• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

DI SELAT BALI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Model Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali adalah karya saya, yang diarahkan oleh Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun, untuk memperoleh gelar akademik dari perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2013

(3)

Strait. Supervised by EKO SRI WIYONO, ARI PURBAYANTO and MUSTARUDDIN

Fisheries management, particularly capture fisheries, is very complex and requiring the integration of biological, ecological, economical and social aspects. Adjusting a sustainable management of fisheries resources, it is needed attention to the aquatic ecosystem as the habitat for fish. Sardine (Sardinella lemuru Bleeker 1853) is the main source of livelihood for the fishermen on the coast of Bali Strait. Sardine is a small pelagic fish which caught for the public consumption and for canned fish industry. The main fishing gears used by the fishermen of the Bali Strait for catching sardine are purse seine (a major fishing gear). The other fishing gears which used are payang (boat seine net), gillnet, bagan (lift net), and beach seine. The exploitation of fishery resources in Bali strait waters were influence both in fish catch and revenue of the local government. Based on these facts, management of sardine fish resources in order to anticipate over fishing as well as to keep the fishers income sustainability is needed. Monitoring and control of sardine resource exploitation are needed to reach a sustainable and well-maintained management. To solves these problems the study has been conducted in Banyuwangi, East Jawa and Jembrana, Bali. The main purpose of this study is formulating a model of sustainable sardine fisheries management in the Bali Strait. Using sustainable approach, the detail aims of this study are to identify: (1) main factor effect of oceanography and climatology on the catch of sardine; (2) productivity and fishing effort of sardine (3) social and economic conditions of fishermen and the fishermen institutional role, (4) appropriate fishing gear of sardine fishes, and (5) developed model of dynamics system of sustainable sardine fisheries management. The results of this study showed that the chlorophyll-a and wind were influence the catch of sardine significantly. Sardines that identified as a plankton feeder have already utilized intensively at optimum level. Based on economic and technical aspects, purse seine has high opportunity to be developed in Bali Strait. Furthermore, using dynamics model this study suggested to operate 165 fishing effort (purse seine). This scenario was the better choices compared with existing condition and other scenario which operate 184 units fishing efforts.

(4)

lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali (EKO SRI WIYONO, selaku Ketua, ARI PURBAYANTO dan MUSTARUDDIN, selaku Anggota Komisi Pembimbing).

Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang dilakukan selama ini masih bersifat konvensional, yaitu memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya yang ada dengan menggunakan teknologi penangkapan ikan yang banyak menangkap ikan non target. Pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries management) khususnya perikanan tangkap, prosesnya sangat kompleks, sehingga membutuhkan integrasi antara aspek biologi dan ekologi. Upaya menyelaraskan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, agar dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan ekosistem perairan sebagai habitat ikan target, seharusnya mendapat perhatian, sehingga keberlanjutan sumberdaya dapat dipertahankan.

Ikan tidak hidup sendiri (terisolasi), tetapi berinteraksi dengan berbagai jenis ikan lain serta komponen biotik lainnya yang hidup dalam ekosistem perairan, seperti fitoplankton, zooplankton, benthos, mollusca, crustacean dan echinodermata. Ikan juga berinteraksi atau dipengaruhi oleh komponen abiotik yang menyusun ekosistem perairan. Kondisi lingkungan perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota air, jika lingkungan perairan tidak sehat, maka biota air yang hidup didalamnya ikut terganggu.

Faktor oseanografi yang terjadi di perairan laut sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota laut. Faktor oseanografi tersebut adalah arus, suhu permukaan laut, salinitas (kadar garam), zat hara (nutrien) dan kandungan kimiawi air lainnya, yang dapat mempengaruhi kualitas perairan laut. Arus yang terjadi di laut, merupakan salah satu faktor oseanografi yang berpengaruh terhadap lingkungan perairan, dan selalu mendapat perhatian karena berkaitan erat dengan cuaca dan iklim.

Sumberdaya ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) yang ada di Selat Bali, merupakan sumber mata pencaharian utama bagi nelayan setempat, yaitu nelayan Kabupaten Banyuwangi dan nelayan Kabupaten Jembrana. Lemuru merupakan ikan pelagis kecil dan banyak ditangkap untuk konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Alat tangkap yang digunakan nelayan di Selat Bali dalam rangka upaya memanfaatkan sumberdaya ikan lemuru antara lain purse seine (merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di perairan Selat Bali), payang, gillnet, bagan, dan pukat pantai.

(5)

oleh pemerintah maupun masyarakat pengguna dan pemanfaat sumberdaya ikan lemuru. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus didukung oleh beberapa kajian yang mendukung tujuan yang ingin dicapai. Kajian tersebut antara lain: (1) Mengkaji faktor-faktor oseanografi dan klimatologi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853), (2) Menganalisis sumberdaya lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali berkaitan dengan produktivitas dan upaya penangkapan, (3) Menentukan jenis alat tangkap yang tepat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali yang mendukung keberlanjutan sumberdaya, (4) Mengkaji kondisi sosial dan ekonomi nelayan di Selat Bali dalam pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853), serta mengkaji peran kelembagaan yang ada, dan (5) Melakukan analisis dinamik untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali.

Penelitian ini dilakukan selama 12 (dua belas) bulan, dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Februari 2012 di pesisir perairan Selat Bali, yaitu di UPPPP Muncar, Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Alasan pemilihan lokasi, karena pusat pendaratan ikan terbesar berada pada kedua tempat tersebut. Pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru sangat intensif dilakukan oleh nelayan setempat baik tradisional maupun moderen. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap nelayan sebagai data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait.

Kompleks dan dinamisnya sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali sangat berkaitan erat dengan hubungan antara biotik dan abiotik dalam wilayah perairan itu sendiri, sehingga dalam keberlanjutan pengelolaan sumberdaya tersebut diperlukan pengkajian lebih mendalam, karena semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya ikan lemuru. Walaupun perairan Indonesia memiliki banyak jenis ikan pelagis kecil (multispecies), namun keberadaan sumberdaya lemuru di Selat Bali memiliki keistimewaan tersendiri.

(6)

nelayan di perairan Selat Bali dimana mereka menggunakan beberapa jenis alat tangkap untuk pemanfaatan sumberdaya lemuru, menunjukkan hasil yang positif, artinya usaha penangkapan yang dilakukan bisa memenuhi kebutuhan hidup dan memberikan keuntungan.

Secara sosial selama kurun waktu 2005-2010 tidak pernah atau belum pernah terjadi konflik yang besar. Hal ini menandakan bahwa kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Selat Bali cukup kondusif. Hasil analisis secara dinamik dalam rangka mewujudkan keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali, dilakukan simulasi dengan 3 skenario. Skenario yang dibuat adalah pengendalian terhadap effort (jumlah unit alat tangkap). Berdasarkan 3 skenario tersebut maka diputuskan untuk memakai dan mengusulkan pengurangan effort menjadi 165 unit. Dengan jumlah effort demikian bisa menyisakan biomass pada akhir tahun simulasi (tahun ke 100), dan masih terjadi pertumbuhan biomass yang cukup tinggi secara alami, serta memberikan rente yang positif secara ekonomi. Dengan demikian keberlanjutan dengan memperhatikan interaksi secara dinamik antara sumberdaya dan ekosistem perairan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru sudah seharusnya menjadi dasar dalam menentukan kebijakan agar pemanfaatan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari.

(7)

DI SELAT BALI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

H I M E L D A

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

Nama Mahasiswa : H i m e l d a

NIM : C462090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Ketua

Mengetahui

Ketua Program Studi Sistem dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Pemodelan Perikanan Tangkap

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 4 Januari 2013 Tanggal Lulus :

(10)

Penguji luar komisi pada ujian tertutup : Dr. Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si

(11)

telah diberikan kepada penulis, sehingga penyelesaian penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian ini yaitu “ Model Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali”. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc dan Dr. Mustaruddin, S.TP sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan disertasi ini. 2. Kedua orang tua saya Bpk Ibrahiluddin (alm) dan Ibu Halimah (almh), yang

semasa hidupnya, beliau selalu memberikan semangat untuk terus belajar dan belajar. Alhamdulillah apa yang mereka impikan semasa hidup sudah tercapai.

3. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Bapak Ir. Saut P Hutagalung, M.Sc yang telah memberikan rekomendasi dan dorongan untuk mengikuti pendidikan

4. Sekretaris Direktorat Jenderal P2HP, Bapak Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.Sc

beserta staf (Mas Marno dan Mba’ Yani) yang telah memberikan dorongan, semangat dan penyelesaian administrasi tugas belajar

5. Direktur Pemasaran Luar Negeri Ditjen P2HP, Ibu Ir. Rahmah Hayati Sami’ Ibrahim, MM yang telah memberikan semangat kepada penulis

6. Kepala Badan Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang telah memberikan biaya pendidikan kepada penulis

7. Pimpinan Coremap, yang telah memberikan bantuan biaya penulisan disertasi 8. Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan

(12)

10. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur beserta staf yang telah membantu dalam penelitian ini

11. Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan Kabupaten Jembrana Bali beserta staf (Bapak Asmuni dan kawan-kawan) dan Kepala UPPP Muncar Banyuwangi dan staf (Bapak Windra Neka dan kawan-kawan) atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian disertasi ini.

12. Kepala BROK Perancak Bali beserta staf (Mas Eko Susilo, Mba’ Yuli) yang telah membantu penulis selama melakukan uji laboratorium

13. Ketua program studi TPL, yang telah banyak mambantu dalam penyelesaian studi

14. Teman seperjuangan angkatan 2009 mayor SPT dan TPT Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) atas dorongan semangat kepada penulis, serta sahabat dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

15. Sekretariat SPT (Mbak Ima, Mbak Dini, Mbak Mega,) yang telah banyak membantu dalam penyelesaian administrasi perkuliahan kepada penulis hingga selesai.

16. Saudara-saudaraku (Hardi, Hegel, Hilda, Hadeli, Honggo Sukata, dan Hafsah Novimbil) atas dukungannya.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2013

(13)

Penulis dilahirkan di Bukittinggi tanggal 2 Februari 1964, merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara, pasangan Bapak H. Ibrahiluddin (alm) dan Ibu Hj. Halimah (almh). Menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Tanjung Medan tahun 1976, tahun 1980 menamatkan pendidikan di SMP Negeri 3 Bukittinggi. Tahun 1983 menamatkan pendidikan di SMA PSM Bersubsidi Bukittinggi. Pada tahun 1984 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang dan lulus tahun 1990. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan dan dinyatakan lulus bulan September tahun 2008. Tahun 2009, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Program Doktoral pada program studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, dengan bantuan biaya pendidikan dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan. Disamping itu penulis mendapat bantuan biaya penulisan disertasi dari proyek Coremap Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sejak tahun 2002. Sebelumnya, dari tahun 1992-2001 penulis bekerja di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus sebagai teknisi kepelabuhanan.

(14)

DAFTAR TABEL………. iv

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap……….. 11

2.2 Pembangunan Perikanan Tangkap Secara Berkelanjutan………... 15

2.3 Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Sebagai Kesatuan Ekosistem……... 18

2.4 Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)……….. 27

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) 27 2.4.2 Habitat, daerah penyebaran dan makanan utama……….. 29

2.5 Sistem Dinamik………. 30

3.4.1 Analisis faktor oseanografi dan klimatologi……….. 39

3.4.2 Analisis sumberdaya lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)….. 40

3.4.3 Analisis seleksi jenis alat tangkap dan teknologi yang tepat……… 40

3.4.4 Analisis kondisi sosial ekonomi nelayan dan peran kelembagaan… 41 3.4.5 Analisis dinamik keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru…… (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali……… 41

4 KERAGAAN DAERAH PENELITIAN………. 43

4.1 Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur………. 43

4.1.1 Letak geografis………. 43

4.1.2 Luar wilayah………. 43

4.1.3 Topografi dan jenis tanah………. 44

4.1.4 Iklim………. 44

4.1.5 Penduduk……….. 45

4.1.6 Potensi kelautan dan perikanan………. 45

(15)

ii

Letak geografis………..

4.2.2 Luas wilayah………. 49

4.2.3 Potensi kelautan dan perikanan………... 50

4.2.4 Jumlah nelayan dan perkembangan produksi perikanan………….. 50

4.2.5 Jumlah armada dan alat tangkap………... 51

5 ANALISIS PENGARUH FAKTOR OSEANOGRAFI DAN KLIMATOLOGI TERHADAP HASIL TANGKAPAN LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853 DI SELAT BALI………... 53

5.4.1 Trend sebaran klorofil-a dan suhu permukaan laut……….. 63

5.4.2 Trend curah hujan, kecepatan angin dan kekuatan arus……… 66

5.4.3 Kualitas perairan dilokasi fishing ground……… 69

5.4.4 Pengaruh faktor oseanografi dan klimatologi terhadap hasil……… tangkapan……….. 70

5.5 Pembahasan……….. 71

5.6 Kesimpulan………... 79

6 ANALISIS SUMBERDAYA PERIKANAN LEMURU……… (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI.………. 81

6.1 Pendahuluan………. 81

6.4.1 Keragaan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lemuru…………. 90

6.4.2 Analisis fungsi produksi perikanan lemuru………. 96

6.4.3 Standarisasi alat tangkap………. 98

6.4.4 Ukuran panjang, lebar dan berat ikan lemuru hasil tangkapan…… nelayan………. 100

6.4.5 Kebiasaan makan (feeding habits) ikan lemuru……….. 101

6.4.6 Daerah penangkapan……… 103

6.5 Pembahasan………. 104

6.7 Kesimpulan……….. 109

7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN PERAN... KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA……… PERIKANAN LEMURU DI SELAT BALI……… 111

7.1 Pendahuluan……….. 111

7.2 Tujuan Penelitian……….. 114

(16)

iii

Hasil Penelitian……….

7.4.1 Kelayakan hidup nelayan perikanan lemuru di Selat Bali…………

ditinjau secara ekonomi……… 116

7.4.2 Kondisi sosial nelayan perikanan lemuru di Selat Bali……… 120

7.4.3 Peran kelembagaan………... 121

7.5 Pembahasan……….. 123

7.6 Kesimpulan……….. 129

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM.. PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI……… 131

8.1 Pendahuluan……….. 131

8.2 Tujuan ………….………. 135

8.3 Kebutuhan dan Metode Analisis Data……….. 136

8.3.1 Kebutuhan data………. 136

8.3.2 Metode analisis data……….. 137

8.4 Hasil Penelitian………. 139

8.4.1 Penilaian aspek biologi………... 139

8.4.2 Penilaian aspek teknis……… 141

8.4.3 Penilaian aspek sosial……… 142

8.4.4 Penilaian aspek ekonomi………... 143

8.4.5 Penilaian aspek ekosistem perairan………... 144

8.4.6 Penilaian aspek gabungan (biologi, teknis, sosial, ekonomi dan…. ekosistem perairan)……….. 146

8.5 Pembahasan……….. 147

8.6 Kesimpulan……….. 151

9 MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN LEMURU…….. (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI………. 153

9.1 Pendahuluan ……… 153

9.2 Tujuan Penelitian………. 155

9.3 Kebutuhan dan Metode Analisis Data……….. 155

9.3.1 Kebutuhan data………. 155

9.3.2 Metode analisis data………. 156

9.4 Hasil Penelitian………. 163

9.4.1 Model pengelolaan perikanan………... 163

(17)

iv

1 Simbul-simbul dalam diagram alir……….. 33 2 Daftar peneliti terdahulu yang metode yang sama dengan penelitian ini…… 34

3 Klasifikasi mutu air sesuai peruntukannya……….. 40

4 perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi………. 46

5 Perkembangan produksi perikanan di Kabupaten Banyuwangi tahun………

2009-2010………... 47

6 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten……… Banyuwangi tahun 2009-2010………..……….. 48 7 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi…..

tahun 2009-2010……….. 48

8 Perkembangan jumlah nelayan di kabupaten Jembrana tahun 2006-2010…. 51 9 Perkembangan jumlah hasil perikanan di Kabupaten Jembrana ………

tahun 2006-2010……….. 51

10 Keragaan jumlah armada perikanan di Kabupaten Jembrana……….. 52

11 Perkembangan jumlah alat tangkap dominan di Kabupaten Jembrana……… 52

12 Koefisien kanal 31dan 32 untuk satelit Aqua Modis………... 60 13 Korelasi klorofil-a dan suhu permukaan laut periode 2005-2010………….. 66 14 Korelasi faktor angin, hujan, dan arus periode 2005-2010………. 68 15 Uji regresi pengaruh faktor oseanografi dan klimatologi terhadap hasil…….

tangkapan lemuru di Selat Bali tahun 2005-2010……… 70 16 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap yang digunakan untuk……….

penangkapan lemuru di Selat Bali tahun 2005-2010……….. 91 17 Produksi lemuru Selat Bali tahun 2005-2010………. 92 18 Total tangkapan (catch), CPUEstandar dan effortstandar ikan lemuru ………..

di Selat Bali………... 96

19 Fishing power index (FPI) alat tangkap yang digunakan untuk menangkap..

ikan lemuru……….. 98

20 Nilai upaya penangkapan standar alat tangkap penghasil lemuru…………... 99 21 Jenis makanan hasil analisis dalam lambung ikan lemuru sampel………….. 102

22 Indeks komposisi nilai makanan dalam lambung ikan sampel……… 103

23 Analisis secara ekonomi kegiatan perikanan lemuru di Kabupaten…………

Banyuwangi………. 117

24 Analisis secara ekonomi kegiatan perikanan lemuru di Kabupaten…………

(18)

v

di Kabupaten Banyuwangi……….. 140

27 Skoring dan fungsi dari aspek biologi nilai ditinjau di Kabupaten Jembrana.. 140 28 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek teknis ……….

di Kabupaten Banyuwangi………... 141

29 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek teknis………..

Di Kabupaten Jembrana………... 142

30 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek social………..

di kabupaten Banyuwangi……….... 142

31 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek social………..

di kabupaten Jembrana………. 143

32 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek ekonomi………….

di kabupaten Banyuwangi……… 143

33 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek ekonomi………….

di Kabupaten Jembrana……….... 144

34 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek ekosistem………… perairan di Kabupaten Banyuwangi………. 145 35 Skoring dan standarisasi fungsi nilai ditinjau dari aspek ekosistem…………

perairan di Kabupaten Jembrana……….. 145

36 Standarisasi penilaian gabungan (biologi, teknis, social, ekonomi dan…….. ekosistem perairan) di Kabupaten Banyuwangi………. 146 37 Standarisasi penilaian gabungan (biologi, teknis, sosial, ekonomi dan……..

ekosistem perairan) di Kabupaten Jembrana………... 147 38 Parameter model dinamis pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru……... 159 39 Hasil validasi dengan Theil Statistik……… 165

(19)

vi

Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ……… 10

2 Segitiga keberlanjutan perikanan..………... 16

3 Interaksi dan proses antar komponen dalam pengelolaan perikanan……... 22

4 Piramida rantai makanan pada ekosistem Laut……… 24

5 Jejaring makanan di Laut tropis………... 25

6 Cara kerja sistem penginderaan jauh……… 26

7 Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)…….………...28

8 Sistem dinamis dengan open loop..……….. 31

9 Sistem dinamis dengan close Loop ………... 31

10 Peta lokasi penelitian……… 37

11 Peta Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur………. 43

12 Peta wilayah Kabupaten Jembrana Provinsi Bali………. 49

13 Koordinat nelayan menurunkan jaring dan pengambilan sampel untuk uji…. kualitas perairan………62

14 Trend konsentrasi sebaran klorofil-a di perairan Selat Bali periode………… 2005-2010……… 64

15 Konsentarsi klorofil-a di Selat Bali periode Mei-Oktober 2011………. 64

16 Trend rata-rata triwulanan suhu permukaan laut Selat Bali……… tahun 2005-2010……….. 65

17 Trend curah hujan tahun 2005-2010 di Selat Bali….……….. 67

18 Kecepatan angin yang terjadi di Selat Bali periode tahun 2005-2010……… 67

19 Kekuatan arus air di Selat Bali periode 2005-2010 ………. 68

20 Kualitas perairan di lokasi fishing ground periode Mei–Oktober 2011……... 69

21 Fluktuasi hasil tangkapan lemuru berdasarkan triwulan selama……….. periode 2005-2010………... 71

22 Cara pengukuran panjang dan lebar ikan sampel……… 89

23 Perkembangan produksi lemuru dengan alat tangkap purse seine…... di Selat Bali………. 93

24 Perkembangan produksi lemuru dengan alat tangkap payang ……….. di Selat Bali………. 94

25 Perkembangan produksi lemuru dengan alat tangkap gillnet………. di Selat Bali………. 94

(20)

vii

28 Kurva hasil tangkapan lemuru di selat Bali tahun 2005-2010………... 97 29 Rata-rata ukuran panjang, lebar dan berat lemuru hasil tangkapan…………

nelayan bulan Mei-Oktober 2011……… 100 30 Causal loop model dinamik pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru…..

Di Selat Bali………. 158

31 Sub model bio-ekonomi dan sub model effort pengelolaan sumberdaya……

Perikanan lemuru di Selat Bali……… 164

32 Simulasi biomass, pertumbuhan biomass, effort, hasil tangkapan, dan rente. 166 33 Simulasi hasil tangkapan dan rente dengan pengurangan effort sebesar 30%

atau 184 unit………. 168

34 Simulasi hasil tangkapan dan dengan pengurangan effort sebesar 40% atau..

(21)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang dilakukan selama ini masih bersifat konvensional, yaitu memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak dan sesuai dengan permintaan pasar. Pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries management) khususnya perikanan tangkap prosesnya sangat kompleks, sehingga membutuhkan integrasi antara aspek biologi, ekologi, ekonomi dan unsur manusia sebagai pemanfaat hasil tangkapan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap seharusnya dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sebagai habitat ikan tujuan penangkapan. Idealnya, harus memperhatikan daya dukung atau kemampuan setiap komponen yang terdapat dan terkandung dalam satu wilayah yang menjadi lokasi kegiatan penangkapan ikan, dalam rangka memenuhi kebutuhan optimal masing-masing wilayah. Upaya menyelaraskan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, agar dapat dilakukan secara berkelanjutan mensinergikan antara pemanfaatan dan keberlanjutan sumberdaya sehingga pada masa yang akan datang sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya.

Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan memperhatikan keberlanjutan terhadap sumberdaya yang menjadi target penangkapan sejatinya memperhatikan keseimbangan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan tetap memperhatikan biologi serta ekologi ikan target penangkapan. Keseimbangan sosial ekonomi dimaksud mencakup kesejahteraan nelayan, keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya, tetap mempertimbangkan kemajuan pengetahuan dan informasi, ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, serta keterlibatan manusia didalamnya. Kesimbangan tersebut dapat diwujudkan melalui sebuah pengelolaan sumberdaya perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.

(22)

seluruh aspek biologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan terhadap pengelolaan sumberdaya. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dibuat suatu model yang terpola dengan baik dan tepat serta komprehensif, sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan dapat dilakukan secara utuh oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan antara lain: (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh lingkungan perairan; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan lingkungannya harus dijaga; (3 memiliki perangkat pengelolaan yang compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) melakukan prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia itu sendiri (FAO, 2003).

Berdasarkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap tersebut di atas, maka implementasinya memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini menjadi penting, kenapa demikian? Karena menyangkut kerangka berpikir (mindset) dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan. Sebagai contoh, otoritas perikanan tidak hanya menjalankan fungsi administratif (fisheries administrative functions), akan tetapi sudah dan harus menjalankan fungsi pengelolaan terhadap sumberdaya perikanan (fisheries management functions) (Adrianto et al, 2010).

(23)

Selat Bali, merupakan selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali dengan bentuk seperti corong. Bagian selatan melebar sebesar 35 km dan bagian utara menyempit dengan lebar 2,5 km. Secara geografis, Selat Bali terletak antara 114°20' – 115°10' BT dan 8°10' – 8°50' LS dengan luas sekitar 2500 km2. Kegiatan penangkapan ikan di Selat Bali umumnya menggunakan alat tangkap purse seine. Namun demikian masih ada alat tangkap lain yang digunakan oleh nelayan setempat seperti payang, gillnet, bagan, dan pukat pantai.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) sangat intensif dilakukan oleh nelayan yang berada di kawasan pesisir Selat Bali. Dimana pemanfaatan tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen, terutama sebagai bahan baku ikan kaleng dan dikonsumsi segar. Berdasarkan data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali tahun 2009, pemanfaatan sumberdaya lemuru adalah sebesar 45.057,0 ton dengan nilai Rp. 87.205.830.000,- dan 45.092,4 ton, dengan nilai sebesar Rp. 97.456.824.000,-.

(24)

1.2 Perumusan Masalah

Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853), pada musimnya tersedia secara melimpah sehingga penangkapan dapat dilakukan secara efektif. Dalam kondisi seperti ini, waktu untuk mencari gerombolan ikan menjadi lebih pendek/singkat. Penangkapan secara besar-besaran akan terjadi, dan nelayan akan berlomba-lomba untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya. Jika keadaan ini terus berlangsung dan cenderung tidak terkendali, maka akan menyebabkan terjadi penangkapan yang berlebihan (overfishing). Pada awalnya terjadi lebih tangkap pertumbuhan (growth overfishing), dan kalau keadaan ini terus berlangsung akan disusul oleh lebih tangkap rekruitmen (recruitment overfishing).

Sejak tahun 1975, pengaturan penangkapan ikan lemuru di Selat Bali sudah dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan dengan SK No.123/Kpts/Um/1975, tentang pengaturan besaran mata jaring pada bagian kantong. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan tersebut, ditindak lanjuti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Bali dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB), tentang jumlah alat tangkap purse seine yang boleh beroperasi. SKB tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan, dan perubahan terbaru dilakukan pada tahun 1992 yaitu penetapan jumlah alat tangkap purse seine yang boleh beroperasi di Selat Bali sebanyak 273 unit, dengan pembagian untuk Provinsi Jawa Timur sebanyak 190 unit dan untuk Provinsi Bali sebanyak 83 unit.

(25)

dengan nilai sebesar Rp. 59.998.750.000,- dan untuk tahun 2010 juga terjadi penurunan yaitu 38.662,9 ton dengan nilai Rp. 67.057.930.000,-. Melihat hasil tangkapan yang berfluktuasi, dan seperti yang telah disampaikan pada uraian sebelumnya, kemungkinan pemanfaatan sumberdaya lemuru terindikasi mendekati lebih tangkap (over fishing).

Pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali, dalam pelaksanaannya sering menghadapi kendala ataupun permasalahan yang perlu dianalisis dan perlu mendapatkan jawaban serta solusi agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan lestari. Untuk itu, secara spesifik permasalahan pokok dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali dapat dirumuskan melalui beberapa pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh faktor oseanografi dan klimatologi terhadap hasil tangkapan? Apakah berpengaruh langsung atau tidak langsung.

2) Bagaimana tingkat pemanfaatan ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali? Apakah sudah mengarah kepada over fishing, mengingat kegiatan penangkapan dilakukan secara intensif.

3) Bagaimana upaya penangkapan, jenis alat tangkap dan teknologi yang digunakan untuk pemanfaatan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali?

4) Secara ekonomi, apakah pengusahaan sumberdaya perikanan lemuru menguntungkan, secara sosial apakah sering terjadi konflik, dan bagaimana peran kelembagaan yang ada dalam mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali?

5) Secara dinamik, apakah pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru jika ditinjau secara biologi, ekologi, sosial dan ekonomi serta dengan pertimbangan effort sudah mengarah kepada pengelolaan secara berkelanjutan dan lestari?.

(26)

dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan pada masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan interaksi antara biotik dan abiotik yang terjadi di lingkungan perairan Selat Bali.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan pada uraian terdahulu, maka permasalahan yang diangkat dan dibatasi yaitu:

a. Faktor oseanografi (klorofil-a dan suhu permukaan laut) dan fenomena musiman (angin, hujan, dan arus) yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan lemuru di Selat Bali,

b. Jenis alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan Selat Bali untuk menangkap ikan lemuru (purse seine, gillnet, payang, bagan, dan pukat pantai).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun model keberlanjutan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan kajian secara terperinci terhadap faktor-faktor pendukung dan penting diketahui serat perlu dilakukan analisis yaitu:

(1) Mengkaji faktor-faktor oseanografi dan klimatologi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853),

(2) Menganalisis sumberdaya lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali berkaitan dengan produktifitas dan upaya penangkapan,

(3) Menentukan jenis alat tangkap dan teknologi yang tepat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali yang mendukung keberlanjutan sumberdaya,

(27)

(5) Melakukan analisis secara dinamik untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

2. Pemerintah, baik pusat maupun daerah yaitu sebagai acuan dalam perencanaan dan kebijakan, sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari,

3. Masyarakat dan nelayan yang berada di pesisir Selat Bali, agar pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan mengarah kepada pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan dan lestari,

4. Bagi peneliti sendiri.

1.6 Hipotesis

Model keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali, belum dapat terwujud, apabila:

1. Faktor oseanografi dan klimatologi tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh nelayan,

2. Sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali dindikasikan sudah mendekati over fishing, sehingga produktivitasnya menurun,

3. Jenis alat tangkap dan teknologi yang digunakan nelayan dalam pemanfaatan sumberdaya lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali tidak sesuai,

(28)

5. Pengelolaan sumberdaya yang dilakukan selama ini berorientasi kepada surplus production.

1.7 Kebaruan Penelitian (Novelty)

(29)

membandingkan dengan pengelolaan dari berbagai kondisi, karena perikanan yang bersifat open access, mengestimasi tingkat eksploitasi optimal dan tingkat kelestarian multispesies sumberdaya perikanan pelagis dengan menggunakan model bioekonomi multispesies. de Kok dan Wind (1996) melakukan penelitian dengan pendekatan sistem dinamik untuk perikanan pantai yaitu di selatan Sulawesi Barat. Penelitian ini merupakan pengembangan dan modifikasi terhadap penelitian yang dilakukan oleh de Kok dan Wind, dan mencoba menerapkannya di perairan Selat Bali dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru. Penelitian ini lebih mengarah kepada interaksi secara biologi, ekologi, teknologi, sosial dan ekonomi dalam sebuah hubungan dinamik. Interaksi secara biologi yaitu antar sesama ikan pelagis yang ada di perairan Selat Bali, secara ekologi yaitu faktor oseanografi dan klimatologi, dan secara ekonomi memberikan keuntungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan perikanan lemuru di pesisir Selat Bali (sosial). Secara teknologi melakukan standarisasi terhadap alat tangkap yang beragam dalam pemanfaatan sumberdaya lemuru. Kabaruan utama dalam penelitian ini adalah menyusun model keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali dengan pendekatan system dynamic.

1.8 Kerangka Pikir Penelitian

(30)

1. Permasalahan perikanan lemuru sangat komplek (biologi, teknologi, Ekonomi dan sosial) dan selalu mengalami perubahan secara dinamis

2. Pendekatan secara statis belum mampu menyelesaikan permasalahan tersebut

Mulai

Solusi

Perlu terobosan baru dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan dengan pola kedinamisan

Penyusunan model keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru secara komprehensif di Selat Bali dengan mempertimbangkan aspek biologi,

teknologi, ekonomi, dan sosial dengan pendekatan sistem dinamik

Selesai Rekomendasi

Pemanfaatan sumberdaya lemuru di Selat Bali sangat tinggi, hal ini terlihat dari jumlah produksi yang terus meningkat. Jika pemanfaatan sumberdaya lemuru terus dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya, maka dapat dipastikan terjadi over fishing yang ditandai dengan terjadinya penurunan produksi dan ukuran ikan yang tertangkap. Berkenaan dengan permasalahan tersebut di atas, agar pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru dapat dilakukan secara berkelanjutan, perlu dilakukan kajian secara komprehensif yang meliputi aspek sumberdaya ikan (SDI), jenis alat tangkap dan teknologi penangkapan, faktor oseanografi dan klimatologi yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan, sosial dan ekonomi nelayan serta peran kelembagaan yang ada. Dengan demikian keberlanjutan pengelolaan sumberdaya secara lestari dapat terwujud. Pengelolaan secara komprehensif yang akan dikaji disini berkaitan dengan interaksi secara dinamik antara ikan target penangkapan dan lingkungan perairan sebagai habitatnya. Skema kerangka pikir penelitian ini secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 1.

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable). Walaupun dikatakan sumberdaya ikan dapat pulih, namun apabila tidak dikelola secara baik dan benar, serta dilakukan eksploitasi secara terus menerus, maka sumberdaya ikan akan mengalami kepunahan (Suseno, 2007).

Secara umum sumberdaya yang dapat pulih atau terbarukan termasuk sumberdaya ikan, memiliki keterbatasan dalam siklus pemulihannya (Tietenberg, 2000) vide (Prihatini, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa laju pemulihan sumberdaya sangat lambat, sehingga membutuhkan waktu dan tidak dapat memulihkan stok atau sediaannya dalam waktu yang singkat secara ekonomis (Conrad, 1999 dan Tietenberg, 2000) vide (Prihatini, 2003).

Pengelolaan sumberdaya perikanan, merupakan kemampuan untuk mengatur produk ikan yang dihasilkan berlangsung secara terus menerus dan dalam keadaan lestari (Nuitja, 2010). Menurut Giles (1978) vide Nuitja (2010), pengelolaan sumberdaya adalah ilmu pengetahuan dan seni dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk memanipulasi struktur, dinamika, hubungan antar populasi, habitat, dan manusia untuk keperluan manusia itu sendiri. Selanjutnya, dikatakan bahwa yang terlibat dalam proses manajemen/pengelolaan ini adalah pengguna sumberdaya, yaitu nelayan dan pelaku usaha perikanan untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya ikan, lingkungan perairan sebagai habitat sumberdaya ikan. Disamping itu, hal yang sangat penting diketahui dari segi kekhususan sumberdaya perikanan di laut adalah tidak ada komoditas yang homogen dan tidak ada lingkungan yang homogen (Nuitja, 2010).

Menurut Nuitja (2010), pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu: (1) pendekatan species, (2) pendekatan habitat, dan (3) pendekatan teknologi. Tujuan utama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah:

(32)

2) Menjaga sumberdaya perikanan tetap hidup dan berkembang serta dapat dimanfaatkan secara lestari,

3) Memelihara dan memperbaiki ekosistem sumberdaya yang sesuai dengan kondisi habitatnya.

Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, kita tidak bisa lepas dari proses penangkapan ikan yang tercakup dalam kegiatan perikanan tangkap. Menurut Purbayanto (2003) vide Wandri (2005), pengelolaan sumberdaya perikanan, merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati laut maupun perairan umum melalui proses penangkapan atau pengumpulan hewan dan tumbuhan air lainnya. Lebih lanjut dijelaskan oleh Purbayanto (2003) bahwa, hasil tangkapan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup nelayan sebagai bahan konsumsi keluarga, atau dipasarkan langsung dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan. Berdasarkan jenis dan skala usahanya, perikanan tangkap dapat dibedakan yaitu perikanan subsisten, perikanan artisanal dan perikanan industri (Kesteven, 1973), dimana perikanan subsisten merupakan kegiatan penangkapan didasarkan atas hobi atau kegiatan olah raga. Perikanan Artisanal diartikan sebagai kegiatan perikanan secara tradisional. Sedangkan perikanan industri adalah kegiatan perikanan yang dilakukan sudah skala besar dan berorientasi ekspor.

Monintja (2010), menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan dibidang perikanan. Implementasinya dapat dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (Monintja, 2010).

(33)

dapat ditentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan dapat terwujud. Jumlah tangkap yang diperbolehkan adalah penetapan jumlah sumberdaya ikan yang boleh dimanfaatkan, dengan memperhatikan pengamanan konservasi diwilayah perairan Indonesia. Jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) adalah sebesar 80% dari potensi lestari (MSY). Jika potensi lestari 6,4 juta ton/tahun, maka JTB adalah 5,2 juta ton/tahun (Dahuri, 2007). Hal ini ditujukan untuk kehati-hatian, kelangsungan dan kelestarian sumberdaya perikanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45 tahun 2011, tentang estimasi potensi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, dinyatakan bahwa estimasi potensi lestari sumberdaya ikan secara keseluruhan adalah 6,5 juta ton/tahun. Dalam keputusan tersebut estimasi potensi lestari sudah ditetapkan berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan (WPP), dimana Selat Bali termasuk kedalam WPP 573, dan pemanfaatan sumberdaya lemuru dinyatakan over fishing.

Menurut Undang-undang Perikanan nomor 31 tahun 2004 sebagaimana telah diperbarui menjadi Undang-Undang nomor 45 tahun 2009, definisi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap adalah; semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

(34)

Simbolon et al (2009), menyatakan peningkatan hasil tangkapan dapat terjadi apabila pengelolaan sumberdaya ikan yang ada dan cara pemanfaatan yang dilakukan berjalan dengan baik. Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus memperhatikan aspek sustainability agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan dan tidak hanya terfokus pada masalah ekonomi, akan tetapi juga terfokus pada masalah lain seperti teknis, sosial dan budaya (Dahuri, 2002 vide Simbolon et al, 2009). Pendekatan kehati-hatian perlu dilakukan, dan berfokus untuk mengurangi kemungkinan dampak yang terjadi dari kegiatan perikanan yang merugikan sumberdaya itu sendiri dan ekosistem laut lainnya (FAO, 1995).

Soewito (1982), menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap mencakup: (1) aspek teknis, yaitu kegiatan penangkapan yang dilakukan tetap menjaga agar intensitas penangkapan disesuaikan dengan potensi sumberdaya sehingga kelestariannya tetap terjaga; (2) aspek sosial, yaitu pemanfaatan sumberdaya dapat memberikan manfaat khususnya kepada nelayan serta golongan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan penangkapan ikan; (3) aspek ekonomi, yaitu upaya untuk menjaga kestabilan harga apabila jumlah tangkap atau produksi hasil tangkapan nelayan melimpah. Pengaturan tentang pengelolaan perikanan tangkap sudah dilakukan sejak lama. Salah satunya melalui keputusan Menteri Pertanian No.607/Kpts/Um/9/1976, tentang jalur-jalur penangkapan ikan dan sudah mengalami beberapa kali pembaruan. Tujuan pengaturan tersebut untuk menjaga kelestarian sumberdaya, dan melindungi nelayan kecil.

(35)

2.2 Pembangunan Perikanan Tangkap Secara Berkelanjutan

Pembangunan perikanan tangkap secara berkelanjutan, bertujuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya ikan yang menjamin ketersediaan protein hewani. Matsuoka (1998) menyatakan bahwa pembangunan perikanan tangkap hendaknya dilakukan dengan memperhatikan ekosistem perairan menuju konservasi dalam rangka mempertahankan sumberdaya untuk generasi mendatang. Untuk itu perlu dilakukan proteksi terhadap keberlanjutan sumberdaya, dengan ditunjang oleh peraturan tentang pengelolaan sumberdaya.

Konsep keberlanjutan dalam perikanan tangkap, berangsur mulai dapat dipahami dengan baik, namun masih terdapat kendala/kesulitan dalam menganalisis dan mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri (Fauzy dan Anna, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa, permasalahan yang selalu dihadapi khususnya dalam mengintegrasikan informasi dan data dari keseluruhan komponen yang ada, yaitu mencakup aspek biologi, ekologi, sosial, ekonomi, dan teknologi serta aspek etika dalam pemanfaatan sumberdaya.

(36)

<<

Gambar 2 Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles, 2001)

Sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan dan mengembangkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perlu diwujudkan (Dahuri, 2007), dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Keberlanjutan ekologis (ecological sustainability), yaitu suatu kondisi dimana kualitas dan kesehatan ekosistem perairan terpelihara dengan baik, agar sumber daya ikan yang hidup di dalamnya dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal, dan tingkat penangkapan sumber daya ikan tidak melampaui kemampuan pulihnya (renewable capacity) sehingga hasil tangkapan secara keseluruhan baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional dapat berlangsung secara berkelanjutan.

2. Keberlanjutan sosial-ekonomi (socioeconomic sustainability), yaitu suatu kondisi dimana sistem usaha perikanan tangkap mampu memelihara atau meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional, dan dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha (nelayan dan mereka yang terlibat dalam kegiatan industri hulu dan hilir.) secara adil dan berkelanjutan.

Socioeconomic sustainability

Community sustainability Ecological

sustainability

(37)

3. Keberlanjutan masyarakat (community sustainability), yakni semakin terpelihara atau semakin membaik kualitas kehidupan nelayan sebagai pelaku usaha perikanan tangkap beserta segenap sistem nilai keutamaan individu (seperti budaya kerja keras, kreatif, budaya menabung, jujur, dan disiplin) serta sistem nilai keutamaan kelompok seperti semangat toleransi, saling menghormati, kerja sama, dan pengorbanan untuk kepentingan bersama.

4. Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability), yaitu suatu kondisi dimana semua pranata kelembagaan (institutional arrangements) yang terkait dengan sistem perikanan tangkap (seperti pelabuhan perikanan, pemasok sarana produksi, pengolah dan pemasar hasil tangkapan, dan lembaga keuangan) dapat berfungsi secara baik dan benar serta berkelanjutan.

Pembangunan perikanan tangkap secara berkelanjutan (sustainable development), harus dilihat dengan pendekatan secara menyeluruh yang menyangkut berbagai dimensi dan harus terpadu. Dalam code of conduct for responsible of fisheries, sudah dijabarkan secara menyeluruh bagaimana upaya pembangunan dan pengembangan perikanan dilakukan. Pada tahun 2002, World Summit on Sustainable Development telah merekomendasikan pelaksanaan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya dengan memperhatikan interaksi antara biotik dan abiotik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di tahun 2010 (UN, 2002).

(38)

2.3 Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Sebagai Kesatuan Ekosistem

Ikan tidak hidup sendiri (terisolasi), akan tetapi berintegrasi dengan berbagai jenis ikan lain dan komponen biotik lainnya yang hidup dalam ekosistem perairan. Ekosistem perairan tersebut mencakup fitoplankton, zooplankton, benthos, mollusca, crustacea, echinodermata, dan jenis lainnya (Dahuri, 2007). Lebih lanjut dijelaskan, bahwa ikan berintegrasi dengan komponen abiotik yang menyusun ekosistem perairan seperti arus, gelombang, pasang surut, suhu permukaan laut, salinitas, dan iklim (Dahuri, 2007).

Ekosistem, secara fungsional merupakan komunitas bersama dalam lingkungan sekitar yang terdapat pada suatu kawasan perairan (Nuitja, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa yang terdapat dalam lingkungan perairan, terdiri dari kelompok individual dari species yang sama (populasi) dan kelompok dari populasi yang berbeda species dalam suatu kawasan perairan (komunitas). Ilmu yang mempelajari tentang ekosistem adalah ilmu ekologi, yang dapat didefinisikan sebagai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan abiotiknya (Nuitja, 2010).

Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan sebagai kesatuan ekosistem telah didefinisikan sebagai suatu manajemen yang terpadu dan komprehensif terhadap kegiatan manusia, dan didasarkan pada pengetahuan ilmiah terbaik yang tersedia tentang ekosistem dan dinamikanya. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi dalam mengambil tindakan agar kelestarian ekosistem perairan laut terjaga dengan baik, sehingga mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu pemeliharaan dan penjagaan yang terintegrasi antara pemanfaatan dan pemeliharaan ekosistem (Frid, 2004).

(39)

ekosistem perairan laut. Untuk itu, perlu dilakukan pemahaman secara komprehensif tentang ekosistem dan perlu dilakukan pendekatan secara holistik untuk menilai dan mengelola sumber daya perikanan dan habitatnya. Pendekatan tersebut terkait dengan interaksi spesies ikan target penangkapan dengan faktor-faktor lingkungan perairan dan daya dukungnya.

Interaksi yang terjadi antara ikan dan habitatnya serta dampak penangkapan ikan terhadap ekosistem perlu dilakukan penelitian (Zhang et al., 2009). Keberlanjutan pengelolaan dengan menggunakan ekosistem sebagai pendekatan dikembangkan secara pragmatis untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya perikanan. Korea, dalam menerapkan pengelolaan dengan pendekatan ekosistem dilakukan berdasarkan 3 (tiga) unsur yaitu keanekaragaman hayati, keberlanjutan sumberdaya, dan kualitas lingkungan perairan sebagai habitat ikan target penangkapan.

Zhang et al (2009), menyatakan bahwa tiga masalah dasar dan saling terkait sebagai ciri kegiatan perikanan modern adalah; (1) ancaman kelebihan pemanfaatan stok ikan, (2) kelebihan kapitalisasi atau kelebihan kapasitas armada penangkapan ikan, dan (3) konsekuensi negatif kegiatan perikanan terhadap ekosistem yang berkaitan dengan habitat. Berdasarkan 3 (tiga) hal tersebut, kegiatan penangkapan ikan secara modern, sudah mengarah kepada overfishing.

Fauzi (2005) mengkategorikan overfishing dalam beberapa tipe, yaitu:

1) Recruitment overfishing, merupakan situasi populasi ikan dewasa ditangkap sedemikian rupa sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan reproduksi untuk memperbaharui speciesnya.

2) Grouth overfishing, terjadi ketika stok yang ditangkap rata-rata ukurannya lebih kecil dari ukuran yang seharusnya untuk berproduksi pada tingkat yield per rekruit yang maksimum.

(40)

4) Malthusian overfishing, terjadi manakala nelayan skala kecil yang biasanya miskin dan tidak memiliki alternatif pekerjaan memasuki industri perikanan namun menghadapi hasil tangkap yang menurun.

Kondisi tersebut memicu destruksi ekosistem secara keseluruhan sebagai akibat kegiatan penangkapan yang dilakukan secara modern (ADB, 2004 vide Fauzi, 2005).

Kelompok kerja ilmu manajemen di Negara Pasifik Utara telah menerapkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan memasukkan unsur ekosistem yang dimulai pada tahun 2005 (Zhang et al, 2009). Selanjutnya dikatakan bahwa, negara-negara seperti Australia, Kanada, Korea dan Amerika Serikat, sudah memikirkan bagaimana menerapkan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor ekosistem.

Aktifitas nelayan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekosistem perairan. Untuk itu secara komprehensif, pendekatan secara holistik perlu dilakukan untuk mengelola sumberdaya perikanan dan habitat yang terkait dengan ekosistem (Frid et al, 2004). Pertimbangan adanya interaksi ekologis spesies target dengan predator, pesaing, dan spesies mangsa, serta interaksi antara ikan dan habitat mereka, serta dampak pada proses penangkapan ikan itu sendiri perlu mendapat perhatian. Gasalla dan Wongtschowski (2004) menyatakan bahwa, analisis ekosistem telah terbukti sebagai alat untuk menyelidiki efek langsung dan tidak langsung dari kegiatan penangkapan ikan.

(41)

Kondisi lingkungan perairan sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan ikan secara umum. Keadaan lingkungan perairan yang berfluktuasi sangat berpengaruh terhadap periode migrasi ikan. Disamping itu, suhu juga berpengaruh terhadap aktifitas metabolisme dan penyebaran ikan (Gunarso, 1985 vide Nababan, 2008).

Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya dalam suatu ekosistem, menjadi penting diketahui, karena Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikaruniai dengan ekosistem perairan tropis memiliki karakteristik dan dinamika sumberdaya perairan dan perikanan yang tinggi. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem tropis (Adrianto et al, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antar komponen abiotik dan biotik dalam sebuah kesatuan fungsi dan proses ekosistem perairan menjadi salah satu komponen utama, karena interaksi dinamika antara komponen abiotik dan biotik dapat berpengaruh terhadap sumberdaya ikan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalam mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan, memasukkan unsur ekosistem perairan laut menjadi sangat penting sehingga pengelolaan sumberdaya dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari. Apabila interaksi antar komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan menjadi terancam. Gambar 3 menunjukan keterkaitan antar komponen dalam ekosistem perairan yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan perikanan.

(42)

Prot

Gambar 3 Interaksi dan proses antar komponen dalam keberlanjutan pengelolaan perikanan (Garcia, et al 2003)

Dalam konteks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan, harus dipertimbangkan faktor dinamika dan pengaruh tingkat survival terhadap habitat yang menunjang kehidupan sumberdaya ikan itu sendiri (Adrianto et al, 2010).

(43)

Darmono (2010) menyatakan bahwa dalam komponen ekosistem biotik terdapat bermacam-macam jenis dan species makhluk hidup. Dalam suatu sistem ekologi komponen biotik terdiri dari produsen dan konsumen, yang didasarkan atas bagaimana cara mereka memperoleh makanan atau unsur nutrisi organik yang diperlukan untuk mempertahankan siklus hidup. Sebagai konsumen, ekosistem biotik lebih bersifat heterotrof, dan nutrisi organik diperoleh dengan cara memakan produsen atau konsumen lain. Lebih lanjut Darmono (2010), menjabarkan beberapa jenis konsumen yang bergantung pada jenis pakannya adalah sebagai berikut:

1) Konsumen primer (herbivora); yaitu memakan langsung jenis tanaman atau jenis produsen lainnya.

2) Konsumen sekunder (karnivora); adalah pemakan komsumen tingkat pertama.

3) Konsumen tersier (konsumen tingkat tinggi); adalah pemakan konsumen sekunder (karnivora).

4) Omnivora (pemakan segala); adalah pemakan tanaman dan binatang

5) Detrivora (pemakan sisa-sisa); adalah pemakan bagian organisme yang mati dan mengubahnya menjadi partikel organik.

Tipe jejaring makanan yang terjadi pada ekosistem laut, secara umum membentuk limas pakan atau lebih dikenal dengan food piramide (Nontji, 2005). Keadaan ini sebagai akibat dari perpindahan senyawa organik berlangsung dari bawah ke atas tidak efisien. Selanjutnya dikatakan bahwa, tingkat efisiensi perpindahan senyawa organik satu tingkat diatasnya diperkirakan hanya mencapai 10%, sementara 90% lainnya hilang sebagai panas. Nontji (2005) menyatakan bahwa dari 100% unit senyawa organik yang dihasilkan oleh fitoplankton, hanya 10% unit senyawa yang diserap oleh konsumen tingkat pertama, hal ini berlanjut seperti itu sampai dengan tingkat paling tinggi yaitu karnivor puncak (Gambar 4).

(44)

PP=Produsen primer (fitoplankton), H=Herbivora (zooplankton), K1=Karnivora pertama (ikan-ikan kecil), K2=Karnivora kedua ((ikan-ikan-(ikan-ikan yang lebih besar), K3=Karnivora ketiga ((ikan-ikan besar)

Gambar 4 Piramida makanan pada ekosistem laut (Nontji, 2005)

Lebih lanjut, Nontji (2007) menyatakan bahwa, rantai makanan di laut berawal dari fitoplankton sebagai produsen pembentuk makanan malalui proses fotosintesis (klorofil-a) dan memiliki peranan penting terhadap ekosistem laut, yaitu sebagai makanan bagi hewan-hewan yang hidup di laut (Nybakken, 1988). Fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton yang bersifat herbivora. Zooplankton merupakan sumber makanan bagi ikan kecil, termasuk lemuru karena lemuru adalah plankton feeder dan seterusnya sampai pada tingkat predator paling puncak (Gambar 4).

Produktivitas fitoplankton sangat bervariasi antara satu perairan dengan perairan lainnya, dan dari satu lokasi dengan lokasi lainnya pada satu luasan perairan yang sama. Produktifitas primer dari fitoplankton adalah melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh adanya cahaya, kondisi suhu perairan, salinitas, dan kandungan nutrient yang terdapat dalam lingkungan perairan. Berdasarkan hasil penelitian Jitts et al (1964), Kain and Fogg (1958), menunjukkan bahwa fitoplankton yang berada di laut mampu melakukan pembelahan diri sebanyak dua sampai lima kali dalam satu hari. Hal ini dapat terjadi dalam kondisi cahaya, suhu dan salinitas serta kandungan nutrient berada pada kondisi yang optimum.

Berdasarkan hasil penelitian Pranowo (2004) dan Realino (2004), Selat Bali merupakan salah satu daerah upwelling. Upwelling yang terjadi di Selat Bali lebih mengarah ke selatan berdekatan dengan Samudera Hindia.

K3

K2

K1

H

(45)

Predator tertinggi

Predator

Penyaring

Herbivora

Algae

Gambar 5 Jejaring makanan di laut tropis (Nybakken, 1988)

Proses upwelling ini terjadi secara kontinyu terutama pada periode musim timur, dimana pada saat itu kondisi suhu permukaan meningkat (Nuitja 2010). Sebagai daerah upwelling, Selat Bali merupakan perairan yang subur dan banyak terdapat plankton yang merupakan sumber makanan ikan lemuru.

Suhu, terutama suhu permukaan laut, merupakan parameter oseanografi yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan dan sumberdaya hayati laut lainnya (Simbolon et al 2009) dan pengaruh tersebut sangat dominan. Nybakken (1988) menyatakan, organisme laut sebagian besar bersifat poikilotermik, yaitu suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa suhu, merupakan faktor penting dalam pengaturan proses kehidupan dan penyebaran organisme laut (Nybakken 1988).

(46)

arus permukaan). Daerah ini merupakan perairan yang potensial sebagai daerah penangkapan (Gambar 6).

Gambar 6 Cara kerja sistem penginderaan jauh (Simbolon et al, 2009)

Salinitas, adalah jumlah berat garam yang terdapat dalam 1 (satu) liter air, yang dinyatakan dalam satuan ‰ (per mill) (Simbolon et al 2009). Di perairan samudera salinitas berkisar antara 34-35%o, sedangkan di daerah pantai lebih

rendah, karena pengaruh aliran sungai (Nontji 2007). Selanjutnya dijelaskan bahwa sebaran salinitas di laut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji 2007). Untuk menentukan kadar salinitas, secara kimia maupun fisika dapat dilakukan pengukuran dengan alat salinometer. Alat ini bekerja didasarkan pada daya hantar listrik. Semakin tinggi salinitas, maka daya hantar listriknya juga semakin besar (Nontji 2007).

(47)

fitoplankton yang merupakan produsen utama dalam sistem rantai makanan hewan dan organisme yang hidup di perairan laut (Hutabarat dan Evans, 2008).

Darmono (2010) menyatakan bahwa lautan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia. Namun dilain sisi lautan juga merupakan tempat pembuangan benda-benda asing, menerima bahan-bahan yang terbawa oleh aliran sungai dari daerah pertanian, pembuangan limbah rumah tangga dan masih banyak bahan limbah lainnya yang masuk ke laut.

Gerlach (1981) dalam The International Oceanographic Commision (IOC), menyatakan bahwa pencemaran laut merupakan akibat dari perlakuan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lebih lanjut dikatakan, pencemaran adalah masuknya zat atau energi kedalam lingkungan laut (pesisir) yang menyebabkan efek merusak. Kerusakan tersebut berakibat pada kehidupan biota laut, mengganggu aktifitas laut termasuk penangkapan ikan.

2.4 Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)

Sumberdaya ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) memegang peranan penting dan strategis di Selat Bali, antara lain: (1) merupakan mata pencaharian dan sumber pendapatan utama bagi masyarakat di kawasan pesisir Selat Bali, (2) Dapat menyerap tenaga kerja dalam rangka usaha industri, baik itu industri penangkapan maupun pengolahan, (3) menghidupkan jasa transportasi, untuk memperlancar proses pemasaran hasil tangkapan, (4) sebagai bahan baku industri pengolahan dan pengalengan ikan, (5) merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (Djamali 2007).

2.4.1 Klasifikasi dan morfologi lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)

Menurut Saanin (1984), lemuru merupakan kelompok ikan pelagis kecil. Klasifikasi ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) secara sistematika, adalah:

kingdom: Animalia ordo: Malacoterygii

philum: Chordata family: Clupeidae

(48)

subkelas: Osteichtyes subgenus: Harengula

kelas: Pisces species: Sardinella longiceps

subkelas: Teleostei species: Sardinella lemuru Bleeker 1853

Gambar 7 Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853)

Sardinella longiceps dan Sardinella lemuru menurut Merta (1992) hanya memiliki perbedaan terutama pada panjang kepala. Dimana panjang kepala Sardinella longiceps berkisar antara 29-35% panjang baku sedangkan Sardinella lemuru memiliki panjang kepala 26-29% panjang baku. Penamaan Sardinella lemuru dilakukan oleh Wongratama (1980) yaitu dengan merevisi Famili Clupeidae menjadi tujuh Subfamili, salah satunya adalah Sardinella lemuru. Selanjutnya, oleh Gloerfelt-Tarp dan Kailola (1984) ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali dan sekitarnya diberi nama Sardinella lemuru. Pemberian nama ini berdasarkan hasil revisi klasifikasi ikan-ikan lemuru yang dilakukan oleh Wongratama (1980). Berdasarkan revisi tersebut, maka ikan-ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali dan sekitarnya diberi nama Sardinella lemuru Bleeker 1853 dan dicantumkan dalam FAO species catalogue (Whitehed, 1985 vide Merta, 1992) dan selanjutnya dalam tulisan ini yang dimaksud dengan ikan lemuru adalah Sardinella lemuru Bleeker 1853.

(49)

panjang 10 – 12,5 cm; protolan untuk panjang 13 – 14,5 cm; lemuru untuk ukuran panjang 15 – 17,5 cm dan lemuru kucing untuk ukuran panjang 17,9 – 19 cm. Dalam literatur Inggris, ikan lemuru biasa disebut dengan “sardine oil” karena ikan ini banyak mengandung lemak (Nontji, 2007), terutama pada saat menjelang memijah (Gambar 7).

2.4.2 Habitat, daerah penyebaran dan makanan utama

Ikan lemuru, tersebar di Lautan Hindia bagian timur, seperti Phuket, di pantai sebelah selatan Provinsi Jawa Timur dan Selat Bali, Australia sebelah barat, laut Jawa, Filipina, Hongkong serta bagian selatan Laut Jepang (Whitehead 1995) bahkan sampai ke India hingga pantai timur Afrika (Chan 1965) vide Burhanudin dan Praseno (1982).

Lemuru (Bali Sardinella), yang hidup di Selat Bali adalah jenis Sardinella lemuru Bleeker 1853 sebagaimana sudah dijelaskan pada uraian terdahulu dan jenis ini lebih banyak terdapat dan terkonsentrasi di Selat Bali. Lemuru biasanya hidup secara bergerombol, badannya langsing dengan warna biru kehijau-hijauan pada bagian punggung dan keperak-perakan pada bagian bawah, dan sisik ikan ini mudah terlepas (Nontji, 2007). Di Selat Bali kehadiran lemuru secara umum dapat dijumpai dan tertangkap oleh nelayan pada bulan September – Oktober lebih banyak tertangkap lemuru muda (sempenit), dan mencapai puncaknya pada bulan Desember – Januari dengan ukuran yang lebih besar. Lemuru dengan ukuran panjang 17,9 – 19 cm (lemuru kucing) banyak ditemukan pada bulan Februari – Maret. Setelah itu, lemuru seakan hilang dari habitatnya (Nontji, 2007). Sampai sekarang belum diketahui atau belum terungkap hilangnya lemuru secara berkala di Selat Bali.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian model keberlanjutan pengelolaan
Gambar 2    Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles, 2001)
Gambar 3  Interaksi dan proses antar komponen dalam keberlanjutan pengelolaan
Gambar 5    Jejaring makanan di laut tropis (Nybakken,  1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dua pendapat diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya ialah motif, sikap, kepentingan, pengalaman, harapan, kebutuhan, motivasi dan

Gambar 5 Form Login memiliki Mengajar Memperoleh mempengaruhi mempengaruhi Memiliki Memberikan Mengupload Mempunyai Memiliki Memberikan Memberikan Mengakses Memiliki

Ada pengaruh antara penguasaan mata pelajaran produktif dan pengalaman praktik kerja industri terhadap kesiapan kerja siswa kelas XI jurusan Akuntansi di SMK Negeri 1

Stole (1976) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi akuntan publik dan akuntan perusahaan , diantaranya adalah

Di dalam UU tersebut yang menjadi isu dan masih hangat dibicarakan yaitu pada pasal 6 ayat 1 huruf a, menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk jadi Akuntan Publik

mtDNA sangat penting dalam studi kuno DNA dan dalam beberapa

Peuyeum Bandung memang berbeda dengan peuyeum yang ada di daerah lain karena dibuat dari ketela yang cocok ditanam di daerah Jawa Barat.. Kalimat kedua-paragraf di

Karena seseorang yang sedang mengalami masalah memiliki hati yang gundah maka dibutuhkan cara untuk menenangkan yaitu salah satunya dengan tadarus Al- Qur‟an, dalam hal