PERILAKU BIDAN PRAKTEK SWASTA
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI KOTA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat OLEH
NIM: 081000237 ELHANOUM BERUTU
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
PRILAKU BIDAN PRAKTEK SWASTA
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI KOTA MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM: 081000237 ELHANOUM BERUTU
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji Ketua Penguji
Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP.19700212 199501 2 001
Penguji II
Penguji I
Fitri Ardiani, SKM, MPH NIP. 19820729 200812 2 002
NIP. 19581111 198703 1 004 dr. Mhd. Arifin Siregar, MS
Pemguji III
NIP. 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, MKes
Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
ABSTRAK
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah lahir, dimana bayi dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi dan ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya merupakan kesempatan emas sebagai penentu keberhasilan bayi menyusu pada ibunya, dan keberhasilan ibu untuk menyusui secara optimal. Dengan inisiasi menyusu dini bayi bisa mendapatkan kolostrum dan mengurangi angka kematian bayi hingga 22% sebelum usia 28 hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang mempunyai izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang. Sampel penelitian diambil dengan tehnik proportional sampling (sampel imbangan). Sampel diambil dari tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Medan, kemudian penarikan sampel dari tiap-tiap kecamatan diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dengan tehnik undian. Data yang diukur adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta di Kota Medan. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan bidan praktek swasta tentang program inisiasi menyusu dini mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 91,3 %, kemudian mayoritas bidan praktek swasta memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 55,1%, sedangkan tindakan bidan praktek swasta mayoritas masih dikategorikan rendah yaitu sebesar 44,9 %.
Untuk itu diharapkan kepada para bidan yang membuka praktek swasta agar meningkatkan tindakan mereka menjadi lebih baik, sehingga dapat menyukseskan program inisiasi menyusu dini, khususnya di Kota Medan.
ABSTRACT
Early Breastfeeding Initiation (IMD) is a process for a baby soon after the baby was born when it tried to look for its mother’s nipple by itself. This early initiation program is very useful for the mother and her baby. The first hour the baby finds its mother’s milk is very crucial for the success for the baby itself and for the mother in giving her milk to the baby. By this early breastfeeding the baby can obtain the colostrum and decrease the baby’s death rate up to 22% before the age of 28 days.
The purpose of this descriptive survey study with cross-sectional design was to find out the behavior of private midwife in the implementation of Early Breastfeeding Initiation program in the city of Medan in 2010. The populations of this study were all of the 244 private midwives with license to practice in the city of Medan. The samples to be used in this study were selected through proportional sampling technique from each district of Medan. The samples from each sub-district were selected through random sampling technique. The data about the knowledge, attitude and action of the private midwives were obtained through questionnaire-based interview.
The result of this study showed that majority of the level of the knowledge about the Early Breastfeeding Initiation program belonged to the private midwives was in good category (91.3%), majority of the attitude of the private midwives was in adequate category (55.1%), while majority of the action taken by the private midwives was still in low category (44.9%).
The private midwives are suggested to improve the action they have taken that the Early Breastfeeding Initiation program, especially the one implemented in the city of Medan, can be successfully done.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Elhanoum Berutu
Tempat/tanggal lahir : Sidikalang 18 Mei 1977
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Alamat Rumah : Komplek Griya Nusa 3 blok C No. 8 Tanjung Selamat
Medan Tuntungan - Kota Medan
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1983-1989 : SD Negeri No 030282 Sidikalang
2. Tahun 1989-1992 : SMP Negeri 2 Sidikalang
3. Tahun 1993-1996 : SPK Pemda Dairi
4. Tahun 1999-2001 : Akademi Keperawatan Yayasan Binalita Sudama Medan
5. Tahun 2008-sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 2004-Sekarang : Staf Rumah Sakit Umum Daerah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perilaku
Bidan Praktek Swasta Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Kota Medan Tahun 2010”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada
Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak dr.
Mhd. Arifin Siregar, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, dan
saran kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya penulis turut mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes, selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S, MS, selaku Dosen Pembimbing
4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat.
5. Suami dan kedua orangtua tercinta, beserta seluruh keluarga yang banyak
memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis.
6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat yang juga
turut membantu selama penulisan skripsi ini
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmatNya kepada semua yang
telah membantu penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan oleh keterbatasan dan berbagai hambatan yang ditemui penulis selama
penelitian maupun selama penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca
Medan, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.3. Inisiasi Menyusu Dini Pada Operasi Caesar ... 12
2.1.4. Mitos-Mitos Inisiasi Menyusu Dini ... 13
2.1.5. Peran IMD Terhadap Keberhasilan ASI Ekslusif.. ... 17
2.2. Konsep Perilaku ... 19
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 36
4.2. Karakteristik Responden ... 36
4.3. Perilaku Responden Dalam Pelaksanaan IMD ... 37
4.3.1. Pengetahuan Responden ... 38
4.3.2. Sikap Responden . ... 41
4.3.3. Tindakan Responden ... 43
4.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini ... 45
4.5. Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 46
4.6. Sikap Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 46
4.7. Pendidikan Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 47
4.8. Pelatihan IMD Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini ... 47
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengetahuan Bidan Tentang Program IMD ... 49
5.2. Sikap Bidan Terhadap Program IMD ... 51
5.3. Tindakan Bidan Dalam Pelaksanaan Program IMD ... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 56
6.2. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Nama Kecamatan dan Jumlah Sampel yang Diambil ……… 30
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Pendidikan Lama Praktek dan Pelatihan IMD)
di Kota Medan Tahun 2010 ... 36
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 38
Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 39
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 41
Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 42
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 44
Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……… 44
Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 45
Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……….. 46
Tabel 4.11. Distribusi Pendidikan Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
di Kota Medan Tahun 2010 ……… 47
Tabel 4.10. Distribusi Pelatihan IMD Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
ABSTRAK
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah lahir, dimana bayi dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi dan ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya merupakan kesempatan emas sebagai penentu keberhasilan bayi menyusu pada ibunya, dan keberhasilan ibu untuk menyusui secara optimal. Dengan inisiasi menyusu dini bayi bisa mendapatkan kolostrum dan mengurangi angka kematian bayi hingga 22% sebelum usia 28 hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang mempunyai izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang. Sampel penelitian diambil dengan tehnik proportional sampling (sampel imbangan). Sampel diambil dari tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Medan, kemudian penarikan sampel dari tiap-tiap kecamatan diambil secara acak sederhana (simple random sampling) dengan tehnik undian. Data yang diukur adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta di Kota Medan. Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan bidan praktek swasta tentang program inisiasi menyusu dini mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak 91,3 %, kemudian mayoritas bidan praktek swasta memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 55,1%, sedangkan tindakan bidan praktek swasta mayoritas masih dikategorikan rendah yaitu sebesar 44,9 %.
Untuk itu diharapkan kepada para bidan yang membuka praktek swasta agar meningkatkan tindakan mereka menjadi lebih baik, sehingga dapat menyukseskan program inisiasi menyusu dini, khususnya di Kota Medan.
ABSTRACT
Early Breastfeeding Initiation (IMD) is a process for a baby soon after the baby was born when it tried to look for its mother’s nipple by itself. This early initiation program is very useful for the mother and her baby. The first hour the baby finds its mother’s milk is very crucial for the success for the baby itself and for the mother in giving her milk to the baby. By this early breastfeeding the baby can obtain the colostrum and decrease the baby’s death rate up to 22% before the age of 28 days.
The purpose of this descriptive survey study with cross-sectional design was to find out the behavior of private midwife in the implementation of Early Breastfeeding Initiation program in the city of Medan in 2010. The populations of this study were all of the 244 private midwives with license to practice in the city of Medan. The samples to be used in this study were selected through proportional sampling technique from each district of Medan. The samples from each sub-district were selected through random sampling technique. The data about the knowledge, attitude and action of the private midwives were obtained through questionnaire-based interview.
The result of this study showed that majority of the level of the knowledge about the Early Breastfeeding Initiation program belonged to the private midwives was in good category (91.3%), majority of the attitude of the private midwives was in adequate category (55.1%), while majority of the action taken by the private midwives was still in low category (44.9%).
The private midwives are suggested to improve the action they have taken that the Early Breastfeeding Initiation program, especially the one implemented in the city of Medan, can be successfully done.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor utama yang
diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang
berkualitas yaitu sehat, cerdas, memiliki fisik yang tangguh dan produktif perlu
proses yang panjang dan berkesinambungan yang harus dimulai sejak dini. Salah
satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia
adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. ASI merupakan sumber
makanan tunggal untuk bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI
eksklusif merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan
generasi penerus yang berkualitas di masa depan. Untuk meningkatkan penggunaan
ASI eksklusif tersebut perlu diperkenalkan konsep inisiasi menyusu dini (IMD)
terutama bagi kalangan tenaga kesehatan, konselor menyusui, keluarga dan
masyarakat.
Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi
maupun ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya
adalah merupakan kesempatan emas sebagai penentu berhasilnya bayi untuk
menyusu pada ibunya, dan berhasilnya ibu untuk menyusui secara optimal. Anak
yang menyusu dini dapat dengan mudah menyusu kemudian, sehingga kegagalan
menyusu akan jauh sekali berkurang. Selain mendapatkan kolostrum yang
melakukannya membuat inisiasi menyusu dini masih jarang dipraktekkan. Hal itu
disebabkan karena orang tua merasa kasihan dan tidak percaya bahwa seorang bayi
yang baru lahir dapat mencari sendiri puting susu ibu, dan rasa malu untuk meminta
petugas kesehatan yang membantu persalinan untuk melakukan IMD tersebut. Begitu
juga dengan petugas kesehatan yang tidak mau disibukkan dengan kegiatan ini,
sehingga akhirnya bayi tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukannya.
Inisiasi menyusu dini bukan merupakan program ibu menyusui bayi tetapi
sebaliknya bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Program ini
dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibu dan membiarkan
bayi menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD dilakukan segera setelah lahir
dan tidak boleh ditunda dengan kegiatan apapun seperti menimbang, mengukur dan
memandikan bayi (Roesli, 2008).
Inisiasi menyusu dini atau IMD merupakan program yang sedang gencar
dianjurkan pemerintah Indonesia. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan
inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi
menyusu dini dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari. Untuk itu
diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik
swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan suksesnya
program tersebut (Depkes RI, 2008).
The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) memperkirakan 1 juta
bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama
kelahiran, yang kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan.
Di Indonesia dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif telah dilakukan
dengan berbagai upaya seperti Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu
Ibu (GNPP-ASI), Gerakan Masyarakat Peduli ASI dan kebijakan Peningkatan
Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI). Tetapi dalam kenyataannya hanya 4% bayi yang
mendapat ASI dalam 1 jam pertama kelahirannya (Inayati, 2009).
Salah satu kebijakan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) di
Indonesia adalah pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Namun dalam pelaksanaannya
masih sering dilakukan secara tidak tepat. Ada 4 kesalahan dalam pelaksanaan
inisiasi menyusu dini, yaitu: a) bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum
diletakkan di dada ibu, akibatnya tidak terjadi kontak kulit; b) bayi tidak menyusu
melainkan disusui, padahal berbeda antara menyusu sendiri dengan disusui; c)
memaksakan bayi untuk menyusu sebelum ia siap untuk disusukan; d) bayi
dipisahkan dari ibunya untuk dibawa ke ruang pemulihan, sebagai tindakan lanjutan
(Roesli, 2008).
Jarangnya pelaksanaan IMD, dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan
kegiatan IMD menyebabkan keberhasilan menyusui tidak optimal, sehingga
cakupan ASI eksklusif di Indonesia tetap rendah dari tahun ke tahun. Menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003-2004, jumlah bayi usia enam
bulan yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 8%. Sementara itu hasil SDKI 2007
jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif menunjukkan penurunan hingga 7,2%.
Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula
menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari
rata-rata dunia, yaitu 38% (Anonim, 2008).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Provinsi Sumatera Utara dan
Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010, cakupan ASI eksklusif di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2007 hanya 30,8%, sedangkan di Kota Medan sebanyak 1,32%
pada tahun 2009, padahal cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalam Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan
Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah sebesar 80%. Hal ini menunjukkan keadaan
yang cukup memperihatinkan, sehingga perlu upaya serius dan bersifat segera ke
arah yang dapat meningkatkan keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes RI,
2005).
Berdasarkan uraian di atas kita ketahui bahwa pelaksanaan program inisiasi
menyusu dini merupakan tanggung jawab semua praktisi kesehatan. Bidan sebagai
salah satu profesi yang juga mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan
anak, harus dapat memberikan informasi yang benar dan menerapkan program
inisiasi menyusu dini (IMD) dengan benar pula sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan. Untuk itu bidan diharapkan benar-benar harus memiliki pengetahuan
yang cukup tentang ASI dan program IMD.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan melalui wawancara kepada 10 orang
bidan praktek swasta di Kota Medan, ternyata 8 orang (80%) bidan tahu tentang
praktek inisiasi menyusu dini (IMD) yang benar, kemudian semua bidan setuju
dengan pelaksanaan program IMD, tetapi hanya ada 2 orang (20%) yang pernah
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana
perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di
Kota Medan tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi
menyusu dini (IMD) di Kota Medan tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program
inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan bidan praktek swasta tentang praktek inisiasi
menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.
2. Untuk mengetahui sikap bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan inisiasi
menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.
3. Untuk mengetahui tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi
menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010.
1.4.Manfaat Penelitian.
1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan informasi dan masukan kepada
perencana dan pelaksana program inisiasi menyusu dini, dalam mendukung
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan, sebagai masukan dalam
melaksanakan program inisiasi menyusu dini (IMD), khususnya di Kota
Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan,
dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke
puting susu ibu). Inisiasi menyusu dini sangat membantu dalam keberlangsungan
pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui. Dengan demikian kebutuhan bayi akan
terpenuhi hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi (Depkes RI, 2008).
Bayi memulai inisiasi menyusu dini dengan menyentuh dan memijat
payudara ibu. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas payudara ibu akan
merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang berguna untuk produksi air susu ibu
serta menimbulkan kasih sayang antara ibu dan bayi. Kemudian dilanjutkan dengan
penciuman, kuluman dan jilatan lidah bayi pada puting susu ibu, sehingga akhirnya
bayi akan menyusu (Inayati, 2009).
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang
merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan,
karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal
sebelum usia 1 bulan. Menyusu pada 1 jam pertama kehidupan yang diawali dengan
kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan secara global. Ini merupakan hal baru di
Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga
kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat
2.1.1. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini
Sudah tidak diragukan lagi bahwa inisiasi menyusu dini (IMD) sangat
penting bagi ibu dan bayi. Ada 2 hal yang sangat bermanfaat jika bayi berhasil
melakukan IMD, yaitu:
1. Kontak kulit antara ibu dan bayi
Menurut Roesli (2008) ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh ibu dan
bayi saat terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi ketika melakukan inisiasi menyusu
dini, yaitu:
a. Bagi ibu
- Dapat merangsang produksi hormon oksitosin yang sangat berguna untuk (1)
Membantu kontraksi uterus sehingga resiko perdarahan pasca persalinan
lebih rendah, (2) Merangsang pengeluaran kolostrum, (3) Menciptakan
keeratan hubungan antara ibu dan bayi, (4) Mengurangi rasa nyeri pada saat
proses pengeluaran plasenta dan berbagai prosedur pasca persalinan lainnya,
(5) Memberikan efek tenang pada ibu.
- Merangsang produksi hormon prolaktin yang sangat berguna untuk (1)
Meningkatkan produksi ASI, (2) Membantu ibu dalam mengatasi stress, (3)
Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai menyusu, (4)
Menunda terjadinya ovulasi.
b. Bagi bayi
- Mengoptimalkan keadaan hormonal bayi.
- Kontak memastikan perilaku optimum menyusu berdasarkan insting dan bisa
- Menstabilkan pernafasan.
- Mengendalikan temperatur tubuh bayi.
- Memperbaiki pola tidur bayi menjadi lebih baik.
- Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat dan efektif.
- Meningkatkan kenaikan berat badan bayi (kembali pada berat badan lahir
menjadi lebih cepat).
- Meningkatkan hubungan antara ibu dengan bayi
- Tidak terlalu banyak menangis selama 1 jam pertama.
- Menjaga kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam perut bayi sehingga
memberikan perlindungan terhadap infeksi.
- Billirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat
sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir.
- Kadar gula dan parameter biokimia lain yang lebih baik selama beberapa jam
pertama hidupnya.
2. Bayi menyusu dini segera setelah lahir
Bayi yang berhasil menyusu dini segera setelah lahir memberikan banyak
manfaat bagi ibu dan bayi, diantaranya adalah (Ambarwati dan Wulandari, 2009):
a. Bagi ibu
- Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin.
- Meningkatkan keberhasilan produksi ASI.
b. Bagi bayi
- Merupakan makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal.
- Memberikan kekebalan pasif pada bayi.
- Meningkatan kecerdasan anak.
- Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan menghisap, menelan dan
bernafas.
- Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi.
- Mencegah kehilangan panas (hypothermia).
- Merangsang pengeluaran kolostrum.
Tahap-tahap Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum
Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu
dini adalah (Depkes RI, 2008):
1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan
obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan
akan terbawa melalui ASI kepada bayi yang nantinya akan menyusu selama
proses inisiasi menyusu dini.
2. Para petugas kesehatan yang membantu ibu menjalani proses melahirkan, akan
melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya.
3. Setelah lahir bayi dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit
putih).
4. Kemudian bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit melekat pada
kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi.
5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan mencari sendiri
puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya bayi
memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.
6. Saat bayi dibiarkan mencari puting susu ibu, ibu perlu didukung dan dibantu
untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring
mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.
7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kontak kulit atau bersentuhan dengan kulit ibu
sampai proses menyusu dini selesai.
8. Setelah selesai menyusu dini, selanjutnya bayi dipisahkan untuk ditimbang,
diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
9. Selanjutnya ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat gabung. Rawat gabung
memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja bayi menginginkannya.
Menurut Saleha (2009) jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan
di perut ibu dengan kontak kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya 1 (satu)
jam, semua bayi akan melalui 5 (lima) tahapan perilaku (pre-feeding behaviour)
sebelum ia berhasil menyusui, yaitu:
1. Dalam 30 menit pertama stadium istirahat atau diam dalam keadaan siaga
(rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar
melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian
peralihan dari keadaan dalam kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini
2. Antara 30-40 menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti ingin minum,
mencium dan menjilat tangan. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk
menemukan payudara dan puting susu ibu.
3. Bayi mengeluarkan air liur, saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.
4. Bayi akan bergerak ke arah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan kaki
menekan perut ibu. Ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala
ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah
puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.
5. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat
dengan baik.
2.1.3. Inisiasi Menyusu Dini pada Operasi Caesar
Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat
dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun jika diberikan anastesi spinal atau
epidural, ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera memberi respon pada bayi.
Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi.
Usahakan menyusu pertama dilakukan di kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi
belum memungkinkan, bayi diberikan pada ibu dalam kesempatan yang tercepat.
Jika dilakukan anastesi umum, kontak dapat terjadi di ruang pulih saat ibu sudah
dapat merespons walaupun mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara
menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untuk memberikan kontak kulit
Menurut Roesli (2008), tata laksana kegiatan inisiasi menyusu dini pada
persalinan caesar adalah:
1. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif
2. Jika mungkin suhu ruangan sekitar 20-25 derajat. Mnyediakan selimut untuk
menutupi punggung bayi dan badan ibu. Kemudian menyediakan topi bayi
untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.
3. Tata laksana selanjutnya sama seperti tata laksana umum.
4. Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau
bayi harus dipindahkan sebelum 1 jam, maka bayi tetap diletakkan di dada
ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan ibu atau kamar pulih.
2.1.4. Mitos-Mitos Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Mitos adalah sesuatu yang dipercaya oleh masyarakat, tetapi belum tentu
mengandung nilai kebenaran. Mitos biasanya tidak bisa dijelaskan secara ilmiah,
sedangkan fakta adalah ilmiah. Karena mitos biasanya sudah ada sejak lama maka
harus dikikis secara perlahan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Berikut ini adalah berbagai mitos seputar inisiasi menyusu dini yang
seringkali menyesatkan dan membuat masyarakat enggan atau tidak mendapat
kesempatan menyusui bayinya yang baru lahir sesegera mungkin (Depkes RI,2008):
1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk dapat menyusui, padahal faktanya ibu
yang baru melahirkan mampu menyusui bayinya segera, kecuali dalam situasi
darurat. Memeluk dan menyusui bayi dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah
2. Bayi baru lahir tidak dapat menyusu sendiri, padahal faktanya bayi memiliki
naluri yang cukup kuat untuk mencari puting ibunya selama satu jam setelah
lahir. Jika tidak segera menyusu, naluri ini akan terganggu sehingga akan muncul
masalah dalam menyusu. Naluri bayi ini baru akan muncul kembali kurang lebih
setelah 40 jam kemudian.
3. ASI belum keluar pada hari-hari pertama melahirkan, faktanya adalah kolostrum
(ASI pertama) akan keluar langsung setelah kelahiran meskipun tidak terasa.
Jumlahnya sedikit tetapi sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Pada saat ASI belum banyak tersedia, posisi perlekatan bayi harus tepat agar bayi
dapat mengeluarkan dan meminum ASI dari payudara ibunya, karena jika
perlekatan tidak tepat, bayi tidak dapat meminum kolostrum yang dihasilkan oleh
ibunya.
4. Tidak ada gunanya menyusui bayi sejak awal kelahirannya, padahal faktanya
kolostrum adalah cairan yang kaya dengan zat kekebalan tubuh dan zat penting
lain yang harus dimiliki bayi. Dengan menekan segera setelah lahir, bayi akan
mendapat manfaat kolostrum. Selain itu bayi yang menyusu langsung akan
merangsang ASI cepat keluar.
5. Bayi harus dibungkus dan dihangatkan di bawah lampu selama dua jam setelah
lahir, faktanya adalah bahwa kehangatan bayi diperoleh melalui kontak kulit bayi
dengan kulit ibu, karena kehangatan tubuh ibu dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan bayi. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu membuat ASI semakin cepat
6. ASI pertama/kolostrum sangat sedikit, sehingga bayi lapar dan menangis, fakta
yang sebenarnya adalah ASI pertama memang sedikit, tetapi sebenarnya cukup
untuk memenuhi perut bayi baru lahir yang hanya dapat diisi sebanyak 4 sendok
teh. Bayi yang menangis belum tentu karena lapar, tetapi masih banyak hal lain
yang menyebabkan bayi menangis.
7. Bayi menangis pasti karena lapar, faktanya adalah bayi menangis bisa disebabkan
karena merasa tidak nyaman, merasa tidak aman, merasa sakit, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, bayi harus diletakkan dekat ibunya dalam satu jam pertama, agar
bayi merasa aman, nyaman dan tenang.
8. Bayi menangis karena lapar sehingga perlu diberi makanan atau minuman lain,
padahal faktanya adalah bayi harus disusui sesering mungkin. Semakin sering ibu
menyusui bayinya, maka akan semakin memperlancar produksi ASI sehingga
dapat memenuhi kebutuhan bayi dan bayi tidak akan lapar. Makanan dan
minuman selain ASI hanya akan membahayakan kesehatan perncernaan bayi,
karena pencernaan bayi belum siap untuk menerima dan mengolahnya.
9. Kolostrum atau ASI pertama adalah susu basi atau kotor, faktanya adalah bahwa
warna kuning kolostrum merupakan tanda-tanda kandungan protein dalam ASI,
bukan berarti kotor atau basi. Selain protein, kolostrum juga kaya dengan zat
kekebalan tubuh dan zat penting lain yang harus diberikan kepada bayi baru lahir.
10.ASI yang penting hanyalah cairan yang berwarna putih saja, padahal faktanya
kolostrum (berwarna kekuningan/tidak berwarna) merupakan ASI yang paling
11.Bayi kedinginan sehingga perlu dibungkus atau dibedong, faktanya adalah bayi
baru lahir memang mudah kedinginan, tetapi untuk memberi kehangatan pada
bayi bukanlah dengan cara dibungkus, tetapi cukup dengan memberi pelukan.
Kulit ibu harus langsung kontak dengan kulit bayi, dan agar panas tidak keluar
dari kepala, bayi diberi topi, kemudian ibu dan bayi diselimuti. Bedong bayi yang
terlalu ketat akan membuatnya lebih kedinginan dan dapat meningkatkan resiko
pneumonia serta infeksi saluran pernafasan akut lainnya akibat paru-paru tidak
dapat mengembang dengan sempurna ketika ia bernafas.
12.Kurang tersedianya tenaga kesehatan sehingga bayi tidak dapat dibiarkan
menyusu dini sendiri, padahal faktanya suami atau anggota keluarga ibu dapat
membantu mengawasi bayi selama proses inisiasi menyusu dini.
13.Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk sehingga bayi perlu segera dipisahkan
dari ibunya, faktanya adalah meskipun kamar bersalin atau kamar operasi sedang
sibuk, ibu tetap dapat melaksanakan inisiasi menyusu dini dengan bantuan suami
atau anggota keluarga ibu bersalin.
14.Ibu harus dijahit sehingga bayi harus segera dipisahkan dari ibunya, faktanya
adalah meskipun ibu yang melahirkan dengan operasi caesar sedang dijahit, ibu
tetap dapat melaksanakan inisiasi menyusu dini.
15.Bayi perlu diberi suntikan vitamin K dan tetes mata segera setelah lahir, faktanya
memang benar, tapi dapat ditunda selama 1 jam hingga bayi selesai melakukan
16.Bayi harus segera dimandikan setelah lahir, faktanya adalah bayi dibersihkan
seperlunya saja. Memandikan bayi sebaiknya ditunda hingga 6 jam kemudian
agar bayi tidak kedinginan.
17.Bayi harus segera ditimbang dan diukur setelah lahir, faktanya adalah jika
ditunda 1 (satu) jam tidak akan mengubah berat dan tinggi badan bayi.
18.Tenaga kesehatan belum sependapat tentang pentingnya memberi kesempatan
inisiasi menyusu dini bagi bayi yang lahir dengan operasi Caesar. Kemungkinan
hal tersebut benar, tetapi orang tua wajib memenuhi hak bayi. Orangtua dapat
meminta tenaga kesehatan untuk menerapkan inisiasi menyusu dini pada bayinya
dengan memberikan penjelasan yang tepat.
19.Ibu belum bisa duduk atau tidur miring untuk memberi ASI kepada bayi, tetapi
faktanya, ketika ibu berbaring, bayi dapat menyusu dengan cara tengkurap di
dada ibu.
2.1.5. Peran IMD terhadap Keberhasilan ASI Eksklusif
ASI merupakan makanan paling cocok bagi bayi untuk memenuhi kebutuhan
gizi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Untuk bayi
hingga usia 6 (enam bulan), ASI sudah mencukupi kebutuhan karbohydrat, lemak,
protein, vitamin dan antibody yang tidak dimiliki susu formula merk apapun
(Rusmawaty, 2008).
ASI dapat mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi,
sosial, maupu n spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor
unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hydrat arang, lemak, protein, vitamin, dan
mineral dalam jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004).
Inisiasi menyusu dini dalam menit pertama sampai satu jam pertama
kehidupannya yang dimulai dengan kontak kulit, akan membantu ibu dan bayi dalam
proses menyusui secara optimal. Inisiasi menyusu dini dapat meningkatkan peluang
ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusu secara eksklusif 2-8 kali
lebih besar. Sedangkan menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam
menyebabkan kesukaran menyusu. Di samping itu ASI yang keluar dalam 24-48 jam
pertama mengandung kolostrum yang kaya akan sel aktif imunitas, antibody dan
protein protektif lain untuk kekebalan tubuh. Karena itu WHO merekomendasikan
semua bayi perlu mendapat kolostrum dan diberi ASI eksklusif selama enam bulan
untuk menjamin kecukupan zat gizi ( Roesli, 2008).
Kolostrum merupakan makanan terbaik untuk bayi. Kolostrum merupakan
cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu
pada trimester ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari pertama setelah
persalinan, jumlah kolostrum akan bertambah dan mencapai komposisi ASI
biasa/matur sekitar 3-14 hari. Dibandingkan ASI matur, kolostrum mengandung
laktosa, lemak dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah, tetapi memiliki
kandungan protein, mineral dan vitamin larut yang dalam lemak dan beberapa
mineral yang lebih tinggi. Kolostrum juga merupakan pencahar yang berguna untuk
mengeluarkan mekonium dari usus bayi dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi
berumur nol sampai enam bulan (6x30 hari). Hanya ASI satu-satunya makanan dan
minuman yang diperlukan seorang bayi dalam masa enam bulan pertama, tidak
makanan atau minuman lain termasuk air putih, yang diperlukan pada masa periode
ini (Depkes RI, 2008).
Pemberian cairan tambahan akan meningkatkan resiko terkena penyakit.
Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya bakteri pathogen.
Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama jika berada
pada lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Waktu 6 bulan yang
direkomendasikan oleh WHO untuk memberikan ASI eksklusif bukannya tanpa
alasan. Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya
diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pedoman Internasional yang
menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada
bukti dunia tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan
perkembangan bayi. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI ekslusif mengurangi tingkat
kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang umumnya menimpa
anak-anak seperti diare dan radang paru-paru serta mempercepat pemulihan bila sakit
dan membantu menjarangkan kehamilan (Yuliarti.N. 2009).
2.2. Konsep Perilaku 2.2.1. Pengertian Perilaku
sendiri seperti berpikir, persepsi dan emosi. Dapat juga dikatakan bahwa perilaku itu
adalah aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung. Perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor keturunan
yang merupakan modal dasar dalam perkembangan perilaku, dan faktor lingkungan
untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2.2.2. Domain perilaku
Menurut Bloom (1908), perilaku dibagi menjadi 3 (tiga) ranah/kawasan yaitu
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (tingkah laku). (Notoatmodjo,
2003).
1. Pengetahuan (knowlodge)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour),
(Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan akan menumbuhkan kesadaran dan sikap positif dengan
sendirinya, suatu contoh bidan yang telah dibekali dengan pelatihan tentang praktek
inisiasi menyusu dini akan lebih termotivasi melaksanakan praktik IMD, daripada
bidan yang belum mendapatkan pelatihan sama sekali.
2. Sikap (attitude)
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
berbeda. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek ( Notoatmodjo, 2003).
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sikap itu
dibentuk oleh 3 (tiga) komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
3. Tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour).
terhadap apa yang diketahui, selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktekkan apa yang diketahui dan disikapinya (dinilai baik).
Tingkat-tingkat tindakan/praktek, meliputi (Notoatmodjo, 2003):
1. Persepsi (perseption).
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama
2. Respon Terpimpin (guided respons).
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism).
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau jika sesuatu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga.
4. Adaptasi (adaptation).
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan tersebut sudah dapat dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
2.3. Bidan praktek swasta
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan
yang diakui oleh negara serta memperoleh kwalifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Bidan harus mampu memberikan
supervisi, asuhan dan memberikan nasihat yang dibutuhkan oleh wanita selama
persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan
anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada
ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis, serta melakukan tindakan
pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Bidan
mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
untuk wanita tetapi juga keluarga dan komunitas. Bidan bisa berpraktek di rumah
sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan, atau tempat-tempat pelayanan lainnya
(Hidayat & Mufdlifah, 2008).
Bidan praktek swasta (BPS) adalah satu wahana pelaksanaan praktek seorang
bidan di masyarakat. Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta) merupakan
penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam
memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Dalam memberikan pelayanan kebidanan seorang bidan harus sesuai dengan
kewenangannya. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan
kepada bidan yang melaksanakan praktek sehingga bidan melaksanakan tugasnya
dengan baik (Meilani, 2009).
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan praktek perlu
pengaturan agar terdapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan
masyarakat yang membutuhkannya. Dari tahun ke tahun permintaan masyarakat
terhadap peran aktif bidan dalam memberikan pelayanan terus meningkat. Ini
kepercayaan, pengakuan dan penghargaan. Untuk itu bidan dituntut untuk selalu
meningkatkan kwalitas pelayanan (Meilani, 2009).
Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bidan harus sesuai dengan
standard praktek kebidanan. Standard praktek kebidanan mengacu pada kerangka
kerja yang telah ditetapkan (Meilani, 2009) yang meliputi: (1) KEPMENKES No
369/Menkes/SK/III/2007, (2) KEPMENKES RI No 900/MENKES/SK/II/2002, (3)
Standard pelayanan kebidanan, (4) Kode etik profesi bidan.
2.4. Peran Bidan dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
Bidan sebagai salah satu tenaga praktisi dalam pertolongan persalinan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberhasilan praktek inisiasi menyusu
dini (IMD). Hal ini didukung oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan
standarisasi pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan inisiasi menyusu
dini dan ASI eksklusif. Anggota IBI tidak boleh mempromosikan susu formula untuk
bayi usia kurang dari 6 bulan. Di tempat praktek tidak boleh ada gambar promosi
maupun kaleng susu formula. Karena dengan inisiasi menyusu dini diharapkan angka
kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga
berkurang, dan lahirlah generasi yang tumbuh sehat dan cerdas (Anonim, 2007).
Peran bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini meliputi (Linkages,
2007):
1. Sebelum persalinan (tahap persiapan dan informasi)
a. Memberikan informasi kepada ibu yang akan bersalin dan keluarga tentang
b. Mengkaji kebersihan diri ibu yang akan bersalin. Bila perlu menganjurkan
ibu untuk membersihkan diri atau mandi terlebih dahulu.
c. Mempersiapkan alat tambahan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini yaitu
3 buah kain pernel yang lembut dan kering serta sebuah topi yang kering.
d. Menganjurkan agar ibu mendapat dukungan dan pendampingan selama
proses persalinan dari suami atau keluarga.
e. Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam menghadapi proses
persalinan.
f. Memberikan suasana yang layak dan nyaman untuk persalinan .
g. Mempersiapkan ibu dengan mengurangi rasa nyeri persalinan dengan
mobilisasi dan relaksasi.
h. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman untuk melahirkan.
2. Proses persalinan (tahap pelaksanaan)
a. Membuka pakaian ibu di bagian perut dan dada.
b. Meletakkan kain pernel yang lembut dan kering di atas perut ibu.
c. Setelah bayi lahir, letakkan bayi di atas perut ibu.
d. Keringkan bayi dari kepala hingga kaki dengan kain lembut dan kering
(kecuali kedua tangannya, karena bau ketuban yang menempel pada tangan
bayi akan memandu bayi untuk menemukan payudara ibu).
e. Melakukan penjepitan, pemotongan dan pengikatan tali pusat.
f. Melakukan kontak kulit dengan menengkurapkan bayi di dada ibu tanpa
g. Menutupi tubuh ibu dan bayi dengan selimut agar bayi tidak kedinginan,
kemudian jika perlu memakaikan topi di kepala bayi.
h. Menganjurkan ibu untuk memberikan sentuhan lembut pada punggung bayi.
i. Menganjurkan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu dan bayi.
j. Memberikan dukungan secara sabar dan tidak tergesa-gesa kepada ibu.
k. Membantu menunjukkan pada ibu perilaku pre-feeding (menyusu awal) yang
positif yaitu istirahat dalam keadaan siaga, memasukkan tangan ke mulut,
menghisap dan mengeluarkan air liur, bergerak ke arah payudara dengan kaki
menekan perut, menjilat-jilat kulit ibu, menghentakkan kepala, menoleh ke
kanan dan ke kiri, menyentuh puting susu ibu dengan tangannya, menemukan
puting susu, menghisap dan mulai meminum air susu ibu.
l. Membiarkan bayi menyusu awal/dini sampai bayi selesai menyusu pada
ibunya dan selama ibu menginginkannya.
m. Bidan melanjutkan asuhan persalinan.
2.5. Kerangka konsep
Pendekatan teori yang digunakan dalam meneliti perilaku bidan praktek
swasta dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini adalah teori Bloom (1908) yang
membagi perilaku dalam 3 kawasan yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan
psikomotor (tingkah laku). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan sangat berperan dalam menentukan sikap seseorang. Sikap (atittude)
terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Suatu sikap belum merupakan
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Dari konsep di atas dapat kita lihat bahwa terbentuknya suatu perilaku baru
dimulai dari domain kognitif, subjek tahu terlebih dahulu tentang stimulus/objek
tertentu, kemudian menimbulkan pengetahuan baru dan selanjutnya menimbulkan
respons batin dalam bentuk sikap. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah
diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons yang lebih
jauh lagi yaitu tindakan. Begitu juga halnya dengan bidan praktek swasta,
pengetahuan mereka tentang inisiasi menyusu dini akan mempengaruhi sikap mereka
terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini tersebut. Kemudian pengetahuan yang
optimal dan sikap yang positif akan mempengaruhi tindakan bidan dalam
melaksanakan praktek inisiasi menyusu dini.
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka konsep
Keterangan: Penelitian ini tidak bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel
pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi Pengetahuan bidan
praktek swasta
Tindakan Pelaksanaan IMD
dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini
di Kota Medan tahun 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross
sectional yaitu untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan
program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah Kota Medan. Alasan pemilihan
lokasi ini adalah belum maksimalnya pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) di
Kota Medan, hal ini tergambar dari rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kota Medan
yaitu 1,32 % pada tahun 2009. Dimana inisiasi menyusu dini merupakan salah satu
indikator penting dalam keberhasilan ASI eksklusif.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli sampai dengan Desember
2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bidan praktek swasta yang
memiliki izin praktek di wilayah Kota Medan yang berjumlah 244 orang.
3.3.2. Sampel
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional sampel
Penarikan sampel dari masing-masing kecamatan tersebut dilakukan secara acak
sederhana (Simple Random Sampling) dengan tehnik undian.
Untuk menentukan besar sampel, dipergunakan rumus yang dikutip dari
Notoatmodjo, (2005) yaitu:
N n = ───────
1+N (d2)
Dimana:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Maka:
244 N = ─────── 1+244 (0,12)
244 = ───── 1+2,44
= 70,93 = 71
Berdasarkan rumus di atas besar sampel seharusnya adalah 71 orang, tetapi
setelah dilakukan penarikan sampel secara proporsional dari tiap-tiap kecamatan di
Kota Medan, maka besar sampel penelitian menjadi 69 orang .
Berikut ini uraian sampel yang terpilih dari masing-masing kecamatan di
Tabel 3.1. Nama Kecamatan dan Jumlah Sampel yang Diambil
NO Kecamatan Populasi Bidan Jumlah Sampel
1. Medan Kota 4 1
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta
yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada bidan praktek swasta dengan
menggunakan kuesioner yang telah disusun. Disamping itu data tentang tindakan
bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini juga diperoleh dari partograf yang
biasanya harus diisi oleh para bidan praktek swasta dalam setiap pertolongan
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh langsung dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan yang berupa data bidan praktek swasta serta
data cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan, sedangkan
gambaran umum wilayah penelitian diperoleh dari profil Kota Medan tahun 2009.
3.5. Definisi Operasional
1. Pengetahuan bidan praktek swasta adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
bidan praktek swasta tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD).
2. Sikap bidan praktek swasta adalah merupakan reaksi atau respon yang positif
atau negatif dari bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu
dini (IMD).
3. Tindakan inisiasi menyusu dini adalah merupakan perbuatan atau aktifitas
nyata yang memenuhi standard praktek, yang dilakukan oleh bidan praktek
swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini.
3.6. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah mengukur setiap variabel yang ada yaitu:
1. Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan bidan dilakukan melalui 10 pertanyaan yang bersifat
tertutup dan terdiri dari 3 pilihan. Jawaban diukur secara skoring, skor 2 (dua)
untuk jawaban yang paling benar, skor 1 (satu) untuk jawaban yang mendekati
benar dan skor 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Total skor keseluruhan adalah
20 (duapuluh). Untuk nomor 1, 2, 7, dan 8, jawaban a diberikan skor 2 (dua),
6 dan 9, jawaban a diberikan skor 1 (satu), jawaban b diberi skor 2 (dua), dan
jawaban c diberi skor 0 (nol). Untuk nomor 4, 5, dan 10, jawaban a diberikan
skor 0 (nol), jawaban b diberi skor 1(satu), dan jawaban c diberi skor 2 (dua).
selanjutnya pengetahuan responden diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori,
(Machfoedz, 2009):
a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 20 (skor > 15)
b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 20 (skor 11-15)
c. Rendah, jika nilai (skor) < 55% dari total nilai 20 (skor <11)
2. Sikap
Pengukuran sikap bidan dilakukan dengan memberikan 10 pertanyaan yang
bersifat tertutup, dan terdiri dari 5 pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pertanyaan nomor
1,2,4,7 dan 9 merupakan sikap positif dan nilai setiap jawaban yang diberikan
adalah SS=5, S=4, R=3, TS=2, STS=1 sedangkan pertanyaan nomor 3, 5, 6, 8
dan 10 merupakan sikap negatif dan setiap jawaban diberi skor SS=1, S=2, R=3,
TS-4 dan STS=5. Total skor yang tertinggi adalah 50. Selanjutnya sikap
dikategorikan atas (Machfoedz, 2009):
a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 20 (skor > 15)
b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 20 (skor 11-15)
3. Tindakan
Pengukuran tindakan bidan dilakukan dengan memberikan 8 pertanyaan yang
bersifat tertutup yang terdiri dari 2 pilihan yang telah diberi bobot. Total skor
tertinggi 8, setiap pertanyaan memiliki 2 pilihan dengan kriteria sebagai berikut:
- Jawaban ya (a) diberikan nilai (skor) = 1
- Jawaban tidak (b) diberikan nilai (skor) = 0
Berdasarkan total skor jawaban dari 8 pertanyaan, maka digolongkan dalam 3
(tiga) kategori yaitu:
a. Baik, jika nilai (skor) > 75% dari total nilai 8 (skor > 6)
b. Sedang, jika nilai (skor) 55-75% dari total nilai 8 (skor 4-6)
c. Rendah, jika nilai (skor) <55% dari total nilai 8 (skor < 4)
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan diolah berdasarkan tahapan sebagai berikut:
1. Editing (pemeriksaan data)
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atas
pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat
kesalahan maka data harus dilengkapi dengan cara wawancara kembali.
2. Coding (pemberian code)
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual.
3. Tabulating yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan dalam tabel-tabel
Data diolah dengan menggunakan software SPSS 15,0. Selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel distribusi, kemudian dianalisa secara deskriptif untuk melihat
bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Medan merupakan Ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki
areal seluas 265,10 km2. Secara administratif Kota Medan dibagi atas 21 kecamatan
yang mencakup 151 kelurahan. Sebagai Ibu kota Provinsi, fasilitas kesehatan di Kota
Medan sudah cukup memadai dan relatif tersebar di seluruh kecamatan. Fasilitas
kesehatan tersebut meliputi 39 puskesmas, 40 puskesmas pembantu, 191 balai
pengobatan umum, 147 rumah bersalin, dan 47 rumah sakit. Selain itu didapati 244
bidan praktek swasta yang memiliki izin praktek di wilayah Kota Medan
4.2.Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, lama
praktek, dan pernah/tidaknya mendapatkan pelatihan inisiasi menyusu dini (IMD).
Distribusi karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. yaitu:
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Pendidikan Lama Praktek dan Pelatihan IMD) di Kota Medan Tahun 2010 No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase
Lanjutan Tabel 4.1
No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase
3. Lama Praktek :
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa umur responden yang paling
banyak adalah kelompok umur 26-30 tahun dan 36-40 tahun yaitu masing-masing
sebesar 23,2%, dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 21-25 tahun yaitu
sebesar 2,9%. Semua responden merupakan lulusan dari progam pendidikan
kebidanan dengan tingkat pendidikan D-I Kebidanan sebesar 14,5% dan D-III
Kebidanan sebesar 85,5%. Berdasarkan lama praktek responden, yang paling banyak
adalah 1-5 tahun yaitu sebesar 31,5% dan yang paling sedikit adalah >30 tahun yaitu
sebesar 2,9%. Sedangkan responden yang telah mendapatkan pelatihan inisiasi
menyusu dini (IMD) hanya sebesar 24,6% dan selebihnya sama sekali belum pernah
mendapatkan pelatihan IMD.
4.3. Perilaku Responden Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
Perilaku responden yang diteliti meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan
4.3.1. Pengetahuan Responden
Pengetahuan responden adalah segala sesuatu yang diketahui responden
tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD), yang terdiri dari pengertian IMD,
waktu pelaksanaan IMD, tata laksana IMD, manfaat IMD, tata laksana IMD pada
operasi caesar, keuntungan IMD bagi ibu, defenisi colostrum, hubungan IMD
dengan ASI eksklusif dan manfaat ASI bagi bayi.
Tingkat pengetahuan responden dikategorikan baik apabila responden dapat
menjawab pertanyaan lebih dari 75% dengan benar, dikategorikan sedang apabila
responden dapat menjawab pertanyaan 55-75% dengan benar, dan dikategorikan
rendah apabila hanya dapat menjawab pertanyaan kurang dari 55% dengan benar.
Berikut ini adalah distribusi frekwensi tingkat pengetahuan responden tentang
pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010
No Pengetahuan Jumlah Persentase
1. Baik 63 91.3
2. Sedang 6 8.7
3. Rendah 0 0,0
Total 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
responden dikategorikan baik yaitu sebesar 91,3%. Tingkat pengetahuan responden
tersebut dikategorikan berdasarkan jawaban-jawaban responden yang dapat
menggambarkan pengetahuan mereka tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini.
Di bawah ini adalah distribusi jawaban responden berdasarkan pengetahuan
Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010
No. Pengetahuan Jawaban Jmlh %
1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Bayi menyusu sendiri segera setelah lahir
b. Kemampuan bayi untuk menyusu sendiri c. Bayi menyusu sampai 6 bulan
68
a. Segera setelah bayi lahir, kemudian langsung melakukan IMD
b. Setelah lahir
c. Setelah bayi dibersihkan, ditimbang dan diukur, baru melakukan IMD.
60
IMD a. Setelah lahir, memotong tali pusat bayi, kemudian dilakukan IMD
b. Begitu lahir bayi dikeringkan kecuali tangannya, memotong tali pusat, bayi ditengkurapkan di perut ibu dan dibiarkan mencari puting susu ibu
c. Bayi diletakkan di dada ibu dan menyodorkan puting susu ke mulut bayi.
35
Manfaat IMD a. Membantu ibu menyusui bayinya b. Bayi mendapatkan kolostrum
c. Bayi mendapatkan kolostrum, mencegah hypothermi, membuat ibu dan bayi merasa tenang.
a. Tidak usah IMD karena ibu masih lemah b. Bayi ditengkurapkan di dada ibu dan
dibiarkan mencari sendiri puting susu ibu.
c. Sama dengan partus normal, tetapi jika keadaan ibu tidak memungkinkan, IMD dilakukan dalam kesempatan tercepat.
1
a. Dapat mencegah perdarahan
b.Membantu pengeluaran plasenta,
mengurangi perdarahan dan merangsang
3
53
4,3
Lanjutan Tabel 4.3
No Pengetahuan Jawaban Jmlh %
c. Merangsang hormon progesteron yang berguna mengeluarkan plasenta dan memperbanyak ASI
13 18,8
Total 69 100,0
7. Definisi
Kolostrum a. Cairan kental berwarna kekuningan yang keluar pertama kali sampai hari ke-3
setelah kelahiran
b. ASI yang pertama kali keluar setelah kelahiran
c. Cairan kotor yang harus dibuang.
68
a. Bayi yang melakukan IMD dapat dengan mudah menyusu kemudian
b. IMD dapat meningkatkan keberhasilan menyusu
c. Tidak berhubungan sama sekali
67
ASI eksklusif a. Pemberian ASI 0-6 bulan
b. Pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain sampai usia 6 bulan
c. Pemberian ASI pada bayi yang berusia 0-6 bulan dan dapat diberi susu formula
0
b. tidak jauh beda dengan susu formula c. Memenuhi kebutuhan gizi anak
d. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan meningkatkan kecerdasan anak
0
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa mayoritas bidan dapat menjawab
pertanyaan dengan benar, meskipun masih didapati 1,4% responden yang
beranggapan bahwa IMD pada operasi caesar tidak perlu dilakukan, terdapat 50,7%
bidan yang beranggapan bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang
agar bayi tidak kurang gizi. Tetapi dari distribusi jawaban di atas dapat kita lihat
bahwa semua responden (100%) mengetahui manfaat ASI bagi bayi yaitu untuk
meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan meningkatkan kecerdasan anak.
4.3.2. Sikap Responden
Sikap adalah pendapat atau respon positif maupun negatif dari bidan praktek
swasta terhadap pelaksanaan program inisiasi menyusu dini. Pengukuran sikap
responden dilakukan dengan menggunakan Skala Likert, yang meliputi sangat setuju,
setuju, ragu-ragu, tidak setuju atau sangat tidak setuju terhadap item-item pernyataan
yang diberikan peneliti tentang pelaksanaan kegiatan inisiasi menyusu dini.
Sikap responden dikategorikan baik apabila responden dapat menjawab
pertanyaan lebih dari 75% dengan benar, dikategorikan sedang apabila responden
dapat menjawab pertanyaan 55-75% dengan benar, dan dikategorikan rendah apabila
hanya dapat menjawab pertanyaan kurang dari 55% dengan benar.
Distribusi frekwensi sikap bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan
program inisiasi menyusu dini dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Pelak-sanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di Kota Medan Tahun 2010
No Sikap Jumlah Persentase
1. Baik 31 44,9
2. Sedang 38 55,1
3. Rendah 0 0,0
Total 69 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa mayoritas responden memiliki sikap
dengan kategori sedang yaitu sebesar 55,1%, dan tidak ada responden yang memiliki