PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN
SUNGAI DELI KOTA MEDAN
TESIS
OLEH YUNIATI 097032083/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN
SUNGAI DELI KOTA MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUNIATI 097032083/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Yuniati Nomor Induk Mahasiwa : 097032083
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing:
Ketua
(Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, PhD)
Anggota (Ir. Evi Naria, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 25 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph. D Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M. Kes
2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M. P. H
PERNYATAAN
PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN
SUNGAI DELI KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
ABSTRAK
Penyakit DBD adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Ae.aegypti. Selama tahun 2010 di Sumut kasus DBD sekitar 4596 orang dan korban meninggal 58 orang. Daerah aliran sungai Deli Kota Medan terletak pada 8 kecamatan. Secara keseluruhan terdapat kasus DBD sekitar 462 orang. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan belum memenuhi syarat kesehatan.Survei pendahuluan yang dilakukan pada 3 kecamatan yang DBD nya tertinggi di DAS terhadap 30 rumah, yang memiliki TPSS 40%, memiliki SAB 33,33%, memiliki SPAL 26,66%, dan yang memiliki ventilasi 43,33%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasil ingkungan permukiman (sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, SAB, pencahayaan, kelembaban dan ventilasi) terhadap kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan desain Cross sectional. Sampel berjumlah 100 KK, diperoleh dengan cara simplerandom sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, pencahayaan dan kelembaban, ventilasi terhadap kejadian DBD di DAS Deli kota Medan.
Kepada masyarakat yang tinggal di DAS diharapkan ikut berperan serta dalam menjaga sanitasi lingkungan di sekitar badan air, menghilangkan keberadaan jentik nyamuk dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan dan membentuk forum tentang pengelolaan DAS. KepadaPemko Medan diharapkan memperhatikan fasilitas sanitasi di DAS seperti TPS, drainase dan pengelolaan DAS dilakukan secara optimal dan berwawasan lingkungan
ABSTRACT
DHF (dengue or hemorrhagic fever) is one of the contagious diseases, caused by virus Ae.aegypti. In 2010 there were 3596 people who were affected by DHF in North Sumatera, and 58 of them died. The watershed along the Deli River comprises of eight sub-districts. The total number of people affected by DHF in these areas is 462 people. This is because the environment is not hygienic. The preliminary survey on 30 houses in three sub-districts with the highest rate of DHF along the watershed showed that the number of houses equipped with temporary dump site was 40%, with clean water facility was 33.33%, with waster water drainage was 26.66%, and with ventilations was 43.33%.
The aim of the research was to analyze the influence of sanitation in the housing environment (waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, clean water facility, lighting, moisture, and ventilations) on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan. The research was an analytic survey with cross sectional design. The samples comprised of 100 families which were obtained by simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews and observation, based on questionnaires, and analyzed by using chi square test and logistic regression.
The results of the research showed that there was significant influence of waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, lighting, moisture, and ventilations on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan.
It is recommended that the people who live along the watershed of the Deli River should participate in taking care of the sanitation in their neighborhood, eliminate the larvae by demolishing mosquito breeding, keep the environment clean, and form a forum about keeping the watershed. It is also recommended that the authority of Medan should be aware of the sanitation facilities along the watershed, such as landfills, and drainage so that the people do not throw out the waste to the river.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Terhadap Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2011”.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimah kasih dan penghargaan kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM &
H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing yang telah
banyak membantu, mengarahkan serta meluangkan waktu dan pikiran dalam
penyusunan tesis ini.
5. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak
membantu serta mengarahkan dengan penuh kesabaran membimbing penulis
6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku anggota komisi penguji I yang telah banyak
membantu serta mengarahkan dan memberikan masukkan penulis dalam proses
penyusunan tesis ini.
7. Prof. Dra.Irnawati Marsaulina, M.S selaku anggota komisi penguji II yang telah
banyak membantu serta mengarahkan dan memberikan masukkan penulis dalam
proses penyusunan tesis ini.
8. Terima kasih kepada Badan Penelitian dan pengembangan Pemerintah Kota
Medan yang telah memberikan bahan sebagai referensi dan izin untuk melakukan
penelitian.
9. H. Muhammad Aswarlin Nasution S.H, Selaku Camat Kecamatan Medan Johor
Kota.
10.Said Reza, S.STP Selaku camat Kecamatan Medan Maimun Kota Medan
11.Syahrul Effendi Rambe S.Sos Selaku Camat Kecamatan Medan Barat
12.Terima kasih Tak Terhingga Kepada Kedua Orang Tuaku Ayahanda Redi Raharja
dan Ibunda Sutarni yang telah memberikan dukungan doa restu serta memberikan
dorongan baik secara moril maupun materil kepada penulis.
13.Terima kasih kepada adindaku Susilowati, S.Pd yang telah memberikan motivasi
dan doa kepada penulis
14.Kepada Rekan-rekan kerjaku di yayasan Rumah Sakit Umum Helvetia Medan
15.Kepada rekan-rekan mahasiswa seangkatan, senior maupun junior yang telah
membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam
penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
tesis ini hingga selesai
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan tesis ini.
Medan, Oktober 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Yuniati yang dilahirkan di Gunung Kidul, Jogjakarta pada
t»ggal 8 Juni 1979, beragama Islam, penulis berdomisili di Kota Medan dengan
alamat Jln. Yos Sudarso KM 7,5 Tanjung Mulia Medan.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Widoro Kecamatan Semin
Kabupaten Gunung Kidul Lulus 20 Maret 1992, selanjutnya Penulis Menamatkan
Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah Kecamatan Semin Kabupaten
Gaming Kidul Lulus 12 juni 1995, kemudian penulis menamatkan Sekolah
Menengah Atas di SMUN 1 Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Lulus 19
Mei 1998 , selanjutnya penulis menamatkan Diploma III di Akademi Keperawatan
Helvetia Medan Lulus 5 September 2001, Kemudian Penulis Menamatkan Strata 1 di
STTKes Helvetia Medan Lulus 6 Maret 2003, Selanjutkan Penulis Menamatkan
AKTA IV mengajar di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Lulus 6 Maret
3006. Penulis bekerja Karyawan Tetap pada Yayasan Rumah Sakit Umum Helvetia
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Sanitasi Lingkungan ... 9
2.1.1. Sanitasi Lingkungan Pemukiman ... 9
2.1.2. Pembuangan Sampah ... 10
2.1.3. Sarana Air Bersih ... 12
2.1.4. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) ... 18
2.2. Lingkungan Biologik ... 20
2.2.1. Pencahayaan ... 20
2.2.2. Ventilasi ... 21
2.2.3. Kelembaban ... 22
2.3. Demam Berdarah Dengue ... 23
2.3.1. Tanda dan Gejala Klinik ... 23
2.3.2. Mekanisme Penularan ... 25
2.3.3. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD ... 26
2.4. Nyamuk Penularan DBD ... 27
2.4.1. Bionomik Vektor ... 29
2.4.2. Ekologi ... 32
2.4.3. Pengamatan Kepadatan Vektor ... 34
2.5. Upaya Penanggulangan DBD ... 37
2.5.1. Penemuan Penderita ... 37
2.5.2. Penataan Lingkungan ... 37
2.6. Daerah Aliran Sungai ... 40
2.8. Landasan Teori ... 52
2.9. Kerangka Konsep ... 55
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 56
3.1. Jenis Penelitian ... 56
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 56
3.2.2. Waktu Penelitian ... 56
3.3. Populasi dan Sampel ... 56
3.3.1. Populasi ... 56
3.3.2. Sampel ... 56
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57
3.4.1. Data Primer ... 60
3.4.2. Data Sekunder ... 60
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 61
3.6. Metode Pengukuran ... 63
3.7. Metode Analisis Data ... 65
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 67
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 67
4.1.1. Letak Geografis ... 67
4.1.2. Keadaan Geografis ... 67
4.2. Karakteristik Responden ... 70
4.3. Analisis Univariat ... 72
4.4. Analisis Bivariat ... 81
4.5. Analisis Multivariat ... 87
BAB 5. PEMBAHASAN ... 91
5.1. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Luar Rumah Terhadap Kejadian DBD di DAS ... 91
5.1.1. Pengaruh Sampah terhadap Kejadian DBD di DAS ... 91
5.1.2. Pengaruh Saluran Pembuangan Air Limbah terhadap Kejadian DBD di DAS ... 94
5.1.3. Pengaruh Tempat Perindukan Nyamuk terhadap Kejadian DBD di DAS ... 97
5.2. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman dalam Rumah Terhadap Kejadian DBD di DAS ... 100
5.2.1. Pengaruh Sarana Air Bersih terhadap Kejadian DBD di DAS ... 100
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Jumlah KK yang Terletak di DAS Deli Pada 3 Kecamatan ... 58
3.2. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Johor ... 58
3.3. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Johor ... 59
3.4. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Johor ... 59
3.5. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 61
4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kota Medan ... 68
4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan
Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 68
4.3. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 69
4.4. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Johor ... 69
4.5. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Maimun ... 70
4.6. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di
Kecamatan Medan Barat ... 70
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 71
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Medan
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 72
4.10. Distribusi Keadaan Sampah Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 73
4.11. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan
Sampah di DAS Deli Kota Medan ... 74
4.12. Distribusi Sarana Pembuangan Air Limbah Berdasarkan Kejadian
DBD di DAS Deli Kota Medan ... 74
4.13. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan
SPAL di DAS Deli Kota Medan ... 75
4.14. Distribusi Tempat Perindukan Nyamuk Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 75
4.15. Hasil Observsi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan
Perindukan Nyamuk di DAS Deli Kota Medan ... 76
4.16. Distribusi Sarana Air Bersih Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 76
4.17. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan
SAB di DAS Deli Kota Medan ... 77
4.18. Distribusi Pencahayaan Berdasarkan Kejadian DBD di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan ... 78
4.19. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Pencahayaan di DAS Deli Kota Medan ... 78
4.20. Distribusi Ventilasi Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli Kota
Medan ... 79
4.21. Hasil Observsi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Ventilasi
di DAS Deli Kota Medan ... 79
4.22. Distribusi Kelembaban Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli
4.23. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Kelembaban di DAS Deli Kota Medan ... 80
4.24. Distribusi Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 80
4.25. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Berdasarkan Kejadian DBD
di DAS Deli Kota Medan ... 81
4.26. Hubungan Keadaan Sampah dengan Kejadian DBD di DAS Deli
Kota Medan ... 82
4.27. Hubungan Pembuangan Saluran Air Limbah dengan Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 83
4.28. Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dengan Kejadian DBD
di DAS Deli Kota Medan ... 84
4.29. Hubungan Sarana Air Bersih dengan Kejadian DBD di DAS
Deli Kota Medan ... 84
4.30. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD di DAS
Deli Kota Medan ... 85
4.31. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian DBD di DAS
Deli Kota Medan ... 86
4.32. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian DBD di DAS Deli Kota
Medan ... 87
4.33. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Sanitasi Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan
Nilai p < 0,25 ... 88
4.34. Hasil Uji Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel Sanitasi Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan
Nilai p < 0,25 ... 88
4.35. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Sanitasi Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Siklus Hidup Nyamuk ... 30
2.2. Model Klasik Kausal Epidemiologi ... 53
2.3. Kerangka Teoritis ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Daerah Aliran Sungai
Deli Kota Medan ... 119
2. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 122
3. Hasil Ukur Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan ... 137
4. Master Data Penelitian ... 140
5. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Kota Medan ... 142
PERNYATAAN
PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
ABSTRAK
Penyakit DBD adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Ae.aegypti. Selama tahun 2010 di Sumut kasus DBD sekitar 4596 orang dan korban meninggal 58 orang. Daerah aliran sungai Deli Kota Medan terletak pada 8 kecamatan. Secara keseluruhan terdapat kasus DBD sekitar 462 orang. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan belum memenuhi syarat kesehatan.Survei pendahuluan yang dilakukan pada 3 kecamatan yang DBD nya tertinggi di DAS terhadap 30 rumah, yang memiliki TPSS 40%, memiliki SAB 33,33%, memiliki SPAL 26,66%, dan yang memiliki ventilasi 43,33%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasil ingkungan permukiman (sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, SAB, pencahayaan, kelembaban dan ventilasi) terhadap kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan desain Cross sectional. Sampel berjumlah 100 KK, diperoleh dengan cara simplerandom sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, pencahayaan dan kelembaban, ventilasi terhadap kejadian DBD di DAS Deli kota Medan.
Kepada masyarakat yang tinggal di DAS diharapkan ikut berperan serta dalam menjaga sanitasi lingkungan di sekitar badan air, menghilangkan keberadaan jentik nyamuk dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan dan membentuk forum tentang pengelolaan DAS. KepadaPemko Medan diharapkan memperhatikan fasilitas sanitasi di DAS seperti TPS, drainase dan pengelolaan DAS dilakukan secara optimal dan berwawasan lingkungan
ABSTRACT
DHF (dengue or hemorrhagic fever) is one of the contagious diseases, caused by virus Ae.aegypti. In 2010 there were 3596 people who were affected by DHF in North Sumatera, and 58 of them died. The watershed along the Deli River comprises of eight sub-districts. The total number of people affected by DHF in these areas is 462 people. This is because the environment is not hygienic. The preliminary survey on 30 houses in three sub-districts with the highest rate of DHF along the watershed showed that the number of houses equipped with temporary dump site was 40%, with clean water facility was 33.33%, with waster water drainage was 26.66%, and with ventilations was 43.33%.
The aim of the research was to analyze the influence of sanitation in the housing environment (waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, clean water facility, lighting, moisture, and ventilations) on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan. The research was an analytic survey with cross sectional design. The samples comprised of 100 families which were obtained by simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews and observation, based on questionnaires, and analyzed by using chi square test and logistic regression.
The results of the research showed that there was significant influence of waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, lighting, moisture, and ventilations on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan.
It is recommended that the people who live along the watershed of the Deli River should participate in taking care of the sanitation in their neighborhood, eliminate the larvae by demolishing mosquito breeding, keep the environment clean, and form a forum about keeping the watershed. It is also recommended that the authority of Medan should be aware of the sanitation facilities along the watershed, such as landfills, and drainage so that the people do not throw out the waste to the river.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakang
Pemberantasanpenyakitmenularmerupakan program yang
sangatpentingdalampembangunankesehatangunamencapaivisimisipembangunankeseh
atandiperlukandukunganSistemKesehatanNasional (SKN) yang tangguh,
subsistempertama SKN adalahupayakesehatanmenular yang
mencakupantaralainpemberantasanpenyakitmenular (Depkes RI,
2004).PenelitianDumai N, dkk (2007) beberapafaktor yang
berhubungandengankeberadaanjentiknyamuk DBD disuatudaerah,
salahsatunyaadalahfaktorkesehatanlingkungan.PenelitianKarmila (2009)
bahwasanitasilingkungan yang baikdapatmenghindariterjadinyapenyakit DBD.
PenyakitDemamBerdarah Dengue (DBD) adalahsalahsatupenyakitmenular
yang disebabkanoleh virus dengue ditularkandariseseorangkepada orang
lainmelaluigigitannyamukAeaegypti.DBDtelahmunculsebagaimasalahkesehatanmasy
arakatinternasionalpadaabad 21, menurut WHO (2000) antaratahun 1975-1995
terdeteksi di 102 negaradari lima wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara
di Amerika, 7 negara di Asia Tengara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di
Pasifik Barat (Depkes RI, 2003).
Kejadianluarbiasaatau KLB DBD di Indonesia terbesarterjadipadatahun 1998
lalumenurunpadatahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 ribupenduduk,
mengalamipeningkatankembalipadatahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000
ribupendudukdankembalimeningkatpadatahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000
ribupenduduk, kembalimenurunpadatahun 2002 yaitu IR 19,24 per 100.000
ribupendudukdanmeningkattajamkembalipadatahu 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000
ribupenduduk. Data di atasmenunjukanbahwapenyakit DBD di Indonesia
menjadiFenomena yang sangatsulitdiatasi di manakejadian DBD
setiaptahunnyaberfluktuasi (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan dataprofilkesehatanPropinsi Sumatera Utara terdapat 8
daerahendemisDBDyaitu, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai,
KabupatenLangkat, KabupatenAsahan, Kota TebingTinggi, Kota
PematangSiantardanKabupatenKaro (Profil DinkesPropinsi Sumut, 2006).
Angkakejadianpenyakit DBD di Sumatera Utara
daritahunketahunmengalamipeningkatan.Tahun 2002 jumlahpenderita (IR) adalah
3,6/100.000 penduduk (353 penderita), tahun 2003 sampai 2004 naikmenjadi
8,79/100.000 penduduk (1093 penderita). Padatahun 2005 terjadiledakankasus yang
sangattajamyaitu 30,75/100.000 penduduk (3.657) penderita, tahun 2006
terjadipenurunanyaitu 17,58/100.000 penduduk (2.091) penderita, tahun 2007
terjadikembalipeningkatankasusyaitumenjadi 34,5/100.000 penduduk, tahun 2009
sebanyak 1940 penderita 18 orang meninggalduniadanhinggaMaret2010 jumlahkasus
penderitadenganjumlahkorban yang meninggalsebanyak 58 orang (DinkesProvinsi
Sumatera Utara, 2010).
Daerah aliran sungai merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan yang
dibatasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen
dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
sungai, ke laut atau ke danau. Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai
mutlak dilakukan, karena merupakan suatu kesatuan pembangunan wilayah yang
kompleks dan menjadikannya sebagai permasalahan yang kompleks pula. Hal ini
dapat dilihat dari perubahan kualitas air sungai, kejadian penyakit berbasis
lingkungan sehingga berpengaruh terhadap risiko kesehatan pada masyarakat yang
berada di daerah aliran sungai, salah satunya adalah penyakit DBD. Hal tersebut di
sebabkan oleh perkembangan kegiatan masyarakat yang ada di daerah aliran sungai,
yang tidak memperdulikan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai.
Pengelolaan limbah yang tidak memenuhi syarat, di mana air limbah rumah
tangga di buang langsung ke sungai, dan air limbah tergenang disekitar rumah dan
sekitar sungai, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk, terjadinya
banjir sehingga meningkatkan populasi nyamuk, pembuangan sampah ke sungai
dimana sebagian sampah seperti kaleng, botol, ban bekas darisampahyang anorganik
tertinggal di pinggiran sungai yang dapat menyebabkan tempat bertelur dan
berkembang biaknya nyamuk Ae.aegypti. Disamping itu sarana air bersih, seperti
DBD, hal ini disebabkan perilaku masyarakat yang menggunakan tempat
penampungan air di bibir sungai, dan tidak memperhatikan syarat-syarat tempat
penampungan air.
Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara terdapat
hubungan tempat penampungan air, pengelolaan sampah dan kondisi rumah dengan
kejadian DBD.
Beberapa kecamatan yang di aliri sungai Deli di kota Medan yaitu Kecamatan
Medan Polonia, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Johor, Kecamatan Medan
Barat, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan
Marelan dan Kecamatan Medan Belawan. Dari beberapa kecamatan tersebut terdapat
beberapa kelurahan yang terletak pada daerah aliran sungai (DAS). Dari 5 kelurahan
yang terletak di Kecamatan Medan Polonia ada 1 kelurahan yang terletak pada DAS
yaitu Kelurahan SukaDamai.Dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan
Maimun ada 6 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Aur, Hamdan, Jati,
Sei Roja, Sei Mati, Kampung Baru. Dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan
Medan Johor ada 5 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Titi Kuning,
Kedai Durian, Pangkalan Mansur, Gedung Johor.Dari 6 kelurahan yang terletak di
Kecamatan Medan Barat ada 6 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan
Brayan Kota, Karang Berombak, Sei Agul, Glugur Kota, Silalas, Kesawan. Dari 5
kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Deli ada 4 kelurahan yang terletak pada
kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Labuhan ada 5 kelurahan yang terletak
pada DAS yaitu Kelurahan Pekan Labuhan, Besar, Martubung, Nelayan Indah.Dari 5
kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Marelan ada 2 kelurahan yang terletak
pada DAS yaitu Kelurahan Rengas Pulau, Labuhan Deli dan dari 6 kelurahan yang
terletak di Kecamatan Medan Belawan ada 4 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu
Kelurahan Belawan I, Belawan II, Belawan Bahagia, Belawan Bahari (BLH Sumut,
2010).
Dipilihnya Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan sebagai tempat penelitian
karena pada daerah tersebut keadaan lingkungannya masih belum memenuhi syarat
kesehatan, disamping itu kejadian DBD tinggi. Dari 8 kecamatan yang terletak pada
DAS kesemuanya terdapatkasus DBD yaitu: Kecamatan Medan Polonia 43 kasus,
Kecamatan Medan Maimun 65 kasus, Kecamatan Medan Johor 132 kasus,
Kecamatan Medan Barat 74 kasus, Kecamatan Medan Deli 53 kasus, Kecamatan
Medan Labuhan 46 kasus, Kecamatan Medan Marelan 40 kasus, Kecamatan Medan
Belawan 9 kasus.(Profil Dinkes Kota Medan, 2010).
Peneliti memilih 3 jumlah kasus DBD tertinggi di kota Medan yang dijadikan
sebagai lokasi penelitian untuk tiga Kecamatan yang terletak pada DAS Deli yaitu
Kecamatan Medan Johor 132 kasus, Kecamatan Medan Barat74 kasus dan
Kecamatan Medan Maimun sebanyak 65 kasus.
Berdasarkan survai pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap tiga
diobservasi, ternyata secara keseluruhan dari 30 rumah yang di observasi, rumah
yang mempunyai tempat sampah sebanyak 12 rumah (40%), rumah yang mempunyai
sarana air bersih (SAB) sebanyak 10 rumah (33,33%), rumah yang mempunyai
saluranpembuangan air limbah (SPAL) sebanyak 8 rumah (26,66%). Rumah yang
mempunyai ventilasi sebanyak 13 (43,33%)
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh
sanitasi lingkungan permukiman (sampah, saluran pembuanganair limbah, tempat
perindukan nyamuk, sarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap
kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di daerah aliran sungai Deli di Kota
Medan
1.2.Permasalahan
Berdasarkanpermasalahanyang diuraikan
diatasdapatdilihatbahwakedaansanitasilingkunganpermukiman di
daerahaliransungaiDeli masihrendahdengankejadian DBD yang tinggi,
makadariitupenulisinginmenelitiadakahpengaruh sanitasi lingkungan permukiman
(sampah, saluranpembuangan air limbah,tempat perindukan nyamuk, sarana air
bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di daerah aliran sungai Deli di Kota Medan.
Penelitianinibertujuanuntukmenganalisispengaruh sanitasi lingkungan
permukiman (sampah, saluranpembuangan air limbah, tempat perindukan
nyamuksarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap Kejadian
Demam Berdarah Denguedi daerah aliran sungai Deli di Kota Medan.
1.4Hipotesis
Ada
pengaruhantarasanitasilingkunganpermukiman(sampah,saluranpembuanganair
limbah, tempat perindukan nyamuk,sarana air bersih, pencahayaan,ventilasi,
kelembaban) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di daerah aliran
sungai Deli di Kota Medan.
1.5.ManfaatPenelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga sanitasi lingkungan supaya
lingkungan sekitarnya tidak menjadi tempat berkembang biaknya vektor nyamuk
Ae. Aegepti.
Memberikan informasi bagi puskesmas dan instansi kesehatan dalam menyusun
program perbaikan sanitasi lingkungan dan juga program pengendalian Vektor
Demam Berdarah Dengue di daerah aliran sungai di Kota Medan.
3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan manajemen kesehatan lingkungan
industri tentang Kondisi Sanitasi Lingkungan Permukiman terhadap kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan sebagai data dasar untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya
(Notoadmodjo,2007).
2.1.1.
Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi
dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.Kesehatan
lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non
hayati dalam ekosistem.Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya,tapi
sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut.Perilaku yang
kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya
sejumlah masalah sanitasi.
Sanitasi Lingkungan Pemukiman
Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik, kimia,
dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.Persyaratan
kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan (Soedjadi,
2005).Persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat di
peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.Sanitasi lingkungan
pemukiman meliputi: pengelolaan sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah,
dan jamban.
2.1.2 Pembuangan Sampah
Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh
pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna.
a.
1. Gangguan yang ditimbulkan oleh sampah
Pencemaran lingkungan:Sampah yang dibuang sembarangan dalam kurun waktu tertentu akan membusuk. Hasil penguraian sampah organik berupa cairan dan gas akan mencemari tanah, air dan udara.
b.
Gas yang dihasilkan berbau
busuk menyengat akan mencemari udara.
Dengan timbulnya bau busuk akan mengundang
Sampah merupakan sumber penyakit
lalat berkembang biak sehingga populasi lalat meningkat. Populasi lalat yang meningkat akan memudahkan
membantu penularan penyakit sepertidll.
Selain lalat, binatang penular penyakit lainnya seperti kecoa, nyamuk, tikus dll akan berkembang biak pada sampah yang tentunya akan menularkan penyakit
c.
Sampah berupa pecahan kaca, paku, duri dll dapat menyebabkan
kecelakaan.Sampah yang dibakar tanpa pengawasan tidak jarang menimbulkan
kebakaran.
Menimbulkan kecelakaan
d.
Sampah yang dibuang di parit, kali dan sungai lama kelamaan bertumpuk dan
menghambat aliran air pada waktu musim hujan, akibatnya air meluap dan terjadi
Menimbulkan bencana
banjir yang dapat merusak sarana infra struktur seperti jalan, jembatan ,parit draainase dll.Sampah yang dibiarkan menggunung dapat menimbulkan longsor
atau ledakan seperti yang terjadi di tempat pembuangan akhir Leuwi Gajah
Bandung
Sampah menimbulkan pemandangan yang tak sedap,
e. Mengganggu pemandangan
jorok dll.
Sampah sebaiknya dibuang di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih
lanjut. Untuk sampai ke tempat pembuangan akhir tentunya perlu mekanisme
penanganan yang terpadu. Bermula dari sampah yang dikumpulkan di rumah
kemudian dibuang di tempat pembuangan sementara yang selanjutnya di angkut ke
tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Bagi permukiman yang dapat
dijangkau pelayanan
2. Pengelolaan sampah
berarti, cukup membayar retribusi sampah dan kumpulkan sampah di TPS, maka
sampah akan sampai di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut
Bagi permukiman yang belum dapat dijangkau oleh pelayanan Dinas
Kebersihan, sebaiknya agar pemukiman terhindar dari hal hal yang tak diharapkan
akibat dampak sampah, maka sudah saatnya memiliki layanan pembuangan sampah
sendiri. Hal ini tentunya dapat diusulkan ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, yang
penting adanya potensi yang mendukung untuk lancarnya pengelolaan sampah yang
baik memenuhi syarat kesehatan. Dimulai dengan skala kecil, misalnya melayani
hanya beberapa wilayah RT atau RW yang penting ada komitmen antara warga dan
Pemerintahan setempat. Adapun potensi tersebut adalah :
1. Adanya petugas pelaksana
2. Sarana pengangkut : gerobak sampah atau mobil sampah.
3. Jalan yang memadai untuk angkutan gerobak sampah/mobil sampah.
4. Adanya komitmen antara warga dan pemerintahan setempat.
5. Sumber dana untuk operasional : Bisa dihimpun melalui iuran sampah.
6. Adanya lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir
7.Bila perlu lahan untuk Tempat Pengumpul Sementara
Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir terdiri dari beberapa jenis
kegiatan :
2. Komposting
3.
: pembuatan kompos diperuntukkan bagi sampah organik dengan
metode penguraian secara alami akan menghasilkan kompos yang berguna untuk
pertanian.
Dibakar
4.
: bagi sampah yang kering bisa dibakar
Dikubur dengan metode sanitary landfil (Kusnoputranto, 2005).
a.
Jenis-jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah kering, sampah
basah, sampah berbahaya beracun ( Pansimas, 2011).
Sampah kering
b.
Sampah kering yaitu: sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai seperti.
Gelas, besih plastik.
Sampah basah
c.
Sampah basah yaitu: sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang
Sampah berbahaya beracun
2.1.3 Sarana Air Bersih
Sampah berbahaya beracun yaitu: sampah yang karena sifatnya dapat
membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah
nuklir, batu baterai bekas.
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan; juga manusia selama
hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk
pertumbuhan.Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan bersih menjadi
semangkin langka.Laporan keadaan lingkungan di dunia tahun 1992 menyatakan
bahwa air sudah saatnya dianggap sebagai benda ekonomi.Karena itu pengelolaan
sumber daya air menjadi sangat penting pengelolaannya sumber daya air ini
sebaiknya dilakukan secara terpadu, baik dalam pemanfaatannya maupun dalam
pengelolaan kualitas (Slamet, 2002).
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.Sekitar
tiga perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat
bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga digunakan
untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada disekitar
rumah.Ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas
memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.Volume rata-rata kebutuhan air
setiap individu perhari sekitar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan
kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
1. Sumber Air
Untuk kebutuhan sehari – hari, air dapat diperoleh dari beberapa sumber
diantaranya
a. Air Hujan
c. Air Tanah
Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air menjadi air murni yang
ketika turun melalui udara akan melarutkan benda- benda yang terdapat didalam.
Diantaranya benda–benda yang larut diudara itu seperti gas, oksigen, karbondioksida,
nitrogen, jasad-jasad renik dan debu. Kelarutan gas karbondioksida didalam air hujan
akan membentuk asam karbonat yang menjadi air hujan menjadi asam. Beberapa
macam gas oksida dapat berada pula diudara, diantaranya yang penting ialah belerang
dan oksida nitrogen. Kedua oksida ini bersama- sama dengan air hujan akan
membentuk larutan asam nitrat dan asam sulfat. Setelah mencapai permukaaan bumi,
air hujan bukan merupakan air murni lagi.
Air permukaan merupakan salah satu sumber yang bisa dipakai untuk bahan
baku air bersih. Dalam penyediaan air bersih terutama untuk air minum dalam
sumbernya diperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu mutu air baku, dan kontiunitas air
baku. Di bandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air yang
paling tercemar. Hal ini terutama berlaku bagi tempat yang dekat dengan
tinggalpenduduk karena hamper semua buangan dan sisa kegiatan manusia
ditumpahkan kepada air atau dicuci kepada air yang pada waktunya akan dibuang
pada badan air. Agar air bersih tidak menyebabkan penyakit bagi manusia maka air
tersebut hendaknya diusahakan mendekati persyaratan–persyaratan kesehatan,
Menurut Key (1978), dalam pendapatnya menyebutkan bahwa air tersebut
tercemar apabila air itu berubah komposisinya atau keadaannya, secara langsung
ataupun tidak langsung sebagai akibat kegiatan manusia. Sehingga air itu menjadi
kurang berguna bagi kehidupan atau kebutuhan tertentu maupun semua kebutuhan
dibandingkan apabila air berada dalam keadaan alamiahnya semula (Slamet, 2002).
Selanjutnya menurut Pickford (1978), dalam pendapatnya menekankan bahwa
pencemaran air semata-mata disebabkan oleh kegiatan manusia sendiri saja
sedangkan tanah, tumbuh-tumbuhan, ganggang dan pengotor-pengotor alamiah lain
yang turut mengotor air hanya digolongkan kedalam kotoran (impurity). Air tanah
bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dengan cara membuat sumber atau
pompa air (Slamet, 2002).
A. Tempat penampungan air
Tempat penampungan air adalah: tempat-tempat penampungan air di dalam dan
di luar rumah sekitar rumah. Nyamuk Ae. aegyptytidak berkembang biak di genangan
air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk
Ae.aegyptdapat di kelompokan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain
b. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung,
vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan
1). Tempat minum hewan peliharaan
Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat-tempat minum
hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar
rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum
burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain.
2).Barang-barang bekas
Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tidak
terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar
rumah responden. Barang-barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol,
pecahan gelas, dll
a). Vas bunga
Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di
dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk
1.
Ae.aegyptiberkembang
biak di dalam vas bunga tersebut.
Perangkap semut
Perangkap semut yang di maksud adalah tempat perangkap semut yang berisi
air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semut-semut
naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak di dalam rumah
2. Penampung air dispenser
3.
Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air
yang menyatu dengan dispenser yang terletak di bawah alat yang digunakan
untuk mengalirkan air di dalam wadah/galon dispenser, letaknya di dalam
rumah responden.
Pot tanaman air
Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot-pot berisi air yang digunakan
sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar
rumah responden.
B. Peranan Air Dalam Penularan Penyakit
c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung
kelapa, talang penampung air hujan (Surono, 2009 dan Soedarmo, 1998).
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Ada 4 macam
klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan penyakit
yaitu :
a. Water borne diseaseyaitu penyakit penularan melalui air yang terkontaminasi
oleh bakteri dan patogen dari penderita atau carier. Bila air yang mengandung
kuman patogen terminum maka dapat terjadi penjangkitan penyakit orang yang
b. Water based diseaseyaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui
persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara ini hidup dalam
misalnya schistosomiasis.
c. Water washed desease yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui
persedian air sebagai pencuci atau pembersih.
d. Vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit vektornya
berkembang baik dalam air. Misalnya malaria, demam berdarah dan
trypanosomiasis (Entjang, 2000).
1. Masalah yang berkaitan dengan air
a. Sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan
sumber penularan penyakit
Berdasarkan masalah yang berkaitan dengan air (Pansimas, 2011).
b. Masih ada masyarakat yang mengambil air untuk keperluan rumah tangga berasal
dari air sungai atau mata air yang tidak di lindungi
c. Sarana penampungan air hujan yang sudah retak, yang tidak dapat melindungi air
hujan yang disimpan di dalamnya agar tetap bersih, karena dinding yang retak
menjadi tempat perkembangbiakan lumut yang dapat mengotori air
d. Sumur pompa tangan yang tidak dilengkapi lantai kedap air menjadi sumur
2.1.4 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat mengalirkan air
limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat penampungan air limbah
dengan lancar tampa mencemari lingkungan dan tidak dapat dijangkau serangga dan
tikus (Pamsimas, 2011)
Rumah yang membuang air limbahnya di atas tanah terbuka tanpa adanya
saluran pembuangan limbah akan membuat kondisi lingkungan sekitar rumah
menjadi tidak sehat. Akibatnya menjadi kotor, becek, menyebabkan bau tidak sedap
da dapat menjadi tempat berkembang biak serangga terutama nyamuk (Pamsimas,
2011).
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri
atau tempat-tempat umum lainya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan hidup. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,
disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, adablack
water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
Beberapa sumber air buangan :
Air buang dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri dari
ekskreta ( tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi, dimana
sebagian merupakan bahan –bahan organik.
b. Air buangan kotapraja (municipal waste water)
Air buang ini umumnya berasal dari daera perkotaan, perdangangan, selokan,
tempat ibadah dan tempat umum lainya.
c. Air buang industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari macam industri. Pada umumnya lebih sulit
pengelolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung
didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.
Pengolahan Air Limbah dalam kehidupan sehari-hari pengolahan air limbah
dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah tanpa
diolah sebelumnya
b. Menyalurkan air limbah setelah diolah sebelumnya dan kemudian dibuang ke
alam. Pengolahan air limbah ini dapat dilakukan secara pribadi ataupun terpusat.
Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangan
mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media
transmisi penyakit kolera, typus abdominalis, disentri baciler dan sebagainya.
Bila air limbah itu dibuang begitu saja tanpa diolah sebelumnya maka beberapa syarat
a. Tidak sampai mengotori sumber air minum
b. Tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor
c. Tidak mengganggu estetika, misalnya dari segi pemandangan dan menimbulkan
bau.
d. Tidak mencemarkan alam sekitarnya, misalnya merusak tempat untuk rekreasi
berenang dan sebagainya (Notoadmodjo, 2007).
Saluran limbah yang bocor atau pecah menyebabkan air keluar dan tergenang
serta meresap ke tanah. jika jarak terlalu dekat dengan sumber air dapat mencemari
sumber air tersebut. Tempat penampungan air yang terbuka dapat menyebabkan
nyamuk bertelur (Pansimas, 2011).
2.2.Lingkungan Biologik
Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah
banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban,
pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003).
2.2.1 Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak.Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber
dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya
cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya
a. Cahaya Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari, cahaya ini sangat penting karena dapat
menghambat pertumbuhan nyamuk Ae.aegyptidi dalam rumah. Oleh karena itu,
rumah yang cukup sehat harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya
sekurang-kurangnya 15%-20%. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat
langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini
selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.Selain itu jalan masuknya
cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
b. Cahaya Buatan
Pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan juga
dapat membunuh kuman patogen, jika pencahayaan kurang sempurna mengakibatkan
ketegangan mata (Kepmenkes RI No. 829,1999).
2.2.2. Ventilasi
Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak
yang buruk terhadap kesehatan para penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan
sirkulasi udara sangat diperlukan. Fungsi ventilasi adalah untuk menyediakan udara
segar dan melenyapkan udara jenuh, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan
komposisi kimia, namun ia tetap menghubungkan dengan pencegahan terjadinya
akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme diruangan. Ventilasinya tidak
keaktifan menurun. Hal ini diakibatkan peningkatan suhu udara yang dikeluarkan
oleh tubuh dan bertahan di dalam ruangan, tidak ada pergerakan udara serta
kelembaban yang tinggi akibat uap air yang dilepaskan paru-paru ( Entjang, 2000).
Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Dengan
demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai.Luas jendela secara
keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai.Susunan ruangan harus sedemikian
rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka (Chandra,
2007).Menurut Kepmenkes RI No. 829 (1999), kualitas udara di dalam rumah tidak
melebihi ketentuan sebagai berikut:
a. Suhu udara nyaman berkisar 18o-30o
b. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%. C.
c. Konsentrasi gas SO2
d. Pertukaran udara 5 kaki
tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
3
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam /menit/penghuni.
2.2.3. Kelembaban
Kelembaban sangat penting bagi perkembangbiakan nyamuk.Kelembaban
yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai untuk berkembangbiaknya nyamuk
Ae.aegypti. Penghuni rumah yang mempunyai kelembaban ruang keluarga lebih besar
dari 70% berisiko terkena DBD dibandingkan penduduk yang tinggal pada
perumahan yang memiliki kelembaban lebih kecil.Kelembaban merupakan sarana
dan ventilasi.Kelembaban udara yang memenuhi syarat di dalam rumah berkisar
antara 40-70% (Achmadi, 2007).
2.3. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai
dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan
dapatmenyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun
tidaktertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini
adalahdemam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah,
lesu,gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae),
lebam(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah,
kesadaranmenurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003).
Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit
akutyang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit pada
sendi,tulang dan otot.Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis
yangutama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan
tanda-tandakegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997).
2.3.1.Tanda dan Gejala Klinik
Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam
danmanifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji
torniquet.Gejala klinik :
2. Manifestasi perdarahan
a. Uji torniquet positif
b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis,perdarahan
gusi, hematemesis, melena.
3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) ataunadi tak
teraba, kulit dingin, dan anak gelisah.
Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh
padaumumnya antara 39°C–40°C menetap antara 5–7 hari, pada fase awal
demamterdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada
fasepenyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan
kaki.Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet
positif.Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun
1997terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.Penggunaan kriteria ini
dimaksudkanuntuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit
DBD (overdiagnosis).
1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas
yangberlangsung 2–7 hari.Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandaidengan
uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahanmukosa, epitaksis,
ditandai dengan nadi cepat dan lemah sertapenurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembabdan penderita tampak gelisah.
2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurangdan
hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan
diagnosa klinis DBD.
WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai
berikut:
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II: Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain.
Derajat III: Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dam lembut,
tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV: Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
2.3.2 Mekanisme penularan
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus
dengueyaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan.Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti. Nyamuk Aedes tersebut
viremia.Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu
8–10hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting (Suroso,
2000).
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiektif). Dalam
tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.Seseorang di dalam darahnya mengandung virus
dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD.Virus dengue berada dalam
darah selama 4–7 hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita
tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke
dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Penularan ini
dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah,
nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar
darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan
kepada orang lain (Depkes RI, 2004).
2.3.3. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD
Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus dengue cukup besar yaitu :
1. Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang
penyakit DBD.
2. Puskesmas/rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya orang datang dari
berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam
dengue (DD) atau carrier virus dengue.
3. Tempat-tempat umum lainnya :
a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan tempat tempat
ibadah.
b. Wilayah rawan DBD (endemis)
c. Pemukiman baru di pinggir kota
Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus
dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes RI, 2005).
2.4. Nyamuk Penular DBD
Di Indonesia nyamuk penular (Vektor) penyakit DBD yang penting adalah
Ae.aegypti, Ae.albopictusdan Ae.scutelluris, tetapi sampai saat ini yang menjadi
Ae.aegyptibetina suka bertelur di permukaan air pada dinding vertikel bagian
dalamtempat-tempat yang berisi sedikit air, harus jernih dan terlindung dari
cahayamatahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah
dandekat rumah.Larva Ae.aegyptiumumnya ditemukan di drum, tempayan, tong atau
bakmandi di rumah keluarga yang kurang diperhatikan kebersihannya.
Besarnyakontainer dan lamanya air disimpan didalamnya mengakibatkan banyak
nyamuk yangdapat berasal dari drum itu (Soeroso, 2000).
Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai
tempatbertelur dibandingkan tempat air yang terbuka.Karena tutupnya jarang
dipasangsecara baik dan jarang dibuka, ruang didalamnya relatif lebih gelap
dibandingkantempat air yang terbuka. Telur Ae.aegyptiberwarna hitam seperti sarang
tawon,diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air
dalamjarak lebih kurang 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat
bertahansampai berbulan-bulan pada suhu -20C sampai 420C. Namun, bila
kelembabanterlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam
keadaanoptimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung
selamasekurang-kurangnya 9-10 hari.Telur yang dihasilkan kurang lebih 10-100 butir
setiapkali bertelur dan biasanya pada interval 4-5 hari. Walaupun nyamuk betina
berumurkira-kira 9-10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus
cukupuntuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain.
kira-kira 40meter. Larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan sepanjang tahun di semua
kota di Indonesia. Dari penyelidikan intensif selama 2 (dua) musim dalam setahun
yang dilakukan di Jakarta, ternyata tidak terdapat pengaruh musim terhadap
kepadatan nyamuk (Soedarmo, 1998).
2.4.1 Bionomik Vektor
Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan
menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) dan jarak terbang
(flightrange) (Soedarmo, 1998). Menurut Soegijanto (2003), tempat perindukan
utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan di sekitar rumah.
Biasanya tidak melebihi jarak 500 (lima ratus) meter dari rumah. Nyamuk
Ae.aegyptitidak berkembang biak pada genangan air yang langsung berhubungan
dengan tanah. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptidapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol,
plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung
Nyamuk Ae. aegyptidisebut black-white mosquito karena tubuhnya ditandai
dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam, yamuk ini sering
disebut nyamuk rumah. Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk
Ae.aegyptimengalami metamorfosa sempurna melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa
dan dewasa.
Nyamuk dewasa 1-2 hari
Pupa Telur
(kepompong)
6-7 hari 1-2 hari
[image:53.612.147.422.280.461.2]Jentik
Gambar 2. 1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti
Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.
Telur berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5–0,8 mm,
permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, diletakkan satu per satu pada
benda–benda yang terapung pada dinding bagian dalam tempat penampungan air
yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Jentik kecil berwarna transparan
dengan corong pernafasan berwarna hitam (siphon) yang menetas dari telur dan akan
dalam air dengan gerakan berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk
bernafas (mengambil udara), kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya.
Pada waktu istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air.Biasanya
berada di sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik akan
berubah menjadi kepompong. Kepompong berbentuk koma, geraknya lamban dan
sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk betina Ae.aegyptilebih menyukai darah manusia dari pada binatang
(antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh
sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas.Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur
dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut satu siklus
gonotropik.
Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua)
puncak aktivitas yaitu pukul 09.00–10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk
Ae.aegyptimempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus
gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk
ini sangat efektif sebagai penular penyakit.Tempat yang disenangi nyamuk untuk
beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan
sedikit angin.Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang
bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk.Pergerakan nyamuk dari tempat
kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter.Namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih
jauh. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh nyamuk dari penguapan oleh
karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya
tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat,
terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000).
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk
Ae.aegyptijuga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan
olehinang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida (CO2) dan warna. Untuk
jarakyang lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan
denganfaktor lainnya.Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada
benda-bendayang tergantung, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung
(Soegijanto,2003).
2.4.2. Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor
dengan lingkungannya.Eksistensi nyamuk Ae.aegyptidipengaruhi oleh
lingkunganfisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat
interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan
terjadinyapenyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara
lainketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian
padaketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi
kehidupannyamuk (Depkes RI, 1998).
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam
kontainer,ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998).
1. Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumahlain,
semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah
sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warnadinding dan
pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumahtersebut disenangi
atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitianpenyakit menular
membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakandan kumuh
mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2. Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letakkontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam
pemilihan tempat bertelur.
3. Ketinggian tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis
albopictusdapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter di
ataspermukaan laut.
4. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari :suhu,
udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.
a. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenyamenurun
atau bahkan berhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhukritis.Pada suhu
yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahandalam arti lebih lambatnya
proses-proses fisiologis, rata-rata suhuoptimum untuk pertumbuhan nyamuk
adalah 250C–270C. Pertumbuhannyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu
kurang 100C atau lebih dari400
b. Kelembaban nisbi
C.
Menurut Gobler dalam Depkes RI, (1998) umur nyamuk dipengaruhi
olehkelembaban udara. Pada suhu 200C kelembaban nisbi 27% umur
nyamukbetina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban nisbi
55%umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari. Pada
kelembabankurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa
menjadivektor, kare