TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA NILAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
SOSIAL EKONOMI PETANI
(Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)
SKRIPSI
JONRI SUHENDRA S 040309001
SEP/PKP
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA NILAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
SOSIAL EKONOMI PETANI
(Studi Kasus:Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)
SKRIPSI
JONRI SUHENDRA S 040309001
SEP/PKP
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Ir. Yusak Maryunianta.MSi) (Ir. M. Jufri. MSi)
Ketua komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat
ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup dan bekerja
pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian
(Mubyarto, 1994 : 12).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan
demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang
disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi dilapangan dalam
mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa (Husodo,
Siswono Yudo, dkk, 2004 : 22-23).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang cukup penting peranannya dalam menghasilkan
devisa. Dalam perdagangan dunia, minyak nilam dikenal dengan nama Patchouly
oil. Minyak nilam bersama dengan 14 jenis minyak atsiri lainnya adalah komoditi
ekspor yang menghasilkan devisa.. Volume ekspor minyak atsiri dari tahun ke
tahun selalu mengalami peningkatan, tahun 2001 mencapai 5080 ton dan nilai US
pemasok utama minyak nilam dunia (90 %). Sementara kebutuhan dunia berkisar
1200 ton per tahun dari pertumbuhan sebesar 5 % (Mauludi, 2005 : 1).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin, Benth) salah satu komoditas
penghasil minyak atsiri yang merupakan komoditas ekspor tradisional yang sudah
lama dikenal di Indonesia. Nama nilam yang masih dipakai sampai sekarang
merupakan singkatan dari Nederlandch Indischc Landbouw Maatchappij yang
dahulunya melakukan penyulingan minyak atsiri patchouli plant di daerah Aceh
(Aninomous, 2006).
Kini budidaya nilam sudah menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia
yaitu Pulau Sumatera (D.I.Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan
Lampung) dan pulau Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Areal yang terluas
adalah Daerah Istimewa Aceh, terutama di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara. Di
Sumatera Utara penyebaran areal terdapat di beberapa kabupaten yaitu Nias,
Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Pakpak Bharat dan
beberapa daerah lainnya.
Minyak nilam merupakan bahan baku yang penting untuk industri
wewangian, kosmetika dan sering juga digunakan sebagai bahan campuran
pembuatan kompon. Minyak nilam mempunyai sifat yang sukar tercuci, sukar
menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, dapat larut dalam alkohol.
Karena sifat-sifat inilah minyak nilam merupakan sebagai fiksatif (unsur
pengikat) untuk industri wewangian (Santoso, 1990 :23).
Kabupaten Pakpak Bharat adalah kabupaten yang cocok untuk
ditingkatkan budidaya nilam. Dimana kabupaten Pakpak Bharat sekarang fokus
Pemerintah kabupaten Pakpak Bharat terus berupaya untuk memberikan
motivasi untuk mengelola lahan tidur yaitu lahan kosong yang tidak di
budidayakan oleh manusia, memfasilitasi berbagai bantuan baik bantuan tingkat
Propinsi maupun bantuan tingkat Nasional. Mendatangkan Tenaga Ahli pada
pengolahan nilam, memberdayakan PPL, membangun Unit Pengolah Nilam
sebanyak 4 unit yang ditetapkan di Desa Lae Merempat, Desa Tanjung Meriah
Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Desa Perduhapen Kecamatan Kerajaan dan
Desa Kuta Tinggi Kecamatan Salak, bekerjasama dengan IPB dan ITB dalam
peningkatan mutu. Menjalin kerjasama dengan Eksportir dalam menjual produk
minyak nilam ke luar negeri.
Program budidaya dimulai pada bulan Agustus 2006 dengan menyediakan
1 juta bibit tahap pertama kepada para petani nilam. Seluruh proses pembuatan
dan penyediaan bibit dilakukan oleh suatu tim secara lokal dengan
memberdayakan para petani setempat. Tim tersebut dikenal dengan Tim Nilam
yang terdiri dari tujuh orang ahli dan pemerhati nilam dari Kuningan, Jawa Barat.
Tim nilam dipimpin oleh almarhum Bapak Syamsudin (18 Juni 2007). Tim tidak
hanya terbatas kepada penyediaan bibit saja, akan tetapi juga berfungsi sebagai
penyuluh di lapangan mulai dari hal-hal yang berhubungan dengan
penanaman/budidaya nilam hingga ke hal-hal yang berhubungan dengan pasca
panen/penyulingan.
Penyediaan 1 juta bibit kedua ditambahkan pada akhir tahun 2006 untuk
area seluas 50 hektar sehingga total area penanaman dengan program yang
pertama menjadi 100 hektar. Dari 2 juta tanaman, diharapkan dapat dihasilkan
dalam jumlah tersebut, pemerintah kabupaten Pakpak Bharat menyediakan dua
unit penyulingan minyak terbuat dari bahan stainless steel dengan kapasitas
masing-masing unitnya adalah 60 kg. Pada tahun 2006, pemerintah kabupaten
Pakpak Bharat menerima bantuan dari Departemen Perindustrian sebanyak tiga
unit penyulingan modern yang juga terbuat dari bahan stainless steel dengan
kapasitas penyulingan masing-masing sebesar 120 kg.
Budidaya tanaman nilam di Kabupaten Pakpak Bharat telah lama
diusahakan. Namun demikian, perkembangan pola dan teknologi budidaya serta
teknologi pengolahan minyak nilam masih diusahakan secara tradisional. Animo
masyarakat terhadap budidaya tanaman nilam sangat dipengaruhi oleh tingkat
harga minyak nilam di pasaran lokal. Saat harga minyak nilam naik (tinggi),
hampir seluruh petani memiliki lahan budidaya tanaman nilam, demikian pula
sebaliknya.
Dengan demikian stabilitas ketersediaan minyak nilam sangat fluktuatip.
Kondisi seperti ini ditimbulkan oleh belum banyaknya arus teknologi yang
diterima para petani baik di bidang budidaya tanaman nilam maupun teknik
pengolahan minyak nilam serta belum tersedianya jaminan pasar.
Guna menghadapi persaingan produksi minyak nilam di Indonesia,
diperlukan efisiensi dalam budidaya tanaman nilam. Perbaikan teknik budidaya
serta adopsi teknologi tepat guna dalam pengolahan minyak nilam merupakan
salah satu solusi dalam peningkatan produksi minyak nilam di daerah Pakpak
Bharat. Dalam mewujudkan hal tersebut juga diperlukan peningkatan kemampuan
sumberdaya manusia, dari mulai petani, pengelola unit pengolahan hasil, hingga
Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang
fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat
mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi.
tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama dapat
dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan
setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan
(Aninomous, 2005).
Tabel berikut akan menunjukkan data mengenai luas lahan dan produksi
nilam di Kabupaten Pakpak Bharat.
Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Tanaman Nilam Menurut Kecamatan di Pakpak Bharat Tahun 2006
No Kecamatan Luas ( Ha ) Produksi (ton )
1 Salak 25,10 1,1
2 STTU Jehe 104 2,64
3 Pagindar 3 0,60
4 STTU Julu 7 0,70
5 Pangetteng-eteng
sengkut
5 0,50
6 Kerajaan 10 1,50
7 Tinada 1 0,30
8 Siempat Rube 5 1,20
Total 160,1 8,54
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, Pakpak Bharat Dalam Angka 2007
Areal budidaya tanaman nilam saat ini dikonsentrasikan di Kecamatan
Sitellu Tali Urang Jehe dan Salak. Kondisi geografis Pakpak Bharat sangat cocok
pemerintah daerah sangat memberi perhatian lebih dalam pengembangan nilam.
Program pengembangan budidaya nilam di daerah Pakpak Bharat sangat
memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan dari masyarakat itu sendiri.
Tabel 2 Luas Tanaman dan Produksi Perkebunan Nilam Menurut Desa di Kecamatan Pakpak Bharat Tahun 2006
No Nama Desa Luas Area (Ha) Produksi (Ton)
1 Kaban Tengah 19 0.4
2 Bandar Baru 16 0.3
3 Tanjung Meriah 23 0.6
4 Tanjung Mulia 6 0.15
5 Simberuna 25 0.5
6 Perolihen 3 0.2
7 Maholida 4 0.13
8 Perjaga 1 0.1
9 Malum 4 0.25
10 Mbinalun 3 0.2
Jumlah 104 2.64
Sumber:Dinas Pertanian Pakpak Bharat, STTU Jehe Dalam Angka 2007
Dari tabel diatas dapat bahwa Desa Tanjung Meriah adalah penghasil
nilam terbesar di Kecamatan STTU jehe dengan luas lahan 23 Ha dan produksi
0.6 ton dibandingkan dari desa lain yang berada di Kecamatan STTU Jehe.
Dari semua statistik yang didasarkan atas rangking (jenjang), koefisien
korelasi rank Spearman adalah yang paling awal dikembangkan dan mungkin
yang paling dikenal dengan baik hingga kini.Statistik ini, kadang-kadang disebut
diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau
individu-individu yang dipelajari dapat dirangking dalam rangkaian berurut
(Siegel, 1997 :250).
Untuk menghitung rs, buatlah daftar N subyek, di dekat catatan tiap
subyek, camtumkanlah ranking-Nya untuk variabel X dan ranking-Nya untuk
variabel Y (Siegel, 1997 :253).
Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat adopsi petani
terhadap teknologi budidaya nilam di Desa Tanjung Meriah sebagai salah satu
wilayah dikembangkannya teknologi nilam di Kecamatan STTU Jehe Kabupaten
Pakpak Bharat. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat adopsi petani
terhadap teknologi nilam yang terjadi didaerah penelitian, karena nilam marak
dikembangkan, dimana komoditas ini dapat meningkatkan pendapatan petani dan
masih tetap dibudidayakan sampai sekarang meskipun terjadi fluktuasi harga
minyak nilam dan tidak adanya jaminan harga yang pasti dari pemerintah.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah teknologi budidaya nilam di daerah penelitian telah sesuai dengan
yang dianjurkan PPL ?
2. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di
daerah penelitian ?
3. Apakah ada hubungan antara karateristik sosial ekonomi (umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah
tanggungan) petani dengan tingkat adopsi terhadap budidaya nilam di
4. Masalah-masalah apa yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi
budidaya nilam di daerah penelitian?
5. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi dalam mengadopsi teknologi bididaya nilam di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun diadakannya tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah budidaya nilam di daerah penelitian telah
mengikuti teknologi yang dianjurkan oleh PPL.
2. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya
nilam di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah
tanggungan) petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi
budidaya nilam di daerah penelitian.
4. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi
teknologi budidaya tanaman nilam di daerah penelitian.
5. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi budidaya nilam di
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dan
kebijakan dalam peningkatan produksi usaha tani nilam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan
petani dalam menerapkan teknologi secara efektif dan penyuluh bertindak sebagai
jembatan dan sekaligus penghantar teknologi. Teknologi disini maksudnya adalah
teknologi pertanian yang berarti cara-cara bagaimana penyebaran benih,
pemeliharaan tanaman, memungut hasil serta termasuk pula benih pupuk,
obat-obatan, pemberantasan hama, alat-alat, sumber tenaga kerja dan kombinasi
jenis-jenis usaha oleh para petani sebagai fungsinya selaku pengelola untuk mengambil
keputusan (Suhardiyono, 1992 : 21 ).
Pada dasarnya prilaku petani sangat di pengaruhi oleh pengetahuan,
kecakapan, dan sikap mental petani itu sendiri. Dengan digiatkannya penyuluhan
pertanian diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perilaku
serta bentuk-bentuk kegiatanya seiring dengan terjadinya perubahan cara
berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mental yang lebih terarah
dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarganya maupun
lingkunganya (Slamet , 2003 : 21).
Tingkat adopsi dipengaruhi oleh persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi
dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian dari
keluarga petani. Inovasi biasanya di adopsi dengan cepat karena :
− Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani.
− Kompleksitas / tidak rumit
− Dapat dicoba
− Dapat diamati
(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 129 ).
Inovasi adalah suatu gagasan melukiskan objek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir
(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 125 ).
Kecepatan setiap petani dalam menerapkan inovasi ataupun teknologi baru
tidak sama, ada yang lambat dan ada yang cepat. Melalui penyuluhan pertanian
dapat di bedakan beberapa golongan petani antara lain :
1. Inovator
2. Penerap inovasi teknologi lebih dini (early adopter)
3. Penerap inovasi teknologi lebih awal (early mayority)
4. Penerap inovasi teknologi lebih akhir (late mayority)
5. Penolak teknologi inovasi (laggard) (Kartasapoetra , 1994 : 27-28).
Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi
Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang
cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam
mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinu dalam industri
Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut,
daunnya halus bagai beledru dan agak membulat lonjong, serta warnanya agak
pucat. Saat berumur lebih dari 6 bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai
2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm. Nilam
termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba lainnya. Tanaman ini
memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan
curah hujan yang merata dalam jumlah cukup. Tinggi tempat yang ideal yaitu
10-400 m diatas permukaan laut. Sementara pada ketinggian 700-2000 m dpl, nilam
masih dapat tumbuh, tetapi kadar rendaman minyaknya tidak sebagus di dataran
rendah. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki 5,5-6,5 dan tidak boleh tergenang
air (Mangun, 2006, 14-15).
Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh
dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam Aceh lebih dikenal dan telah
ditanam secara meluas. Secara garis besar, jenis nilam ada 3 yaitu :
1. Nilam Aceh ( Pogostemon cablin Benth atau Pogostemon patchouli )
Nilam Aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan
karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak daun keringnya tinggi,
jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus yaitu 2,5-5 % dibandingkan dengan
jenis lain.
Nilam Aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir di
seluruh wilayah Aceh. Saat ini, hampir di seluruh wilayah Indonesia
2. Nilam Jawa ( Pogostemon heyneatus Benth )
Nilam Jawa disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan
masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di wilayah Pulau Jawa.
Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5-1,5 %. Jenis
daun dan rantingnya tidak memiliki bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak
meruncing.
3. Nilam sabun ( Pogostemon hortensis Backer )
Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5 %-1,5%.
Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak
baik sehingga minyak dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam bisnis
minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak
direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya
relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbesa dengan
nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik (Mangun, 2006 :
16-18).
Tujuan utama penanaman nilam adalah diambil daunnya. Waktu panen
daun pertama adalah saat tanaman berumur 6-8 bulan. Selanjutnya panen
dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Dengan pengelolaan budidaya secara intensif,
maka hasil daun rata-rata per tahun dapat mencapai produksi sebagai berikut.
Tahun pertama sekitar 7.000 kg daun nilam kering, tahun kedua sekitar 8.500 kg,
tahun ketiga kurang lebih 9.500 kg, tahun keempat turun menjadi 8.500 kg dan
tahun ke lima hanya sekitar 6.000 kg daun nilam kering (Lutony dan Rahmayati,
Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal dengan nama
patchouli oil. Standar minyak nilam yang diberlakukan di Indonesia sebagai
berikut:
Karakteristik Warna Berat
jenis
(Lutony dan Rahmayati, 2002, 88).
2.2 Landasan Teori
Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya
sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun pertanian
di negara ini. Segala sarana dan prasarana pertanian disediakan, demikian pula
segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai
peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan, dan para petani perlu
mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama
ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Slamet, 2003 : 14 ).
Pelaksanaan penyuluh menerapkan anjuran yang disampaikan oleh
penyuluh lapangan, terdapat suatu proses yang disebut dengan proses penerimaan
dan proses adopsi terhadap teknologi baru. Dalam penerimaan teknologi baru
terhadap teknologi tidaklah sama tergantung pada sikap dan kondisi
masing-masing petani pada saat teknologi diperkenalkan kepada mereka.
Teknologi yang diterapkan dalam mendukung pembangunan pertanian
Indonesia merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan
mutu dan diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik itu untuk skala kecil,
menengah, maupun besar.
Untuk sampai taraf yakin dan mau menerapkan teknologi biasanya petani
melalui tahap-tahap dari proses adopsi seperti berikut ini
Sadar dan Tahu ( Awareness )
Minat (Interesting )
Penilaian (Evaluation)
Percobaan (Trial)
Adopsi (Adoption)
(Van den Ban dan Hawkins, 2003 : 125 )
Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang digunakan
dalam industri parfum, sabun dan kosmetika disamping itu juga dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Sedangkan limbah sisa dari hasil
penyulingan yang jumlahnya berkisar 40-50 % dari bahan baku dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk
tanaman atau mulsa. Selanjutnya air sisa hasil penyulingan minyak nilam setelah
dipekatkan masih dapat dimanfaatkan sebagai aroma terap
petani untuk menerapkan teknologi tersebut pada usaha taninya. Hal ini biasanya
di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Umur petani
Makin muda petani biasanya mempunyai semagat untuk ingin tahu apa
yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha
untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka
belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.
2. Pengalaman bertani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih muda menerapkan inovasi
dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih
banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil
keputusan.
3. Tingkat pendidikan petani
Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan
menanamkan sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek
pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah
relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. Tingkat pendidikan yang
rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi, sehingga sikap mental
untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang.
4. Total pendapatan
Adalah jumlah pendapatan bersih yang diterima dari usahatani serta non
5. Luas pemilikan lahan
Petani yang mempunyai lahan yang luas adalah lebih muda menerapkan
inovasi dari petani yang memiliki lahan sempit, hal ini dikarenakan
keefisienan dalam penggunaan sarana produksi.
6. Jumlah Tanggugan
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga, akan mendorong petani untuk
melakukan banyak kegiatan/aktifitas terutama dalam upaya mencari dan
menambah pendapatan keluarga.
(Ginting.M, 2002).
2.3 Kerangka Pemikiran
Usaha tani nilam merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang di
usahakan dan dikelola petani, nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri,
karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup
mendatangkan devisa negara.
Dalam budidaya nilam diperlukan penerapan teknologi, sehingga adopsi
teknologi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau alat
alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi lewat penyuluhan
penyuluhan pertanian.
Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman nilam, ada
beberapa komponen teknologi budidaya yang dapat diterapkan petani.
Komponen-komponen tersebut adalah varietas, pembibitan, penanaman, jarak
Tinggi rendahnya penerapan teknologi nilam (adopsi teknologi) di
pengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi petani seperti umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan.
Pada akhirnya suatu teknologi diterapkan atau tidak diterapkan terletak
pada petani itu sendiri, apakah tingkat adopsinya tinggi, sedang, atau rendah
terhadap teknologi baru tersebut. Bila dalam dirinya ada kesadaran akan perlunya
perubahan maka pembaharuan yang diusulkan oleh penyuluh dapat diterapkan
Skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut
2.4 Hipotesis Penelitian
Untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan identifikasi masalah dan
tujuan penelitian maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1) Teknologi budidaya nilam di daerah penelitian telah sesuai dengan
anjuran PPL.
2) Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di daerah
penelitian tinggi.
3) Ada hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan,
pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan)
dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya nilam di tempat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penentuan Daerah Sampel
Daerah Penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Desa Tanjung
Meriah, Kecamatan STTU Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Desa
ini dipilih karena merupakan desa penghasil nilam terbesar dengan produksi 0.6
ton dan luas areal sebesar 23 Ha dari seluruh desa yang ada di Kecamatan STTU
Jehe Kabupaten Pakpak Bharat (Tabel 1.2).
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Populasi penelitian adalah petani nilam yang melakukan usahatani dengan
sistem budidaya dan pengolahan secara tradisional sebanyak 91 KK. Metode
penentuan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling, dimana
sampel diambil secara acak yaitu sebanyak 30 petani sampel.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani dengan
bantuan kusioner sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait serta
3.4 Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan
membandingkan, apakah tehnik budidaya nilam telah sesuai atau tidak sesuai
dengan teknologi yang dianjurkan .
Untuk menguji hipotesis 2 digunakan dengan metode skoring.
Komponen teknologi budidaya nilam adalah program Dinas Pertanian
Kabupaten Pakpak Bharat yang bekerjasama dengan Tim Peneliti nilam IPB yang
kemudian dianjurkan atau disosialisasikan oleh PPL kepada petani nilam.
Komponen teknologi budidaya terdiri dari 7 (tujuh) komponen dengan empat
indikator penilaian. Sesuai anjuran dapat diartikan bahwa komponen teknologi
yang dianjurkan oleh PPL diterapkan oleh petani dalam budidaya tanaman nilam,
sedangkan mengikuti teknologi budidaya adalah program yang dibuat oleh PPL
Tabel 3. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Budidaya Nilam Berdasarkan Literatur
N0 Komponen Teknologi
Indikator Bobot
1 Varietas a. Menggunakan varietas sesuai
anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.
b. Menggunakan varietas sesuai
anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.
c. Menggunakan varietas tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti semua teknologi budidaya
d. Tidak menggunakan varietas sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
3
2
1
0
2 Pembibitan a. Melaksanakan pembibitan sesuai
anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.
b. Melaksanakan pembibitan sesuai
anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.
c. Melaksanakan pembibitan tidak
sesuai anjuran tetapi mengikuti semua teknologi budidaya.
d. Tidak melaksanakan pembibitan
sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
3
2
1
0
3 Penanaman a. Melakukan penanaman sesuai
anjuran dan mengikuti semua
teknologi budidaya.
b. Melakukan penanaman sesuai
anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya
c. Melakukan penanaman tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.
d. Tidak melakukan penanaman sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
3
2
1
0
4 Jarak Tanam a. Melakukan jarak tanam sesuai
anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.
b. Melakukan jarak tanam sesuai
anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.
3
c. Melakukan jarak tanam tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.
d. Tidak melakukan jarak tanam sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
1
0
5 Pemeliharaan a. Melakukan pemeliharaan sesuai
anjuran dan mengikuti semua
sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
3
2
1
0
6 Pemupukan a. Melakukan pemupukan sesuai
anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.
b. Melakukan pemupukan sesuai
anjuran tatapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.
c. Melakukan pemupukan tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.
d. Tidak melakukan pemupukan
sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
a. Melakukan pengendalian hama dan
penyakit sesuai anjuran dan mengikuti semua teknologi budidaya.
b. Melakukan pengendalian hama dan
penyakit sesuai anjuran tetapi tidak mengikuti semua teknologi budidaya.
c. Melakukan pengendalian hama dan
penyakit tidak sesuai anjuran tetapi mengikuti teknologi budidaya.
d. Tidak melakukan pengendalian
hama dan penyakit sesuai anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
3
2
1
0
Kriteria penilaian untuk skor adalah :
Mengikuti semua anjuran dan mengikuti teknologi budidaya skor 3
Mengikuti semua anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya skor 2
Tidak mengikuti semua anjuran dan mengikuti teknologi budidaya skor 1
Tidak mengikuti semua anjuran dan tidak mengikuti teknologi budidaya
skor 0.
Tabel 4. Jumlah Skor Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam
No Kategori Range
1 Tinggi 15-21
2 Sedang 8-14
3 Rendah 0-7
Dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa jumlah skor tingkat adopsi
teknologi budidaya nilam berada antara
Untuk menguji hipotesis 3 dapat digunakan rumus rank spearman dengan
Keterangan :
− rs = rank spearman
− di = selisih antara rangking nilai karakteristik petani dengan tingkat adopsi
- N = jumlah petani yang mengadopsi teknologi budidaya nilam
- db = derajat bebas
Dengan kriteria sebagai berikut :
t-hitung ≤ tα
( )
0,0 5... Ho diterima, atau tolak H1.t-hitung >tα
( )
0,0 5... Ho ditolak, atau terima H1 (Siegel, 1997 : 263). H0: Tidak ada hubungan tigkat adopsi dega faktor sosial ekonomi petani.H1: Ada hubungan tingkat adopsi dengan faktor sosial ekonomi petani.
3.5 Definisi dan Batasan Operasional Definisi
Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan penelitian maka dibuat
defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
a) Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengelola usahatani pada
sebidang tanah atau lahan.
b) Teknologi adalah penerapan ilmu secara sistematik yang merupakan
himpunan rasionalitas untuk memamfaatkna lingkungan hidup dan
mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produksi yang ekonomis.
c) Pendapatan petani adalah total pendapatan yang di peroleh petani/
keluarga dari usahatani nilam.
d) Karakteristik sosial ekonomi petani terdiri dari umur, tingkat pendidikan
formal, pengalaman bertani, total pendapatan, luas lahan, jumlah
e) Umur adalah usia petani yang masih produktif dalam mengelola usahatani
nilam, dihitung dalam satuan tahun
f) Tingkat Pendidikan Formal adalah pendidikan formal yang pernah diikuti
oleh petani dibangku sekolah, dihitung dalam satuan tahun.
g) Pengalaman Bertani adalah lamanya petani dalam mengelelola usahatani
nilam, dihitung dalam satuan tahun.
h) Total Pendapatan adalah pendapatan bersih yang diterima petani dalam
mengelola usahatani nilam, dihitung dalam satuan rupiah.
i) Luas Lahan adalah luas lahan budidaya tanaman nilam yang dikelola oleh
petani, dihitung dalam satuan Ha
j) Jumlah Tanggungan adalah banyaknya tanggungan anggota keluarga,
dihitung dalam satuan orang.
Batasan Operasional
1. Penelitian diadakan di Desa Tanjung Meriah, Kecamatan STTU Jehe,
Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara.
2. Petani sampel adalah petani nilam yang mengusahakan budidaya nilam dan
tidak anggota kelompok tani.
3. Adopsi adalah sesuatu hal/teknologi baru yang sudah diterapkan petani
secara sadar dan tanpa paksaan dalam mengelola usaha nilam.
4. Komponen teknologi adalah bagian dari teknologi-teknologi yang
dilaksanakan pada usahatani nilam untuk meningkatkan produksi dan
5. Teknologi budidaya nilam yang dianjurkan PPL adalah varietas,
pembibitan, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit.
6. Data penelitian adalah data Tahun 2007.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Luas Daerah dan Letak Geografis Tanjung Meriah
Tanjung Meriah terletak di Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak
Bharat dengan luas wilayah 15.25 Km2 dengan ketinggian 650-950 M diatas
permukaan laut. Bentuk topografi wilayah berbukit dan berudara sejuk dan
beriklim dingin antara 2,250 C – 2,450 C Lintang Utara dan 960– 970 Bujur Timur.
Adapun batas-batas daerah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Silima Pungga-pungga
Kecamatan Lae Parira
Kecamatan Sidikalang
Sebelah Selatan : Kecamatan Salak dan Kerajaan
Sebelah Timur : Kecamatan Kerajaan
Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Singkil
Propinsi Nangroe Aceh Darussalam
Desa Tanjung Meriah beribukota di Sibande yang terdiri dari 4 dusun
yaitu Sibande I, Sibande II, Genting dan Urung Gantung. Desa ini berjarak 27
Kilometer dari Ibukota Kabupaten Pakpak Bharat serta 165 Kilometer dari Pusat
4.1.2 Tata Guna Lahan
Pola penggunaan lahan di Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Keadaan Tata Guna Lahan Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006
No Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)
1 Tanah Sawah 31 2.03
2 Perkampungan 105 6.8
3 Tanah Kering 800 52.5
5 Perkebunan Rakyat 250 16.6
7 Lain-lain 339 22.2
TOTAL 1525 100
Sumber : BPS Sumatera Utara, Pakpak Bharat Dalam Angka, 2007
Dari Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa pemakaian lahan terluas
adalah tanah kering dengan luas 800 ha dengan persentase 52.45 % dan
pemakaian lahan yaitu lahan sawah dengan 31 ha dengan persentase 2.03 %.
Tanaman nilam dibudidayakan pada lahan perkebunan rakyat seluas 23 ha atau
sebanyak 9.2 % dari luas perkebunan rakyat.
4.1.3 Keadaan Penduduk
a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe pada tahun
2006 terdiri dari 1598 jiwa (308 KK) dengan jumlah penduduk pria sebanyak 858
jiwa dan wanita 740 jiwa.
b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Untuk mengetahui jumlah penduduk Desa Tanjung Meriah Kecamatan
Tabel 6. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006
No Jenis Pekerjaan Jumlah (KK)
1 Petani 233
2 PNS 70
3 Wiraswasta 5
TOTAL 308
Sumber : Kantor Kecamatan STTU Jehe
Dari Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa penduduk yang tersebar
memperoleh penghasilan terbesar dari pertanian.
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana sosial ekonomi yang tersedia di Kecamatan
STTU Jehe dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Sarana dan Prasarana Sosial Yang Tersedia Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006
NO Jenis Sarana dan Prasarana Sosial Jumlah (unit)
1 Pendidikan Formal
Tabel 8. Sarana dan Prasarana Ekonomi Yang Tersedia Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Tahun 2006
No Jenis Sarana dan Prasarana Ekonomi Jumlah (unit)
1 Pasar 1
2 Koperasi 1
3 Kios Pertanian 1
4 Unit Pengolahan Nilam Modern 2
5 Unit Pengolahan Nilam Tradisional 3
Sumber : BPS Sumatera Utara, Kecamatan STTU Jehe Dalam Angka, 2007
Sarana dan prasarana cukup tersedia dan semua sarana dan prasarana di
atas diharapkan dapat membantu dan mempermudah aktivitas kehidupan dan
perekonomian masyarakat Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe.
4.2 Karakteristik Sampel
Karakteristik petani sampel meliputi umur, lama pendidikan, pengalaman
bertani, total pendapatan, luas lahan, dan jumlah tanggungan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel Desa Tanjung Meriah di Kecamatan STTU JeheTahun 2008
No Uraian Range Rata-Rata
1 Umur (Tahun) 27 - 68 46
2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 0 - 12 7
3 Pengalaman Bertani (Tahun) 1-40 14
4 Total Pendapatan (Rp) 201.666,67-12.351.000,00 3.062.894,18
5 Luas Lahan (Ha) 0.06 – 1 Ha 0.306
6 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1- 10 Jiwa 5
Sumber : Data diolah dari lampiran 1
4.2.1. Umur
Umur petani sampel berpengaruh dalam pengelolaan usahataninya.
Rata-rata umur petani adalah 46 tahun dengan rentang umur 27-68 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa petani sampel masih tergolong pada usia produktif untuk
4.2.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola
usahatani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan
petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk
mengoptimalkan usahataninya. Dari Tabel 9 diketahui bahwa rentang 0-12 tingkat
pendidikan Rata-rata 7. Hal ini menunjukan bahwa petani sampel masih tergolong
tamatan SD atau sekitar kelas 1 SMP.
4.2.3. Pengalaman Bertani
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan
usahatani adalah lama bertani. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata lama
bertani petani adalah 14 tahun dengan rentang 1-40 tahun. Hal ini menunjukan
bahwa petani sampel sudah memiliki pengalama bertani yang cukup lama.
4.2.4. Total Pendapatan
Dari Tabel 9 dapat dilihat rata-rata pendapatan petani adalah 3.062.894,18
Rp dengan range 201.666,67Rp-12.351.000,00Rp.
4.2.5. Luas Lahan
Rata-rata luas lahan petani nilam adalah 0,306 Ha dengan range 0,06 – 1
Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki
lahan yang tidak terlalu luas untuk bertanam nilam.
4.2.6. Jumlah Tanggungan
Rata-rata adalah 5 dengan range 1-10 Jiwa. Jumlah ini menunjukkan
bahwa jumlah tanggungan masih produktif dan dapat dimanfaatkan untuk
membantu dalam proses usahatani nilam terutama dalam penyediaan tenaga kerja
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Budidaya Nilam di Daerah Penelitian
Berdasarkan observasi di lapangan, penerapan teknologi budidaya yang
dianjurkan PPL sangat rendah dimana petani dalam usaha nilamnya belum
melaksanakan teknologi budidaya yang dianjurkan. Dari hasil wawancara dengan
para petani sampel di Desa Tanjung Meriah terungkap bahwa alasan utama yang
menyebabkan para petani enggan untuk menerima dan menerapkan suatu
teknologi yaitu petani tidak siap dengan resiko kegagalan, sehingga mereka tidak
berani mencoba-coba disamping informasi tentang teknologi yang sangat minim
mereka peroleh.
Budidaya nilam di daerah penelitian masih bersifat tradisional. Kegiatan
usahatani dalam setiap pelaksanaanya dilakukan dengan cara yang turun-temurun,
dan dalam setiap kegiatan dilakukan dengan cara yang masih sederhana. Hal ini
terlihat dari penerapan teknologi budidaya nilam yang dianjurkan oleh PPL masih
jauh dari yang diharapkan.
Adapun paket teknologi yang dianjurkan oleh Petugas Penyuluh Lapangan
adalah sebagai berikut :
1. Varietas
Balittro telah mengoleksi 28 nomor nilam, dari hasil seleksi terhadap
beberapa nomor nilam, telah dilepas (2005) 3 varietas unggul yaitu Tapak Tuan,
Lhokseumawe dan Sidikalang. Penamaan ketiga varietas nilam tersebut
masing-masing. Di Desa Tanjung Meriah jenis nilam yang banyak ditanam oleh
petani adalah jenis nilam Aceh karena kadar minyak dan kualitas lebih tinggi
dengan kadar minyak 2.5 %. Varietas yang banyak ditanam di Desa Tanjung
Meriah yaitu varietas Sidikalang dan varietas Tapaktuan. Varietas dianjurkan di
Desa Tanjung Meriah adalah varietas Sidikalang. Hal ini disebabkan varietas
Sidikalang dan Tapak Tuan ini sesuai dengan topografi dan tekstur tanah desa
Tanjung Meriah yang berbukit-bukit.
Gambar 2. Varietas Sidikalang Gambar 3 .Varietas Lhokseumawe
Petani di Desa Tanjung Meriah pada dasarnya sudah mengenal varietas
nilam unggul yang ketiga ini, mereka mengenal varietas ini karena sudah lama
varietas ini ditanam di daerah ini, bisa dikatakan bahwa varietas Tapaktuan dan
Sidikalang sudah ditanam secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Pada saat harga nilam tinggi maka petani akan beralih usahatani ke usaha
tani nilam, tetapi pada saat harga nilam turun maka petani akan mengurangi lahan
mereka untuk usahatani nilam.
2. Pembibitan
Dalam paket teknologi budidaya yang dianjurkan oleh PPL, pembibitan
nilam merupakan hal penting untuk mendapatkan produksi minyak nilam yang
baik dan berkualitas. Pemilihan stek atau bibit dengan teliti merupakan salah satu
faktor utama yang harus dilakukan dan tidak boleh diabaikan dalam proses
budidaya tanaman nilam. Hal ini akan sangat menunjang dan berpangaruh
terhadap keberhasilan dan produktifitas minyak nilam.
Adapun paket teknologi pembibitan yang dianjurkan oleh PPL adalah
pembibitan dengan menggunakan polibag meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pembuatan Stek
- Pemilihan pohon induk dengan produktivitas minyak yang tinggi
- Pohon induk yang bebas dari serangan hama & Penyakit
2. Persemaian
- Plastik polibag kecil ukuran kurang lebih 10 cm x 15 cm
- Media semai berupa campuran tanah dan pupuk kandang matang
(humus), dengan perbandingan 1 : 1
- Lokasi persemaian dipilih di tempat yang strategis dekat dengan sumber
air dan lahan budidaya
- Penempatan blok persemaian di tempat teduh atau di bawah naungan,
sehingga tidak langsung terkena terik sinar matahari siang. Dapat dipilih
di bawah naungan tanaman kebun atau menggunakan rumah naungan.
3. Pemeliharaan persemaian
- Pemindahan bibit polibag dapat dilakukan sejak bibit telah memiliki
daun minimal 6 helai dan perakaran telah berkembang
- Penyiraman tanaman dalam polibag dilakukan minimal setiap 2 hari
sekali.
- Penyisipan tanaman / stek yang mati.
- Pemberian pupuk perangsang pertumbuhan / pupuk daun bila diperlukan
dengan cara penyemprotan.
Gambar 5.Pembibitan Nilam Di Polibag
Sedangkan petani di Desa Tanjung Meriah pada dasarnya melakukan
penanaman nilam secara langsung. Stek tanaman dapat ditanam langsung di area
budidaya dengan cara tancap langsung. Namun demikian cara ini banyak
memiliki kelemahan. Pada skala luas dan skala usaha tani, pemantauan terhadap
tanaman nilam terlampau sulit. Pemeliharaan tanaman muda, pengendalian hama
penyakit, serta tingkat keseragaman tanaman memerlukan perhatian yang sangat
berat. Dengan demikian tingkat keberhasilan budidaya tanaman nilam dalam skala
luas sangat kecil. Untuk skala kecil, pertanaman di pekarangan serta di
lahan-lahan sempit pola ini masih bisa dilakukan masih belum menerapkan sistem
tanam secara tugalan.
Petani Desa Tanjung Meriah juga kurang menerapkan paket teknologi
budidaya yang dianjurkan PPL, hal ini disebabkan petani tidak mempunyai modal
untuk membeli polibag, pupuk kompos, serta petani menggangap bahwa
pembibitan dengan cara polibag ini rumit dan susah dilaksanakan dan
memerlukan waktu, tenaga yang banyak serta ketrampilan. Oleh karena itu untuk
menghemat biaya, waktu dan resiko yang berat maka petani memilih penanaman
nilam secara langsung tanpa mengadakan pembibitan. Disamping plastik polibag
ke Sidikalang dan harganya yang lumayan mahal. Petani juga berpendapat bahwa
hasil nilam yang diperoleh lebih banyak ditanam secara tugalan atau tanpa
pembibitan daripada yang ada pembibitan.
Berdasarkan pengalaman di pusat-pusat produksi nilam di Indonesia,
Model pembuatan bibit dengan cara persemaian polibag merupakan cara yang
paling efektif dan efisien dalam keberhasilan budidaya tanaman nilam. Cara ini
memiliki persentase tanaman hidup tinggi dengan perkembangan sangat baik di
areal budidaya. Memiliki ketahanan terhadap hama penyakit lebih tinggi. Serta
hasil daun dan rendemen minyak yang tinggi. Sehingga produksi minyak nilam
akan tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya pembibitan.
4. Penanaman
Dalam paket teknologi budidaya yang dianjurkan PPL penanaman yang
baik hendaknya waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
Kebutuhan tanaman nilam muda terhadap air masih tinggi. Sebaiknya pula
pemindahan bibit dilakukan pada watu sore hari, agar proses adaptasi tanaman
tidak mengalami hambatan. Untuk bibit yang berasal dari polibag, hendaknya
polibag di sobek dan dilepas terlebih dahulu sebelum ditanam.
Penanaman dilakukan setelah adanya pembibitan di polibag. Setelah
tanaman berumur ± 1 ½ bulan dipersemaian, tanaman dapat dipindahkan
kelapangan. Cara menanam yaitu dengan menyobek polibag secara hati-hati dan
menanam tanaman di lubang yang telah disediakan, kemudian tanah dipadatkan
dengan cara menekan tanah disekitar tanaman. Setek yang langsung di tanam di
tanah. Pada saat bibit di persemaian telah memiliki minimal 6 daun, maka bibit
tersebut telah siap dipindahkan ke area budidaya.
Gambar 6. Penanaman Nilam
Sebaiknya untuk pola tanam model ini petani terlebih dahulu menanam
tanaman pelindung yang memiliki umur pendek seperti padi darat dan jagung.
Penanaman bibit nilam dilakukan pada saat tanaman pelindung memasuki
setengah umur panen. Hal ini dilakukan untuk melindungi tanaman nilam muda.
Sifat tanaman nilam saat baru tanam (muda), tidak terlalu tahan terhadap terik
matahari yang berlebihan, namun setelah tanaman berkembang, membutuhkan
sinar matahari yang cukup.
Penanaman nilam yang diterapkan petani di Desa Tanjung Meriah yaitu
dengan penanaman secara langsung. Bibit tanaman berupa stek yang diambil dari
pohon induk yang telah siap dibibitkan, ditanam langsung di lahan. Penanaman
secara langsung ini dilakukan dengan cara membuat lubang tanam dengan alat
dari kayu yang runcing, kemudian stek ditanam dan tanah dipadatkan. Hal ini
menyebabkan tanaman akan rentan terhadap penyakit dan banyaknya tanaman
menyebabkan panen nilam akan berkurang dan berdampak terhadap produksi
nilam.
4. Jarak Tanam
Jarak tanam yang ideal sebaiknya disesuaikan dengan kontur dan kondisi
lahan serta tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam harus berada pada alur terbit dan
tenggelamnya matahari. Hal ini dimaksudkan agar pada saat pertumbuhan
tanaman, sinar matahari dapat menembus celah pohon dan ranting antara satu
dengan yang lainya. Berikut ini jarak tanam yang direkomendasikan PPL
berdasarkan jenis tanah.
Untuk tanah subur, jarak tanam antar tanaman 100 cm x 100 cm atau 80
cm x 100 cm
Untuk tanah lipatit (tanah liat), jarak antar tanaman 50 cm x 100 cm atau
60 cm x 60 cm
Untuk tanah berbukit, jarak tanam antar tanaman 50 cm x 100 cm atau 30
x 100 cm.
Untuk Desa Tanjung Meriah yang topografinya berbukit, jarak tanam yang
dianjurkan PPL yaitu dengan jarak antar tanaman 50 cm x 100 cm atau 30 x 100
cm.
Akan tetapi petani di Desa Tanjung Meriah dalam menanam nilam tidak
melakukan jarak tanam yang dianjurkan PPL, petani membuat jarak tanam secara
tidak teratur dimana jarak tanamnya sangat dekat antara tanaman yang satu
dengan yang lain contohnya petani membuat jarak tanam 30 x 30 cm. Hal ini
petani berasumsi produksi nilam mereka akan meningkat, serta tidak memerlukan
pupuk yang banyak serta dalam pemeliharaanya tidak sulit. Padahal asumsi petani
tersebut merupakan asumsi yang salah, dimana apabila tidak ada jarak tanam yang
teratur sesuai dengan kondisi tanah akan mengakibatkan tanaman tersebut akan
mudah terserang penyakit serta produksi tanaman nilam akan turun. Dengan tidak
teraturnya jarak tanam maka usia produktif tanaman nilampun akan berkurang,
biasanya usia produktif nilam antara 2-3 tahun dengan panen sebanyak 3-4 kali
panen, tetapi karena jarak tanam yang tidak teratur bisa mengakibatkan usia
produktif nilam akan berkurang, serta kadar minyak nilam akan berkurang.
5.Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, penyisipan, pembubunan,
serta pemangkasan. Hasil yang optimum diperoleh tergantung bagaimana cara
pemeliharaan tanaman yang dilakukan. Pemeliharaan tanaman yang efektip dapat
membuat umur produktif tanaman sampai 3 tahun. Dengan interval panen 3 – 4
bulan. Dapat dikatakan bahwa kunci sukses pendapatan kuantitas dan kualitas
hasil minyak yang didapat tergantung pada kesungguhan melakukan monitoring
dan pemeliharaan dan perawatan tanaman.
a. Penyiangan
Penyiangan dilakukan setelah tanaman nilam berumur sekitar 2 bulan.
Pada saat ini tanaman nilam biasanya telah mencapai ketinggian 25 – 35 cm
dengan percabangan sampai 20 cm. Penyiangan dilakukan agar tanaman nilam
tidak terganggu oleh tanaman gulma serta gangguan hama dan penyakit yang
dengan menggunakan alat pertanian seperti cangkul dan sabit. Membersihkan
gulma dan tanaman pengganggu dengan tidak merusak tanaman nilamnya.
Gambar 7. Penyiangan Tanaman Nilam
b. Penyisipan
Penyisipan dilaksanakan dengan tujuan mengganti tanaman yang mati.
Penggantian tanaman mati tersebut guna membuat hasil panen per hektar
lahannya dapat tetap maksimum, selain itu juga dapat mempertahankan tingkat
keseragaman tanaman budidaya. Bila jumlah lahan luas, dapat membuat jadwal
panen yang rutin. Penyisipan tanaman hendaknya dilakukan setiap minggu
sehingga tingkat pertumbuhan dan keseragaman tanaman dapat terjaga
ke-optimalannya.
c. Pemangkasan
Proses pemangkasan dilakukan minimal satu kali per periode panen yaitu
saat perlakuan panen. Pelaksanaan pemangkasan hendaknya memperhatikan
teknik teknik yang sesuai terhadap sifat tanaman nilam. Pemangkasan harus
tergoyang terlalu keras. Penjagaan terhadap batang dan perakaran tanaman juga
perlu perhatikan. Pemangkasan terhadap tanaman juga sebaiknya meninggalkan 1
– 2 batang nilam muda untuk perangsangan pertumbuhan tunas selanjutnya.
Pangkas habis tidak boleh dilakukan bila tanaman nilam akan diteruskan
pemeliharaan selanjutnya. Pola pemangkasan yang baik akan membuat umur
produktif tanaman nilam sampai 3 tahun atau 10 kali panen.
d. Pembubunan
Pelaksanaan pembubunan tanaman nilam dilakukan setelah panen. Batang
pokok dan batang tanaman yang merebah ke tanah ditimbun setinggi 10 –15 cm.
Pembubunan batang tanaman ini akan membuat tanaman baru.
Dengan pembubunan ini diharapkan mendapatkan rumpun tanaman baru
dan memperpadat populasi dengan beberapa anakan baru pula. Hasilnya akan
diperoleh tunas dan dahan yang lebih banyak untuk pertumbuhan berikutnya.
Tetapi kenyataanya di Desa Tanjung Meriah, sebahagian petani tidak
melakukan paket adopsi teknologi budidaya tersebut, hal ini disebabkan petani
beranggapan tanpa dilakukan pemeliharaan tetap juga nilam akan menghasilkan,
serta apabila dilakukan pemeliharaan yang rutin seperti yang dianjurkan oleh PPL
atau Tim Peneliti akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk membayar
ataupun mengaji upah tenapa kerja sedangkan modal untuk membayar itu petani
tidak punya, serta petani berasumsi bahwa dengan melakukan pemeliharaan
seperti yang dianjurkan akan memakan waktu yang cukup banyak dan
memperrumit pekerjaan mereka. Oleh karena itu petani hanya melakukan
tidak menyewa tenaga kerja luar tetapi mereka melakukannya dengan tenaga kerja
dalam keluarga saja.
6. Pemupukan
Proses pemupukan secara optimal pada tanaman nilam dilakukan dua kali
pada pertanaman baru dan setelah panen selanjutnya satu kali. Pemupukan
pertama dilakukan sebelum tanam, atau pupuk dasar. Pupuk yang digunakan pada
pemupukan awal ini sebaiknya digunakan pupuk organik (kompos, pupuk
kandang, atau pupuk organik lainnya). Kebutuhan pupuk organik ini tergantung
pada kondisi dan tingkat kesuburan tanah yang akan ditanam, antara 1 – 10 ton
per hektarnya. Pemupukan ini diperlukan untuk menyediakan hara tanaman nilam
selama umur produktifnya. Cara pemupukan ini dapat dilakukan dengan
penebaran ke seluruh area budidaya atau hanya pada lubang-lubang tanam saja.
Waktu pemupukan hendaknya dilakukan minimal satu minggu sebelum tanam.
Pemupukan selanjutnya dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.
Pemupukan dilakukan setelah proses penyiangan. Pupuk yang digunakan berupa
pupuk an organik. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur N, P, dan K.
Untuk pasar lokal biasa digunakan pupuk urea, SP36 / TSP, dan KCl. Kebutuhan
tanaman terhadap pupuk tersebut adalah urea 1 bagian, TSP 0,5 bagian, dan KCl
0,5 bagian. Pupuk dicampur dan di tebar sekitar batang tanaman. Penebaran
pupuk sebaiknya dilakukan disekeliling batang dengan jarak sekitar 10 cm,
kemudian ditimbun. Pemupukan selanjutnya dilakukan setelah proses
pemangkasan panen, dilakukan sekitar 2 minggu setelah panen. Sebelum
Proses pemupukan sebaiknya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat cara, dan tepat tempat. Tepat jenis
adalah jenis pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Yaitu
pupuk organik (kompos atau pupuk kandang) dan pupuk an organic (N,P, dan K).
Tepat jumlah berarti jumlah masing-masing pupuk yang digunakan tidak kurang
dan tidak berlebihan.
Dampak kelebihan pupuk akan mengakibatkan rusaknya pertumbuhan
tanaman bahkan kematian tanaman. Tepat waktu dimaksudkan pemupukan
dilakukan pada awal pertumbuhan dan saat perkembangan tanaman. Saat ini
tanaman memerlukan bantuan hara yang lebih tinggi. Tepat cara merupakan hal
yang penting juga untuk diperhatikan. Mekanisme dan tata cara pemberian pupuk
harus sesuai dengan karakteristik pupuk dan sifat tanaman. Tepat tempat
merupakan peran pendukung dalam proses pemupukan. Penyimpanan yang baik
dan mudah dijangkau serta jarak antara penyimpanan dan kebun berdekatan. Hal
ini berpengaruh pada tingkat efektivitas dan efisiensi pemupukan.
Petani Desa Tanjung Meriah tidak melakukan pemupukan sesuai yang
dianjurkan oleh PPL. Hal ini disebabkan petani menganggap tanpa dipupuk tetap
juga menghasilkan, disamping itu petani menganggap bahwa tanah mereka bagus
dan masih subur. Padahal kenyataanya setelah peneliti melihat kondisi tanah di
Desa Tanjung Meriah banyak tanah yang gersang dan tanah yang tandus yang
tidak layak untuk menghasilkan, hal ini disebabkan karena pemakaian lahan
secara terus menerus tanpa adanya pengolahan tanah dan pemupukan secara
teratur. Sulitnya akan mendapatkan pupuk serta mahalnya harga pupuk membuat
Padahal subsidi ataupun bantuan dari Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat
sendiri tidak ada untuk petani yang tidak ikut kelompok tani. Subsidi pupuk hanya
diberikan kepada anggota kelompok tani.
Oleh karena itu petanipun lebih pasrah tidak mendapatkan subsidi pupuk
daripada ikut kelompok tani. Hal ini disebabkan ketidakpercayaan petani akan
kelompok tani, dimana kelompok tani tidak jelas arahnya dan bahkan mereka
menggangap kalau mereka ikut kelompok tani menambah biaya dan waktu,
karena pada dasarnya mereka akan menerapkan suatu inovasi ataupun teknologi
yang bisa menambah biaya usahatani, padahal untuk modal usahatanipun susah
dan tidak tersedia.
Pemupukan dilakukan secara teratur agar hasil dan produksi nilam petani
akan meningkat, disamping menambah kesuburan tanah serta menghindari hama
penyakit yang menyerang tanaman nilam.
7. Pengendalian hama dan penyakit
Pengganggu budidaya tanaman nilam dapat di klasifikasikan menjadi 3
bagian yaitu kerusakan tanaman yang disebabkan oleh serangan hama, serangan
penyakit, dan gangguan oleh gulma. Hama tanaman nilam yang biasa dijumpai
pada budidaya adalah ulat penggulung, belalang dan criket (sejenis kumbang
kecil). Bila serangan masih rendah, penanggulangan hama dapat dilakukan
dengan cara manual, yakni membuang hama yang menyerang. Bila intensitas
serangan meninggi dapat dilakukan dengan penggunaan pestisida, dengan dosis
Penyakit tanaman nilam yang biasa menyerang serta merusak adalah: layu
bakteri, udok (horostep), akar putih, dan bercak daun. Penyakit layu bakteri (mati
bujang) disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Penanggulangan
penyakit ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan bibit yang sehat,
pencabutan tanaman yang terserang, serta penyemprotan bakterisida (Agrept dan
Agrymicin). Bila serangan cukup berat, usaha pengendalian dilakukan dengan
cara eradikasi tanaman layu beserta akar dengan cara mencabut dan
membakarnya.
Gambar 8. Tanaman Yang Terserang Penyakit Layu Bakteri
Penyakit budok disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh serangga
vector (aphis, lalat putih, dan serangga penghisap daun). Pencegahan penyakit dan
penularan dapat dilakukan dengan cara mencabut tanaman terserang dan
membakarnya, penggunaan bibit yang sehat, sanitasi budidaya, serta melakukan
penyemprotan insektisida untuk memberantas serangga vector.
Penyakit akar putih disebabkan oleh serangan nematode Rigidoporus sp.
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sanitasi kebun,
pemberian nematisida saat pengolahan dan penanaman tanaman nilam, serta
melakukan rotasi tanaman.
Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Colletotrichumg
loeosporoides dan Fusarium sp. Penyebaran terjadi akibat percikan air dari tanah
yang mengandung spora dan melalui udara. Pencegahan penyebaran dilakukan
dengan cara menjaga sanitasi kebun, penyemprotan fungisida serta melakukan
rotasi tanaman.
Di Desa Tanjung Meriah sendiri penyakit yang dialami oleh petani nilam
adalah penyakit budog. Petani dalam mencegah hama tanaman tersebut mereka
tidak menggunakan penyemprotan insektisida karena petanipun tidak tahu akan
insektisida apa yang akan mereka gunakan, disamping mereka takut harganya
yang mahal. Petani tidak melakukan sanitasi atau pencabutan tanaman yang
terserang penyakit, mereka masih membiarkan tanaman tersebut disitu dan
mereka juga ikut memanen tanaman yang terserang penyakit. Hal ini disebabkan
karena tanaman yang terserang penyakit masih menghasilkan minyak. Padahal
kalau penyakit itu dibiarkan dan tidak dicabut, maka tanaman lain akan terserang
penyakit budog tersebut dan akan menimbulkan produksi nilam yang rendah
Tabel 10. Perbedaan Teknologi Budidaya Nilam yang Dianjurkan PPL Dengan Yang Diterapkan Petani Di Daerah Penelitian
No Paket Teknologi Budidaya
Anjuran PPL Diterapkan Petani
1 Varietas Sidikalang -Tapaktuan
-Sidikalang
2 Pembibitan Polibag -Tugalan, dimana
bibit langsung diambil dari batang dan siap untuk ditanam
3 Penanaman -Dilakukan setelah adanya
pembibitan di polibag.
5 Pemeliharaan Melakukan Pemeliharaan
- Penyiangan,
6 Pemupukan - Proses pemupukan secara
Teknologi budidaya nilam yang di adopsi oleh petani bersumber dari
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dimana Penyuluh Petugas Lapangan (PPL)
bertugas memberikan informasi teknologi budidaya nilam seperti varietas unggul
nilam, bagaimana cara pembibitan nilam, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan
nilam, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit yang baik dan benar
dalam mengelola usahatani nilam, sehingga berdampak bagi produksi serta
pendapatan petani. Namun di Desa Tanjung Meriah kinerja dan peran penyuluh
masih sangat jauh dari tugas yang seharusnya dijalankan dimana petani kurang
merasakan peranan dari penyuluh.
Kinerja Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) di Desa Tanjung Meriah
dikatakan kurang terlihat dari banyaknya petani mengatakan bahwa mereka tidak
pernah mendapatkan penyuluhan dari petugas PPL dan bahkan mereka tidak kenal
siapa PPL di desa mereka. Di Dusun Genting yang masih merupakan wilayah dari
Desa Tanjung Meriah, petani mengatakan bahwa mereka tidak pernah kenal siapa
penyuluh dan mereka tidak pernah mengetahui apakah penyuluh ada di desa
mereka.
Masyarakat Desa Tanjung Meriah yang terbagi dari empat dusun yaitu
Dusun Sibande I, Sibande II, Genting dan Urung Gantung mengetahui teknologi
budidaya nilam yaitu dari Tim Peneliti nilam yang berasal dari IPB bukan dari
Petugas Penyuluh Lapangan. Padahal seharusnya yang menyampaikan informasi
teknologi budidaya nilam itu adalah Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang
bertugas di Desa Tanjung Meriah. Tim Peneliti yang berasal dari IPB bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat dalam mengadakan penelitian
Pada Tabel 11 dibawah ini dapat dilihat jumlah sampel yang mengadopsi
unsur-unsur komponen teknologi budidaya nilam di daerah penelitian.
Tabel 11. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Budidaya Nilam Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel Yang Mengadopsi Jumlah Skor Kategori Jumlah Sampel
Yang mengadopsi
Persentase (%)
≤ 7 Rendah 20 66.66
8-14 Sedang 10 33.33
≥ 15 Tinggi 0 0
Sumber : Data diolah dari lampiran 9
Dari tabel 11 diatas dapat dilihat dari 30 sampel terdapat 20 orang yang
tingkat adopsinya rendah (60.66%) dan 10 orang yang adopsinya sedang
(33.33%). Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan teknologi budidaya yang
dianjurkan oleh PPL teryata rendah. Maka Hipotesis 1 yang menyatakan teknologi
budidaya nilam telah sesuai anjuran PPL ditolak.
5.2 Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam di Daerah Penelitian
Yang menjadi standar untuk menilai tinggi rendahnya tingkat adopsi
teknologi di daerah penelitan ada 7 komponen yang dianjurkan oleh PPL.
Penilaian tingkat adopsi dilakukan dengan mengukur skor (memberi nilai) pada
setiap parameter yang diukur terhadap kegiatan petani nilam dengan rentang skor
0-21 yang dimulai dari penggunaan varietas, pembibitan, penanaman, jarak
tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit.
Adapun rataan yang diperoleh dari setiap skor tingkat adopsi teknologi
Tabel 12. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam NO Teknologi Budidaya Skor rata-rata
yang tercapai
7 Pengendalian Hama dan
Penyakit
16 17.77
Jumlah 214 33.64
Sumber : Data diolah dari lampiran 9
Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa belum seluruhnya teknologi
budidaya nilam diterapkan oleh petani, persentase ketercapaain yang tertinggi
diperoleh pada varietas 82,2 % dengan rata rata 74 sedangkan yang terendah
adalah pada pemupukan dengan persentase 10.00 % dengan total nilai 9,
sedangkan dari rata-rata keseluruhan adalah 214 dengan rata-rata 33,64, data ini
menunjukan bahwa tingkat adopsi teknologi budidaya nilam di daerah penelitian
dapat dikategori rendah. Hal ini disebabkan karena daerah penelitian masih
menggunakan sistem pertanian yang tradisional, selain harga pupuk yang mahal,
modal yang tidak mencukupi, kurangnya peran penyuluh serta tidak adanya
sosialiasasi yang jelas dari pemerintah daerah sehingga komponen teknologi yang
dianjurkan oleh PPL tidak terlaksana dengan baik. Dengan kata lain tingkat adopsi
petani terhadap teknologi budidaya nilam di daerah penelitian masih rendah.
Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan tingkat adopsi komponen
5.3 Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam
5.3.1.Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Nilam
Dalam penelitian ini diduga bahwa ada hubungan antara umur yang
merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi
petani terhadap teknologi budidaya nilam. Semakin tinggi umur petani maka
semakin rendah tingkat adopsi teknologi budidaya nilam.
Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani
terhadap teknologi akan semakin berkurang. Petani lamban dalam menerapkan
teknologi bahkan tidak mau menerapkan teknologi baru tersebut karena petani
juga terbiasa dengan usahatani yang dilakukanya secara turun temurun, disamping
kesehatan dan kekuatan yang semakin menurun.
Gambaran hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya
nilam dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini
Tabel 13. Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Teknologi
Uraian Umur (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)
Range 27-68 2-14
Rata-rata 46 7,26
r
s -0,074 ttabel =1,701thitung = 0,309
Sumber : Data diolah dari lampiran 10, 11,12
Untuk melihat hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya
nilam maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank
Spearman. Dari hasil analisis diperoleh