• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of diet and brisk walking exercise on blood pressure control of males prehypertension

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of diet and brisk walking exercise on blood pressure control of males prehypertension"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DIET DAN OLAHRAGA JALAN CEPAT UNTUK MENGENDALIKAN TEKANAN DARAH

LAKI–LAKI PENDERITA PRAHIPERTENSI

MUSTAFA KAMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Diet dan Olahraga Jalan Cepat untuk Mengendalikan Tekanan Darah Laki-Laki Penderita Prahipertensi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

MUSTAFA KAMAL. The Effect of Diet and Brisk Walking Exercise on Blood Pressure Control of Males Prehypertension. Under the direction of Hardinsyah, Dede Kusmana, Budi Setiawan, and M. Rizal M. Damanik.

The objective of this study was to evaluate the effect of dietary approaches to stop hypertension for Indonesian at Jakarta (DASHI-J) and brisk walking exercise on the reduction of body weight and blood pressure of males prehypertension. A randomised clinical trial was conducted in Jakarta for 100 subjects, aged 25 – 55 years. Subjects were randomly assigned to a DASHI-J diet group (A), a brisk walking exercise group (B), a DASHI-J and brisk walking exercise group (C), and a control group (D). A and C groups received diet for lunch, snack and dinner five days a week for two months.

The DASHI-J was given for lunch, snack, early dinner and 45 minutes brisk walking exercise for five days a week for two months. At the baseline, the mean of body weight, body mass index (BMI), visceral fat (VF), pulse pressure, blood fat, and blood electrolit were not significantly different among the four groups. After two months of intervension, the body weight, BMI, body fat, visceral fat, waist circumference, systole, diastole, and cholesterol serum of the groups reduce significantly (α<0.05). The highest reduction was in the DASHI-J and brisk walking exercise which reduced body weight 4.18 kg, BMI 1.50 kg/m2, and blood pressure 12.00/8.6 mmHg. This implies that DASHI-J and brisk walking exercise play a significant role in reducing body weight, BMI, systolic, and diastolic blood pressure.

(6)
(7)

RINGKASAN

MUSTAFA KAMAL. Pengaruh Diet dan Olahraga Jalan Cepat untuk Mengendalikan Tekanan Darah Laki-Laki Penderita Prahipertensi. Dibimbing oleh Hardinsyah, Dede Kusmana, Budi Setiawan, dan M. Rizal M. Damanik.

Pengidap penyakit hipertensi makin meningkat baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Saat ini masyarakat lebih memilih makanan cepat saji yang rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak garam. Pola makan kurang sehat dapat memicu penyakit degenaratif seperti hipertensi, jantung, diabetes mellitus, dan obesitas. Hipertensi terjadi dengan beragam faktor meliputi genetik, keadaan gizi, umur, konsumsi makanan berlebih, dan kurangnya aktifitas fisik/kurang berolahraga. Penderita hipertensi dianjurkan melakukan olahraga seperti berjalan cepat, berlari, bersepeda, dan berenang, juga melakukan diet. DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) merupakan diet rendah lemak jenuh, kolesterol, lemak total, serta tinggi konsumsi sayur, buah, dan susu rendah lemak. DASH adalah diet atau pengaturan makanan sebagai salah satu cara untuk mengatasi resiko prahipertensi dan kegemukan. Meskipun demikian DASH yang asli (USA) belum tentu sesuai untuk orang Indonesia.

Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis efikasi diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat terhadap penurunan tekanan darah dan nadi subjek laki-laki prahipertensi, (2) Menganalisis efikasi diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat terhadap penurunan profil lemak tubuh dan IMT subjek laki-laki prahipertensi, (3) Menganalisis efikasi diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat terhadap kolesterol

total, HDL, LDL dan trigliserida darah subjek laki-laki prahipertensi (4) Menganalisis efikasi diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat terhadap kadar

natrium dan kalium darah subjek laki-laki prahipertensi.

Metode penelitian menggunakan randomized clinical trial (RCT). Subjek penelitian dibagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu: kelompok A yang mengonsumsi diet DASHI-J ( 25 orang), kelompok B yang melakukan olahraga jalan cepat (25 orang), kelompok C yang mengonsumsi diet DASHI-J+melakukan olahraga jalan cepat (25 orang), dan kelompok D (kontrol) tidak mengkonsumsi diet DASHI-J dan melakukan olahraga jalan cepat (25 orang).

Pada kelompok diet DASHI-J (A) dan kelompok diet DASHI-J+olahraga jalan cepat (C) diberikan menu/makanan diet yang sesuai dengan menu diet DASHI-J yang tinggi serat, tinggi kalium, rendah lemak, rendah kalori, dan rendah garam. Pemberian makanan dilakukan 2 kali sehari dalam 5 hari/minggu selama 2 bulan.

(8)

tiap 2 minggu sekali untuk mengetahui adanya penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik subjek penelitian.

Tingkat kepatuhan pada subjek awal penelitian adalah 100 persen. Setelah 2 bulan penelitian, tingkat kepatuhan subjek berkurang menjadi 96.16 persen dan tidak patuh 3.84 persen. Hal ini disebabkan oleh 1 orang subjek dari masing-masing kelompok menolak dalam pengambilan darah, yaitu kelompok A, B, dan C, dan terdapat 1 orang subjek dari kelompok D yang melewati batas waktu pengambilan darah yang ditentukan.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada karakteristik sosial ekonomi antar kelompok perlakuan (α>0.05). Hal ini mengindikasikan terjadi pengacakan yang cukup baik pada keempat kelompok pada awal penelitian

Hasil uji statistik anova menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada penurunan lemak tubuh dan IMT diakhir penelitian antar kelompok perlakuan (α<0.05). Kelompok A mengalami penurunan berat badan (BB) (-2.19 kg), indeks massa tubuh (IMT) (-1.10 kg/m2), body fat (BF) (-1.44%), visceral fat (VF) skala (-1.28), dan lingkar perut (LP) (-3.76 cm). Kelompok B mengalami penurunan berat badan (BB) (-1.98 kg), indeks massa tubuh (IMT) (-0.88 kg/m2), body fat

(BF) (-1.78%), visceral fat (VF) skala (-1.24), dan lingkar perut (LP) (-3.70 cm). Kelompok C mengalami penurunan berat badan (BB) (-4.18 kg), indeks massa tubuh (IMT) (-1.50 kg/m2), body fat (BF) (-1.93%), visceral fat (VF) skala (-1.48), dan lingkar perut (LP) (-4.60 cm). Sementara itu, kelompok D mengalami kenaikan berat badan (BB) (0.07kg), indeks massa tubuh (IMT) (0.07 kg/m2), body fat (BF) (0.05%), visceral fat (VF) skala (0.04), dan lingkar perut (LP) (0.44 cm).

Terdapat perbedaan bermakna pada penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik diakhir penelitian (α<0.05), yaitu kelompok A (-9.50/-7.50 mmHg), kelompok B (-11.00/-8.20 mmHg), kelompok C (-12.00/-8.60 mmHg), dan kelompok D (-2.70/-2.80 mmHg). Sementara itu, untuk penurunan tekanan nadi tidak terdapat perbedaan bermakna (α>0.05), yaitu kelompok A (-2.00 mmHg), kelompok B (-2.80 mmHg) kelompok C (-3.40 mmHg), kecuali kelompok D mengalami kenaikan (0.10 mmHg).

Terdapat perbedaan bermakna pada penurunan kolesterol total (α<0.05), sedangkan LDL dan trigliserida tidak bermakna (α>0.05), kecuali kelompok D mengalami kenaikan diakhir penelitian, yaitu kelompok A (-5.64, -3.60, dan -7.56 mg/dl), kelompok B (-1.56, -1.16, dan -3.12 mg/dl), kelompok C (-6.44, -4.04, dan -9.68 mg/dl), dan kelompok D (15.20, 7.04 dan 42.84 mg/dl). Sementara itu, untuk kenaikan HDL tidak terdapat perbedaan bermakna (α>0.05) untuk semua kelompok, yaitu kelompok A (0.56 mg/dl), kelompok B (0.72 mg/dl), kelompok C (0.84 mg/dl), dan kelompok D (0.52 mg/dl).

Terdapat perbedaan bermakna pada kenaikan kalium semua kelompok (α<0.05) sedangkan untuk penurunan natrium tidak terdapat perbedaan bermakna (α>0.05) untuk semua kelompok diakhir penelitian, yaitu kelompok A (0.65 dan -2.96 mmol/L), kelompok B (0.58 dan -2.00 mmol/L), kelompok C (0.78 dan -3.36 mmol/L), dan kelompok D (0.14 dan -1.56 mmol/L).

(9)

Hasil uji statistik independent t-test menunjukkan kelompok diet DASHI-J+olahraga jalan cepat (C) lebih efektif menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, profil lemak tubuh (berat badan, body fat, visceral fat, dan lingkar perut), IMT, kolesterol total, rasio LDL/HDL, dan natrium darah serta kenaikan kalium darah daripada kelompok diet DASHI-J (A) dan olahraga jalan cepat (B) terhadap kontrol (D) (α<0.05).

Hasil uji statistik paired t-test menunjukkan ada perbedaan bermakna pada penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada minggu ke-2, 4, 6 dan 8, serta penurunan tekanan nadi dan denyut nadi, profil lemak tubuh, berat badan dan indeks massa tubuh, elektrolit darah natrium, dan peningkatan kalium darah (α<0.05).

Hasil uji regresi linear multivariat pada penurunan sistolik terhadap prahipertensi menjelaskan rumus umum penurunan sistolik (Y) = constant+diastolik awal+pendidikan+kelompok. Pada nilai diastolik rata-rata 80.80 mmHg terjadi penurunan sistolik pada kelompok diet DASHI-J (A) sebanyak -9.93 mmHg, olahraga jalan cepat (B) sebanyak -10.33 mmHg, dan diet DASHI-J+olahraga jalan cepat (C) sebanyak -13.45 mmHg.

Hasil uji regresi linear multivariat pada penurunan diastolik terhadap prahipertensi menjelaskan rumus umum penurunan diastolik (Y) = constant+sistolik awal+pendidikan+kelompok, dengan sistolik rata-rata 120.40 mmHg terjadi penurunan diastolik pada kelompok diet DASHI-J (A) sebanyak -6.30 mmHg, olahraga jalan cepat (B) sebanyak -8.04 mmHg, dan diet DASHI-J+olahraga jalan cepat (C) sebanyak -7.35 mmHg.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kelompok diet DASHI-J+olahraga jalan cepat (C) paling efektif menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (12/8.6 mmHg) dan berat badan (4.18 kg) pada subjek laki-laki prahipertensi dan kegemukan. Hasil uji regresi linear menunjukkan pada intervensi diet DASHI-J+olahraga jalan cepat, penurunan sistolik dan diastolik prahipertensi lebih tinggi dibandingkan diet DASHI-J, olahraga jalan cepat, dan kontrol. Penderita prahipertensi disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat dengan diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat

(10)
(11)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(12)
(13)

PENGARUH DIET DAN OLAHRAGA JALAN CEPAT UNTUK MENGENDALIKAN TEKANAN DARAH

LAKI-LAKI PENDERITA PRAHIPERTENSI

MUSTAFA KAMAL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi/Mayor Ilmu Gizi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. dr. Imam Effendi Sp.PD (KGH) Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS

(15)

Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS

Anggota

Anggota

Prof. Dr. dr. Dede Kusmana, Sp. JP (K)

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS

Anggota

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

Mengetahui: Koordinator Mayor

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

Dekan

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Judul Disertasi

Nama NRP

Program Studi/Mayor :

: : :

Pengaruh Diet dan Olahraga Jalan Cepat untuk Mengendalikan Tekanan Darah Laki-Laki Penderita Prahipertensi

(16)
(17)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah–Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan disertasi yang dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Ilmu Gizi Manusia, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dengan penuh hormat penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan yaitu : Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. dr. Dede Kusmana, Sp. JP (K), Dr. Ir. Budi Setiawan, MS, drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD, sebagai anggota Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS sebagai penguji ujian kolokium dan ujian terbuka, Dr. dr. Imam Effendi, Sp.PD (KGH) sebagai penguji luar ujian tertutup, Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai penguji luar komisi ujian tertutup, Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM, MKes sebagai penguji luar ujian terbuka. Dr.Ir. Dodik Briawan, MS sebagai Sekretaris Prodi Ilmu Gizi Manusia; dan seluruh dosen pengajar yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi dan masukan serta membekali ilmu dan pengetahuan selama penulis melaksanakan studi di IPB; Jajaran Direksi, Direktur Umum & PSDM Ir. H. Fuad Manan, Ph.D, Sinaga SE, Sularno SE dan Ady Suryana SH sebagai Manajer HRD; Tim Poliklinik PT. Krama Yudha Ratu Motor khususnya Kepala Poliklinik dr. Amir Thayeb, Sp.A(K), Sp. BA(K), dr. M. Hussein, Perawat Edy Suryadi, dan Wahyu atas dukungan yang luar biasa yang telah diberikan pada penelitian ini.

Terima kasih kami sampaikan pula kepada seluruh karyawan PT Krama Yudha Ratu Motor yang telah bersedia dengan sukarela dan kesadaran yang tinggi melaksanakan penelitian sebagai subjek penelitian hingga akhir kegiatan intervensi, Alhamdulillah penelitian ini dapat berjalan lancar.

(18)

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (Dr. dr. Ratna Juwita, MPH) dan Staf Khusus (Prof. Dr. dr Nasrin Kodim, MPH dan dr Yovsyah, SKM, MKes); Ketua Departemen Statistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Staf Khusus (Dr. Besral, B. ScPH, MScPH); dr. J. Kurnia Robbi, Sp.KO (Ketua Prodi Spesialis Ilmu Kedokteran Olah Raga FKUI); Pimpinan dan staf pelaksana Laboratorium Klinik Insani Medical Center serta Laboratorium Klinik Pramita yang telah membantu peneliti dalam analisis darah; Tim Ahli Gizi Intan Laila, SKM, MKes; Tim dokter Gizi Klinik (dr. Victor Tambunan Sp.GK, dr. Siti Zulaeha, Sp. GK); Tim Ahli Statistik terdiri dari Sekretaris Jurusan Poltekes Jakarta II Heru Setiawan, B. Sc, SKM, M. BioMed, Bagya S.Pd, MKes, Widodo, S. Pd, Mkes; Sekretaris Jurusan Statistika Sekolah Tinggi Ilmu Statistika Agung Priyo Utomo, S. Si, M.T, Tim IT dan Dokumentasi William Adam K, S. Kom, Eduardo Edwin K, SH, Oky Darmanto S.Kom; Tim Olahraga dari UNJ Rinaldo, S. Pd; Tim pelaksana harian Sylvana Djayakarti, Asmaroh Dwiyanti, Siti Wahidah, Lydia Guestina, Berlin, dan Eliza AMKeb atas semua dukungan yang diberikan.

Kepada ayahanda Aliamid (alm) dan ibunda Maryamah (alm) yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis, dengan tulus dan penuh rasa hormat, diucapkan terima kasih atas semua yang telah diberikan.

Untuk Istri dr. Selvy Panget SpS dan ketiga Putra tersayang dr. Jimmy Alexander, SpS, M. Sc, MM, MBA, Fikri R. Gandiatma, dr. Juan Ponce dan adinda Nurul Uliya AMKeb, SKM, terima kasih atas semua kasih sayang, doa, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan juga kepada seluruh sanak saudara dan keluarga penulis ucapkan terima kasih atas doa dan motivasinya.

(19)

Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak–pihak yang membutuhkannya, Amin.

Bogor, Juli 2012

(20)
(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 13 Februari 1947 dari ayah Aliamid (alm) dengan ibu Maryamah (alm). Penulis merupakan putra kedua dari enam bersaudara.

Tahun 1965 penulis menyelesaikan pendidikan Asisten Apoteker Negeri Palembang, kemudian pada tahun 1970 menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ilmu Pasti Ilmu Alam jurusan Farmasi Universitas Indonesia. Penulis juga menyelesaikan pendidikan Kedokteran Universitas Kristen Indonesia tahun 1979. Pada tahun 1995 menyelesaikan pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis juga menyelesaikan pendidikan Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 1998. Tahun 1999 penulis telah lulus Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Wiraswasta Indonesia dan pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan Master Bisnis Administrasi AWU

(American World University). Mengikuti pendidikan Pascasarjana S3

Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000 sampai dengan 2005. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Doktor pada program studi Ilmu Gizi Manusia Pascasarjana S3 Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Selama menempuh pendidikan Doktor, penulis berkesempatan mengikuti program Sandwich selama 4 bulan di International Islamic University of Malaysia

Kuala Lumpur dalam bidang Ilmu Gizi Tahun 2008-2009.

Pada tahun 1985 penulis mendapatkan pendidikan dan pelatihan Koperasi tingkat dasar dan lanjutan di Dinas Koperasi Kabupaten Bekasi dan RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada tahun 1986 penulis mengikuti pendidikan dan pelatihan Laboratorium Kesehatan Propinsi Jawa Barat di Bandung.

(22)

sejak tahun 1980.

Selama mengikuti program S3 penulis menjadi anggota ikatan dokter Indonesia (IDI) , perhimpunan dokter spesialis kedokteran olahraga, ikatan alumni FKUI, ikatan alumni FKMUI, ILUNI FKUKI dan wakil sekretaris jendral pengurus pusat persatuan ahli farmasi Indonesia (PPPAFI)

(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xxv DAFTAR GAMBAR ... xxvii DAFTAR LAMPIRAN ... xxix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian ... 5 Hipotesis ... 5 Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Hipertensi dan Prahipertensi ... 7 Epidemiologi Hipertensi ... 9 Faktor Risiko Hipertensi ... 12 Komplikasi dan Dampak Hipertensi... 14 Penatalaksanaan Prahipertensi Secara Nonfarmakologik ... 15 Olahraga pada Penderita Prahipertensi ... 16 Beberapa Penelitian tentang Efek Olahraga pada Penderita Hipertensi 21 DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) ... 26

KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31 Kerangka Pemikiran ... 33 Kerangka Konsep ... 34 Definisi Operasional ... 35

METODE PENELITIAN ... 37 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 37 Jumlah dan Cara Penentuan Sampel ... 37 Rancangan Penelitian ... 38 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 38 Bahan Intervensi ... 39 Cara Kerja ... 41 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 42 Pengendalian Mutu Data ... 45 Pengolahan dan Analisis Data ... 47 Izin dan Etika Penelitian ... 49

(24)

Analisis Efikasi Diet DASHI-J dan Olahraga Jalan Cepat terhadap

Penurunan Tekanan Darah dan Nadi... 77 Analisis Efikasi Diet DASHI – J dan Olahraga Jalan Cepat terhadap

Penurunan Tekanan Darah Minggu ke-2, 4, 6, dan 8... 77 Analisis Efikasi Diet DASHI – J dan Olahraga Jalan Cepat terhadap

Lemak Tubuh dan IMT ... 78 Analisis Efikasi Diet DASHI – J dan Olahraga Jalan Cepat terhadap

Lemak Darah ... 78 Analisis Efikasi Diet DASHI – J dan Olahraga Jalan Cepat terhadap

Elektrolit Darah ... 78 Analisis Efikasi Diet DASHI – J dan Olahraga Jalan Cepat, Olahraga Jalan Cepat, dan Diet DASHI –J terhadap Kontrol ... 79 Konsumsi dan Status Gizi ... 80 Kelemahan dan Kekuatan Penelitian ... 89

KESIMPULAN DAN SARAN ... 93 Kesimpulan ... 93 Saran ... 94

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kategori tekanan darah orang dewasa 18 tahun atau lebih ... 7 Tabel 2 Prevalensi hipertensi pada beberapa lokasi di Indonesia ... 11 Tabel 3 Rekomendasi gizi untuk menurunkan tekanan darah ... 23 Tabel 4 Komposisi bahan makanan untuk diet DASH ... 27 Tabel 5 Komposisi bahan makanan untuk diet DASHI ... 27 Tabel 6 Modifikasi gaya hidup pada penatalaksanaan hipertensi ... 30 Tabel 7 Perbandingan diet DASHI-J, DASHI-R, dan DASH ... 39 Tabel 8 Jumlah porsi makanan menurut jumlah energi ... 40 Tabel 9 Frekuensi, waktu, dan cara pengumpulan data dari peubah ... 43 Tabel10 Angka kecukupan gizi untuk laki-laki dan perempuan Indonesia

usia 30-64 tahun ... 48 Tabel 11 Karakteristik sosial ekonomi menurut perlakuan ... 55 Tabel 12 Pengetahuan gizi pre-post ... 56 Tabel 13 Rata-rata dan standar deviasi tekanan darah dan nadi ... 62 Tabel 14 Rata-rata dan standar deviasi berat badan, IMT, lingkar perut,

lemak tubuh, dan viceral fat ... 68 Tabel 15 Rata-rata dan standar deviasi lemak darah ... 72 Tabel 16 Rata-rata dan standar deviasi elektrolit darah ... 74 Tabel 17 Hasil uji regresi linear multivariat terhadap penurunan sistolik ... 75 Tabel 18 Hasil uji regresi linear multivariat terhadap penurunan diastolik ... 76 Tabel 19 Kelompok C terhadap penurunan tekanan darah dan nadi ... 77 Tabel 20 Kelompok C terhadap penurunan tekanan darah minggu ke 2, 4,

6, 8 ... 77 Tabel 21 Kelompok C terhadap lemak tubuh dan IMT ... 78 Tabel 22 Kelompok C terhadap lemak darah ... 78 Tabel 23 Kelompok C terhadap elektrolit darah ... 79 Tabel 24 Rata-rata dan standar deviasi asupan zat gizi pada awal dan akhir

penelitian ... 86 Tabel 25 Ringkasan hasil penelitian faktor-faktor yang berpengaruh

(26)
(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar1 Mekanisme antihipertensi yang mungkin terjadi pada

olahraga/latihan fisik ... 16 Gambar 2 Penatalaksanaan berat badan lebih ... 23 Gambar 3 Penurunan berat badan antara diet rendah karbohidrat dan rendah

(28)
(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Lembar persetujuan partisipasi subjek dalam penelitian ... 109 Lampiran 2 Lembar informasi pasien ... 110 Lampiran 3 Lembar prosedur atau teknik pengukuran tekanan darah ... 112 Lampiran 4 Lembar denyut nadi ... 113 Lampiran 5 Lembar prosedur atau teknik pemeriksaan beberapa parameter .. 114 Lampiran 6 Hasil uji analisis Paired t-test... 116 Lampiran 7 Hasil uji analisis Independent t-test ... 119 Lampiran 8 Hasil uji anova ... 121 Lampiran 9 Ringkasan hasil lemak darah berdasarkan uji analisis anova ... 128 Lampiran 10 Perbandingan diet DASHI-J, DASHI-R, DASH ... 129 Lampiran 11 Rata-rata dan standar deviasi asupan gizi pada awal dan

akhir penelitian ... 133 Lampiran 12 Keterangan Lolos Kaji Etik ... 135 Lampiran 13 Lembar Kuisioner ... 136 Lampiran 14 Contoh Menu diet dengan Energi 1700, 2000, 2500 dan

2800 kalori ... 142 Lampiran 15 Lembar Nutrisurvey ... 149 Lampiran 16 Lembar Dokumen/foto–foto kegiatan ... 161

(30)

Penderita penyakit hipertensi makin meningkat, baik di negara–negara maju seperti USA dan Eropa maupun di negara yang sedang berkembang misalnya di beberapa negara Asia, yaitu Cina, Iran, Sri Lanka dan Bangladesh termasuk Indonesia (Appel et al 2003). Di Indonesia, prevalensi hipertensi pada tahun 2002 dikalangan usia dewasa adalah 28 persen (Balitbangkes 2002). Hasil Riset kesehatan dasar menunjukkan pada tahun 2007 prevalensi hipertensi meningkat yaitu 31.5 persen sedangkan prevalensi prahipertensi adalah 32.0 persen (Depkes 2008). Menurut Riskesdas (2007), prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31.7 persen.

Meningkatnya taraf hidup masyarakat dan tuntutan hidup serba cepat berpengaruh terhadap pola makan. Saat ini masyarakat lebih memilih makanan siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula, dan mengandung banyak garam. Pola makan kurang sehat dapat memicu penyakit seperti hipertensi, jantung, diabetes melitus, dan obesitas. Kejadian penyakit ini juga cenderung meningkat di Indonesia. Berbagai penyakit tersebut berdampak besar terhadap beban sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Kejadian hipertensi berhubungan erat dengan masalah kegemukan. Kegemukan dapat ditentukan salah satunya dengan indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Menurut Depkes (2003) kategori gemuk adalah IMT ≥25 kg/m2, sedangkan menurut IOTF (WHO 2000) adalah ≥23 kg/m2. Berdasarkan penelitian terhadap 3216 pasien klinik hipertensi di Amerika, ternyata 66.0 persen mengalami kegemukan dengan odd ratio 12.0 (Williams 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Pinzon (1999) pada orang–orang yang berusia 18–22 tahun menunjukkan bahwa indeks massa tubuh berlebih mempunyai hubungan terhadap lebih tingginya tekanan darah. Hasil penelitian ini menemukan setiap 1 unit peningkatan IMT akan meningkatkan tekanan darah sistolik (TDS) sebesar 0.91 mmHg pada laki-laki dan 0.72 mmHg pada perempuan, serta tekanan darah diastolik (TDD) sebesar 0.75 mmHg pada

(31)

Hipertensi terjadi berkaitan dengan beragam faktor risiko, baik yang tidak dapat diubah maupun dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi genetik, keadaan gizi, dan umur. Faktor risiko yang dapat diubah adalah kegemukan, diet, dan aktifitas fisik/olahraga. Dilain pihak kegemukan disebabkan oleh konsumsi makanan berlebih dan aktivitas fisik/olahraga kurang.

Sesuai dengan rekomendasi World Health Organization/International

Society of Hypertension (WHO-ISH) dan The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (JNC VI) dalam menangani penderita hipertensi khususnya hipertensi ringan, melakukan kegiatan olahraga yang terprogram sudah menjadi satu komponen dasar pengobatan hipertensi sebelum pemberian obat–obatan (WHO 1993; Nih 1997). Pelatihan olahraga yang dianjurkan American College of Sports Medicine (ACSM)(1993), World Hypertension League kepada penderita hipertensi ringan adalah jenis kegiatan pelatihan aerobik seperti berjalan cepat, berlari, jogging, bersepeda, dan berenang. Penderita diberi kesempatan memilih jenis olahraga lain, dengan frekuensi 3–5 kali per minggu selama 30–60 menit dengan intensitas 40–70 persen kapasitas aerobik maksimal (VO2 max) untuk menghindari kebosanan (Morris & Hardman 1997). Berjalan cepat merupakan pilihan utama karena hampir setiap orang dapat melakukannya, mudah dilaksanakan (tidak memerlukan ketrampilan khusus), murah, cukup aman, sangat bermanfaat bagi kesegaran dan dapat dilakukan dimana saja (Sumosardjuno 1989; Forge 1991; Morris & Hardman 1997).

(32)

Indonesia ditemukan faktor stres, usia, obesitas, tidak berolahraga, merokok dan riwayat hipertensi dalam keluarga. (Irwin 2007; Krisnawati, Basuki, Nainggolan 2006; Kanam, Basuki, Nainggolan 2008). Hasil Riskesdas Litbang Depkes (2007), menemukan prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun adalah 48.2 persen.

Metode pengelolaan prahipertensi ringan dengan melakukan kegiatan berolahraga terbukti sangat efektif di sejumlah negara maju. Hal ini perlu dikaji atau diteliti apakah penerapan metode itu sama efektifnya apabila diterapkan untuk masyarakat Indonesia dengan berbagai faktor dan latar belakang kehidupan yang berbeda, misalnya genetik, lingkungan, bentuk fisik, pola konsumsi makanan, pola aktivitas, dan sebagainya yang tidak sepenuhnya sama dengan masyarakat di negara maju. Selain itu apakah metode pelatihan olahraga yang

direkomendasikan oleh ACSM, World Hypertension League pada masyarakat di

Indonesia dapat berdampak sama seperti yang terbukti di masyarakat negara maju dalam menurunkan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik.

Diet atau pengaturan makanan merupakan salah satu cara untuk mengatasi prahipertensi dan kegemukan. Berbagai macam jenis diet yang dikemukakan dapat menurunkan berat badan atau menurunkan tekanan darah adalah diet DASH, diet garam rendah I/II/III, dan diet energi rendah I/II.

(33)

Menurut United States Departement of Health and Human Services (2004)

memelihara berat badan pada IMT 18.5-24.9 kg/m2

Menurut Harahap (2009), setelah dua bulan perlakuan diet DASHI dan konseling terjadi penurunan BB dan IMT sebesar 3.7 kg dan 1.5 kg/m

dapat menurunkan Sistole Blood Pressure (SBP) sebesar 5-20 mmHg, menggunakan diet DASH dapat menurunkan SBP sebesar 8-14 mmHg, mengurangi konsumsi garam (tidak lebih dari 6 gram/hari) dapat menurunkan SBP sebesar 2-8 mmHg, dan melakukan aktivitas fisik (30 menit/hari) dapat menurunkan SBP sebesar 4-9 mmHg. Dalam kaitannya dengan upaya preventif prahipertensi, faktor risiko yang dapat diubah tersebut perlu dikelola dengan baik salah satunya melalui perubahan perilaku makan, kesehatan serta aktivitas sehat lainnya.

2

Ketika menjalani program diet, olahraga adalah salah satu faktor yang sangat menentukan. Olahraga dengan intensitas rendah dan durasi cukup lama dan rutin secara efektif dapat mengikis lemak tubuh.Berjalan kaki mampu membakar kalori dalam jumlah yang cukup besar. Pada laki–laki usia 40 tahun dengan aktivitas fisik sedang, berjalan kaki dengan kecepatan 2 mil per jam selama 30 menit dapat membakar kalori sebesar 64.9 kkal dan 4 mil per jam selama 30 menit dapat membakar kalori sebesar 186.7 kkal (Oentoro 2010).

secara bermakna (α<0.05); penurunan sistolik dan diastolik sebesar 11.7/9.5 mmHg; penurunan kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida serta peningkatan HDL darah yang tidak berbeda secara bermakna (α >0.05).

Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk melihat hasil dari upaya melakukan diet DASHI dan olahraga jalan cepat serta evaluasi intensif selama 8 minggu. Sampai saat ini clinical trial tentang pengaruh diet DASHI dan olahraga jalan cepat masih sangat terbatas di Indonesia. Diperlukan pengendalian prahipertensi secara holistik dengan pendekatan pengaruh diet DASHI dan olahraga jalan cepat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah diet DASHI dan olahraga jalan cepat akan menurunkan tekanan darah

(34)

2. Apakah diet DASHI dan olahraga jalan cepat akan menurunkan persentase lemak tubuh dan IMT subjek laki–laki prahipertensi?

3. Apakah pemberian diet DASHI dan olahraga jalan cepat akan menurunkan

lemak darah subjek laki–laki prahipertensi?

4. Apakah diet DASHI dan olahraga jalan cepat akan mempengaruhi kadar

natrium dan kalium darah subjek laki–laki prahipertensi? Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Menganalisis efikasi diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap tekanan darah, profil lemak tubuh, lemak darah, tekanan nadi, IMT, kadar natrium dan kalium darah subjek laki-laki prahipertensi.

Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis efikasi diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap penurunan tekanan darah dan nadi subjek laki-laki prahipertensi.

2. Menganalisis efikasi diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap penurunan profil lemak tubuh dan IMT subjek laki-laki prahipertensi.

3. Menganalisis efikasi diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida darah subjek laki-laki prahipertensi.

4. Menganalisis efikasi diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap kadar natrium dan kalium darah subjek laki-laki prahipertensi.

Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terjadi perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita

prahipertensi minggu ke-2, 4, 6 dan 8, setelah melakukan program diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat untuk penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik.

(35)

Manfaat Penelitian

1. Memberi saran secara ilmiah mengenai pengaruh pemberian diet DASHI dan olahraga jalan cepat terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik pada penderita prahipertensi.

2. Digunakan oleh rumah sakit atau puskesmas dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan terutama dalam mengatasi masalah prahipertensi. Diharapkan nantinya dapat membantu upaya memberikan pelayanan kesehatan yang tepat

dan terbaik (cost effectiveness), mengurangi penggunaan obat-obatan

(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi dan Prahipertensi

Menurut The Seventh Report on Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),

hipertensi adalah tekanan darah sistolik atau/dan tekanan darah diastolik yang tinggi (Chobanian et al 2003).

Tabel 1 Kategori tekanan darah orang dewasa 18 tahun atau lebih

Kategori Sistolik

(mmHg)

Diastolik (mmHg)

Tata Laksana

Normal < 120 dan < 80 Modifikasi Gaya Hidup

Prahipertensi 120-139 atau 80-89 Modifikasi Gaya Hidup

Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99 Modifikasi Gaya Hidup+Obat

Hipertensi Stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100 Modifikasi Gaya Hidup+Obat

Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu: (1) hipertensi esensial dan (2) hipertensi sekunder. Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi ini besarannya 95 persen dari total kasus hipertensi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi seperti genetik, lingkungan, peningkatan natrium, kegemukan, merokok, alkohol, dan lain-lain. Hipertensi sekunder adalah hipertensi renal, terdapat pada 5 persen dari kasus hipertensi. Penyebab spesifiknya seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hiperaldosteronisme, kehamilan, dan lain-lain (Tara & Soetrisno 1998).

(37)

Karen 2007), sedangkan di Malaysia sebesar 37 persen (Appel et al 2003; Chia 2008). Liszka dkk menemukan hubungan bermakna antara prahipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya kardiovaskular {RR= 1.79 (95% CI 1.40-2.24)} sebelum disesuaikan dan setelah disesuaikan dengan faktor risiko lainnya tetap konsisten yaitu RR= 1.32 (95% CI 1.05-1.65). Penelitian ini dilakukan selama 18 tahun untuk melihat terjadinya penyakit kardiovaskular dan beberapa penyakit degeneratif lainnya pada subjek penelitian yang memiliki tekanan darah normal (<120/80 mmHg) dan prahipertensi. Pada 93 persen subjek penelitian ditemukan memiliki minimal satu faktor risiko kardiovaskular (Liszka, Mainous, King, Everett, Egan 2005).

Chia (2008) menyatakan 85 persen penderita prahipertensi memiliki minimal satu atau lebih faktor risiko kardiovaskular. Beberapa penelitian lainnya menemukan telah terjadi pembesaran dinding ventrikel kiri, indeks tahanan perifer total lebih tinggi, dan tekanan nadi yang lebih tinggi pada remaja dan dewasa muda yang prahipertensi dibandingkan yang memiliki tekanan darah normal. Qureshi dkk, menemukan prahipertensi berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya infark miokard (MI) dan penyakit arteri koroner (CAD) (Qureshi, Suri, Kirmani, Divani, Mohammad 2005). Zhang dkk menemukan prevalensi prahipertensi pada bukan penderita diabetes adalah 48.2 persen sedangkan pada penderita diabetes lebih tinggi 59.4 persen. Selain itu ditemukan penderita diabetes memiliki gaya hidup kurang aktif sehingga peneliti menganjurkan pentingnya intervensi melakukan gaya hidup sehat yaitu olahraga bagi penderita diabetes, terutama bila ditemukan bersama prahipertensi atau hipertensi (Zhang et al 2006).

Persentase prahipertensi menjadi hipertensi ditemukan bervariasi, yaitu: 19 persen dan 27 persen prahipertensi akan menjadi hipertensi dalam waktu 4 tahun, sedangkan penelitian lain menemukan 40 persen prahipertensi menjadi hipertensi dalam waktu 2 tahun (Chia 2008; Qureshi, Suri, Kirmani, Divani, Mohammad 2005; Julius et al 2006).

(38)

dinyatakan bahwa penatalaksanaan untuk prahipertensi adalah modifikasi gaya hidup tidak sehat, belum ada untuk pemberian obat antihipertensi bagi prahipertensi kecuali untuk kasus dengan penyakit lain yang mengharuskan adanya pemberian obat (Chobanian et al 2003).

Epidemiologi Hipertensi

Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) yang dilakukan dari tahun 2003 hingga 2004 menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi di USA 28.7 persen, berarti ±65 juta orang dewasa dari seluruh penduduk Amerika mengidap hipertensi. Hal ini menunjukkan peningkatan yang substansial dibandingkan sebelumnya. Prevalensi antara tahun 1988 hingga 1994 yaitu 50 juta orang dewasa atau kurang lebih 24.5 persen populasi menderita hipertensi (Kaplan 2006; Whelton et al 2002; Dishman, Washburn, Heath 2004). Penyakit hipertensi dikenal sebagai pembunuh diam-diam (silent killer) sebab sering tidak terdeteksi atau tidak ada keluhan atau gejala hingga timbul komplikasi serius yang merusak jantung, ginjal, otak dan organ lainnya. Kurang lebih 35 persen penderita hipertensi tidak menyadari atau mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi (Ong, Cheung, Man, Lau, Lam 2007).

Sekitar 20 persen penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung terutama akibat aterosklerotik dan berkaitan dengan hipertensi arterial. Penyakit ini tidak hanya menjadi penyebab 50 persen kematian di negara maju namun juga menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol di negara-negara yang sedang berkembang, yang menempati posisi ke-3 atau kurang lebih 16 persen penyebab kematian dari seluruh kematian. Pada beberapa negara seperti Argentina, Chile, Cuba, Mauritius, Singapura, Sri Lanka, Trinidad, Tobago dan Uruguay, hipertensi menjadi penyebab pertama kematian. Sementara banyak negara berkembang lainnya secara epidemiologis sedang berada dimasa transisi dan menghadapi beban ganda yaitu masalah penyakit-penyakit menular (communicable disease) dan tidak menular (non-communicable disease) (Lloyd- Jones & Levy 2007).

(39)

pada penderita, keluarga, atau komunitasnya. Hal ini merupakan dampak dari keharusan mengonsumsi obat-obatan seumur hidup, penderita hipertensi meninggal usia muda, serta adanya disabilitas menetap yang akan meningkatkan ketergantungan pada orang lain.

Pada studi epidemiologi ditemukan adanya perbedaan bermakna secara geografi pada kejadian hipertensi arterial dan komplikasinya di antara satu negara dengan negara lain maupun di dalam masing-masing negara. Kondisi ini diduga sebagai akibat interaksi faktor gizi dan lingkungan, bersama dengan kerentanan individual, dan predisposisi genetik terhadap terjadinya hipertensi arterial. Di masyarakat, sekitar 95 persen penyebab hipertensi yang tidak diketahui disebut sebagai hipertensi esensial dan hanya 5 persen yang diketahui penyebabnya dan dikenal sebagai hipertensi sekunder (Silverthorn 2004). Dari data epidemiologis diketahui bahwa ada beberapa faktor yang memainkan peran penting di dalam perkembangan, evolusi, dan prognosis dari hipertensi arterial. Beberapa faktor tidak dapat diubah atau dimodifikasi (non-modifiable), yaitu: umur, jenis kelamin, etnik, dan herediter sedangkan faktor lainnya adalah yang dapat diubah (modifiable) seperti berat badan, konsumsi garam, alkohol, penggunaan kontrasepsi, obat penahan sodium, gaya hidup sedenteri atau kurang/tidak aktif, dan faktor psikologis (Kusmana 2003; Chobanian et al 2003; Antezanna 2000).

Menurut The National Health and Nutrition Examination Survey

(40)

lebih tinggi pada mereka yang berpendidikan kurang dan pada kelompok sosial ekonomi rendah. Juga ada daerah tertentu di Amerika yang menunjukkan penduduknya cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, baik kulit putih maupun yang berkulit hitam (Lloyd- Jones & Levy 2007).

Pada beberapa penelitian di Indonesia ditemukan prevalensi hipertensi bervariasi di berbagai daerah. Pada tahun 1981–2008 berkisar antara 0.65 persen di lembah Baliem Irian Jaya hingga 41.60 persen di Jakarta (Kusmana 2008; Depkes RI 2007; Basuki, Soemarko, Amri, Ibrahim 2001). Sedangkan dari penelitian di beberapa Instansi di Jakarta dan daerah lain tahun 2006 hingga tahun 2007, prevalensi hipertensi ditemukan berkisar antara 27.5 persen hingga 33.0 persen (Irwin 2007; Kanam, Basuki, Nainggolan 2008), sementara untuk prevalensi prahipertensi adalah 32.0 persen (Depkes 2008). Pada laporan Riskesdas 2007 ditemukan prevalensi hipertensi di Propinsi Riau 34.0 persen lebih tinggi dari prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 32.0 persen (Depkes 2008).

[image:40.595.108.515.510.693.2]

Meskipun penelitian epidemiologi hipertensi telah cukup banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia namun ketidakseragaman metode penelitian dan jumlah subjek penelitian yang kecil akibat dilakukan secara terpisah-pisah menyebabkan sulit untuk menarik kesimpulan mengenai gambaran penyakit hipertensi yang sebenarnya di Indonesia.

Tabel 2 Prevalensi hipertensi pada beberapa lokasi di Indonesia

Lokasi Prevalensi Hipertensi (%)

Lembah Baliem (1981) 0.6

Ungaran (1978) 1.8

Makasar (1984) 11.3

Sulawesi Utara (1982) 11.8

Talang (1981) 17.8

Silunkang (1977) 19.4

Jakarta (Monica 1990) 14.6

Jakarta (Monica 2000) 19.8

Cijeruk Bogor (2000) 13.5

Cijeruk Bogor (2001) 22.7

Cijeruk Bogor (2002) 20.8

Cijeruk Bogor (2003) 20.6

Jakarta ( 2008 ) 41.6

(41)

Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko hipertensi adalah faktor-faktor yang bila ada atau saling berinteraksi satu sama lain akan dapat mencetuskan penyakit hipertensi (Mayet& Hughes 2003). Gabungan beberapa faktor cukup bermakna untuk digunakan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya hipertensi (Seeley, Stephens, Tate 2007). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau diubah seperti usia, jenis kelamin, etnik, dan genetik (faktor keturunan) (Kusmana 2003; Brum, Da Silva, Moreira 2000). Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah berat badan, jumlah garam yang dikonsumsi, alkohol, aktivitas fisik termasuk olahraga, faktor psikososial, sosio-ekonomi, kontrasepsi hormonal, dan kondisi epidemiologi (Brum, Da Silva, Moreira 2000).

Usia

Tekanan darah sistolik dan diastolik rata-rata serta prevalensi hipertensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia pada kebanyakan populasi, baik di negara sedang berkembang maupun yang sudah maju. Namun pada beberapa populasi yang terisolasi hubungan ini tidak terlihat. Bila dibandingkan lebih detail menurut NHANES (2003–2004) prevalensi hipertensi di USA sebesar 7.3 persen pada kelompok usia 18–39 tahun dan 32.6 persen pada kelompok usia 40–59 tahun (Kaplan 2006).

Jenis Kelamin (Gender)

Laki-laki cenderung lebih mudah menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan pada usia muda dan menengah. Namun pada usia lebih tua (lebih dari 50-55 tahun), akan terjadi hal yang sebaliknya yaitu wanita akan lebih banyak menderita hipertensi akibat menopause. Sedangkan pada usia 40–59 tahun ditemukan lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan (Chobanian et al 2003). Namun berbeda dengan yang didapatkan oleh Kaplan, yaitu tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan (Kaplan 2006).

(42)

Genetik/Herediti

Meskipun belum dapat dijelaskan secara tepat namun penderita hipertensi biasanya mempunyai riwayat penyakit hipertensi di dalam keluarga dan lebih berat bila kedua orang tua menderita hipertensi. Faktor genetik berperan cukup besar pada terjadinya hipertensi. Dari analisis pola tekanan darah dalam keluarga disimpulkan bahwa faktor genetik berperan sebesar 30-50 persen dalam kejadian hipertensi, sedangkan faktor lingkungan hanya berperan 10-30 persen (Franco, Cahoun, Oparil 2007; Zamani, Williams, Lilly 2007).

Aktivitas Fisik dan Olahraga

Terdapat hubungan yang negatif antara aktivitas fisik dengan tekanan darah. Orang-orang yang tidak aktif (sedentary) dan tidak bugar akan mempunyai risiko menderita hipertensi lebih besar 20–50 persen dibandingkan dengan orang yang aktif dan bugar (Dishman, Washburn, Heath 2004).

Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh serta kurang buah dan sayuran merupakan salah satu penyebab tingginya penderita hipertensi di perkotaan. Konsumsi kalium, magnesium, kalsium, lemak tidak jenuh, serat, pola makan vegetarian, dan pola makan DASH berhubungan terbalik dengan tekanan darah.

Semakin meningkat konsumsinya, maka tekanan darah akan turun (Appel et al

2006).

Asupan Garam

Melalui penelitian eksperimental maupun observasional, terlihat bahwa asupan garam yang melebihi kebutuhan fisiologis (5–7 g/hari) memiliki hubungan dengan tekanan darah yang tinggi. Komunitas dengan asupan garam rendah (< 3-4 g/hari) mempunyai tekanan darah yang rendah pula (Kaplan 2006).

Berat Badan Lebih

(43)

mencegah terjadinya hipertensi. Diduga penurunan sensitivitas insulin (biasa ditemukan pada orang obes dan kurang aktif), sebagai pencetus terjadinya hipertensi dan komplikasinya (Kaplan 2006).

Komplikasi dan Dampak Hipertensi

Hipertensi sendiri seringkali tidak memberikan gejala. Keluhan sakit kepala, lelah, dan pusing sering dianggap sebagai hipertensi, namun keluhan seperti ini tidak lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi dibanding orang yang tidak menderita hipertensi. Biasanya penyakit hipertensi diketahui saat penderita melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau akibat komplikasi penyakit ini misalnya infark miokard, gagal jantung kongestif, stroke hemorhagik atau trombotik, hipertensi enselopati dan gagal ginjal (McPhee, Lingappa, Ganong 2003). Hipertensi memberikan beban yang berat pada jantung dan pembuluh darah. Pada hipertensi beban jantung meningkat sebab harus memompa darah melawan tahanan perifer total yang tinggi, sedangkan pembuluh darah rusak akibat adanya tekanan internal yang tinggi, terutama bila dinding pembuluh darah melemah akibat terjadi proses degenerasi ateroskelerosis pada dinding pembuluh darah. Komplikasi hipertensi adalah kegagalan jantung kongestif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung memompa darah secara terus menerus melawan tekanan darah arteri yang tinggi, stroke akibat pecah pembuluh darah otak, dan serangan jantung akibat pembuluh darah koroner pecah. Dapat pula terjadi perdarahan spontan yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kecil, diseluruh tubuh namun tidak cukup serius misalnya pecah pembuluh darah di hidung (Silverthorn 2004; Sherwood 2004; Fox 2006).

Komplikasi hipertensi yang serius lainnya adalah kegagalan ginjal yang disebabkan oleh gangguan progresif dari aliran darah melalui pembuluh darah ginjal yang rusak. Kerusakan retina akibat hipertensi dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang progresif disebut hipertensi retinopati. Kelainan yang dijumpai pada awalnya adalah penyempitan arteriol pada pemeriksaan funduskopi. Pada hipertensi yang sangat berat ditemukan perdarahan retina dan

eksudat bersama dengan pembengkakan saraf mata (edema papil). Hipertensi

(44)

yang berkepanjangan akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri yang dapat dideteksi dengan ekhokardiografi sedangkan pembesaran jantung dapat dideteksi melalui pemeriksaan fisik (Wang, Alexander, Staford 2007; McPhee, Lingappa, Ganong 2003).

Penatalaksanaan Prahipertensi secara Nonfarmakologik Aktivitas Fisik dan/atau Olahraga

Olahraga teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan darah. Banyak teori yang telah dikemukakan dan diteliti oleh para ahli mengenai manfaat olahraga bagi penderita hipertensi. Keuntungan berolahraga adalah selain dapat mengendalikan tekanan darah, juga dapat menurunkan berat badan, mengontrol kadar glukosa darah penderita DM memberi rasa bahagia dan santai akibat dilepaskannya hormon endorfin saat berolahraga dan lain-lain (Barclay 2009).

Olahraga dinamis menggunakan ekstremitas atas akan lebih besar menurunkan tekanan darah dibandingkan ekstremitas bawah. Beberapa tahun yang lalu olahraga dianggap sulit dilaksanakan dan tidak memberi hasil seperti yang diharapkan, namun setelah berbagai uji coba dilakukan dengan disain dan metode yang lebih tepat didapatkan hasil yang sangat baik dan cukup bermakna

baik secara statistik maupun secara klinis. Oleh karena itu WHO dan The

International Society of Hypertension (1993) melakukan perubahan terhadap panduan terapi bagi hipertensi ringan dengan memasukkan untuk pertama kalinya olahraga sebagai salah satu penanganan non farmakologik untuk menurunkan tekanan darah, meskipun mekanisme yang mendasarinya masih kurang dimengerti dan diperdebatkan. Hal yang sama makin ditekankan lagi pada laporan JNC VII, (2003). Olahraga yang dianjurkan adalah terutama olahraga aerobik (jalan, bersepeda, senam, dll), dengan frekuensi minimal 3 kali/minggu, intensitas 40–70 persen (ringan–sedang), durasi minimal 40 menit.

(45)

berkurangnya efek vasokonstriksi akibat menurunnya norepinefrin, yang menyebabkan turunnya denyut jantung dan terjadi vasodilatasi, selanjutnya tekanan darah akan turun.

Gambar 1 Mekanisme antihipertensi yang mungkin terjadi oleh olahraga/latihan fisik (Franco, Cahoun, Oparil 2007)

Olahraga pada Penderita Prahipertensi Aspek Keamanan

[image:45.595.56.482.53.840.2]
(46)

bertujuan untuk menilai respons tekanan darah, perubahan aktivitas listrik jantung, dan sekaligus menilai tingkat kesegaran. Berdasarkan hasil uji latih ini, program pelatihan dapat diberikan secara akurat. Penderita prahipertensi tanpa faktor risiko kardiovaskuler, dapat melakukan olahraga dengan intensitas ringan sampai sedang. Uji latih jantung dengan monitor elektrokardiografi tidak merupakan keharusan pada penderita prahipertensi asalkan perlatihan dilakukan secara bertahap dengan petunjuk dan pengawasan ketat. Penderita harus mengetahui hal-hal penting untuk keselamatan dalam melakukan olahraga termasuk gejala atau keluhan awal dari komplikasi jantung, seperti kelelahan yang berlebihan, sakit kepala, pucat, berdebar-debar, keringat dingin, sesak napas, dan nyeri dada. Apabila timbul gejala tersebut, perlatihan sebaiknya dihentikan dan untuk selanjutnya intensitas perlatihan dikurangi. Semua penderita yang diketahui menderita penyakit, sebelum melakukan kegiatan perlatihan harus berkonsultasi secara intensif dengan dokter. Perlatihan diberikan dengan intensitas rendah dan dilakukan di bawah pengawasan dokter.

Pemanasan dan Pendinginan

Selain aspek keamanan, aspek pemanasan dan pendinginan mempunyai arti yang sangat penting terhadap penderita prahipertensi sebelum dan sesudah mengikuti program perlatihan. Pemanasan sangat efektif dalam mencegah terjadinya cedera pada otot karena peningkatan temperatur tubuh dan otot terjadi secara bertahap. Keadaan ini akan meningkatkan aktivitas enzim dan metabolisme yang berhubungan dengan energi. Keuntungan lain pemanasan adalah mencegah penumpukan asam laktat dalam darah dan timbulnya kelelahan dini. Selain itu dengan pemanasan akan terjadi peningkatan bertahap kebutuhan metabolisme sejalan dengan peningkatan kinerja kardio respirasi. Aliran darah koroner dan konsumsi oksigen tubuh akan meningkat secara bertahap sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya iskemia myokard.

Ada dua komponen yang harus dilakukan dalam melakukan pemanasan, yaitu berlatih aerobik secara bertahap ditingkatan intensitasnya seperti berjalan mulai dengan intensitas rendah dan berlatih kelenturan fleksibiliti sesuai dengan aktivitas yang akan dilakukan.

(47)

secara bertahap diturunkan dan diikuti dengan peregangan pada otot-otot yang aktif selama latihan. Maksud pendinginan adalah untuk menurunkan kerja jantung dan keseluruhan metabolisme yang meningkat selama melakukan kegiatan berlatih secara perlahan-lahan. Selain itu, pendinginan akan menurunkan secara bertahap konsentrasi dari hormon-horman yang meningkat saat berlatih, mencegah pengumpulan darah dalam vena, dan memastikan tersedianya aliran darah untuk otot rangka, jantung dan otak. Pencegahan pengumpulan darah akan mengurangi kekakuan otot, rasa sakit dan pusing setelah berlatih. Penghentian kegiatan berlatih secara mendadak tanpa pendinginan dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung karena konsentrasi hormon-hormon yang meningkat selama berlatih masih tinggi. Lama pendinginan bergantung pada intensitas dan lama waktu berlatih. Misalnya lama waktu berlatih sekitar 30–40 menit dengan intensitas 70 persen denyut jantung maksimal diperlukan pendinginan sekitar 5-10 menit.

Jenis Perlatihan

Untuk mendapatkan kesegaran jasmani yang adekuat, jenis pelatihan harus sesuai dengan manfaat yang diharapkan. Jenis perlatihan ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain minat, waktu yang tersedia, perlengkapan, dan fasilitas. Jenis perlatihan yang menggunakan otot-otot besar pada pinggul dan kaki secara ritmis dan berkesinambungan sangat bermanfaat untuk kesegaran kardiovaskuler. Delapan belas jenis perlatihan yang disarankan pada penderita prahipertensi adalah perlatihan aerobik, seperti berjalan cepat, jogging, berlari, bersepeda, dan berenang. Berjalan cepat adalah berlatih aerobik yang dinamis dan ritmis yang menggunakan otot-otot besar sehingga memberikan manfaat beragam dan efek samping minimal (Silverthorn 2004). Gerakannya mudah dilakukan, yaitu melangkahkan salah satu kaki ke depan kemudian diikuti kaki yang lain secara bergantian. Salah satu kaki selalu berpijak pada permukaan tanah dengan benturan ringan sehingga risiko cedera pada kaki dan sendi sangat kecil. Olahraga ini mudah karena setiap orang dapat melakukannya dan tidak memerlukan keahlian khusus. Berjalan cepat ini murah karena tidak banyak peralatan yang diperlukan, kecuali sepatu, dan dapat dilakukan dimana saja. Berjalan cepat

(48)

fitness) agar memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan aktivitas lain. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa berjalan kaki itu sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit jantung, rehabilitasi setelah serangan jantung, mengontrol berat badan, mencegah dan/atau mengobati diabetes melitus (tipe II), osteoporosis, ansietas, dan depresi (Silverthorn 2004).

Intensitas Perlatihan

Intensitas perlatihan pada umumnya ditentukan atas dasar hasil pengukuran denyut jantung. Metode ini dapat mengukur penggunaan oksigen oleh tubuh secara tidak langsung. Denyut jantung diketahui mempunyai hubungan linear dengan konsumsi oksigen, tetapi pada kerja yang sangat ringan dan sangat berat hubungan itu tidak bersifat linier. Hal ini dapat dilihat pada olahraga, saat denyut jantung telah maksimal, kapasitas maksimal aerobik belum tercapai. Tingginya denyut jantung sebagai respons terhadap olahraga menunjukkan besarnya intensitas. Intensitas perlatihan optimal dicapai apabila denyut jantung selama berlatih mencapai zone perlatihan (target zone) minimal 15–30 menit. Perhitungan untuk memperoleh denyut jantung yang diiinginkan selama berlatih dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Denyut jantung perlatihan = denyut jantung istirahat + intensitas (%) (denyut jantung

maksimal – denyut jantung istirahat)

Denyut jantung maksimal dapat ditentukan melalui maximal function

capacity test dengan menggunakan sepeda stasioner atau treadmill atau perkiraan denyut jantung maksimal sesuai dengan umur dapat dihitung dengan rumus: 220 dikurangi umur.

Frekuensi Perlatihan

Frekuensi perlatihan adalah jumlah kegiatan berlatih dalam satu minggu. Frekuensi perlatihan berhubungan erat dengan intensitas dan lama berlatih. Untuk meningkatkan kesegaran kardiovaskuler dianjurkan frekuensi perlatihan sebanyak 3–5 kali/minggu. Perlatihan kurang dari 2 kali dalam seminggu secara umum kurang efektif terhadap kesegaran kardiovaskuler dan komposisi tubuh.

(49)

Lama perlatihan memperlihatkan hubungan terbalik dengan intensitas, makin tinggi intensitas maka lama waktu berlatih lebih singkat dan sebaliknya. ACSM menganjurkan lama pelatihan antara 30–60 menit untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi kesegaran kardiovaskuler.

Kontraindikasi Aktivitas Fisik dan/atau Olahraga

Kontraindikasi melakukan aktivitas fisik dan atau olahraga pada individu hipertensi sama dengan perlatihan jasmani secara umum adalah sebagai berikut angina tidak stabil; hipertensi yang tidak terkontrol (TDS >160 mmHg, TDD >100 mmHg); aritmia ventrikel yang tidak terkendali; gagal jantung kongestif akut; stenosis aorta berat; blok AV derajat 3; miokarditis akut, perikarditis, endokarditis; penyakit metabolik yang tidak terkontrol; kardiomiopati hipertrofi; Kelainan muskuloskeletal (Williams & Wilkins 2006; Williams 2007).

Risiko Aktivitas Fisik dan/atau Olahraga

Aktivitas fisik dan atau olahraga bermanfaat bila dilakukan dengan baik, benar, terukur, dan teratur. Demikian pula sebaiknya bila dilakukan tidak sesuai dengan kaidah, tentu dapat menimbulkan dampak negatif yang merugikan kesehatan bahkan dapat membahayakan jiwa penderita. Secara umum risiko yang dihadapi seseorang melakukan aktivitas fisik dan atau olahraga adalah sebagai berikut: cedera pada muskoloskeletal bila gerakan latihan tidak benar dan peningkatan tekanan darah selama latihan untuk sementara waktu.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan aktivitas fisik dan atau olahraga, yaitu melakukan pemanasan dan pendinginan sebelum dan sesudah latihan dengan aktivitas jalan cepat selama ±5 menit, serta diikuti peregangan yang cukup; cukup nutrisi dan istirahat dan memantau tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah latihan (Oparil, Zaman, Calhoun 2005).

(50)

dibandingkan normotensi. Penurunan tekanan darah penderita hipertensi ternyata lebih besar dibandingkan dengan normotensi. Pada hipertensi, penurunan tekanan sistolik/diastolik rata-rata 7.4/5.8 mmHg, sedangkan pada normotensi 2.6/1.8 mmHg. Hasil penelitian oleh Fagard didukung oleh penelitian Cornelissen & Fagard (2005), yang menunjukkan penurunan tekanan sistolik/diastolik pada

hipertensi lebih besar dari normotensi (6.9/4.9 mmHg vs 1.9/1.6 mmHg).

Penurunan tekanan darah akibat perlatihan aerobik paling tinggi mencapai 16/11 mmHg.

Penelitian lain dari Cade et al (1984) 105 penderita hipertensi diastolik melakukan latihan fisik aerobik. Selama penelitian obat-obatan yang biasa digunakan tetap digunakan. Aktivitas fisik yang diberikan adalah jalan jogging dengan intensitas sesuai kapasitas masing-masing. Sebanyak 58 penderita hipertensi yang tidak mengonsumsi obat-obatan sebelum latihan fisik, mengalami penurunan tekanan darah sebesar 15 mmHg. Sedangkan 47 penderita yang menerima obat-obatan, 24 diantaranya dapat meneruskan obat-obatan yang digunakan. Pada kelompok ini didapatkan penurunan tekanan diastolik rata-rata 11.8 mmHg dan tekanan sistolik rata-rata 13.5 mmHg. Penurunan tekanan darah dari rata-rata 116.9 ± 6.5 mmHg menjadi 97.2 ± 9.2 mmHg. Pada penderita yang masih tetap memakai obat-obatan tekanan darah rata-rata turun dari 120.9 ± 28.8 mmHg menjadi 104.4 ± 17.9 mmHg setelah 3 bulan latihan fisik. Olahraga yang dianjurkan terutama olahraga aerobik (jalan, bersepeda, senam, dll, dengan frekuensi minimal 3 kali/minggu, intensitas 40–70 persen (ringan–sedang) durasi minimal 30 menit Cade et al (1984) .

(51)

sistolik lebih besar pada durasi 61–90 menit/minggu dibandingkan dengan 30–60 menit/minggu. Tidak ada penurunan lebih besar pada kelompok yang diberi latihan dengan volume lebih besar. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara penurunan tekanan darah pada keempat kelompok latihan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah volume latihan untuk menurunkan tekanan darah relatif kecil yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi yang sedenteri (Ishikawa, Ohta, Tanaka 2003).

Pada penelitian Blair yang dilakukan selama 12-16 tahun pada 4850 pria dan 1219 wanita usia 20–65 tahun, mendapatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan tingkat kebugaran seseorang dan tekanan darah baseline (awal). Mereka yang mempunyai tingkat kebugaran lebih rendah (72 persen orang coba) memiliki 1.52 kali kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tingkat kebugaran yang tinggi (Blair, Goodyear, Gibbsons, Cooper 1984).

Urata et al (1987), melakukan penelitian tentang efek latihan fisik selama 10 minggu, 3 kali/minggu, selama 60 menit dengan intensitas ambang laktat

menggunakan ergocycle pada 10 penderita hipertensi esensial dan

membandingkannya dengan 10 penderita hipertensi esensial yang tidak berolahraga. Didapatkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah yang bermakna pada kelompok yang melakukan latihan fisik volume darah keseluruhan dan volume plasma menurun, perubahan pada rasio sodium dan potasium serum secara positif berkorelasi dengan perubahan tekanan darah sistolik. Konsentrasi norepinefrin plasma pada saat istirahat dan saat latihan pada ambang laktat secara bermakna menurun setelah latihan fisik selama 10 minggu. Perubahan plasma norepinefrin pada saat istirahat secara positif berkorelasi dengan tekanan darah rata–rata. Perubahan ini tidak ditemukan pada kelompok kontrol. Pada kedua kelompok ditemukan berat badan dan ekskresi sodium urin menunjukkan tidak ada perubahan bermakna. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa efek antihipertensi latihan fisik ringan didapatkan pada penelitian yang well–matched, terkontrol, sedangkan penurunan volume darah dan konsentrasi norepinefrin plasma memperlihatkan hubungan yang jelas (Urata et al 1987).

(52)

Penatalaksanaan berat badan merupakan upaya yang harus dijalankan secara bersamaan dan terus menerus. Penerapan penatalaksanaan berat badan harus secara terpadu (holistik) dengan 4 konsep pendekatan, yaitu: perencanaan makan, aktivitas fisik/olahraga, perubahan perilaku dan/atau tanpa pengobatan, seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Penatalaksanaan berat badan lebih

Berat badan lebih tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan oleh banyak faktor, termasuk konsumsi, aktivitas, gaya hidup, kebudayaan, genetik, jenis kelamin, dan pola kebiasaan. Makanan cepat saji (fast food), peralatan yang mempermudah kerja, dan kebiasan kerja yang inaktif dapat membuat tubuh kita

menjadi gemuk. American Heart Association mengeluarkan suatu Scientific

statement dengan pendekatan pola makan untuk mengatasi dan mencegah hipertensi (Appel et al 2006).

Tabel 3 Rekomendasi gizi untuk menurunkan tekanan darah

Modifikasi Rekomendasi

Penurunan BB Untuk orang kegemukan dan gemuk, kurangi BB, BB ideal

adalah IMT <25 kg/m2 Kurangi konsumsi

garam

Kurangi garam sebanyak mungkin, idealnya 65 mmol/perhari (Natrium 1.5 g/hari atau 3.8 gr/hari NaCl)

Pola makan DASH Konsumsi buah dan sayur (8-10 kali/hari), rendah lemak, dan

kurangi lemak jenuh dan kolesterol Tingkatkan konsumsi

kalium

Tingkatkan konsumsi kalium menjadi 120 mmol/hari (4.7 g/hari), yang bisa diperoleh dari diet DASH

Sumber: Appel et al (2006)

Langkah pertama untuk menurunkan berat badan dan pengendalian tekanan darah adalah mengembangkan diet atau perencanaan makanan yang sehat yang dapat menghentikan penambahan berat badan dan tekanan darah. Diet penurunan berat badan harus menyediakan kalori yang lebih sedikit. Makanan di dalam diet harus sehat seimbang. Untuk mencapai diet seimbang harus menggunakan

Perencanaan Makan

Perubahan perilaku Aktivitas

fisik

Pengobatan PENATALAKSANAAN

(53)

rujukan WHO/FAO tahun 2002 yaitu Angka Kecukupan Gizi untuk energi dan protein disesuaikan dengan ukuran berat dan tinggi badan rata–rata penduduk sehat di Indonesia (Hardinsyah & Tambunan 2004). Makanan harus menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan bagi kesehatan yang baik dalam jumlah yang cukup. Diet juga harus memiliki rasa yang baik dan mudah untuk dibeli dan disajikan.

Pembagian kalori diantara makanan utama dan makanan ringan tergantung pada masing-masing orang. Beberapa orang tidak merasa sangat lapar jika mereka membagi kebutuhan kalori mereka menjadi 4 atau 5 makanan ringan setiap harinya. Tetapi orang lain dapat mengikuti cara makan yang lebih baik jika mereka makan 3 kali makanan utama perhari dan tanpa makanan ringan.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya salah satu penyebab berat badan berlebih adalah akibat masukan kalori yang berlebih, sehingga salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan mengurangi masukan kalori. Untuk merancang diet pada penderita berat badan lebih dan hipertensi maka perlu dilakukan anamnesa untuk mengetahui apa yang dimakan (kualitas), jumlah bahan yang dimakan (kuantitas), serta frekuensi waktu makan sehingga jumlah kalori yang dimakan dapat dihitung. Menurut Almatsier (2006) kriteria diet yang ideal untuk menurunkan berat badan adalah: (1) zat gizi harus cukup, (2) memenuhi selera dan kebiasaan pasien, (3) tidak terlalu lapar dan meletihkan, (4) sumber bahan makanan mudah didapat, (5) bertujuan memperbaiki kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini di Indonesia dan di luar negeri terdapat diet untuk mengatasi kegemukan dan hipertensi diantaranya diet energi rendah, diet rendah garam dan DASH (DietaryApproaches to Stop Hypertension).

Diet Energi Rendah

Diet energi rendah adalah diet yang kandungan energinya dibawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat yang bermanfaat dalam proses penurunan berat badan. Tujuan dari diet adalah: (1) mencapai dan mempertahankan gizi sesuai umur, gender, dan kebutuhan fisik,

(2) mencapai IMT normal yaitu 18.5–24.9 kg/m2

(54)

I/DER I (1200 kalori) dan (2) diet energi rendah II/DER II (1500 kalori). Diet ini diberikan kepada penderita yang mempunyai IMT >25 kg/m2

Diet Rendah Garam

. Diet diberikan sesuai dengan kemampuan penderita, dan dapat diberikan secara bertahap. Untuk itu perlu dilakukan konsultasi secara perorangan. Diet diberikan sampai tercapai berat badan normal (Almatsier 2006).

Tujuan diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Syarat diet antara lain: (1) cukup energi, protein, mineral dan vitamin, (2) bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit, dan (3) jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau hipertensi.

Diet rendah garam diberikan kepada penderita dengan edema atau asites dan/atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, dan hipertensi esensial. Diet rendah garam ada 3 macam yaitu: (1) diet rendah garam I (200-400 mgNa), (2) diet rendah garam II (600-800 mgNa), dan (3) diet rendah garam III (1000-1200 mgNa). Diet rendah garam I diberikan pada penderita dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari makanan yang tinggi kadar natriumnya. Diet rendah garam II diberikan kepada penderita dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sendok teh garam dapur (2 gram). Dihindari makanan yang tinggi kadar natriumnya. Diet rendah garam III diberikan pada penderita dengan edema dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I atau pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gram) garam dapur (Almatsier 2006).

DASH (DietaryApproaches to Stop Hypertension)

(55)

dikonsumsi penduduk Amerika, (2) diet kaya buah dan sayur, dan (3) diet kaya buah sayur dan rendah lemak. Semua subjek diberikan makanan yang telah disiapkan sesuai dengan jenis diet dan mereka diminta untuk tidak makan makanan lain. Jumlah natrium yang diberikan sama untuk semua kelompok yaitu 3000 mg/hari dan subjek diperkenankan untuk menambah natrium 500 mg/hari. Konsumsi alkohol dibatasi ≤2 kali per hari. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata sistolik turun 6 mmHg dan diastolik 3 mmHg pada kelompok III yang sekarang dikenal dengan diet DASH, sedangkan untuk kelompok II yaitu diet yang kaya buah dan sayur sistolik turun 3 mmHg dan diastolik 2 mmHg. Untuk subjek hipertensi I penurunan pada kelompok DASH lebih tinggi lagi yaitu 11 mmHg untuk sistolik dan 6 mmHg untuk diastolik (Appel et al 1997).

Berdasarkan hasil penelitian dari penelitian diet DASH, selanjutnya dilakukan penelitian tentang DASH-SODIUM. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) melihat pengaruh penurunan sodium (natrium) pada diet orang Amerika dan diet DASH, (2) melihat pengaruh kombinasi diet DASH dan penurunan natrium. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) kelompok kontrol atau diet yang sama dengan apa yang dikonsumsi penduduk Amerika, dan (2) diet DASH.

Desain penelitian adalah cross over, subjek pada kedua kelompok menerima

[image:55.595.66.487.28.819.2]

3000, 2400 dan 1500 mg natrium. Hasil penelitian menunjukkan: (1) diet DASH menurunkan tekanan darah pada semua tingkat natrium, (2) penurunan natrium sampai tingkat yang direkomendasikan yaitu 2400 mg efektif untuk menurunkan tekanan darah pada semua subjek, (3) penurunan natrium dan diet DASH mempunyai pengaruh terbesar, kombinasi antara natrium 1500 mmHg dan diet DASH menurunkan 8.9/4.5 mmHg (Sacks, Svetkey, Vollmer 2001).

Tabel 4 Komposisi bahan makanan untuk Diet DASH

Makanan Porsi

Sumber karbohidrat Sayur

Buah Lauk Berminyak Kacang-kacangan Susu rendah lemak Konsumsi garam

(56)

DASH direkomendasikan oleh AHA (American Heart Association) untuk menurunkan tekanan darah dari dua hasil penelitian di atas. DASH terdiri dari 2400 mg atau 1500 mg sodium (USDHHS 2006). Prinsip melaksanakan DASH adalah berubah secara bertahap, anggap daging sebagai bagian dari keseluruhan makanan, menggunakan buah atau makanan yang rendah lemak, kolesterol, dan energi sebagai makanan selingan.

DASH modifikasi atau disebut dengan DASHI direkomendasikan oleh Harahap (2009), terdiri dari:

Tabel 5 Komposisi bahan makanan untuk Diet DASHI

Makanan Porsi

Sumber karbohidrat Sayur

Buah Lauk Berminyak Kacang-kacangan Konsumsi garam

2 – 5.5 /hari 3 – 4 /hari 5 – 6 /hari 2 - 3 /hari 2 – 3 /hari 4 – 5 /minggu 3.5 gram/hari

Diet dan Olahraga Jalan Kaki

Pada laki–laki dengan aktivitas sedang, berjalan kaki dengan kecepatan 2 mil/jam selama 30 menit dapat membakar kalori sampai 64.9 kcal, dan dengan kecepatan 4 mil/jam selama 30 menit bahkan dapat membakar kalori sampai 186.7 kcal. Jika hal ini dilakukan rutin setiap hari kita dapat menghitung berapa jumlah kalori yang hilang saat berjalan kaki (Oentoro,2010).

Penelitian tentang Berbagai Diet

<

Gambar

Tabel 2  Prevalensi hipertensi pada beberapa lokasi di Indonesia
Gambar 1  Mekanisme antihipertensi yang mungkin terjadi oleh olahraga/latihan fisik
Tabel  4  Komposisi bahan makanan untuk Diet DASH
Tabel 6  Modifikasi gaya hidup pada penatalaksanaan hipertensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa dalam rangka memperlancar pelaksanaan Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) di Kabupaten Sampang, maka dipandang perlu

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan

ekspresi secara budaya, perilaku, kebiasaan, kebutuhan, sejarah, serta psikologi masyarakat sekitar, sehingga perancangannya harus disesuaikan dengan konteksnya. Dari

58 BCAP BHAKTI CAPITAL INDONESIA Tbk BSRE1 - BSR INDONESIA PT.. BSRE1 - BSR

Peristiwa yang terjadi di Eropa ikut mempengaruhi keadaan di Indonesia. Napoleon Bonaparte berhasil dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan kemudian

Fenomena yang dikaji dalam penelitian ini adalah variasi genre teks wacana, fungsi bahasa dalam wacana dan struktur untuk menilai kelayakan teks wacana yang

Di bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, ia harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya