untuk variabel AMH adalah:

Hasil AMH prediksi dengan menggunakan parameter optimal disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil AMH prediksi dengan menggunakan parameter optimal

Tahun AMH

Aktual

AMH Prediksi

2005 292 319

2006 357 336

2007 345 336

2008 329 336

2009 350 331

2010 259 319

2011 350 336

2012 343 336

(45)

31

Gambar 24 Nilai prediksi AMH sebelum dan sesudah dioptimasi algoritme PSO terhadap fold 5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa model FIS fold 5 memiliki nilai korelasi terbaik dan RMSE terkecil dibandingka jenis fold yang lain untuk prediksi AMH. Penetuan AMH dihitung dengan menggunakan persamaan Liebmann terhadap curah hujan harian Kota Waingapu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). AMH terjadi antara bulan September sampai Desember. IOD dan ASPL Nino 3.4 digunakan sebagai indikator yang mempengaruhi curah hujan di Kota Waingapu Provinsi NTT. Prediksi AMH dengan menggunakan metode FIS menunjukkan nilai korelasi pada fold 5 sebesar 0.57 dan RMSE 2.96. Setelah dioptimasi dengan algoritme PSO, diperoleh nilai prediksi AMH yang lebih baik dibandingkan sebelum dioptimasi dengan korelasi 0.91, namun nilai RMSE lebih besar dibandingkan dengan model AMH prediksi sebelum dioptimasi (AMH prediksi model FIS), yaitu 8.46. Hal ini membuktikan bahwa algoritme PSO tidak mampu memberikan nilai yang optimal untuk optimasi parameter fuzzy, namun dapat memberikan nilai korelasi yang lebih baik.

Saran

Penggunaan data curah hujan harian Kota Waingapu untuk prediksi AMH, perlu diujicobakan dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan (JST) dan PSO untuk memprediksi AMH. Selain itu perlu ditambahkan fenomena iklim global lainnya seperti Southern Oscillation Index (SOI), El Nino Modoki Index

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aw

(46)

32

DAFTAR PUSTAKA

Adhani G, Buono A, Faqih A. 2014. Support Vector Regression Modelling for Rainfall Prediction in Dry Season Based on Southern Oscillation Index and Nino 3.4. ICACSIS. ISBN :978-979-1421-19-5.

Ashok K, Guan Z, Yamagata T. 2003. Influence of the Indian Ocean Dipole on the Australian Winter Rainfall. Journal Geophysical Research. Doi: 10.129/2003GL017926.

[BMKG] Prakiraan Musim Kemarau 2015 di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

[Diskominfo Kabupaten Sumba Timur] Dinas Komunikasi daan Informasi Kabupaten Sumba Timur. 2015. Kabupaten Sumba Timur [internet]. [diacu 2015 Desember 10]. Tersedia dari: http://sumbatimurkab.go.id/kondisi-geografi.html.

Eberhart R, Kennedy J. 1995. A New Optimizer Using Particle Swarm Theory.

Sixth International Symposium on Micro Machine and Human Science:IEEE.

Hlm 39-43.

Eberhart R, Shi Y. 2001. Particle Swarm Optimization: Developments, Applicaations and Resources. Conference Paper:IEEE Xplore. Hlm 81-86. Doi: 10.1109/CEC.2001.934374.

El-Shafie A, Jaafer O, Seyed A. 2011. Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System Based Model For Rainfall Forecasting in Klang River, Malaysia. International Journal of The Physycal Sciences. Vol. 6(12); 2875-2888.

Engelbrecht PA. 2007. Computational Intelligence An Introduction Second Edition. The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ England. John Wiley & Sons.

Estiningtyas W. 2007. Pengaruh Tenggang Waktu (Time Lag) Antara Curah Hujan Dengan Suhu Permukaan Laut Nino 3.4 Terhadap Performa Model Prediksi Hujan. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol. 8 No. 1:13-26.

French MN, Krajewski WF, Cuykendall RR. 1992. Rainfall Forecasting in Space and Time Using Neural Network. J. Hydrol. 137: 1-31.

Hartati S, Sitanggang S.I. 2010. A Fuzzy Based Decision Support System for Evaluating Land Suitability and Selecting Crops. Journal of Computer Science. 6 (4): 417-424

Hendon HH. 2003. Indonesian Rainfall Variability: Impacts of ENSO and Local Air–Sea Interaction. Journal of Climate, 16: 1775–1790.

Hung NQ, Babel MS, Weesakul S, Tripathi NK. 2009. An Artificial Neural Network Model for Rainfall Forecasting in Baangkok, Thailand. Hydrol. Earth Syst. Sci. 13:1413-1425.

[IRI] The International Research Institute for Climate and Society (US). Monitoring ENSO. [diunduh 2015 Desember 18]. Tersedia pada: http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/enso/enso-essentials/

(47)

33

Kusuma D, Purnomo H. 2010. Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Liebmann B, Camargo SJ, Seth A, Marengo JA, Carvalho LMV. 2007. Onset and End of the Rainy Season in South America in Observation and the ECHAM 4.5 Atmospheric General Circulation Model. Journal of Climate. Vol 20:2037-2050.

[NWS CPC NOAA] National Weather Service Climate Prediction Center

[diunduh 2016 Maret 14]. Tersedia pada:

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ensoye ars.shtml

Naba A. 2009. Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan Matlab. Yogyakarta. CV. Andi Offset

Saji, N.H, Goswami B.N, Vinayachandran P.N, Yamagata T. 1999. A dipole mode in the tropical Indian Ocean. Nature, 401, 360-363.

Swarinoto YS, Makmur EES. 2010. Simulasi Prediksi Probabilitas Awal Musim Hujan Dan Panjang Musim Hujan Di ZOM 126 Denpasar. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol. 11. No. 2:1-13.

Tresnawati R, Nuraini TA, Hanggoro W. 2010. Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Metode Kalman Filter dengan Prediktor SST Nino 3.4 Diprediksi. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol.11. No. 2: 108-119.

Wang, L. 1997. A Course in Fuzzy Systems and Control. Prentice-Hall PTR, ISBN: 0135408822, 9780135408827.

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Sumantri B, Penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistic 3rd Edition.

Webster P.J, Moore AM, Loschnigg J.P, Leben R.R. 1999. Coupled ocean-atmosphere dynamics in the Indian Ocean during 1997-98. Nature, 401, 356-360.

WolframAlpha Computational Knoeledge Engine [diunduh 30 Agustus 2016]. Tersedia pada: http://mathworld.wolfram.com/Skewness.html

(48)

34

(49)

35

Lampiran 1 Himpunan-himpunan fuzzy dan Fungsi keanggotaan

Fold 2

Fungsi keanggotaan pada himpunan-himpunan fuzzy yang digunakan fold 2

Variabel Nama Himpunan

Fuzzy

Parameter

IOD September

Negatif [-0.438 -0.301]

Normal [0.215 0.108]

Positif [0.793 0.729]

ASPL Nino 3.4 Juli

Lemah [-0.820 -0.769]

Sedang [0.318 0.040]

Kuat [-1.746 0.745]

ASPL Nino 3.4 Agustus

Lemah [-0.876 1.742]

Sedang [0.324 -0.022]

Kuat [1.275 1.030]

ASPL Nino 3.4 September

Lemah [-0.970 -0.832]

Sedang [0.342 0.061]

Kuat [0.891 0.729]

AMH Mundur [19.950 310]

Maju [7.818 340.684]

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September

Fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September adalah:

{

( )

}

(50)

36

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

(

)

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

(51)

37

Lampiran 1 Lanjutan

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September

(52)

38

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel AMH

Fungsi keanggotaan untuk variabel AMH adalah:

(53)

39

Lampiran 1 Lanjutan

Fold 3

Fungsi keanggotaan pada himpunan-himpunan fuzzy yang digunakan fold 3

Himpunan-himpunan fuzzy pada fold 3

Variabel Nama Himpunan

Fuzzy

Parameter

IOD September

Negatif [-0.448 1.336]

Normal [0.225 0.088]

Positif [-0.379 0.752]

ASPL Nino 3.4 Juli

Lemah [-0.896 -0.666]

Sedang [0.246 -0.014]

Kuat [0.550 0.830]

ASPL Nino 3.4 Agustus

Lemah [-0.911 2.038]

Sedang [0.266 -0.012]

Kuat [1.329 1.112]

ASPL Nino 3.4 September

Lemah [-0.987 -0.430]

Sedang [0.324 -0.063]

Kuat [2.115 0.967]

AMH Mundur [19.112 310.214]

Maju [7.765 341.056]

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September

Fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September adalah:

{

( )

}

(54)

40

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus

(55)

41

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September adalah:

{

( )

}

{

(

)

( )

(56)

42

Lampiran 1 Lanjutan

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel AMH

Fungsi keanggotaan untuk variabel AMH adalah:

Fold 4

Himpunan-himpunan fuzzy pada fold 4

Variabel Nama Himpunan

Fuzzy

Parameter

IOD September

Negatif [-0.443 0.791]

Normal [0.210 0.060]

Positif [-1.382 0.704]

ASPL Nino 3.4 Juli

Lemah [-0.913 -0.797]

Sedang [0.316 -0.008]

Kuat [0.850 1.882]

ASPL Nino 3.4 Agustus

Lemah [-0.842 1.419]

Sedang [0.308 0.015]

Kuat [0.845 1.037]

ASPL Nino 3.4 September

Lemah [-1.033 -1.568]

Sedang [0.345 -0.012]

Kuat [1.458 0.866]

AMH Mundur [20.864 311.091]

(57)

43

Lampiran 1 Lanjutan

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September

Fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

(58)

44

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus adalah:

{

( )

}

{

( )

(

)

}

(59)

45

Lampiran 1 Lanjutan

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

(60)

46

Lampiran 1 Lanjutan

Fungsi keanggotaan untuk variabel AMH adalah:

Fold 5

Himpunan-himpunan fuzzy pada fold 5

Variabel Nama Himpunan

Fuzzy Parameter

IOD September

Negatif [-0.460 -0.441]

Normal [0.214 0.214]

Positif [0.022 0.804]

ASPL Nino 3.4 Juli

Lemah [-0.895 -0.713]

Sedang [0.332 0.038]

Kuat [0.886 1.197]

ASPL Nino 3.4 Agustus

Lemah [-0.950 1.613]

Sedang [0.323 -0.062]

Kuat [1.222 1.907]

ASPL Nino 3.4 September

Lemah [-0.951 -0.530]

Sedang [0.338 -0.048]

Kuat [0.969 1.537]

AMH Mundur [10.391 317.400]

Maju [5.567 338.353]

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September

Fungsi keanggotaan untuk variabel IOD September adalah:

{

( )

(61)

47

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Juli adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

(62)

48

Lampiran 1 Lanjutan

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus

Fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 Agustus adalah:

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel ASPL Nino 3.4 September

(63)

49

Lampiran 1 Lanjutan

{

( )

}

{

( )

( )

}

Representasi fungsi keanggotaan untuk variabel AMH

Fungsi keanggotaan untuk variabel AMH adalah:

(64)

50

Lampiran 2 64 Kombinasi aturan fuzzy variabel input dan variabel output

Rules IOD Nino 3.4 AMH

September Juli Agustus September

Gambar

Gambar 3  (a) Contoh kurva zmf (b) Contoh kurva smf
Gambar 5 Tahapan penelitian
Gambar 6  Grafik curah hujan Kota Waingapu tahun 1980 sebagai contoh
Gambar 8  Struktur FIS untuk menentukan AMH prediksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan kapur dari sisa pengelasan logam yang menggunakan karbit (kasium karbida) yang direaksikan dengan air membentuk gas asetilen dan kalsium hidroksida [7]

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara

Bila yang disoroti sisi bentuk dari ujaran bermakna (shigat ma’niyah), berarti kita membahasnya sebagai satuan leksikal, sedangkan jika yang disoroti lebih pada sisi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa terdapat lima belas bentuk simbol Rune yang ada dalam film The Mortal Instruments

Peserta didik menganalisis tabel dan grafik hubungan antara nomor atom dengan sifat keperiodikan unsur (jari- jari atom, energi ionisasi, afinitas elekton, dan

Hasil analisis Korelasi (r) dan koefisian determinasi (r²) menunjukan bahwa koefisiensi korelasi sebesar = 0.715 dan determinasi korelasi (r²) =0.511 yang artinya

Analisis deskriptif, data yang diolah yaitu data pretest dan posttest murid kelas V yang diterapkan dengan menggunakan media kartu hitung pada pembelajaran matematika

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidakberhasilan produk merek Choco.Dol ditinjau dari strategi pemasaran yang telah dilakukan serta dari struktur dan