• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI

PEREMPUAN

(Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang

Direpresentasikan dalam Film Perempuan “Pertaruhan”, Produksi Kalyana Shira Film

Tahun 2008)

Oleh:

Aang Wahyu Ariesta Sari D 0206026

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul:

MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN

(Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang

Direpresentasikan dalam Film Perempuan “Pertaruhan”, Produksi Kalyana Shira Film

Tahun 2008)

Oleh:

Nama : Aang Wahyu Ariesta Sari

NIM : D0206026

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Mei 2011

(4)

commit to user

iv Dra. Prahastiwi Utari, Ph. D

NIP.19600813 198702 2 001

PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

Ketua : Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D (……….) NIP. 19710217 199802 1 001

Sekretaris : Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si (………...) NIP. 19790908 200312 1 001

Penguji : Dra. Prahastiwi Utari, MSi, Ph.D (……….) NIP. 19600813 198702 2 001

Mengetahui,

(5)

commit to user

v Drs. H. Supriyadi SN, SU

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini aku persembahkan untuk:

Allah SWT, sumber segala Kehidupanku

Ayahku tersayang yang selalu memandangku dari Surga

Mama tersayang yang sangat sabar dan bijaksana dalam mengasuhku

Tiga jiwa satu hati, mbak Iing, Mas Oky dan diriku sendiri

Serta

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Imajinasimu merupakan cuplikan dirimu dimasa mendatang

(Albert Einstein)

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, karena hanya atas kehendak-Nya, skripsi

dengan judul MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI

PEREMPUAN

(Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan

yang Direpresentasikan dalam Film Perempuan Perempuan “Pertaruhan”, Produksi

Kalyana Shira Film Tahun 2008) dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Penelitian untuk skripsi ini bermula dari keprihatinan penulis melihat

kasus-kasus tentang perempuan. Penulis melihat perempuan sebagai makhluk yang selalu

dikuasai laki-laki di semua sektor. Konstruksi gender oleh budaya masyarakat

membuat perempuan secara tidak sadar jika mengalami diskriminasi. Hal ini

membuat penulis tertarik untuk mempelajari seputar feminisme dengan membaca

artikel, jurnal, buku-buku serta melihat film yang bertemakan pemberdayaan

perempuan. Sampai suatu saat penulis berdiskusi dengan Ibu Prahastiwi Utari selaku

dosen Kapita Selekta serta dosen yang fokus dibidang gender. Akhirnya penulis

menemukan film ”Pertaruhan/at Stake” yang membahas tentang diskriminasi

perempuan dari sisi reproduksi dan seksualnya. Film ini menginspirasi penulis

(9)

commit to user

ix Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

sebab itu pada kesempatan kali ini penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang sekaligus Dosen Pembimbing skripsi, Dra.

Prahastiwi Utari, MSi. Ph.D yang telah bersedia memberikan banyak ilmu,

arahan, dan masukan. Tidak kalah penting beliau telah mengajarkan tentang arti

sebuah kesabaran dan perjuangan untuk sebuah keberhasilan. Mohon maaf ibu,

atas ”kebawelan” penulis selama ini.

2. Ibu Sri Winarni dan Alm. Bapak Samsul Bahar selaku orang tua penulis yang

membesarkan penulis dengan sepenuh jiwa dan raganya.

3. Mas Oky, kakak penulis yang menggantikan peran Ayah dalam hidup penulis,

mbak Iing yang selalu memberi semangat dan doanya, serta si kecil Maira.

4. Agusta, yang selalu memberi semangat pada penulis.

5. Semua staf pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Terima kasih atas

kesediaannya memberikan banyak ilmu. Mohon maaf atas segala kesalahan

penulis selama ini. Semoga semua ilmu yang telah diberikan bermanfaat dunia

akhirat dan menjadi amal jariyah bapak/ibu.

6. Drs. Argyo Dermantoto yang bersedia meminjamkan banyak buku dan

meluangkan waktunya untuk berdiskusi tentang permasalahan gender dengan

penulis.

7. Kakak tingkat yang memberikan pencerahan dan bersedia meminjamkan

(10)

commit to user

x 8. Teman sebimbingan, perjyang selalu berjuang bersama.

9. Dadu Rangers, Dian Dewi, Adinda dan teman-teman sepermainan komunikasi

2006 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis

berharap bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.

Surakarta, April 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Kajian Pustaka 1. Komunikasi ... 14

(12)

commit to user

xii

b. Elemen-elemen Komunikasi... 18

c. Produksi dan Pemaknaan Pesan ... 19

2. Film ... 22

a. Film Dokumenter ... 26

b. Film Perempuan ... 29

3. Kesehatan Reproduksi ... 35

a. Kesehatan Reproduksi Remaja ... 42

b. Kesehatan Reproduksi Pekerja Seks Komersial ... 45

4. Gender ... 50

5. Patriarkhi ... 53

a. Mitos Keperawanan dalam Budaya Patriarkhi ... 56

b. Patriarkhi dalam Masyarakat Jawa... 58

c. Khitan Perempuan dalam Budaya Patriarkhi ... 62

6. Wacana ... 68

F. Kerangka Pikir ... 71

G. Konsep 1. Kesehatan Reproduksi Perempuan ... 72

2. Film Perempuan ... 73

3. Analisis Wacana ... 74

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian ... 74

(13)

commit to user

xiii

3. Sumber Data ... 77

4. Teknik Pengumpulan Data ... 77

5. Teknik Validitas Data ... 79

6. Validitas Data ... 85

BAB II. DESKRIPSI FILM ”PERTARUHAN” A. Latar Belakang Pembuatan Film ”Perempuan”/”At Stake” ... 87

B. Sinopsis 1. Mengusahakan Cinta ... 91

2. Nona Nyonya ... 92

3. Untuk Apa? ... 93

4. Ragat’e Anak ... 94

C. Catatan Produksi 1. Tim Produksi ... 95

2. Data Teknis ... 96

D. Profil Produser dan Sutradara 1. Nia Dinata (Produser Film ”PERTARUHAN”) ... 96

2. Ucu Agustin (Penulis dan Sutradara ”Ragat’e Anak) ... 97

3. Lucky Kuswandi (Penulis dan Sutradara ”Nona Nyonya”) ... 98

4. Iwan Setiawan dan M.Ichsan (Penulis dan Sutradara ”Untuk Apa?”) . 98 5. Ani Ema Susanti (Penulis dan Sutradara ”Mengusahakan Cinta”) ... 99

(14)

commit to user

xiv F. Kalyana Shira Foundation ... 100

BAB III. ANALISIS WACANA TEKS FILM “PERTARUHAN”

A. Topik ... 104

B. Sub Topik ... 107

I. Film I: ”Mengusahakan Cinta”

1) Subtopik I: Pengetahuan Perempuan terkait

Keamanan Kesehatan Reproduksi ... 109

2) Subtopik II: Penggunaan Peralatan terkait

Masalah Keamanan Kesahatan Reproduksi ... 111

3) Subtopik III: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perempuan terkait Keamanan Kesehatan

Reproduksi ... 116

II. Film II: ”Untuk Apa?”

1) Subtopik I: Pengetahuan Perempuan terkait

Keamanan Kesehatan Reproduksi ... 133

2) Subtopik II: Penggunaan Peralatan terkait

Masalah Keamanan Kesahatan Reproduksi ... 144

3) Subtopik III: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perempuan terkait Keamanan Kesehatan

Reproduksi ... 161

(15)

commit to user

xv 1) Subtopik I: Pengetahuan Perempuan terkait

Keamanan Kesehatan Reproduksi ... 196

2) Subtopik II: Penggunaan Peralatan terkait

Masalah Keamanan Kesahatan Reproduksi ... 204

3) Subtopik III: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perempuan terkait Keamanan Kesehatan

Reproduksi ... 221

IV. Film IV: ”Ragat’e Anak”

1) Subtopik I: Pengetahuan Perempuan terkait

Keamanan Kesehatan Reproduksi ... 241

2) Subtopik II: Penggunaan Peralatan terkait

Masalah Keamanan Kesahatan Reproduksi ... 248

3) Subtopik III: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perempuan terkait Keamanan Kesehatan

Reproduksi ... 259

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 274

B. Saran ... 279

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR BAGAN

BAGAN HALAMAN

Bagan 1. Pesan dan Makna ... 21

Bagan 2. Kerangka Pikir ... 49

Bagan 3. Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ... 56

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

Tabel 1. Tabel Kasus Film ”Mengusahakan Cinta” ... 103

Tabel 2. Tabel Kasus Film ”Untuk Apa?” ... 156

Tabel 3. Tabel Kasus Film ”Nona Nyonya” ... 199

(18)

commit to user

xviii

ABSTRAK

Aang Wahyu Ariesta Sari, D0206026, MEDIA DAN KEAMANAN KESEHATAN REPRODUKSI (Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang Direpresentasikan dalam Film Perempuan “Pertaruhan”) 233 halaman.

Film Perempuan adalah film yang dibuat dari sudut pandang perempuan, untuk perempuan, dan ditujukan untuk perempuan. Film perempuan menggambarkan perempuan yang menjadi korban dari adanya diskriminatif dalam lingkungannya. Namun perempuan tersebut berusaha bangkit dengan caranya sendiri agar tidak menjadi lebih terpuruk.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wacana representasi keamanan kesehatan reproduksi dalam film “Pertaruhan” dengan melihat bagaimana wacana pengetahuan perempuan tentang keamanan kesehatan reproduksi, peralatan apa yang digunakan perempuan terkait masalah keamanan kesehatan reproduksi, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perempuan terkait dengan keamanan kesehatan reproduksi perempuan dalam film “Pertaruhan”.

Metodologi digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis wacana, dengan teknik pengumpulan data melalui pemilihan beberapa scene pada film “Pertaruhan” yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang berkaitan dengan pengetahuan perempuan, peralatan yang digunakan perempuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan terkait dengan keamanan kesehatan reproduksi.

Teknik analisis data adalah dengan menggunakan model analisis wacana Teun A Van Dijk. Penulis melihat topik utama dari dialog film, gambar visual film, dan tokoh yang masuk dalam film. Setelah itu lokal dari suatu teks diamati dari dialog yang diungkapkan para tokoh di dalam film tersebut.

(19)

commit to user

xix

ABSTRACT

Aang Wahyu Ariesta Sari. D0206026, THE MEDIA AND THE HEATH SAFETY OF WOMAN REPRODUCTIVE (A Discourse Analysis of the Woman Reproductive Health Safety represented in Feminist Film entitled “Pertaruhan” by Kalyana shira film 2008,), 233 pages.

Feminist Film is one produced from the woman perspective, for woman, and intended to the woman. The Feminist Film represents the woman becoming the victim of discrimination in her neighborhood. However, the woman tries to get up in her own way in order not to be plunged further into misery.

This research aim to find out how the discourse of reproductive health safety representation is in “Pertaruhan” film, with find out the woman’s knowledge of perspective health safety, and factors affecting the woman relating to the reproductive health safety in “Pertaruhan” film.

The methodology was a descriptive qualitative one with discourse analysis approach. Technique of collecting data used was to select several scene in “Pertaruhan” film, within which there are some elements relating to the woman knowledge, the tools the woman uses and factors affecting the woman relating to the reproductive health safety.

Technique of analyzing data used by the writer was Teun A. Van Dijk’s discourse analysis model. The writer watched the main topic of movie dialog, movie visual picture, and the characters entering the movie. Thereafter, the location of a text observed from the dialog uttered by the characters of film.

(20)

commit to user

xx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film merupakan salah satu media massa yang digemari karena keunggulannya

yang dapat menghadirkan unsur audio visual secara bersamaan. Suatu film dapat

menceritakan kepada kita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan,

baik tentang sosial, ekonomi, politik, maupun ilmu pengetahuan.

Karena perkembanganya kini film menjadi sebuah produk kebudayaan yang

dinilai efektif untuk menyampaikan pesan serta merefleksikan realitas sosial. Oleh

karena itu, film mempunyai dampak yang besar terhadap masyarakat menyangkut

nilai-nilai, norma dan budaya yang ada didalamnya.

Marselli Sumarno menyebutkan jika film adalah satu dari berbagai media

yang membanjiri manusia dengan berbagai informasi. Film yang merupakan media

komunikasi sosial dipandang paling efektif, karena dapat diterima oleh semua orang

dengan mengabaikan pendidikan, usia dan kecerdasan, latar belakang budaya. Dan

menyampaikan ide secara langsung, yaitu dengan memperlihatkan benda atau obyek

konkretnya (Sumarno, 1996: 29). Jika pada media lain seperti pada radio dan media

cetak, orang perlu membayangkan atau berimajinasi tentang isinya. Dalam media

radio orang harus memiliki ruang imajinasi tentang suara dari penyiarnya dan dalam

(21)

commit to user

xxi orang disuguhi langsung antara suara dan gambar bergerak sehingga tidak perlu

berimajinasi tentang isinya.

M. Alwi Dahlan menyebutkan keunggulan film sebagai media komunikasi

massa karena film bersifat memberikan informasi. Film lebih dapat menyajikan

informasi yang matang dalam konteks yang relatif lebih butuh dan lengkap.

Pesan-pesan film tidak bersifat topikal dan terputus-putus tetapi dapat ditunjang oleh

pengembangan masalah yang tuntas (Dahlan, 1981:19). Situasi komunikasi film dan

keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas pada satu produk film.

Karena penyajian film disertai oleh perangkat kehidupan yang mendukung pranata

sosial manusia, membuat penonton dengan mudah mempercayai keadaan yang

digambarkan walaupun kadang-kadang tidak logis atau tidak berdasarkan kenyataan.

Film juga bisa menjadi refleksi atas kenyataan dan menjadikan masyarakat

menjadi kritis terhadap budayanya. Film sebaiknya menjadi cerminan bagi seluruh

atau sebagian masyarakatnya. Selain itu film juga bisa menjadi arsip sosial yang

merepresentasikan jiwa masyarakat pada saat itu.

Himawan Pratista membagi jenis-jenis film dalam tiga jenis, yakni: film

dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini didasarkan atas cara

bertuturnya, yakni, naratif (cerita) dan non-naratif (non cerita). Film fiksi memiliki

struktur naratif yang jelas, sementra film dokumenter dan eksperimental tidak

memililiki struktur naratif. Film dokumenter yang memiliki konsep realisme (nyata)

(22)

commit to user

xxii formalisme (abstrak). Sementara film fiksi berada persis ditengah-tengah dua kutub

tersebut (Pratista2008:4).

Nia Dinata mengungkapkan film dokumenter di Indonesia masih berada di

ranah pinggiran. Meski dari segi jumlah bisa jadi film dokumenter Indonesia lebih

banyak dari film cerita, berbeda dengan film cerita yang telah mulai mendapatkan

spot light, film dokumenter masih jauh dari berbagai segi seperti jumlah penonton

yang dapat dijangkau, tempat eksebisinya yang sangat terbatas, coverage media dan

perhatian publik yang minim. Hal ini terjadi karena salah satu alasannya, film

dokumenter masih banyak diidentikkan dengan reportase investigatif.

( www.fahmina.or.id/.../543-ketika-persoalan-perempuan-dibaca-dari-perspektif-nurani.html, diakses pada tanggal 20 maret 2010)

Himawan Pratista mengklasifikasikan lagi film berdasarkan genre. Dalam film,

genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang

memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti setting, isi dan subyek cerita,

tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta

karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer seperti aksi,

petualangan, drama, komedi, horor, western, thriller, film noir, roman, dan

sebagainya. Fungsi dari genre adalah untuk memudahkan klasifikasi dalam film.

(Pratista 2008:10)

Dalam penelitian ini penulis memilih film “Pertaruhan” yang merupakan film

dokumenter bergenre feminis. Film feminis atau film perempuan adalah film yang

(23)

commit to user

xxiii Aquarini mendefinisikan Film perempuan adalah film yang menampilkan

perempuan didalam ruang “pribadi”nya sendiri, sebagai istri, ibu, anak perempuan,

dan kekasih. Citra yang ditampilkan pada ruang ini krusial karena disrupsi terhadap

nilai-nilai patriarkal dikembangkan justru didalam ideologi patriarkal itu sendiri.

Dalam film perempuan, tokoh perempuan harus diberikan peran yang berbeda

daripada stereotipe di “dunia nyata” (Prabasmoro, 2006:335). Dalam hal ini film

feminis diharapkan dapat menjadi perangkat untuk melakukan pemikiran serta

penilaian ulang atas stereotipe peran tradisional berdasarkan jenis kelamin.

Karena film perempuan adalah tentang permasalahan perempuan maka film

perempuan memiliki kekuatan untuk memberikan inspirasi kepada penontonnya.

Seperti yang diungkapkan oleh Aquarini di pihak pembuat film, gagasan feminis

tidak selalu berarti tuntutan untuk membuat film yang menampilkan “perempuan

yang luar biasa mandiri” yang tidak memerlukan orang lain, apalagi laki-laki. Film

feminis menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur

masyarakat sendiri tetapi kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam artian

memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya (Priyatna, 2006: 337).

Molly Haskell juga menyatakan, “film perempuan yang lebih baik

memberikan aspirasi. Fiksi tentang ‘perempuan biasa yang menjadi luar biasa’ ,

perempuan yang mulai sebagai korban lingkungan yang diskriminatif tetapi

kemudian bangit melalui rasa sakit, obsesi atau penyimpangan, untuk menjadi

penentu nasibnya sendiri (Priyatna, 2006:336). Maria LaPlace juga mengungkapkan

(24)

commit to user

xxiv perempuan dan narasinya yang sering kali berkutat disekitar realisme tradisional

pengalaman perempuan: keluarga, rumah tangga, dan percintaan, emosi, dan

pengalaman yang memunculkan suatu tindakan (Hollows 2010:53)

Peneliti memilih film “Pertaruhan” dimana dalam film tersebut terdapat empat

film dokumenter yang semua bercerita tentang permasalahan perempuan. Keempat

film tersebut yang pertama berjudul “Mengusahakan Cinta”. Dalam “Mengusahakan

Cinta”, Ruwati dan Riantini memilih menjadi buruh migran di Hongkong karena

pendapatan yang lebih memadai daripada di Indonesia. Selain itu, di Hongkong

mereka juga mendapatkan kebebasan dalam otonomi terhadap tubuh. Rian yang

seorang lesbian, takut membawa hubungan cintanya saat ia kembali ke Indonesia.

Adapun Ruwati, kerap gamang karena keperawanannya dipertanyakan oleh calon

suami yang menunggunya. Ruwati yang menderita miom harus diopersi melalui

vagina, namun ia menjadi gamang karena keperawanannya akan hilang sebelum ia

menikah.

Film kedua berjudul “Untuk Apa?”. Di Indonesia, praktek sunat pada

perempuan diterima secara luas oleh berbagai kalangan dengan alasan untuk

“membersihkan” anak perempuan dari spirit setan yang akan mengarahkannya

menjadi liar. Meski demikian, sampai sekarang masih banyak orang yang tidak sadar

jika khitan perempuan adalah tindak kekerasan terhadap perempuan. Mengakarnya

budaya khitan membuat perempuan yang sadar tentang kesehatan pun harus rela

(25)

commit to user

xxv Film ketiga berjudul “Nona Nyonya?”. Di Indonesia, persepsi perempuan

lajang adalah mereka yang tidak berhubungan seksual. Status “tidak menikah” ini

menjadi kendala ketika mereka berusaha memeriksakan kesehatan reproduksinya.

Mereka kerap kali terbentur dengan persepsi moral yang dituduhkan oleh pihak

obstetri dan ginekologi / SpOG. Untuk melakukan tes papsmear yang dengan

memasukkan alat kedalam organ vital perempuan, sering kali dokter

mempermasalahkan status sosial perempuan belum menikah. tindakan dokter yang

seperti ini membuat para perempuan seks aktif yang belum menikah enggan untuk

memeriksakan diri kedokter.

Film keempat berjudul “Ragat’e Anak”. Berkisah tentang kehidupan Nur dan

Mira, mereka adalah pemecah batu yang malamnya menjadi pekerja seks di Gunung

Bolo. Sepanjang hari mereka bekerja keras namun pendapatan mereka tidak pernah

mencukupi. “Ragat’e Anak” menggambarkan betapa kerasnya perjuangan Ibu untuk

membiayai anaknya. Keamanan kesehatan reproduksi perempuan dalam film ini

sangat terancam dengan adanya penyakit menular seksual. Namun apadaya demi

untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, perempuan pekerja seks komersial ini

menggunakan obat seadanya untuk mengatasi gangguan kesehatan reproduksinya.

Keempat film dokumenter ini mengangkat permasalahan yang berbeda-beda

namun masih diikat bersama oleh satu premis, yaitu permasalahan keamanan

kesehatan reproduksi perempuan. Nia Dinata, sang Produser menyatakan bahwa

dalam Pertaruhan, dapat terlihat dan terasa bagaimana sebuah pertaruhan yang

(26)

commit to user

xxvi berbagai perspektif, namun film persembahan Kalyana Shira Films dan Kalyana Shira

Foundation, ini mencoba mengajak penontonnya dari perspektif nurani. Film ini

mengajak penonton untuk resah di lingkungan sekitarnya. Kian resah, kian peka, kian

care, hingga berinisiatif melakukan pergerakan untuk kaum perempuan. Film yang

mengangkat sebuah wacana tentang perempuan dan hak atas tubuhnya adalah sesuatu

yang berani dan jujur. Para subyek dalam film ini, juga membagi masalah kepada

masyarakat untuk memahami apa yang terjadi pada tubuhnya dan bagaimana

masyarakat memandang mereka. (http:

//www.kabarindonesia.com/gbrberita/Ucu%2520Agustin.jpg&imgrefurl, diakses pada 15 April 2010)

Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia di Beijing pada tahun 1995 dan

Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994 sudah disepakati

perihal hak-hak reproduksi . Dalam hal ini menyimpulkan bahwa terkandung empat

hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu

(http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/kesehatan-reproduksi-wanita/ diunduh pada 3 Maret 2010) :

1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)

2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)

3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women)

(27)

commit to user

xxvii Poin pertama dan ke empat yang berisi tentang kesehatan dan keamanan

reproduksi dan seksual menjadi poin yang akan digunakan peneliti dalam melakukan

penelitian terhadap film “Pertaruhan” ini. Penulis memilih kedua poin tersebut karena

penulis melihat kondisi masyarakat, terutama bagi perempuan yang dengan

kelebihannya melahirkan anak kurang mendapatkan akses informasi tentang

kesehatan reproduksi baik cara pemeliharaan ataupun penanganan jika ada keluhan

dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi serta pelayanan

kesehatan reproduksi yang memadahi. Bukan hanya masalah klinis, namun

permasalahan tradisi dan budaya masyarakat sering menjadi kendala. Salah satu

contohnya adalah khitan perempuan yang telah dilarang oleh departemen kesehatan

masih dilakukan diberbagai daerah dengan alasan sudah menjadi tradisi.

Film ini layak diteliti karena banyak prestasi yang didapatkannya.

”Pertaruhan” menjadi bagian dari ”Women Section” pada Jakarta International

Festival (JiFFest) 2008. Film ini masuk dalam nominasi festival film perempuan “V

Film Festival, 1st International Woman Film Festival” yang diselenggarakan pada

21-26 April 2009. Empat karya lima sutradara muda tersebut muncul sebagai sebuah

karya kolektif dari Workshop Project Change 2008 yang diselenggarakan oleh

Kalyana Shira Foundation bekerja sama dengan Hivos. ”Pertaruhan” juga terpilih

sebagai film animasi dokumenter Indonesia pertama yang diputar pada ”Panorama

Section” dalam Berlin International Film Festival 2009. Selain itu ”Pertaruhan” juga

(28)

commit to user

xxviii ”Reality Bites Section” pada Maret 2009 lalu

(http://film.infogue.com/mengungkap_masalah_perempuan_lewat_film diunduh pada 5 Februari 2010)

Selain banyaknya prestasi yang didapatkan film ini juga memiliki keunggulan

dibidang sosial responsibilitynya. Kalyanashira Film bekerjasama dengan

Kalyanashira Foundation memutar film “Pertaruhan” diputar 12 kota di Indonesia

secara gratis dan dilanjutkan dengan diskusi bersama. Kota-kota tersebut antara lain

Bogor, Cirebon, Yogyakarta, Malang, Batam, Lampung, Bengkulu, Bali, Pontianak,

Jambi, Aceh, dan Makasar. Pemutaran film tersebut bekerjasama dengan sejumlah

asosiasi perempuan yang ada disetiap daerah tersebut. Dalam pemutaran film dan

diskusi di sejumlah tempat ini juga dihadiri oleh berbagai kelompok massa, seperti

Aktivis Perempuan, Perwakilan Partai Politik dan Anggota Dewan, serta Komunitas

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Pemutaran film ini bertujuan untuk

mengubah persepsi masyarakat kepada kaum yang biasanya termarginalkan melalui

sebuah film.

Dari perspektif komunikasi, peneliti ingin melihat bagaimana isu-isu

permasalahan perempuan diwacanakan melalui pesan-pesan yang terkandung dalam

film dokumenter “Pertaruhan”. Kelima sutradara film ini tentu memiliki maksud

tersendiri dari atas film yang mereka buat, mulai dari pemilihan tema hingga jalan

(29)

commit to user

xxix Adanya pesan tertentu dalam sebuah film akan mempengaruhi penangkapan

makna yang dikandung oleh film tersebut. Sering kali masalah yang muncul adalah

ketika pesan dalam film dimaknai berbeda oleh penonton. Hal ini disebabkan

seberapa jauh penonton dapat menangkap arti dan isi film yang dilihatnya, sangat

tergantung dari latar belakang kebidayaannya, pengalaman hidup, pendidikan,

pengetahuan dan perasaan film, kepekaan artistik, dan kesadaran sosial mereka

(Mangunhardjana, 1995:10).

Dalam mengintepretasikan makna, sering terjadi ketidakpastian atau

kekaburan makna. Untuk mengartikan pesan, dibutuhkan kemampuan untuk

memahami makna yang ada dalam pesan tersebut yang menyangkut pikiran, gagasan,

perasaan, emosi dan lain sebagainya yang menyertai proses komunikasi. Oleh karena

itu peneliti menggunakan analisis wacana untuk mengungkapkan makna-makna

tersirat yang terkandung dalam film ini.

Analisis wacana melihat pada ‘bagaimana’ dari suatu pesan atau teks

komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks

berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih

bisa melihat makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur

kebahasaannya (Eriyanto, 2000:5).

(30)

commit to user

xxx Dari uraian tersebut menarik untuk dikaji dan dapat dirumuskan untuk

melakukan penelitian tentang film “Pertaruhan”, maka rumusan masalah yang akan

diangkat disini adalah :

1. Secara Umum:

Bagaimana wacana keamanan kesehatan reproduksi perempuan yang

direpresentasikan dalam film “Pertaruhan”?

2. Secara Khusus:

a. Bagaimana wacana pengetahuan perempuan terkait keamanan kesehatan

reproduksi dalam film “Pertaruhan”?

b. Bagaimana wacana penggunaan peralatan terkait keamanan kesehatan

reproduksi perempuan dalam film “Pertaruhan”?

c. Wacana faktor-faktor apa yang mempengaruhi perempuan terkait

keamanan kesehatan reproduksi dalam film “Pertaruhan”?

C. Tujuan Penelitian

1. Secara Umum:

Untuk mengetahui wacana keamanan kesehatan reproduksi perempuan yang

direpresentasikan dalam film “Pertaruhan”

2. Secara Khusus:

a. Untuk mengetahui wacana pengetahuan perempuan terkait keamanan

(31)

commit to user

xxxi b. Untuk mengetahui wacana penggunaan peralatan terkait keamanan

kesehatan reproduksi perempuan dalam film “Pertaruhan”.

c. Untuk mengetahui wacana faktor-faktor apa yang mempengaruhi

perempuan terkait keamanan kesehatan reproduksi dalam film

“Pertaruhan”.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perempuan

Penelitian ini diharapkan mampu untuk menginspirasi perempuan untuk lebih

memperhatikan peduli dan terhadap keamanan reproduksinya serta tidak

menstereotipkan perempuan-perempuan yang bermasalah dengan status

reproduksi dan seksualnya.

2. Bagi peminat film

Penelitian ini diharapkan mampu untuk mengajak peminat film untuk lebih

mengerti terhadap permasalahan perempuan serta mengajak peminat film untuk

tidak memarjinalkan perempuan atas permasalahannya. Selain itu juga, agar

peminat film mampu mengambil dan menangkap pesan moral yang terdapat

dalam sebuah film, bukan hanya sekedar menonton dan untuk hiburan semata.

3. Bagi pembuat film

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para sineas film untuk

(32)

commit to user

xxxii moral dan sosial dalam film tersebut. Karena hal seperti itu sudah selayaknya

dilakukan, untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat. Sebagaimana salah

satu fungsi media adalah memberikan edukasi kepada khalayak.

4. Bagi Pemerintah

Diharapkan pemerintah dapat lebih serius memperhatikan hak-hak perempuan

sebagai warganegara agar kesetaraan gender dapat tercapai.

5. Bagi Insan Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang akademik, yaitu

sebagai salah satu sumbangsih bagi perkembangan ilmu komunikasi, terutama

perkembangan ilmu komunikasi tentang penggunaan metode analisis wacana

terhadap film yang notabene adalah suatu bentuk penyampaian pesan.

E. Kajian Pustaka

1. Komunikasi

a. Definisi Komuniksai

Komunikasi merupakan salah satu aktifitas dari kehidupan yang tidak

mungkin ditinggalkan. Kominikasi merupakan kebutuhan pokok manusia

sejak manusia itu ada. Tanpa komunikasi kehidupan sosial manusia tidak

dapat berjalan baik. Orang tidak bisa menyampaikan maksudnya kepada

orang lain, karena komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari satu

pihak kepada pihak lain.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

(33)

commit to user

xxxiii sama. Komunikasi akan berlangsung dengan lancar apabila terdapat kesamaan

pengertian antara bentuk komunikasi yang digunakan dan makna yang

dimaksud (Mulyana, 1999: 69)

Dalam studi komunikasi terdapat dua mazhab utama yang sering

dijadikan landasan berpikir para ilmuwan komunikasi dalam meneliti berbagai

fenomena komunikasi. John Fiske, membagi studi komunikasi dalam dua

mahzab utama yaitu komunikasi sebagai proses dan komunikasi sebagai

produksi pertukaran makna (Fiske 2004:8):

¾ Mahzab Proses

Dalam mahzab proses komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi

pesan. Bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan

menerjemahkannya (decode), dengan menggunakan media komunikasi.

Dalam mahzab ini komunikasi dipandang sebagai suatu proses untuk

mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi akan dianggap gagal, jika

efek tersebut berbeda dari atau lebih kecil daripada yang diharapkan. Dalam

prosesnya pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan berjalan

satu arah.

¾ Mahzab Produksi Pertukaran Makna

Mahzab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran

makna, berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan

orang-orang dalam kebudayaan. Bagi mahzab ini, studi komunikasi adalah

(34)

commit to user

xxxiv sebagai yang membentuk individu sebagai anggota dari suatu budaya atau

masyarakat tertentu. Dengan tidak menganggap kesalahpahaman sebagai

kegagalan dalam komunikasi, namun komunikasi lebih dipandang luas karena

pemaknaannya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berbeda.

“Bagi mahzab yang melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui interaksinya dengan penerima, kemudian menghasilkan makna. Penekanan begeser pada teks dan bagaimana teks itu “dibaca”. (Fiske, 2004:9).

Kedua mahzab diatas memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan.

Mahzab proses memfokuskan pada studi khalayak dan efek komunikasi

dengan menekankan pada tahapan-tahapan dalam proses komunikasi sebagai

suatu transmisi pesan. Mahzab ini melihat komunikasi sebagai suatu

determinan sehingga memperbaiki komunikasi merupakan suatu cara untuk

meningkatkan kontrol sosial. Pada mahzab ini lebih banyak membicarakan

masalah kegagalan komunikasi, jika efek yang diterima komunikan tidak

sesuai atau lebih kecil dari yang diharapkan maka komunikasi dianggap gagal

Sedangkan pada Mahzab produksi dan pertukaran makna menekankan

pada teks dan interaksi teks dengan budaya yang memproduksi atau menerima

teks tersebut. Mahzab ini memfokuskan pada peranan komunikasi dalam

membentuk dan menjaga nilai-nilai serta pada cara nilai-nilai tersebut

memungkinkan komunikasi menjadi bermakna (Fiske, 2010:187). Pada

mahzab produksi dan pertukaran makna ini tidak memiliki konsep kegagalan

(35)

commit to user

xxxv komunikasi. Jika ada perbedaan makna pesan antara satu sama lain, maka hal

tersebut dipandang sebagai penunjuk adanya perbedaan sosial atau kultural

diantaranya, bukan sebagai sebuah kegalalan dalam berkomunikasi.

Pada penelitian ini menggunakan mazhab komunikasi yang kedua

dengan melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Hasil

temuan-temuan dalam film ini dianalisis berkenaan dengan bagaimana pesan

atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam kebudayaan kita. Dalam

mahzab ini, yang ditekanlah bukanlah pada komunikasi sebagai proses,

melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna. Semakin banyak

kesamaan kode dan sistem tanda yang sama, maka makna atas pesan yang

diperoleh juga semakin dekat.

Model-model dalam pemaknaan pesan dalam mahzab ini tidak bersifat

linier seperti pada mahzab proses. Model-model dalam mahzab ini tidak

mengandung anak panah yang menunjukkan arus pesan. Model-model

tersebut adalah model struktural, dan setiap anak panah menunjukkan relasi

antara unsur-unsur dalam penciptaan makna. Model-model tersebut tidak

mengasumsikan adanya serangkaian tahap atau langkah yang dilalui pesan

melainkan lebih memusatkan perhatian pada analisis serangkaian relasi

terstruktur yang memungkinkan sebuah pesan menandai sesuatu (Fiske,

2010:60).

(36)

commit to user

xxxvi Karena penelitian ini menggunakan mahzab komunikasi sebagai

produksi dan pertukaran makna, maka elemen-elemen komunikasi bukanlah

seperti apa yang disampaikan Harold Lasswell yang terdiri dari komunikator,

pesan, media, komunikan dan efek. Dalam mahzab kedua ini komunikator

tidak diperhatikan karena pesan dianggap sudah ada di depan komunikan tanpa

harus mengetahui siapa yang membuat pesan itu. Yang diperhatikan disini

adalah bagaimana pesan tersebut dimaknai antara satu komunikan dengan

komunikan yang lain sesuai dengan referensi yang mereka miliki.

Elemen-elemen dari mahzab komunikasi sebagai produksi dan

pertukaran makna ini berupa pesan, komunikan yang dalam mahzab ini disebut

sebagai pembaca atau produser pesan, referent, dan makna.

- Pesan: pesan dalam hal ini berupa teks (bahasa, gambar, suara,

film,maupun tulisan) yang sudah ada dihadapan pembaca.

- Produser pesan atau pembaca: orang atau khalayak yang menerima

pesan teks yang selanjutnya akan memaknai pesan tersebut

- Referent: adalah referensi yang dimiliki oleh pembaca berupa

pengalaman, kebudayaan maupun pendidikan yang dimiliki oleh

pembaca

- Makna: hasil pengartian pesan oleh pembaca pesan yang dipengaruhi

(37)

commit to user

xxxvii Keempat elemen ini saling mempengaruhi satu sama lain mereka tidak

berjalan secara linier yang menunjukkan arus pesan. Unsur-unsur tesebut

merupakan kesatuan struktur yang menunjukkan asanya relasi didalamnya.

c. Produksi dan Pemaknaan Pesan

Stephen W.Little John membagi produksi pesan dan pemaknaan pesan

menjadi 3 jenis pendekatan psikologi (Little John, 1999:101-102):

1. trait explanation , menjelaskan pesan diproduksi dan dimakanai dipengaruhi

oleh sifat dasar yang ada dalam diri manusia. Seperti orang yang mempunyai

sifat kritis pasti akan suka untuk berdebat.

2. state explanation, menjelaskan jika pesan diproduksi dan dimaknai

dipengaruhi oleh pengalaman seseorang dalam jangka waktu tertentu.

3. process explanation, menjelaskan jika produksi dan pemaknaan pesan

merupakan sebuah proses pengiriman dan penerimaan pesan. Bagaimana

komunikator mengirimkan stimulus dan bagaimana komunikan menerima

respon.

Dari teori tersebut, pesan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

state explanation, dinama pemaknaan dari film Pertaruhan dipengaruhi oleh

pengalaman-pengalaman yang telah peneliti miliki selama ini, baik berupa

pengalaman pendidikan, budaya, lingkungan, maupun sosialnya. Namun, menurut

Stephen W. Little John trait explanation dan state explanation dapat digunakan

(38)

commit to user

xxxviii dan memaknai pesan trait explanation dan state explanation berjalan beriringan.

Pengalaman dan budaya seseorang dipengaruhi oleh sifat dasar yang ada pada diri

orang tersebut (Little John, 1999:101).

Walaupun dalam mahzab produksi dan pertukaran makna komunikator

tidak diperhatikan, namun ia tetap memiliki peranan dalam memproduksi sebuah

pesan. Robert Norton melihat Communicator Style atau gaya seorang

komunikator dalam memproduksi pesan memiliki dua tingkatan, bukan hanya

untuk memberikan informasi, tetapi kita juga menampilkan informasi secara jelas,

karena dengan seperti itu orang lain akan dengan mudah merespon sebuah pesan

(Little John, 1999:104).

Untuk memproduksi pesannya, komunikator dalam hal ini adalah seluruh

pihak pembuat Film Pertaruhan awalnya melihat permasalahan-permasalahan

perempuan sesuai dengan sudut pandang dan pengalamannya. Mereka

mengganggap jika permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang

mendiskriminasikan perempuan sehingga membuat adanya ketimpangan gender.

Para film marker akhirnya menginformasikan apa yang mereka lihat tentang

permasalahan perperempuan ini kepada khalayak melalui sebuah pesan. Informasi

pesan akan disampaikan dengan jelas sehingga mudah dipahami dengan

disampaikan melalui film. Film Pertaruhan diproduksi dengan teknik-teknik

pembuatan film seperti pada umumnya. Namun, pesan di dalam film tersebut

dibuat dengan sudut pandang dan referensi budaya yang dimiliki oleh para

(39)

commit to user

xxxix dengan penontonnya maka pemaknaan pesan antar keduanyapun juga akan

semakin mendekati.

Dalam penelitian ini, pesan bukanlah sesuatu yang dikirim dari A ke B,

melainkan suatu elemen dalam sebuah hubungan terstruktur yang elemen-elemen

lainnya termasuk realitas eksternal dan produser/pembaca. Memproduksi dan

membaca teks dipandang sebagai proses yang peralel, jika tidak identik, karena

mereka menduduki tempat yang sama dalam hubungan tersetruktur ini (Fiske,

2004:11). Model struktur ini digambarkan sebagai sebuah segitiga dengan anak

panah yang menunjukan interaksi yang konstan; struktur tersebut tidaklah statis,

melainkan suatu praktik yang dinamis.

Bagan 1

Pesan dan Makna

Sumber: Fiske, 2010:11

Dalam penelitian ini film Pertaruhan merupakan suatu teks yang

dibuat oleh produser film yang didalamnya mengandung makna. Penulis

diposisikan sebagai pembaca teks atau produser pesan yang memaknai pesan

dari film Pertaruhan. Pemaknaan film Pertaruhan yang dihasilkan oleh peneliti

dipengaruhi oleh referensi yang berupa pengalaman-pengalaman dan budaya

(40)

commit to user

xl dalam bagan pemaknaan pesan karena pesan teks yang berupa film tersebut

dianggap sudah ada di depan mata, penonton hanya bertindak untuk

memaknai pesan dari teks film tersebut tanpa memperdulikan siapa

pembuatnya dan untuk apa film tersebut dibuat. Pemaknaan film antara

penonton (pembaca teks) satu dengan yang lainnya akan berbeda karena

dipengaruhi oleh referansi masing-masing individu, semakin banyaknya

kesamaan referensi yang dimiliki satu penonton dengan penonton yang lain

maka makna yang diterima juga akan semakin mendekati.

2. Film

Film adalah penemuan tekhnologi yang muncul pada akhir abad

kesembilan belas. Pada masa itu film berperan sebagai sarana baru yang

digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan

terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian

tekhnis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail,1996 :13).

Marselli Sumarno memaknai film sebagai medium komunikasi massa,

yaitu alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern ini.

Dalam penggunaan lain, film film menjadi medium ekspresi artistik, yaitu

menjadi alat bagi seniman film untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu

wawasan keindahan (Sumarno, 1997:27).

Sementara Sutradara ternama Garin Nugroho menyebutkan film

adalah penemuan komunal dari menemuan-penemuan sebelumnya (fotografi,

(41)

commit to user

xli pencapaian penemuan-penemuan selanjutnya seperti penemuan perekaman

suara stereo, dan lain-lain (Nogroho 1998:77).

Dalam perspektif komunikasi massa, film dimaknai sebagai

pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat,

fungsi, dan efeknya (Irawanto,1999:11). Perspektif ini memperlihatkan

pendekatan yang terfokus pada film sebagai proses komunikasi. Dengan

meletakkan film dalam konteks sosial, politik, dan budaya dimana proses

komunikasi itu berlangsung, sama artinya dengan memahami preferensi

penonton yang pada akhirnya menciptakan citra penonton film. Pendeknya,

akan lebih bisa ditangkap hakikat dari proses menonton dan bagaimana film

berperan sebagai sistem komunikasi simbolis.

Film bukan hanya sebagai media hiburan, namun kini film merupakan

media komuniasi yang efektif dalam menyampaikan suatu pesan kepada

penontonnya. Dengan tampilannya yang menggabungkan audio dan visual

dan dikemas secara dramatis dengan menggabungkan beberapa unsur seni

penonton dibuat terlena saat menonton film, tanpa menyadari jika saat itu ia

sedang menerima pesan-pesan atau terpengaruh oleh ideologi dari film yang

dilihatnya.

Film merupakan potret dari masyarakat dan selalu merekam realitas

yang ada dalam masyarakat tersebut. Selain itu, film sebagai refleksi dari

masyarakatnya tampaknya menjadi perspektif yang secara umum lebih mudah

(42)

commit to user

xlii semacam konsensus publik secara visual ( visual public consensus), karena

film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan

selera publik (Irawanto,1999: 14).

Memahami media komunikasi visual seperti halnya film lebih

sederhana dan efektif karena dapat diterima oleh semua orang dengan

mengabaikan tingkat pendidikan, usia, dan kecerdasan tanpa

membeda-bedakan latar belakang sosial budaya. Berbeda dengan media auditif (radio)

dan media cetak (buku, koran) yang menggunakan kata-kata sehingga untuk

memahami isi pernyataan harus melalui proses penafsiran atas kata-kata itu.

“Film merupakan karya seni yang lahir dari suatu kreativitas

orang-orang yang terlibat dalam penciptaan film. Sebagai karya seni, film

mempunyai kemampuan kreatif. Ia mempunyai kesanggupan untuk

menciptakan realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas

imajiner itu dapat menawarkan rasa keindahan, renungan, atau sekadar

hiburan” (Sumarno, 1996:26-29).

Dalam penyapaian pesannya film menggunakan unsur gambar dan

suara yang ditampilkan secara bersamaan sehingga memudahkan penonton

untuk dapat memahami. Penonton film tidak perlu berimajinasi layaknya

media lainnya seperti radio yang hanya menampilkan suara ataupun media

cetak yang hanya menampilkan tulisan dan gambar.

Himawan Pratista mengklasifikasikan lagi film berdasarkan genre.

(43)

commit to user

xliii sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti

setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode,

gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan

genre-genre populer seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horor, western,

thriller, film noir, roman, dan sebagainya. Fungsi dari genre adalah untuk

memudahkan klasifikasi dalam film (Pratista 2008:10)

Dalam penelitian ini penulis memilih film “Pertaruhan” yang

merupakan film dokumenter bergenre feminis. Film feminis atau film

perempuan adalah film yang mengangkat permasalahan perempuan atas kelas

yang berkuasa.

a. Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang merekam adegan-adegan nyata dan

faktual tidak boleh ada rekayasa di dalamnya. Semua unsur yang ada di

dalam film dokumenter mulai dari tokoh, lokasi, dan peristiwa bukanlah

rekayasa. Peristiwa nyata ini dikemas oleh film marker menjadi sebuah cerita

menarik yang mengangkat sebuah tema didalamnya.

Kunci utama film dokumenter adalah penyajian fakta. Film

dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi

yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau

kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau

(44)

commit to user

xliv Film dokumenter, selain mengandung fakta, ia juga mengandung

subyektivitas pembuat. Subyektivitas diartikan sebagai sikap atau opini

terhadap peristiwa. Jadi ketika faktor manusia ikut berperan, persepsi tentang

kenyataan akan sangat bergantung pada manusia pembuat film dokumenter

itu. Film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan, melainkan ada

proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si pembuat film

dokumenter (Sumarno, 1996:14). Dalam film dokumenter tidak memiliki plot,

namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen

dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan

antagonis, konflik serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur

bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar

memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang

disajikan (Pratista 2008 : 4).

Walau film dokumenter menyajikan fakta, namun fakta-fakta tersebut

diolah dan disusun berdasarkan ideologi pembuatnya. Sang sutradara film

dokumenter akan membuat penonton memandang suatu permasalahan dalam

film sesuai dengan sudut pandangnya, ia memasukkan pesan-pesan tersirat

ataupun tersurat melalui fakta-fakta yang disajikan dalam film tersebut.

Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khas yang

tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas,

efektifitas, serta otentitas peristiwa yang akan direkam. Umumnya film

(45)

commit to user

xlv visual. Teknik-teknik produksi yang digunakan sama dengan film fiksi.

Namun terdapat perbedaan yang mendasar yakni, para sineas fiksi umumnya

meggunakan teknik tersebut sebagai pendekatan estetik (gaya), sementara

sineas dokumenter lebih terfokus untuk mendukung subyeknya (isi atau

tema). (Pratista 2008 : 4-5). Disini dapat dilihat jika film dokumenter

bukanlah film yang menarik penonton dengan keindahan gambarnya entah itu

dengan memberikan efek atau gambar atau dengan menggunakan

pemain-pemain yang tampan atau cantik. Film dokumenter lebih mengutamakan

bagaimana penonton tertarik dengan tema atau isi yang diangkat dari sebuah

film dokumenter tersebut kerena tujuan dari film dokumenter yang bukan

untuk menghibur namun untuk mencerdaskan penontonnya.

Seorang pembuat film dokumenter yaitu DA. Peransi mengatakan

bahwa film dokumenter yang baik adalah yang mencerdaskan penonton.

Sehingga kemudian film dokumenter menjadi wahana yang tepat untuk

mengungkap realitas, menstimulasi perubahan. Jadi yang terpenting adalah

menunjukkan realitas kepada masyarakat yang secara normal tidak terlihat

realitas itu (Sumarno, 1996:15)

Gerzon R. Ayawaila dalam bukunya Dokumenter dari ide sampai

produksi menyebutkan jika film dokumenter merupakan film non-fiksi yang

memiliki empat kriteria (Ayawaila 2008:22):

- Pertama : setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman

(46)

commit to user

xlvi fiksi. Bila pada film fiksi latarbelakang (setting) adegan dirancang, pada

dokumenter latar belakang harus spontan otentik dengan situasi dan kondisi

asli (apa adanya)

- Kedua: yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa

nyata (realita), sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasarkan karangan

(imajinatif). Bila film dokumenter memiliki intepretasi kreatif, maka dalam

film fiksi yang dimiliki adalah interpretasi imajinatif.

- Ketiga: sebagai sebuah film non fiksi, sutradara melakukan observasi pada

suatu peristiwa nyata, lalu melakukan perekaman gambar sesuai apa

adanya, dan

- Keempat: apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita

atau plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan.

Dari keempat kriteria diatas diketahui jika film dokumenter

merupakan film yang berdasarkan kisah nyata, seluruh adegan dan isinya

tidak ada yang direkayasa, semua sesuai dengan kejadian yang dialami pada

saat itu. Berbeda dengan film fiksi yang semua dibuat imajinatif untuk

membuat film itu menarik penonton untuk mengikuti kisahnya.

b. Film Perempuan

Seperti yang telah diungkapkan diatas jika film merupakan suatu alat

komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan dan informasi

(47)

commit to user

xlvii Ashadi Siregar dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM

mengungkapkan jika film dipandang sebagai proses ideologi, sehingga

konstruksi sosial yang membentuk masyarakat dapat dilihat melalui film.

Dalam konteks gender konstruksi sosial muncul dalam penampilan

perempuan dan laki-laki dan peran-peran sosial, masalah seksual dan

reproduksi, pekerja perempuan, gambaran tentang feminitas dan stereotip

perempuan (Siregar 2004:374).

Dengan kekuatannya untuk bisa mempengaruhi masyarakat para

pembuat film menggunakan film sebagai sarana untuk memperjuangkan

hak-hak perempuan. Selama ini film yang disajikan menggunakan sudut pandang

laki-laki dengan menampilkan kekuasaan laki-laki atas perempuan.

Perempuan yang selalu dicitrakan sebagai makhluk yang lemah lembut dan

penurut. Pecitraan dari media ini ikut membentuk dan memperkuat adanya

budaya paktriarki dalam masyakat. Untuk itu para pembuat film kini membuat

trobosan baru dengan membuat film bergenre perempuan atau film feminis

sebagai wujud untuk menciptakan kesetaraan gender dalam film.

Salah satu tokoh pelopor film perempuan dan teori tentang film

perempuan adalah Laura Mulvey. Ia mengkritik sinema naratif klasik sebagai

ekspresi dari cara ketidaksadaran masyarakat patriarkal telah menstrukturkan

bentuk film. Melihat kenyataan seperti itu akhirnya Mulvey membuat Film

Feminis dan teori film feminis dengan tujuan untuk menghancurkan

(48)

commit to user

xlviii (Mulvey 1989:14 dalam Brooks 1997:247). Dalam film Hollywood klasik

perempuan selalu dijadikan obyek seksualitas dan eksploitasi. Perempuan

juga dipandang sebagai makhluk yang lemah yang dikuasai oleh laki-laki.

Tujuan utama Mulvey tidak hanya untuk menantang bentuk-bentuk dominan

laki-laki dan eksploitasi tubuh perempuan namun juga mengubah cara

pandang orang tentang perempuan dalam sebuah film. “Mulvey berusaha

untuk membuat bagaimana film merefleksikan dan mengkultivasi interpretasi

tentang perbedaan seksual yang sudah ‘dinormalisasi’ dan yang mengontrol

representasi serta ‘cara pandang erotis’.”

Film perempuan adalah film yang dibuat oleh perempuan, untuk

perempuan dan berhubungan perempuan atau kombinasi dari ketiganya. Film

perempuan mengulas permasalahan seputar perempuan, unsur dalam film baik

itu karakter pemain atau gambar ditampilkan dari sudut perempuan.”Women’s

cinema’ can be defined in a number of ways – as films by women, made for

women, or dealing with women, or all of these combined (de Lauretis

1987:1442 dalam Chaudhury, 2006:68).

Dalam film perempuan, sudut pandang untuk melihat permasalahan

dalam film perempuan dengan menggunakan sudut pandang perempuan

karena pembuat film menganggap penontonnya adalah kaum perempuan.

Namun banyaknya isu kesetaraan gender membuat sebagian kaum laki-laki

(49)

commit to user

xlix laki-laki yang membuat film perempuan namun tetap mengarahkan

pandangannya dari sudut pandang perempuan.

Representasi stereotype perempuan dalam film akan memudar ketika

lebih banyak perempuan yang membuat film. Perempuan digambarkan

sebagai perempuan dengan hak-haknya bukan sebagai perempuan yang selalu

menjadi subordinat (Mohanna, 1972:7 dalam Chaudhury, 2006:22). Jika

perempuan membuat film maka ia akan mewakili seluruh kaum perempuan

untuk menyuarakan perasaannya yang selama ini disudutkan oleh pandangan

laki-laki. Film perempuan merupakan film alternatif yang mengangkat isu-isu

perempuan yang terjadi lokal atau pada suatu kelompok masyarakat, namun

dikemas dalam sebuah film yang akan diperlihatkan secara global untuk

semua masyarakat diluar kelompok itu. Film perempuan tidak berorientasi

pada keuntungan dengan banyaknya penonton, namun lebih pada perjuangan

untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam film.

Aquarini mengutarakan bahwa film feminis (film perempuan)

menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur

masyarakatnya sendiri tetapi kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam

artian memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya (Prabasmoro

2006:337). Maria LaPlace juga mengungkapkan jika film perempuan

dibedakan oleh tokoh utamanaya yang perempuan, pandangan perempuan dan

(50)

commit to user

l perempuan: keluarga, rumah tangga, dan percintaan, emosi, dan pengalaman

yang memunculkan suatu tindakan. ( Joane 2010:53)

Marry Ann Doane menunjukkan bagaimana, di dalam genre klasik,

tubuh perempuan adalah seksualitas, menyajikan obyek erotik bagi penonton

laki-laki. Namun, dalam film perempuan tatapan harus di ubah karena

penonton diasumsikan sebagai perempuan (Brooks, 2009:255). Dalam film

perempuan, perempuan memang merupakan objek pandangan, tetapi

perempuan juga merupakan penonton. Penonton perempuan bukanlah sekedar

penonton pasif, ia memandang permasalahan yang yang ada pada dirinya yang

dipresentasikan dalam film dengan menggunakan sudut pandang perempuan

karena permasalahan tersebut merupakan yang terjadi dalam dirinya.

Annie N. Duru mahasiswa Howard University Washington DC, USA

dalam jurnalnya berjudul Ideological Criticism of a Nigerian Video Film

berpendapat bahwa kritik kaum perempuan film adalah sebuah metode

analisis yang dapat diterapkan dalam menjelajahi makna tersembunyi dari

retorika sebuah film dan memperlihatkan kegigihan/perjuangan perempuan.

Film perempuan juga digunakan untuk memberikan hak berbicara kepada

perempuan yang digambarkan sebagai sosok negatif dan tak pernah diberi

kesempatan untuk berbicara. Dalam jurnalnya Annie menyebutkan:

(51)

commit to user

li Penggambaran stereotipe perempuan dalam film dan kecenderungan

yang didapat penonton dari ideologi patriarkhi memperingatkan kaum

perempuan untuk menciptakan film balasan untuk menentang atau mengkritik

produksi film yang menganut kultur patriarkhi. Beberapa kaum perempuan

membuat film feminis untuk membalas ideologi yang dominan dalam hal ini

adalah ideologi patriarkhi.

Di pihak pembuat film, gagasan feminis tidak selalu berarti tuntutan

untuk membuat film yang menampilkan ‘perempuan yang luar biasa mandiri’

yang tidak memerlukan orang lain, apalagi laki-laki. Tidak juga itu berarti

film feminis ialah film tentang perempuan seksual yang sangat bebas

melakukan hubungan seksual. Molly Haskel mengemukakan bahwa

(Prabasmoro 2006:337):

”Film perempuan yang lebih baik memberikan aspirasi... Fiksi tentang ’perempuan biasa yang menjadi luar biasa’, perempuan yang mulai sebagai korban lingkungan yang diskriminatif tetapi kemudian bangkit, melalui rasa sakit, obsesi atau penyimpangan, untuk menjadi penentu nasibnya sendiri”( Prabasmoro 2006:337).

Dari pernyataan Molly Haskel tersebut film perempuan merupakan film yang merepresentasikan

perempuan yang mampu mengatasi permasalahan perempuan yang dialaminya sehingga mempu menginspirasi

penonton perempuan untuk bisa bangkit dari keterpurukan yang dialaminya. Keterpurukan yang dialami perempuan

bukan hanya dari sisi fisik saja, namun juga dasi sisi psikologis yang membuat perempuan merasa termarginalkan.

(52)

commit to user

lii Kesehatan reproduksi saat erat kaitannya dengan perempuan.

Perempuan yang dengan kelebihannya bisa melahirkan anak seringkali

dianggap sebagai mesin reproduksi bagi sebagian kalangan yang tidak

menghargai. Padahal untuk menjaga kesehatan reproduksi perempuan

bukanlah hal yang mudah bagi perempuan. Bukan hanya masalah klinis dalam

hal ini, namun permasalahan sosial dan kultur budaya masyarakat sering

menjadi kendala bagi perempuan terkait dengan kesehatan reproduksinya.

Dalam Jurnalnya Kartono Mohamad menyebutkan isu tentang

kesehatan reroduksi perempuan telah menjadi isu global. Dalam Konferensi

Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) tahun 1994 di Kairo. Chapter

(Bab) VII dari Plan of Action hasil ICPD 1994 menyebutkan kesehatan

reproduksi adalah keadaan fisik, mental, kelaikan sosial secara menyeluruh

dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut

fungsi-fungsi dan proses-prosesnya. Ditekankan bahwa manusia punya kemampuan

bereproduksi dan punya kebebasan untuk menentukan jika, kapan, dan

seberapa sering melakukannya (Mohamad, 2007: 9). Secara implisit disini

adalah hak untuk laki-laki dan perempuan untuk mendapat informasi dan

mendapat akses pada perencanaan keluarga yang aman, efektif, terjangkau

dan layak, atas pilihan sendiri, sebagaimana juga cara-cara lain untuk

mengatur kesuburan, yang tidak melanggar hukum, dan hak untuk mengakses

(53)

commit to user

liii kehamilan dan persalinan dengan aman. Pelayanan kesehatan reproduksi juga

termasuk kesehatan seksual, dengan tujuan perbaikan kehidupan dan

hubungan pribadi.

Berdasarkan Konferensi kependudukan tersebut di, sudah disepakati

perihal hak-hak reproduksi . Dalam hal ini menyimpulkan bahwa terkandung

empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu

(http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/kesehatan-reproduksi-wanita/,

diakses pada 5 Desember 2010) :

1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)

2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)

3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women)

4. Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security)

Kesehatan reproduksi banyak menyangkut masalah perempuan karena

proses reproduksi dan gangguan kesehatan reproduksi lebih banyak dialami

perempuan. Reproduksi merupakan salah satu masalah perempuan yang

berkaitan dengan tubuh dan perannya dalam masyarakat. Atas hal ini

perempuan sering mengalami penindasan sosial.

Mariana Amirudin membagi reproduksi memiliki dua definisi

(54)

commit to user

liv ¾ Reproduksi biologis berkaitan dengan fungsi seksualitas tubuhnya

melahirkan anak untuk melakukan regenerasi.

¾ Sedangkan reproduksi sosial adalah fungsi seksualitas tubuh perempuan

yang berhubungan dengan peran sosial masyarakat. Ketika masyarakat

sudah terlibat dan mengontrol reproduksi biologis perempuan, seperti

ditempatkan dalam peran tertentu dan penempatan peran ini disebut

sebagai reproduksi sosial.

Selama ini masalah reproduksi lebih banyak dilihat dari aspek klinis,

padahal persoalan ini tidak bisa lepas dari konteks sosial dimana reproduksi

dipengaruhi dan mempengaruhi nilai, etika, agama, dan kebudayaan. Dalam

penelitian ini lebih menyoroti reproduksi perempuan secara sosial yang

menyangkut tentang hak-hak dan diskriminasi perempuan berdasarkan

reproduksinya.

Berbicara tentang reproduksi adalah berbicara tentang perempuan

sebagai bagian dari sumber daya manusia. Oleh karena itu perempuan sebagai

sumber daya manusia perlu memiliki kesadaran atas reproduksinya secara

biologis maupun sosial agar mereka lebih jauh memahami hak-hak tubuh dan

peran sosialnya.

Pengertian reproduksi perempuan mencakup serangkaian proses

sistem kerja reproduksi yang melibatkan alat dan fungsi reproduktif

perempuan, serta aspek sosial yang menyertainya. Maka kasus mutilasi,

(55)

commit to user

lv keperawanan), adalah bagian dari persoalan reproduksi perempuan.

(Amirudin, 2003: 6)

Permasalahan reproduksi tidak bisa terlepas dari masalah seksual.

Meskipun secara anatomis ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam kehidupan reproduksinya pada dasarnya mereka adalah sama. Mereka

sama-sama memiliki hormon seks, sama-sama memiliki hormon libido, dan

sama-sama saling mengharapkan untuk pemenuhan hormon libido dan

reproduksi. Juga penempilan dorongan seksual mereka sama-sama

dipengaruhi oleh emosi, kesehatan fisik dan mental, serta pikiran-pikiran

mereka. Perbedaan anatomis tersebut hanya menjadi dasar dari perbedaan

mekanisme dalam melaksanakan fungsi reproduksi.

Perilaku seksual manusia bukan hanya cerminan rangasangan hormon

semata, melainkan menggambarkan juga hasil pengaruh antara hormon dan

pikiran (mind). Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan,

dan budaya. Sehingga meskipun dorongan birahi itu sendiri bersifat biologis,

pola perilaku seksual seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan

adat istiadat yang berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama, dan status sosio

ekonominya (Mohamad, 1998:7-8). Namun, sering kali dalam hubungan

seksual istri diperlakukan sebagai obyek seksual suami, bukan partner yang

memiliki hak seksualitas yang setara. Fenomena inipun oleh masyarakat

(56)

commit to user

lvi yang problematis, tetapi merupakan suatu kodrat yang harus diterima dan

dijalani perempuan dengan penuh rasa pasrah (Darwin dan Tukiran, 2001:5).

Masalah kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan hak-hak

reproduksi perempuan. Namun, saat ini di Indonesia, masih banyak persoalan

reproduksi yang masih menghantui perempuan, antara lain : pengabaian hak

untuk mendapatkan kebahagiaan seksual dan hak untuk memiliki orientasi

yang berbeda, hak untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan seksual, masalah

kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, angka kematian ibu yang

masih tinggi, akses yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

reproduksi, pendidikan seks yang memadahi, kontrasepsi dan lain-lain.

(Mohamad, 2007:4). Hasil penelitian di berbagai negara bahwa menunjukkan

bahwa pendidikan mempunyai korelasi yang tinggi dengan status kesehatan,

termasuk kesehatan reproduksi. Pendidikan yang tinggi merupakan sarana

untuk memperoleh penghasilan yang tinggi. Dengan penghasilan yang tinggi

seseorang akan mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

keluarganya (Abdullah dan Mudjajadi, 2001:229).

Untuk menangani permasalahan reproduksi pada dasarnya perempuan

harus memiliki pengetahuan tentang apa itu reproduksi dan segala informasi

yang menyangkut keamanannya. Informasi merupakan bagian penting dari

proses pemahaman supaya seseorang bukan saja mengetahui akan haknya

tetapi juga mengetahui kewajibannya dalam menjaga kesehatan reproduksinya

(57)

commit to user

lvii hak dan kesehatan reproduksi ini harus diberikan secara benar tanpa opini

pemberi informasi sehingga memungkinkan setiap orang dapat mengambil

keputusan yang benar atau baik bagi dirinya. Informasi yang diberikan

mencakup pengetahuan tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam hal

reproduksi, bagaimana organ dan fungsi reproduksinya akan berkembang,

bagaimana ia dapat mengambil pilihan yang sesuai dengan keinginannya, dan

dimana serta bagaimana ia dapat memperoleh pelayanan kesehatan

reproduksinya (Mohamad, 2007:15).

Dalam MDG’s Millenium Development Goals disebutkan bahwa: ”Seluruh Negara dipanggil untuk mengusahakan agar kesehatan reproduksi dapat diakses melalui sistem pelayanan kesehatan primer (menjadi standar), oleh semua individu yang berusia cukup, sesegera mungkin dan tidak lebih dari tahun 2015.”

Dari uraian itu lebih jelas disebutkan jika pelayanan tersebut harus

mengikut-sertakan interalia (institusi terkait); konseling perencanaan

keluarga, informasi, pendidikan , komunikasi dan pelayanan ; pendidikan dan

pelayanan untuk perawatan kehamilan, persalinan dan paska persalinan,

terutama pemberian ASI, serta pemeliharaan kesehatan ibu dan anak;

penceahan dan perawatan infertilitas (ketidak-suburan), aborsi,perawatan

infeksi peralatan reproduktif, penyakit menular melalui seks (STD), dan

segala kondisi kesehatan reproduksi dan informasinya, pendidikan dan

konseling atas seksualitas manusia, kesehatan reproduksi, dan tanggung jawab

Gambar

TABEL
gambar visual film, dan tokoh yang masuk dalam film. Dalam penelitian ini
Gambar Terbaik dan Drama Terbaik dalam Festival Sinetron Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dianalisa dengan teknik analisis wacana model Halliday yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran mengenai kekuatan perempuan yang dikemas dalam

Hasil penelitian tentang representasi perempuan dalam Film “Perempuan Punya Cerita” Yang.. meliputi bagaimana penggambaran perempuan dalam

Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja 7. Peniadaan sunat dan mutilasi anak perempuan 9. Pelayanan kesehatan lansia. Berkaitan dengan pengaturan kesehatan reproduksi di

Penelitian ini menggambarkan bagaimana representasi perempuan kulit hitam dalam film “Hidden Figures” dengan tujuan untuk melihat bagaimana bentuk rasisme yang

Upaya Peningkatan Kualitas Kesehatan Kampung Sayang Ibu Anak melalui Duta Asi Eksklusif dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.. Ana Zumrotun Nisak 1 , Subiwati 2 , Muhammad Abdur Rozaq

Karena itu para perempuan kader ‘Aisyiyah yang selama beberapa tahun terakhir telah aktif dalam aksi kolektif untuk kesehatan reproduksi pun tidak mendapatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian pelatihan tentang kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi yang ada di

Penelitian ini dianalisa dengan teknik analisis wacana model Halliday yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran mengenai kekuatan perempuan yang dikemas dalam