• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic analysis towards single crossed rose (rosa hybrida l)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic analysis towards single crossed rose (rosa hybrida l)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

TERHADAP MAWAR (

Rosa hybrida L.)

HASIL PERSILANGAN TUNGGAL

DEDEH KURNIASIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Analisis Genetik terhadap

Mawar

(Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal adalah karya saya sendiri

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

(3)

iii

DEDEH KURNIASIH.

Analisis Genetik terhadap Mawar

(Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Informasi keragaman genetik, heritabilitas, korelasi antar karakter, pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil, dan jarak genetik diantara genotipe tetua persilangan sangat penting dalam program pemuliaan mawar, selain itu seleksi indeks berdasarkan beberapa cara pembobotan dapat dimanfaatkan untuk memilih genotipe-genotipe mawar yang unggul sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan hibrida mawar (Rosa hybrida L.) hasil persilangan tunggal dan memperoleh calon tetua untuk persilangan double cross berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus penelitian ini adalah memperoleh informasi keragaman, heritabilitas dan korelasi antar karakter-karakter yang diamati, memanfaatkan indeks seleksi untuk mendapatkan kultivar yang berkualitas dan menduga jarak genetik berdasarkan penampilan fenotipik.

Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak penarikan anak contoh dengan tiga ulangan. 14 karakter kuantitatif dan 15 karakter kualitatif dianalisis menggunakan analisis gerombol dengan bantuan software Ntsys 2.02. Sedangkan indeks seleksi didasarkan pada nilai ekonomi, nilai duga heritabilitas dan nilai pengaruh langsung dari sidik lintas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang tangkai, jumlah daun, jumlah buku, jumlah petal, jumlah duri besar dan umur panen mempunyai keragaman yang luas dan nilai duga heritabilitas dalam arti luas yang tinggi. Panjang tangkai berkorelasi positif dan nyata dengan jumlah daun, jumlah buku, panjang leher bunga, jumlah duri besar dan jumlah bunga per tanaman sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif. Diameter kuncup berkorelasi positif dan nyata dengan diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga dan jumlah petal. Lama kesegaran bunga berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, diameter tangkai, jumlah daun, jumlah buku dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan panjang leher bunga berkorelasi negatif. Diameter bunga mekar berkorelasi positif dan nyata dengan diameter kuncup, jumlah petal dan jumlah bunga per tanaman, sedangkan dengan jumlah duri kecil berkorelasi negatif. Jumlah bunga per tanaman berkorelasi positif dan nyata dengan panjang tangkai, diameter bunga mekar, panjang ruas, panjang leher bunga dan lama kesegaran bunga, sedangkan dengan umur panen berkorelasi negatif.

(4)

iv

97.100-31, 97.105-80 dan 97.167-01. Seleksi indeks berdasarkan nilai ekonomis terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029-82, 95.077-01 dan 97.106-42. Seleksi indeks berdasarkan nilai duga heritabitas dalam arti luas terseleksi genotipe 97.105-80, 97.174-01, 97.029 -82, 95.077 -01 dan 95.090-04. Seleksi indeks berdasarkan sidik lintas terpilih genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030-12, 97.105-80, dan 97.174-01. Secara umum dari beberapa metode pembobotan yang digunakan terseleksi lima genotipe dengan jumlah indeks terbanyak yaitu genotipe 97.105-80, 95.077-01, 97.174-01, 97.032 -09 dan 97.029-82.

(5)

v

DEDEH KURNIASIH. Genetic Analysis towards Single Crossed Rose (Rosa hybrida L.). Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI and TRIKOESOEMANINGTYAS.

The information of genetic variability, heritability, genetic correlation among characters, path analysis, indices selection and genetic distance among parental are very important in rose breeding program. The use of selection indices based on measurement of several characters is more effective and useful in selecting superior rose genotypes which meet the established standard quality.

The general aims of this study are to develop single crossed roses (Rosa hybrida L.) hybrids and choose good parent candidates to create double cross hybrids based on genetic distances. The specific aims of this study are to get information about variability, heritability, correlation among the characters being observed, path analysis and to use selection indices based on quality characters of rose for obtaining qualified cultivars and to estimate genetic distances based on phenotypic performances.

The genotypes were arranged in a randomized complete block design with three replications and sub-sampling. Observations were made on fourteen quantitative characters and fifteen qualitative characters related to quality were being analyzed by using cluster analysis of Ntsys 2.02 software.

The results of the study showed that the characters length of stalk, number of leaves, number of nodes, number of petals, number of large thorn, and days to harvesting were large genetic variability and high broad sense heritability. A real positive correlation occurred between length of stalk with number of leaves, number of nodes, neck length, number of large thorn and number of flower per plant, while days to harvesting have negative correlation. Flower bud diameter had a real positive correlation with vase life and number of petals, while the real negative correlation with bloomed flower diameter. Vase life had a real correlation with flower bud diameter, stalk diameter, number of leaves , number of nodes and number of flower per plant, while the real negative correlation with neck length. Bloomed flower diameter had a real positive correlation with flower bud diameter, number of petal and number of petals, while the real negative correlation with number of small thorn. Number of flower per plant had a real correlation with length of stalk, bloomed flower diameter, length of nodes, neck length and vase life, while the real negative correlation with days to harvesting.

Number of nodes and number of flower per plant had positive direct effects on length of stalk, while neck length and number of leaves had negative direct effect. Number of petals has positive direct effect to flower bud diameter. Flower bud diameter, stalk diameter and number of leaves had positive direct effects on vase life, while number of nodes has negative direct effect. Flower bud diameter, number of petals and number of flower per plant had positive direct effects on bloomed flower diameter. Length of stalk, bloomed flower diameter, length of nodes and neck length had positive direct effects on number of flower per plant.

(6)

vi

97.029-82, 95.077-01 and 95.090-04, while based on direct effect path analysis selected genotypes genotipe 97.032-09, 97.105-66, 97.030 -12, 97.105-80 and 97.174-01. In general, by several methods of weighing being used in this study, we were able to select five genotypes with the greatest amount of indices, namely genotypes 97.105-80, 95.077-01, 97.174 -01, 97.032-09 and 97.029-82.

Based on similarity coefficient the genotypes consisted of divided to seven main groups was constructed. The groups contain three genotypes, two genotypes, one genotype, ten genotypes, ten genotypes, two genotypes, and two genotypes, respectively. The largest genetic distance were found between genotype 95.136-01 and 97.167-01 followed by genotypes 97.026-13 and 97.174-01, and between genotypes 97.029-82 and 97.105-66. These hybrids genotypes are good candidates to be used as parents in a double cross.

(7)

vii

© Hak cipta milik Dedeh Kurniasih, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(8)

viii

TERHADAP MAWAR (Rosa hybrida L.)

HASIL PERSILANGAN TUNGGAL

DEDEH KURNIASIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian : 30 Januari 2005 Tanggal Lulus : Hasil Persilangan Tunggal

(10)

x

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juni 1971 sebagai anak kedua dari pasangan Adang Dahlan dan Hj. Euis Maemunah. Menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Curug Agung Padalarang tahun 1985. Tahun 1988 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Padalarang dan Lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri II Cimahi pada tahun 1991, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002, penulis mendapat tugas belajar di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari program PAATP Dep artemen Pertanian Republik Indonesia.

(11)

xi

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi atas ijinNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Analisis Genetik terhadap Mawar (Rosa hybrida L.) Hasil Persilangan Tunggal.

Terima kasih yang sebesar -besarnya penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sriani Sujiprihati M.S. dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas M.Sc. selaku pembimbing, atas segala saran, bantuan, arahan dan ide-idenya yang sangat baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Krisantini M.Sc. atas kesediaannya sebagai dosen penguji luar komisi dan terima kasih atas saran serta masukannya. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ir. Darliah M.S. yang telah banyak membantu dan mengijinkan genotipe-genotipenya untuk dipergunakan. Kepada Teh Nina dan Kang Nanang terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Komisi Pembinaan Tenaga Kerja Badan Litbang Pertanian khususnya program PAATP yang telah membiayai studi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda dan Ayahanda (Alm.) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, untuk suami tercinta terimakasih atas ijin, perhatian dan dukunganya.

Akhir kata semoga tulisan bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Maret 2006

(12)

xii

Halaman

DAFTAR TABEL…..………..….……….……..…. xiii

DAFTAR GAMBAR………....… xiv

DAFTAR LAMPIRAN……..……….…... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang………...…... 1

Tujuan Penelitian………..…... 3

Kerangka Pemikiran………..…………..…..…..… 3

Bagan Alur Penelitian…………..………..……...………...… 7

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Mawar ………...…..…. 8

Pendugaan Keragaman……….………..………....……. 11

Pendugaan Heritabilias………..………..………...…... 12

Korelasi Genetik Antar Karakter ………....………..………….….... 13

Sidik Lintas………...………...……... 15

Indeks Seleksi… ……….... 16

Pendugaan Jarak Genetik ……….………..………...……. 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan………...…….. 21

Bahan dan Alat ………..………..…...… 21

Rancangan Percobaan...………...………. 21

Pelaksanaan Percobaan………...……….. 26

Pengamatan……….…...… 28

HASIL DAN PEMBAHSAN Kondisi Umum Penelitian……….………...……... 31

Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati…….…….….. 32

Pendugaan Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati …….…..….. 41

Korelasi antar Karakter Kuantitatif yang Diamati……….………. 43

Sidik Lintas………...……….……….…... 46

Indeks Seleksi……….……….………....…... 55

Pendugaan Jarak Genetik Berdasarkan Penampilan Fenotipik……...…... 69

KESIMPULAN DAN SARAN………...……...……..…. 73

DAFTAR PUSTAKA………...………...…..… 75

(13)

xiii

Halaman 1. Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang

Tangkai dan Diameter Kuncup ………..…... 11 2. Analisis Varian untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh…………. 22 3. Analisis Kovarian ………...……...………….. 24 4. Keragaman, Koefisien Variasi Genetik dan Dua Kali Standar

Deviasi Genetik Karakter Kuantitatif yang Diamati….…....……..…... 33 5. Nilai Duga Heritabilitas Karakter Kuantitatif yang Diamati………

42

6. Korelasi Genetik antara Karakter Kuantitatif yang Diamati ………….. 44 7. Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun,

Jumlah Buku, Panjang leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.… 47 8. Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter

Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku …….…… 50 9. Sidik Lintas Diameter Mekar dengan Diameter Kuncup,

Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman……….….….………….. 52 10. Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang Tangkai,

Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas, dan Panjang Leher Bunga..…... 53 11. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Ekonomis………..………

56

12. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Duga Heritabilitas……….

57

13. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga

Kelompok Warna Merah ……….……… 58

14. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga

Kelompok Warna Orange……….……… 59

15. Seleksi Berdasarkan Peringkat Kecerahan Warna Bunga

Kelompok Warna Putih. ……….………. 60 16. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung

dari Sidik Lintas Panjang Tangkai.……….…... 61 17. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung

dari Sidik Lintas Diameter Kuncup……….…. 62 18. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung

dari Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga..………… ……….….……... 64 19. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung

dari Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar..……… ……….……... 65 20. Indeks Seleksi Berdasarkan Pembobot Nilai Pengaruh Langsung

(14)

xiv

Halaman 1. Bagan Alur Penelitian……….. 7 2. Warna dan Bentuk Bunga Mawar yang Diamati ………….……….. 37 3. Contoh Bentuk Dasar Daun Terminal……….……..….. 39 4. Diagram Sidik Lintas Panjang Tangkai dengan Jumlah Daun, Jumlah

Buku, Panjang Leher Bunga dan Jumlah Bunga per Tanaman.………….. 47

5. Diagram Sidik Lintas Lama Kesegaran Bunga dengan Diameter

Kuncup, Diameter Tangkai, Jumlah Daun dan Jumlah Buku………. 50 6. Diagram Sidik Lintas Diameter Bunga Mekar dengan Diameter

Kuncup, Jumlah Petal dan Jumlah Bunga per Tanaman………. 52 7. Diagram Sidik Lintas Jumlah Bunga per Tanaman dengan Panjang

Tangkai, Diameter Bunga Mekar, Panjang Ruas dan Panjang Leher

Bunga………... 54

(15)

xv

Halaman 1. Tata Letak Percobaan………... 80 2. Matrik Koefisien Kemiripan 30 Genotipe Mawar yang Diuji…………. 81 3. Hasil Pengamatan Karakter Warna Batang Muda, Batang Tua dan

Daun Muda………...…..………...……….. 82 4. Hasil Pengamatan Karakter Warna Daun Tua, Stamen Bagian Luar

dan Spot Petal………...………...……. 83 5. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Kuncup dan Bentuk Duri Besar …. 84 6. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk Dasar Daun Terminal dan Zona

Dasar Spot Petal ………..……….... 85 7. Hasil Pengamatan Karakter Penampakan Samping Bagian Atas Bunga

dan Bagian Bawah Bunga ……….……..……….... 86 8. Hasil Pengamatan Karakter Bentuk dan Jumlah Kelopak Bunga pada

Masing -Masing Kriteria ………..……….... 87 9. Hasil Pengamatan Karakter Kewangian Bunga ………..….... 88 10. Gambar dan Kriteria Beberapa Karakter Kualitatif yang Diamati…...… 89

(16)

1.1. Latar Belakang

Mawar (Rosa spp.) merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang dikenal dan disukai masyarakat, baik sebagai bunga potong, penghias taman maupun sebagai bunga pot. Permintaan bunga potong mawar di pasar dalam negeri terus meningkat dibandingkan dengan bunga potong lain, terutama di kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta (Kartapradja 1997). Produksi mawar potong tahun 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000 berturut-turut adalah 173.111.552, 17.270.984, 35.582.398, 33.594.352 dan 78.147.515 tangkai (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2001).

Antara bunga potong yang diperdagangkan di Jakarta tahun 1999, 2000 dan 2001 volume penjualan mawar menduduki peringkat ketiga setelah anggrek dan gladiol yaitu 4.952.000, 5.162.600 dan 3.646.600 tangkai/tahun (Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga dan Tanaman Hias 2002), dengan volume impor bulan Agustus 2000 mencapai 1021 kg (Biro Pusat Statistik 2000). Rata-rata produksi mawar tahun 2003 hanya 470.103 tangkai/ha/tahun, keadaan tersebut mengakibatkan bunga potong mawar menduduki peringkat pertama dalam volume impor (Satsijati et al. 2004). Tingginya konsumsi bunga potong mawar, menjadikan komoditas tersebut sebagai komoditas penting sehingga usaha peningkatan kualitas maupun kuantitas harus dilakukan.

Menurut Morey (1969) karakter penting yang menentukan kualitas bunga potong mawar antara lain adalah warna bunga, ukuran bunga, kewangian bunga, lama kesegaran bunga, panjang tangkai bunga, diameter tangkai bunga, jumlah duri, dan jumlah petalum. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) (1995), bahwa standar kualitas bunga potong mawar ditentukan oleh panjang dan kokohnya tangkai bunga, ukuran bunga, bentuk bunga, kepadatan kuntum bunga, warna bunga, lamanya kesegaran bunga (vase life) serta harus bebas hama dan penyakit.

(17)

mendapatkan genotipe-genotipe baru yang unggul, dilakukan introduksi, mutasi dan hibridisasi.

Program pemuliaan tanaman hias di Balithi dengan teknik hibridisasi telah lama dilakukan dengan melakukan persilangan antar kultivar unggul, selain itu sudah diadakan kerjasama dengan lembaga lain yang terkait. Sejak tahun 1997 telah dilakukan kerjasama dengan Plant Research Internasional (PRI) Belanda, untuk melakukan persilangan antar kultivar-kultivar yang merupakan plasma nutfah Belanda. Hasil persilangan tersebut dihasilkan 63 hibrid, yang pada tahun 2000 diuji daya adaptasi dan penampilannya serta diseleksi berdasarkan penampilan fenotipe di Indonesia. Pada tahun 2002, dari 63 tanaman hibrid terseleksi 30 tanaman. Tanaman hibrid tersebut menjadi plasma nutfah baru di Indonesia yang merupakan tambahan sumber keragaman genetik baru sehingga memperluas keragaman. Setelah dilakukan seleksi dan evaluasi, genotipe-genotipe yang merupakan plasma nutfah baru tersebut dapat digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk membentuk hibrida double cross, atau sebagai kandidat kultivar unggul baru yang siap dilepas.

Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memilih genotipe-genotipe unggul yang disukai masyarakat. Program seleksi yang efektif dan efesien memerlukan informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas karakter-karakter yang diinginkan, korelasi antara karakter -karakter yang diamati dan pengaruh dari karakter-karakter yang diduga erat hubungannya dengan hasil serta indeks seleksi (Hallauer dan Miranda 1988; Borojevic 1990). Dalam hal tersebut hasil adalah semua karakter yang menentukan kualitas bunga sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.

(18)

Berdasarkan pengetahuan tentang karakter-karakter komponen hasil yang mendukung hasil dengan cara sidik lintas, maka seleksi secara bersama-sama terhadap karakter–karakter tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan indeks seleksi. Indeks seleksi digunakan untuk menyeleksi secara simultan genotipe bukan berdasarkan salah satu karakter saja tapi berdasarkan skor indeks. Dengan demikian indeks seleksi lebih efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purwoko 1995). Terbatasnya penelitian indeks seleksi pada tanaman mawar, menyebabkan manfaat yang besar dari penggunaan indeks seleksi belum dapat diketahui dengan baik, sehingga perlu dilakukan dalam penelitian ini.

Dalam program hibridisasi, perlu diketahui keragaman genetik, nilai duga heritabilitas dan kekerabatan diantara genotipe dari populasi tetua yang akan digunakan. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan genotipe-genotipe mawar untuk mengarahkan program pemuliaan selanjutnya. Dengan diketahuinya hubungan kekerabatan maka akan dapat diidentifikasi genotipe-genotipe calon tetua persilangan yang potensial dan dapat mencegah penggunaan tetua-tetua yang berkerabat dekat dalam persilangan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan hibrida mawar hasil persilangan tunggal (single cross) dan memperoleh calon tetua untuk persilangan ganda (double cross) berdasarkan jarak genetik. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang keragaman genetik, heritabilitas dalam arti luas, korelasi antar karakter, sidik lintas dan indeks seleksi untuk mendapatkan mawar yang berkualitas berdasarkan sejumlah karakter kualitas bunga serta menduga jarak genetik genotipe-genotipe mawar hasil persilangan tunggal.

1.3. Kerangka Pemikiran

(19)

bertujuan untuk meningkatkan potensi hasil secara genetik seh ingga diperoleh genotipe-genotipe unggul yang lebih baik dibandingkan kultivar-kultivar yang telah ada. Disamping itu pemuliaan mawar diarahkankan untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada bunga impor, yaitu melalui perluasan keragaman, terutama warna bunga dan perbaikan kualitas bunga.

Pada penelitian ini dievaluasi 30 genotipe yang berbeda yang berasal dari persilangan tetua yang berbeda pula. Menurut Poehlman dan Sleper (1995), suatu populasi yang terdiri dari bermacam -macam genotipe jika ditumbuhkan pada lingkungan yang sama, maka fenotipik karakter-karakter seperti daya hasil, karakter pertumbuhan dan kualitas hasilnya akan bervariasi sebab penampilan fenotipik suatu karakter tergantung pada faktor genotipe dan lingkungan tumbuhnya.

Untuk memperoleh informasi secara umum tentang genotipe-genotipe yang diuji melalui karakter fenotipe, maka salah satunya adalah melakukan analisis genetik dengan menduga beberapa parameter genetik, diantaranya adalah pendugaan keragaman genotipe dan fenotipe, heritabilitas, korelasi antar karakter, sidik lintas serta indeks seleksi.

Adanya keragaman satu karakter pada suatu populasi berarti terdapat suatu keragaman dalam populasi tersebut. Keragaman yang luas pada karakter-karakter yang diamati merupakan syarat utama dalam keberhasilan program seleksi. Keragaman yang luas juga akan mempermudah diperolehnya varians dari suatu karakter yang diinginkan. Dengan demikian suatu karakter pada populasi yang memiliki keragaman genetik yang luas akan memberikan harapan yang besar bahwa pekerjaan seleksi terhadap karakter yang diinginkan dapat berhasil dengan baik, sebaliknya keragaman genetik yang sempit berarti populasi tersebut homogen sehingga program perbaikan tanaman dengan cara seleksi hasilnya kurang efektif (Falconer 1981), oleh karena itu keragaman menjadi perhatian utama dalam pemuliaan tamanan.

(20)

Seleksi akan efektif untuk suatu karakter dengan heritabilitas yang tinggi dan relatif tidak efektif pada karakter dengan heritabilitas yang rendah (Fehr 1987).

Menurut Knight (1979), seleksi dapat dilakukan pada generasi awal apabila karakter yang akan diseleksi mempuyai nilai duga heritabilias yang tinggi, dan apabila nilai duga heritabilitas rendah, seleksi dilakukan pada generasi lanjut akan lebih efektif.

Hasil merupakan tujuan akhir dari suatu seleksi. Dalam pekerjaan seleksi, mengetahui hubungan suatu karakter dengan karakter lain sangat penting. Apabila terdapat korelasi antara karakter penduga dengan karakter yang dituju maka seleksi akan lebih efektif (Poespodarsono 1988). Pengetahuan tentang korelasi antar karakter dibutuhkan untuk menduga hasil yang mungkin bisa dicapai dan dapat dijadikan dasar penyusunan program seleksi yang lebih efisien. Disamping itu, pengetahuan korelasi antar karakter sangat penting, karena untuk memilih suatu bahan tanaman unggul diperlukan seleksi dua atau tiga sifat secara bersama-sama. Bila diketahui ada korelasi yang erat antar karakter maka pemilihan sifat tertentu, secara tidak langsung telah memilih sifat lain yang diperlukan dalam usaha memperoleh bahan tanaman unggul (Astika 1991).

Analisis korelasi sederhana belum cukup untuk menjelaskan hubungan dimana peubah tidak bebas dipengaruhi oleh sejumlah peubah bebas (Steel dan Toorie 1995). S idik lintas lebih dapat memberikan gambaran yang sebenarnya daripada menggunakan korelasi genetik. Penggunaan analisis lintas juga merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara komponen hasil terhadap hasil menjadi dua konponen yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung.

Genotipe unggul mawar potong harus mempunyai beberapa karakter kualitas secara bersama-sama oleh karena itu harus dilakukan seleksi secara simultan terhadap karakter -karakter tersebut, sehingga perbaikan suatu kultivar secara bersama-sama dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan indeks seleksi yang didasarkan pada suatu skor.

(21)

simultan. Sementara itu menurut Kauffmann dan Dubley (1979), indeks seleksi dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi.

Indeks seleksi dapat disusun berdasarkan nilai ekonomis nisbi dan nilai duga heritabilitas (Hallauer et. al. 1982). Disamping itu, dapat dikembangkan berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari analisis sidik lintas terhadap hasil. Dengan menggunakan ke empat pembobot tersebut diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe mawar yang berkualitas baik.

Nilai ekonomi nisbi suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang mungkin penting atau kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa karakter dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk seleksi (Subandi et al. 1973). Pada penelitian ini, karakter-karakter yang akan diberi nilai ekonomis nisbi adalah panjang tangkai bunga, diam eter kuncup, diameter bunga mekar, lama kesegaran bunga, dan jumlah bunga per tanaman. Sedangkan karakter warna bunga akan disusun berdasarkan peringkat kecerahan warna bunga.

Genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian berasal dari persilangan antar genotipe yang berbeda sehingga masing-masing mempunyai penampilan fenotipe yang relatif berbeda. Oleh kerena itu seleksi diperlukan untuk memilih tetua persilangan dalam rangka membentuk hibrida double cross dan memilih genotipe unggul baru yang siap dilepas.

Berdasarkan keragaman karakter dari genotipe-genotipe yang diuji, hubungan kekerabatan antar individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kemiripan dari sejumlah karakter. Dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda tersebut menggambarkan perbedaan susunan genetiknya, sehingga akan dapat ditentukan bagaimana hubungan diantara genotipe yang diamati berdasarkan tingkat kemiripan dan ketidakmiripannya melalui prosedur pengelompokan atau clustering (Dunn dan Everitt 1982).

(22)

menentukan keberhasilan program pemuliaan. Semakin jauh jarak genetik menunjukkan semakin rendah tingkat kemiripan genetik antar genotipe, sehingga semakin jauh jarak genetik dari tetua-tetua yang akan disilangkan, maka peluang untuk mendapatkan keturunan yang lebih unggul semakin besar (Enny et al. 1993). Disamping itu, jarak genetik merupakan pelengkap informasi kombinasi tetua yang akan digunakan dalam hibridisasi dengan mempertimbangkan penampilan tetua.

1.4. Bagan Alur Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dilakukan penelitian dengan alur seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Alur Penelitian. 30 Genotipe Mawar

Hibrida Double Cross Nilai Ekonomis

Nilai Duga Heritabilitas

Korelasi

Seleksi KVG

2*SD

Clustering

Hibrida unggul dengan kualitas bunga yang baik

Tinggi-Rendah

Luas-Sempit Preferensi

Konsumen

Analisis Genetik

Keragaman

Jarak Genetik

Tetua

Double Cross Pengaruh Langsung

dan Tidak Langsung Sidik Lintas

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Mawar

Tanaman mawar berasal dari Asia Tengah dan menyebar ke belahan bumi utara (Crokett 1974). Spesies mawar yang berasal dari belahan bumi utara mencapai 200 spesies (Hasek 1980). Menurut Sukarno dan Nampiah (1997), mawar termasuk ke dalam subfamili Rosidae yang terdiri atas 125 -200 spesies, 95 spesies berasal dari Asia, 18 spesies berasal dari Amerika dan sisanya berasal dari Eropa Timur, sedangkan di Indonesia mawar didatangkan oleh pemerintah Belanda dari Eropa.

Mawar dikelompokkan berdasarkan tipe bunga, sifat tumbuh atau kegunaannya. Berdasarkan sifat tumbuh dan pemanpilannya, mawar dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu mawar kuno dan mawar modern. Mawar kuno adalah semua varietas dan kultivar mawar yang ditemukan, diidentifikasi dan diperkenalkan sebelum tahun 1867, sedangkan mawar modern adalah jenis -jenis mawar yang muncul setelah tahun 1867. Mawar yang digunakan sebagai bunga potong umumnya termasuk kelompok mawar modern. Mawar modern terdiri dari beberapa kelas antara lain, Hybrid Tea, Polyantha dan Floribunda (Cheriton 1994).

Jumlah kromosom dasar mawar adalah n = 7, mawar modern umumnya mempunyai jumlah kromosom 14 atau 28 (Crokett 1974), kurang dari 50% dari spesies yang ada adalah diploid, tiga spesies triploid, 46 spesies tetraploid, 24 spesies pentaploid, 22 spesies hexaploid dan dua spesies oktaploid, sedangkan spesies Rosa hybrida L. umumnya tetraploid (Stewart 1969) dan genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies yang tetraploid.

(24)

merah jambu sampai merah keunguan dan sangat jarang terdapat pada mawar (De Vries et al. 1974).

Mawar merupakan tanaman tahunan (perenial) berbentuk perdu dengan ketinggian 30 cm sampai 5 meter, batangnya berduri merupakan ciri khas dan berkayu, tanaman tersebut mulai bercabang dari bagian bawah atau beberapa senti meter di atas permukaan tanah (Kartapradja 1995).

Menurut Ray dan Maccaskey (1985) tipe batang spesies Rosa hybrida L. adalah tegak, umumnya batang tersebut berwarna hijau atau merah pada waktu masih muda dan menjadi hijau kecoklatan

atau tetap merah saat sudah tua. Batang utama disebut main shoot dan pada sistem soft pinching, batang utama disebut bottom break yaitu tunas yang keluar dari bagian terbawah batang atas.

Mawar mempunyai dua daun majemuk dengan tiga, lima atau tujuh anak daun. Tiap anak daun tersusun berhadapan dan tiap pasangan anak daun dihubungkan oleh rachis. Tipe daun merupakan daun lengkap yaitu mempunyai helai daun, tangkai daun dan daun penumpu (Taylor 1961). Letak daun pada tangkai bunga adalah berselang dan pada setiap tangkai daun terdapat titik tumbuh yang akan berkembang menjadi cabang atau tunas bunga. Tanaman mawar berakar tunggang dengan akar cabang seperti serat dan akar rambut yang menyerupai benang (Kartapradja 1995).

Bakal bunga terbungkus oleh kelopak bunga (sepala) yang terdiri atas empat sepalum, umumnya sepala tersebut berwarna hijau. Rosa hybrida L. berbunga tunggal dan merupakan bunga sempurna dengan benang sari dan putik yang banyak serta tersusun pada dasar bunga yang berbentuk guci (Kartapradja 1995).

(25)

periode matangnya putik bersamaan dengan matangnya benang sari, keadaan tersebut memungkinkan mawar dapat menyerbuk sendiri (Darliah 1995).

Buah pada bunga mawar disebut hip, hip mempunyai kandungan vitamin C yang tinggi dengan warna yang akan berubah dari hijau ke merah, kuning atau variasi dari itu (Hasek 1980), disamping itu, warna buah juga akan berubah dari hijau ke orange, orange kemerahan atau ungu kehitaman (Taylor 1961). Di dalam buah terdapat biji yang akan mengalami dormansi. Untuk memecahkan dormansi, biji diberi perlakuan suhu rendah (40 C) selama 3 -4 bulan (Darliah 1995).

Penyakit utama yang menyerang tanaman mawar di Indonesia adalah embun tepung (Oidium sp.), terutama pada tanaman yang ditanam di dataran tinggi dan dipelihara di dalam rumah plastik. Penyebab penyakit embun tepung di Indonesia belum diidentifikasi dengan tepat karena penciri spesies patogen tersebut yaitu kleistotesium belum diketahui keberadaannya. Kleistotesium merupakan stadium seksual, namun yang berperan dalam siklus hidup patogen tersebut adalah stadium aseksualnya (konidium), dan stadium aseksual tersebut secara umum dikenal sebagai Oidium sp. (Suhardi et al. 2002).

Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penggunaan bahan tanaman yang bebas penyakit, penggunaan kultivar yang tahan terhadap penyakit, kultur teknis yang benar, sanitasi lingkungan dan penggunaan pestisida yang bijaksana (Muharam 1995). Penggunaan kultivar yang tahan terhadap penyakit embun tepung merupakan alternatif dalam usaha pengendalian serangan penyakit tersebut. Penggunaan fungisida yang intensif dapat meninggalkan residu pada daun yang menurunkan kualitas penampilan bunga secara keseluruhan.

(26)

Tabel 1 Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang Tangkai dan Diameter Kuncup

Kelas Panjang Tangkai (cm)

Diamater Kuncup (cm) Ekstra super x = 65 x > 2.5

Super 55 = x 65 x > 2.5

Panjang 45 = x 55 x > 2.5

Medium 35 = x 45 x > 2.5

Pendek 25 = x 35 x > 2.5

Sweet Hearts (Baby roses)

x > 35 x > 1.5

Berdasarkan penampilan fisik secara keseluruhan, bunga potong dibagi dalam empat standar kualitas yaitu AA, A, B dan C. Kualitas AA merupakan kualitas ekstra super yang dipilih dari standar grading terbaik dalam ukuran, kesegaran, warna yang prima dan spesifik untuk setiap produk, bebas hama dan penyakit serta tidak ada kerusakan mekanis yang disebabkan oleh hama, bekas penyakit, residu pestisida dan cara penanganan yang tidak baik. Kualitas A mempunyai persyaratan yang sama dengan kualitas AA dengan deviasi 5% dan kualitas B mempunyai deviasi 10%, sedangkan kualitas C adalah standar kualitas diluar AA, A dan B (Hartono dan Faisal 1995a). Kualitas bunga sangat berkaitan erat dengan harga jual, kualitas bunga yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan harga di petani maupun di pasaran.

2.2. Pendugaan Keragaman

Frey (1964) mengemukakan bahwa kegiatan pemuliaan tanaman dapat dilakukan melalui tiga fase kegiatan yaitu menciptakan keragaman genetik dalam suatu populasi tanaman, seleksi genotipe yang mempunyai gen-gen pengendali karakter yang diinginkan dan melepas kultivar terbaik untuk produksi pertanian. Selanjutnya Fehr (1987) menyatakan bahwa, usaha meningkatkan keragaman genetik merupakan langkah pertama dalam program pemuliaan tanaman.

(27)

oleh gen akan menghasilkan tanaman yang berbeda secara genetik dan perbedaan ini akan mendasari kegiatan program pemuliaan (Poehlman 1979).

Keragaman genetik yang luas dalam suatu populasi dan ukuran populasi yang cukup besar akan menjadikan seleksi lebih efektif dan akan mendukung keberhasilan program pemuliaan. Keragaman genetik yang luas memungkinkan diperolehnya karakter-karakter unggul atau karakter-karakter yang dikehendaki untuk dijadikan tetua atau bahan pemuliaan sehingga keragaman merupakan faktor penting dalam pengembangan genotipe baru (Fehr 1987). Sebaliknya, jika suatu karakter mempunyai keragaman genetik yang sempit maka genotipe-genotipe pada populasi tersebut hampir seragam (Allard 1960).

Menurut Gomez dan Gomez (1984), koefisien keragaman merupakan tingkat ketelitian perlakuan yang dibandingkan dan merupakan petunjuk yang baik untuk tingkat kepercayaan suatu percobaan, sehingga semakin tinggi nilai koefisien keragaman maka tingkat kepercayaan semakin rendah. Nilai koefisien keragaman yang masih dapat diterima untuk percobaan varietas di lapang adalah 6-8% dan nilai koefisien di atas 20% dianggap tinggi.

Luas atau sempitnya keragaman genetik dan keragaman fenotipik suatu karakter dalam suatu populasi tanaman dapat diketahui melalui standar deviasi, apabila nilai keragaman lebih besar dari nilai dua kali standar deviasi, maka keragaman tersebut dianggap luas (Anderson and Bancroff 1952, dalam Darajat 1987).

2.3. Pendugaan Heritabilitas

Seleksi untuk karakter yang diinginkan akan lebih bermak na jika karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan tersebut dapat diketahui dari besarnya nilai duga heritabilitas (Borojevic 1990). Dengan demikian nilai duga hertabilitas merupakan suatu informasi tentang kemampuan suatu karakter untuk diwariskan ke keturunannya. Sementara itu Poehlman (1979) berpendapat bahwa nilai duga heritabilitas merupakan tolok ukur besarnya peran faktor genetik atau faktor lingkungan dalam mengekspresikan suatu karakter.

(28)

total yang disebabkan oleh faktor genetik dengan ragam fenotipiknya (Allard 1960). Perumusan ini dikenal sebagai nilai duga heritabilitas dalam arti luas, karena melibatkan seluruh faktor genetik yang mempengaruhinya (Simmonds 1979). Menurut Poehlman (1979), karakter yang sedikit dipengaruhi lingkungan (karakter kualitatif) mempunyai heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter yang banyak dip engaruhi lingkungan (karakter kuantitatif) mempunyai heritabilitas yang rendah. Sementara itu, Mc Whirter (1979) juga berpendapat bahwa karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang sampai tinggi, maka lingkungan tidak mempunyai peranan yang sangat besar dalam penampilan suatu karakter. Dengan demikian faktor genetik pengaruhnya sangat besar, sehingga karakter-karakter tersebut akan mudah diwariskan pada keturunannya dan biasanya dikendalikan oleh gen sederhana.

Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0.0 sampai 1.0 atau 0 sampai 100%. Jika nilai duga heritabilitas 100% berarti semua keragaman yang ada disebabkan oleh faktor genetik. Jika nilai duga heritabilitas 0% berarti tidak satupun kergaman dalam populasi yang ada disebabkan oleh faktor genetik, dengan demikian tidak dapat dilakukan perbaikan tanaman melalui pemuliaan (Knight 1979).

Hasil penelitian Darliah et al. (2001) pada bunga potong mawar menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai, panjang ruas, jumlah daun, diameter tangkai, diamet er kuncup, diameter bunga mekar, jumlah petal, lama kesegaran bunga, umur panen, jumlah duri dan kewangian mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, sedangkan karakter jumlah bunga per tanaman mempunyai nilai duga heritabilitas sedang.

2.4. Korelasi Genetik Antar Karakter

(29)

Menurut Falconer (1981) korelasi yang terjadi di antara pasangan -pasangan karakter mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan. Faktor genetik yang menyebabkan korelasi terutama adalah pleotropi dan pautan. Pleotropi adalah gen yang dapat mengendalikan beberapa karakter sekaligus. Pautan adalah keterkaitan yang kuat di antara gen pada kromosom yang sama. Pautan hanya menyebabkan korelasi yang tidak kekal karena ada peluang untuk memisahkan gen terpaut melalui persilangan. Bila gen-gen yang mengendalikan pasangan karakter yang berkorelasi meningkatkan penampilan kedua karakter maka akan diperoleh korelasi yang positif.

Korelasi antara dua karakter dapat berupa korelasi fenotipe dan genetik (Poespodarsono 1988). Korelasi fenotipe merupakan ciri awal dari penampilan suatu karakter yang memperlihatkan adanya korelasi antar karakter yang bersangkutan (Fehr 1987), disamping itu korelasi fenotipe juga menunjukkan korelasi genetik. Menurut Falconer (1997), berdasarkan pengaruh pembentukannya, korelasi ganetik adalah korelasi antar karakter tanaman yang hanya ditimbulkan oleh komponen faktor genetik, sedangkan korelasi fenotipe merupakan korelasi antar dua karakter yang ditimbulkan oleh pengaruh faktor genetik, lingkungan serta interaksi genetik dan lingkungan. Korelasi genetik lebih mempunyai arti dalam pemuliaan karena faktor genetik akan lebih berperan bila faktor lingkungan mendukung penampilan karakter tersebut (Poespodarsono 1988).

Korelasi genetik antar karakter merupakan keterangan dasar yang akan membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program seleksi (Poerwoko 1995). Oleh karena itu korelasi genetik diperlukan untuk menduga respon seleksi tidak langsung, sebab kemungkinan seleksi langsung terhadap hasil sulit dilakukan, sehingga seleksi tidak langsung dapat dilakukan melalui karakter lain yang berkorelasi dengan hasil.

(30)

tangkai bunga. Komponen pendukung diameter mekar adalah jumlah petal dan diameter kuncup. Komponen pendukung lama kesegaran bunga adalah jumlah petal, tebal petal dan jumlah daun. Apabila terdapat korelasi antara komponen pendukung dengan hasil maka akan membantu efektifitas seleksi.

2.5. Sidik Lintas

Korelasi genetik antar karakter merupakan informasi dasar yang akan membantu mengidentifikasi sifat yang penting atau tidak penting dalam program seleksi (Falconer 1981). Berdasarkan nilai korelasi genetik yang diperoleh, maka dapat ditentukan sumbangan dari setiap komponen hasil melalui sidik lintas. Penggunaaan sidik lintas merupakan penjabaran dari korelasi genetik antara komponen hasil terhadap hasil, yang dibagi menjadi dua komponen yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Pembagian ini lebih dapat memberikan gambaran yang sebenarnya daripada menggunakan korelasi genetik, karena korelasi genetik belum tentu dapat memberikan gambaran yang benar tentang hubungan antara komponen hasil terhadap hasil (Poerwoko 1995).

Pendapat di atas senada dengan pendapat Singh dan Chaudhary (1979), bahwa dalam sidik lintas, koefisien korelasi dianggap sebagai pengaruh total yang dapat dipecah ke dalam komponen pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Berikut ini cara mengiterpretasikan hasil sidik lintas menurut Singh dan Chaudhary (1979) :

1. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya hampir sama dengan nilai pengaruh langsung, maka korelasi menunjukkan hubungan yang sesungguhnya dan seleksi langsung berdasarkan sifat tersebut akan efektif. 2. Bila koefisien korelasi antara faktor kausal dan efeknya positif tetapi nilai

pengaruh langsung negatif atau dapat diabaikan, maka pengaruh tidak langsung yang berperan dalam korelasi. Dalam keadaan seperti ini maka faktor kausal tidak langsung tersebut dapat menjadi dasar dalam seleksi tidak langsung.

(31)

simultan yang terbatas untuk meniadakan pengaruh tidak langsung yang tidak dikehendaki dapat d iterapkan.

2.6. Indeks Seleksi

Hasil ditentukan oleh banyak komponen hasil, maka dalam evaluasi dan seleksi kultivar yang berdaya hasil tinggi harus diperhatikan ciri-ciri komponen hasil yang mendukung daya hasil tinggi. Hasil beserta ciri-ciri komponen hasil yang mendukung dapat diperbaiki secara simultan yaitu melalui seleksi. Seleksi merupakan salah satu proses dalam pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dari semua perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru (Mc Whirter 1979).

Dengan diketahuinya komponen hasil yang mendukung hasil, maka perbaikan suatu kultivar secara bersama-sama dapat dilakukan. Salah satunya dengan menggunakan indeks seleksi yang didasarkan pada suatu skor. Pemilihan dimulai dari genotipe yang mempunyai skor indeks tertinggi kemudian dilanjutkan pada genotipe yang mempunyai indeks total terkecil (Jain 1982).

Penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe unggul dibandingkan dengan cara seleksi langsung (Purnomo 2001). Disamping itu, penggunaan indeks seleksi berdasarkan pengukuran terhadap beberapa karakter dapat efektif menambah peluang terseleksinya genotipe terpilih daripada dengan selekai berdasarkaan satu karakter (Hasnam et al. 1970). Indeks seleksi juga dapat digunakan untuk meningkatkan seleksi genotipe terbaik berdasarkan satu atau banyak karakter jika karakter tersebut berkorelasi dan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi (Kauffmann dan Dubley 1979). Selanjutnya Jain (1982) dan Soemarno dan Nasrullah (1988) mengemukakan bahwa penggunaan indeks seleksi lebih efektif dibandingkan dengan metode seleksi yang lain, karena kemajuan genetik yang menyertainya lebih besar, juga lebih efisien karena beberapa karakter dapat diseleks i secara simultan.

(32)

daripada seleksi berdasarkam bobot biji. Pasek dan Baker (1969) mencoba membandingkan seleksi tandem dengan indeks seleksi pada spesies tanaman menyerbuk sendiri dengan menggunakan metode modifikasi pedigree, hasilnya menunjukkan bahwa indeks seleksi lebih efisien 11-47% daripada seleksi tandem. Efisiensi tersebut meningkat dengan bertambahnya sifat yang diperhitungkan dalam indeks.

Dalam menyusun indeks seleksi dengan metoda secara simultan, Smith (1936) menggunakan seluruh varian-kovarian genotipik dan fenotipik dengan nilai ekonomis nisbi masing-masing karakter sama dengan satu. Nilai ekonomis nisbi suatu tanaman ditentukan oleh beberapa karakter yang mungkin penting atau kurang penting, sehingga harus dipertimbangkan beberapa karakter dalam memutuskan indiv idu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk seleksi (Subandi et al. 1973).

Berikut ini beberapa pendapat penggunaan indeks seleksi (Subandi et al. 1973) yaitu :

1. Penggunaan indeks seleksi pada umumnya akan memberikan hasil lebih baik daripada prosedur seleksi lainnya, baik tentang kemajuan genetik dugaan maupun yang sebenarnya.

2. Penggunaan indeks seleksi untuk memperbaiki suatu sifat akan memberikan kemajuan yang lebih besar daripada seleksi dilakukan terhadap sifat itu sendiri.

3. Indeks seleksi menjadi leb ih efektif bila korelasi genetik antar sifat-sifat yang dipertimbangkan untuk fungsi indeks seleksi dengan sifat yang diseleksi cukup besar.

Disamping kelebihan -kelebihan tersebut, terdapat kelemahan indeks seleksi diantaranya adalah cara penentuan bobot ekonomi nisbi untuk masing-masing sifat dan pendugaan varian -kovarian yang cukup sulit diperlukan cukup banyak perhitungan (Subandi et al. (1973).

Terdapat beberapa cara penentuan nilai pembobot dalam memperolah suatu indeks seleksi yaitu sebagai berikut :

(33)

mungkin penting atau tidak penting. Konsekuensinya harus dipertimbangkan beberapa sifat dalam memutuskan individu-individu yang memiliki nilai terbaik untuk diseleksi (Subandi et al. 1973).

2. Berdasarkan nilai varian -kovarian genetik (Robinson et al. 1951; Bernardo 2002).

3. Berdasarkan nilai duga heritabilitas (Halloran1979).

4. Berdasarkan nilai pengaruh langsung yang diperoleh dari sidik lintas (Purwoko 1995).

Dari keempat cara tersebut dapat digunakan salah satu atau kombinasi diantaranya atau dapat pula digunakan semua cara secara bersama-sama. Pada penelitian ini digunakan semua cara secara bersama-sama sehingga akan diketahui genotipe-genotipe mana yang terseleksi melalui keempat cara tersebut. Apakah akan terseleksi genotipe yang sama atau genotipe berbeda.

2.7. Pendugaan Jarak Genetik

Pemilihan tetua persilangan tergantung pada sifat yang akan dimuliakan (Poepodarsono 1988). Untuk sifat kualitatif yang dikendalikan oleh gen tunggal lebih mudah dilakukan karena perbedaan sifat akan menunjukkan perbedaan gen pengendali sifat tersebut, selain itu pada populasi yang bersegregasi perbedaan sifat satu dengan yang lainnya mudah terlihat dan seleksi lebih lanjut untuk menjadi tetua akan lebih mudah, terutama untuk tetua yang homozygot. Untuk sifat kuantitatif perlu beberapa pertimbangan dalam pemilihan tetua karena perbedaan fenotipe belum tentu disebabkan oleh perbedaan genotipe. Menurut Poepodarsono (1988) pertimbangan tersebut diantaranya adalah :

1. Sifat fisiologis, yaitu dasar fisiologis sifat yang diinginkan atau komponennya perlu diketahui sehingga penyebab tingginya penampilan sifat tersebut dapat diketahui p ula.

2. Adaptasi, yaitu informasi kemampuan tetua untuk beradaptasi pada kisaran lingkungan tertentu perlu diketahui.

(34)

sifat tersebut, terutama sifat-sifat yang mudah diamati, seperti tinggi tanaman, diameter batang dan sebagainya.

Efektivitas dan efesiensi seleksi ditentukan oleh adanya nilai duga heritabilitas karakter yang diinginkan dan keragaman genetik populasi. Keduanya sangat berguna dalam menetapkan metode seleksi dan waktu seleksi

Seleksi tetua untuk memperoleh hasil persilangan dengan karakter-karakter yang diinginkan merupakan tahap yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman (Forsberg dan Smith 1980). Seleksi tetua dalam persilangan didasarkan pada nilai ekonomi karakter yang dimiliki tetua dan bagaimana cara pewarisan karakter tersebut (Sriyadi et al. 2002) serta bagaimana hubungan kekerabatan antar tetua yang akan digunakan merupakan informasi yang sangat penting untuk diketahui.

Untuk mempelajari hubungan kekerabatan dari suatu populasi dapat dilakukan dengan menggunakan penanda sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik (Moritz dan Hillis 1990). Salah satunya dengan menggunakan karakter-karakter morfologi sebagai penanda (Tatineni et al. 1996). Hubungan kekerabatan antar dua individu atau dua populasi dapat diukur dari sejumlah karakter dengan asumsi karakter-karakter yang berbeda menggambarkan perbedaan susunan genetiknya. Ukuran derajat kedekatan genetik atau hubungan kekerabatan atau jarak genetik antar genotipe dapat didasarkan pada koefisien kemiripan. Besarnya koefisien tersebut dipengaruhi oleh pemilihan karakter, metode scoring dan pemilihan koefisien jarak atau koefisian kemiripan (Beer et al. 1993).

(35)

Keberhasilan program pemuliaan mawar salah satunya tergantung pada keberhasilan dalam mendapatkan hibrida dengan berbagai sifat yang diinginkan dari tetua yang berkerabat jauh. Disamping itu, kemampuan pemulia untuk memilih hibrida dengan kombinasi sifat yang paling diinginkan sebagai tetua persilangan pada generasi berikutnya juga sangat berperan (Darliah 1995). O leh sebab itu untuk mencapai keberhasilan perbaikan genetik melalui persilangan perlu pengetahuan mengenai hubungan kekerabatan atau jarak ganetik antar genotipe tetua yang akan dipilih sebagai sumber gen (Wachira et al. 1997).

(36)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2004 sampai Juli 2005, di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Ketinggian tempat 1100 meter di atas permukaan laut (dpl.), jenis tanah Andosol dengan pH 6.0 – 6.2 dengan tipe curah hujan adalah tipe A (sangat basah) (Schmitdt dan Fergusson 1959).

3.2. Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan berupa bibit yang terdiri atas 30 genotipe mawar (Rosa hybrida L.) hasil perbanyakan secara okulasi yang berumur dua bulan. Nomor-nomor genotipe yang digunakan adalah 95.031-04, 95.033-01, 95.062-03, 95.077-01, 95.090-04, 95.136-01, 96.016-01, 97.004-01, 97.008-03, 97.025-14, 97.026-13, 97.027-71, 97.028 -15, 97.029-51, 97.029 -82, 97.030-12, 97.032-09, 97.100-31, 97.100 -36, 97.100-45, 97.100-61, 97.102 -46, 97.104-03, 97.104-05, 97.105-66, 97.105 -80, 97.106-42, 97.167-01, 97.170-01 dan 97.174-01. Genotipe-genotipe tersebut merupakan hasil persilangan antara kultivar-kultivar yang sudah komersial sebagai tetua betina dengan campuran polen dari beberapa kultivar komersial lain yang berbeda. Genotipe-genotipe tersebut berasal dari dua populasi besar yaitu populasi yang mempunyai kode 95 dan populasi yang berkode 97. Populasi pertama merupakan hasil seleksi dari 450 genotipe terbaik yang ada di Belanda yang berasal dari 163 persilangan. Dari populasi ini diseleksi lagi dan enam genotipe yang terseleksi diintroduksi ke Indonesia. Populasi kedua berasal dari 174 persilangan tetapi tidak ada informasi mengenai jumlah genotipe yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan seleksi dan sebanyak 63 genotipe yang terseleksi diintroduksi ke Indonesia.

3.3. Rancangan Percobaan

(37)

contoh. Tata letak percobaan tersaji pada Lampiran 1. Jumlah populasi untuk masing-masing perlakuan pada setiap ulangan sebanyak lima tanaman, sehingga setiap ulangan terdapat 150 tanaman, jadi populasi seluruhnya adalah 450 tanaman.

Untuk mengetahui keragaman di antara genotipe yang diuji, masing-masing data dianalisis dengan model linier rancangan kelompok lengkap teracak penarikan anak contoh (Gaspersz 1991), sebagai berikut :

Yijk = µ + t i + ßj + eij + dijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan

ke-i

µ = Rata-rata umum

ti = Pengaruh perlakuan ke-i ( i = 1, 2,3, … ,30 )

ßj = Pengaruh ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3 )

eij = Pengaruh galat pada ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

dijk = Pengaruh galat pada pengamatan ke-k dalam ulangan ke-j yang

memperoleh perlakuan ke-i

Keragaman antar genotipe diuji dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe yang diuji, maka untuk menduga besarnya kemiripan di antara genotipe, masing -masing data kuantitatif ditambah dengan data kualitatif diubah dalam bentuk skor. Selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan analisis gerombol (cluster analysis) dengan bantuan software Ntsys 2.02 dengan metode sequential, aglomeralive, hierarchical and nested clustering (Rohlf 1993). Hasil pengelompokan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk dendrogram.

Berdasarkan model tersebut di atas, dapat disusun daftar analisis varian (Gespersz 1991) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisis Varian Untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh

(38)

Varian genetik (s2g) dan varian fenotipik (s2p) dihitung dengan menggunakan

rumus, sebagai berikut :

s2g =

s2p = s2g + KTgalat percobaan

Tingkat keragaman diduga berdasarkan nilai koefisien variasi genetik, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Singh and Chaudhary 1979) :

KVG = Keterangan :

KVG = Koefisien variasi genetik sg = Standar deviasi genetik

X = Nilai tengah populasi

Luas sempitnya keragaman karakter yang diamati ditentukan oleh nilai standar deviasi (sg), apabila nilai keragaman lebih besar dari dua kali standar dev iasi

(2sg) maka keragaman karakter tersebut dinyatakan luas. Nilai duga heritabilitas

dalam arti luas (h2bs) untuk setiap karakter yang diamati dihitung menggunakan

rumus Alard (1960), sebagai berikut :

h2bs =

Klasifikasi tinggi rendahnya nilai duga heritabilitas menurut Mc Whirter (1979), sebagai berikut :

Rendah = h2 < 20% Sedang = 20% = h2 = 50% Tinggi = h2 > 50%

Korelasi sederhana antar karakter diduga dengan menggunakan analisis kovarian, seperti tersaji pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dapat dihitung kovarian korelasi fenotipik dan kovarian korelasi genetik, sebagai berikut :

kov. g xy =

s2g

s2p

s

g

x 100 X

KTperlakuan – KTgalat percobaan

r.s

MS3 – MS2

(39)

kov. p xy = kov. g + kov. e

Tabel 3 Analisis Kovarian

Sumber Variasi Db MS EMS

Korelasi genetik dan fenotipik antar dua sifat dihitung dengan menggunakan rumus (Singh and Chaudhary 1979), sebag ai berikut :

rxy =

Keterangan :

rxy = Koefisien korelasi sifat x dan y

s2x = Varian sifat x

s2y = Varian sifat y

kov.xy = Kovarian pasangan sifat x dan y

Untuk mengetahui signifikansi nilai duga korelasi antar sifat, digunakan uji t (Singh and Chaudhary 1979), sebagai berikut :

½ t = rxy

(40)

Sidik lintas dihitung dengan menggunakan metoda matriks sebagai berikut :

r1y rx1.1 rx1.2 rx1.3 … rx1.n P1y

r2y rx2.1 rx2.2 rx2.3 … rx2.n P2y

r3y rx3.1 rx3.2 rx3.3 … rx3.n P3y

. = . . . … . .

. . . . … . . . . . . … . .

rny rxn.1 rxn.2 rxn.3 … rxn.n Pny

A B C Keterangan :

A = Vektor korelasi antara p buah variabel peramal dan variabel respon

C = Vektor koefisien lintasan yang ingin diketahui

B = Matriks korelasi antar variabel peramal dalam model regresi

Pengaruh langsung diperoleh dengan pendekatan, sebagai berikut : C = B-1 . A

Setelah diperoleh pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung (Zi) dan sisa

diperoleh sebagai berikut :

Zi = Ci . rij

Keterangan :

Zi = Pengaruh tidak langsung variabel bebas

Ci. rij = Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel

tidak bebas Y, malalui variabel bebas Zj

Pengaruh galat (sisa), dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Cs

2

= 1 - ? Ci . rij

Keterangan : Cs

2

= Pengaruh galat (sisa)

Ci . rij = Pengaruh tidak langsung variabel Zi terhadap variabel

tidak bebas Y, malalui variabel bebas Zj

Signifikansi koefisien korelasi akan diuji menggunakan uji t, sebagai berikut :

t = r

2 ab.c(n-2)

(41)

Indeks seleksi diduga dengan menggunakan rumus Bernardo (2002) sebagai berikut :

I = b1X1 + b2X2 + …. + bnXn

= ? biXi

Keterangan :

I = Indeks seleksi

bi = Pembobot untuk karakter ke-i (nilai ekonomis nisbi)

Xi = Nilai fenotipik untuk karakter ke-i

Besarnya pembobot yang diberikan untuk suatu karakter tergantung dari besarnya nilai ekonomis, nilai duga heritabiias dan pengaruh langsung karakter terhadap hasil dalam perhitungan korelasi menggunakan sidik lintas.

3.4. Pelaksanaan Percobaan 1. Persiapan

Batang bawah yang digunakan adalah kultivar multic. Batang bawah tersebut panjangnya 20 cm dengan diameter 1 – 15 mm. Batang bawah ditanam dalam polybag ukuran 15 cm dengan media tanam berupa campuran tanah, kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Setelah berumur 90 hari setelah tanam (hst), pada batang bawah tersebut dilakukan penempelan mata tunas batang atas dengan cara diokulasi. Mata tunas untuk perbanyakan secara okulasi, diambil dari tanaman yang sehat, kemudian ditempelkan ke tanaman batang bawah dan diikat menggunakan parafilm. Umur 60 hari setelah okulasi tanaman siap dipindahkan ke lapangan.

Rumah plastik sebagai tempat percobaan, dibuat dari bambu tetapi setiap tiangnya dicor menggunakan semen dengan atap plastik UV. Paranet dipasang sehari sebelum tanam dengan intensitas cahaya 45%, bila tanaman sudah cukup kuat untuk menerima intensitas cahaya yang lebih tinggi atau cuaca berawan, paranet pada bagian atas dibuka.

(42)

Setiap plot diberi pupuk kandang dan kompos dengan dosis 30 ton/ha (2.70 kg/plot), pupuk kimia diberikan tiga hst dengan dosis 0.5 L/tanaman dan berturut-turut diberikan tiga kali seminggu pada konsentrasi 5000 ppm. Tanah disterilkan 30 hari sebelum tanam menggunakan dazomet 98%, dengan dosis 0.4 ton/ha (36 g/plot). Setelah diberi perlakuan tanah ditutup selama 14 hari, setelah itu dibuka dan diangin -anginkan selama 14 hari, kemudian tanah digemburkan kembali. Bahan mulsa dari plastik hitam perak, yang dipasang dua hari sebelum tanam. Setelah itu dibuat lubang tanam.

2. Penanaman

Pada setiap bedengan terdapat dua baris tanaman dengan posisi berselang. Setiap genotipe diatur pada plot-plot percobaan dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm berbentuk segitiga sama sisi. Jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 80 cm. Bibit ditanam pada lubang tanam, kemudian disiram dengan air sampai medianya basah. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati, dilakukan sampai tanaman berumur dua minggu setelah tanam.

3. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan tiga kali seminggu bersamaan dengan pemupukan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika perlu, pengendalian menggunakan fungisida atau insektisida dengan dosis 1mL/L atau 1 g/L. Perebahan tangkai-tangkai bunga yang bukan bottom break, dilakukan setelah tunas berukuran kurang lebih 20 cm atau saat tunas tersebut bila dilekukan terasa lentur dan tidak patah, kemudian dibuang tiga daun teratas.

4. Panen

(43)

3.5. Pengamatan

Pengamatan terhadap karakter kuantitatif terdiri atas :

1. Panjang tangkai bunga (cm), diukur dari pangkal tangkai bunga sampai pangkal dasar bunga. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran.

2. Diameter tangkai bunga (cm), diukur pada bagian pangkal, tengah dan ujung tangkai bunga kemudian dirata -ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong.

3. Panjang ruas (cm), diukur berturut-turut mulai ujung ruas pertama sampai pangkal ruas berikutnya, lalu dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran.

4. Panjang leher bunga (cm), diukur dari pangkal dasar bunga sampai daun pertama. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan meteran. 5. Jumlah daun, dihitung mulai daun pertama pada pangkal tangkai bunga

sampai daun terakhir. Penghitungan dilakukan saat panen.

6. Jumlah buku. Dihitung mulai buku pertama pada pangkal tangkai sampai buku terakhir di bawah leher bunga. Penghitungan dilakukan saat panen. 7. Jumlah duri besar, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai

bunga. Penghitungan dilakukan saat panen.

8. Jumlah duri kecil, dihitung mulai pangkal tangkai bunga sampai ujung tangkai bunga. Penghitungan dilakukan saat panen.

9. Diameter kuncup (cm), diukur pada bagian kuncup bunga yang paling menggelembung dan dilakukan saat dua petal sudah terbuka. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong.

10.Diameter bunga mekar (cm), pengukuran dilakukan saat bunga mekar penuh, yaitu bila putik sudah terlihat. Pengukuran dilakukan saat panen dengan menggunakan jangka sorong.

(44)

12.Jumlah petal (helai). Pengamatan dilakukan dengan cara merontokkan petal bunga dari kuntum bunga, kemudian dihitung satu per satu. Penghitungan dilakukan setelah pengamatan lama kesegaran bunga.

13.Umur panen (hari setelah tanam/hst), dihitung dari saat tanam sampai panen bunga pertama.

14.Jumlah bunga per tanaman, dihitung mulai panen bunga pertama sampai terakhir selama percobaan.

Pengamatan terhadap karakter kualitatif terdiri atas :

1. Warna bunga, diamati dengan cara membandingkan warna utama petal bunga dengan warna-warna pada color chart dari Royal Horticulture Society (RHS). Nomor-nomor yang diperoleh diurutkan mulai dari warna paling cerah sampai paling pucat. Pengelompokan dilakukan berdasarkan kelompok warna yaitu kelompok warna merah, orange dan putih, kemudian diberi peringkat. Nomor paling cerah diberi peringkat 1 dan seterusnya sampai warna paling pucat diberi peringkat dengan angka yang lebih besar. Pengamatan dilakukan sesaat setelah panen.

2. Warna spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan warna spot petal dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan sesaat setelah panen.

3. Warna batang muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panjang tunas kurang lebih 15 cm.

4. Warna batang tua, diamati dengan cara membandingkannya dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat panen.

5. Warna daun muda, diamati dengan cara membandingkannya dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat daun muda sudah terbuka penuh.

(45)

7. Warna stamen bagian luar, diamati dengan cara membandingkannya dengan warna-warna pada color chart. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh.

8. Bentuk kuncup bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari International Union for the Protection of New Plant Varieties (UPOV). Pengamatan dilakukan saat panen.

9. Bentuk duri, diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.

10.Bentuk dasar daun terminal (terminal leaflet) diamati dengan cara membandingkannya dengan bentuk standar dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.

11.Penampakan samping bagian atas bunga pada saat mekar penuh, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh.

12.Penampakan samping bagian bawah bunga pada saat mekar penuh, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar penampakan dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat bunga mekar penuh.

13.Bentuk kelopak bunga, diamati dengan cara membandingkannya dengan standar bentuk dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.

14.Zona spot petal bunga, diamati dengan cara membandingkan posisi spot pada petal dengan standar zona petal dari UPOV. Pengamatan dilakukan saat panen.

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Penelitian

Secara umum penelitian berjalan dengan baik dan lancar, walaupun terdapat beberapa hal yang mengakibatkan pelaksanaan penelitian mengalami keterlambatan dari waktu yang telah direncanakan. Hal-hal tersebut diantaranya adalah kurang tersedianya batang bawah yang siap untu k dilakukan penempelan batang atas, kurang tersedianya mata tunas yang akan diokulasi dan pemberian pupuk dasar yang kurang sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Pada awal penelitian, direncanakan akan menggunakan batang bawah Rosa multiflora. Spesies tersebut mempunyai perakaran yang lebih baik sehingga lebih tahan untuk waktu pertanaman yang lebih lama, karena direncanakan setelah penelitian ini selesai, tanaman akan digunakan untuk bahan persilangan. Akan tetapi Rosa multiflora tidak tersedia di lapangan, sehingga harus ditanam dahulu untuk kemudian diperbanyak, dan waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut cukup lama. Berdasarkan pertimbangan waktu, maka diputuskan untuk mengganti batang bawah Rosa multiflora dengan kultivar multic. Kultivar tersebut merupakan kultivar introduksi dengan pertumbuhan yang bagus dan umumnya mempunyai kompatibilitas penempelan yang baik dengan kultivar-kultivar mawar potong yang ada, termasuk dengan genotipe-genotipe yang digunakan dalam penelitian ini. Namun ketersediaan kultivar multic di lapangan tidak memenuhi jumlah yang dibutuhkan, sehingga harus dilakukan perbanyakan. Tanaman induk sebagai sumber mata tunas dalam perbanyakan secara vegetatif melaui cara okulasi, mulai dipelihara bersamaan dengan perbanyakan batang bawah. Jumlah tanaman induk sangat terbatas dan sebagian masih muda, sehingga waktu pelaksanaan okulasi tidak seragam, dengan demikian diperoleh bibit yang tidak seragam. Penyeragaman bibit dilakukan dengan cara memotong tunas yang terlalu banyak dan akar yang terlalu panjang, sehingga diperoleh bibit yang relatif seragam.

(47)

sehingga waktu tanam menjadi mundur karena lahan yang belum siap. Namun keadaan tersebut tidak mengganggu kondisi bibit karena bibit ditanam dalam polybag.

Jumlah tanaman per plot adalah lima tanaman. Beberapa minggu setelah tanam terdapat beberapa tanaman yang mati dan beberapa tanaman pertumbuhannya sangat lambat. Kematian tanaman hasil okulasi umumnya disebabkan oleh lepasnya mata tunas batang atas yang ditempelkan pada batang bawah, sehingga batang atas tidak memperoleh air maupun nutrisi dari batang bawah. Akibatnya batang atas tersebut mengering dan mati. Pertumbuhan yang lambat dapat disebabkan oleh kondisi mata tunas dan batang bawah yang kurang baik atau sistem perakaran batang bawah yang kurang berkembang atau sebab lain yang belum dapat diketahui. Tidak dilakukan penyulaman terhadap tanaman yang mati dan yang mengalami pertumbuhan terlambat, karena terjadi setelah lebih dari dua minggu tanaman ditanam. Namun demikian, keadaan tersebut tidak mengurangi jumlah unit percobaan karena kejadian tersebut hanya terjadi pada beberapa genotipe dan tidak terjadi pada semua ulangan, disamping itu jumlah penarikan anak contoh adalah tiga, sehingga jumlah tanaman yang hidup dan tumbuh dengan normal masih memenuhi jumlah unit percobaan.

Hal lain yang mengganggu adalah adanya serangan ulat daun dan kutu daun. Serangan ini terjadi pada minggu ke-33 setelah tanam. Ulat daun memakan daun dan kuncup bunga bahkan pada serangan yang hebat ulat menyerang tunas muda, sehingga tunas tersebut tidak berkembang dan tidak bisa menghasilkan bunga. Kutu daun menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan sel tanaman, sehingga menyebabkan daun menjadi mengkerut atau keriting. Kedua serangan hama ini mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitas bunga.

4.2. Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi yang Diamati

(48)

keragaman yang cukup tinggi khususnya keragaman gen etik yaitu antara 3.415-87.561. Tingkat keragaman genetik paling tinggi terdapat pada karakter jumlah duri kecil (87.561) diikuti oleh karakter jumlah petal (40.773) dan jumlah duri besar (29-520). Sementara itu, tingkat keragaman terkecil terdapat pada karakter lama kesegaran bunga (3.415) dan umur panen (3.968), data selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.

(49)

dalam penanganan pascapanen dan pembuatan rangkaian bunga, sehingga seleksi terhadap genotipe yang mempunyai jumlah duri relatif sedikit lebih diutamakan.

Jumlah petal berkisar antara 20-93, dengan jumlah terbesar terdapat pada genotipe 97.030-12, 97.170 -01 dan 97.032-09 yang masing-masing mempunyai 83, 75 dan 62 helai. Sementara jumlah petal paling sedikit terdapat pada genotipe 95.090-04 dan 95.136-01 dengan 21 helai petal. Jumlah petal bunga potong mawar yang ideal adalah 25-35 helai, sehingga membentuk tipe ganda, artinya setiap kuntum bunga mempunyai lebih dari 20 helai petal yang tersusun dalam beberapa lapis atau lingkaran (Darliah et al. 2001). Jumlah tersebut memadai untuk membentuk kuntum bunga yang baik sebagai bunga potong, yaitu cukup padat dan penuh dengan susunan petal tidak terlalu terbuka pada saat mekar penuh.

Lama kesegaran bunga berkisar antara 6.6-8.7 hari sehingga karakter tersebut mempunyai tingkat keragaman yang paling kecil (3.415). Genotipe 97.032-12 dan 95.090-04 mempunyai lama kesegaran bunga yang paling lama, sedangkan yang paling cepat diperoleh dari genotipe 95.033 -01. Namun demikian semua genotipe yang diuji digolongkan mempunyai lama kesegaran yang memenuhi standar, karena bunga potong mawar yang baik harus mempunyai lama kesegaran selama lima sampai enam hari (Morey 1969). Umur panen berkisar antara 100 -148 hari setelah tanam (hst). Genotipe yang mempunyai umur panen paling genjah adalah 97.170-01 dan umur panen terpanjang diperoleh dari genotipe 97.008-03. Umur panen yang genjah lebih diinginkan karena tanaman akan lebih cepat menghasilkan.

Gambar

Gambar 1  Bagan Alur Penelitian.
Tabel 1  Kelas Kualitas Bunga Potong Mawar Berdasarkan Panjang               Tangkai dan Diameter Kuncup
Tabel 2  Analisis Varian Untuk RKL Teracak Penarikan Anak Contoh
Tabel 3  Analisis Kovarian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Malang jumlahnya terbatas, sosialisasi dan pelatihan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bagi istri nelayan hanya

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu program komputer SPSS for Windows versi 21, maka dapat diketahui

Dari novel tersebut seakan membawa kita pada suatu makna bahwa jika kita memiliki kesukaan terhadap sesuatu yang benar-kita sukai selagi itu merupakan hal yang positif

Melihat hasil penelitian di atas, tampak bahwa Aspek Keterampilan untuk Profesionalisme Birokrasi belum dimiliki sepenuhnya oleh pegawai, karena para pegawai belum memiliki

yang telah diperoleh sehingga informasi atau data tersebut mempunyai arti. Dalam penelitian ini digunakan analisis sebagai berikut:. 1.

Terkait dengan Teori Belajar Gagne (Aunurrahman, 2012: 47) menyatakan bahwa dalam proses belajar terdapat fenomena yaitu bahwa meningkatnya intelektual individu akan