PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL
PADA PENDERITA HIV / AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN
SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI
TESIS
Oleh
RISMA SITORUS
077027005/IKT
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL
PADA PENDERITA HIV / AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN
SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis
Dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
RISMA SITORUS
077027005/IKT
MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL PADA PENDERITA HIV/AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN SPESIES DAN
BENTUK KLINIS YANG DI JUMPAI Nama Mahasiswa : RISMA SITORUS
Nomor Pokok : 077027005
Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis
Menyetujui, Komisi Pembimbing:
Ketua
dr.R.Lia Kusumawati, MS, Sp.MK
(dr.Tambar Kembaren, Sp.PD )
Anggota Anggota
( Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes )
Ketua Program Studi, Dekan,
Tanggal lulus : 15 September 2011 Telah diuji pada
Tanggal : 15 September 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK ANGGOTA : 1. dr. Tambar Kembaren, Sp.PD
ABSTRAK
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) meningkat dengan pesat di seluruh dunia, khususnya negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral. Gambaran klinis yang biasa dijumpai pada kandidiasis oral sering dengan keluhan sensasi pengecapan yang menurun, rasa terbakar (sariawan) pada rongga mulut (oral) serta dijumpainya bentuk lesi (efloresensi). Pada kandidiasis oral sering dijumpai spesies Candida dan obat flukonazol sering digunakan pada pengobatan, namun ada beberapa spesies Candida
yang tidak efektif terhadap flukonazol. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi klinis.
Terhadap 26 pasien penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral disertai lesi klinis pada rongga mulut (oral), yang datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diambil spesimen (swab) dengan Amis agar, ditanam (kultur) pada media Sabaroud’s Dextrosa Agar (SDA) pada suhu 37C selama 24 jam, dilanjutkan dengan identifikasi spesies Candida dengan reaksi biokimia (permentasi). Pada hasil kultur dan identifikasi spesies Candida positif diberi obat flukonazol dosis: 200mg/hari selama 14 hari, setelah 14 hari pengobatan dilakukan kultur dan identifikasi ulang dengan metode yang sama.
Hasil yang dijumpai sebelum pemberian obat flukonazol, untuk identifikasi spesies Candida: Candida albicans (77,0%), Candida tropicalis (19,2%) dan
Candida krusei (3,8%). Untuk bentuk lesi klinis (efloresensi): Hiperplastik (43,2%), pseudomembran (38,5%) dan atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2%).
Setelah 14 hari pemberian obat flukonazol dijumpai spesies Candida:
Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),
Candida lusitaniae (3,8%) dan Candida kefyr (3,8%). Bentuk lesi dijumpai: Hiperplastik (100,0%) dan lesi atrofi/eritema (60,0%).
Dari hasil penelitian ini didapat efektifitas flukonazol pada spesies Candida albicans (90,0%), Candida tropicalis (60,0%) sedangkan pada Candida krusei,
lusitaniae dan kefyr tidak efektif. Kesembuhan pada bentuk lesi pseudomembran (100,0%), atrofi/eritema disertai kheilosis (40,0%) dan hiperplastik (0,0%).
Dalam hal ini efektifitas flukonazol terhadap kandidiasis oral sebelum dan sesudah pengobatan untuk spesies Candida berbeda secara signifikan ( P < 0,05), pada bentuk lesi klinis tidak signifikan.
ABSTRACT
Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) infection increase quickly all over the world, especially in the developing countries including Indonesia. The HIV/ AIDS patients often experience the opportunistic infection like oral candidiasis. The clinical description which is commonly found in oral candidiasis is the complaint about less sense of teste, oral ulceration and lesions. Species Candida is frequently found in oral candidiasis and fluconazole is often used as the medicine to treat it, but fluconazole is not effective to several species of Candida. In this context, the researcher wants to study the effectiveness of fluconazole against Candida species with respect to the shape of clinical lesion.
The specimen (swab) of 26 HIV/AIDS patients suffering from oral candidiasis with clinical lesion in the mouth cavity (oral), who came to the General Hospital of H. Adam Malik Medan by fishy agar then it was cultured through the media of Sabaroud’s Dextrosa Agar at the temperature of 37 0
The findings found before the administration of fluconazole medicine, to identify the Candida species : Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %) and Candida krusei (3,8 %). The shapes of clinical lesion (efloresensi): Hyperplastic (43,2%), pseudomembran (38,5%) and atrophy/eritema with kheilosis (19,2%).
C for 24 hours, then it was continued with the identification of Candida species through biochemical reactions (fermentation). The positive result of culture and identification of Candida species was given a fluconazole dosage of 200 mg/day for 14 days, after 14 days of treatment, a re-culture and re-identification were done with the same method.
After 14 days of fluconazole administration, Candida species found were
Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),
Candida lusitaniae (3,8%) and Candida kefyr (3,8%). The shapes of lesion found are: Hyperplastic (100,0%) dan atrophy/eritema lesions (60,0%).
The result of this study showed that the effectiveness of fluconazole on the species of Candida albicans (90,0 %), Candida tropicalis (60,0 %) while fluconazole was not effective against Candida krusei, Candida lusitaniae and Candida kefyr. Recovery found was in the shape of pseudomembran (100,0 %), atrophy/eritema with kheilosis (40.0 %), and hyperplastic (0.0 %).
In this case, the effectiveness of fluconazole against oral candidiasis before and after treatment for Candida species is significantly different (P < 0.05), while it was not significant for clinical lesion.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang yang telah memberikan Rahmad dan Karunianya, penulis dapat
menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Judul tesis ini adalah “PENGOBATAN
KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL PADA PENDERITA HIV/AIDS
DIHUBUNGKAN DENGAN SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG
DIJUMPAI”.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat S2 Program
Studi Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan laporan ini juga tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, arahan
dan bantuan yang sangat besar dari dosen pembimbing, dosen pembanding serta
banyak pihak lainnya, dimulai dari penyusunan proposal, pengumpulan sampel
sampai penyusunan tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan yang berharga ini,
izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang setulus-tulusnya
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
Yth dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp. MK-K, selaku ketua komisi
pembimbing, profil seorang dosen yng sangat saya hormati, sabar dan tulus telah
mendukung penulis untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam memulai penelitian
ini sampai selesai. Penulis menganggapnya sudah seperti saudara sendiri, karna
beliau selalu menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah penulis dan
membantu mencari solusi.
Yth dr. Tambar Kembaren Sp. PD, selaku dosen pembimbing yang juga telah
berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, waktu dan semangat kepada penulis,
sejak dari penyusunan proposal sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan hasil penelitian ini.
Yth Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.kes selaku dosen pembimbing yang telah
penelitian sampai selesainya penulisan laporan hasil penelitian ini, terimakasih saya
ucapkan.
Yth dr. Yosia Ginting, Sp. PD-KPTI selaku dosen pembanding dan penguji
tesis yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, masukan dan waktu
kepada penulis, sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
hasil penelitian ini.
Yth dr. Tetty Aman Nasution, M. Med. Sc, selaku dosen pembanding dan
penguji tesis yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, masukan
dan waktu kepada penulis, sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan hasil penelitian ini.
Yth Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K) selaku ketua program
studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara,
yang telah banyak memberikan nasehat, inspirasi yang mendorong semangat penulis.
Yth Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD-KGEH
selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan program studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis.
Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati
Kabupaten Pematang Raya, Kepala Bagian Kepegawaian Kabupaten Pematang Raya,
Kepala Puskesmas Panei Tongah beserta seluruh staff, yang telah memberikan izin
kepada saya untuk mengikuti program pendidikan S2 Ilmu Kedokteran Tropis di
Universitas Sumatera Utara.
Bapak dan Ibu Tersayang, Dr. Siparini Payung Barani Siregar dan Dr.
Margaretha Theodora Wilhelmina Siregar, Emck di Amsterdam-Nederland yang
selalu memberikan dukungan, doa dan semangat dengan penuh kasih sayang kepada
ananda mulai dari pendidikan sampai selesainya. Semoga diberikan umur yang
Kepada Almarhum kedua orang tua saya Kasianus Sitorus dan Rumina
Tambun yang tersayang, yang telah membesarkan dan memberikan dorongan moril
kepada saya selama ini.
Kakak-kakakku dan adik-adikku tersayang yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.
Rekan seperjuangan S2 Ilmu Kedokteran Tropis Angkatan ke-IV, dr. Ely
Surmaita, dr Nelly Murlina Pasaribu, dr. Nora Saragih, dr Mutiara Barus, dr Yoan
Panggabean yang telah berbagi pengalaman baik suka maupun duka selama
pendidikan sampai selesai.
Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat
Program Pendidikan Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, para Analis, perawat VCT Pusyansus dan perawat ruang Rindu A1
RS. HAM Medan serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas
bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya sejak saya mulai penelitian
sampai selesainya penulisan laporan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan
memerlukan perbaikan, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan penelitian ini.
Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
berbagai pihak lainnya.
Medan, 15 September 2011
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Risma Sitorus
Tempat/ Tgl. Lahir : Lumban Lobu, Kabupaten Toba Samosir/ 10 Nopember 1965
Suku/ Bangsa : Batak/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS (Pegawai Negeri Sipil)
Pangkat/ Golongan : Penata Tk. I/ III C
Alamat : Jln. Rimba Raya No. 19 Pematang Siantar
Pendidikan
- SD Negeri Lumban Lobu Tahun 1979
- SMP Negeri Lumban Lobu Tahun 1982
- SMA Swasta YP HKBP Pematang Siantar Tahun 1985
- Sekolah Tinggi Pendidikan Diakones HKBP Balige Tahun 1987
- Fakultas Kedokteran Universitas Methodis Indonesia Medan Tahun 2001
- Program Pendidikan S2 Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara tahun 2011
Riwayat Pekerjaan
- Sebagai staff di PLPP STT HKBP Pematang Siantar Tahun 1987 s/d 1990
- Dokter PTT Puskesmas Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Pematang Raya
Tahun 2003 s/d 2006
- Dokter PNS Puskesmas Kecamatan Panei Tongah Kabupaten Pematang Raya
Tahun 2007 s/d sekarang
Organisasi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR……… iii
RIWAYAT HIDUP……… vi
DAFTAR ISI………. vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1. Tujuan Umum ... 6
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Hipotesis ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
1.6. Kerangka Konsep ... 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.2. Pembagian Kandidiasis oral Berdasarkan Bentuk Lesi
Klinis ... 9
2.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut ... 9
2.2.2. Kandidiasis atrofi akut ... 9
2.2.3. Kandidiasis atrofi kronis ... 10
2.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis ... 10
2.2.5. Glositis rhomboid median ... 10
2.2.6. Kheilosis candida ... 11
2.2.7. Black Hairy tongue ... 11
2.3. Differensial Diagnosis Kandidiasis oral ... 12
2.4. Beberapa Spesies Ragi Genus Candida Penyebab Kandidiasis oral ... 12
2.5. Patogenesis ... 12
2.6. Diagnosis Kandidiasis oral ... 14
2.6.1. Gambaran Klinis ... 14
2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium ... 14
2.7. Pengobatan Kandidiasis oral ... 15
2.7.1. Umum ... 15
2.7.2. Topikal ... 15
2.7.3. Sistemik ... 17
2.7.4. Flukonazol ... 17
BAB III : BAHAN DAN CARA PENELITIAN ... 19
3.2. Rancangan Penelitian ... 19
3.3. Subjek Penelitian ... 19
3.4. Kriteria Inklusi ... 20
3.5. Kriteria Eksklusi ... 20
3.6. Variabel Yang Diamati ... 20
3.7. Perkiraan Besar Sampel ... 20
3.8. Pemeriksaan Laboratorim ... 22
3.8.1. Bahan dan Peralatan ... 22
3.8.2. Cara Pengambilan Sampel Swab Rongga Mulut . 23 3.8.3. Pembiakan ... 23
3.8.4. Pewarnaan Gram ... 23
3.8.5. Reaksi Biokimia ... 24
3.8.6. Pemberian Obat ... 24
3.9. Kerangka Operasional ... 25
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN……… 26
4.1.Hasil Penelitian……….. 26
4.2. Pembahasan……….. 35
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN…... 42
5.1. Kesimpulan………. 42
5.2. Saran……… 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin ... 26
Tabel 4.2 Karakteristik sampel berdasarkan pendidikan ... 27
Tabel 4.3 Karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan ... 27
Tabel 4.4 Lokasi lesi sebelum diberi pengobatan ... 28
Tabel 4.5 Rerata umur dan CD4 penderita yang ikut pengobatan sampai selesai ... 29
Tabel 4.6 Perubahan kandidiasis oral sebelum dan setelah pemberian obat flukonazol ... 29
Tabel 4.7 Identifikasi spesies sebelum pengobatan ... 31
Tabel 4.8 Identifikasi spesies setelah pengobatan ... 31
Tabel 4.9 Efloresensi/bentuk lesi sebelum pengobatan ... 32
Tabel 4.10 Efloresensi/bentuk lesi setelah pengobatan ... 32
Tabel 4.11 Identifikasi spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi sebelum pemberian obat flukonazol ... 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembaran Status Subjek Penelitian……….. 48
2. Surat Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan/ Informed Consent……… 50
3. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian………. 51
4. Data Subjek Penelitian (26 orang)……… 54
5. Tabel Identifikasi spesies Candida………55
6. Lampiran Gambaran Lesi Oral……… 56
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
CD4 : Cluster of Differentiation 4
CMV : Cytomegalo Virus
DC –SIGN : Dendritic Cell SIGN
Ditjen PPM & PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IDU : Injection Drug User
ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS
PDA : Potatoes Dextrosa Agar
P450 : Protein 450
RSUP H : Rumah Sakit Umum Pusat Haji
SDA : Sabaroud’s Dextrosa Agar
SDD : Susceptible Dose Dependent
USU : Universitas Sumatera Utara
VCT : Voluntary Counselling and Testing
ABSTRAK
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) meningkat dengan pesat di seluruh dunia, khususnya negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral. Gambaran klinis yang biasa dijumpai pada kandidiasis oral sering dengan keluhan sensasi pengecapan yang menurun, rasa terbakar (sariawan) pada rongga mulut (oral) serta dijumpainya bentuk lesi (efloresensi). Pada kandidiasis oral sering dijumpai spesies Candida dan obat flukonazol sering digunakan pada pengobatan, namun ada beberapa spesies Candida
yang tidak efektif terhadap flukonazol. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi klinis.
Terhadap 26 pasien penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral disertai lesi klinis pada rongga mulut (oral), yang datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diambil spesimen (swab) dengan Amis agar, ditanam (kultur) pada media Sabaroud’s Dextrosa Agar (SDA) pada suhu 37C selama 24 jam, dilanjutkan dengan identifikasi spesies Candida dengan reaksi biokimia (permentasi). Pada hasil kultur dan identifikasi spesies Candida positif diberi obat flukonazol dosis: 200mg/hari selama 14 hari, setelah 14 hari pengobatan dilakukan kultur dan identifikasi ulang dengan metode yang sama.
Hasil yang dijumpai sebelum pemberian obat flukonazol, untuk identifikasi spesies Candida: Candida albicans (77,0%), Candida tropicalis (19,2%) dan
Candida krusei (3,8%). Untuk bentuk lesi klinis (efloresensi): Hiperplastik (43,2%), pseudomembran (38,5%) dan atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2%).
Setelah 14 hari pemberian obat flukonazol dijumpai spesies Candida:
Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),
Candida lusitaniae (3,8%) dan Candida kefyr (3,8%). Bentuk lesi dijumpai: Hiperplastik (100,0%) dan lesi atrofi/eritema (60,0%).
Dari hasil penelitian ini didapat efektifitas flukonazol pada spesies Candida albicans (90,0%), Candida tropicalis (60,0%) sedangkan pada Candida krusei,
lusitaniae dan kefyr tidak efektif. Kesembuhan pada bentuk lesi pseudomembran (100,0%), atrofi/eritema disertai kheilosis (40,0%) dan hiperplastik (0,0%).
Dalam hal ini efektifitas flukonazol terhadap kandidiasis oral sebelum dan sesudah pengobatan untuk spesies Candida berbeda secara signifikan ( P < 0,05), pada bentuk lesi klinis tidak signifikan.
ABSTRACT
Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) infection increase quickly all over the world, especially in the developing countries including Indonesia. The HIV/ AIDS patients often experience the opportunistic infection like oral candidiasis. The clinical description which is commonly found in oral candidiasis is the complaint about less sense of teste, oral ulceration and lesions. Species Candida is frequently found in oral candidiasis and fluconazole is often used as the medicine to treat it, but fluconazole is not effective to several species of Candida. In this context, the researcher wants to study the effectiveness of fluconazole against Candida species with respect to the shape of clinical lesion.
The specimen (swab) of 26 HIV/AIDS patients suffering from oral candidiasis with clinical lesion in the mouth cavity (oral), who came to the General Hospital of H. Adam Malik Medan by fishy agar then it was cultured through the media of Sabaroud’s Dextrosa Agar at the temperature of 37 0
The findings found before the administration of fluconazole medicine, to identify the Candida species : Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %) and Candida krusei (3,8 %). The shapes of clinical lesion (efloresensi): Hyperplastic (43,2%), pseudomembran (38,5%) and atrophy/eritema with kheilosis (19,2%).
C for 24 hours, then it was continued with the identification of Candida species through biochemical reactions (fermentation). The positive result of culture and identification of Candida species was given a fluconazole dosage of 200 mg/day for 14 days, after 14 days of treatment, a re-culture and re-identification were done with the same method.
After 14 days of fluconazole administration, Candida species found were
Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),
Candida lusitaniae (3,8%) and Candida kefyr (3,8%). The shapes of lesion found are: Hyperplastic (100,0%) dan atrophy/eritema lesions (60,0%).
The result of this study showed that the effectiveness of fluconazole on the species of Candida albicans (90,0 %), Candida tropicalis (60,0 %) while fluconazole was not effective against Candida krusei, Candida lusitaniae and Candida kefyr. Recovery found was in the shape of pseudomembran (100,0 %), atrophy/eritema with kheilosis (40.0 %), and hyperplastic (0.0 %).
In this case, the effectiveness of fluconazole against oral candidiasis before and after treatment for Candida species is significantly different (P < 0.05), while it was not significant for clinical lesion.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh human immunodeficiency virus ( HIV ) dan merupakan tahap akhir
dari infeksi HIV (Djoerban Z, 2006). Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah
kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, termasuk di Indonesia. Masalah yang
berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah angka kejadian
dan kematian yang masih tinggi (Nasronudin, 2007).
Sejak ditemukan kasus AIDS di Amerika Serikat pada tahun 1981 hingga saat
ini penyakit ini selalu menarik perhatian dunia kedokteran maupun masyarakat luas
(Hetti, 2009). Di Indonesia pengidap HIV/AIDS dilaporkan terus meningkat sejak
kasus AIDS pertama kali ditemukan dari seorang turis asing di Bali. Pada tahun 2002
Depkes RI memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/AIDS
Komisi penanggulangan AIDS Nasional melaporkan berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan bahwa sampai 31 Maret 2008 terdapat secara kumulatif penderita
AIDS 11.868 kasus yang tersebar di 32 propinsi, 194 Kabupaten/Kota. Sedangkan kumulatif
kasus HIV yang dilaporkan adalah 6.130 kasus, padahal estimasi sebesar 193.000 kasus. Pada
klinik Teratai RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung sampai dengan bulan September 2008 dijumpai
sebanyak 1437 kasus terdiri atas 896 kasus AIDS dan 541 kasus HIV dan 197 kasus (21%)
diantaranya telah meninggal dunia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan sampai 30
September 2009 kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 18.422 kasus dan
3708 diantaranya meninggal dunia, jumlah tersebut terdiri dari 13.654 laki-laki dan 4.701
perempuan, 87 penderita diantaranya tidak diketahui. Berdasarkan prevalensi secara nasional
prevalensi kasus AIDS di Indonesia sebesar 8,15 artinya setiap 100.000 penduduk sebesar
8,15 % diantaranya menderita AIDS (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2009).
Di Sumatera Utara, hingga Juli 2007 diperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS
mencapai 1.033 kasus, dan menurut Dinas Kesehatan Sumut jumlah penderita HIV/AIDS
hingga periode Juni 2008 sebanyak 1.316 kasus. Angka prevalensi kasus AIDS per 100.000
untuk Sumatera Utara s/d 2009 sekitar 3,93% (Ditjen PPM dan PL depkes RI). Di RSUP H.
Adam Malik Medan, jumlah penderita HIV/AIDS tahun 2008 ditemukan 403 kasus, tahun
2009 ditemukan 528 kasus ( Data VCT Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009).
Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah
infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi tertentu yang
memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non pathogen. Secara klinis digunakan
hitung jumlah limfosit CD4 sebagai pertanda munculnya infeksi oportunistik ini pada
oleh HIV. Pada masa asimtomatik terjadi penurunan CD4 secara lambat dan penurunannya
semakin tajam pada stadium infeksi HIV yang lanjut. Infeksi – infeksi oportunistik umumnya
terjadi bila jumlah CD4 < 200 cells/μL (Pohan HT, 2006: Yayasan Sprita, 2004).
Menurut data Ditjen PPM & PL hingga September 2005, kandidiasis merupakan
infeksi oportunistik tertinggi pada ODHA, yakni 31,29%. Kemudian secara berurutan, yaitu
tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4,04%), herpes zoster
(1,27%), herpes simpleks (0,65%), toksoplasmosis (0,43%) dan CMV (0,17%). Namun secara
umum, jenis dan penyebab infeksi dapat berbeda ditiap daerah dikarenakan adanya perbedaan
pola mikroba patogen (Pohan HT, 2006).
Akhir – akhir ini frekuensi penyakit jamur seperti kandidiasis meningkat tajam pada
penderita Imunokompromais pada pasien HIV/AIDS diantaranya kandidiasis oral. Sekitar
40% dari populasi mempunyai spesies Candida didalam rongga mulut dalam jumlah kecil
sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral dan beradaptasi dengan baik hidup pada
inang manusia, seperti pada saluran cerna, urogenital dan kulit. Namun pada orang dengan
imunosupresan, imunokompromise mikroflora oral ini bisa menjadi pathogen, nama
penyakitnya yaitu kandidiasis oral (Tianshi Community; Gorila, 2006).
Menurut penelitian pada penderita HIV positif tentang mikosis superficial di Yaonde,
Kamerun dijumpai angka prevalensi yang terbanyak untuk kandidiasis oral ( 77%) (Detmy
JL, 2004). Penelitian disebuah Rumah Sakit di Belo Horizonte, Brazil bahwa infeksi
oportunistik yang paling banyak dijumpai yaitu kandidiasis oral yang prevalensi (50,7%)
(Pohan HT, 2006). Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sampai dengan
bulan Maret 2008 angka kejadian kandidiasis oral (24,3%). Hasil penelitian di RS. Cipto
Sedangkan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung melaporkan infeksi oportunistik untuk kandidiasis
oral (27%). Penelitian di India angka kejadian kandidiasis oral (43.2%). Data infeksi
oportunistik untuk kandidiasis oral pada penderita HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik
Medan dari Januari sampai Desember 2007 sekitar 171 orang, untuk Januari sampai Desember
2008 sekitar 65 orang, pada Januari sampai Desember 2009 sekitar 205 orang (Sudjana P,
2009; VCT Pusyansus RSUP. HAM).
Pada kandidiasis oral ada beberapa ragi genus Candida memiliki kemampuan
menyebabkan kandidiasis oral seperti: Candida albicans, Candida glabrata, Candida
tropicalis, Candidaparapsilosis, Candida guilliermondii, Candida dubliniensis, dan Candida
krusei. Banyaknya spesies penyebab ini berkaitan dengan bentuk lesi klinis yang dijumpai.
Penelitian yang dilakukan di Eduardo de Menez’s Hospital, Brazil pada pasien dewasa
HIV/AIDS dengan jumlah CD4<200 cells / μL yang melibatkan 67 pasien, dijumpai 34 pasien
(50,7%) menderita kandidiasis oral. Bentuk lesi klinis yang dijumpai: Pseudomembran 23
pasien, Eritematosa 11 pasien dan Angular seilitis 6 pasien. Untuk spesies Candida yang
ditemukan, Candida albicans 31 pasien, Candida glabrata 7 pasien, Candida tropicalis 6
pasien, Candida parapsilosis 3 pasien, Candida krusei 3 pasien, Candida dublinensis 1 pasien
dan Candida gulliermondii 1 pasien. Candida albicans adalah penyebab terbanyak
dihubungkan dengan bentuk lesi klinis, diikuti Candida glabrata, Candida tropicalis dan
Candida parapsilosis. Identifikasi yang tepat agen penyebab bisa mengindikasikan pilihan
terapi yang terbaik untuk mengobati pasien. Obat-obat yang sering digunakan sebagai terapi:
Amfoterisin B, Flukonazol, Itrakonazol dan Vorikonazol. Pada Candida glabrata dan Candida
krusei secara kerap resisten terhadap fluconazol( hasil penelitian di Brazil). Menurut penelitian
(90,4%), Candida parapsilosis (93,3%), Candida krusei (9,2%). Penelitian di India,
fluconazol efektif pada Candida albicans (87,8%), dan sekitar (68,9%) pada non albicans.
Dilihat dari hasil ketiga penelitian tersebut memberikan bahwa flukonazol masih menjadi
pilihan utama pengobatan kandidiasis (Gabler GI et al, 2008; Sudjana P, 2009).
Di Medan khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan belum pernah dilakukan
penelitian untuk obat ini, untuk itu peneliti ingin meneliti. Dosis flukonazol yang diberikan
200mg peroral 1x/hari selama 14 hari.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka kami ingin meneliti, seberapa
besarkah obat flukonazol masih efektif untuk pengobatan kandidiasis oral dihubungkan
dengan spesies penyebab.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap kandidiasis oral pada pasien
HIV/AIDS
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk melihat gambaran klinis dihubungkan dengan spesies jamur yang dijumpai
2. Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap spesies penyebab kandidiasis oral
pada pasien HIV/AIDS
Ada perbedaan efektifitas flukonazol pada spesies Candida dan klinis yang berbeda
sebelum dan sesudah pemakaian obat flukonazol pada pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam
Malik Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui efikasi dari flukonazol terhadap beberapa spesies Candida maka
kita dapat memilih flukonazol pada spesies Candida yang efektif.
1.6. Kerangka Konsep
Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penderita HIV / AIDS dengan
Kandidiasis oral
Kultur dan Identifikasi Spesies
Perubahan Klinis : 1. Menetap 2. Perbaikan 3. Sembuh total Identifikasi spesies
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epidemiologi Kandidiasis oral
Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi oportunistik umum
pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida.
Penyakit ini kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah 200sel/mm3
Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah
kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral
normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik,
kortikosteroid), chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese
(Lewis Michael AO, 1998; Suhonen RE, 1999). (Akpan A, 2008; Gabler IG et al, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien
HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%,
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis oral dari tahun
2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (Gabler IG, et al. 2008; Sudjana P, 2009;
VCT-Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009).
Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut. Tampak plak /
pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral
lainnya. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri,
sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa
eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali (Ross PW, 1989; Suhonen RE,
1999; Jacob LS, 2001; Unandar BK et al,2004).
2.2.2. Kandidiasis atrofi akut
Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia, antibiotic tongue,
kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut
akibat menumpuknya pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi
eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering
hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri.
Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik,
inhalasi maupun topikal (Lewis Michael AO, 1998; Unandar BK et al, 2004; Rossie K, 2005).
2.2.3. Kandidiasis atrofi kronis
Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1
diantara 4 pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas
stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal
duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan
peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya
terjadi hiperplasia papilar granularis (Akpan A, 2008; Gayford JJ, 1993; Rossie K, 2005).
Pada kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan
gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering ditemukan pada permukaan
gigi palsu daripada di permukaan mukosa. Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan
peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri
ringan sampai berat (Unandar BK et al, 2004; Jacob LS, 2001; Rossie K, 2005).
2.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis
Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak putih, yang hampir tidak
teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan
umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis
pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral
oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan. Terbanyak pada pria,
umumnya diatas 30 tahun dan perokok (Gayford JJ, 1993; Midgley G, 1999; Unandar BK et
al, 2004).
2.2.5. Glositis rhomboid median
Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah
permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Unandar BK
et al, 2004).
Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas ditandai eritema, fisura,
maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan
menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura mulut.
Juga karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi
atau pemasangan gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan
kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protese (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Ross
PW, 1989; Suhonen RE,1999; Unandar BK et al, 2004).
2.2.7. Black Hairy tongue
Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida
albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah (Unandar BK et al, 2004;
Rippon JW, 1988; Rossie K, 2005).
2.3. Differensial Diagnosis Kandidiasis oral
1. Difteria
2. Leukoplakia karena sebab lain (merokok atau keganasan)
3. Kheilitis.
2.4. Beberapa spesies ragi genus Candida penyebab kandidiasis oral
1. Candida albicans
2. Candida tropicalis
4. Candida krusei
5. Candida guilliermondii
6. Candida parapsilosis
7. Candida dubliniensis
8. Candida stellatoidea
9. Candida lusitaniae.
Dari sembilan spesies Candida diatas 80% penyebab tersering untuk kandidiasis oral
adalah: Candida albicans, Candida glabrata, dan Candida tropicalis, dari hasil isolasi (A
Akpan, 2008; Suhonen RE, 1999; Dismukus WE et al, 2003).
2.5. Patogenesis
Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila
terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi.
Beberapa factor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan
mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam
dan fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri,
dan produksi toksin.
Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida.
Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang
menurun akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang
terganggu karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena
peran lektin yang spesifik pada sel dendrite, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan
virus HIV meskipun tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan
terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin
dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain
ditubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida albicans
memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara protein
dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip
dengan substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel
epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata
sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan
laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel
inang sehingga invasi lebih mudah terjadi (Kenneth M et al, 2008; Nasronudin, 2007; Sudjana
P, 2008).
2.6. Diagnosis Kandidiasis oral 2.6.1. Gambaran Klinis
Pada rongga mulut (oral) tampak infeksi yaitu sariawan, terutama terjadi pada selaput
mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebahagian besar terdiri atas
pseudomeselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat erosi minimal pada selaput
(Jawetz, 2005; Jagdish C, 2002).
2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium 2.6.2.1. Bahan:
Terdiri atas usapan / swab dari permukaan Lesi
Usapan mukokutan diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram, untuk
mencari pseudohifa dan sel-sel bertunas (Arayu S et al, 2008; Winn Jr, et al, 2006 ; Jawetz,
2005).
2.6.2.3. Pemeriksaan Biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabaroud’ s Dextrosa Agar (SDA) pada
suhu 37Oc dalam Inkubator selama 24 – 48 jam. Koloni tumbuh berupa Yeast Like
Form (Jawetz, 2005).
2.6.2.4. Serologi
Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi presipitin yang positif
dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang dengan kandidiasis
mukokutan ( Jagdish C, 2002).
2.6.2.5. Tes kulit (Skin Test)
Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif. Tes tersebut digunakan
sebagai indikator kompetensi imunitas seluler ( Jagdish C, 2002).
- Mengurangi dan mengobati faktor predisposisi, bila karena pemakaian protese perlu
melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan mencuci dengan
antiseptik seperti khlorheksidin.
- Selama pengobatan tidak dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat
terhadap pengobatan ( Unandar BK et al, 2004 ).
2.7.2. Topikal
1. Nistatin suspensi oral:
- Dosis: 4-6 ml (400.000-600.000μ), 4 x / hari sesudah makan
- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
- Dosis untuk bayi 2 ml ( 200.000μ), 4 x / hari
- Perlu 10 – 14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk yang kronis (Blignaut
E, 2007; Unandar BK et al, 2004).
2. Amfoterisin B:
Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam membran sel jamur dan mengubah
permeabilitas membran sel, tidak diserap pada saluran pencernaan sehingga dianjurkan
pemberian secara topikal. Sediaan :
- Suspensi oral 100 mg / ml
- Salep 3%
- Lozenge 10 mg (Akpan A, 2008; Unandar BK et al, 2004).
Ini sejenis Imidazole dapat digunakan sebagai aplikasi lokal dalam mulut, akan tetapi
pemakaian dengan cara ini terbatas karena efek samping seperti muntah dan diare. Obat lain
yang termasuk kelompok ini klotrimazol dan ketokonazol.
Sediaan: Gel oral 25mg/ml, krem 2%, tablet 250 mg. Pengobatan diteruskan sampai 2 hari
sesudah gejala tidak tampak.
4. Solusio gentian violet 1 – 2% :
Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak menarik. Dapat
dipertimbangkan untuk kasus sulit dan kekambuhan. Dioleskan 2 x / hari selama 3 hari (
Akpan A, 2008; Michael A O Lewis, 1998; Unandar BK, et al. 2004 ).
2.7.3. Sistemik
1. Ketokonazol 200mg – 400 mg / hari selama 2 – 4 minggu, untuk infeksi kronis perlu 3
– 5 minggu
2. Itrakonazol 100 – 200 mg / hari selama 4 minggu
3. Flukonazol 50 – 200 mg / hari selama 1- 2 minggu
4. Vorikonazol Adalah triazole yang memiliki struktur kimia seperti flukonazol, menjadi
salah satu pilihan bila kurang sensitive terhadap flukonazol
(Kwon Chung KJ,1992; Unandar BK, et al. 2004; Depkes RI Dirjen Pengendalian
2.7.4. Flukonazol
Adalah antifungal bis-triazole fluorinated bistriazole yang sering dipakai dalam
pengobatan kandidiasis Bekerja sebagai penghambat enzim sitokrom P450(CYP3A4 dan
CYP2C9) C-14 alfa demetilase yang berperan dalam sintesis ergosterol yang merupakan
bagian penting membrane sel jamur. Flukonazol diserap secara sempurna melalui saluran
cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan atau keasaman lambung. Sembilan puluh persen
obat dieliminasi lewat ginjal dan waktu paruhnya antara 25-30 jam. Efek samping yang terjadi
seperti : mual, muntah, sakit kepala, ruam kulit, nyeri perut, diare, sedikit peningkatan
transaminase serum dan hipokalemi. Flukonazol efektif terhadap banyak spesies Candida,
terutama Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis dan beberapa spesies
yang bukan albicans, tetapi kurang efektif terhadap Candida glabrata dan Candida krusei.
Penelitian artemisk disk menunjukkan bahwa flukonazol masih efektif pada Candida
albicans sekitar (97,9%), Candida tropicalis (90,4%), Candida parapsilosis 93,3%, namun
hanya (9,2%) pada Candida krusei. Penelitian di India melaporkan (87,8%) Flukonazol efektif
pada Candida albicans, dan sekitar (68,9%) pada Candida yang bukan albicans efektif
terhadap flukonazol. Kandidiasis oro-faringeal pada penderita HIV yang disebabkan oleh
Candida albicans (84,5%), Candida glabrata (6,8%), Candida krusei(3,4%), dimana (84,7%)
dari isolasi efektif terhadap flukonazol serta ada (9,7%) yang susceptible dose dependent
(SDD). Ketiga penelitian tersebut memberi bahwa flukonazol masih menjadi pilihan utama
dalam upaya mengobati kandidiasis.
Dosis yang dianjurkan: 100-200mg p.o , 200mg ( 1x / hari ) dilanjutkan dengan 100mg
sama efektifnya dengan pemberian 150mg/hari selama 2 minggu pada penderita kandidiasis
oro-faringeal, flukonazol adalah pilihan utama pada penderita HIV dengan kandidiasis oral
(Akpan A, 2008; Blignaut E, 2007; Sudjana P, 2009; Barchiesi F et al, 2008; Dismukes WE et
BAB III
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan dan Departemen Mikrobiologi USU, yang dimulai dari bulan Februari
2010 sampai Oktober 2010. Sampel yang digunakan untuk penelitian berasal dari VCT -
Pusyansus / Ruang Rawat Inap Penderita HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.2. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode Uji klinis (Clinical Trial) dimana penelitian ini
dilakukan secara eksperimental yaitu pemberian obat, yang ingin dilihat adalah pengaruh
akibat pemberian obat.
3.3. Subjek Penelitian
Penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral yang dirawat inap dan berobat jalan di
RSUP H. Adam Malik Medan.
3.4. Kriteria Inklusi
2. Pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis oral
3. Belum mendapat pengobatan anti jamur saat penelitian
3.5. Kriteria Eksklusi
1. Tidak teratur minum obat jamur
2. Mengundurkan diri dari penelitian
3. Meninggal sebelum menyelesaikan penelitian
3.6. Variabel yang diamati
1. Kadar CD4
2. Spesies Candida
3. Efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dan bentuk lesi klinis
4. Perbaikan klinis
3.7. Perkiraan Besar Sampel
Rumus Sampel ditentukan dengan memakai uji hipotesis proporsi suatu populasi:
(
)
Po = Proporsi penderita HIV/AIDS dengan oral candidiasis pada Komosi penanggulanagan
HIV/AIDS Nasional berdasarkan data dari Depkes sampai 31 Maret 2008 angka kejadian
kandidiasis oral ( 24,3% ) = 0,243
Pa = Perkiraan proporsi penderita HIV/AIDS dengan oral candidiasis tahun sekarang = 34,3%
Qa = 1 – Pa = 65,7%
Pa – Po = perbedaan proporsi penderita HIV/AIDS yang bermakna
= 34,3% - 24,3%
= 10%
Zα = Nilai batas normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan
untuk α = 0,05 → Zα.= 1,96
Zβ = Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan
untuk β = 0,15 → Zβ = 1,036
1. Formulir isian untuk penelitian
2. Sarung tangan
3. Masker
4. Kapas apus steril
5. Media Transport / transport swab
6. Sengkelit steril / Ose
7. Piring petri
8. Media Sabaroud’s Dextrosa Agar ( SDA ), Medium Potatoes Dextrosa Agar
9. Objek glass dan deck glass
10.Pipet steril
11.Tabung reaksi
12.Lampu bunsen
13.Dekstrosa, maltosa, sukrosa, laktosa, galaktosa, trihalosa, selulosa
14.Inkubator
15.Aquadest
16.Larutan KOH 10%
17.Larutan Alkohol 70%
18.Larutan gentian violet, lugol, aseton alkohol, fuksin air
19.Mikroskop
3.8.2. Cara Pengambilan sample swab rongga mulut
− Penderita tidur terlentang / duduk
− Penderita diminta untuk membuka mulut
− Masukkan kapas lidi steril menyentuh lidah sampai oropharing sambil mengusap
kekiri dan ke kanan lalu tarik keluar
− Masukkan kapas lidi steril ke dalam media transport.
3.8.3. Pembiakan
− Kapas lidi dioleskan pada cawan petri yang mengandung Sabaroud’s, dengan ose
permukaan medium tadi dibuat goresan secara berulang -ulang, lalu tutup
− Biasanya pada 24 jam pertama sudah dapat dilihat pertumbuhan yang
berbentuk koloni berwarna putih kekuningan dan berbau ragi.
3.8.4. Pewarnaan Gram
− Buat hapusan di atas kaca objek kemudian difiksasi diatas nyala api − Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan
− Tuang larutan gentian violet diatas sediaan lalu diamkan selama 3 – 5 menit
− Cuci dengan air mengalir lalu tuangi dengan larutan lugol selama 1 menit
kemudian cuci dengan air mengalir
− Tuang larutan aseton alkohol selama 10 detik − Cuci dengan air
− Tuangi sediaan dengan larutan fuksin air lalu diamkan selama 1 – 2 menit − Cuci dengan air dan keringkan di udara
− Lihat dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x − Bila dijumpai Yeast cell , dilanjutkan ke reaksi biokimia.
3.8.5. Reaksi biokimia
− Tabung reaksi disusun pada rak tabung sebanyak 7 tabung
− Masing – masing tabung diisi dengan larutan dekstrosa, maltosa,sukrosa,laktosa,
galaktosa, trihalosa dan selulosa ( larutan berwarna hijau ).
− Ambil satu koloni jamur yang tumbuh pada media biakan dengan menggunakan
ose dan masukkan kedalam tabung reaksi, masing – masing tabung diisi satu koloni
lalu tutup dengan kapas
− Masukkan kedalam inkubator pada suhu 37 0
− Perubahan warna dibaca berdasarkan kriteria / tabel ( Kwon - Chung KJ et al,
1992; Penuntun Praktikum Mikrobiologi Medik FK USU, 2008).
3.8.6. Pemberian Obat
Flukonazol diberikan bila dijumpai gejala klinis. Dosis 1 x 200mg / hari selama 14
hari. Dilakukan kultur ulang setelah mendapat terapi 14 hari, melihat spesies Candida,
3.9. Kerangka Operasional
Gambar 2.1. Kerangka Operasional
Penderita HIV / AIDS Umur > 15 thn +kandidiasis oral
Anamnesis
Identifikasi Candida spp
- Perubahan Klinis pada
Identifikasi Candida spp
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Poliklinik HIV/AIDS dan pasien rawat inap di ruang
Rindu A1 RSUP H. Adam Malik Medan yang dimulai dari bulan Februari 2010 sampai
Oktober 2010.
Peserta penelitian ini adalah penderita HIV yang berkunjung ke Poliklinik Pusyansus
HIV/AIDS dan yang dirawat inap di Rindu A1 RSUP H. Adam Malik Medan. Dari 223
penderita HIV/AIDS disertai kandidiasis oral yang berkunjung sebanyak 26 penderita
memenuhi kriteria penelitian ini. Pada penderita yang tidak masuk dalam penelitian ini antara
lain karena meninggal, tidak teratur minum obat, mengundurkan diri dari penelitian dan sudah
mendapat obat sebelumnya. Hasil penelitian ini akan dibahas sebagai berikut.
Tabel 4.1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik Ikut PS
n %
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
22 4
84,6 15,4
Jumlah 26 100
Keterangan: n = jumlah sampel PS = Pengobatan sampai selesai
Dari tabel 4.1 didapat bahwa jumlah sampel yang ikut pengobatan sampai selesai yang
terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 22 sampel (84,6%), sedangkan jenis kelamin
perempuan 4 sampel (15,4%).
Karakteristik Ikut PS
Dari tabel 4.2 didapatkan bahwa untuk tingkat pendidikan yang ikut pengobatan
sampai selesai, pada tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) sebanyak 3 sampel (11,5 %),
SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama) sebanyak 8 sampel (30,8 %), SLTA (Sekolah Lanjut
Tingkat Atas) sebanyak 12 sampel (46,2 %) dan untuk tingkat sarjana sebanyak 3 sampel
(11,5 %).
Tabel 4.3. Karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan
Karakteristik Ikut PS
Dari tabel 4.3 didapat bahwa untuk tingkat pekerjaan yang ikut pengobatan sampai
selesai, pada pekerjaan sebagai supir sebanyak 3 sampel (11,5 %), PNS (Pegawai Negeri Sipil)
sebanyak 1 sampel (3,8 %), Wiraswasta sebanyak 3 sampel (11,5 %), Buruh sebanyak 9
sebanyak 2 sampel (7,7 %), Pegawai swasta sebanyak 1 sampel (3,8 %) dan Petani sebanyak 4
sampel (15,5 %).
Tabel 4.4. Lokasi lesi sebelum diberi pengobatan
Lokasi Lesi Ikut PS
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa lokasi lesi pada lidah untuk yang ikut pengobatan
sampai selesai dijumpai pada 26 sampel (100,0 %) dan lesi tidak dijumpai pada lidah 0 (0,0
%). Lokasi lesi pada palatum untuk yang ikut pengobatan sampai selesai dijumpai pada 26
sampel (100,0 %) dan tidak dijuumpai lesi pada platum 0 (0,0 %). Lokasi lesi di bukal pada
sampel yang ikut pengobatan sampai selesai, dijumpai lesi di bukkal sebanyak 19 sampel
(73,0 %), tidak dijumpai lesi di bukal sebanyak 7 sampel (27,0 %). Lokasi lesi di bibir pada
sampel yang ikut pengobatan sampai selesai, dijumpai ada lesi di bibir sebanyak 8 sampel
(30,8 %), tidak dijumpai lesi di bibir sebanyak 18 sampel (69,2 %).
Tabel 4.5. Rerata umur dan CD4 penderita yang ikut pengobatan sampai selesai
Umur CD4
Ikut pengobatan sampai 14 hari
n x ± SD
26 26
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa subyek penelitian pada kelompok umur rerata
subjek adalah 33,96 tahun (Std. Deviation 7,329), dengan umur termuda 26 tahun dan umur
tertua 57 tahun. Pada kelompok CD4, kadar rerata CD4 subjek adalah 28,08 sel/μL dengan
(Std. Deviation 3,286), kadar CD4 terendah 1 sel/μL dan kadar CD4 tertinggi 123 sel/μL.
Tabel 4.6. Tabel Perubahan Kandidiasis oral sebelum dan Setelah Pemberian Obat Flukonazol.
Kandidiasis oral Awal Setelah Pengobatan P
n % n %
Dari tabel 4.6 Pada Kandidiasis oral sebelum dan sesudah pemberian obat flukonazol.
Pada bentuk lesi sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai lesi positif (+) pada 26 sampel
(100,0 %), setelah pemberian obat flukonazol dijumpai lesi positif (+) pada 14 sampel (26,9
%) dan lesi negatif (-) pada 12 sampel (23,1 %). Hasil uji statistik Willcoxon dimana P < 0,05,
artinya ada perubahan lesi setelah pemberian obat. Pada direct smear sebelum pemberian obat
flukonazol dijumpai pseudohifa dan sel-sel bertunas positif (+) pada 26 sampel (100,0 %),
dan direct smear negatif (-) dijumpai pada 19 sampel (36,5 %). Hasil uji statistik Willcoxon
dimana P < 0,05, artinya ada perubahan direct smear sesudah pengobatan.
Pada kultur sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai kultur positif (+) pada 26
sampel (100,0 %), setelah pemberian obat flukonazol kultur positif (+) dijumpai pada 7
sampel (13,5 %) dan kultur negatif (-) dijumpai pada 19 sampel (36,5). Hasil uji statistik
Willcoxon dimana P < 0,05, artinya ada perubahan hasil kultur setelah pengobatan.
Pada identifikasi spesies sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai identifikasi
spesies positif (+) pada 26 sampel (100,0 %), setelah pemberian obat identifikasi spesies
positif (+) dijumpai pada 7 sampel (13,5 %) dan identifikasi spesies negatif (-) pada 19 sampel
(36,5 %). Hasil uji statistik Willcoxon dimana P < 0,05. Artinya ada perubahan identifikasi
spesies setelah pengobatan.
Tabel 4.7. Identifikasi Spesies Sebelum Pengobatan Ikut PS
n %
Candida albicans Candida tropicalis Candida krusei
20 5 1
77,0 19,2 3,8
Jumlah 26 100,0
Dari tabel 4.7. pada identifikasi spesies sebelum pemberian obat flukonazol. Pada
sampel yang ikut pengobatan sampai selesai dijumpai spesies Candida albicans pada 20
sampel (77,o %), Candida tropicalis dijumpai pada 5 sampel (19,2 %), Candida krusei
Tabel 4.8. Identifikasi Spesies Setelah Pengobatan
Dari tabel 4.8 pada identifikasi spesies setelah pemberian obat flukonazol pada sampel
tidak dijumpainya spesies Candida ada pada 19 sampel (73,2 %), dijumpainya spesies
Candida ada pada 7 sampel dimana spesies Candida albicans dijumpai 2 sampel (7,7 %),
untuk spesies Candida tropicalis dijumpai 2 sampel (7,7 %), untuk spesies Candida krusei
dijumpai 1 sampel (3,8 %), untuk spesies Candida lusitaniae dijumpai 1 sampel (3,8 %),
untuk spesies Candida kefyr dijumpai 1 sampel (3,8 %).
Dari tabel 4.9 pada efloresensi/bentuk lesi yang dijumpai sebelum pemberian obat
flukonazol. Pada sampel yang ikut pengobatan sampai selesai bentuk lesi pseudomembran
dijumpai pada 10 sampel (38,5 %), lesi eritema / atrofi disertai kheilosis dijumpai pada 5
sampel ( 19,2 %) dan lesi hiperplastik dijumpai pada 11 sampel (42,3 %).
Tabel 4.10. Efloresensi/Bentuk Lesi Setelah Pengobatan Ikut PS Bentuk lesi
Dari tabel 4.10 pada efloresensi/bentuk lesi dapat dilihat perubahan setelah pemberian
obat flukonazol selama 14 hari . Pada bentuk lesi pseudomembran sembuh semuanya pada 10
sampel (100,0 %), pada bentuk lesi eritema/atrofi disertai kheilosis dijumpai yang sembuh
pada 2 sampel (40,0 %) termasuk lesi kheilosis sembuh semua, lesi eritematosa tidak sembuh
dijumpai pada 3 sampel (60,0 %), lesi hiperplastik yang sembuh tidak dijumpai (0,0 %), lesi
tidak sembuh dijumpai pada 11 sampel (100,0 %).
Candida krusei
0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0
Dari tabel 4.11 dapat dilihat hubungan spesies Candida dengan bentuk lesi yang
dijumpai pada pasien kandidiasis oral. Pada bentuk lesi pseudomembran dijumpai Candida
albicans pada 8 sampel (40,0 %), Candida tropicalis dijumpai pada 2 sampel (40,0 %) dan
Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi atrofi/eritema disertai kheilosis dijumpai
Candida albicans pada 4 sampel (20,0 %), Candida tropicalis dijumpai 0 (0,0 %) sedangkan
Candida krusei dijumpai pada 1 sampel (100,0 %). Pada bentuk lesi hiperplastik dijumpai
Candida albicans pada 8 sampel (40,0 %), Candida tropicalis dijumpai pada 3 sampel (60,0
%) sedangkan Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %)
Candida kefyr
0 0,0 0 0,0 1 100,0
Dari tabel 4.12 . Dapat dilihat bentuk lesi pseudomembran sembuh semuanya pada 10
sampel (100,0 %), pada identifikasi spesies Candida dijumpai Candida albicans pada 2
sampel (10,0 %), Candida tropicalis 0 (0,0 %), Candida krusei 0 (0,0 %), Candida lusitaniae
0 (0,0 %) dan Candida kefyr 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi eritema/atrofi disertai kheilosis
dijumpai 5 sampel (19,2 %) yang sembuh 2 sampel (40,0 %), pada identifikasi spesies
Candida, dimana Candida albicans tidak dijumpai (0,0 %), Candida tropicalis dijumpai 1
sampel (20,0 %), Candida krusei dijumpai 1 sampel (100,0 %), Candida lusitaniae dijumpai 1
sampel (100,0 %) dan Candida kefyr 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi hiperplastik dijumpai pada
11 sampel (42,3 %) dimana bentuk lesi sembuh dijumpai 0 (0,0 %), pada identifikasi spesies
Candida, dimana Candida albicans tidak dijumpai (0,0 %) pada Candida tropicalis dijumpai
pada 1 sampel (20,0 %), Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %), Candida lusitaniae dijumpai 0
(0,0 %) dan Candida kefyr pada 1 sampel (100,0 %).
4.2. Pembahasan
Dari 26 sampel yang diambil selama masa penelitian ini distribusi menurut jenis
kelamin terhadap penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral yang terbanyak adalah
laki-laki (84,6 %) dibanding perempuan (15,4 %) (Tabel 4.1). Hal ini kemungkinan berhubungan
dengan faktor resiko perilaku sex (heterosex) (73,1%) dan pemakai narkoba jarum suntik
(IDU) (27,0%) pada laki-laki lebih banyak dijumpa (VCT- Pusyansus RSUP. HAM Medan,
mencapai 20.564 kasus dimana laki –laki 15.166 orang (74,0 %), perempuan 5.306 orang
(26,0 %) (Depkes RI Ditjen PP&PL, 2010).
Distribusi menurut pendidikan terhadap penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral
yang terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SLTA (46,2 %) diikuti dengan pendidikan
SLTP (30,8 %) (Tabel 4. 2). Data ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rajesh R, et al yang menemukan ( 82 % ) penderita pada tingkat pendidikan menengah
sedangkan berpendidikan tinggi (9 %) dan sisanya berpendidikan rendah. Tingginya angka
penderita pada tingkat pendidikan SLTA dan SLTP kemungkinan berhubungan dengan faktor
kejiwaan yang masih labil dan rentan dengan pengaruh lingkungan. Namun pada penelitian ini
tidak didapatkan data mengenai faktor kejiwaan dan lingkungan dari data sekunder yang
dipakai pada penelitian ini.
Distribusi menurut pekerjaan yang terbanyak adalah pada pekerja buruh (34,7 %)
(Tabel 4. 3) kemungkinan berhubungan dengan pekerjaan buruh yang sering berpindah-pindah
tempat dimana harus meninggalkan keluarga. Menurut penelitian Rajesh R. Subramaniam K.
Padmavathy BK. Vasanthi S di India (2006) sebagian besar penderita memiliki pekerjaan yang
tidak memerlukan keahlian, petani dan supir. Pada kalangan perempuan kebanyakan ibu
rumah tangga (Rajesh R, 2006). Distribusi menurut umur, rerata umur adalah 33,96 tahun
dengan umur termuda 26 tahun dan umur tertua 57 tahun. Menurut penelitian Komisi
penanggulangan HIV/AIDS tertinggi dari golongan umur 20-29 tahun (54,77 %) dan bila
digabung dengan golongan sampai umur 49 tahun maka angka kejadian mencapai (89,37 %)
(Komisi Penanggulangan AIDS 2007).
Pada tabel 4.5 dapat dilihat rerata kadar CD4 : 28,08 sel/μL dengan kadar CD4
termasuk AIDS. Pada pasien HIV/AIDS dengan lesi dirongga mulut (oral) berkaitan dengan
kadar CD4 yang rendah, menurut penelitian Bravo IM et al pasien dengan lesi dirongga mulut
(oral) memiliki kadar CD4 < 200 sel/µL sekitar (57,1 %) (Bravo IM. et al, 2006).
Distribusi lokasi lesi/efloresensi pada penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral,
lokasi lesi terbanyak dijumpai pada lidah (100% ) dan palatum (100%) pada Tabel 4. Hasil
penelitian ini berbeda dengan lokasi lesi yang dilakukan di Rumah Sakit Eduardo Belo
Horizonte Brazil dimana lokasi lesi pada lidah (55,5%), palatum (26,3 %) (Gabler IG, 2008).
Distribusi identifikasi spesies pada tabel 4. 7 yang ikut pengobatan sampai 14 hari
ditemukan bahwa spesies Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %), Candida
krusei (3,8 %). Hasil penelitian ini spesies Candida yang terbanyak dijumpai pada Candida
albicans dan Candida tropicalis, sesuai dengan penelitian (Menon T et al, 2001) di India
(Department of microbiology), dijumpai Candida albicans (73,9 %), Candida tropicalis (21,7
%), Candida krusei(2,8 %), dan Candida guillermondii (2,8 %), sedangkan pada penelitian di
Afrika Selatan (Institutionalized South African Paediatric) pada pasien dewasa, dijumpai
spesies Candida albicans (91,5 %), Candida krusei (5,1 %), Candida tropicalis (1,2 %),
Candida parapsilosis (0,9 %), Candida glabrata (0,6 %) dan Candida dubliniensis (0,6 %)
(Blignaut E, 2007).
Gambaran Efektifitas Obat Flukonazol
Distribusi efektifitas obat flukonazol (Tabel 4. 8) pada 26 sampel yang ikut pengobatan
efektifitasnya (80,0 %), Candida tropicalis efektifitasnya (60,0 %), Candida krusei
efektifitasnya (0,0 %), Candida lusitaniae efektifitasnya (0,0 %) dan Candida kefyr
efektifitasnya (0,0 %). Dari hasil penelitian ini obat flukonazol masih efektif terhadap
beberapa spesies Candida, kecuali pada Candida krusei, Candida kefyr dan Candida
lusitiniae. Hal ini sesuai dengan penelitian ARTEMISK DISK, efektifitas obat flukonazol
pada Candida albicans (97,9 %), Candida tropicalis (90,4 %), Candida parapsilosis (93,3 %),
dan Candida krusei (9,2 %). Pada penelitian di India yang dikutip dari Ilmu Penyakit dalam,
efektifitas flukonazol pada Candida albicans (87,8 %) dan yang bukan Candiaalbicans (68,9
%) (Sudjana P, 2009).
Distribusi efloresensi/bentuk lesi pada 26 sampel tabel 4.9, lesi pseudomembran (38,5
%), lesi atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2 %) dan hiperplastik (42,3 %). Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan pada Rumah Sakit Eduardo di Brazil pada 67 pasien
dimana lesi hiperplastik tidak dijumpai sedangkan untuk lesi bentuk pseudomembran dijumpai
23 kasus (34,3 %), lesi atrofi/eritema dijumpai 11 kasus (16,4 %) dan lesi kheilosis 6 kasus
(8,9 %) (Gabler IG, 2008). Menurut penelitian (Katiraee F et al, 2010), lesi yang paling
banyak dijumpai pseudomembran (38, 0 %), kheilitis (20,0 %), atrofi/eritema (4,7 %) dan
hiperplastik (1,1 %). Dari hasil penelitian pada 26 sampel setelah mengikuti pengobatan
sampai 14 hari bentuk lesi pseudomembran sembuh 100 %, lesi atrofi/eritema dan kheilosis
sembuh (40,0 %) dan lesi hiperplastik tidak sembuh (100,0 %) (Tabel 4.10). Dalam hal ini
flukonazol efektif pada penyembuhan lesi terutama pada lesi pseudomembran sedangkan pada
bentuk lesi atrofi/eritema kurang efektif dan pada lesi hiperplastik tidak efektif. Menurut
penelitian (Koks C H W et al, 2002), pemberian flukonazol 200 mg/hari selama 2 minggu