• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi senyawa aktif antioksidan dari ekstrak Etil Asetat Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi senyawa aktif antioksidan dari ekstrak Etil Asetat Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN

DARI EKSTRAK ETIL ASETAT HERBA

KEMANGI (

Ocimum americanum

L.)

SKRIPSI

NURUL KOMARIAH

NIM. 109102000067

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN

DARI EKSTRAK ETIL ASETAT HERBA

KEMANGI (

Ocimum americanum

L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NURUL KOMARIAH

NIM. 109102000067

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)

HALAMAIY PER}TYATAAN ORISINALITAS

Skripst inl adalah haril karya sendiri,

dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Nurul Komari*h

h[IM

: 109102fiX)067

TandaTangau

: &

Tanggal

: 23 Oktober 2013

,€

!

t

I t I

Er:'

*-?'''

I ..

i

I /-I

I: lr r|.

(4)

N*rf

NIM

Program Stndi Judul Skripsi

Nurul Komariah 109102m0057

Farmasi

Isolasi Senyawa

At*if

Antioksidan dari Ekshak

Etil

Asetat Hefta Kffilangi (Acirutm srwricfrin

t

Linn)

Disetdui Oleh:

Pembimbing

I

Pembimbing

II

hf,Dr.

Atiek"Soemiatl MSi.. Apt

Mengetahui,

Kefila Program. Surdi Farmssi FKIK UIN Syarif llidayatdlah Jakarta

(5)

x

Nurul Komariah

109102000067 Farmasi

Isolasi Senyawa

Aktif

Antioksidan

dari Ekstak Etil

Asetat Herba Kanangi (Ocimum americanum Linn)

Eka Puti, M.Si.,Apt.

Ptof. fh. Atiek Soemiati, M.Si., Apt ( Skripsi ini diajukan oleh :

Nama

NIM

Program Studi Judul Skripsi

Pembimbing

I

Pembimbing

II

Penguji

I

Penguji

II

Putri Ameliq M. Farm., Apt.

Zilhdia,M.Si., Apt.

Telah berhasil dipertahankrn

di

hldapan Ilewan Penguji

dan diterima

scbagei bagian perryrmten

yrng

diperlukan

untuk

memperoleh gelar Sarjana

Famasi pada Program Studi

f,'armasi Fakultas Kcdokteran dan Ilmu Kesehatln, Univeroitas Islrm Negeri (Uff$ Syarif Hidayatullah Jnkarta

DEWAI\I PENGUJI

Ditetapkan

di

: Jakarta
(6)

Program studi : Farmasi

Judul skripsi : ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETIL ASETAT HERBA KEMANGI (Ocimum americanum Linn)

Tanaman kemangi (Ocimum americanum Linn) termasuk famili Lamiaceae yang memiliki manfaat besar bagi kesehatan karena mengandung aktivitas antimikroba, analgetik dan anti-inflamasi serta antioksidan yang dapat mencegah iskemia. Telah dilaporkan bahwa kandungan kimia dari spesies Ocimum americanum Linn adalah karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi senyawa aktif antioksidan dan menentukan struktur senyawa dari ekstrak etil asetat herba kemangi (Ocimum americanm Linn). Aktivitas antioksidan dari ekstrak etil asetat herba kemangi (Ocimum americanum Linn) ditentukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Isolasi senyawa dilakukan dengan teknik kromatografi kolom dan penentuan struktur molekul dilakukan dengan metode spektrum FTIR dan spektrum Nuclear Magnetic Resonance proton dan karbon (1H-NMR dan 13C-NMR). Dari hasil kromatografi kolom didapatkan satu senyawa murni yang berhasil diisolasi yaitu stigmasterol. Senyawa stigmasterol memiliki rumus molekul C29H48O.

(7)

Program study : Pharmacy

Tittle : ISOLATION OF AN ANTIOXIDANT ACTIVE COMPOUND FROM ETHYL ACETAT EXTRACT OF KEMANGI HERB (Ocimum americanum Linn)

Kemangi ( Ocimum americanum Linn ) plant a including Lamiaceae family which has much benefits for health as antimicroba, analgetic, anti-inflamantory and antioxidant that prevented ischemia. It has been reported that the chemical contents of Ocimum americanum Linn species carbohydrate, phytosterol, alkaloid phenolic compounds, tannin, lignin, saponin, starch, saponin, flavonoid terpenoid, and antraquinon. This research aimee to carry out the isolation of an antioxidans active and to determined the structure of the compound from ethyl acetate extract of kemangi (Ocimum americanm Linn). Antioxidans activity of ethyl asetat extract was determined by DPPH method (1,1-diphenyl-2-pikrilhidrazil). Isolation of compound made with a chromatography column technique and the determination of the molecular structure was done by FTIR and nuclear magnetic resonance spectra of proton and carbon (1H-NMR and 13C-NMR). A pure compound that can be isolated by using cromatography column was stigmasterol. Stigmasterol compount having C29H48O as the molecular formula.

(8)

Segala puji penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan yang begitu besar. Shalawat dan salam

semoga selalu tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW yang

membawa petunjuk dan suri tauladan bagi umat manusia, semoga kelak kita semua mendapat

syafaat beliau.

Skripsi dengan judul: “ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETIL ASETAT HERBA KEMANGI (Ocimum americanum Linn)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program

studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah

sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang membantu dan

memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan

penghargaan, penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Jannatun Naim dan Ibu Ruhbaniah, kedua orang tua tercinta yang tiada

henti-hentinya mendoakan di setiap waktunya, memberikan kasih sayang, motivasi,

semangat dan nasihat, tanpa Bapak dan Ibu penulis tidaklah memiliki arti apa-apa.

Adik tersayang M. Fajri Assiddiq dan Marwiyah yang selalu memberikan dukungan,

semangat dan keceriaan, serta untuk kelurga besar yang tak pernah lupa memberikan

doa dan semangat.

2. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Diknas Sumatera Selatan serta jajaran

pengurus program Santri Jadi Dokter, selaku pemberi beasiswa sehingga penulis

dapat menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Prof. Dr. Atiek

Soemiati, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing 2. Terimaksih atas segala bimbingan,

arahan dan kesabaran dalam membimbing hingga skripsi ini selesai. Semoga Allah

membalas amal baik ibu.

(9)

Jakarta.

6. Bapak dan ibu staff pengajar dan karyawan yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Terimah kasih kepada teman-teman seperjuangan penelitian kemangi Ira, Rani, Zil,

Alfrida yang telah banyak membantu selama penelitian.

8. Terimah kasih kepada teman seperjuangan penelitian isolasi Agung, Mila, Ferry,

Zaky yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

9. Rekan-rekan Santri Jadi Dokter (SJD-Sumsel), AS_SHOF Muba, teman-teman

Farmasi 2009 yang selalu memberikan dukungan, semangat perjuangan serta

pengalaman kebersamaan yang tak ternilai. Untuk Tika, Kiki, Rani, Vita, Maharani,

dkk terima kasih atas segala semangat, dukungan, keceriaan dan kebersamaan yang

tak terlupakan, sukses untuk kita semua. Serta semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat dan dapat memberi sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan bagi pembaca pada umumnya yang mempergunakannya terutama

untuk proses kemajuan pendidikan.

Jakarta, 09 Oktober 2013

(10)

b

Sebagai sivitas akademik Universitas

Islam Negeri

ruf$

Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

NIM

Program Studi Fakultas Jenis Karya

Nurul Komariah

109102000067 Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Skripsi

Demi pengembangan

ilmu

pengetahuan, saya menyetujui skripsilkarya ilmiah saya dengan judul:

ISOLASI SEI{YAWA AKTIF AI\TIOKSIDAN DARI EKSTRAK

ETIL ASETAT HERBA KEMANGI (Ocimum americanun Linn)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat

di

: Jakarta

Pada Tanggal :23 Oktober 2013

Yang menyatakan,

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. PERUMUSAN MASALAH ... 3

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 3

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Deskripsi Tanaman Kemangi ... 4

2.1.1 Taksonomi ... 4

2.1.2 Sinonim ... 4

2.1.3 Morfologi ... 5

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran ... 5

2.1.5 Kandungan Kimia ... 5

2.1.6 Khasiat ... 6

2.2 EKSTRAKSI ... 6

2.3 METODE EKSTRAKSI ... 7

(12)

2.5.2 Kromatografi Lapis Tipis ... 11

2.5.3 Identifikasi Kromatografi ... 15

2.5.4 Kromatografi Kolom ... 15

2.6 ELUSIDASI STRUKTUR ... 16

2.6.1 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)... 16

2.6.2 Nuclear Magnetic Resonance (NMR) ... 16

2.7 ANTIOKSIDAN ... 19

2.8 RADIKAL BEBAS ... 19

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan... 20

2.11.1 Metode DPPH ... 20

2.11.2 Mekanisme Kerja Antioksidan dengan Metode DPPH ... 21

2.11.3 Metode Reducing Power ... 22

2.11.4 Metode Linoleat-Tiosianat ... 23

2.11.5 Metode Aktivitas Penghambat Radikal Nitrat Oksida ... 23

2.11.6 Metode Aktivitas Penghambat Radikal Hidroksil ... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Tempat dan Waktu ... 24

3.2 Alat dan Bahan ... 24

3.2.1 Alat ... 24

3.2.2 Bahan Uji... 24

3.2.3 Bahan Kimia ... 24

3.3 Prosedur Kerja ... 25

3.3.1 Pengujian Karakteristik Ekstrak ... 25

3.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat ... 25

3.3.3 Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan dengan Kolom ... 25

3.3.4 Identifikasi Senyawa Murni ... 27

3.3.5 Penentuan Struktur Senyawa Murni ... 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

(13)

4.4 Hasil Uji Kemurnian Isolat ... 37

4.5 Hasil Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni ... 38

4.5.1 Hasil Spektrum FTIR ... 38

4.5.2 Hasil Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR) ... 39

4.5.3 Hasil Nuclear Magetic Resonance (1H-NMR) ... 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

(14)
[image:14.595.114.513.145.578.2]

Halaman

Gambar 2.1. Tanaman kemangi ... 4

Gambar 2.2. Mekanisme DPPH akseptor ... 21

Gambar3.1. Gambar KLT 2 dimensi ... 27

Gambar4.1. Hasil uji kualitatif antioksidan ekstrak etil asetat ... 30

Gambar4.2. Profil KLT ekstrak etil asetat fraksi no 1-37 ... 33

Gambar4.3. Profil KLT ekstrak etil asetat fraksi no 33-57 ... 34

Gambar4.4. Profil KLT ekstrak etil asetat fraksi gabungan ... 35

Gambar 4.5. Profil KLT ekstrak etil asetat fraksi no 1-37 kolom II ... 35

Gambar 4.6. Profil KLT ekstrak etil asetat fraksi no 22-40 kolom II ... 36

Gambar 4.7. Profil KLT ekstrak eil asetat fraksi no 40-57 kolom II ... 37

Gambar 4.8. Hasil KLT 2 dimensi isolat murni ... 38

(15)

Halaman

Tabel4.1. Data karakteristik ekstrak etil asetat ... 29

Tabel4.2. Hasil isolasi ekstrak etil asetat kolom I ... 32

Tabel 4.3. Hasil isolasi kromatografi kolom II ... 33

Tabel 4.4. Hasil spektrum FTIR ... 39

Tabel 4.5. Data geseran kimia 13C-NMR ... 40

Tabel 4.6. Data geseran kimia 1H-NMR ... 41

Tabel 4.7. Perbandingan serapan spektrum FTIR ... 42

Tabel 4.8. Perbandingan data pergeseran kimia 13C-NMR ... 43

[image:15.595.111.515.160.575.2]
(16)

Halaman

Lampiran 1. Skema Kerja ... 52

Lampiran 2. HasilSpektrum FTIR ... 53

Lampiran 3. Hasil Spektrum 1H-NMR ... 54

Lampiran 4. HasilSpektrum13C-NMR ... 61

Lampiran 5. Ekstrak Etil Asetat Herba Kemangi ... 69

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk

dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Survei tentang obat di Amerika

Serikat yang diakui oleh Food and Drug Administration AS pada periode

1983-1994 menunjukkan bahwa 157 dari 520 (30%) jenis obat berasal dari bahan alam

atau turunannya, dimana 61% senyawa antikanker yang diakui juga berasal dari

bahan alam atau turunannya (Fajriah dkk, 2007). Di dunia terdapat 119 senyawa

yang digunakan sebagai bahan obat yang berasal dari 90 spesies tumbuhan,

dimana 77%-nya ditemukan sebagai hasil penelitian tumbuhan yang didasarkan

pemakaiannya secara tradisional (etnomedical) (Fajriah dkk, 2007).

Adanya kesadaran masyarakat terhadap mutu dan nilai kesehatan telah

menyebabkan kembali bergulirnya trend yang disebut dengan gerakan kembali ke

alam atau back to nature. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas dari semakin

banyaknya penelitian mengenai obat tradisional, banyaknya produk

obat-obatan tradisional yang beredar di masyarakat, juga dengan semakin

bertambahnya jumlah rumah sakit yang mengembangkan sistem pengobatan yang

terpadu antara pengobatan barat dengan pengobatan timur (salah satunya adalah

dengan obat tradisional) (Shadia, Aziz, Omer Sabra, 2007; Wossa, Rali,

Leach, 2008).

Banyaknya tumbuhan mengandung senyawa antioksidan misalnya senyawa

golongan fenolik, flavonoid dan xanton. Senyawa ini dapat digolongkan sebagai

antioksidan alami (Efendi, 2007).

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat laju oksidasi molekul

lain atau menetralisir radikal bebas (Fajriah dkk, 2007). Tubuh kita memerlukan

suatu antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal

bebas mengingat begitu banyaknya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh

yaitu berupa makanan yang banyak mengandung bahan pengawet, pewarna, asam

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan radikal ultraviolet. Emisi kendaraan bermotor dan industri, asap rokok

serta pelepasan senyawa kimia reaktif ke alam merupakan penyumbang

radikal bebas yang cukup besar (Zuhra, Tarigan, Sihotang, 2008; Parwata,

Ratnayani, Listya, 2010). Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan

antioksidan eksogen (Sunarni, Pramono, Asama, 2007).

Antioksidan dapat diperoleh dalam bentuk sintetik dan alami. Akan

tetapi kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik menjadikan

antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih. Antioksidan alami mampu

melindungi tubuh terhadap kerusakan oleh spesies oksigen reaktif, mampu

menghambat penyakit degeneratif serta menghambat peroksidasi lipid pada

makanan. Tumbuhan merupakan sumber antioksidan alami dan umumnya

merupakan senyawa fenolik yang tersebar pada bagian tumbuhan baik pada

kayu, biji, daun, buah, akar, bunga, maupun serbuk sari (Sunarni, Pramono,

Asmah, 2007; Putra, Al Fatra, Bachtiar, 2010).

Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai antioksidan adalah

Ocimum spp. (genus selasih) yang merupakan suku Labiatae (Silva et al.,

2008). Genus Ocimum merupakan famili laminaceae, yang terdiri lebih dari

50 sampai 150 jenis yang terbesar di daerah tropis dan subtropis Asia, Afrika

sampai Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Shadia, Aziz, Omer Sabra,

2007).

Dalam penelitian ini metode uji antioksidan yang akan dipilih adalah

metode peredaman radikal bebas 1,1-dipenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), karena

metode ini adalah metode yang memerlukan sedikit sampel, sederhana,

mudah, cepat dan peka untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari

senyawa bahan alam (Hanani dkk, 2005).

Di Indonesia genus Ocimum yang dikenal adalah O. Gratissimum (O.

viridiflorum. Roth) atau dengan bahasa daerah selasih Mekah, selasi Jambi,

ruku-ruku rimba (O. canum Sims (O. africanum Lour, O. americanum L., O.

brachiatum Bulme) yang dikenal dengan kemangi, O. basilicum (selasih) dan

O. tenuiflorum (O. santum L.) atau ruku-ruku. Ocimum americanum

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

makanan, O. basilicum, O. minimum, dan O. gratissimum sebagai penghasil

minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai pestisida alami (Hadipoentyanti

dan Wahyuni, 2008).

Ocimum americanum L tumbuh liar di daerah yang tingginya kurang

dari 300 m di atas permukaan laut (Pitojo, 1996). Didalam Ocimum

americanum L. terkandung senyawa kimia alami yaitu minyak atsiri,

karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin, flavonoid,

terpeniod dan antrakuinon (Dhale, Birari, & Dhulgande, 2010; Sarma and

Babu, 2011). Minyak atsiri pada Ocimum americanum L. mengandung

komponen kamfor, metil sinamat, sitral, geraniol, limonen dan linalool

(Martono dkk., 2004; Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ekstrak

etil asetat herba kemangi memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50

yaitu 44,5145 ppm. Dari nilai IC50 tersebut maka ekstrak etil asetat herba

kemangi berpotensi sebagai antioksidan secara alami (Ikhlas N, 2013).

Berdasarkan hasil tersebut maka akan dilakukan isolasi lebih lanjut mengenai

senyawa aktif antioksidan dari ekstrak etil asetat dengan metode DPPH

(1,1-difenil-2-pikrihidrazil).

1.1. Perumusan Masalah

Senyawa apakah yang terkandung didalam ekstrak etil asetat herba kemangi

yang berpotensi sebagai antioksidan.

1.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengisolasi senyawa aktif antioksidan dari ekstrak etil asetat herba

kemangi.

1.3. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai senyawa antioksidan

yang terkandung didalam ekstrak etil asetat herba kemangi yang aktif sebagai

(20)

4

2.1. Deskripsi Tanaman Kemangi 2.1.1 Taksonomi

Taksonomi tanaman kemangi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Family : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum americanum Linn

[image:20.595.110.516.163.559.2]

(USDA, 2012)

Gambar 2.1 Tanaman kemangi

Sumber : Koleksi Pribadi (Depok, 14/02/2013)

2.1.2 Sinonim

Ocimum americanum L dikenal dengan Hoary basil, Wild basil, dan Lemon

basil. Indonesia: kemangi, serawung, selasih putih. Malaysia: selaseh, kemangi,

ruku-ruku. Thailand: Maenglak. Vietnam: rau h[us]ng (Siemonsma, J.S Piluek,

(21)

2.1.3 Morfologi

Tumbuhan Ocimum americanum L. memiliki morfologi yang sama dengan

Ocimum basilicum namun memiliki bentuk bunga sedikit lebih kecil dan lebih

berambut. Pada batang terdapat bulu terutama pada tanaman muda. Bentuk batang

muda Ocimum spp. pada dasarnya ada yang bulat atau persegi, berwarna hijau.

Helai daun bulat telur, (1-1,7 cm x 5-10 mm), tepi daun bergerigi kecil,

permukaan daun berbulu halus, lateral 4 atau 5 pasangan. Bunga kecil, berwarna

putih dengan benang sari menonjol. Kelopak dan mahkota lebih pendek

dibandingkan dengan spesies yang lain. Mahkota bunga dan kotak sari berwarna

putih. Bentuk biji bulat telur, warna biji cokelat-hitam dengan berat 100 butir

0,091-0,125 gram (Hadipoentyanti Wahyuni, 2008).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Ocimum americanum L. adalah tanaman tahunan yang tumbuh liar dan

dibudidayakan di daerah tropis dan sub tropis seperti di Asia dan Afrika. Tumbuh

kurang lebih 300 m di atas permukaan laut (Pitojo, 1996).

2.1.5 Kandungan Kimia

Kandungan kimia pada Ocimum americanum L. adalah minyak atsiri,

karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin,

flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale et al., 2011). Minyak atsiri pada

Ocimum americanum L. mengandung komponen kampor, metil sinamat, sitral,

geraniol, limonen dan linalool (Martono dkk., 2004; Hadipoentyanti dan

Wahyuni, 2008).

Berdasarkan penapisan fitokimia dari ekstrak alkaloid, air, kloroform dan

petroleum eter, Ocimum americanum L mempunyai senyawa kimia golongan

alkaloid, senyawa fenol, tanin, lignin, amilum, saponin, flavonoid, fitosterol,

minyak atsiri, antrakuinon dan terpenoid (Dhale, Birari, Dhulgande, 2010;

Sarma Babu, 2011).

Biji Ocimum americanum L mengandung planteose dan asam lemak seperti

asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam linoleat serta polisakarida yang

(22)

2011), sedangkan bagian daunnya mengandung asam ursolat merupakan senyawa

penting yang memiliki potensial sebagai antiinflamasi, antioksidan, antirematik,

antivirus, dan antitumor (Silva et al., 2008).

2.1.6 Khasiat

Di indonesia tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) dapat

dimanfaatkan untuk beberapa kegunaan antara lain sebagai aneka sayur, ramuan

minuman penyegar, dan obat kelainan tubuh. Pucuk daun kemangi dapat

dimanfaatkan untuk ulam guna menambah selera makan, sedang daunkemangi

dapat digunakan untuk bumbu masak, penyedap pepes ikan, dll. Biji kemangi

dapat dimanfaatkan untuk membuat ramuan minuman penyegar yang dapat

dimanfaatkan untuk menekan dahaga dan pendingin rasa perut. Daun kemangi

digunakan untuk mengobati demam, peluruh air susu kurang lancar, dan rasa

mual. Biji kemangi digunakan untuk mengobati sembelit (Pitojo, 1996).

Penelitian tentang aktivitas biologi herba kemangi (Ocimum americanum L)

juga banyak di laporkan. Pada ekstrak Ocimum americanum L memiliki aktivitas

sebagai analgetik dan anti-inflamasi, antioksidan yang dapat mencegah ischemia

(Behera, Panigrahi, Ramani, Babu, Choudhury, 2012), dan dapat melawan

bakteri gram negatif dan gram positif (Dhale, Birari, Dhulgande, 2010).

Menurut literatur Ocimum americanum L memiliki aktivitas antimikroba.

Dari pengujian farmakologi, kandungan minyak atsirinya mempunyai aktivitas

antibakteri, antifungi dan antituberkular terhadap mikroba patogen pada manusia

(Thaweboon dkk, 2009).

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes

RI, 2000).

Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan prinsip

(23)

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar

(Depkes RI, 2000).

2.3. Metode Ekstraksi (Depkes RI, 2000) a. Ekstrak dengan Menggunakan Pelarut 1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

organik dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama dan

seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut organik yang selalu baru sampai

sempurna (ehaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut organik pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbesar yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut organik yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinyu

(24)

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC

selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30oC) dan temperatur

sampai titik didih air.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak, antara lain : (Depkes RI, 2000)

1. Faktor Biologi

a. Identifikasi jenis (spesies). Jenis tumbuhan dari sudut keragaman

hayati dapat dikonfirmasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi

jenis (spesies).

b. Lokasi tumbuhan asal. Lokasi berarti faktor eksternal, yaitu

lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa

energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik

dan anorganik).

c. Periode pemanenan hasil tumbuhan. Faktor ini menentukan kapan

senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari proses

biosintesisnya.

d. Penyimpanan bahan tumbuhan. Merupakan faktor eksternal yang dapat

diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya

kontaminasi.

(25)

2. Faktor Kimia

a. Faktor internal, yaitu jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi

kualitatif senyawa aktif, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total

rata-rata senyawa aktif.

b. Faktor eksternal, yaitu metode ekternal, perbandingan ukuran alat

ekstraksi, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan,

kandungan logam berat dan pestisida.

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter

standar non speksifik (Depkes RI, 2000).

- Parameter Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif

dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung

terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi :

1. Identitas

2. Organoleptik

3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

4. Uji kandungan kimia ekstrak

- Parameter Non Spesifik Esktrak (Depkes RI, 2000) :

Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,

mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan

stabilitas. Parameter non spesifik ekstrak meliputi :

1. Kadar abu

2. Bobot jenis

3. Kadar air

4. Sisa pelarut

(26)

6. Cemaran aflatoksin

7. Cemaran logam berat

2.5 Metode Isolasi

Suatu ekstrak yang telah dihasilkan dari suatu protokol ekstraksi yang sesuai

dan pengujian aktivitas biologi telah dilakukan dalam bioassay (contohnya

aktivitas antibakteri), langkah selanjutnya adalah fraksinasi ekstrak menggunakan

metode pemisahan sehingga komponen biologis aktif dapat diisolasi (Heinrich, et

al., 2004).

Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang

bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni.

Tumbuhan mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit

sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi senyawa

metabolit sekunder,karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kandungan senyawa dari tumbuhan untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu

senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha isolasi senyawa tertentu maka

dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi

tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan

sebaliknya senyawaa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.

(Harborne, 1987)

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunkan salah satu dari keempat teknik kromatografi atau gabungan teknik

tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kertas (KKt),

kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi

kinerja tinggi (KCKT) (Harborne, 1987).

2.5.1 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase

atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah

tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan

adanya perbedaan dan adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul

atau kerapatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau

(27)

memisahkan campuran senyawa berdasarkan perbedaan waktu huni komponen

campuran dalam sistem fase diam dan fase gerak (Hostettman, et al., 1995).

Fase gerak membawa zat terlarut melalui fase diam dengan kecepatan

tergantung pada daya ikat setiap zat terlarut terhadap kedua fase. Zat terlarut yang

lebih kuat terikat pada fase gerak dari fase diam. Fase diam bertindak sebagai zat

penjerap seperti alumina, silika gel, dan resin penukar ion atau bertindak

melarutkan zat terlarut seperti pada kromatografi kertas (Harborne, 1996).

Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-komponen

dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik komponen yang akan

dipisahkan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase, yaitu

fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile).

Menurut (Ardianingsih, 2009), Persyaratan utama kromatografi antara lain:

1. Ada fase diam dan fase gerak. Fase diam tidak boleh bereaksi

dengan fase gerak.

2. Komponen sampel harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi

dengan fase diam.

3. Fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase

diam harus terikat kuat di posisinya.

2.5.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia.

Lapisan yang memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisahkan adalah berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita.

Setelah pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler.

Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Sudjadi, 1983).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan

preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik

dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam campuran dan

menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif.

(28)

sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi

tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya (Townshend,

1995).

Kromatografi lapis tipis (KLT) mempunyai banyak keuntungan, misalnya

peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan

daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1983). Kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan,

kecepatan, dan kepekaannya (Harborne, 1987). KLT merupakan teknik yang

benar-benar menguntungkan karena tingkat sensitifitasnya sangat besar dan

konsekuensinya jumlah sampel lebih sedikit (Brain & Turner, 1975).

Pada semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan

merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak dalam KLT (Sudjadi,

1983).

Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai

ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan

deteksi bercak (Gandjar & Rohman, 2007). Laju pergerakan fase gerak terhadap

fase diam dihitung sebagai retardation farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan

membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang

ditempuh oleh fase gerak (Gandjar & Rohman, 2007).

Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT

merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut

organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh,

dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gritter, et al., 1991). Adsorben umumnya

digunakan dalam KLT meliputi partikel silika gel ukuran 12 µm, alumina, mineral

oksida, silika gel dengan ikatan kimia, selulosa, poliamida, polimer penukar ion,

silika gel, dan fase kiral (Gocan, 2002).

a) Silika gel

Silika gel adalah yang paling banyak digunakan sebagai adsorben dan

fase stasioner yang dominan untuk KLT. Sebagian besar analisis KLT

dilakukan dengan menggunakan fase normal lapisan silika gel.

Fase diam ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar.

(29)

sedikit asam. Silika gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk

memperkuat pelapisannya pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya

lapisan tipis digunakan kaca dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau

5x10 cm. pendukung yang lain berupa lembaran alumunium atau plastik

seperti ukuran di atas yang umumnya dibuat oleh pabrik.

Silika gel kadang-kadang ditambah senyawa fluoresensi, agar bila

disinari dengan sinar UV dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga

dikenal dengan silika gel GF254 yang berarti silika gel dengan fluoresen

yang berpendar pada 254 nm. Silika gel untuk fase non polar terbuat dari

silika yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin,

minyak silikon raber gom, atau lilin, dengan fase gerak air yang bersifat

polar dapat digunakan sebagai eluen. Fase diam ini dapat memisahkan

banyak senyawa namun elusinya sangat lambat dan keterulangannya

kurang bagus (Sumarno,2001).

b) Alumina

Alumina merupakan adsorben yang paling banyak digunakan dalam

KLT. Alumina dibuat dari aluminium hidroksida oleh calciation pada suhu

500°C (Gocan, 2002). Fase diam ini bersifat sedikit basa, lebih jarang

digunakan. Saat akan digunakan harus diaktifkan kembali dengan

pemanasan. Alumina yang digunakan sebagai fase diam untuk KLT

umumnya yang bebas air, sehingga mempunyai aktivitas penjerapan lebih

tinggi (Sumarno, 2001).

c) Perlit Mineral

Adsorben baru untuk KLT, yang dibuat dengan mengkonversi SiO2

(70-75%) ke silikat yang larut dengan Na2CO3. Sebuah demonstrasi dari

pemisahan pewarna, asam amino, asam karboksilat, mono dan disakarida,

dan ion halida menggunakan lapisan bahan dicampur dengan CaSO4 dan

(30)

d) Kiselgur

Fase diam ini sebenarnya merupakan asam silika yang amorf, berasal

dari kerangka diatomeae, maka lebih dikenal dengan nama tanah

diatomeae, kurang bersifat adsorptif dibanding silika (Sumarno, 2001).

e) Magnesium silikat

Fase diam ini hanya digunakan bila adsorben atau penjerap lain tidak

dapat digunakan. Nama lain dalam perdagangan dikenal dengan floresil

(Sumarno, 2001). Floresil (magnesium silikat) adalah endapan silika dan

magnesium. Sifat dan aplikasi dari floresil pada KLT dan KCKT ditinjau

dan dibandingkan dengan adsorben lainnya (Gocan, 2002).

f) Selulosa

Polaritasnya tinggi dapat digunakan sebagai pemisah secara partisi,

baik dengan bentuk kertas maupun bentuk lempeng. Kedua bentuk

tersebut masih sering digunakan untuk pemisahan flavonoid. Ukuran

partikel yang digunakan kira-kira 50 μm, maka elusinya lebih lambat.

Fase diam ini sekarang sudah diganti dengan bubuk selulosa yang dapat

dilapiskan pada kaca seperti halnya fase diam yang lain sehingga lebih

efisien dan lebih banyak digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa

polar atau isomer (Sumarno, 2001).

g) Resin

Fase diam resin digunakan pada KLT penukar ion. Resin merupakan

polimer dari stirendivenil yang mengalami kopolimerisasi, bersifat non

polar. Fase diam ini sangat berguna untuk memisahkan senyawa berbobot

molekul tinggi dan bersifat amfoter seperti asam amino, protein, enzim,

nukleotida. Sebagai fase gerak digunakan larutan asam kuat atau basa

(31)

2.5.3 Identifikasi Kromatografi

Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna pada

kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan

penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm)

atau jika senyawa itu dapat dieksitasi pada radiasi UV gelombang pendek dan

gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap

atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan

kuat ± di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis

menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,

2005).

Nilai Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan

harga-harga standar. Nilai-nilai Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran

tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun demikian daftar dari

harga-harga untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh

(Sastrohamidjojo, 2005).

2.5.4 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak

berdasarkan adsorpsi dan partisi (Gritter, et al., 1991). Kromatografi kolom

membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya

fase diam dan yang lainnya fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui

media, hingga terpisah dari zat terlarut lain yang terelusi lebih awal atau akhir.

Umunya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut

berbentuk cairan atau gas yang disebut pelarut (Harborne, 1987).

Pada kromatografi kolom, tabung pemisah diisi penjerap. Penjerap yang

(32)

dan merata. Penjerap dapat dikemas dalam tabung dengan cara basah maupun

kering (Harborne, 1987). Cara basah, silika gel terlebih dahulu dijenuhkan dengan

cairan pengelusi yang akan digunakan. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom

melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit, sambil kran kolom

dibuka.

Kemudian pelarut dialirkan hingga silika gel mampat. Setelah silika gel

mampat, pelarut dibiarkan mengalir hingga batas adsorben. Kemudian kran

ditutup dan sampel dimasukkan, sampel yang dimasukkan terlebih dahulu

dilarutkan dalam pelarut hingga diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian

sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit

demi sedikit hingga semua sampel masuk. Selanjutnya kran dibuka dan diatur

tetesannya, serta ditambahakan dengan cairan pengelusi. Tetesan yang keluar

ditampung sebagai fraksi-fraksi (Gritter, et al., 1991).

Sedangkan cara kering, yaitu dengan memasukkan silika gel ke dalam

kolom yang telah diberi kapas sedikit demi sedikit dan diratakan dengan alat

pemampat kemudian ditambahkan dengan cairan pengelusi (Gritter, et al., 1991).

2.6Elusidasi Struktur

Elusidasi struktur umumnya menggunakan teknik spektroskopi klasik seperti

spektrometri masaa (SM), resonansi magnetik inti (RMI). Langkah pertama,

bagaimanapun harus memperoleh rekaman spektrum sinar inframerah dan

ultraviolet untuk menentukan adanya konjugasi kelompok fungsional tertentu

dalam suatu molekul (Heinrich, 2004).

2.6.1 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara energi cahaya dan

materi. Warna-warna yang nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat adalah

akibat-akibat absorpsi energi oleh senyawa organik maupun anorganik, yang

merupakan perhatian primer bagi ahli kimia organik ialah fakta bahwa panjang

gelombang pada suatu senyawa organik menyerap energi cahaya, bergantung pada

struktur senyawa itu. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan

(33)

karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden,

1986).

Analisa spektroskopi inframerah mencakup beberapa metode yang

berdasarkan atas absorbsi atau refleksi dari radiasi elektromagnetik (Rousessac

dan Rousessac, 2000). Spektrum inframerah berada di antara daerah sinar tampak

dan daerah microwave. Daerah spektrum yang paling baik digunakan untuk

berbagai keperluan praktis dalam kimia organik adalah antara 4000-400 cm-1.

Rentang bilangan gelombang inframerah dibagi dalam tiga daerah, inframerah

jauh (200-10 cm-1), inframerah tengah (4000-200 cm-1) dan inframerah dekat

(12500-4000 cm-1) (Watson, 2009).

Dua jenis instrumen yang biasa digunakan untuk memperoleh spektrum

inframerah yaitu instrumen dispersi, yang menggunakan suatu monokromator

untuk memilih masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk

memantau intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel, dan instrumen

transformasi Fourier, yang menggunakan suatu interferometer. Instrumen

tranformasi Fourier menghasilkan sumber radiasi dengan masing-masing bilangan

gelombang dapat dipantau dalam 1 detik pulsa radiasi tanpa memerlukan

dispersi. Dalam suatu instrumen inframerah transformasi Fourier (Fourier

transform infrared, FT-IR), prinsipnya adalah monokromator digantikan oleh

suatu interferometer. Interferometer menggunakan cermin bergerak untuk

memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh satu sumber, sehingga

menghasilkan suatu interferogram yang dapat diubah dengan menggunakan suatu

persamaan yang disebut ‘Transformasi Fourier’ untuk mengekstraksi spektrum dari suatu seri frekuensi yang bertumpang tindih (Watson, 2009).

Spektroskopi FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi

inframerah diantaranya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara

serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit

komponen yang bergerak (Suseno dan Firdausi, 2008).

Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka

terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau

ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada

(34)

energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi

rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam keadaan diam, setiap

ikatan mempunyai frekuensi yang karakteristik untuk terjadinya vibrasi ulur

(stretching vibrations) dan vibrasi tekuk (bending vibrations) dimana sinar

inframerah dapat diserap pada frekuensi tersebut (Suseno dan Firdausi, 2008).

2.6.2 Nuclear Magnetic Resonance (NMR)

Radiasi pada daerah frekuensi radio digunakan untuk mengeksitasi

atom-atom, biasanya proton-proton atau atom-atom karbon-13, sehingga spinnya

berubah dari sejajar menjadi sejajar melawan medan magnet yang digunakan.

Rentang frekuensi yang dibutuhkan untuk eksitasi dan pola-pola pembagian

kompleks yang dihasilkan sangat khas pada struktur kimia molekul tersebut

(Watson, 2009).

Spektra NMR biasanya ditentukan dari larutan substansi yang akan

dianalisis. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak boleh mengandung atom

hidrogen pada pelarut karena akan mengganggu puncak spektrum. Ada dua cara

untuk mencegah ganggguan oleh pelarut. Kit dapat menggunakan pelarut seperti

tetraklormetana, CCl4 yang tidak mengandung hidrogen atau pelarut yang atom

hidrogennya telah diganti dengan isotopnya yaitu deuterium, sebagai contoh

CDCl3. Atom-atom deuterium mempunyai sifat megnetik yang sedikit berbeda

dengan hidrogen, sehingga mereka akan menghasilkan puncak pada area spektrum

yang berbeda (sudjadi, 1985).

2.7 Antioksidan

Dalam pengertian kimia, antioksidan adalah senyawa-senyawa pemberi

elektron, sedangkan dalam pengertian biologis antioksidan merupakan molekul

atau senyawa yang dapat meredam aktivitas radikal bebas dengan mencegah

oksidasi sel (Syahrizal, 2008). Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron

(electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi

mampu menginaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah

terbentuknya radikal (Winarsi, 2007).

Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga macam

(35)

a. Antioksidan primer

Berfungsi untuk mencegah terbetuknya radikal bebas baru.

Antioksidan yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim

superoksida dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel

dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.

b. Antioksidan sekunder

Berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta mencegah terjadinya

reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, misalnya

vitamin C, vitamin E, Cod Liver Oil,Virgin Coconut Oil dan betakaroten.

c. Antioksidan tersier

Berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena

serangan radikal bebas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis

enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA

pada penderita kanker (Winarsi, 2007).

Antioksidan sintesis memiliki efektifitas yang tinggi namun kurang aman

bagi kesehatan sehingga penggunaannya diawasi secara ketat di berbagai negara

(Pujimulyani, 2003). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi buah dan

sayuran yang cukup, berhubungan dengan tingkat kejadian yang lebih rendah

terhadap jenis penyakit seperti kanker dan kardiovaskuler. Antioksidan sintetik

yang diizinkan dan umum digunakan untuk makanan yaitu BHA, BHT, profil

galat dan tokoferol sedangkan antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan

adalah senyawa fenolat yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam

sinamat, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional (Isnindar dkk,

2011).

2.8 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu

atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang

tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari

pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada

(36)

salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh,

dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk, misalnya

ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses

metabolisme. Pada proses metabolisme ini, sering terjadi kebocoran elektron dan

mudah terbentuknya bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal

bebas. Misalnya hidrogen peroksida (Winarsi, 2007).

Radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya berperan dalam pemeliharaan

kesehatan karena sifatnya yang reaktif untuk mengikat atau bereaksi dengan

molekul asing yang masuk ke dalam tubuh. Ketidak seimbangan antara radikal

bebas dengan antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan terganggunya sistem

metabolisme, hal ini diakibatkan karena sifat radikal bebas yang dapat menyerang

lipid, DNA (deoxyribo necleic acid), dan protein komponen sel dan jaringan.

Radikal bebas merupakan Reactive Oxygen Species (ROS) yang akan menyerang

molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan

menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion superoksida (O2) dan

hidrogen peroksida (H2O2) yang sudah jelas sebelumnya, hidroksi bebas (OH),

asam hipoklorous (HOCl) dan peroksinitrat (ONOO) (Vimala et al., 2003).

2.9 Uji Aktivitas Antioksidan 2.9.1 Metode DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam (Blois, 1958). Radikal bebas yang biasa digunakan sebagai

model dalam mengukur daya penangkapan radikal bebas adalah DPPH yang

merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan sebagai

pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika disimpan

dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama

bertahun-tahun (Amelia, 2011). DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang

stabil dan apabila digunakan sebagai pereaksi cukup dilarutkan. Senyawa ini jika

disimpan dalam keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil

(37)

DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul

diamagnetik yang stabil (Blois, 1958). Interaksi antioksidan dengan DPPH baik

secara transfer elektron atau radikal hidrogen DPPH, akan menetralkan karakter

radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas menjadi

berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang

dan absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm. Perubahan ini dapat

diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang

ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Gurav, 2007).

Perubahan warna ungu DPPH menjadi warna ungu kemerahan

dimanfaatkan untuk mengetahui aktivitas senyawa antioksidan. Uji aktivitas

antioksidan dengan menggunakan metode DPPH menggunakan

1,1-difenil-2-pikrihidrazil sebagai radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan

hidrogen dari senyawa antioksidan, menjadi troloks, yang mengubahnya menjadi

1,1-difenil-2-pikrihidrazin (Ohtani et al., 2000).

% aktivitas penghambatan =

Keterangan : A0 merupakan absorban DPPH dan A1 merupakan absorban dari

[image:37.595.112.519.240.603.2]

sampel.

Gambar 2.2 Mekanisme DPPH Akseptor

(Sumber : Yuhernita dan Juniarti, 2011)

2.9.2 Mekanisme Kerja Antioksidan dengan Metode DPPH

1,1-difenil-2-pikrihidrazil (DPPH) merupakan radikal bebas yang stabil

(38)

mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam

(Simajuntak, Parwati, Lenny, Tamat, Murwani, 2004; Desmiaty, R.,R., 2008).

Radikal bebas DPPH akan ditangkap oleh senyawa antioksidan melalui reaksi

penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas untuk

mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya menjadi difenil pikril hidrazin

(DPPH-H). Radikal ini mempunyai kereaktifan rendah, sehingga dapat

mengurangi radikal bebas yang bersifat toksik (Simajuntak, Parwati, Lenny,

Tamat, & Murwani, 2004; Cholisoh & Utami, 2009). DPPH menerima elektron

atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi

antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen ada

DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Simanjuntak,

Parwati, Lenny, Taman, & Murwani, 2004; Cholisoh & Utami, 2009).

2.9.3 Metode Reducing Power

Metode Reducing Power merupakan metode yang digunakan untuk

mengukur kekuatan reduksi suatu sampel. Metode ini dilakukan berdasarkan

kemampuan suatu senyawa dalam mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Antioksidan

dalam sampel akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dengan memberikan sebuah

elektron. Jumlah kompleks Fe2+ dapat diketahui dengan mengukur formasi Perl’s

Prussian blue pada panjang gelombang 700 nm. Meningkatnya absorban pada

700 nm menjadi indikasi meningkatnya kemampuan mereduksi dari antioksidan

(Ebrahimzadeh dkk, 2008).

Metode ini dapat dilakukan dengan mencampurkan 1 mL larutan larutan

sampel dengan 2,5 mL PBS 0,2 M pH 6,6 dan 2,5 mL larutan [K2Fe(CN)6] 1%.

Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 50oC selama 20 menit. Ditambahkan 2,5

mL larutan CCl3COOH 10% dan disentrufuge selama 10 menit. Dipipet

masing-masing sebanyak 2,5 mL lapisan atas larutan untuk setiap konsentrasi dan

dicampurkan dengan air suling sebanyak 2,5 mL dan 0,5 mL larutan FeCl3 0,1%.

Didiamkan selama 10 menit. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang

(39)

2.9.4 Metode Linoleat-Tiosianat

Dalam metode linoleat-tiosianat ini, sebagai sumber radikal adalah asam

linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Radikal merupakan senyawa

oksidator. Radikal ini akan mengoksidasi ion fero (dari feroklorida) menjadi ion

feri yang dengan adanya ion tiosianat akan menghasilkan kompleks feri-tiosianat

yang berwarna merah dan dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang

490 nm (Rohman dan Riyanto, 2005).

2.8.5. Metode Aktivitas Penghambat Radikal Nitrat Oksida

Oksida nitrat karena memiliki elektron yang tidak berpasangan, maka

diklasifikasikan sebagai radikal bebas dan menunjukkan reaktivitas yang penting

dengan jenis tertentu dari protein dan radikal bebas lainnya. Penghambatan secara

in-vitro dari radikal nitrat oksida juga diukur sebagai aktivitas antioksidan.

Metode ini didasarkan pada inhibisi dari pembentukan radikal nitrat oksida yang

dihasilkan dari natrium nitropusid dalam dapar garam dan diukur dengan pereaksi

Griess. Dengan adanya penghambat, absorbansi dari kromofor diukur pada

panjang gelombang 546 nm. Aktivitas ini menunjukkan sebagai reduksi dari nitrat

oksida (Shivaprasad dkk, 2005).

2.9.6 Metode Aktivitas Penghambat Radikal Hidroksil

Kapasitas penghambat radikal hidroksil ekstrak secara langsung

berhubungan dengan aktivitas antioksidan. Metode ini melibatkan pembentukan

secara in-vitro dari radikal menggunakan Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2 dengan

menggunakan reaksi Fenton. Penghambatan radikal hidroksil ini dengan adanya

antioksidan diukur. Dalam salah satu metode radikal hidroksil yang terbentuk

secara oksidasi dibuat untuk bereaksi dengan DMSO (dimethyl sulphoxide) untuk

menghasilkan formaldehid. Formaldehid yang terbentuk menghasilkan warna

kuning yang intens dengan reagen Nash (ammonium asetat 2M dengan asam

asetat 0,05 M dan aseton asetil 0,02 M dalam aquadest). Intensitas warna kuning

yang terbentuk diukur pada 412 nm dengan spektrofotometri terhadap blanko

negatif. Aktifitas ini dinyatakan sebagai % penghambatan radikal hidroksil

(40)

3.1 Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium

Analisis Obat dan Pangan Halal, dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi

Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian ini berlangsung selama 6 bulan,

yaitu pada bulan Maret 2013- Agustus 2013.

3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, beker

gelas, corong, seperangkat alat kromatografi kolom, Jasco FTIR-6100, NMR

(JEOL JNM EX-400 FTNMR), Spektrofometri UV (Hitachi Type U2910),

Kromatografi lapis tipis, cawan penguap, hot plate (Wiggen Hauser), tanur, vial,

pipet tetes, mikro pipet, alat semprot, label, batang pengaduk, spatula, tabung

reaksi, pipa kapiler, camber KLT, timbangan dan alat-alat gelas lainnya.

3.2.1 Bahan Uji

Sampel yang digunakan adalah ekstrak etil asetat herba kemangi (Ocimum

americanum Linn) seberat 364 gram beserta wadahnya yang diperoleh dari

Laboratorium Penelitian 1 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2.3 Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, n-heksan,

metanol, etanol, etil asetat, aquades, metanol grade HPLC, DPPH, kapas,

aquadest, silika gel 60 (0,063-0,200 MM) for CC, lempeng KLT Silica gel 60

(41)

3.3 PROSEDUR KERJA

3.3.1 Pengamatan Karakteristik Ekstrak

a. Identitas

Ekstrak dideskripsikan tata nama yang meliputi nama ekstrak nama latin

tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan.

b. Organoleptis

Ekstrak dideskripsikan dengan menggunakan pancaindera untuk mengetahui

bentuk, warna, bau, dan rasa.

3.3.2 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat secara Kualitatif Menggunakan KLT

Uji kualitatif antioksidan dilakukan dengan menggunakan kromatografi

lapis tipis (KLT). Ekstrak etil asetat dilarutkan didalam pelarut etil asetat,

kemudian dibuat larutan DPPH dengan konsentrasi 0,04% dalam 20 mL metanol

dengan cara menimbang 8 mg serbuk DPPH, kemudian dilarutkan dalam 20 mL

metanol pro analisis. Ekstrak yang telah dilarutkan ditotolkan ke plat KLT yang

telah disiapkan sebelumnya. Setelah penotolon selesai, plat KLT dielusi didalam

chamber dengan fase gerak n-heksan etil asetat dengan perbandingan 65:35.

Setelah itu dikeringkan selama 10 menit dan kemudian diseprot dengan penampak

bercak DPPH 0,04% hingga plat KLT terbasahi. Plat KLT yang telah disemprot

dibiarkan selama 30 menit dalam ruangan tertutup. Selanjutnya dilihat pola bercak

yang memberikan aktivitas antioksidan pada plat KLT, dengan melihat perubahan

warna bercak menjadi kuning terang.

3.3.3 Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan dengan Kromatografi Kolom

Ekstrak etil asetat yang positif mengandung senyawa antioksidan

dilakukan fraksinasi dengan metode kromatografi kolom. Kolom kromatografi

yang digunakan memiliki ukuran tinggi 100 cm dan diameter 5 cm. Kolom

kromatografi disiapkan dan dipasang dengan menjepit kolom menggunakan statif.

Setelah itu silika gel dimasukkan ke dalam kolom sampai setengah dari kolom

(42)

mengetahui berapa banyak silika yang terpakai untuk kolom kromatografi. Setelah

dilekuarkan dan ditimbang berat silika yang terpakai adalah 247 gram. Tahap

selanjutnya kolom kromatografi disumbat bagian bawahnya dengan menggunakan

kapas. Setelah itu pelarut n-heksan dimasukkan ke dalam kolom dan kapas

ditekan-tekan agar tidak ada gelembung udara yang terjerap.

Silika gel seberat 247 gram dibuat bubur silika dengan ditambahkan

pelarut n-heksan dan diaduk hingga menjadi bubur. Bubur silika gel dimasukkan

ke dalam kolom kromatografi secara perlahan-lahan. Setelah itu kolom dialiri

dengan pelarut n-heksan, pelarut n-heksan yang menetes ditampung, kemudian

dimasukkan kembali ke dalam kolom sambil diketuk-ketuk sampai silika gel

mampat. Tahap selanjutnya, ekstrak etil asetat sebanyak 35 gram dicampur

dengan silika gel sebanyak 15 gram untuk preadsorbsi. Ekstrak dimasukkan ke

dalam kolom dan permukaan atas ekstrak ditutup dengan kapas.

Kemudian dibuat sistem fase gerak dengan komposisi n-heksan dan etil

asetat dengan berbagai perbandingan. Sistem fase gerak yang digunakan adalah

sistem gradien. Fraksinasi pertama dilakukan dengan mengaliri kolom dengan

fase gerak n-heksan 100%. Pelarut yang menetes dari kolom ditampung dalam

vial yang sebelumnya telah ditimbang dan diberi nomor. Penggantian gradien fase

gerak dilakukan ketika gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri

kolom. Jumlah perbandingan pelarut n-heksan dan etil asetat yang digunakan

selannjutnya adalah 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, sampai etil asetat

100%.

Fraksinasi dilakukan hingga fase gerak yang digunakan telah mencapai

gradien akhir yaitu etil asetat 100%. Pada tahap akhir kromatografi kolom, kolom

dicuci dengan mengaliri pelarut metanol 100% untuk membersihkan silika gel

dari sisa ekstrak yang masih menempel.

Fraksi-fraksi yang diperoleh ditampung dan kemudian diuapkan

menggunakan rotary evaporator. Seluruh fraksi yang diperoleh diidentifikasi

dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen n-heksan-etil asetat dengan

berbagai perbandingan. Kemiripan bercak yang timbul pada lempeng diamati baik

secara langsung maupun di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 serta

(43)

digabung menjadi satu. Fraksinasi dilakukan kembali sampai didapatkan hasil

berupa isolat murni.

3.3.4 Identifikasi Senyawa Murni

Identifikasi kemurnian senyawa dengan menggunakan 2 metode antara lain

kromatografi lapis tipis 2 dimensi (KLT 2 dimensi) dan uji titik leleh.

1. Kromatografi Lapis tipis 2 dimensi (KLT 2 Dimensi)

Dibuat plat KLT dengan bentuk bujur sangkar yang setiap sisinya memiliki

ukuran 5 cm. Kemudian kristal dilarutkan dengan etil asetat dan ditotolkan pada

salah satu sisi plat dengan pipa kapiler, selanjutnya plat KLT dielusi dengan fase

gerak n-heksan dan etil asetat (65:35) dan dibiarkan kering sesaat. Kemudian

plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan menggunakan fase gerak

yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV dan disemprot dengan pereaksi

DPPH 0,04%.

2. Uji Titik Leleh

Pengujian titik leleh dengan menggunakan alat melting point. Satu kristal

jarum panjang dari isolat dimasukkan ke dalam pipa kapiler yang telah ditutup

pada salah satu ujungnya kemudian diketuk-ketuk hingga kristal turun ke bawah.

Selanjutnya Pipa kapiler dimasukkan ke dalam alat melting point dan temperatur

dinaikkan secara perlahan-lahan. Lazimnya setiap menit temperatur dinaikkan

sebanyak 10C. Titik leleh ditandai pada saat kristal mulai meleleh hingga meleleh

sempurna. Senyawa dikatakan murni apabila memiliki titik leleh dengan rentang ±

[image:43.595.112.510.218.563.2]

20C.

(44)

3.3.4 Penentuan Struktur Senyawa Murni

Penentuan struktur Molekul dilakukan dengan menggunakan 3 instrumen

antara lain, FTIR, 1H-RMI dan 13C-NMR.

3.3.4.1FTIR

Isolat murni sebanyak 0,5 mg, dicampur dengan KBr sebanyak 50 mg dan

digerus homogen. Pada alat terlebih dahulu dilakukan baseline dengan blanko

yang digunakan adalah udara. Sampel diletakkan ke dalam sel KBr dan

dimasukkan ke dalam alat dengan lubang mengarah ke sumber radiasi kemudian

dilakukan analisis.

3.3.4.2 1H-NMR dan 13C-NMR

Isolat murni dilarutkan dalam kloroform dan dilakukan analisis dengan 1

(45)
[image:45.595.107.527.167.513.2]

4.1. Karakteristik Ekstrak

Tabel 4.1 Data karakteristik ektrak herba Ocimum americanum L

Karakteristik Hasil Karakteristik

a. Identitas :

- Nama ekstrak

- Nama latin tanaman

- Bagian tanaman yang

digunakan

- Nama Indonesia

- Ekstrak etil asetat herba kemangi

- Ocimum americanum Linn

- Herba

- Kemangi

b. Organoleptik :

- Bentuk

- Warna

- Bau

- Kental

- Hijau kecoklatan

- Menyengat (Aromatis)

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat secara Kualitatif Menggunakan KLT

Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya senyawa antioksidan

dalam ekstrak etil asetat herba kemangi (Ocimum americanum Linn) adalah

metode DPPH dengan alasan bahwa metode ini memiliki kelebihan yaitu

analisisnya mudah, cepat, dan efisien serta memungkinkan mengetahui adanya

senyawa yang bersifat sebagai antioksidan yang dapat dilihat secara visual. Hasil

uji akivitas antioksidan ekstrak etil asetat secara kualitatif menggunakan KLT

(46)

Dari hasil uji aktivitas antioksidan, ekstrak etil asetat menunjukkan adanya

aktivitas antioksidan. Hal ini diketahui dengan melihat bercak setelah disemprot

dengan DPPH, dimana bercak yang dihasilkan berwarna kuning dengan latar

belakang ungu yang diduga menunjukkan adanya senyawa yang aktif sebagai

antioksidan.

Prinsip pengujian antioksidan adalah reaksi penangkapan hidrogen da

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman kemangi ...............................................................
Tabel4.1. Data karakteristik ekstrak etil asetat ......................................
Gambar 2.1 Tanaman kemangi
Gambar 2.2 Mekanisme DPPH Akseptor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas biologi dan isolasi senyawa flavonoid Dari ekstrak etil asetat kayu akar nangka (artocarpus heterophyllus lamk).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Senyawa fraksi F2.D yang diperoleh dari ekstrak etil asetat tumbuhan paku. Nephrolepis falcata (Cav.)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari senyawa steroid fraksi etil asetat mikroalga Chlorella sp hasil pemisahan dengan KLTP dan identifikasi

Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari fraksi etil asetat ekstrak metanol-air daun waru gunung dengan cara ekstraksi menurut

Berdasarkan hasil penelitian uji mutu fisik granul ekstrak etanol daun kemangi ( Ocimum americanum L.) dengan variasi konsentrasi explotab ® didapatkan kesimpulan

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etil asetat pada daun sambiloto dengan menggunakan cara

Steroid adalah senyawa yang bersifat non polar, oleh karena itu pelarut yang digunakan untuk memaksimalkan penarikan steroid pada herba kemangi sebaiknya juga

Pada penelitian ini, ekstrak etanol herba kemangi dibuat dalam bentuk sediaan obat kumur, dan aktivitas antibakterinya dujikan terhadap Streptococcus mutans sebagai