PENGOLAHAN LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA
SAWIT SECARA AEROBIK MENGGUNAKAN
EFFECTIVE MICROORGANISM GUNA
MENGURANGI NILAI TSS
SKRIPSI
Oleh
YOHANNES TANDEAN
070405051
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PENGOLAHAN LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA
SAWIT SECARA AEROBIK MENGGUNAKAN
EFFECTIVE MICROORGANISM GUNA
MENGURANGI NILAI TSS
SKRIPSI
Oleh
YOHANNES TANDEAN
070405051
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
Pengolahan Lanjut Limbah Cair Kelapa Sawit Secara Aerobik Menggunakan Effective Microorganism Guna Mengurangi Nilai TSS
Dibuat untik melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, 21 Agustus 2013
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengolahan Lanjut Limbah Cair Kelapa Sawit Secara Aerobik Menggunakan Effective Microorganism Guna Mengurangi Nilai TSS” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakulatas Teknik Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Melalui penelitian ini diperoleh kondisi yang mampu mengurangi kadar TSS tertinggi dari limbah cair kelapa sawit. Sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan. Manfaat lain yang diperoleh, yaitu dapat mengurangi waktu yang diperlukan oleh metode konvensional untuk mengurangi kadar TSS dalam limbah cair kelapa sawit.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis, untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Irvan, M,Si.yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 21 Agustus 2013
DEDIKASI
Rasa terima kasih dan hormat penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, yang selalu mendukung penulis dalam melaksanakan studi dan dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Dedikasi skripsi ini penulis tujukan kepada : 1. Kedua orang tua penulis.
2. Keluarga penulis.
3. Bapak dan Ibu dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Michael Vincent atas kerjasamanya yang sangat baik selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat terbaik di Teknik Kimia, khususnya semua stambuk 2007 yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Yohannes Tandean NIM : 070405051
Tempat/tgl lahir : Medan 5 Oktober 1989 Nama orang tua : Lindawaty
Alamat orang tua : Jl. Timor No. 67 Medan Kec. Medan Timur Asal Sekolah
SD Sutomo 1 Medan tahun 1995-2001
SMP Sutomo 1 Medan tahun 2001-2004
SMA Sutomo 1 Medan tahun 2004-2007 Beasiswa yang diperoleh :
Pengalaman Organisasi :
1. OSIS SMA SUTOMO I MEDAN sebagai anggota bidang olahraga.
Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal :
ABSTRAK
Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. Umumnya pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas, sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku potensial untuk menghasilkan biogas. Penelitian terdahulu telah dilaksanakan dengan proses anaerob untuk mendapatkan biogas, akan tetapi limbah yang dihasilkan masih tidak memenuhi standar mutu. Nilai TSS yang dihasilkan dari pengolahan anaerob masih berkisar 400 mg/l. Oleh karen itu diperlukan proses aerob untuk menurunkan nilai TSS dengan bantuan Effective Microorganism. Dari hasil penelitian proses aerob HRT 10 hari didapat penurunan nilai TSS sampai sekitar 200 mg/L.
ABSTRACT
Palm oil mill effluent (POME) production in Indonesia is estimated around 28,7 million tonnes / year. Generally, POME treatment is carried out conventionally by using facultative ponds. Aside from the vast usage of land and operational cost, this system also emits greenhouse gases, eventhough, POME is a potential raw resource in producing biogas. Earlier researches are carried out with anaerobic process to produce biogas, but the waste produced still haven’t met the standard quality control requirements. The total soluble solid (TSS) contained in the waste produced from the anaerobic process was still around 400 mg/L. Which is the reason why aerobic process is still necessary to drop the number of TSS contained by using Effective Microorganism. From the research conducted, a 10 days HRT aerobic process could reduce the number of TSS to around 200 mg/L.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 LOKASI PENELITIAN 3
1.5 METODOLOGI PENELITIAN 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 KELAPA SAWIT DI INDONESIA 4
2.2 LIMBAH 6
2.3 TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) 7
2.4 VOLATILE SUSPENDED SOLID (VSS) 7
2.5 PENGOLAHAN POME 8
2.6 MIKROBA 12
2.7 EFFECTIVE MICROORGANISM 13
2.8 AKLIMATISASI 13
2.10 PENGOLAHAN AEROBIK 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16
3.1 LOKASI PENELITIAN 16
3.2 BAHAN 16
3.3 PERALATAN 16
3.3.1 PERALATAN UTAMA 16
3.3.2 PERALATAN ANALISA 17
3.4 TAHAPAN PENELITIAN 18
3.4.1 PENGAKTIFAN EFFECTIVE MICROORGANISM 18
3.4.2 AKLIMATISASI MIKROBA 19
3.4.3 PENGUJIAN SAMPEL 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22
4.1 PENYISIHAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI PERTAMA DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 10 RPM 22 4.2 PENURUNAN VSS DENGAN HARI PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 10 RPM 23 4.3 PENYISIHAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 20 RPM 24 4.4 PENURUNAN VSS DENGAN HARI PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 20 RPM 25 4.5 PENYISIHAN TSS PADA TANGKI PERTAMA (10 RPM) DENGAN
TANGKI KEDUA (20 RPM) 26
4.6 PENURUNAN VSS PADA TANGKI PERTAMA (10 RPM) DENGAN
TANGKI KEDUA (20 RPM) 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 PERBANDINGAN PRODUKSI MINYAK KELAPA SAWIT DI
INDONESIA DAN MALAYSIA 1
Gambar 2.1 BLOK DIAGRAM PENGOLAHAN TBS MENJADI CPO 5 Gambar 2.2 PENGOLAHAN POME SISTEM KOLAM 10 Gambar 2.3 BLOK DIAGRAM PENGOLAHAN POME SISTEM KOLAM 10 Gambar 3.1 PERALATAN UTAMA YANG DIGUNAKAN 16 Gambar 3.2 FLOWCHART PENGAKTIFAN EFFECTIVE MICROORGANISM 18 Gambar 3.3 FLOWCHART AKLIMATISASI MIKROBA 19 Gambar 4.1 GRAFIK PENYISIHAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI
PERTAMA 22
Gambar 4.2 GRAFIK PENURUNAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI
PERTAMA 23
Gambar 4.3 GRAFIK PENYISIHAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI
KEDUA 24
Gambar 4.4 GRAFIK PENURUNAN TSS DENGAN HARI PADA TANGKI
KEDUA 25
Gambar 4.5 GRAFIK PENYISIHAN TSS PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN TANGKI KEDUA 26
Gambar 4.6 GRAFIK PENURUNAN VSS PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN TANGKI KEDUA 27
Gambar L.1 EM4 YANG DIPAKAI 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 LUAS AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT 1998-2006 4 Tabel 2.2 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT 9 Tabel 2.3 STANDAR MUTU LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT 8 Tabel 2.4KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGOLAHAN ANAEROBIK 14
Tabel 3.1 SPESIFIKASI TANGKI 17
Tabel L.1 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4 31
Tabel L.2 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4 32
Tabel L.3 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR 33
Tabel L.4 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM SESUDAH
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR 34
Tabel L.5 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR 35
Tabel L.6 TABEL DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SESUDAH
ABSTRAK
Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. Umumnya pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas, sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku potensial untuk menghasilkan biogas. Penelitian terdahulu telah dilaksanakan dengan proses anaerob untuk mendapatkan biogas, akan tetapi limbah yang dihasilkan masih tidak memenuhi standar mutu. Nilai TSS yang dihasilkan dari pengolahan anaerob masih berkisar 400 mg/l. Oleh karen itu diperlukan proses aerob untuk menurunkan nilai TSS dengan bantuan Effective Microorganism. Dari hasil penelitian proses aerob HRT 10 hari didapat penurunan nilai TSS sampai sekitar 200 mg/L.
ABSTRACT
Palm oil mill effluent (POME) production in Indonesia is estimated around 28,7 million tonnes / year. Generally, POME treatment is carried out conventionally by using facultative ponds. Aside from the vast usage of land and operational cost, this system also emits greenhouse gases, eventhough, POME is a potential raw resource in producing biogas. Earlier researches are carried out with anaerobic process to produce biogas, but the waste produced still haven’t met the standard quality control requirements. The total soluble solid (TSS) contained in the waste produced from the anaerobic process was still around 400 mg/L. Which is the reason why aerobic process is still necessary to drop the number of TSS contained by using Effective Microorganism. From the research conducted, a 10 days HRT aerobic process could reduce the number of TSS to around 200 mg/L.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Indonesia penyebaran kelapa sawit terdapat di beberapa daerah, seperti di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia seperti yang terlihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Perbandingan Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia dan Malaysia.[1]
ditetapkan. Akan tetapi, nilai tersebut tidak dapat dicapai hanya secara metode anaerob. Berikut beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Tabel 1.1 Berbagai Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Pengolahan
POME secara aerobik
POME Menggunakan lumpur aktif
termobilisasi pada batu apung.
-Semakin tinggi COD
masukkan, semakin
singkat HRT.
Rahman,et.al,(2006) POME Sistem anaerob yang
dilanjutkan dengan sistem
aerob 15 hari
-Laju dekomposisi COD
dan BOD sekitar 70%
pada proses anaerobik
dan 15% pada proses
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah nilai TSS dari keluaran pilot plant masih tinggi, maka diperlukan proses aerob ini untuk mengurangi nilai TSS hingga dapat mencapai batas yang ditentukan sehingga dapat dibuang ke badan lingkungan, yaitu sekitar 250 mg/l.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan/reduksi nilai TSS dengan menggunakan Effective Microorganism (EM) terhadap waktu.
1.4 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, dan Pusdiklat LPPM USU.
1.5 RUANG LINGKUP
Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan adalah Limbah Cair Kelapa Sawit yang telah diolah secara anaerob di Pilot Plant LPPM USU.
2. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah aerobik dengan menggunakan Effective Microorganism yang dapat dibeli di pasaran.
3. Kondisi operasi penelitian ini yaitu : 1. Suhu Tangki : 30oC
2. Menggunakan pengaduk jenis paddle dengan kecepatan 10 dan 20 rpm. 3. Menggunakan aerator.
4. Menggunakan Effective Microorganism (EM4).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KELAPA SAWIT DI INDONESIA
Indonesia saat ini merupakan negara produsen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil, CPO) terbesar di dunia. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia terus bertumbuh dengan pesat, demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Luas areal tanaman kelapa sawit meningkat dari 290 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 5.9 juta hektar pada tahun 2006 atau meningkat 20 kali lipat. Dalam kurun waktu yang sama, produksinya berupa CPO dan CPKO (minyak inti sawit mentah), meningkat 17 kali lipat dari 0,85 juta ton menjadi 14,4 juta ton.
Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit 1998-2006 [2]
Tahun Luas Areal (Ha)
1998 890.506 556.640 2.113.050 3.560.196 1999 1.041.046 576.999 2.283.757 3.901.802
2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077
2001 1.561.031 609.943 2.542.457 4.713.431
2002 1.808.424 631.566 2.627.368 5.067.358
2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 2004 1.904.943 674.865 2.821.705 5.401.513
2005 1.917.038 676.408 2.914.773 5.508.219
Tabel 2.1 memperlihatkan tabulasi perkembangan luas areal perke-bunan kelapa sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaannya selama kurun waktu 1998 hingga 2005.
Kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah padat dan cair (palm mill oil effluent, POME) dalam jumlah besar yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya dipakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Darnoko et al., 1995). Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah rendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya.
Gambar 2.1 Blok Diagram Pengolahan TBS Menjadi CPO
menghasilkan limbah cair sebanyak 33.700 kg/jam atau sekitar 360–480 m3/hari dengan konsentrasi BOD rata-rata sebesar 25.000 mg/l. Saat ini, diperkirakan jumlah limbah PKS di Indonesia yang berupa TKKS sebesar 15,2 juta ton/tahun dan POME mencapai 28,7 juta ton /tahun. [3]
2.2 LIMBAH
Definisi limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah industri kebanyakan merupakan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami peruraian. Kebanyakan industri yang ada membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah. Sebagian pengusaha industri yang akan membuang limbah diwajibkan mengolah terlebih dahulu untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup disekitarnya.
2.3 TOTAL SUSPENDED SOLID ( TSS )
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal
2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah
lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg / L dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel
yang mengandung 1.000 mg / L coarsely ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg / L ground pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total (TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan atau oksidasi. [3]
2.4 VOLATILE SUSPENDED SOLID ( VSS )
Volatile Suspended Solid merupakan bagian dari TSS yang terbakar pada
2.5 PENGOLAHAN POME
POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung banyak
padatan. POME berasal dari stasiun rebusan/sterilisasi dan klarifikasi yang
dialirkan ke fat pit untuk tujuan pengutipan minyak dimana limbah tersebut
mengalir dengan jumlah sekitar 60% dari jumlah TBS yang diolah.
POME tidak dapat dibuang langsung ke sungai/parit, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini, umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) kemudian diolah dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke sungai/parit. Secara alami, limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas metan (CH4) dan karbon dioksida
(CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600–700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m3 biogas. Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
Tabel 2.2 Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit
No Parameter Satuan Kisaran
1 BOD (Biological Oxygen Demand) mg/l 20.000-30.000
2 COD (Chemical Oxygen Demand) mg/l 40.000-60.000 3 TSS (Total Suspended Solid) mg/l 15.000-40.000
4 TS (Total Solid) mg/l 30.000-70.000
5 Minyak dan Lemak mg/l 5.000-7.000
6 NH3-N mg/l 30 – 40
7 Total N mg/l 500 – 800
8 Suhu oC 90 – 140
9 pH - 4 - 5
Gambar 2.2 Pengolahan POME Sistem Kolam
Proses ini dinilai kurang bagus dalam penurunan kualitas air limbah, terutama pada panen puncak dan dalam kondisi fluktuatif. Pengolahan yang menggunakan kolam terbuka pada temperatur ambient yang tinggi menghasilkan produksi gas metana dan karbondioksida yang tidak terkendali, yang mana keduanya merupakan gas rumah kaca. Luas areal yang dibutuhkan untuk tempat pengolahan sangat besar, sehingga hanya diprioritaskan untuk industri pengolahan kelapa sawit yang kecil. Namun, hampir 80% pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia menggunakan sistem kolam. Blok diagram pengolahannya diperlihatkan pada Gambar 2.3. [3]
Proses pengolahan POME dengan menggunakan sistem kolam diatas membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 90-100 hari dimana diperlukan waktu sebanyak 20 sampai 40 hari untuk proses di dalam kolam aerobik sehingga perlu diadakan penilitian guna menurunkan waktu yang diperlukan untuk kolam anaerobik maupun aerobik. Adapun secara umum, kolam anaerobik memiliki ukuran yang lebih besar daripada kolam aerobik dimana untuk pabrik kelapa sawit PTPN IV, digunakan kolam anaerobik dengan dimensi 120m*30m*5,5m sedangkan kolam aerobik memiliki dimensi 30m*20m*2m. Adapun kolam aerobik ini adalah kolam terakhir yang dimasuki oleh limbah sebelum kemudian akan dibuang ke lingkungan. Karakteristik dari limbah setelah melewati kolam aerobik diharapkan akan dapat memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Parameter Satuan Kadar Maksimum
BOD mg/L 100
COD mg/L 350
TS mg/L 5.000
TSS mg/L 250
Minyak dan Lemak mg/L 25
NH3-N mg/L 20
pH - 6-9
Debit Limbah Maksimum m3 / ton produksi 6
2.6 MIKROBA
Yaitu organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yang terdiri dari bakteri, fungi dan aktinomisetes. Perombak ini terbagi atas 2 jenis yaitu perombak primer dan sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik dengan cara meremah-remah bahan organik menjadi berukuran lebih kecil. Perombak sekunder adalah mikroorganisme perombak bahan organik misalnya
Trichoderma reesei, Pseudomonas dan Aspergillus niger. Pada umumnya,
aktivitas biodekomposisi yang paling signifikan ditunjukkan oleh kelompok fungi yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar. Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa. [6]
2.7 EFFECTIVE MICROORGANISM
Effective Microorganisms (EM) adalah campuran dari mikroorganisme
menguntungkan (terutama bakteri fotosintesis dan asam laktat, ragi, aktinomycetes dan jamur fermentasi) yang dapat ditambahkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba di dalam tanah.
2.8 AKLIMATISASI
Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur mikroorganisme yang stabil dan dapat beradaptasi dengan air buangan pabrik kelapa sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor dibuat tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan pH. Proses ini dilakukan secara batch. Ke dalam masing-masing reaktor ditambahkan secara bertahap air buangan pabrik minyak kelapa sawit dengan konsentrasi yang semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi secara bertahap ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pembebanan tiba-tiba (shock loading) yang dapat mematikan mikroba, dan untuk menyeleksi mikroba yang mampu mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit sesuai dengan kondisi operasi nantinya.
Proses aklimatisasi dapat dianggap selesai jika pH, VSS, temperatur, dan efisiensi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Sebelum reaktor dioperasikan, terlebih dahulu dihitung konsentrasi air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang nantinya dijadikan konsentrasi pada saat pengoperasian reaktor tanpa divariasikan.[8]
2.9 PENGOLAHAN ANEROBIK
Pengolahan secara anaerob berarti selama proses pengolahan tidak ada udara
yang masuk di dalam reaktor. Dalam proses pengolahan anaerobik, produk yang
dihasilkan adalah biogas, yaitu terdiri dari gas metana (CH4) dan karbondioksida
(CO2). Bila dibandingkan dengan menggunakan pengolahan aerobik, pengolahan
anaerobik lebih cocok digunakan pada limbah dengan angka COD yang tinggi.
Adapun dalam pengolahan anaerobik ini terjadi 3 jenis penguraian yaitu hidrolisis, asidogenesis dan metanogenesis. Dalam proses ini, digunakan suhu sekitar 55oC agar dapat dihasilkan efisiensi pengolahan BOD dan COD hingga sekitar 80%.
Tabel 2.4 Keuntungan dan Kerugian Pengolahan Anaerobik
No. Keuntungan Kerugian
1. Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan
yang lama
2. Produk samping yang dihasilkan
sedikit
Membutuhkan penambahan
senyawa alkalinity
3. Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa
nitrogen dan phospor
4. Dapat menghasilkan senyawa metana
(CH4) yang merupakan sumber energi
yang potensial
Sangat sensitif terhadap efek dari
perubahan temperatur
5. Hanya membutuhkan reaktor dengan
volume yang kecil
Menghasilkan senyawa yang
beracun seperti H2S.
2.10 PENGOLAHAN AEROBIK
Pengolahan secara aerobik adalah sebuah proses biologis dimana prinsipnya adalah pengunaan oksigen bebas maupun terlarut oleh mikroorganisme aerob dalam proses degradasi limbah organik. Karena oksigen disediakan untuk mikroba aerob sebagai akseptor (penerima) elektron, proses bio-degradasi dapat dipercepat secara signifikan, sehingga meningkatkan kapasitas total dari system pengolahan yang digunakan.
Adapun keunggulan/ keuntungan dari pengolahan aerobik meliputi:
1. Tidak menimbulkan bau bila dijalankan secara teratur
2. Pengurangan nilai/angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) sehingga menghasilkan efluen yang berkualitas bagus
3. Pengolahan yang relatif cepat sehingga memungkinkan sistem pengolahan yang berskala lebih kecil, misalnya penggunaan lahan yang lebih sedikit. 4. Efluen yang dihasilkan masih mengandung sedikit oksigen terlarut
5. Keadaan aerobik mampu melenyapkan sebagian besar patogen yang terdapat dalam limbah agrikultur.
Adapun kerugian dari pengolahan aerobik meliputi:
1. Penggunaan energi dalam proses aerasi yang cukup besar untuk dapat mempertahankan laju aerasi yang tetap
2. Tidak semua bahan organik dapat didegradasi dengan menggunakan proses aerob
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik USU, dan Pusdiklat LPPM USU.
3.2. BAHAN
Limbah hasil pengolahan POME dari Pilot Plant LPPM USU dan
Effective Microorganism.
3.3. PERALATAN
3.3.1. Peralatan Utama
Tangki Umpan
Tabel 3.1 Spesifikasi Tangki Umpan
Tangki
Diameter 17 cm
Tinggi total 24 cm
Tinggi baffle 17 cm
Motor
Daya 1 HP (750 watt)
Phase 1 phase
1500 rpm
Merek Powerfull
Pengaduk
Jumlah bilah 2
Posisi Bilah 1 2.4 cm dari dasar tangki Posisi Bilah 2 8 cm di atas bilah 1
Jenis Bilah 1 Paddle
Jenis Bilah 2 Paddle
Diameter Bilah 1 4.5 cm
3.3.2. Peralatan Analisa
1. Oven 2. Desikator 3. Cawan Penguap
5. Furnace 6. Gelas ukur
7. Beaker Glass
8. Corong Gelas
3.4 TAHAPAN PENELITIAN
3.4.1 Pengaktifan Effective Microorganisms
1. Dipanaskan air sebanyak 4 liter dan dileburkan gula aren 100 gram dalam
air.
2. Campuran air dan gula didiamkan sampai suhu kamar.
3. Ditambahkan sebanyak 40 mL Effective Microorganisms ke dalam
campuran gula aren dan air.
4. Campuran tersebut ditutup rapat dan disimpan dalam ruang sejuk dan
gelap selama 72 jam.
Gambar 3.2 Flowchart Pengaktifan Effective Microorganisms
Mulai
Selesai
Dipanaskan air sebanyak 4L dan dileburkan gula aren sebanyak 100g
Campuran air dan gula aren didiamkan dalam suhu kamar
Ditambahkan sebanyak 400mL Effective Microorganisms ke dalam campuran
Tidak
Ya
3.4.2 Aklimatisasi Mikroba
1. Campuran bakteri sebanyak 2 liter dimasukkan ke dalam tangki.
2. Ditambahkan sebanyak 2 liter campuran limbah dan air dengan
perbandingan 1:20.
3. Dihidupkan pengaduk dengan kecepatan putaran sebesar 10 rpm pada
tangki pertama dan 20 rpm pada tangki kedua.
4. Campuran didiamkan selama 1 hari dengan HRT awalnya 40 hari
5. Ditambahkan 400mL campuran limbah dan air dengan volume limbah
dinaikkan sebanyak 10%.
6. Demikian seterusnya hingga mencapai target HRT yaitu HRT 10 hari.
Gambar 3.3 Flowchart Aklimatisasi Mikroba
Mulai
Selesai
Campuran bakteri sebanyak 2L dimasukkan ke dalam tangki
Dihidupkan pengaduk dengan kecepatan putaran 10 rpm pada tangki pertama dan 20 rpm pada tangki kedua
Ditambahkan 400mL campuran limbah dan air dengan volume limbah yang dinaikkan sebanyak 10%
Campuran didiamkan selama 1 hari dengan HRT awal 40 hari Ditambahkan sebanyak 2L campuran limbah
dan air dengan perbandingan 1:20
3.4.4 Pengujian Sampel
Pengujian yang dilakukan adalah
a. Analisa Total Suspended Solid (TSS) Digunakan filter kertas no. 40 (bebas abu)
1. Dibasahi filter kertas dengan aquadest, kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian timbang dengan cepat (A mg).
2. Sampel yang sudah dikocok merata, sebanyak 10 ml dipindahkan dengan menggunakan pipet ke dalam filter kertas.
3. Setelah selesai penyaringan, filter kertas dipanaskan dalam oven pada suhu 120oC selama 4 jam. Didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang dengan cepat. Diulangi pemanasan dan penimbangan sampai beratnya konstan (B mg).
4. Nilai TSS ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
mg/L TSS =
b. Analisa Volatil Suspended Solid
1. Timbang berat cawan dan kertas saring. Ambil sampel 10 ml,timbang beratnya. Masukkan ke dalam furnace selama 20 menit pada suhu 5500C (A mg)
2. Kemudian masukkan sampel ke dalam desikator untuk menurunkan suhunya, lalu timbang berat sampel setelah dingin (B mg).
c. Analisa COD
1. Dipipet 10 ml sampel. Dimasukkan ke dalam tabung COD
2. Ditambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dengan beberapa batu didih
3. Ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N sambil diaduk hingga
larutan homogen.
4. Didinginkan tabung COD dalam pendingin es dan tambahkan 15 ml
larutan Ag2SO4-H2SO4 sedikit demi sedikit melalui dinding tabung
kemudian diaduk hingga homogen.
5. Dihubungkan dengan pendingin dan dididihkan diatas COD
Destruction Block selama 2 jam.
6. DidinginkAn sampai temperatur kamar
7. Dicuci bagian pendingn dengan air suling hingga volume sampai
menjadi lebih kurang 70 ml
8. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan indikator
Ferro 2 sampai 3 tetes
9. Dititrasi dengan larutan FAS 0,05 N sampai berubah warna menjadi
merah kecoklatan
10.Dicatat larutan titran yang terpakai
11.Diulangi titrasi sebanyak dua kali perulangan
12.Dilakukan prosedur yang sama terhadap air suling sebagai blangko
Analisa ini dilakukan di luar Departemen Teknik Kimia, Fakulatas Teknik,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENYISIHAN TSS DENGAN WAKTU PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 10 RPM
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai TSS yang diperoleh pada tangki dengan penggunaan EM cenderung menurun seiring dengan bertambahnya hari, sedangkan nilai TSS yang diperoleh pada tangki tanpa penggunaan EM cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.
Gambar 4.1 Grafik Penyisihan TSS dengan waktu pada Tangki Pertama
4.2 PENURUNAN VSS DENGAN WAKTU PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 10 RPM
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai VSS yang diperoleh pada tangki dengan penggunaan EM cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu, sedangkan nilai VSS yang diperoleh pada tangki tanpa penggunaan EM cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.
4.3 PENYISIHAN TSS DENGAN WAKTU PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 20 RPM
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai TSS dengan penggunaan EM yang diperoleh cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu, sedangkan nilai TSS tanpa penggunaan EM yang diperoleh cenderung naik seiring dengan bertambahnya waktu.
Gambar 4.3 Grafik Penurunan TSS dengan Hari pada Tangki Kedua
4.4 PENURUNAN VSS DENGAN WAKTU PADA TANGKI PERTAMA
DENGAN KECEPATAN PUTARAN PENGADUK 10 RPM
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai VSS yang diperoleh pada tangki dengan penggunaan EM cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu, sedangkan nilai VSS yang diperoleh pada tangki tanpa penggunaan EM cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.
Gambar 4.4 Grafik Penurunan VSS dengan Hari pada Tangki Kedua
4.5 PENYISIHAN TSS PADA TANGKI PERTAMA (10 RPM) DAN
TANGKI KEDUA (20 RPM)
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai TSS pada tangki kedua dengan penggunaan EM cenderung lebih rendah daripada nilai TSS pada tangki pertama dengan penggunaan EM.
Gambar 4.5 Grafik Penurunan TSS Pada Tangki Pertama (10 rpm) dengan Tangki Kedua (20 rpm)
4.6 PENURUNAN VSS PADA TANGKI PERTAMA (10 RPM) DAN
TANGKI KEDUA (20 RPM)
Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai VSS pada tangki kedua dengan penggunaan EM cenderung lebih rendah daripada nilai VSS pada tangki dengan penggunaan EM pada tangki pertama.
Gambar 4.6 Grafik Penurunan VSS Pada Tangki Pertama (10 rpm) dengan Tangki Kedua (20 rpm)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Semakin tinggi kecepatan pengaduk, maka kinerja bakteri dalam mengurai
TSS semakin meningkat.
2. Nilai TSS dan VSS pada tangki dengan kecepatan putaran 10 rpm dan 20 rpm cenderung menurun seiring dengan waktu.
3. Nilai TSS dan VSS dengan penggunaan EM jauh lebih rendah daripada tanpa penggunaan EM.
4. Nilai TSS dengan nilai ≤ 250 mg/L sudah dapat dibuang ke badan lingkungan.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbanyak variabel uji, seperti pengaturan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Membran Pada Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit, Workshop Teknologi Industri Kimia dan Kemasan.
[5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: Kep.51/MENLH/10/1995.
[6] Rasti Saraswati, Edi Santosa dan Erny Yuniarti, 2006, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
[7] Arshad Jarvid, 2010, Genetic Engineering, Biofertilisation, Soil Quality and Organic Farming, Springer Link, Sustainable Agriculture Reviews, 2010,
Volume 4, 347-369, DOI: 10.1007/978-90-481-8741-6_12.
[8] Denny Helard, MT, 2007, Pengaruh Variasi Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi pada Penyisihan Senyawa Organik dari Air Buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit dengan Sequencing Batch Reactor Aerob, Departemen Teknik Lingkungan Universitas Andalas.
[9] Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering Treatment and Reuse, New
LAMPIRAN 1
DATA HASIL PERCOBAAN
1.1 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4
Tabel L.1 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Tanpa Menggunakan EM4
Hari Cawan Cawan +
1.2 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4
Tabel L.2 Tabel Data Percobaan Pada 20 rpm Tanpa Menggunakan EM4
Hari Cawan
Cawan + Sampel
Oven TS Furnace Ash VSS
1.3 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.1 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Sebelum Dimasukkan Umpan Segar
1.4 DATA PERCOAAN PADA TANGKI 10 RPM SESUDAH
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.2 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Sesudah Dimasukkan Umpan Segar
1.5 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.3 Data Percobaan Pada 20 rpm Sebelum Dimasukkan Umpan Segar
1.6 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SESUDAH
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.4 Tabel Data Percobaan Pada 20 rpm Sesudah Dimasukkan Umpan Segar
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
2.1 Contoh Perhitungan Berat Sampel
Sampel = (Cawan + Sampel) – Cawan = 52,116 – 48,1595
= 3,956 gram
2.2 Contoh Perhitungan kadar TSS
TSS = (Oven – Cawan) * 1000 / 10 = (48,983 – 48,1595) * 1000 / 10 = 82,35017
2.3 Contoh Perhitungan Kadar Abu
Ash = (Furnace – Cawan) * 1000 / 10 = (49,39547 – 48,1595) * 1000 / 10 = 1,23597
2.4 Contoh Perhitungan Kadar VSS
VSS = TSS – ash
= 82,35017 – 1,23597 = 81,11421
2.5 Contoh Perhitungan Normalisasi nilai TSS
TSS sebenarnya = TSS * Jumlah Pengenceran = 82,35017 * 5
= 411,7509
2.6 Contoh Perhitungan Normalisasi nilai VSS
VSS sebenarnya = VSS * Jumlah Pengenceran = 81,11421 * 5
LAMPIRAN 3
FOTO PERCOBAAN
3.1 Effective Microorganism yang digunakan
Gambar L.1 EM4 yang Dipakai
3.2 Tangki yang Digunakan Pada Percobaan
3.3 Kedua Tangki Dilihat dari Depan
DAFTAR PUSTAKA
Membran Pada Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit, Workshop Teknologi Industri Kimia dan Kemasan.
[5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: Kep.51/MENLH/10/1995.
[6] Rasti Saraswati, Edi Santosa dan Erny Yuniarti, 2006, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
[7] Arshad Jarvid, 2010, Genetic Engineering, Biofertilisation, Soil Quality and Organic Farming, Springer Link, Sustainable Agriculture Reviews, 2010,
Volume 4, 347-369, DOI: 10.1007/978-90-481-8741-6_12.
[8] Denny Helard, MT, 2007, Pengaruh Variasi Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi pada Penyisihan Senyawa Organik dari Air Buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit dengan Sequencing Batch Reactor Aerob, Departemen Teknik Lingkungan Universitas Andalas.
[9] Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering Treatment and Reuse, New
LAMPIRAN 1
DATA HASIL PERCOBAAN
1.1 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4
Tabel L.1 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Tanpa Menggunakan EM4
Hari Cawan Cawan +
1.2 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM TANPA
MENGGUNAKAN EM4
Tabel L.2 Tabel Data Percobaan Pada 20 rpm Tanpa Menggunakan EM4
Hari Cawan
Cawan + Sampel
Oven TS Furnace Ash VSS
1.3 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 10 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.1 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Sebelum Dimasukkan Umpan Segar
1.4 DATA PERCOAAN PADA TANGKI 10 RPM SESUDAH
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.2 Tabel Data Percobaan Pada 10 rpm Sesudah Dimasukkan Umpan Segar
1.5 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SEBELUM
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.3 Data Percobaan Pada 20 rpm Sebelum Dimasukkan Umpan Segar
1.6 DATA PERCOBAAN PADA TANGKI 20 RPM SESUDAH
DIMASUKKAN UMPAN SEGAR
Tabel L.4 Tabel Data Percobaan Pada 20 rpm Sesudah Dimasukkan Umpan Segar
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
2.1 Contoh Perhitungan Berat Sampel
Sampel = (Cawan + Sampel) – Cawan = 52,116 – 48,1595
= 3,956 gram
2.2 Contoh Perhitungan kadar TSS
TSS = (Oven – Cawan) * 1000 / 10 = (48,983 – 48,1595) * 1000 / 10 = 82,35017
2.3 Contoh Perhitungan Kadar Abu
Ash = (Furnace – Cawan) * 1000 / 10 = (49,39547 – 48,1595) * 1000 / 10 = 1,23597
2.4 Contoh Perhitungan Kadar VSS
VSS = TSS – ash
= 82,35017 – 1,23597 = 81,11421
2.5 Contoh Perhitungan Normalisasi nilai TSS
TSS sebenarnya = TSS * Jumlah Pengenceran = 82,35017 * 5
= 411,7509
2.6 Contoh Perhitungan Normalisasi nilai VSS
VSS sebenarnya = VSS * Jumlah Pengenceran = 81,11421 * 5
LAMPIRAN 3
FOTO PERCOBAAN
3.1 Effective Microorganism yang digunakan
Gambar L.1 EM4 yang Dipakai
3.2 Tangki yang Digunakan Pada Percobaan
3.3 Kedua Tangki Dilihat dari Depan