DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN ORAL DISPLASIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi
Oleh :
TASHA CITRA PURNAMA NIM : 070600129
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Tasha Citra Purnama
Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia
viii + 35 halaman
Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya proliferasi
yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah hilangnya
keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel tersebut. Sel
displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering memiliki inti
sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran
selnya sendiri.
Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral displasia
dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :
1. Epitelial hiperplasia
2. Mild dysplasia
3. Moderate dysplasia
4. Severe dysplasia
5. Karsinoma in situ
Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan melalui
pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi penggunaan
radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan dilaporkan
sering menimbulkan terjadinya sarkoma.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 13 Juli 2011
Pembimbing : Tanda tangan
Indra Basar Siregar, drg., M. Kes Tasha Citra Purnama
Tim Penguji Skripsi
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Pada tanggal 13 Juli 2011
Tim Penguji
Ketua : Abdullah, drg
Anggota : 1.
Indra Basar Siregar, drg., M. Kes 2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BMKATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Karena dengan
ridho-Nya, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan Penulis untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan seikhlas-
ikhlasnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg.Sp.BM, selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Indra Basar Siregar, drg.M.Kes, selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
tenaga, dan fikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh Staf Pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial serta Staf Pengajar
di bidang ilmu lainnya pada Fakultas Kedokteran Gigi yang telah membekali penulis
dengan ilmu pengetahuan
4. Rusfian,drg. Selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama penulis menjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa Kepada kedua orangtua, Ayahanda tersayang H.Hasriansyah Idris,drh.
MM dan Ibunda Hj.Dwi Arti Sulistiyani, drg. Yang selalu memberikan doa dan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan studi di Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.
6. Prof. DR. Che Farid Ghazali sebagai dosen University Sains Malaysia, yang turut
7. Kepada Adik saya Syafira Anandhita, Nenek saya, sepupu-sepupu, Serta Om-Om dan
Tante-Tante saya yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis sehingga
selesainya penulisan skripsi ini.
8. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya Winda, Hani, Dessy,
Reni, Frida, Ali, Herry, Andrew, kak Findy, dan Seluruh teman-teman angkatan 2007
atas dukungan dan semua bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Juga kepada teman-teman saya tersayang Putri Debrita, Tiffani Bella Ayundha, Fella
Eldyah SH, Shadrina Ningrum Sulaiman SH, Ditha Amelia Dislan, dan Mila Sari
Lubis atas dukungan dan doa nya selama ini.
10. Juga kepada seluruh Pegawai dan Staf Administrasi maupun Akademik di Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara atas dukungannya.
Penulis menyadari bahwa banyak dari skripsi ini masih jauh dari sempurna, tentunya hal
ini tidak terlepas dari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi
ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita
semua, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan Karunia-Nya pada kita semua.
Medan, Juli 2011
Penulis
BAB 5 KESIMPULAN ... . 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambaran mikroskopis dari sel displasia ... 3
2. Oral displasia atau lesi putih pada lidah ... ... 4
3. Gambaran mikroskopis epitelial hiperplasia ... 6
4. Gambaran mikroskopis mild dysplasia ... 7
5. Mild dysplasia ... 7
6. Gambaran mikroskopis moderate dysplasia ... 8
7. Moderate dysplasia ... 9
8. Gambaran mikroskopis severe dysplasia ... 9
9. Severe dysplasia ... 10
10.Gambaran mikroskopis karsinoma in situ ... 11
11.Karsinoma in situ pada mukosa bukal ... 11
12.Gambaran mikroskopis dari leukoplakia ... 13
13.Leukoplakia pada rongga mulut ... 13
14.Lesi kecil pada dorsal lidah ...23
15.Mengangkat atau menarik lesi dengan skalpel ...23
16.Bekas lesi yang sudah diangkat dan siap untuk dijahit ...24
17.Bekas lesi dijahit dengan benang ...24
18.Biopsi insisional pada sisi kiri lesi ...26
19.Garis eliptikal insisi ...27
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Tasha Citra Purnama
Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia
viii + 35 halaman
Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya proliferasi
yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah hilangnya
keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel tersebut. Sel
displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering memiliki inti
sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran
selnya sendiri.
Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral displasia
dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :
1. Epitelial hiperplasia
2. Mild dysplasia
3. Moderate dysplasia
4. Severe dysplasia
5. Karsinoma in situ
Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan melalui
pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi penggunaan
radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan dilaporkan
sering menimbulkan terjadinya sarkoma.
BAB 1
PENDAHULUAN
Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya
proliferasi yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah
hilangnya keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel
tersebut. Sel displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering
memiliki inti sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan
ukuran selnya sendiri. Apabila perubahan displastik ini nyata dan mengenai keseluruhan tebal
epitel, lesi ini disebut Karsinoma in situ, suatu stadium kanker pra-invasif.1 Oral displasia
sering juga disebut epitelial hiperplasia yakni terjadinya hiperkeratosis pada lapisan epitel
rongga mulut yang secara klinis disebut leukoplakia, adanya lesi putih di rongga mulut.
Leukoplakia sering ditemukan di daerah dasar mulut, ventro lateral lidah dan bibir.1,2,3
Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral
displasia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :
6. Epitelial hiperplasia.
7. Mild dysplasia.
8. Moderate dysplasia.
9. Severe dysplasia.
10. Karsinoma in situ.
Kelima tingkatan oral displasia tersebut dapat dilihat berdasarkan gambaran sitologi
dan arsitektural epitelnya.3,4,5
Faktor etiologi yang dapat memicu oral displasia berkembang menjadi karsinoma
antara lain adalah tembakau, alkohol dan faktor pendukung lain seperti penyakit kronis,
faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus dan faktor lingkungan. Walaupun
seringkali sulit terdiagnosa karena tidak menunjukkan gejala. Pada waktu didiagnosa,
seringkali lesi telah membesar dan sudah menimbulkan keluhan.4,5
Pemeriksaan klinis, pemeriksaan sitologis secara histopatologis, pemeriksaan
toluidine Blue dan biopsi, merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa secara dini. Upaya lainnya adalah pencegahan dengan memberikan pendidikan,
pengamatan dan pencarian dini (screening) agar dapat mendiagnosa secara dini oral displasia
agar tidak berkembang menjadi karsinoma.5
Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan
melalui pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi
penggunaan radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan
BAB 2
DEFENISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN TANDA-TANDA
ORAL DISPLASIA
2.1. Defenisi
Dari beberapa literatur terdapat berbagai definisi dari oral displasia. Secara umum
definisi oral displasia yaitu suatu kelainan pada rongga mulut dimana terjadi proliferasi yang
tidak teratur pada epitel rongga mulut namun bersifat non neoplastik. Displasia adalah
hilangnya keseragaman (uniformitas) dan orientasi arsitektural dari epitel rongga mulut.
Sebagian pendapat menyatakan terjadi perubahan ukuran dan bentuk sel. Inti sel yang
mengalami perubahan berwarna lebih gelap (hiperkromatik) dan berukuran lebih besar
daripada selnya sendiri. 1,2,3
Dalam beberapa literatur lainnya, oral displasia disebut pula sebagai Squamous
Intraepithelial Neoplasia (SIN) atau Squamous Intraepithelial Lesion (SIL). 6
Gambar 1 : Gambaran mikroskopis dari sel displasia. (http://en.wikipedia.org/wiki/Dysplasia” 06 Maret 2011)
2.2 Etiologi
Etiologi oral displasia belum jelas diketahui, namun dari beberapa literatur
menjelaskan bahwa lesi oral displasia adalah sebagai pertumbuhan abnormal atau perubahan
abnormal dari sel epitel rongga mulut, terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut bahkan dapat
lain seperti penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus dan faktor
lingkungan.6,7
Deborah Greenspan dkk (2004), menyatakan bahwa pada umumnya faktor tembakau
(rokok) sangat erat hubungannya dengan kejadian oral displasia, termasuk perokok pasif. 7
Gambar 2: Oral displasia atau lesi putih pada lidah.
(Jack H, Lee K, Polonowita. Dilemas in managing oral dysplasia
: a case report and literature review, Journal of the New Zealnd
Medicine Assosiations,2009)
2.3. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi dari oral displasia atau sering disebut epithelial dysplasia
atau oral epithelial dysplasia hanya dapat digolongkan berdasarkan gambaran mikroskopik.
Terjadinya proliferasi sel epitel pada rongga mulut dibagi ke dalam beberapa tingkatan :
1. Epitelial hiperplasia
2. Mild dysplasia
3. Moderate dysplasia
4. Severe dysplasia
5. Karsinoma in situ
Kelima tingkatan oral tersebut dapat dilihat secara mikroskopis, dengan melihat
2.3.1. Epitelial hiperplasia
Epitelial hiperplasia adalah salah satu jenis oral epitelial displasia yang paling ringan.
Oral displasia jenis ini terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut yang paling ringan sehingga
sering juga disebut simpel hiperplasia. Oral displasia jenis ini juga non spesifik hiperplasia
dan hiperkeratosis. 8,11,21
Gambar 3 : Gambaran mikroskopis epitelial hiperplasia. (Rosin MP, Cheng Xing, Poh C, et al. Use of allelic loss to predict malignant risk
for low-grade oral epithelial dysplasia.
http://clincancerres.aacrjournals.org/content/6/2/357.full 06 Maret 2011)
2.3.2. Mild dysplasia
Oral displasia jenis ini terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut yang lebih banyak
daripada epitel hiperplasia. Hiperplasia terjadi pada sel basal epitel dan nampak adanya
hiperkromatis pada inti sel. Lapisan sel epitel yang terkena perubahan adalah pada lapisan
Gambar 4 : Gambaran mikroskopis mild dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial
pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
Gambar 5 : Mild dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary oral and maxillofacial Pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
2.3.3. Moderate dysplasia
Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada lapisan sel epitel yang tengah
sel basal sampai sel squamous. Hiperplasia pada sel basal. Bentuk sel menjadi tidak seragam
karena terjadi kerusakan, pada inti sel terjadi hiperkromatik.6,8
Gambar 6 : Gambaran mikroskopis moderate dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
Gambar 7 : Moderate dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
2.3.4. Severe dysplasia
Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada lapisan sel epitel yang lebih
Gambar 8 : Gambaran mikroskopis severe dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial
pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
Gambar 9 : Severe dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise,
Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
2.3.5. Karsinoma in situ
Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada keseluruhan lapisan sel epitel.
Perubahan sel terjadi keseluruhan, lapisan sel epitel sudah tidak Nampak atau hilang dari atas
Gambar 10 : Gambaran mikroskopis karsinoma in situ. (Laskin DM.
Oral and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby,
2000: 503-5)
Gambar 11: Karsinoma in situ dari mukosa bukal. (Laskin DM. Oral
and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby, 2000:
503-5)
Oral displasia dapat di identifikasi melalu tanda-tanda klinis dan histopatologis.
2.4.1 Tanda-tanda klinis
Oral displasia pada rongga mulut ditandai dengan adanya lesi putih (leukoplakia).
Lesi ini merupakan lesi pra ganas yaitu kondisi penyakit yang secara klinis belum
menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi
perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Lebih
sering ditemukan pada orang yang berumur diatas 40 tahun, dengan kecenderungan terjadi
pada seorang perokok. 10,11,13
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut.
Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga
menjadi suatu lesi pra kanker. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan
untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat
pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan
suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau
terkelupas. 19,20,21
Lesi sering nampak di daerah lidah, mukosa rahang bawah dan daerah mukosa pipi .
Kadang-kadang terlihat pada daerah langit-langit, garis rahang atas dan bibir bawah. Pada
pemeriksaan dengan mata biasa, leukoplakia, lesi nampak sangat bervariasi dari saat mulai
terbentuk, warnanya putih yang tak jelas di dasar, tanpa kebengkakan, terlihat normal,
menunjukan jaringan yang jelas, berwarna putih, tebal, keras/kasar, bercelah-celah, seperti
kutil. Pada beberapa leukoplakia nampak adanya zona yang kemerahan, yang pada beberapa
istilah disebut speckled leukoplakia (erythroleukoplakia). Jika dipalpasi, beberapa lesi terasa
lunak, halus atau terasa granul halus. Pada beberapa lesi lainnya terasa kasar dan ber-nodul.
Gambar 12 : Gambaran mikroskopis leukoplakia. (Reichart P.A, Philipsen H.P. Color atlas of dental medicine oral pathology, Switzerland,2008, 73-8)
Gambar 13 : Leukoplakia pada rongga mulut. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)
2.4.2. Tanda-tanda histopatologis
Oral displasia pada rongga mulut secara histopatologis ditandai dengan adanya
perubahan arsitektural dan seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari
hiperkeratosis, displasia dan karsinoma in situ yang terjadi pada sel epitel rongga mulut. 5,14,17
Oral displasia dapat ditunjukkan adanya sel epitel yang abnormal dan kerusakan
pertumbuhannya, dari yang a-typia menjadi sel yang inti selnya abnormal. Tingkatan oral
displasia dari yang ringan sampai terjadinya karsinoma in-situ hanya dapat jelas dilihat secara
Ciri khas dari oral displasia adalah :
1. Hilangnya garis atau lapisan sel epitel
2. Bertumpuknya sel basal
3. Lapisan menjadi tak teratur
4. Meningkatnya gambaran sel yang abnormal
5. Terjadinya keratinisasi yang cepat
6. Terjadinya hiperkromatis dan pleomorfis pada inti sel
7. Meningkatnya ratio inti sel – sitoplasma
Apabila perubahan-perubahan tersebut terjadi penebalan dari sel epitel lapisan atas
sampai ke bawah, maka disebut karsinoma in situ. Karsinoma in situ secara klinis tampak
datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis Karsinoma in situ kurang dapat
dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra
BAB 3
METODE DIAGNOSA ORAL DISPLASIA
3.1. Pemeriksaan klinis
Seluruh rongga mulut, faring dan laring harus diperiksa secara cermat, baik dengan
cara dipalpasi, pemeriksaan langsung atau visualisasi tidak langsung dengan menggunakan
kaca mulut. Daerah-daerah ini sulit diperiksa apabila pencahayaan kurang baik. Selain
sumber cahaya, juga diperlukan sarung tangan, spatula lidah dan kasa. Semua lesi harus
diperiksa secara cermat, baik lokasi, ukuran, warna, tekstur dan ciri fisik lainnya. 8,9,23
Prosedur pemeriksaan dianjurkan sebagai berikut bibir harus diperiksa dengan mulut
terbuka maupun tertutup. Perhatikan warna, corak dan kelainan permukaan dari tepi. Dengan
mulut setengah terbuka, perhatikan warna dan pembengkakan mukosa dan ginggiva
vestibular. Dengan kaca mulut sebagai retraktor dan posisi mulut terbuka lebar, periksa
seluruh mukosa bukal meluas dari komisura dan kembali ke pilar anterior tonsil. Perhatikan
setiap perubahan warna dan gerak mukosa, pastikan bahwa komisura diperiksa secara cermat
dan tidak tertutup oleh kaca mulut selama retraksi pipi. Periksa lidah pada keadaan istirahat
dan mulut dalam keadaan setengah terbuka, periksa dorsum lidah untuk melihat
pembengkakan, ulserasi, selaput atau variasi warna dan corak. Juga perhatikan perubahan
pola papila yang menutupi permukaan lidah. Pasen kemudian harus memajukan/menjulurkan
lidahnya dan periksa apakah ada pergerakan yang abnormal. Dengan bantuan kaca mulut,
periksa tepi lidah dan permukaan ventralnya. Dengan lidah tetap terangkat, periksa dasar
mulut untuk melihat apakah ada ulserasi dan perubahan warna. Daerah sulkus
alveolar-lingual, dasar mulut, merupakan daerah yang sulit dilihat. Di daerah ini perlu juga diperiksa
secara cermat. Dengan posisi mulut terbuka lebar dan kepala pasen mendongak ke belakang,
Otot-otot wajah yang tampak tidak normal serta linfonode sub-mandibularis dan servikal juga
harus diperiksa dengan cara dipalpasi.25,26
3.2. Pemeriksaan histopatologis
Untuk lebih memastikan dan menguatkan pemeriksaan klinis dalam menentukan
adanya Oral displasia perlu dilakukan pemeriksaan histopatologis atau dengan sebutan
pemeriksaan sitologi mulut. Pemeriksaan sitologi dengan pengambilan bahan kerokan dari
permukaan yang mengalami kelainan/lesi pada rongga mulut, secara standard dengan
pewarnaan Haematoxylin dan Eosin (HE). 24
Pemeriksaan sitologi secara histologis ini dimaksudkan untuk mencari adanya
perubahan-perubahan / proliferasi lapisan sel epitel baik aspek sitologi-nya maupun
arsitektural-nya. Bilamana perubahan-perubahan tersebut masih bersifat ringan, hanya terjadi
pada lapisan basal sel epitel terbawah dan biasanya non-spesifik hiperplasia dan
hiperkeratosis. Gambaran histopatologis demikianlah yang disebut oral displasia. Oral
displasia pada tahap ini masih bersifat non neoplastik.12,13,23
Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mencari adanya sel ganas atau perubahan-
perubahan yang terjadi pada sel epitel, dan hasilnya dinyatakan dengan beberapa klas, yaitu :
Klas I : sel normal
Klas II : sel normal atipik
Klas II : sel displastik
Klas IV : curiga adanya karsinoma
Klas V : karsinoma
Pemeriksaan dengan sitologi ini mempunyai ketepatan diagnosa sebesar 86%, akan
tetapi pemeriksaan ini bukanlah menentukan suatu diagnosa kanker ataupun pra-kanker pada
rongga mulut.9,12,13
Dalam mendiagnosa suatu kanker mulut yang tidak bergejala daerah kemerahan yang
menetap diluar batas waktu observasi harus di biopsi. Tetapi untuk melukakan biopsi dengan
mengambil sejumlah sampel secara acak dari seluruh daerah tersebut bukanlah prosedur
diagnostik yang tepat. Karena fokus yang kecil dari sel-sel tumor tersebut dapat terlewatkan.
Maka untuk membantu melakukan biopsi dapat dilalukan dengan bahan pewarna toluidine
blue. Karena dengan toluidine blue dapat melokalisir fokus yang kecil dari sel-sel tumor pada
suatu peradangan.17,23,26,
Toluidine blue adalah zat pewarnaan biologis yang akan mewarnai lesi-lesi yang
ganas namun tidak akan mewarnai lesi yang jinak atau tidak akan mewarnai mukosa yang
normal. Pada oral displasia, pewarnaan ini tidak akan diserap oleh lesi. Zat pewarna ini
bersifat nuklear-basofilik, sehingga akan terserap pada inti sel yang abnormal dan neoplastik
sehingga akan berwarna biru. Sedangkan pada Oral displasia, inti sel tidak bersifat neoplastik
sehingga tidak akan berwarna biru. Aplikasi secara topikal yakni dengan dikumur-kumurkan
memakai asam asetat 1 % maka akan mudah menentukan (walaupun masih secara kasar)
apakah ada bagian mukosa mulut yang sudah mengindikasikan adanya sel-sel neoplastik atau
tidak (oral displasia). Tampak jelas bahwa toluidine blue sebagai bahan kumur-kumur
intraoral umum untuk tujuan deteksi secara kasar.17,22,24
3.4. Biopsi
Melakukan biopsi dengan pemeriksaan histopatologis akan lebih meyakinkan kita
terhadap adanya perubahan-perubahan sel epitel rongga mulut dan diagnosa kita mendekati
100 %. Untuk mendapatkan spesimen biopsi yang memadai ada beberapa kriteria tertentu
yang harus dipenuhi yaitu :
1. Spesimen yang didapat atau diperiksa harus mewakili lesi yang dicurigai.
2. Harus mewakili kedalaman yang memadai (melewati epitelium sampai kedalam jaringan
3. Spesimen meliputi zona terdekat yang secara klinis normal dengan tujuan untuk
mengenali perubahan-perubahan keganasannya.
4. Bila terdapat ulserasi maka spesimen tidak akan membantu diagnosa, tumor-tumor yang
variabel biasanya terdapat di tepi-tepi lesi dekat jaringan normal. Maka jaringan yang
secara klinis tidak normal ini diikut sertakan.
Biopsi pada lesi, dapat lebih tepat menentukan apakah oral displasia yang terjadi
masih pada tingkatan epitel hiperplasia atau bahkan sudah sampai terjadi karsinoma in-situ.
Bilamana lesi terletak di daerah yang mudah dijangkau, biopsi disertai anastesi lokal dapat
dilakukan (infiltrasi di luar lesi). Untuk lesi yang berukuran kecil, dapat dilakukan biopsi
eksisional dengan mengikutsertakan jaringan normal ½ cm dari tepi lesi. Jika lesi berukuran
besar, biopsi dilakukan secara insisional pada tempat yang dicurigai terjadi perubahan (biopsi
dapat dilakukan lebih dari 1 tempat pada satu lesi).14,15,19,26
Untuk dapat membantu dalam mendiagnosa dini kanker di rongga mulut upaya yang
dilakukan berupa upaya memberikan pendidikan kesehatan baik pada dokter maupun
masyarakat, pengamatan atau pencarian kasus(case finding), serta pencarian dini(screening).
1. Dokter
Pendidikan kesehatan tentang diagnosa dini dalam pemeriksaan displasia ataupun kanker
di rongga mulut mulai diberikan kepada mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi.
2. Masyarakat
Pendidikan di masyarakat tentang suatu pra-kanker ataupun kanker di rongga mulut
dapat diberikan dalam bentuk ceramah-ceramah ilmiah pada masyarakat atau penyebaran
informasi melalui media massa, dll.
3. Pengamatan
Pengamatan dapat dilakukan terhadap penderita yang datang berobat atau memeriksa diri
penyakitnya sendiri, pada setiap penderita dilakukan juga pemeriksaan pada rongga
mulut.
4. Pemeriksaan dini(screening)
Tenaga medis aktiv mencari(men-screening)kanker dini di rongga mulut pada penduduk
yang tampaknya sehat. Diutamakan pada kelompok yang mempunyai resiko tinggi
BAB 4
PENATALAKSANAAN ORAL DISPLASIA
4.1 Pra Bedah
4.1.1. Sterilisasi
Tindakan pra bedah dalam penatalaksanaan oral displasia antara lain adalah sterilisasi.
Sebelum memasuki ruang bedah, dokter gigi/ahli bedah melepas pakaian luar dan memakai
pakaian bedah yang steril, termasuk penutup sepatu dan penutup kepala. Ruang steril atau sub
steril terletak berdekatan dengan ruang bedah, yang dilengkapi dengan masker, sikat dan bak
penyikat dengan wadah sabun dan air yang dikontrol dengan menggunakan kaki atau lutut.
Sebelum menggunakan sarung tangan, dokter gigi/ahli bedah memakai masker dan pelindung
mata serta menyikat tangan dengan sabun dan air. Sabun yang dipergunakan pun adalah
sabun bedah / sabun anti-bakteri. Keseluruhan tindakan-tindakan ini dilakukan diatas bak
penyikat tempat mencuci tangan. Peralatan bedah untuk melakukan biopsi pun semuanya
dipersiapkan dan disterilkan.11,17
4.1.2. Pre medikasi
Pasien yang telah diindikasikan ada oral displasia, dipersiapkan secara fisik dan
mental. Tindakan pre medikasi dilakukan baik dengan anestesi lokal maupun anestesi umum,
untuk dilakukan tindakan bedah (biopsi).16,18
4.2 Pembedahan
Perawatan terbaik dari kasus displasia adalah dengan pembedahan. Perawatan
displasia dilakukan secara surgical contouring yaitu pengambilan massa lesi secara
pembedahan.13,17
Pembedahan merupakan suatu jenis terapi mengambil lesi yang telah digunakan
selama bertahun-tahun. Seperti prosedur bedah lainnya, pembedahan disini tidak jauh
1. Anastesi
2. Insisi
3. Pembuangan jaringan
4. Pembersihan daerah operasi
5. Penjahitan
6. Pasca bedah.
Luas pembedahan tergantung dari besarnya lesi. Apabila bersifat ganas dan parah
maka pembedahan lesi juga akan lebih luas. Lesi setempat tanpa disertai tanda mencurigakan
umumnya dapat dirawat dengan eksisi setempat yang lebar. 19,20,23
Bila lesi kecil pengambilan dapat dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan yang
besar. Tetapi jika lesi telah meluas dan pengambilan secara keseluruhan yang terlibat tidak
memungkinkan maka pembedahan dilakukan hanya sampai batas-batas estetik yang dicapai.
Apabila pembedahan dilakukan untuk tujuan estetik, sebaiknya pembedahan ditunda sampai
setelah masa pubertas dimana ada kecendrungan pertumbuhan lesi akan berhenti dan hasil
operasi yang dicapai akan lebih memuaskan8,21,22
Tindakan pembedahan dilakukan apabila dijumapai beberapa kondisi sebagai berikut :
1. Lesi menimbulkan rasa sakit
2. Lesi menekan atau merusak jaringan sekitarnya
3. Menimbulkan gambaran atau roman muka yang jelek
(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).
Gambar 15 : Mengangkat atau menarik lesi dengan skalpel yang di persiapkan untuk membuat inisi eliptikal pada satu bidang.
(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).
Gambar 16 : Bekas lesi yang sudah di angkat dan siap untuk dijahit.
Gambar 17 : Bekas lesi dijahit dengan benang.
(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).
Biopsi merupakan pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh yang akan
dikirimkan ke laboratorium untuk di periksa. Syarat – syarat dilakukan biopsi antara lain :
1. Tidak boleh membuka flep.
2. Dilakukan secara tajam.
3. Tidak boleh memasang drain.
4. Letaknya dibagian tumor/lesi yang dicurigai.
5. Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi definitif (dilektakkan dibagian yang
akan diangkat saat oprasi definitif).
Setelah melakukan kriteria mendapatkan spesimen biopsi terpenuhi maka teknik
biopsi dapat dilakukan. Menurut Malcom A.Lynch (1992) teknik biopsi secara umum adalah
:
1. Anastesi lokal dengan infiltrasi atau topikal bahkan boleh tanpa menggunakan anastesi
2. Benang sutra 000 diselipkan kedalam jaringan yang hendak di biopsi. Benang ini
3. Lakukan insisi kecil berbentuk elips dibuat dengan menggunakan skalpel. Insisi harus
sejajar dengan benang.
4. Spesimen diangkat dengan benang
5. Jaringan dimaksukkan kedalam botol spesimen yang berisi bahan pengawet lalu
benangnya dipotong.
6. Lakukan penjahitan untuk menutup tempat biopsi tidak harus dilakukan kecuali
dibutuhkan untuk menjamin adanya hemostatis yang memadai.
Teknik biopsi yang sering dipergunakan di dalam klinik bedah mulut adalah
insisional, eksisional dan aspirasi.14,24,25
1. Biopsi insisional, yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau
bedah. Pasien akan dianastesi secara total ataupun lokal tergantung lokasinya. Biopsi
insisi dipilih apabila permukaan lesi melebihi 1 cm dari segala arah mengirimkan
spesimen yang benar-benar dapat mewakili dan harus mengikutsertakan tepi jaringan
yang normal.
2. Biopsi eksisional, merupakan pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian
diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi eksisional yaitu insisi lesi secara in-toto adalah
pendekatan umum untuk lesi yang ukurannya kecil. Eksisi ini dimaksudkan melibatkan
jaringan normal dan masih memungkinkan penutupan kembali. Metode ini dilakukan
dibawah bius umum atau lokal tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila
massa tumor kecil dan belum ada metastase atau penyebaran tumor
Gambar 19 : Garis eliptikal insisi untuk biopsi eksisional dibuat pada batas jaringan normal ke lesi. (http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).
Gambar 20 : Garis eliptikal insisi(seperti pada gambar 15) berada di bawah lesi. Tarikan pada jaringan lesi akan mendapatkan atau membersihkan lesi di tempat tersebut.
3. Aspirasi, yaitu teknik biopsi yang hanya dilakukan apabila lesi diduga mengandung
cairan. Aspiran (isi cairan lesi) yang didapatkan, dikirimkan ke laboratorium untuk
dilakukan pemeriksaan lanjutan yakni pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan bakteriologi.
Teknik aspirasi tidak cocok dilakukan apabila lesi berupa massa padat (solid).
4.3 Penggunaan radioterapi
Penggunaan radioterapi dapat juga digunakan sebagai bentuk terapi primer dalam
penatalaksanaan keganasan di mulut.Radioterapi memusnahkan sel-sel kanker yang tersisa
setelah pembedahan. Penggunaan secaea umum ini juga efektif dalam membasmi fokus kecil
dari sel-sel ganas yang terdapat pada lesi yang masih dini sekali. Penggunaan radioterapi ini
sedikit banyaknya dapat menolong untuk menekan aktivitas osteoblastik dan pada beberapa
kasus nampaknya berhasil. Dengan radiasai yang cukup dapat menyebabkan sel-sel kanker
rusak dan akan merusak komponen sel-sel kanker serta mencegah sel-sel tersebut
berkembang atau tumbuh kembali. Tetapi perlu mendapat perhatian, perawatan dengan cara
penyinaran ini mengandung resiko karena ada kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi
sarkoma seperti yang telah banyak dilaporkan dari kasus displasia.14,25,26
4.4 Pasca bedah
Sebagian besar pasien dapat dilakukan rawat jalan sehari setelah dilakukannya
pembedahan. Perawatan pasca pembedahan meliputi : pemberian antibiotik yang diberikan
selama 3 sampai 7 hari, Pembersihan daerah operasi dilakukan dengan menggunakan qid
dengan saline normal: peroksida hidrogen dalam rasio 1:1 yang dimulai pada hari
pascaoperasi, suction saluran drainase tetap dilakukan sampai kurang dari 30 ml per 24 jam,
dan pasien harus mengikuti diet lunak selama enam minggu.11,14
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi antara lain terjadinya pendarahan, injuri
pada saraf, infeksi, pembengkakan maupun fistula. Kemudian komplikasi lanjut pasca oprasi
antara lain masalah bicara, masalah menelan, dan problem psikologis.
Pada lesi yang bersifat ganas di rongga mulut, biasanya dilakukan dengan
pembedahan dengan radioterapi pada beberapa minggu. Dampak yang terjadi kemudian
adalah terjadinya penambahan jaringan mukosa, tulang kelenjar ludah dan gigi, yang sering
bersifat Irreversible (tidak akan kembali).
4.5.1 Oral Komplikasi dari radioterapi
Yang terkini, komplikasi dari radioterapi adalah merusak kulit dan folikel rambut.
Folikel rambut sangat sensitiv terhadap radioterapi yang dapat menyebabkan
rambut rontok. Dampak ini dapat bersifat sementara karena rambut dapat tumbuh
kembali beberapa minggu/bulan. Kulit di sekitar penyinaran dapat terlihat
pecah-pecah merah, bahkan dapat timbul seperti ulserasi. Radioterapi juga dapat
mengganggu atau memberikan efek negativ pada kesehatan mulut, terdapatnya
perubahan pada kelenjar ludah, dan akan menimbulkan karies akibat radioterapi.
4.5.2 Komplikasi lainnya akibat radioterapi
Terjadinya Hypogeusia (kehilangan secara partial terhadap rasa. Kemungkinan
terjadinya candida albicans yaitu infeksi jamur pada rongga mulut yang sering
disebut dengan istilah Candidiasis. Dan juga radioterapi dapat menyebabkan
BAB 5
KESIMPULAN
Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya
ploriferasi yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah
hilangnya keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel
tersebut. Sel displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering
memiliki inti sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan
ukuran selnya sendiri.
Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral
displasia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :
1. Epitelial hiperplasia
2. Mild dysplasia
3. Moderate dysplasia
4. Severe dysplasia
5. Karsinoma in situ
Kelima tingkatan oral displasia tersebut dapat dilihat berdasarkan gambaran sitologi
dan arsitektural epitelnya.
Tanda-tanda klinis dari oral displasia adalah oral displasia pada rongga mulut ditandai
dengan adanya lesi putih (leukoplakia). Lesi ini merupakan Lesi pra ganas yaitu kondisi
penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas,
namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda
akan terjadinya keganasan. Secara histopatologis ditandai dengan adanya perubahan
arsitektural dan seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari hiperkeratosis,
Pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis, pemeriksaan dengan toluidine blue,
dan biopsi merupakan metode untuk mendiagnosa apakah dalam kasus tersebut merupakan
pra kanker atau sudah terjadinya kanker.
Pembedahan merupakan perawatan yang terbaik sedangkan radioterapi menimbulkan
resiko karena ada kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi sarkoma seperti yang telah
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi .7 nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007 : 860-1.
3. Neville BW, Damm DD, Allen CM, et al. Oral & maxillofacial pathology. 2nd ed.
Philadelphia : Saunders, 2002: 340-5.
4. Shafer, William G. A textbook of oral pathology, 4th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company, 1983: 679-80.
5. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology clinical pathologic correlations, 5th
ed. St. Louise, Missouri: Saunders Elsevier, 2008: 85-90.
6. Speight Paul M. Update an oral epithel dysplasia and progression to cancer.
< http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807503/> (08 February 2011).
7. Greenspan D, Jordan RCK. The white lession that kills-aneuploid dysplastic oral
leukoplakia. < http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp048028#t=article> (10
Februari 2011).
8. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology, 2nd
ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 99-103, 176-90.
9. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Pathologic basic of disease. 7th ed. Philadelphia:
Elsavier Saunders, 2005: 270-5.
10.Ibsen OAC, Phelan JA. Oral pathology for the dental hygienist, 4th ed. St.Louis,
11.Rosin MP, Cheng Xing, Poh C, et al. Use of allelic loss to predict malignant risk for
low-grade oral epithelial dysplasia.
<http://clincancerres.aacrjournals.org/content/6/2/357.full> (06 Maret 2011).
12.Anonymous. Kanker rongga mulut (oral) premaligna, karsinoma sel skuamous.
<http://ilmubedah.info/kanker-rongga-mulut-oral-premaligna-karsinoma-sel-skuamous-20110213.html> (03 April 2011).
13.Anonymous. Cancer of the mouth and throat.
<http://www.emedicinehealth.com/cancer_of_the_mouth_and_throat/article_em.htm>
(08 February 2011).
14.Bailey BJ, Biller HF. Surgery of the larynx. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 1985
: 230-2.
15.Laskin DM. Oral and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby, 2000:
503-5.
16.Killey HC, Seward GR, Kay LW. An outline of oral surgery. Part 1. London: Briston,
1971: 135-7.
17.Pinborg, J.J. Kanker dan prakanker rongga mulut. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta:
EGC,1991: 13-20, 142-6.
18.Neville BW, Damm DD, Allen CM, et al. Oral & maxillofacial pathology. 3rd ed.
Philadelphia : Saunders, 2009: 362-9.
19.Scully C. Oral and maxillofacial medicine, the basis of diagnosis and treatment, 2nd ed.
Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier, 2008, 211-20.
20.Regezi JA, Sciubba JJ, Pogrel A. Atlas of oral and maxillofacial pathology, Philadelphia :
21.Reichart P.A, Philipsen H.P. Color atlas of dental medicine oral pathology,
Switzerland,2008, 73-8.
22.Jack H, Lee K, Polonowita. Dilemas in managing oral dysplasia : a case report and
literature review, Journal of the New Zealnd Medicine Assosiations,2009.
23.Zain R.B. Cultural and dietary risk factors of oral cancer and precancer-a brief
overview,Faculty Of Dentistry. University of Malaya, Malaysia, 2000.
24.Nurwiadh,A., Manullang, K. Karsinoma sel skuamosa pada lidah. Bandung: Universitas
Padjajaran, Jurnal Kedokteran Gigi, Vol.11,No.3&4:1999:275-89.
25.Anderson JR. Muir’s textbook of pathology. Ed.12, Edwars Arnold, 1985: 20-5.
26.Reksoprawiro,S. Deteksi dan diagnosa dini kanker rongga mulut. Majalah ilmu Bedah
Surabaya, Surabaya : IKABI, Vol.VII, No.4, 1994:239-45.
27.Anonymous. Manual of minor oral surgery for the general dentist.
<http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html >. (16 Juli 2011).
28.Anonymous. Oral cancer and complications of cancers therapies.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Tasha Citra Purnama Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 10 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok. VIII No.17 Medan Orangtua
Ayah : Drh.H.Hasriansyah Idris.MM Ibu : Drg.Hj.Dwi Arti Sulistiyani
Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok. VIII No.17 Medan Riwayat Pendidikan
1. 1993-1995 : TK Angkasa, Medan 2. 1995-2001 : SD Angkasa, Medan
3. 2001-2004 : SLTP.Swasta Harapan 2, Medan 4. 2004-2007 : SMA.Negeri.1, Medan