• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN ORAL DISPLASIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

TASHA CITRA PURNAMA NIM : 070600129

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2011

Tasha Citra Purnama

Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia

viii + 35 halaman

Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya proliferasi

yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah hilangnya

keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel tersebut. Sel

displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering memiliki inti

sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran

selnya sendiri.

Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral displasia

dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :

1. Epitelial hiperplasia

2. Mild dysplasia

3. Moderate dysplasia

4. Severe dysplasia

5. Karsinoma in situ

Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan melalui

pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi penggunaan

radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan dilaporkan

sering menimbulkan terjadinya sarkoma.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Juli 2011

Pembimbing : Tanda tangan

Indra Basar Siregar, drg., M. Kes Tasha Citra Purnama

(4)

Tim Penguji Skripsi

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Pada tanggal 13 Juli 2011

Tim Penguji

Ketua : Abdullah, drg

Anggota : 1.

Indra Basar Siregar, drg., M. Kes 2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Karena dengan

ridho-Nya, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan Penulis untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan seikhlas-

ikhlasnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Eddy Anwar Ketaren, drg.Sp.BM, selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Indra Basar Siregar, drg.M.Kes, selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,

tenaga, dan fikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Staf Pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial serta Staf Pengajar

di bidang ilmu lainnya pada Fakultas Kedokteran Gigi yang telah membekali penulis

dengan ilmu pengetahuan

4. Rusfian,drg. Selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama penulis menjalani

pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa Kepada kedua orangtua, Ayahanda tersayang H.Hasriansyah Idris,drh.

MM dan Ibunda Hj.Dwi Arti Sulistiyani, drg. Yang selalu memberikan doa dan

dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan studi di Fakultas

Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. DR. Che Farid Ghazali sebagai dosen University Sains Malaysia, yang turut

(6)

7. Kepada Adik saya Syafira Anandhita, Nenek saya, sepupu-sepupu, Serta Om-Om dan

Tante-Tante saya yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis sehingga

selesainya penulisan skripsi ini.

8. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya Winda, Hani, Dessy,

Reni, Frida, Ali, Herry, Andrew, kak Findy, dan Seluruh teman-teman angkatan 2007

atas dukungan dan semua bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Juga kepada teman-teman saya tersayang Putri Debrita, Tiffani Bella Ayundha, Fella

Eldyah SH, Shadrina Ningrum Sulaiman SH, Ditha Amelia Dislan, dan Mila Sari

Lubis atas dukungan dan doa nya selama ini.

10. Juga kepada seluruh Pegawai dan Staf Administrasi maupun Akademik di Fakultas

Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa banyak dari skripsi ini masih jauh dari sempurna, tentunya hal

ini tidak terlepas dari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi

ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita

semua, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan Karunia-Nya pada kita semua.

Medan, Juli 2011

Penulis

(7)
(8)

BAB 5 KESIMPULAN ... . 31

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran mikroskopis dari sel displasia ... 3

2. Oral displasia atau lesi putih pada lidah ... ... 4

3. Gambaran mikroskopis epitelial hiperplasia ... 6

4. Gambaran mikroskopis mild dysplasia ... 7

5. Mild dysplasia ... 7

6. Gambaran mikroskopis moderate dysplasia ... 8

7. Moderate dysplasia ... 9

8. Gambaran mikroskopis severe dysplasia ... 9

9. Severe dysplasia ... 10

10.Gambaran mikroskopis karsinoma in situ ... 11

11.Karsinoma in situ pada mukosa bukal ... 11

12.Gambaran mikroskopis dari leukoplakia ... 13

13.Leukoplakia pada rongga mulut ... 13

14.Lesi kecil pada dorsal lidah ...23

15.Mengangkat atau menarik lesi dengan skalpel ...23

16.Bekas lesi yang sudah diangkat dan siap untuk dijahit ...24

17.Bekas lesi dijahit dengan benang ...24

18.Biopsi insisional pada sisi kiri lesi ...26

19.Garis eliptikal insisi ...27

(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2011

Tasha Citra Purnama

Diagnosa dan penatalaksanaan oral displasia

viii + 35 halaman

Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya proliferasi

yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah hilangnya

keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel tersebut. Sel

displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering memiliki inti

sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran

selnya sendiri.

Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral displasia

dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :

1. Epitelial hiperplasia

2. Mild dysplasia

3. Moderate dysplasia

4. Severe dysplasia

5. Karsinoma in situ

Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan melalui

pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi penggunaan

radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan dilaporkan

sering menimbulkan terjadinya sarkoma.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya

proliferasi yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah

hilangnya keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel

tersebut. Sel displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering

memiliki inti sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan

ukuran selnya sendiri. Apabila perubahan displastik ini nyata dan mengenai keseluruhan tebal

epitel, lesi ini disebut Karsinoma in situ, suatu stadium kanker pra-invasif.1 Oral displasia

sering juga disebut epitelial hiperplasia yakni terjadinya hiperkeratosis pada lapisan epitel

rongga mulut yang secara klinis disebut leukoplakia, adanya lesi putih di rongga mulut.

Leukoplakia sering ditemukan di daerah dasar mulut, ventro lateral lidah dan bibir.1,2,3

Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral

displasia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :

6. Epitelial hiperplasia.

7. Mild dysplasia.

8. Moderate dysplasia.

9. Severe dysplasia.

10. Karsinoma in situ.

Kelima tingkatan oral displasia tersebut dapat dilihat berdasarkan gambaran sitologi

dan arsitektural epitelnya.3,4,5

Faktor etiologi yang dapat memicu oral displasia berkembang menjadi karsinoma

antara lain adalah tembakau, alkohol dan faktor pendukung lain seperti penyakit kronis,

faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus dan faktor lingkungan. Walaupun

(12)

seringkali sulit terdiagnosa karena tidak menunjukkan gejala. Pada waktu didiagnosa,

seringkali lesi telah membesar dan sudah menimbulkan keluhan.4,5

Pemeriksaan klinis, pemeriksaan sitologis secara histopatologis, pemeriksaan

toluidine Blue dan biopsi, merupakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk

mendiagnosa secara dini. Upaya lainnya adalah pencegahan dengan memberikan pendidikan,

pengamatan dan pencarian dini (screening) agar dapat mendiagnosa secara dini oral displasia

agar tidak berkembang menjadi karsinoma.5

Penanganan terhadap oral displasia yang paling banyak dilakukan adalah dengan

melalui pembedahan sedangkan penggunaan radioterapi juga dapat dilakukan. Tetapi

penggunaan radioterapi dapat menimbulkan efek samping, karena penyinaran yang dilakukan

(13)

BAB 2

DEFENISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN TANDA-TANDA

ORAL DISPLASIA

2.1. Defenisi

Dari beberapa literatur terdapat berbagai definisi dari oral displasia. Secara umum

definisi oral displasia yaitu suatu kelainan pada rongga mulut dimana terjadi proliferasi yang

tidak teratur pada epitel rongga mulut namun bersifat non neoplastik. Displasia adalah

hilangnya keseragaman (uniformitas) dan orientasi arsitektural dari epitel rongga mulut.

Sebagian pendapat menyatakan terjadi perubahan ukuran dan bentuk sel. Inti sel yang

mengalami perubahan berwarna lebih gelap (hiperkromatik) dan berukuran lebih besar

daripada selnya sendiri. 1,2,3

Dalam beberapa literatur lainnya, oral displasia disebut pula sebagai Squamous

Intraepithelial Neoplasia (SIN) atau Squamous Intraepithelial Lesion (SIL). 6

Gambar 1 : Gambaran mikroskopis dari sel displasia. (http://en.wikipedia.org/wiki/Dysplasia” 06 Maret 2011)

2.2 Etiologi

Etiologi oral displasia belum jelas diketahui, namun dari beberapa literatur

menjelaskan bahwa lesi oral displasia adalah sebagai pertumbuhan abnormal atau perubahan

abnormal dari sel epitel rongga mulut, terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut bahkan dapat

(14)

lain seperti penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus dan faktor

lingkungan.6,7

Deborah Greenspan dkk (2004), menyatakan bahwa pada umumnya faktor tembakau

(rokok) sangat erat hubungannya dengan kejadian oral displasia, termasuk perokok pasif. 7

Gambar 2: Oral displasia atau lesi putih pada lidah.

(Jack H, Lee K, Polonowita. Dilemas in managing oral dysplasia

: a case report and literature review, Journal of the New Zealnd

Medicine Assosiations,2009)

2.3. Klasifikasi

Secara umum klasifikasi dari oral displasia atau sering disebut epithelial dysplasia

atau oral epithelial dysplasia hanya dapat digolongkan berdasarkan gambaran mikroskopik.

Terjadinya proliferasi sel epitel pada rongga mulut dibagi ke dalam beberapa tingkatan :

1. Epitelial hiperplasia

2. Mild dysplasia

3. Moderate dysplasia

4. Severe dysplasia

5. Karsinoma in situ

Kelima tingkatan oral tersebut dapat dilihat secara mikroskopis, dengan melihat

(15)

2.3.1. Epitelial hiperplasia

Epitelial hiperplasia adalah salah satu jenis oral epitelial displasia yang paling ringan.

Oral displasia jenis ini terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut yang paling ringan sehingga

sering juga disebut simpel hiperplasia. Oral displasia jenis ini juga non spesifik hiperplasia

dan hiperkeratosis. 8,11,21

Gambar 3 : Gambaran mikroskopis epitelial hiperplasia. (Rosin MP, Cheng Xing, Poh C, et al. Use of allelic loss to predict malignant risk

for low-grade oral epithelial dysplasia.

http://clincancerres.aacrjournals.org/content/6/2/357.full 06 Maret 2011)

2.3.2. Mild dysplasia

Oral displasia jenis ini terjadi proliferasi sel epitel rongga mulut yang lebih banyak

daripada epitel hiperplasia. Hiperplasia terjadi pada sel basal epitel dan nampak adanya

hiperkromatis pada inti sel. Lapisan sel epitel yang terkena perubahan adalah pada lapisan

(16)

Gambar 4 : Gambaran mikroskopis mild dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial

pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

Gambar 5 : Mild dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.

Contemporary oral and maxillofacial Pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

2.3.3. Moderate dysplasia

Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada lapisan sel epitel yang tengah

(17)

sel basal sampai sel squamous. Hiperplasia pada sel basal. Bentuk sel menjadi tidak seragam

karena terjadi kerusakan, pada inti sel terjadi hiperkromatik.6,8

Gambar 6 : Gambaran mikroskopis moderate dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

Gambar 7 : Moderate dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

2.3.4. Severe dysplasia

Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada lapisan sel epitel yang lebih

(18)

Gambar 8 : Gambaran mikroskopis severe dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and Maxillofacial

pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

Gambar 9 : Severe dysplasia. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.

Contemporary oral and Maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise,

Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

2.3.5. Karsinoma in situ

Displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada keseluruhan lapisan sel epitel.

Perubahan sel terjadi keseluruhan, lapisan sel epitel sudah tidak Nampak atau hilang dari atas

(19)

Gambar 10 : Gambaran mikroskopis karsinoma in situ. (Laskin DM.

Oral and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby,

2000: 503-5)

Gambar 11: Karsinoma in situ dari mukosa bukal. (Laskin DM. Oral

and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby, 2000:

503-5)

(20)

Oral displasia dapat di identifikasi melalu tanda-tanda klinis dan histopatologis.

2.4.1 Tanda-tanda klinis

Oral displasia pada rongga mulut ditandai dengan adanya lesi putih (leukoplakia).

Lesi ini merupakan lesi pra ganas yaitu kondisi penyakit yang secara klinis belum

menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi

perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Lebih

sering ditemukan pada orang yang berumur diatas 40 tahun, dengan kecenderungan terjadi

pada seorang perokok. 10,11,13

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut.

Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga

menjadi suatu lesi pra kanker. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan

untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat

pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan

suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau

terkelupas. 19,20,21

Lesi sering nampak di daerah lidah, mukosa rahang bawah dan daerah mukosa pipi .

Kadang-kadang terlihat pada daerah langit-langit, garis rahang atas dan bibir bawah. Pada

pemeriksaan dengan mata biasa, leukoplakia, lesi nampak sangat bervariasi dari saat mulai

terbentuk, warnanya putih yang tak jelas di dasar, tanpa kebengkakan, terlihat normal,

menunjukan jaringan yang jelas, berwarna putih, tebal, keras/kasar, bercelah-celah, seperti

kutil. Pada beberapa leukoplakia nampak adanya zona yang kemerahan, yang pada beberapa

istilah disebut speckled leukoplakia (erythroleukoplakia). Jika dipalpasi, beberapa lesi terasa

lunak, halus atau terasa granul halus. Pada beberapa lesi lainnya terasa kasar dan ber-nodul.

(21)

Gambar 12 : Gambaran mikroskopis leukoplakia. (Reichart P.A, Philipsen H.P. Color atlas of dental medicine oral pathology, Switzerland,2008, 73-8)

Gambar 13 : Leukoplakia pada rongga mulut. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology, 2nd ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 98-102, 165-86)

2.4.2. Tanda-tanda histopatologis

Oral displasia pada rongga mulut secara histopatologis ditandai dengan adanya

perubahan arsitektural dan seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari

hiperkeratosis, displasia dan karsinoma in situ yang terjadi pada sel epitel rongga mulut. 5,14,17

Oral displasia dapat ditunjukkan adanya sel epitel yang abnormal dan kerusakan

pertumbuhannya, dari yang a-typia menjadi sel yang inti selnya abnormal. Tingkatan oral

displasia dari yang ringan sampai terjadinya karsinoma in-situ hanya dapat jelas dilihat secara

(22)

Ciri khas dari oral displasia adalah :

1. Hilangnya garis atau lapisan sel epitel

2. Bertumpuknya sel basal

3. Lapisan menjadi tak teratur

4. Meningkatnya gambaran sel yang abnormal

5. Terjadinya keratinisasi yang cepat

6. Terjadinya hiperkromatis dan pleomorfis pada inti sel

7. Meningkatnya ratio inti sel – sitoplasma

Apabila perubahan-perubahan tersebut terjadi penebalan dari sel epitel lapisan atas

sampai ke bawah, maka disebut karsinoma in situ. Karsinoma in situ secara klinis tampak

datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis Karsinoma in situ kurang dapat

dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra

(23)

BAB 3

METODE DIAGNOSA ORAL DISPLASIA

3.1. Pemeriksaan klinis

Seluruh rongga mulut, faring dan laring harus diperiksa secara cermat, baik dengan

cara dipalpasi, pemeriksaan langsung atau visualisasi tidak langsung dengan menggunakan

kaca mulut. Daerah-daerah ini sulit diperiksa apabila pencahayaan kurang baik. Selain

sumber cahaya, juga diperlukan sarung tangan, spatula lidah dan kasa. Semua lesi harus

diperiksa secara cermat, baik lokasi, ukuran, warna, tekstur dan ciri fisik lainnya. 8,9,23

Prosedur pemeriksaan dianjurkan sebagai berikut bibir harus diperiksa dengan mulut

terbuka maupun tertutup. Perhatikan warna, corak dan kelainan permukaan dari tepi. Dengan

mulut setengah terbuka, perhatikan warna dan pembengkakan mukosa dan ginggiva

vestibular. Dengan kaca mulut sebagai retraktor dan posisi mulut terbuka lebar, periksa

seluruh mukosa bukal meluas dari komisura dan kembali ke pilar anterior tonsil. Perhatikan

setiap perubahan warna dan gerak mukosa, pastikan bahwa komisura diperiksa secara cermat

dan tidak tertutup oleh kaca mulut selama retraksi pipi. Periksa lidah pada keadaan istirahat

dan mulut dalam keadaan setengah terbuka, periksa dorsum lidah untuk melihat

pembengkakan, ulserasi, selaput atau variasi warna dan corak. Juga perhatikan perubahan

pola papila yang menutupi permukaan lidah. Pasen kemudian harus memajukan/menjulurkan

lidahnya dan periksa apakah ada pergerakan yang abnormal. Dengan bantuan kaca mulut,

periksa tepi lidah dan permukaan ventralnya. Dengan lidah tetap terangkat, periksa dasar

mulut untuk melihat apakah ada ulserasi dan perubahan warna. Daerah sulkus

alveolar-lingual, dasar mulut, merupakan daerah yang sulit dilihat. Di daerah ini perlu juga diperiksa

secara cermat. Dengan posisi mulut terbuka lebar dan kepala pasen mendongak ke belakang,

(24)

Otot-otot wajah yang tampak tidak normal serta linfonode sub-mandibularis dan servikal juga

harus diperiksa dengan cara dipalpasi.25,26

3.2. Pemeriksaan histopatologis

Untuk lebih memastikan dan menguatkan pemeriksaan klinis dalam menentukan

adanya Oral displasia perlu dilakukan pemeriksaan histopatologis atau dengan sebutan

pemeriksaan sitologi mulut. Pemeriksaan sitologi dengan pengambilan bahan kerokan dari

permukaan yang mengalami kelainan/lesi pada rongga mulut, secara standard dengan

pewarnaan Haematoxylin dan Eosin (HE). 24

Pemeriksaan sitologi secara histologis ini dimaksudkan untuk mencari adanya

perubahan-perubahan / proliferasi lapisan sel epitel baik aspek sitologi-nya maupun

arsitektural-nya. Bilamana perubahan-perubahan tersebut masih bersifat ringan, hanya terjadi

pada lapisan basal sel epitel terbawah dan biasanya non-spesifik hiperplasia dan

hiperkeratosis. Gambaran histopatologis demikianlah yang disebut oral displasia. Oral

displasia pada tahap ini masih bersifat non neoplastik.12,13,23

Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mencari adanya sel ganas atau perubahan-

perubahan yang terjadi pada sel epitel, dan hasilnya dinyatakan dengan beberapa klas, yaitu :

Klas I : sel normal

Klas II : sel normal atipik

Klas II : sel displastik

Klas IV : curiga adanya karsinoma

Klas V : karsinoma

Pemeriksaan dengan sitologi ini mempunyai ketepatan diagnosa sebesar 86%, akan

tetapi pemeriksaan ini bukanlah menentukan suatu diagnosa kanker ataupun pra-kanker pada

rongga mulut.9,12,13

(25)

Dalam mendiagnosa suatu kanker mulut yang tidak bergejala daerah kemerahan yang

menetap diluar batas waktu observasi harus di biopsi. Tetapi untuk melukakan biopsi dengan

mengambil sejumlah sampel secara acak dari seluruh daerah tersebut bukanlah prosedur

diagnostik yang tepat. Karena fokus yang kecil dari sel-sel tumor tersebut dapat terlewatkan.

Maka untuk membantu melakukan biopsi dapat dilalukan dengan bahan pewarna toluidine

blue. Karena dengan toluidine blue dapat melokalisir fokus yang kecil dari sel-sel tumor pada

suatu peradangan.17,23,26,

Toluidine blue adalah zat pewarnaan biologis yang akan mewarnai lesi-lesi yang

ganas namun tidak akan mewarnai lesi yang jinak atau tidak akan mewarnai mukosa yang

normal. Pada oral displasia, pewarnaan ini tidak akan diserap oleh lesi. Zat pewarna ini

bersifat nuklear-basofilik, sehingga akan terserap pada inti sel yang abnormal dan neoplastik

sehingga akan berwarna biru. Sedangkan pada Oral displasia, inti sel tidak bersifat neoplastik

sehingga tidak akan berwarna biru. Aplikasi secara topikal yakni dengan dikumur-kumurkan

memakai asam asetat 1 % maka akan mudah menentukan (walaupun masih secara kasar)

apakah ada bagian mukosa mulut yang sudah mengindikasikan adanya sel-sel neoplastik atau

tidak (oral displasia). Tampak jelas bahwa toluidine blue sebagai bahan kumur-kumur

intraoral umum untuk tujuan deteksi secara kasar.17,22,24

3.4. Biopsi

Melakukan biopsi dengan pemeriksaan histopatologis akan lebih meyakinkan kita

terhadap adanya perubahan-perubahan sel epitel rongga mulut dan diagnosa kita mendekati

100 %. Untuk mendapatkan spesimen biopsi yang memadai ada beberapa kriteria tertentu

yang harus dipenuhi yaitu :

1. Spesimen yang didapat atau diperiksa harus mewakili lesi yang dicurigai.

2. Harus mewakili kedalaman yang memadai (melewati epitelium sampai kedalam jaringan

(26)

3. Spesimen meliputi zona terdekat yang secara klinis normal dengan tujuan untuk

mengenali perubahan-perubahan keganasannya.

4. Bila terdapat ulserasi maka spesimen tidak akan membantu diagnosa, tumor-tumor yang

variabel biasanya terdapat di tepi-tepi lesi dekat jaringan normal. Maka jaringan yang

secara klinis tidak normal ini diikut sertakan.

Biopsi pada lesi, dapat lebih tepat menentukan apakah oral displasia yang terjadi

masih pada tingkatan epitel hiperplasia atau bahkan sudah sampai terjadi karsinoma in-situ.

Bilamana lesi terletak di daerah yang mudah dijangkau, biopsi disertai anastesi lokal dapat

dilakukan (infiltrasi di luar lesi). Untuk lesi yang berukuran kecil, dapat dilakukan biopsi

eksisional dengan mengikutsertakan jaringan normal ½ cm dari tepi lesi. Jika lesi berukuran

besar, biopsi dilakukan secara insisional pada tempat yang dicurigai terjadi perubahan (biopsi

dapat dilakukan lebih dari 1 tempat pada satu lesi).14,15,19,26

Untuk dapat membantu dalam mendiagnosa dini kanker di rongga mulut upaya yang

dilakukan berupa upaya memberikan pendidikan kesehatan baik pada dokter maupun

masyarakat, pengamatan atau pencarian kasus(case finding), serta pencarian dini(screening).

1. Dokter

Pendidikan kesehatan tentang diagnosa dini dalam pemeriksaan displasia ataupun kanker

di rongga mulut mulai diberikan kepada mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi.

2. Masyarakat

Pendidikan di masyarakat tentang suatu pra-kanker ataupun kanker di rongga mulut

dapat diberikan dalam bentuk ceramah-ceramah ilmiah pada masyarakat atau penyebaran

informasi melalui media massa, dll.

3. Pengamatan

Pengamatan dapat dilakukan terhadap penderita yang datang berobat atau memeriksa diri

(27)

penyakitnya sendiri, pada setiap penderita dilakukan juga pemeriksaan pada rongga

mulut.

4. Pemeriksaan dini(screening)

Tenaga medis aktiv mencari(men-screening)kanker dini di rongga mulut pada penduduk

yang tampaknya sehat. Diutamakan pada kelompok yang mempunyai resiko tinggi

(28)

BAB 4

PENATALAKSANAAN ORAL DISPLASIA

4.1 Pra Bedah

4.1.1. Sterilisasi

Tindakan pra bedah dalam penatalaksanaan oral displasia antara lain adalah sterilisasi.

Sebelum memasuki ruang bedah, dokter gigi/ahli bedah melepas pakaian luar dan memakai

pakaian bedah yang steril, termasuk penutup sepatu dan penutup kepala. Ruang steril atau sub

steril terletak berdekatan dengan ruang bedah, yang dilengkapi dengan masker, sikat dan bak

penyikat dengan wadah sabun dan air yang dikontrol dengan menggunakan kaki atau lutut.

Sebelum menggunakan sarung tangan, dokter gigi/ahli bedah memakai masker dan pelindung

mata serta menyikat tangan dengan sabun dan air. Sabun yang dipergunakan pun adalah

sabun bedah / sabun anti-bakteri. Keseluruhan tindakan-tindakan ini dilakukan diatas bak

penyikat tempat mencuci tangan. Peralatan bedah untuk melakukan biopsi pun semuanya

dipersiapkan dan disterilkan.11,17

4.1.2. Pre medikasi

Pasien yang telah diindikasikan ada oral displasia, dipersiapkan secara fisik dan

mental. Tindakan pre medikasi dilakukan baik dengan anestesi lokal maupun anestesi umum,

untuk dilakukan tindakan bedah (biopsi).16,18

4.2 Pembedahan

Perawatan terbaik dari kasus displasia adalah dengan pembedahan. Perawatan

displasia dilakukan secara surgical contouring yaitu pengambilan massa lesi secara

pembedahan.13,17

Pembedahan merupakan suatu jenis terapi mengambil lesi yang telah digunakan

selama bertahun-tahun. Seperti prosedur bedah lainnya, pembedahan disini tidak jauh

(29)

1. Anastesi

2. Insisi

3. Pembuangan jaringan

4. Pembersihan daerah operasi

5. Penjahitan

6. Pasca bedah.

Luas pembedahan tergantung dari besarnya lesi. Apabila bersifat ganas dan parah

maka pembedahan lesi juga akan lebih luas. Lesi setempat tanpa disertai tanda mencurigakan

umumnya dapat dirawat dengan eksisi setempat yang lebar. 19,20,23

Bila lesi kecil pengambilan dapat dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan yang

besar. Tetapi jika lesi telah meluas dan pengambilan secara keseluruhan yang terlibat tidak

memungkinkan maka pembedahan dilakukan hanya sampai batas-batas estetik yang dicapai.

Apabila pembedahan dilakukan untuk tujuan estetik, sebaiknya pembedahan ditunda sampai

setelah masa pubertas dimana ada kecendrungan pertumbuhan lesi akan berhenti dan hasil

operasi yang dicapai akan lebih memuaskan8,21,22

Tindakan pembedahan dilakukan apabila dijumapai beberapa kondisi sebagai berikut :

1. Lesi menimbulkan rasa sakit

2. Lesi menekan atau merusak jaringan sekitarnya

3. Menimbulkan gambaran atau roman muka yang jelek

(30)

(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).

Gambar 15 : Mengangkat atau menarik lesi dengan skalpel yang di persiapkan untuk membuat inisi eliptikal pada satu bidang.

(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).

Gambar 16 : Bekas lesi yang sudah di angkat dan siap untuk dijahit.

(31)

Gambar 17 : Bekas lesi dijahit dengan benang.

(http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).

Biopsi merupakan pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh yang akan

dikirimkan ke laboratorium untuk di periksa. Syarat – syarat dilakukan biopsi antara lain :

1. Tidak boleh membuka flep.

2. Dilakukan secara tajam.

3. Tidak boleh memasang drain.

4. Letaknya dibagian tumor/lesi yang dicurigai.

5. Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi definitif (dilektakkan dibagian yang

akan diangkat saat oprasi definitif).

Setelah melakukan kriteria mendapatkan spesimen biopsi terpenuhi maka teknik

biopsi dapat dilakukan. Menurut Malcom A.Lynch (1992) teknik biopsi secara umum adalah

:

1. Anastesi lokal dengan infiltrasi atau topikal bahkan boleh tanpa menggunakan anastesi

2. Benang sutra 000 diselipkan kedalam jaringan yang hendak di biopsi. Benang ini

(32)

3. Lakukan insisi kecil berbentuk elips dibuat dengan menggunakan skalpel. Insisi harus

sejajar dengan benang.

4. Spesimen diangkat dengan benang

5. Jaringan dimaksukkan kedalam botol spesimen yang berisi bahan pengawet lalu

benangnya dipotong.

6. Lakukan penjahitan untuk menutup tempat biopsi tidak harus dilakukan kecuali

dibutuhkan untuk menjamin adanya hemostatis yang memadai.

Teknik biopsi yang sering dipergunakan di dalam klinik bedah mulut adalah

insisional, eksisional dan aspirasi.14,24,25

1. Biopsi insisional, yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau

bedah. Pasien akan dianastesi secara total ataupun lokal tergantung lokasinya. Biopsi

insisi dipilih apabila permukaan lesi melebihi 1 cm dari segala arah mengirimkan

spesimen yang benar-benar dapat mewakili dan harus mengikutsertakan tepi jaringan

yang normal.

(33)

2. Biopsi eksisional, merupakan pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian

diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi eksisional yaitu insisi lesi secara in-toto adalah

pendekatan umum untuk lesi yang ukurannya kecil. Eksisi ini dimaksudkan melibatkan

jaringan normal dan masih memungkinkan penutupan kembali. Metode ini dilakukan

dibawah bius umum atau lokal tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila

massa tumor kecil dan belum ada metastase atau penyebaran tumor

Gambar 19 : Garis eliptikal insisi untuk biopsi eksisional dibuat pada batas jaringan normal ke lesi. (http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html 16 Juli 2011).

Gambar 20 : Garis eliptikal insisi(seperti pada gambar 15) berada di bawah lesi. Tarikan pada jaringan lesi akan mendapatkan atau membersihkan lesi di tempat tersebut.

(34)

3. Aspirasi, yaitu teknik biopsi yang hanya dilakukan apabila lesi diduga mengandung

cairan. Aspiran (isi cairan lesi) yang didapatkan, dikirimkan ke laboratorium untuk

dilakukan pemeriksaan lanjutan yakni pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan bakteriologi.

Teknik aspirasi tidak cocok dilakukan apabila lesi berupa massa padat (solid).

4.3 Penggunaan radioterapi

Penggunaan radioterapi dapat juga digunakan sebagai bentuk terapi primer dalam

penatalaksanaan keganasan di mulut.Radioterapi memusnahkan sel-sel kanker yang tersisa

setelah pembedahan. Penggunaan secaea umum ini juga efektif dalam membasmi fokus kecil

dari sel-sel ganas yang terdapat pada lesi yang masih dini sekali. Penggunaan radioterapi ini

sedikit banyaknya dapat menolong untuk menekan aktivitas osteoblastik dan pada beberapa

kasus nampaknya berhasil. Dengan radiasai yang cukup dapat menyebabkan sel-sel kanker

rusak dan akan merusak komponen sel-sel kanker serta mencegah sel-sel tersebut

berkembang atau tumbuh kembali. Tetapi perlu mendapat perhatian, perawatan dengan cara

penyinaran ini mengandung resiko karena ada kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi

sarkoma seperti yang telah banyak dilaporkan dari kasus displasia.14,25,26

4.4 Pasca bedah

Sebagian besar pasien dapat dilakukan rawat jalan sehari setelah dilakukannya

pembedahan. Perawatan pasca pembedahan meliputi : pemberian antibiotik yang diberikan

selama 3 sampai 7 hari, Pembersihan daerah operasi dilakukan dengan menggunakan qid

dengan saline normal: peroksida hidrogen dalam rasio 1:1 yang dimulai pada hari

pascaoperasi, suction saluran drainase tetap dilakukan sampai kurang dari 30 ml per 24 jam,

dan pasien harus mengikuti diet lunak selama enam minggu.11,14

(35)

Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi antara lain terjadinya pendarahan, injuri

pada saraf, infeksi, pembengkakan maupun fistula. Kemudian komplikasi lanjut pasca oprasi

antara lain masalah bicara, masalah menelan, dan problem psikologis.

Pada lesi yang bersifat ganas di rongga mulut, biasanya dilakukan dengan

pembedahan dengan radioterapi pada beberapa minggu. Dampak yang terjadi kemudian

adalah terjadinya penambahan jaringan mukosa, tulang kelenjar ludah dan gigi, yang sering

bersifat Irreversible (tidak akan kembali).

4.5.1 Oral Komplikasi dari radioterapi

Yang terkini, komplikasi dari radioterapi adalah merusak kulit dan folikel rambut.

Folikel rambut sangat sensitiv terhadap radioterapi yang dapat menyebabkan

rambut rontok. Dampak ini dapat bersifat sementara karena rambut dapat tumbuh

kembali beberapa minggu/bulan. Kulit di sekitar penyinaran dapat terlihat

pecah-pecah merah, bahkan dapat timbul seperti ulserasi. Radioterapi juga dapat

mengganggu atau memberikan efek negativ pada kesehatan mulut, terdapatnya

perubahan pada kelenjar ludah, dan akan menimbulkan karies akibat radioterapi.

4.5.2 Komplikasi lainnya akibat radioterapi

Terjadinya Hypogeusia (kehilangan secara partial terhadap rasa. Kemungkinan

terjadinya candida albicans yaitu infeksi jamur pada rongga mulut yang sering

disebut dengan istilah Candidiasis. Dan juga radioterapi dapat menyebabkan

(36)

BAB 5

KESIMPULAN

Oral displasia adalah salah satu jenis kelainan pada rongga mulut, terjadinya

ploriferasi yang tidak teratur, tetapi non neoplastik pada epitel rongga mulut. Displasia adalah

hilangnya keseragaman (uniformitas) setiap sel dan hilangnya orientasi arsitektural sel

tersebut. Sel displastik memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan bentuk) dan sering

memiliki inti sel yang berwarna gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan dengan

ukuran selnya sendiri.

Berdasarkan tingkat atau derajat terjadinya proliferasi epitel rongga mulut, oral

displasia dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tingkatan :

1. Epitelial hiperplasia

2. Mild dysplasia

3. Moderate dysplasia

4. Severe dysplasia

5. Karsinoma in situ

Kelima tingkatan oral displasia tersebut dapat dilihat berdasarkan gambaran sitologi

dan arsitektural epitelnya.

Tanda-tanda klinis dari oral displasia adalah oral displasia pada rongga mulut ditandai

dengan adanya lesi putih (leukoplakia). Lesi ini merupakan Lesi pra ganas yaitu kondisi

penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas,

namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda

akan terjadinya keganasan. Secara histopatologis ditandai dengan adanya perubahan

arsitektural dan seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari hiperkeratosis,

(37)

Pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis, pemeriksaan dengan toluidine blue,

dan biopsi merupakan metode untuk mendiagnosa apakah dalam kasus tersebut merupakan

pra kanker atau sudah terjadinya kanker.

Pembedahan merupakan perawatan yang terbaik sedangkan radioterapi menimbulkan

resiko karena ada kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi sarkoma seperti yang telah

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1.

2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi .7 nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007 : 860-1.

3. Neville BW, Damm DD, Allen CM, et al. Oral & maxillofacial pathology. 2nd ed.

Philadelphia : Saunders, 2002: 340-5.

4. Shafer, William G. A textbook of oral pathology, 4th ed. Philadelphia : W.B. Saunders

Company, 1983: 679-80.

5. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology clinical pathologic correlations, 5th

ed. St. Louise, Missouri: Saunders Elsevier, 2008: 85-90.

6. Speight Paul M. Update an oral epithel dysplasia and progression to cancer.

< http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807503/> (08 February 2011).

7. Greenspan D, Jordan RCK. The white lession that kills-aneuploid dysplastic oral

leukoplakia. < http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp048028#t=article> (10

Februari 2011).

8. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial pathology, 2nd

ed. St.Louise, Missouri: Mosby, 2004 : 99-103, 176-90.

9. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Pathologic basic of disease. 7th ed. Philadelphia:

Elsavier Saunders, 2005: 270-5.

10.Ibsen OAC, Phelan JA. Oral pathology for the dental hygienist, 4th ed. St.Louis,

(39)

11.Rosin MP, Cheng Xing, Poh C, et al. Use of allelic loss to predict malignant risk for

low-grade oral epithelial dysplasia.

<http://clincancerres.aacrjournals.org/content/6/2/357.full> (06 Maret 2011).

12.Anonymous. Kanker rongga mulut (oral) premaligna, karsinoma sel skuamous.

<http://ilmubedah.info/kanker-rongga-mulut-oral-premaligna-karsinoma-sel-skuamous-20110213.html> (03 April 2011).

13.Anonymous. Cancer of the mouth and throat.

<http://www.emedicinehealth.com/cancer_of_the_mouth_and_throat/article_em.htm>

(08 February 2011).

14.Bailey BJ, Biller HF. Surgery of the larynx. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 1985

: 230-2.

15.Laskin DM. Oral and maxillofacial surgery. Vol. 1. St.Louise,Missouri : Mosby, 2000:

503-5.

16.Killey HC, Seward GR, Kay LW. An outline of oral surgery. Part 1. London: Briston,

1971: 135-7.

17.Pinborg, J.J. Kanker dan prakanker rongga mulut. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta:

EGC,1991: 13-20, 142-6.

18.Neville BW, Damm DD, Allen CM, et al. Oral & maxillofacial pathology. 3rd ed.

Philadelphia : Saunders, 2009: 362-9.

19.Scully C. Oral and maxillofacial medicine, the basis of diagnosis and treatment, 2nd ed.

Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier, 2008, 211-20.

20.Regezi JA, Sciubba JJ, Pogrel A. Atlas of oral and maxillofacial pathology, Philadelphia :

(40)

21.Reichart P.A, Philipsen H.P. Color atlas of dental medicine oral pathology,

Switzerland,2008, 73-8.

22.Jack H, Lee K, Polonowita. Dilemas in managing oral dysplasia : a case report and

literature review, Journal of the New Zealnd Medicine Assosiations,2009.

23.Zain R.B. Cultural and dietary risk factors of oral cancer and precancer-a brief

overview,Faculty Of Dentistry. University of Malaya, Malaysia, 2000.

24.Nurwiadh,A., Manullang, K. Karsinoma sel skuamosa pada lidah. Bandung: Universitas

Padjajaran, Jurnal Kedokteran Gigi, Vol.11,No.3&4:1999:275-89.

25.Anderson JR. Muir’s textbook of pathology. Ed.12, Edwars Arnold, 1985: 20-5.

26.Reksoprawiro,S. Deteksi dan diagnosa dini kanker rongga mulut. Majalah ilmu Bedah

Surabaya, Surabaya : IKABI, Vol.VII, No.4, 1994:239-45.

27.Anonymous. Manual of minor oral surgery for the general dentist.

<http://ebookee.org/Manual-of-Minor-Oral-Surgery-for-the-General-Dentist-repost-_281794.html >. (16 Juli 2011).

28.Anonymous. Oral cancer and complications of cancers therapies.

(41)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Tasha Citra Purnama Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 10 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok. VIII No.17 Medan Orangtua

Ayah : Drh.H.Hasriansyah Idris.MM Ibu : Drg.Hj.Dwi Arti Sulistiyani

Alamat : Komplek Johor Indah Permai I Blok. VIII No.17 Medan Riwayat Pendidikan

1. 1993-1995 : TK Angkasa, Medan 2. 1995-2001 : SD Angkasa, Medan

3. 2001-2004 : SLTP.Swasta Harapan 2, Medan 4. 2004-2007 : SMA.Negeri.1, Medan

Gambar

Gambar (http://en.wikipedia.org/wiki/Dysplasia” 06 Maret 2011)
Gambar 2: Oral displasia atau lesi putih pada lidah. (Jack H, Lee K, Polonowita. : a case report and literature reviewDilemas in managing oral dysplasia, Journal of the New Zealnd Medicine Assosiations,2009)
Gambar 3 : Gambaran mikroskopis epitelial hiperplasia. (Cheng Xing, Poh C, et al. for Rosin MP, Use of allelic loss to predict malignant risk low-grade oral epithelial dysplasia
Gambar 5 : Mild  dysplasiaContemporary oral and maxillofacial Pathology. (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Antara cara yang digunakan oleh Klinik Kesihatan Changkat Lada untuk ibu yang mengalami masalah anemia semasa hamil adalah dengan memberikan pil hematinik kepada ibu bagi

Melalui tahapan pembelajaran yang dilakukan diharapkan siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep yang disampaikan oleh guru dari pembelajaran dengan

Retribusi Penyelenggaraan Kesehatan adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan kesehatan dan/atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran metaphorical thinking meliputi: (1) grounding (pengaitan/permisalan), pada tahap ini siswa melakukan pengandaian/permisalan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fungsional dan kimia tepung kecambah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan aplikasinya sebagai

Kombinasi perlakuan rasio buah naga merah-jambu biji merah-nanas madu 3:1:2 dan kadar gula 55% menghasilkan selai yang mempunyai aktivitas antioksidan (71,34%) dan kadar vitamin

Penulis melakukan survey terhadap 30 responden mengenai hal yang biasanya menjadi pertimbangan konsumen saat memutuskan untuk memilih kafe, dengan hasil mini