FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
PENYULUH PERTANIAN
DI KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Oleh
RAFIQAH AMANDA LUBIS
117039001/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
PENYULUH PERTANIAN
DI KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh
RAFIQAH AMANDA LUBIS
117039001/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal
Nama : Rafiqah Amanda Lubis
NIM : 117039001
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec) (
Ketua Anggota
Ir. Iskandarini, MM, Ph.D)
Ketua Program Studi, Dekan,
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji Pada Jum’at, 20 Desember 2013
Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec
Anggota : 1. Ir. Iskandarini, MM, Ph.D
2.Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DI KABUPATEN MANDAILING NATAL
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas
Medan, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
RAFIQAH AMANDA LUBIS. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian Di Kabupaten Mandailing Natal (dibawah bimbingan Dr.Ir. SATIA NEGARA LUBIS, MEc sebagai ketua dan Ir. ISKANDARINI, MM, Ph.D sebagai anggota).
Kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor karakteristik penyuluh dengan kinerja penyuluh pertanian dan untuk menganalisis pengaruh antara faktor-faktor karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh pertanian. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder yang dianalisis dengan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square dan analisis multivariat dengan menggukan uji regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor karakteristik penyuluh yang berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan kinerja penyuluh yaitu tingkat pendidikan (tahun) dan gaji (Rp) sedangkan faktor-faktor karakteristik penyuluh yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan kinerja penyuluh yaitu tingkat pendidikan (tahun)
ABSTRACT
RAFIQAH AMANDA LUBIS, The Factors which Influence the Performance of Agricultural extention worker in Mandailing Natal District (under supervision of Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc as the Chairperson, and Ir. Iskandarini, MM, Ph.D as the member).
Performance is a work result or work performance. However, in reality, performance has broad meaning; it is not only a work result but also the process of the work itself. The objective of the research was to analyze the correlation of the factors of extention worker characteristics with agricultural extention worker performance and to analyze the influence of the factors of extention worker characteristics on agricultural extention worker performance. The data consisted of primary and secondary data which were analyzed by using univatriate with multiple linear regression tests and bivatriate analysis with chi square test.
The result of the research showed that the factors of extention worker characteristics had significant correlation with their performance in education (years) and salary (rupiahs), while the factors of extention worker characteristics had significant influence on their performance in education (years).
RIWAYAT HIDUP
Rafiqah Amanda Lubis, lahir di Pangkalan Brandan, pada 22 Februari
1984 dari Bapak Muhammad Aris Lubis, MPd dan Ibu Hazmiati. Penulis
merupakan anak ke satu dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1990 masuk Sekolah Dasar Muhammadiyah 29 Padangsidimpuan,
tamat tahun 1996.
2. Tahun 1996 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1
Padangsidimpuan, tamat tahun 1999.
3. Tahun 1999 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1
Padangsidimpuan, tamat tahun 2002.
4. Tahun 2002 diterima di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Islam
Sumatera Utara tamat tahun 2006.
5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec selaku ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Ir. Iskandarini, MM, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua,
suami, anak dan seluruh keluarga serta teman-teman yang telah mendorong dan
memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada seluruh penyuluh pertanian
khususnya THL-TBPP dan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Mandailing
Natal yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
2.3.2. Karakteristik Penyuluh Pertanian ... 15
2.4. Kerangka Pemikiran ... 16
2.5. Hipotesis Penelitian ... 18
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19
4.1.2. Distribusi Penduduk menurut Jenis Kelamin ... 30
4.1.3. Distribusi Penduduk menurut Umur ... 31
4.1.4. Distribusi Penduduk menurut Agama ... 32
4.1.5. Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan ... 32
4.1.6. Prasarana Tempat Peribadatan ... 33
4.1.7. Prasarana Pendidikan ... 34
4.1.8. Prasarana Kesehatan ... 34
4.3.1.1. Karakteristik Responden ... 38
4.3.1.2. Indikator Keberhasilan Kinerja ... 40
4.3.2. Analisis Bivariat ... 43
4.3.3. Uji Asumsi Klasik ... 45
4.3.3.1. Uji Normalitas ... 45
4.3.3.2. Uji Autokorelasi ... 45
4.3.3.3. Uji Multikolinearitas ... 46
4.3.4. Analisis Multivariat ... 46
4.4. Hubungan antara Indikator Keberhasilan Kinerja dengan Karakteristik Penyuluh ... 48
4.5. Pengaruh Karakteristik Penyuluh terhadap Indikator Keberhasilan Kinerja ... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
5.1. Kesimpulan ... 53
5.2. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah di
Kabupaten Mandailing Natal ... 19
2. Pemberian Pembobotan pada Masing-Masing Jawaban Responden ... 21
3. Model Tabel dalam Pemberian Tingkat dalam Karakteristik Individu dan Keberhasilan Kinerja Penyuluh ... 22
4. Distribusi Penduduk menurut Jenis Kelamin ... 31
5. Distribusi Penduduk menurut Umur ... 31
6. Distribusi Penduduk menurut Agama ... 32
7. Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan ... 32
8. Distribusi Prasarana dan Peribadatan ... 33
9. Distribusi Prasarana Pendidikan ... 34
10. Distribusi Prasarana Kesehatan ... 34
11. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur ... 35
12. Tingkat Pendidikan ... 36
13. Masa Kerja………. ... 36
14. Jumlah Petani Binaan ... 37
15. Gaji Penyuluh ... 37
16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Penyuluh ... 38
17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Keberhasilan Kinerja ... 40
19. Uji Regresi Linier Berganda Pengaruh Karakteristik Penyuluh
terhadap Indikator Keberhasilan Kinerja ... 46
20. Uji Regresi Linier Berganda Pengaruh Karakteristik Penyuluh
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
1. Data Karakteristik Penyuluh………. 58
2. Hasil Data Skoring……… 59
3. Total Pembobotan………. 62
4. Hasil Analisis SPSS Distribusi Frekuensi……… 64
5. Analisis Frekuensi pada Indikator Keberhasilan Kinerja………. 65
6. Hasil Analisis Crosstab………. 67
7. Hasil Analisis Regresi Backward………. 71
ABSTRAK
RAFIQAH AMANDA LUBIS. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian Di Kabupaten Mandailing Natal (dibawah bimbingan Dr.Ir. SATIA NEGARA LUBIS, MEc sebagai ketua dan Ir. ISKANDARINI, MM, Ph.D sebagai anggota).
Kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor karakteristik penyuluh dengan kinerja penyuluh pertanian dan untuk menganalisis pengaruh antara faktor-faktor karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh pertanian. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder yang dianalisis dengan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square dan analisis multivariat dengan menggukan uji regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor karakteristik penyuluh yang berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan kinerja penyuluh yaitu tingkat pendidikan (tahun) dan gaji (Rp) sedangkan faktor-faktor karakteristik penyuluh yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan kinerja penyuluh yaitu tingkat pendidikan (tahun)
ABSTRACT
RAFIQAH AMANDA LUBIS, The Factors which Influence the Performance of Agricultural extention worker in Mandailing Natal District (under supervision of Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc as the Chairperson, and Ir. Iskandarini, MM, Ph.D as the member).
Performance is a work result or work performance. However, in reality, performance has broad meaning; it is not only a work result but also the process of the work itself. The objective of the research was to analyze the correlation of the factors of extention worker characteristics with agricultural extention worker performance and to analyze the influence of the factors of extention worker characteristics on agricultural extention worker performance. The data consisted of primary and secondary data which were analyzed by using univatriate with multiple linear regression tests and bivatriate analysis with chi square test.
The result of the research showed that the factors of extention worker characteristics had significant correlation with their performance in education (years) and salary (rupiahs), while the factors of extention worker characteristics had significant influence on their performance in education (years).
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sumber daya manusia pertanian, termasuk pembangunan
kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluhan pertanian, adalah
faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap keberhasilan pembangunan
pertanian di Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap
pembangunan nasional, Kementrian Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses
pembangunan pertanian, yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah,
daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani.
Untuk mewujudkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian tersebut,
diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, handal serta berkemampuan
manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan
pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya
saing tinggi dan mampu menerapkan prinsip pembangunan pertanian
berkelanjutan.(Permentan, 2013).
Sejak berlakunya otonomi daerah/desentralisasi, penyelenggaraan
penyuluhan pertanian yang menyangkut aspek-aspek perencanaan, kelembagaan,
ketenagaan, program, manajemen dan pembiayaan menjadi wewenang wajib dan
tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan pemerintah pusat baik
secara langsung maupun melalui pemerintah propinsi mempunyai wewenang
penyuluhan pertanian secara produktif, efektif dan efisien sesuai kebutuhan.
Dalam kondisi tersebut hampir semua pemerintah daerah kabupaten/kota kurang
memberi prioritas dan dukungan pada aspek penyuluhan pertanian, akibatnya
penyelenggaraan penyuluhan tidak terprogram dan terlaksana dengan baik
(mengalami stagnasi), sistem penyuluhan kurang terpadu dan tenaga penyuluh
lapangan kurang berfungsi dan petani kehilangan partner kerja dalam proses alih
teknologi, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan tentang
penyelenggaraan penyuluhan dan kelembagaan penyuluhan di propinsi dan
kabupaten/kota dan di kecamatan menjadi beragam. (Buletin, 2012).
Kinerja penyuluh pertanian cenderung semakin memburuk dikarenakan
kendala yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian dalam era otonomi daerah
antara lain meliputi dan merupakan akibat dari :
a. Adanya perbedaan pandangan antara pemerintah daerah dan para anggota
DPRD dalam memahami penyuluhan pertanian dan peranannya dalam
pembangunan pertanian.
b. Kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan
pertanian.
c. Ketersediaan dan dukungan informasi pertanian (teknologi, harga pasar,
kesempatan berusaha tani, dan lain-lain), yang ada di BPP (Balai Penyuluhan
Pertanian) sangat terbatas.
d. Semakin merosotnya kemampuan manajerial penyuluh. Akibatnya, frekuensi
penyelenggaraan penyuluhan menjadi rendah. (Sulton, 2004).
Perubahan kondisi petani yang semakin maju, menuntut lembaga
penyelenggaraan penyuluhan, pengembangan sistem informasi inovasi teknologi,
peningkatan profesionalisme penyuluh lapangan untuk dapat merespon semua
perubahan yang terjadi secara cepat dan proporsional.
Hal ini menuntut para penyuluh untuk meningkatkan pengetahuan,
pengalaman dan kompetensi mereka agar mampu memahami kondisi petani
(potensi dan permasalahan) dan memperluas sasaran penyuluhan, tidak hanya bagi
lembaga produksi (kelompok tani) namun semua lembaga yang bergerak dalam
kegiatan agribisnis di pedesaan sebagai satu kesatuan dalam melakukan
pemberdayaan.
Selama ini petani mengelola usaha taninya dengan pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki sehingga tidak jarang kalau petani mengalami
kerugian atau gagal panen mengingat pengetahuan yang dimiliki oleh petani
masih rendah sehingga dengan adanya penyuluhan ini maka diharapkan
pengetahuan petani akan bertambah dan kerugian atau gagal panen tersebut dapat
dihindari.
Hal ini juga terjadi di Kabupaten Mandailing Natal dimana sebahagian
petani melakukan usaha tani berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan
secara turun-temurun, sehingga disaat penyuluh menyampaikan informasi dan
teknologi pertanian petani malah menganggap penyuluh hanya merusak pola
usaha tani mereka. Sehingga kurang adanya kerja sama antara petani dan
penyuluh dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
Aktifitas kegiatan penyuluhan pertanian di Kabupaten Mandailing Natal
kurang berjalan dengan baik, seperti jadwal penyuluhan yang tidak berjalan
wilayah kerja kurang memadai di mana seorang penyuluh membawahi beberapa
desa.
Minat petani terhadap program penyuluhan masih sangat rendah, petani
kurang merespon terhadap informasi yang diberikan oleh penyuluh. Namun,
disaat pemerintah memberikan bantuan, petani memberikan respon yang positif
sehingga petani cenderung mengharapkan bantuan pemerintah.
Terlepas dari berbagai permasalahan tersebut, penyuluh pertanian masih
sangat diperlukan oleh petani. Dimana kondisi pertanian rakyat masih lemah
sementara tantangan semakin berat, jadi petani justru masih memerlukan kegiatan
penyuluhan yang intensif, dan terarah. Sehingga permasalahan yang dihadapi
daerah ini berkaitan dengan peningkatan kualitas tenaga penyuluh yang tercermin
dalam kinerja penyuluh pertanian di kabupaten Mandailing Natal. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menganalisis hubungan faktor-faktor manakah yang
berpengaruh terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian di kabupaten Mandailing
Natal. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan
pemikiran bagi peningkatan kualitas kinerja penyuluh pertanian yang mampu
meningkatkan kapasitas dan kemandirian petani. Berdasarkan uraian di atas, maka
dipandang perlu untuk meneliti bagaimana kinerja penyuluh pertanian dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya .
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
1. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor karakteristik penyuluh dengan
kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.
2. Bagaimana pengaruh antara faktor-faktor karakteristik penyuluh terhadap
kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor karakteristik penyuluh
dengan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk menganalisis pengaruh antara faktor-faktor karakteristik penyuluh
terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.
1.4. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kegunaan dalam penelitian ini
adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam upaya meningkatkan produksi usaha
taninya.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam hal membantu
petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penyuluh pertanian dalam menentukan
kegiatan kelompok tani.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance adalah hasil
kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang
lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk berlangsungnya proses
pekerjaan. (Armstrong dan Baron, 1998).
Bagi seorang penyuluh pertanian, kinerja merupakan perwujudan diri atas
sejauh mana tugas pokoknya dapat dilaksanakan sesuai dengan patokan yang
telah ditetapkan. Berdasarkan keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19
Tahun 1999, terdapat empat tugas pokok penyuluh pertanian, yaitu : menyiapkan,
melaksanakan, mengevaluasi, dan melaporkan, serta mengembangkan kegiatan
penyuluhan, yang mana setiap tugas pokok masing-masing terdapat
dibidang-bidang kegiatan. (SK Menegkowasbangpan, 1999).
Penyuluhan harus senantiasa berpijak pada kepentingan pengembangan
individu dalam perjalanan kehidupannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu penyuluhan pertanian sebagai “upaya membantu masyarakat agar
mereka dapat membantu dirinya sendiri dan meningkatkan harkatnya sebagai
manusia”. (Kelsey dan Hearne, 1995).
Peranan lembaga penyuluhan pertanian dimaksudkan untuk
mempengaruhi perilaku petani atau meningkatkan kemampuan petani untuk
mengambil keputusan sendiri mengenai cara-cara mencapai tujuan mereka. Petani
Penyuluhan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian yang
merupakan tujuan utama dari pembangunan pertanian yang dicapai melalui cara
merangsang petani untuk memanfaatkan teknologi produksi modern dan ilmiah
yang dikembangkan melalui penelitian (Van Den Ban, 1999).
Kegiatan penyuluhan pertanian juga bertujuan untuk mendidik masyarakat
dalam meningkatkan standar kehidupannya melalui kemampuan sendiri, dengan
menggunakan sumber daya baik tenaga maupun materi sendiri dan hanya
mendapat bantuan dana dari pemerintah sekecil mungkin. Penyuluhan pertanian
sebagai suatu sistem yang membantu masyarakat melalui proses pendidikan dalam
pelaksanaan teknik dan metode berusaha tani untuk meningkatkan produksi agar
lebih berhasil guna dalam upaya meningkatkan pendapatan (Sumardi, 1998).
Rendahnya nilai pengembangan profesionalisme penyuluh terjadi karena
kurangnya kemampuan penyuluh dalam menulis dan mempublikasikan tulisan
mereka, dibandingkan dengan kemampuan mereka dalam mengakses informasi
yang berhubungan dengan pekerjaan penyuluhan. Di samping itu
pelatihan-pelatihan bagi penyuluh yang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat
tani yang semakin maju jarang dilakukan. (Mardikanto, 1993).
Dalam kaitannya dengan program penyuluhan pertanian ini terutama
sebagai salah satu usaha untuk mendidik petani di pedesaan, yaitu dengan
mengetahui siapa-siapa yang terlibat dalam program ini. Yang jelas orang pertama
yang terlibat dalam kegiatan ini adalah para PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan)
dan petani itu sendiri. Sedangkan yang terlibat secara tidak langsung adalah
Penyuluhan pertanian menyangkut bidang tugas yang amat luas dan
berhubungan dengan administrasi pemerintahan untuk membantu petani
melaksanakan manajemen usaha tani sebaik-baiknya menuju usaha tani yang
efisien dan produktif. Tugas penyuluhan pertanian terutama membantu petani agar
senantiasa meningkatkan efisiensi usaha tani. Sedangkan bagi petani, penyuluhan
itu adalah suatu kesempatan memperoleh pendidikan diluar sekolah, di mana
mereka dapat belajar sambil berbuat. Di Indonesia, pada umumnya penyuluhan
pertanian belum dapat dikatakan berhasil. Hal ini disebutkan antara lain karena
jumlah penyuluh yang masih sedikit, yaitu hanya pada tingkat desa. (Daniel, M.
2002).
Kegiatan penyuluhan dalam pembangunan pertanian berperan sebagai
jembatan yang menghubungkan sumber informasi dengan petani. Agar jembatan
ini dapat berperan dengan baik, maka jembatan ini harus kokoh. Kegiatan
penyuluhan adalah untuk memperbaiki teknis budidaya maupun
penganekaragaman komoditi yang dibudidayakan. Dari perbaikan usaha tani dan
perbaikan tata niaga komoditi yang dibudidayakan akan dapat diperoleh
peningkatan pendapatan yang akan memperbaiki tingkat kehidupan petani. Pada
akhirnya efektifitas kegiatan penyuluhan pertanian tidak hanya diukur dengan
meningkatnya produksi pertanian dan meningkatnya pendapatan petani,
melainkan dengan tumbuhnya kekuatan ekonomi para petani dan peran aktif dari
para petani dalam perekonomian dan masyarakat (Suhardiyono, 1992).
Sembilan indikator keberhasilan penyuluhan pertanian yaitu :
1. Penyusunan program penyuluhan pertanian
3. Data peta wilayah
4. Diseminasi teknologi
5. Kebudayaan dan kemandirian petani
6. Kemitraan usaha
7. Kelembagaan petani
8. Informasi sarana produksi dan pemasaran
9. Produktivitas dan pendapatan petani. (Buku kerja THL TBPP 2009).
Program penyuluhan pertanian merupakan rencana yang disusun secara
sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali
pencapaian tujuan penyuluhan. Program penyuluhan pertanian yang disusun setiap
tahun membuat rencana penyuluhan tahun berikutnya dengan memperhatikan
siklus anggaran pada masing-masing tingkatan dengan cakupan pengorganisasian,
pengelolaan sumberdaya sebagai pelaksanaan penyuluhan. (YST, 2001).
Berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan program
penyuluhan pertanian antara lain sebagai berikut:
1) Belum tertibnya penyusunan program penyuluhan pertanian disemua
tingkatan.
2) Naskah program penyuluhan pertanian belum sepenuhnya dijadikan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
3) Keberadaan penyuluh pertanian tersebar pada beberapa dinas/instansi, baik
dipropinsi maupun kabupaten/kota.
4) Program penyuluhan pertanian kurang mendapat dukungan dari dinas/instansi
5) Penyusunan program penyuluhan pertanian masih didominasi oleh petugas
(kurang partisipatif). (YST, 2001).
2 .2. Penelitian Terdahulu
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian.
ditunjukkan oleh penelitian Suhanda (2008) mendapatkan hubungan yang erat
(r=0,01) antara karakteristik penyuluh (usia, masa kerja, jenis kelamin, jabatan,
pendidikan formal, pelatihan) dan faktor motivator (motivasi berprestasi,
kesempatan, pengembangan diri dan promosi, tingkat kewenangan dan tanggung
jawab, makna pekerjaan). Sedangkan Muliady (2009) memperoleh hubungan
yang kuat (r= 0,05) antara karakteristik penyuluh ( umur dan pengalaman kerja)
kompetensi penyuluh (kemampuan membangun relasi interpersonal, kemampuan
menerapkan falsafah, prinsip, dan etika penyuluhan, dan kemampuan di bidang
keahlian) dan motivasi penyuluh (pengembangan potensi diri, pengakuan dari
petani binaan dan penghasilan) terhadap kinerja penyuluh pertanian.
Penelitian Sapar (2011) dengan judul Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kinerja Penyuluh Pertanian Dan Dampaknya Pada Kompetensi Petani Kakao di
Empat Wilayah Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor individu penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada kinerja mereka baik
secara terpisah maupun secara bersama-sama.. Pengaruh secara bersama-sama
keempat peubah tersebut adalah (R²) 67 persen yang nyata pada α = 0,05.
Penelitian Ibrahim Hamzah (2011) dengan judul Faktor Penentu Kinerja
Penyuluh Pertanian di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Hasil
faktor karakteristik internal, eksternal, dan kompetensi penyuluh terhadap kinerja
penyuluh pertanian adalah 0,547 atau 54,7 persen.
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Teori Kinerja
Menurut Mangkunegara dan Prabu (2000), “kinerja (prestasi kerja) ialah
hasil kerja setelah kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.” Menurut Sulistiani (2003), “Kinerja seseorang merupakan kombinasi
dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya.”
Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta
waktu.
Menurut Slamet dan Margono (2003), program penyuluhan pembangunan
yang efektif dan efisien dapat dikembangkan oleh tenaga-tenaga profesional di
bidang penyuluhan pembangunan. Hal ini hanya memungkinkan apabila program
penyuluhan diwadahi oleh sistem kelembagaan penyuluhan yang jelas dan
pelaksanaannya didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten di bidang
penyuluhan. Peningkatan kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian,
bisa dikondisikan melalui berbagai upaya seperti:
(1) meningkatkan efektivitas pelatihan bagi penyuluh,
(2) meningkatkan pengembangan diri penyuluh melalui peningkatan kemandirian
(3) meningkatkan dukungan terhadap penyelenggaraan penyuluhan seperti
dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap pendanaan penyuluhan,
dukungan peran kelembagaan, dukungan teknologi dan sarana penyuluhan,
pola kepemimpinan yang berpihak pada petani dan
(4) memotivasi pribadi penyuluh untuk selalu meningkatkan prestasi kerja (kinerja
penyuluh) dan mengikuti perubahan lingkungan strategis yang ada.
Untuk itu diperlukan suatu usaha baik itu dari pemerintah ataupun dari
instansi lain yang membantu petani dalam mengusahakan usaha taninya agar
dapat menjadi lebih baik dan maju. Melalui Departemen pertanian, kegiatan
penyuluhan pertanian sangat diharapkan yaitu sebagai suatu usaha yang
membantu petani dalam berusaha tani, agar pertanian mereka dapat maju dan
berkembang.
Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja
(patokan kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun
profesionalisme penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja)
penyuluhan pertanian tersebut, yaitu:
1. tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP (Balai Penyuluhan
Pertanian)/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.
2. tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing.
3. tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.
4. terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai
dengan kebutuhan petani.
5. tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani,
6. terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling
menguntungkan.
7. terwujudnya akses petani kelembaga keuangan, informasi, sarana produksi
pertanian dan pemasaran.
8. meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing
wilayah kerja.
9. meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah
kerja. (Buku kerja THL TBPP 2009).
Menurut Yusri (1999), ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh pertanian dalam bekerja secara professional, yaitu :
a. Faktor Internal Penyuluh Pertanian.
Kinerja penyuluh dipengaruhi oleh faktor-faktor dari penyuluh itu
sendiri. inilah yang disebut faktor internal yang terdiri dari :
1. Pendidikan formal penyuluh pertanian.
Telah ditetapkan basis pendidikan formal pertanian minimal Diploma III
atau memperoleh sertifikat pendidikan dan latihan fungsional dibidang
penyuluhan pertanian. Tingkat pengetahuan mempengaruhi keterampilan dan
keahlian yang dimiliki untuk melaksaanakan tugasnya mengimbangi dinamika
masyarakat petani.
2. Umur Penyuluh Pertanian
Semakin bertambah umur dan golongan penyuluh, persepsi penyuluh
pertanian tentang jabatan fungsional dalam pengembangan karier dan profesi
3. Masa Kerja Penyuluh Pertanian
Semakin lama masa kerja, penyuluh akan semakin menguasai bidang
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga akan semakin matang dan
pekerja lebih produktif dan bersaamaan dengan kemampuan kerja menentukan
kinerja kerja.
b. Faktor Eksternal.
Beberapa faktor eksternal penyuluh yang dipertimbangkan berhubungan
dengan kinerja penyuluh pertanian adalah :
1. Ketersediaan sarana dan prasarana.
Dengan adanya sarana dan prasarana seperti teknologi pertanian, pelatihan,
transportasi, komputer, OHP dan lain-lain sangat diperlukan penyuluh dalam
pelaksanaan tugasnya.
2. Sistem penghargaan
Hal ini biasanya terkait dengan perbaikan sistem penggajian, tunjangan
fungsional dan dana operasional serta jabatan atau kepangkatan.
3. Komoditas dominan di wilayah binaan
Kebiasaan pola tanam yang dilakukan oleh petani secara turun temurun
telah memberikan pengetahuan teknologi usahatani dan pengalaman berharga
kepada petani untuk dapat dikembangkan kearah yang lebih maju dan rasional
dalam interaksinya bersama-sama penyuluh.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan tugas dan fungsi
penyuluh pertanian, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, monitoring dan
penelitian. Walupun demikian, salah satu permasalahan penyuluhan pertanian
dimiliki penyuluh dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Permasalahan
tersebut berhubungan dengan kegiatan persiapan penyuluhan pertanian,
pelaksanaan penyuluhan pertanian, evaluasi dan pelaporan, pengembangan
penyuluhan pertanian, dan pengembangan profesi.
2.3.2. Karakteristik penyuluh pertanian
1. Umur
Umur seseorang berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya. Secara
kronologi, umur memberi petunjuk tentang tingkat perkembangan individu.
(Salkind 1985). Menurut Padmowihardjo (1994), umur bukan merupakan faktor
psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.
2. Tingkat Pendidikan
Menurut Slamet dan Margono (2003), pendidikan didefenisikan sebagai
usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia,
pendidikan adalah suatu proses terencana untuk mengubah perilaku seseorang
yang dilandasi adanya perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya.
Soeitoe (1982) mengartikan pendidikan sebagai proses yang diorganisasi untuk
mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan tingkah laku.
3. Masa Kerja
Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991)
menyatakan bahwa, Masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu
yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Pengalaman
kerja didefenisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh
(2008) menyatakan bahwa, masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang
bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.
4. Jumlah Petani Binaan
Mardikanto (1993) mengatakan bahwa sejak pelaksanaan Repelita I
(1969-1974) di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani, diawali
dengan kelompok-kelompok kegiatan (kelompok pemberantasan hama, kelompok
pendengar siaran pedesaan) dan sejak 1976 dikembangkan kelompok tani
berdasarkan hamparan lahan pertanian sejalan dilaksanakannya Proyek
Penyuluhan Tanaman Pangan (NationalFood Extension Project).
5. Gaji
Gaji adalah imbalan jasa atau uang yang dibayarkan atau yang ditentukan
untuk dibayarkan kepada seseorang pada jarak-jarak waktu teratur untuk jasa-jasa
yang diberikan atau gaji merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan
menentukan dalam manajemen tenaga kerja yaitu merupakan unsur dari
kompensasi terhadap prestasi yang telah diberikan oleh tenaga kerja dalam rangka
pencapaian sasaran perusahaan. Sedangkan menurut Dewan Penelitian Nasional
(Kartasapoetra : 1987), mengungkapkan bahwa gaji pada umumnya merupakan
pembayaran atau jasa yang dilakukan oleh karyawan pelaksana yang dibayarkan
secara tetap ke pekerja perbulannya.
2.4. Kerangka Pemikiran
Penyuluhan sebagai proses pembelajaran (pendidikan nonformal) yang
ditujukan untuk petani dan keluarganya memiliki peran penting dalam
berperan sebagai guru, pembimbing, penasehat, penyampai informasi dan mitra
petani.
Karena itu, peningkatan kinerja PPL sangat penting dalam
mempertahankan kelangsungan program penyuluhan ditingkat lapangan. Dalam
mewujudkan kinerjanya, penyuluh dihadapkan pada berbagai masalah internal
maupun eksternal. Masalah internal dalam hal ini terkait dengan karakteristik
penyuluh, sedangkan masalah eksternal diantaranya adalah masalah perbedaan
lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi perilaku kerja yang tercermin pada
kinerja atau job performance mereka.
Faktor-faktor karakteristik yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian
meliputi : umur, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah petani binaan, dan gaji.
Umur adalah usia penyuluh pertanian yang diukur dalam satuan tahun.
Tingkat Pendidikan adalah lamanya pendidikan yang diperoleh penyuluh
pertanian yang diukur dalam satuan tahun. Masa kerja adalah lamanya penyuluh
menjalankan pekerjaannya sebagai penyuluh, diukur dalam satuan tahun. Jumlah
petani binaan adalah banyaknya petani yang dibina penyuluh, diukur dengan skala
rasio. Gaji adalah penilaian terhadap pentingnya gaji sebagai imbalan sesuai
dengan jabatan dan kepangkatannya dalam satuan rupiah.
Sedangkan tingkat keberhasilan kinerja diukur dari 9 indikator kinerja
yang terdiri dari : Penyusunan program penyuluhan pertanian, rencana kerja
penyuluh pertanian, Data peta wilayah, diseminasi teknologi, Kebudayaan dan
kemandirian petani, Kemitraan usaha, Kelembagaan petani, Informasi sarana
= Dipengaruhi = Terdiri dari
=` Mempengaruhi
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori maka hipotesis pada
penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara faktor-faktor karakteristik penyuluh dengan kinerja
penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal.
2. Ada pengaruh antara faktor-faktor karakteristik penyuluh terhadap kinerja
penyuluh pertanian di Kabupaten Mandailing Natal. Penyuluh Pertanian
Faktor-faktor karakteristik
Kinerja penyuluh pertanian
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal. Lokasi penelitian
ditentukan secara purposive atau secara sengaja dengan alasan karena penduduk
dilokasi penelitian mayoritas petani yang mengusahakan tanaman padi sawah
sebagai mata pencaharian utama selain itu juga terdapat pelaksanaan program
penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh penyuluh, baik itu penyuluh PNS
maupun penyuluh kontrak (THL-TBPP) sehingga Kabupaten Mandailing Natal
layak dijadikan sebagai daerah penelitian.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah di Kabupaten Mandailing Natal
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ha) 35.878,77 170.010,17 47,38
Sumber : BPS Mandailing Natal Thn 2011
3.2. Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian ini, sampel adalah seseorang yang tercatat sebagai Tenaga
Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yang memiliki
daerah binaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling (sengaja) dengan jumlah sampel 30 orang penyuluh dari
jumlah total sebanyak 94 orang dengan menggunakan metode pengambilan
contoh secara acak (random sampling method). Penentuan jumlah sampel
sangat bergantung pada jenis penelitian dimana penelitian korelasional dan kausal
jumlah responden sebanyak 30.
Penentuan jumlah sampel tersebut juga untuk menghemat biaya, waktu
dan tenaga yang dibutuhkan pada saat penelitian, hal ini didukung oleh
pernyataan Daniel (2002) yang menyatakan sebuah penelitian harus
mempertimbangkan biaya, waktu dan tenaga untuk menghindari adanya data
populasi yang tidak ada, pengumpulan data serta biaya dan tenaga yang cukup.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dari responden dengan cara
wawancara langsung dengan penyuluh berdasarkan daftar kuisioner yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
publikasi resmi seperti kantor kepala desa dan didukung bahan referensi atau
literatur serta badan-badan dan instansi yang terkait dalam penelitian ini.
Kuisioner yang digunakan meliputi beberapa pertanyaan mengenai
karakteristik individu penyuluh dan tingkat keberhasilan penyuluh. Karakteristik
individu di dalam penelitian ini diukur berdasarkan pada (1) umur (tahun), (2)
tingkat pendidikan (tahun), (3) masa kerja (tahun) (4) jumlah petani binaan
(orang), dan gaji (rupiah) sedangkan indikator keberhasilan kinerja penyuluh
diukur berdasarkan buku kerja THL TBPP (2009).
Penyusunan kuisioner yang digunakan disesuaikan dengan pengembangan
yang dilakukan oleh Gerson (2001) dalam Syaiin (2008), dengan beberapa
keberhasilan dalam penyuluhan tergantung dari jumlah skor yang dihasilkan
berdasarkan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak
setuju dan sangat tidak setuju dengan masing-masing skor 5, 4, 3, 2, dan 1
kemudian masing-masing jawaban diberi pembobotan yaitu dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Pemberian Pembobotan pada Masing-Masing Jawaban Responden
Tingkat Keberhasilan Kinerja Pilihan Jawaban
Terhadap Pertanyaan Skor Bobot Skor
A 5 20
B 4 16
C 3 12
D 2 8
E 1 4
Sumber : data primer diolah
Setelah dilakukan pembobotan pada masing-masing variabel penelitian
maka dilakukan pengelompokan berdasarkan kriteria tinggi, sedang dan rendah.
Penentuan kriteria tinggi, sedang dan rendah berdasarkan pada rumus dalam buku
Sudjana (2005) yang menuliskan bahwa untuk membuat distribusi frekuensi
dengan kelas yang sama dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menentukan rentang (nilai maksimum-nilai minimum)
2. Menentukan banyak interval kelas
3. Menentukan panjang interval kelas dengan rumus :
�= �������
�����������
Tabel 3. Model Tabel dalam Pemberian Tingkat dalam Karakteristik Individu dan Keberhasilan Kinerja Penyuluh
Tingkat
Sumber : data primer diolah
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah :
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan data tentang distribusi
frekuensi responden dari masing-masing variabel, kemudian data tersebut
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pengelompokan
pada masing-masing variabel penelitian yang terdiri atas data karakteristik
individu penyuluh dan keberhasilan kinerja penyuluh.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis statistik yang dapat digunakan dalam
mencari faktor-faktor yang berhubungan antara keberhasilan kinerja penyuluh
terhadap karakteristik individu penyuluh yang menggunakan Uji Chi-square pada
tingkat kepercayaan 95% (α=5%). Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung chi-square (X2
�2 =(�0−��)
�� X
) mengikuti rumus dalam Pramesti (2009) yaitu rumus
yang digunakan untuk mencari frekuensi teoritis adalah sebagai berikut :
2
Fe : frekuensi yang diharapkan
Rumus yang digunakan untuk mencari frekuensi teoritis (Fe) adalah
sebagai berikut :
��= (∑ ��) � (∑ ��)
∑ � Fe : frekuensi yang diharapkan ∑ �� : jumlah frekuensi pada kolom
∑ �� : jumlah frekuensi pada baris
∑ � : jumlah keseluruhan baris atau kolom
Penyusunan hipotesis adalah sebagai berikut ini :
Ha
H
: Terdapat hubungan yang signifikan antara keberhasilan kinerja dengan
karakteristik penyuluh di Kabupaten Mandailing Natal.
0
Kaidah pengambilan keputusan :
: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keberhasilan kinerja dengan
karakteristik penyuluh di Kabupaten Mandailing Natal.
- Jika α = 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai Asymp.sig, maka H0 diterima
dan Ha
- Jika α = 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai Asymp.sig, maka H ditolak.
a diterima dan H0
3. Analisis multivariat ditolak.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang paling
dominan terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji regresi liniear
berganda dengan menggunakan metode backward. Bentuk umum dari persamaan
regresi pada penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut :
� = β0+ β1�� + β2�� + β3�� + β4��+ β
dimana :
5�� + µ
β0 ,…, β5
Y = nilai kinerja secara keseluruhan = nilai masing-masing variabel
X1
X
= tingkat pendidikan (tahun)
2
= jumlah petani binaan (orang)
Pendugaan model regresi terbaik digunakan dengan menggunakan model
regresi langkah mundur (backward), di dalam penelitian ini pendugaan dilakukan
dengan menggunakan SPSS. Eliminasi langkah mundur (backward) dimulai
dengan regresi terbesar dengan menggunakan semua variabel Xi, dan secara
bertahap mengurangi banyaknya variabel dalam persamaan samapai suatu
keputusan dicapai untuk menggunakan persamaan yang diperoleh dengan jumlah
variabel tertentu. Metode ini merupakan metode regresi yang baik karena metode
ini dijelaskan variabel respon dengan sebaik-baiknya dengan memilih variabel
penjelas (Desrina, dkk, 2013).
3.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji
normalitas, autokorelasi dan uji multikolinearitas. Uji ini dilakukan untuk
mendapatkan model regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Predicted)
sehingga persamaan regresi yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan
1. Uji Normalitas
Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas dan terikat adalah normal. Menurut Yusuf
(2003) normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik Normal P-Plot of Regression Standarized Residual. Suatu
model dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Bertujuan untuk menguji model regresi, variabel pengganggu atau residual
yang memiliki distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistic
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Dasar pengambil keputusan :
• Jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang menceng (skewness) ke
kiri atau ke kanan, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas
• Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histrogramnya menunjukkan pola distribusi normal model regresi
memiliki normalitas
• Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi normalitas
• Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histrogramnya menunjukkan pola distribusi normal model regresi
memiliki asumsi normalitas.
2. Uji multikolinieritas
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak terjadi
korelasi yang biasa disebut non multikolinearitas. Menurut Sarwono (2006)
pedoman untuk mendeteksi multikolinearitas adalah :
a. Besar VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance
- Mempunyai Nilai VIF ± 1
- Mempunyai angka Tolerance ± 1
- Atau Tolerance = 1/VIF dan VIF = 1/Tolerance
- Dan apabila Nilai VIF > 10 dipastikan terjadi Multikolinearitas
(Untuk menilai VIF dan Tolerance dilihat pada tabel Coefficients).
3. Uji autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Asumsi dalam autokorelasi
adalah:
E(r ui uj) = o atau Con (uiuj
Untuk menguji Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Waston (DW), yaitu
jika nilai DW terletak antara du dan (4 – dU) atau du ≤ DW ≤ (4 – dU) berarti
bebas dari Autokorelasi, sebaliknya jika nilai DW < dL atau DW > (4 – dL)
berarti terdapat Autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin
Watson, yaitu nilai dL ; dU ; α ; n ; (k – 1) dimana n adalah jumlah sampel, k
3.6. Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini dibuat beberapa
definisi dan batasan operasional yaitu :
3.6.1. Defenisi
a. Penyuluhan pertanian merupakan suatu pendidikan non formal yang ditujukan
untuk petani dan keluarganya dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan hidupnya.
b. Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance adalah hasil kerja
atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih
luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk berlangsungnya proses
pekerjaan.
c. Kinerja penyuluhan adalah kinerja yang mengacu kepada konsep-konsep
pemberdayaan yaitu yang mampu meningkatkan kapasitas (keberdayaan) dan
kemandirian petani.
d. Penyuluhan merupakan suatu kegiatan yang mutlak harus ada jika kita
benar-benar menghendaki adanya peningkatan produksi dari para petani.
e. Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian adalah tenaga
bantu penyuluh pertanian yang direkrut oleh Departemen Pertanian selama
kurun waktu tertentu dan melaksanakan tugas dan fungsinya serta tidak
menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
f. Penyuluh pertanian lapangan (PPL) orang yang bertugas memberikan
penyuluhan kepada para petani secara langsung di lapangan dan bertanggung
3.6.2. Batasan Operasional
a. Tempat penelitian adalah Kabupaten Mandailing Natal.
b. Penyuluh yang menjadi sampel penelitian adalah Tenaga Harian Lepas Tenaga
Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP).
c. Umur adalah usia penyuluh pertanian yang diukur dalam satuan tahun
d. Tingkat Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang diperoleh penyuluh
pertanian yang diukur dalam satuan tahun
e. Masa kerja adalah lamanya penyuluh menjalankan pekerjaannya sebagai
penyuluh, diukur dalam satuan tahun.
f. Jumlah petani binaan adalah banyaknya petani yang dibina penyuluh, diukur
dengan skala rasio.
g. Gaji adalah penilaian terhadap pentingnya gaji sebagai imbalan sesuai dengan
jabatan dan kepangkatannya diukur dalam satuan rupiah.
h. Program penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan
kebutuhan petani.
i. Rencana kerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing.
j. Peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi.
k. Terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai
dengan kebutuhan petani.
l. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani,
usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya).
m. Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling
n. Terwujudnya akses petani kelembaga keuangan, informasi, sarana produksi
pertanian dan pemasaran.
o. Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing
wilayah kerja.
p. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00.10’ –
10º50’ Lintang Utara dan 98º50’ – 100º10’ Bujur Timur. Wilayah administrasi
Mandailing Natal dibagi atas 23 kecamatan dan 407 desa/kelurahan.
Daerah Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak paling
selatan dari provinsi Sumatera Utara dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas;
2. Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat;
3. Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat;
4. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia.
Kabupaten Mandailing Natal mempunyai luas wilayah 662.070 Ha atau
9,24 persen dari wilayah provinsi Sumatera Utara.
4.1.2. Distribusi Penduduk menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kabupaten Mandailing Natal adalah berjumlah
408.731 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 200.925 orang dan perempuan
berjumlah 207.806 orang. Secara terperinci keterangan mengenai penduduk di
Tabel 4. Distribusi Penduduk menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 200.925 49,16
2 Perempuan 207.806 50,84
Total 408.731 100,00
Sumber : Data BPS Kabupaten Mandailing Natal Thn 2011
Tabel 4 menunjukkan bahwa di Kabupaten Mandailing Natal jumlah
penduduk yang terbesar adalah perempuan, yaitu sebesar 207.806 orang atau
50,84%.
4.1.3. Distribusi Penduduk menurut Umur
Distribusi penduduk di Kabupaten Mandailing Natal menurut golongan
umur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Penduduk menurut Umur
No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tabel 5 menunjukkan bahwa di Kabupaten Mandailing Natal golongan
umur yang jumlahnya terbesar adalah pada umur 5-9 Tahun yaitu sebesar 49.923
atau 12,21%, sedangkan jumlah yang terkecil adalah pada umur 60 – 64 yaitu
sebesar atau 2,09%.
4.1.4. Distribusi Penduduk menurut Agama
Penduduk Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya menganut agama
Islam, dan hanya sebagian kecil yang menganut agama Kristen, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Penduduk menurut Agama
No Agama Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Islam 403.613 98,75
2 Kristen 5.118 1,25
Total 408.731 100,00
Sumber : BPS Mandailing Natal Thn 2011
4.1.5. Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase
1 Tidak tamat SD 97.115 23,76
2 SD 152.030 37,19
3 SLTP 87.210 21,34
Tabel 7. Lanjutan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase
5 Diploma 3.985 0,97
6 Sarjana 10.161 2,48
Total 408.731 100,00
Sumber : BPS Mandailing Natal Thn 2011
Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kabupaten
Mandailing Natal yang terbesar adalah SD, yaitu 152.030 orang atau 37,19%,
sedangkan tingkat pendidikan yang terkecil adalah Diploma/Sarjana sebesar 3.985
orang atau 0,97%.
4.1.6. Prasarana Tempat Peribadatan
Untuk mengetahui prasarana tempat peribadatan Kabupaten Mandailing
Natal dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Prasarana Dan Peribadatan
No Tempat Peribadatan Jumlah (Unit) Persentase (%)
1 Mesjid 506 32,65
Sumber : Data BPS Mandailing Natal Thn 2012
Tabel 8 menunjukkan bahwa tempat peribadatan paling banyak adalah
Langgar yaitu sebesar 776 unit dan tempat peribadatan yang paling sedikit yaitu
4.1.7. Prasarana Pendidikan
Prasarana pendidikan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal dapat
dilihat pada Tabel 9 :
Tabel 9. Distribusi Prasarana Pendidikan
No Prasarana Pendidikan Jumlah (Unit) Persentase (%)
1 SD 396 77,65
Sumber : Data BPS Mandailing Natal Thn 2012
Tabel 9 menunjukkan bahwa prasarana pendidikan paling banyak adalah
SD yaitu sebesar 396 unit dan prasarana pendidikan yang paling sedikit yaitu
SLTA sebesar 39 unit.
4.1.8. Prasarana Kesehatan
Prasarana Kesehatan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Prasarana Kesehatan
No Prasarana Kesehatan Jumlah (Unit) Persentase (%)
1 Rumah Sakit Umum 4 0,71
Tabel 10 menunjukkan bahwa prasarana kesehatan paling banyak adalah
posyandu yaitu sebesar 474 unit dan prasarana kesehatan yang paling sedikit yaitu
rumah Sakit Umum sebesar 4 unit.
4.2. Karakteristik Sampel
4.2.1. Umur
Karakteristik sampel menurut golongan umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur
No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 11 menunjukkan bahwa umur penyuluh sampel lebih banyak berada
pada kelompok umur 24-32 tahun, yaitu sebanyak 15 orang atau 50 %, sedangkan
yang paling sedikit adalah pada kelompok umur 41-49 tahun, yaitu sebanyak 5
orang atau 16,7%.
4.2.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah lamanya pendidikan formal yang
pernah dilalui penyuluh yang diukur dalam satuan tahun. Untuk lebih jelasnya
Tabel 12. Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 12-14 18 60
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 12. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penyuluh sampel lebih
banyak berada pada kelompok 12-14 tahun, yaitu sebanyak 18 orang atau 60 %,
sedangkan yang paling sedikit adalah pada kelompok 18-20 tahun, yaitu sebanyak
1 orang atau 3.3%.
4.2.3. Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya penyuluh menjalankan pekerjaannya sebagai
penyuluh, diukur dalam satuan tahun. Masa kerja sampel dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Masa Kerja
No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 4 4 13.3
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 13 menunjukkan bahwa masa kerja penyuluh sampel lebih banyak
yang paling sedikit adalah pada kelompok 4 tahun, yaitu sebanyak 4 orang atau
13.3%.
4.2.4. Jumlah Petani Binaan
Jumlah sampel berdasarkan banyaknya petani binaan dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Petani Binaan
No Jlh Petani Binaan (Orang) Jumlah Persentase (%)
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 14 menunjukkan bahwa jumlah petani binaan penyuluh sampel
lebih banyak berada pada kelompok 100-517 orang, yaitu sebanyak 17 orang atau
56.7%.
4.2.5. Gaji
Jumlah sampel berdasarkan tingkatan gaji dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Gaji Penyuluh
No Gaji (Rp) Jumlah Persentase (%)
Tabel 15 menunjukkan bahwa penyuluh sampel lebih banyak berada pada
kelompok gaji 1.100.000, yaitu sebanyak 18 orang atau 60 %.
4.3. Hasil dan Pembahasan
4.3.1. Analisis Univariat
4.3.1.1. Karakteristik Responden
Karakterisitik responden meliputi umur, tingkat pendidikan, masa kerja,
jumlah petani binaan dan gaji. Adapun distribusi responden berdasarkan
karakteristik penyuluh dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Penyuluh
No. Karakteristik Penyuluh Jumlah (n) Persentase (%) 1. Umur (Tahun)
24-32 15 50.0
33-41 10 33.3
41-49 5 16.7
Total 30 100
2. Tingkat Pendidikan (Tahun)
12-14 18 60
4. Jumlah Petani Binaan
(Orang)
100-517 17 56.7
Tabel 16. Lanjutan
936-1353 1 3.3
Total 30 100
5. Gaji (Rp)
1.100.000 18 60.0
1.500.000 5 16.7
2.000.000 7 23.3
Total 30 100
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 16 menunjukkan bahwa karakteristik penyuluh dibedakan
berdasarkan umur (tahun), tingkat pendidikan (tahun), masa kerja (tahun), jumlah
petani binaan (orang), dan gaji (Rp). Karakteristik umur terbanyak adalah pada
umur 24-32 tahun yaitu sebanyak 15 orang dengan persentase mencapai 50 % dari
total responden. Tingkat pendidikan tertinggi berkisar antara 12-14 tahun
sebanyak 18 orang dengan persentase sebesar 80 %. Masa kerja penyuluh
digolongkan kedalam 3 masa kerja yaitu 4,5,dan 6 tahun. Masa kerja terlama
adalah 5 tahun dengan jumlah individu 14 orang atau sekitar 46,7 % dari total
individu. Jumlah petani binaan antara satu penyuluh dengan penyuluh yang lain
juga berbeda, berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 56,7 % jumlah
petani binaan pada masing-masing penyuluh adalah digolongkan kedalam 100
sampai 517 petani binaan. Variabel karakteristik yang menjadi pengamatan
selanjutnya adalah gaji dengan gaji tertinggi berada pada Rp.2.000.000 yaitu
sebanyak 23,3 % sedangkan berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 60 %
4.3.1.2. Indikator Keberhasilan Kinerja
Pada penelitian ini masing-masing indikator keberhasilan kinerja
penyuluh dibedakan kedalam tiga golongan yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Adapun distribusi responden berdasarkan karakteristik penyuluh dapat dilihat
pada Tabel 17.
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Keberhasilan Kinerja
No. Indikator Keberhasilan Kinerja Jumlah (n) Persentase (%) 1. Penyusunan program penyuluhan pertanian
Tinggi 16 53.3
Sedang 11 36.7
Rendah 3 10.0
Total 30 100
2. Rencana kerja penyuluh pertanian
Tinggi 18 60.0
4. Diseminasi teknologi
Tinggi 6 20.0
Sedang 18 60.0
Rendah 6 20.0
Total 30 100
5. Kebudayaan dan kemandirian petani
Tinggi 9 30.0
Sedang 18 60.0
Rendah 3 10.0
Total 30 100
Tabel 17. Lanjutan
Tinggi 5 16.7
Sedang 12 40.0
Rendah 13 43.3
Total 30 100
7. Kelembagaan Petani
Tinggi 21 70.0
Sedang 6 20.0
Rendah 3 10.0
Total 30 100
8. Informasi Sarana Produksi dan Pemasaran
Tinggi 20 66.7
Sedang 5 16.7
Rendah 5 16.7
Total 30 100
9. Produktivitas dan Pendapatan Petani
Tinggi 16 53.3
Sedang 13 43.3
Rendah 1 3.3
Total 30 100
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 17 menunjukkan bahwa indikator penyusunan program penyuluhan
yang menunjukkan kriteria tinggi adalah sebanyak 16 orang dengan persentase
sebesar 53.3 % sedangkan yang menunjukkan kriteria rendah adalah sebanyak 3
orang dengan persentase sebesar 10 %. Indikator selanjutnya adalah rencana kerja
penyuluh pertanian yang menunjukkan kriteria kerja yang tinggi sebanyak 18
orang dengan persentase sebesar 60 % sedangkan yang menunjukkan kriteria
rendah adalah sebanyak 2 orang orang dengan persentase sebesar 6.7 %. Indikator
keberhasilan data peta wilayah yang menunjukkan kriteria kinerja yang tinggi
adalah sebanyak 16 orang dengan persentase sebesar 53.3 % sedangkan yang
Indikator selanjutnya yang dilihat dalam penelitian ini adalah variabel
diseminasi teknologi yang menunjukkan kriteria kinerja yang tinggi mencapai 6
orang dengan persentase sebesar 30 % sedangkan kinerja yang rendah
menunjukkan jumlah dan persentase yang sama. indikator selanjutnya adalah
kebudayaan dan kemandirian petani yang menunjukkan kinerja yang tinggi adalah
sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 30 % sedangkan yang menunjukkan
kriteria kinerja yang rendah sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 10 %.
Indikator kemitraan usaha yang menunjukkan kriteria kinerja yang tinggi adalah
sebanyak 5 orang dengan persentase 16,7% sedangkan yang menunjukkan kriteria
kinerja yang rendah adalah sebanyak 13 orang dengan persentase sebesar 43.3 %.
Indikator kelembagaan petani menunjukkan kriteria kinerja yang tinggi
yaitu sebanyak 21 orang dengan persentase sebesar 70 %. Indikator sarana
produksi dan pemasaran yang menunjukkan kriteria kinerja yang tinggi yaitu
sebanyak 20 orang dengan persentase sebesar 66.7 % sedangkan yang
menunjukkan kinerja yang rendah yaitu sebanyak 5 orang dengan persentase
sebesar 16,7 %. Indikator terakhir adalah produktivitas dan pendapatan petani
yang menunjukkan kinerja yang tinggi sebanyak 16 orang dengan persentase
sebesar 5.3 % sedangkan yang menunjukkan kriteria kinerja yang rendah hanya 1
orang dengan persentase sebesar 3.3 %.
Dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan kinerja penyuluh
pertanian tertinggi ditunjukkan oleh indikator informasi sarana produksi dan
pemasaran dengan persentase sebesar 66.7 % sedangkan indikator keberhasilan
kinerja yang paling rendah adalah indikator produktivitas dan pendapatan petani
4.3.2. Analisis Bivariat
Tabulasi silang indikator keberhasilan kinerja dengan karakteristik
penyuluh dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Tabulasi Silang Indikator Keberhasilan Kinerja dengan Karakteristik Penyuluh
No.
Variabel Keberhasilan Kinerja Total
Hasil Uji Chi-Square Tinggi Sedang Rendah
Karakteristik 2. Tingkat Pendidikan (Tahun)
12-14 3 10.0 11 36.7 4 13.3 18 60.0 4. Jumlah Petani Binaan (Orang)
100-517 10 33.3 6 20.0 1 3.3 17 56.7
Sumber : Lampiran (diolah oleh Penulis)
Tabel 18 menunjukkan bahwa umur yang menunjukkan keberhasilan
kinerja yang tinggi terbanyak adalah pada umur 24 - 32 tahun dengan persentase
sebesar 23.3 % sedangkan yang menunjukkan keberhasilan kinerja yang rendah
juga pada usia 24 - 32 tahun dengan persentase sebesar 6.7 %. Hasil uji statistik
menunjukkan pada nilai X2 = 0.76 dengan nilai P=0.94, artinya tidak terdapat