• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia dan Standardisasi ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Simplisia dan Standardisasi ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN

STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL HERBA

KEMANGI

(Ocimum americanum L.)

SKRIPSI

NUR KHOIRANI

NIM : 109102000066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARDISASI

EKSTRAK ETANOL HERBA KEMANGI

(

Ocimum americanum L

.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NUR KHOIRANI

NIM : 109102000066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Nur Khoirani

Program Studi : Farmasi

Judul : Karakterisasi Simplisia dan Standardisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

Karakterisasi simplisia dan standardisasi ekstrak etanol herba kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai obat herbal telah dilakukan. Karakterisasi simplisia meliputi uji makroskopik pada tanaman segar dan uji mikroskopik pada serbuk simplisia. Standardisasi ekstrak etanol herba kemangi dilakukan berdasarkan parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Hasil pengujian parameter spesifik menunjukkan organoleptik ekstrak kental, berwarna coklat kehitaman, bau aromatis dan memiliki rasa kelat, dan agak sedikit pahit), dengan kandungan senyawa larut dalam air 11,30% ± 2,92% dan senyawa larut dalam etanol 69% ± 0,70%, dan hasil kandungan senyawa eugenol sebagai senyawa marker didalam ekstrak sejumlah 0,0215%. Hasil pengujian parameter non spesifik ektrak etanol herba kemangi menunjukkan kadar abu total 20,445% ± 0,233% dan kadar abu tidak larut asam 2,485% ± 0,07%, susut pengeringan 19,201% ± 0,0027%, kadar air 17,345% ± 0,488%, bobot jenis ekstrak 5% adalah 0,9312 ± 0,0025, total cemaran bakteri 44,670 x 102 koloni/g, total cemaran kapang 10* koloni/g, dan pada pengujian aflatoksin didalam ekstrak hasilnya negatif. Pada pengujian logam berat didapatkan logam timbal 0,007733 x 10-4 mg/kg, cadmium 0,00477x 10

-4

mg/kg, arsen 0,002396 µg/kg. Dari data yang dihasilkan, ekstrak memenuhi persyaratan secara umum sebagai bahan baku obat yang berasal dari bahan alam.

(7)

Name : Nur Khoirani

Program Study

: Pharmacy

Tittle : Characterization of Simplicia and Standardization of Ethanol Extract Kemangi Herb (Ocimum americanum L.)

Characterization of simplicia and standardization of ethanol extract kemangi herb (Ocimum americanum L.) as medicine have been done. Characterization of simplicia was based on general literature of kemangi plants. Result of characterization simplicia includes macroscopic test of plants and microscopic test of simplicia powder. The standardization of ethanol extract kemangi herb based on common standards parameters of medicinal plant extract. Result of standardization specific parameters showed organoleptic extract thick, brown, aromatic ordor, and brace teste slightly bitter, which compound contents dissolved in water of 11.30% ± 2.92% and compound contents dissolved in ethanol of 69% ± 0.70%, and result of eugenol countent as marker compound in the extract was 0.0215%. Result of standardization non specific parameters tests showed total ash content of extract 20.419% ± 0.249% and ash content insoluble in acid was 2.485% ± 0.07%, the loss on drying 19.201% ± 0.0027%, the density of extract 5% was 0.9312 ± 0.0025, the total bacteria contamination 44.670 x 102 koloni/g, total mold and yeasts contamination 10* koloni/g, and the aflatoxin test in the extract was negative. The heavy metal tests resulted lead metal of 0.007733 x 10-4 mg/kg, cadmium 0.00477x 10-4mg/kg, and arsenic 0.002396 µg/kg. The result showed that extract fulfill the general requirements of medicine made by nature material.

(8)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena dengan segala rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan

judul “KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARDISASI EKSTRAK

ETANOL HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.)”. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi

Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis dan

Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dalam menjalani kehidupan

2. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negri

Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K Tajudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Jurusan Farmasi

5. Ibu Eka Putri, M.Si, Apt, dan ibu Sabrina, M.Farm, Apt, selaku pembimbing

yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dan dukungan

selama penulisan skripsi ini.

6. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatra Selatan, dan staf pengurus program beasiswa “Santri Jadi Dokter Provinsi Sumatra Selatan” yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memperoleh ilmu dan

pendidikan sehingga dapat saya pergunakan untuk pengabdian kepada

(9)

Kiki Chairani Saputri, Tika Widya Sari, Nurul Komariah, Vita Fitriah, Ira

Sukaina, Susilowati, Fitri Nurmayanti, Maharani, Seila Inayatullah, Rafita

Oktavia, Etika Rahmawati, Midun, Ani Oktavia, Inti Fikriah Salsabilah, yang

selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi untuk bisa lulus bareng, serta

trimakasih juga kepada adik-adik beasiswa SJD-Semsel atas doa dan

dukungannya.

8. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu tercinta yaitu Bapak Daharudin Dahamid dan

Ibu Nyayu Adawiyah yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang

tiada henti senantiasa mengiringi perjalan hidup ananda, serta dukungan

kapada ananda baik moril maupun material. Tiada apapun di dunian ini yang

dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah engkau

berikan. Kepada adik-adik ku yang paling aku sayangi Nova Dewi Yanti,

Taufik Hidayat, dan Dina Arwani yang telah banyak mengibur dan

memberikan doa dan semangat sehingga penulis dapat memyelesaikan skripsi

ini.

9. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga

penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Frmasi FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

10. Para staf dan karyawan program studi Farmasi. Staf Administrasi Farmasi,

kak pia dan Pak Rizal yang telah banyak membantu selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

11. Seluruh laboran, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken dan

Kak Ramamdi yang telah banyak mmembantu dalam penelitian ini.

12. Sahabat SUMSEL Program Stantri Jadi Dokter Angakatan Pertama yang

selama 4 tahun telah menjadi sahabat-sahabat yang paling baik. Rudi dan Aan

yang telah bersedia menemani ke BPPT dan LIPI. Ira, Vita, Nurul, Susi, dan

Maya sebagai teman-teman sperjuangan Farmasi. Kiki dan Tika teman kamar

yang selalu memberikan semangat.

13. Teman-teman seperjuangan penelitian kemangi Alfrida, Ira, Nurul, Zil, terima

(10)

15. Kepada teman-teman Rangers A4, terima kasih atas semangat, doa dan

kebersamaan, hiburan serta motivasi kepada penulis.

16. Buat yang terkasih, terima kasih atas do’a, dukungan, dan perhatiannya.

17. Kepada teman-teman Edta-C dan teman-teman Farmasi 2009, terimakasih

atas dukungan, semangat, doa, dan kerjasamanya selama ini.

18. Kepada adik-adik kelas atas dukungan dan doa tulus yang diberikan kepada

penulis. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan.Penulis hanya bisa berdoa semoga amal baik

dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Studi di

UIN Sarif Hidayatullah Jakarta ini mendapat balasan terindah dari Allah SWT.

Akhir kata kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari

penulis selaku manusia biasa, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

maupun bagi kita semua.

Jakarta, September 2013

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. ii

HALAM PERNYATAAN ORISINALITAS……….. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………. v

ABSTRAK………. vi

ABSTRACT………... vii

KATA PENGANTAR………... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….. xi

DAFTAR ISI……….. xii

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Deskripsi Tanaman Kemangi (Ocimum americanumL.)…………. 5

2.1.1 Taksonomi ……… 5

2.8 Parameter-parameter Standar Ekstrak………... 13

2.8.1 Parameter Spesifik Ekstrak………. 13

2.8.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak………. 14

2.9 Uraian Instrumen……….. 16

(13)

BAB 3 METODE PENELITIAN………. 19

3.3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia……… 20

3.3.3.1 Uji Makrokopik……… 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

4.1 Hasil Penelitian……….. 30

4.1.5.2 Analisis Komponen Senyawa Kimia dengan GCMS……….. 34 4.1.5.3 Penentuan Kadar Senyawa Marker (Eugenol) dalam Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)………... 36

4.1.6 Hasil Pengujian Parameter Non Spesifik……….. 37

4.2 Pembahasan……… 38

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………. 47

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Hasil Uji Makroskopik Herba Kemangi (Ocimum

americanumL.)………... 29

Tabel 4.2. Uji Mikroskopik pada Serbuk Herba Kemangi (Ocimum

americanumL.)………... 31

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Identitas Ekstrak, Organoleptik Ekstrak dan Kadar Senyawa yang Terlarut dalam Pelarut

Tertentu... 32

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kandungan Kimia dengan Penapisan

Fitokimia………... 33

Tabel 4.5. Hasil Analisis Komponen Senyawa Kimia Ekstrak

dengan GCMS………... 33

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tanaman Kemangi (Ocimum americanumL.)……… 6 Gambar 4.1. Kromatogram Sampel Ekstrak Etanol Herba

Kemangi (Ocimum americanum L)... 35 Gambar 4.2. Perbandingan Kromatogram Standar Eugenol dan

Kromatogram Sampel Ekstrak Etanol Herba

Kemangi (Ocimum americanumL.)…...……….. 36 Gambar 4.3. Hasil Kurva Kalibrasi dan Kadar Senyawa Eugenol

dengan GCMS…………..……… 37

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian……….. 53 Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Herba Kemangi (Ocimum

americanumL.)………... 54

Lampiran 3. Kemangi (Ocimum americanum L.)……… 55 Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol 70% Herba

Kemangi (Ocimum americanumL.)………...……. 56 Lampiran 5. Perhitungan Parameter Spesifik Ekstrak Etanol Herba

Kemangi (Ocimum americanumL.)………...……. 57 Lampiran 6. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Kemangi

(Ocimum americanumL.)…...……….... 61

Lampiran 7. Hasil data GCMS Komponen Senyawa Kimia Ekstrak

Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)…… 63 Lampiran 8. Perhitungan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol

Herba Kemangi (Ocimum americanumL.)………...….. 65 Lampiran 9. Hasil Uji Cemaran Mikroba dengan ALT…...……... 76 Lampiran 10. Hasil Uji Cemaran Kapang dan Khamir……...……... 77 Lampiran 11. Sertifikasi Hasil Pengujian Aflatoksin pada Ekstrak

Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanumL.)…….. 78 Lampiran 12. Hasil LCMS Ekstrak Etanol Herba Kemangi dan

Standar Aflatoksin B1………. 79

(17)

BAB 1

Ocimum memiliki banyak kegunaan untuk pengobatan dan sebagai tanaman

aromatik di banyak negara, antara lain Mesir, India, Yunani, Itali, Maroko, dan

negara-negara lainnya (Shadia, Aziz, Omer, & Sabra, 2007).

Di Indonesia genus Ocimum yang di kenal ada empat, yaitu; O. gratissimum

(O. viridiflorum. Roth), O. canum Sims (O. africanum Lour, O. americanum L.,

O. branchiatum Blume), O. basilicum, dan O. tenuiflorum (Oyen & Dung, 1999

dalam Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).

Ocimum americanum merupakan spesies dari ocimum famili lamiaceae

(labiatae). Ocimum americanum L. tumbuh liar dan menyebar di seluruh wilayah

tropis Asia dan Afrika (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994; Shadia, Aziz, Omer,

& Sabra, 2007). Ocimum americanum L. di Indonesia dikenal dengan kemangi.

Kemangi sering digunakan sebagai sayuran (lalapan) karena dapat meningkatkan

selera makan (Pitojo, 1996; Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008). Menurut catatan

Sudarman Mardi Siswoyo (1975), tanaman kemangi dapat dimanfaatkan sebagai

obat tradisional untuk mengobati berbagai kelainan tubuh, daun kemangi

digunakan untuk mengobati demam, peluruh air susu kurang lancar, dan rasa

mual. Sedangkan biji kemangi digunakan untuk mengobati sembelit (Pitojo,

1996).

Ocimum americanum L. mengandung senyawa kimia alami antara lain,

minyak atsiri, karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, fitosterol, tanin, lignin, pati,

saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale, Birari, & Dhulgande, 2010;

Sarma and Babu, 2011). Minyak atsiri merupakan komponen utama pada Ocimum

americanum L (Sarma and Babu, 2011). Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh

(18)

penyinaran) (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008). Senyawa minyak atsiri yang

paling utama pada Ocimum americanum adalah kamfor, metil sinamat, dan sitral

(Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994, Verma & Kotyal, 2012).

Banyak penelitian-penelitian tentang aktivitas farmakologi dari tanaman

kemangi (Ocimum americanum L.). Ekstrak hidroalkoholik dari daun Ocimum

americanum diteliti memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mencegah ischemia

(Behera, Panigrahi, Babu, & Ramani, 2012). Pada penelitian lain juga mengatakan

ekstrak petroleum eter, metanol, dan air dari tanaman kemangi (Ocimum

americanum L.)memiliki aktivitas analgetik-antinflamasi (Behera, Baidya, Satish,

Bilal, & Panda, 2011; Verma & Kothiyal, 2012). Selain itu, pada penelitian lain

juga mengatakan bahwa ekstrak air dari Ocimum americanum dapat digunakan

sebagai anti diabetes melitus (Verma & Kothiyal, 2012). Sedangkan minyak

atsirinya dapat memperlihatkan aktivitas melawan fungi yang bersifat patogen

pada manusia, melawan mikroorganisme oral, agrotis ipsilon (Lepidoptera :

Noctuide) (Ntezurubanza, L., 1986 dalam Shadia, Aziz, Omer, & Sabra, 2007;

Thaweboon, S & Thaweboon, B., 2009; Shadia, El-Aziz, Omer, & Sabra, 2007;

Verma & Kotyal, 2012).

Melihat besarnya potensi tanaman Ocimum americanum L. sebagai tanaman

obat, maka perlu dilakukan karakterisasi simplisia dan standardisasi ekstrak herba

kemangi sehingga dapat menetapkan mutu dan keamanan bahan bahan baku

ekstrak yang digunakan dalam menunjang kesehatan. Dampak positif

standardisasi sebenarnya menguntungkan semua pihak yakni konsumen,

pemerintah, bahkan produsen sendiri. Tujuan dari standardisasi sendiri adalah

menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal, menjaga

senyawa-senyawa aktif selalu konsisten terukur antara perlakuan, menjaga keamanan dan

stabilitas ekstrak/bentuk sedian terkait dengan efikasi dan keamanan pada

konsumen, dan meningkatkan nilai ekonomi (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

Dalam proses standardisasi herba kemangi (Ocimum americanum L.), di

perlukan bahan baku atau simplisia yang memenuhi syarat dalam monografi

terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia) dan ekstrak

yang memenuhi persyaratan dalam buku khusus monografi ekstrak tumbuhan

(19)

(Ocimum amerianum) belum tercantum dalam monografi terbitan resmi

Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia & Monografi ekstrak

tumbuhan obat). Oleh karena itu, diharapkan dengan dilakukannya karakterisasi

simplisia dan standardisasi ekstrak etanol herba kemangi (Ocimum americanum

L.) ini dapat dijadikan acuan sebagai parameter standar mutu ekstrak.

Pada pengujian standardisasi ini dilakukan ekstraksi herba kemangi

(Ocimum americanum L.) dengan menggunakan pelarut etanol. Etanol merupakan

pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (J.B. Harbone, 1987).

Pelarut organik selain etanol memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi

(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011). Selain itu, etanol juga memiliki kemampuan

menyari dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa nonpolar sampai dengan

polar (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dan belum adanya laporan penelitian

mengenai karakterisasi simplisia dan standardisasi ekstrak etanol herba kemangi

(Ocimum americanum L.), maka dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan

informasi sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil data karakterisasi simplisia dari herba kemangi (Ocimum

americanum L.) ?

2. Bagaimana hasil data standardisasi ekstrak etanol herba kemangi Ocimum

americanum L.) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan data karakterisasi simplisia tanaman herba kemangi (Ocimum

americanum L.).

2. Mendapatkan data parameter standardisasi ekstrak etanol herba kemangi

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilustrasi tentang

karakterisasi simplisia dan standardisasi herba kemangi (Ocimum americanum L.)

yang akan di gunakan sebagai bahan baku obat fitofarmaka atau minimal obat

herbal terstandar.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan penelitan adalah penentuan makroskopis dan mikroskopis simplisia

herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang mengacu kepada literatur secara

umum. Sedangkan untuk penentuan parameter spesifik dan non spesifik pada

ekstrak etanol herba kemangi (Ocimum americanum L.) mengacu kepada

Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Depkes 2000 dan buku

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

Ocimum americanum L. merupakan nama latin dari tanaman kemangi

(Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994; Pitojo, 1996; Hadipoentyanti dan Wahyuni,

2008). Ocimum americanum L. tumbuh liar dan menyebar di seluruh wilayah

tropis Asia dan Afrika (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994; Shadia, Aziz, Omer,

& Sabra, 2007).

Ocimum americanum termasuk kedalam genus ocimum famili lamiaceae

(Labiatae) telah digunakan sejak lama sebagai obat dan tumbuhan aromatik di

banyak negara, antara lain Mesir, India, Yunani, Itali, Marocco dan negara lainnya

(Shadia, Aziz, Omer, & Sabra, 2007; Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).

Lamiaceae adalah famili yang menghasilkan sejumlah besar taksa tanaman obat,

terutama karena kaya akan kandungan minyak atsirinya (Heinrich, Barnes,

Gibbons, & Wiliamson, 2010). Umumnya minyak atsiri terdapat di dalam kelenjar

epidermis. Sebagian besar kelompok famili lamiaceae ini berupa herba atau

semak pendek dengan batang muda sering bersudut empat (Heinrich, Barnes,

Gibbons, & Wiliamson, 2010).

2.1.1 Taksonomi

Menurut ilmu tumbuh-tumbuhan tanaman kemangi termasuk dalam

sistematika sebagai berikut:

a. Divisi : Spermatophyta

b. Sub-divisi : Angiospermae

c. Kelas : Dicotyledonae

d. Ordo : Amaranthaceae

e. Family : Lamiaceae atau Labiatae

f. Genus : Ocimum

g. Species : Ocimum americanum L.

(22)

Gambar 2.1. Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

Sumber : Koleksi pribadi

2.1.2 Sinonim

Ocimum americanum L. memiliki sinonim yaitu : Ocimum canum Sims,

Ocimum affricanum Lour, Ocimum brachiatum Blume (Siemonsma, J.S & Piluek,

K., 1994; Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).

2.1.3 Nama Daerah

Ocimum americanum di kenal dengan hoary basil, wild basil, dan lemon

basil. Indonesia: kemangi, serawung, selasih putih. Malaysia: selaseh, kemangi,

ruku-ruku. Thailand: Maenglak. Vietnam: rau h[us]ng (Siemonsma, J.S & Piluek,

K., 1994; Pitojo, 1996).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Ocimum americanum L. tumbuh liar dan menyebar di seluruh wilayah

tropis Asia dan Afrika. Tanaman asal dari Ocimum americanum L. belum

diketahui. Tanaman ini tersebar di wilayah Asia Tenggara di belahan benua, di

Indonesia dan Papua Nugini. Tanaman ini juga terkenal di wilayah tropis Amerika

dan beberapa pulau diwilayah Hindia Barat. Tumbuh kurang dari 300 m di atas

permukaan laut (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994; Pitojo, 1996; Shadia, Aziz,

(23)

2.1.5 Morfologi

Ocimum americanum L. merupakan tanaman berbatang tegak, tinggi

tanaman antara 0,3-0,6 m. Batang muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna

kecokelatan; tangkai daun berwarna hijau dan panjangnya antara 0,5-2 cm (Pitojo,

1996), bentuk batang mudanya persegi (Simoemonsma, J.S & Piluek, K., 1994).

Pada batang terdapat bulu terutama pada tanaman muda (Hadipoentyanti &

Wahyuni, 2008).

Daun Ocimum americanum berwarna hijau terang (Hadipoentyanti &

Wahyuni, 2008), helaian daun berbentuk bulat telur, ujungnya meruncing, tampak

menggelombang; pada sebelah menyebelah ibu tulang daun terdapat 3-6 tulang

cabang; tepi daun sedikit bergerigi (Pitojo, 1994); terdapat bintik-bintik serupa

kelenjar (Pitojo, 1996; Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).

Ocimum americanum berbunga semu terdiri dari 1-6 karangan bunga,

berkumpul menjadi tandan; terletak di bagian ujung batang, cabang, atau ranting

tanaman; panjang karangan bunga mencapai 25 cm dengan 20 kelompok bunga.

Daun pelindung elips atau bulat telur, panjang antara 0,5-1 cm. Kelopak bunga

hijau, berambut, di sebelah dalam lebih rapat dan bergigi tak beraturan. Daun

mahkota berwarna putih, berbibir dua. Bibir atas bertaju 4, bibir bawah utuh

(Pitojo, 1994). Tangkai kepala putik berwarna ungu, sedangkan tangkai kepala

sari dan tepung sari berwarna putih (Pitojo, 1996), jumlah putik 1, sedangkan

jumlah benang sari 4 (2 pendek, 2 panjang) (Martono, Hadipoentyanti, & Udamo,

2004; Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008). Tangakai dan kelopak buah letaknya

tegak, melekat pada sumbu dari karangan bunga. Biji buah Ocimum americanum

kecil, keras, berwarna kehitaman. Secara keseluruhan tandan bunga dan buah,

tanpak hijau keputihan dan tidak mencolok (Pitojo, 1996).

2.1.6 Kandungan Kimia

Kandungan kimia pada Ocimum americanum L. antara lain, minyak atsiri,

karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, fitosterol, lignin, pati, saponin,

flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale., et al, 2010; Sarma dan Babu, 2011).

Minyak atsiri pada Ocimum americanum L. mengandung komponen campor,

(24)

2004; Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008). Senyawa minyak atsiri yang paling

utama pada O. americanum adalah kamfor, metil sinamat, dan sitral (Siemonsma,

J.S & Piluek, K., 1994, Verma & Kotyal, 2012).

Menurut buku “Glossaary of indian medicinal Plants” kandungan kimia

utama dalam Ocimum americanum adalah minyak atsiri, flavonoid, dan

polisakarida. Senyawa penyusun minyak atsiri yaitu metil sinamat, metilheptenon,

metilnonilketon, d-camphor, citral, ocimin, metilchavicol, linalool, nevadensin,

slavigenin, beta-sitosterol, betulinat, ursolat, asam oleonolat. Sedangkan

flavonoids tersusun atas pectolinarigenin-7-metileter dan nevadensin. Polisakarida

tersusun atas xylosa, arabinosa, rhamnosa, dan asam galakturonat (Sarma dan

Babu, 2011).

2.1.7 Khasiat dan Kegunaan

Didalam pengobatan tradisional, O. americanum digunakan untuk

pengobatan penyakit ringan dimasyarakat. Jamu-jamuan O. americanum yang

direbus digunakan untuk obat batuk, daun yang dimemarkan kemudian di tempel

diatas dahi dapat meringankan radang selaput lendir di hidung dan tenggorokan,

sedangkan di tempel diatas dada dapat meringankan masalah pernapasan.

Tanaman keseluruhan (herba) dapat digunakan pada saat mandi yang berkhasiat

untuk pengobatan rematik, selain itu herba juga berhasiat untuk pengobatan batu

ginjal (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994).

Secara tradisional, biji kemangi dapat dimanfaatkan untuk membuat

ramuan minuman penyegar dapat dimanfaatkan untuk menekan dahaga dan

pendingin rasa perut, selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati sembelit

(Pitojo, 1996). Daun kemangi digunakan untuk mengobati demam, peluruh air

susu kurang lancar, dan rasa mual. Biji kemangi di gunakan untuk mengobati

sembelit (Pitojo, 1996).

Penelitian tentang aktivitas biologi herba kemangi (Ocimum

americanum/canum) juga banyak di laporkan. Pada ekstrak Ocimum americanum

memiliki aktivitas sebagai analgesik dan anti-inflamasi (Behera, Baidya, Satish,

(25)

Panigrahi, Babu, & Ramani, 2012), dan dapat melawan bakteri gram negatif dan

gram positif (Dhale, Birari, & Dhulgande, 2010).

Pada minyak atsiri Ocimum americanum, di teliti memiliki memiliki

aktivitas dapat melawan mikroorganisme oral (S. Thaweboon & B. Thaweboon),

Agrotis ipsilon (Lepidoptera : Noctuide) (Shadia, El-Aziz, Omer, & Sabra, 2007),

dapat digunakan sebagai insektisida nabati yang dapat melawan hama padi, dan

dapat digunakan sebagai alat antifungi yang aman yang dapat berfungsi sebagai

parameter indikasi percobaan fungi yang bersifat patogen (Verma & Kothiyal,

2012).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

Menurut “Materia Medika Indonesia” simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu; simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican (mineral).

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan

atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar

dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau

senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya

dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 1995 dalam Saifudin,

Rahayu, & Teruna, 2011).

2.3 Karakterisasi Simplisia

Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan dari tumbuhan

liar (wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan

karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara)

panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa

dalam produk hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai

berikut (Depkes RI, 2000) :

1) Genetik (bibit)

(26)

3) Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)

4) Panen (waktu dan pasca panen)

Besarnya variasi senyawa kandungan meliputi baik jenis ataupun kadarnya,

sehingga timbul jenis (species) lain yang disebut kultivar (Depkes RI, 2000).

Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat

menentukan mutu simplisia dalam artian, yaitu komposisi senyawa kandungan,

kontaminasi dan stabilitas bahan (Depkes RI, 2000).

Karakterisasi suatu simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang

akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang

tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Media

Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu

dsb.) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan

peraturan yang berlaku (Depkes RI, 2000). Karakterisasi simplisia meliputi uji

makroskopik, uji mikroskopik dan identifikasi simplisia (Depkes RI, 1995).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika

suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat (Depkes

RI, 2000). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua

cara yaitu ; cara dingin dan cara panas. Cara dingin terbagi menjadi dua yaitu;

maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas terbagi menjadi empat jenis yaitu;

refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Depkes RI, 2000).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar) (Depkes RI, 2000). Maserasi berasal dari bahasa latin macerase

berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling

sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari

sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan

kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang

masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Voigt,

(27)

Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan

berulang-ulang, upaya pengocokan ini dapat menjamin keseimbangan konsentrasi bahan

ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama

maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada

suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar

perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil

yang diperoleh (Voigt, 1994).

Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,

dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

2.5 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes RI, 1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental

dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya

kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%.

Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).

Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia.

Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan,

penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

Sedangkan faktor kimia yaitu: faktor internal (Jenis senyawa aktif dalam bahan,

komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar

total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan

ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang

digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida)

(28)

Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu ekstrak

yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu; kesahihan tanaman, genetik, lingkungan

tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen,

penangan pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan dan

pengeringan ekstrak, dan penyimpanan ekstrak (Saifudin, Rahayu, & Teruna,

2011).

2.6 Standardisasi

Standardisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode

analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan

mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap suatu

ekstrak alam (Saefudin et al., 2011).

Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang

terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi

obat herbal meliputi dua aspek :

1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa

yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang

dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa

aktif.

2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan

fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas missal

kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain.

2.7 Standardisasi Obat Herbal

Standardisasi obat herbal merupakan rangkaian proses melibatkan berbagai

metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik

dan mikrobiologi bersadarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap

suatu ekstrak alam atau tumbuhan obat herbal (Saifudin, Rahayu, & Teruna,

2011).

Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,

prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait

(29)

biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk

kefarmasian umumnya. Dengan kata lain, pengertian standardisasi juga berarti

proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak)

mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi dari

bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.

Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter standar

non spesifik (Depkes RI, 2000).

2.8 Parameter-parameter Standar Ekstrak

Parameter- parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan

parameter non spesifik

2.8.1 Parameter Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan

aspek kuantitatif kadar senyawa kima yang bertanggung jawab langsung terhadap

aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi :

1. Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : deskripsi tata nama, nama

ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika botani),

bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun dsb) dan nama Indonesia

tumbuhan.

2. Organoleptis : Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca

indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal yang

sederhana se-objektif mungkin

3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak dengan pelarut

(alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah

senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur

senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol.

(30)

4. Uji kandungan kimia ekstrak :

a. Pola kromatogram

Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga

memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan

gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola

kromatogram (KLT, KCKT). (Depkes, 2000)

b. Kadar kandungan kimia tertentu

Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa

kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi

instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut.

Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometri, kromatografi gas,

KCKT atau instrumen yang sesuai. Tujuannya memberikan data kadar

kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang

diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi. (Depkes, 2000)

2.8.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak (DEPKES RI,2000)

Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,

mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan

stabilitas (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

Parameter non spesifik ekstrak menurut buku “Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat” (Depkes RI, 2000), meliputi :

1. Bobot jenis

Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume yang diukur pada

suhu kamar tertentu (250C) yang menggunakan alat khusus piknometer atau

alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya masa

persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai

ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait

dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi (Depkes RI, 2000).

2. Kadar air

Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada

didalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau

(31)

3. Kadar abu

Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana

senyawa organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tingga

unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral

internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi

suatu ekstrak (Depkes RI, 2000).

4. Sisa pelarut

Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu

yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan

bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang

seharusnya tidak boleh ada (Depkes RI, 2000). Pengujian sisa pelarut berguna

dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi (Putri, E.,

anggraeni, & Khairina, 2012).

5. Cemaran mikroba

Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang

patogen secara secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan

jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak

mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena

berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan

(Depkes RI, 2000).

6. Cemaran aflatoksin

Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.

Aflatoksik sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik

(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutasi gen), tertogenik (penghambatan

pada pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan kanker pada

jaringan) (Rustian, 1993 dalam Arifini, H., Anggraini, Handayani, & Rasyid).

Jika ekstrak positif mengandung aflatoksin maka pada media pertumbuhan

akan menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin,

(32)

7. Cemaran logam berat

Parameter cemaran logam berat adalah penetuan kandungan logam berat

dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak

mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang telah

ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).

2.9 Uraian Instrumen

2.9.1 Spektroskopi Serapan Atom

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap

oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah

Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara

kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang

gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2004

dalam Arifiani, 2012).

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu

sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel (Underwood & Day, 2002).

Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem

optik untuk pengukuran sinyal (Willard, Merritt, Dean, & Settle, 1988).

Pada prinsipnya mekanisme kerja dari SSA ini adalah atom-atom suatu

logam diuapkan dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu pita radiasi sempit

yang dihasilkan oleh suatu lampu katode rongga. Kemudian, dilapisi dengan

logam tertentu yang sedang ditentukan, setelah itu diukur (Watson, DG., 2010).

Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang

lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini

dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini sampel diuapkan dan

didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum

pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai

(33)

a. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan meninggalkan

residu padat.

b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom- atom

penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.

Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih

tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu

memancarkan energy (Basset et al. 1994).

Aplikasi dalam penetapan kadar dengan menggunakan SSA ini, terutama

sering digunakan dalam uji batas untuk logam-logam didalam obat sebelum

dimasukan kedalam formulasi. Sampel biasanya dilarutkan dalam asam nitrat 0,1

M untuk menghindari pembentukan hidroksida logam dari logam berat, yang

relative non-volatil dan menekan hasil bacaan SSA (Watson, DG., 2010).

2.9.2 Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS)

Gas Chromatopraphy Mass Spectrophotometry atau kromatografi gas

spektroskopi masa merupakan suatu kesatuan instrumen kromatografi gas dan

spektroskopi masa (Willard, Merritt, Dean, & Settle, 1988).

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana

komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, salah satu fasa

tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang

mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner (Underwood & Day, 2002).

Kromatografi gas adalah metode pemisahan dan deteksi yang dinamis pada

senyawa volatil organik dan beberapa senyawa anorganik. Kromatografi gas dapat

memisahkan senyawa volatil dan semi volatil dengan resolusi yang baik, tetapi

tidak dapat mengidentifikasi. Sedangkan spektroskopi massa dapat memberikan

informasi struktural yang rinci pada berbagai senyawa sehingga mampu

diidentifikasi dengan tepat. Prinsip kerja kromatografi gas melibatkan partisi dari

gas terlarut antara gas mulia sebagai fase gerak dan cairan atau padatan sebagai

fase diam, sedangkan spektrometri massa diperoleh dengan mengukur puncak dan

massa yang tepat dari ion yang membentuk spektrum massa (Arifiani, 2012).

Penggunaan secara umum kromatografi gas spektrometri massa adalah

(34)

kompleks, penentuan berat molekul dan terkadang komposisi unsur senyawa

organik yang belum diketahui dalam campuran yang kompleks, penentuan

struktur senyawa organik yang belum diketahui dengan pemcocokan spektrum

yang terdapat pada spektroskopi massa. Kromatografi gas spektrometri massa

dapat digunakan untuk identifikasi secara kualitatif dan secara kuantitatif untuk

memastikan komponen senyawa dalam campuran yang kompleks. Untuk

pengukuran kuantitatif didasarkan pada luas puncak dari kromatografi massa atau

(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan selama ± 5 bulan, terhitung mulai dari bulan Maret –

Juli tahun 2013 di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Farmakognosi dan

Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Formulasi Sediaan

SterilFakultas Kedokeran dan Ilmu Kesehatan program studi Farmasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, BPPT PUSLIT-Serpong, Balitro-Cimanggu Bogor,Pusat

Laboratorium Terpadu, LIPI Kimia-Serpong, dan Lab. Forensik Mabes

Polri-Jakarta.

3.2.Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, rak

tabung reaksi, cawan penguap, batang pengaduk, piknometer, timbangan analitik

(Wiggen Hauser), labu destilasi (alat destilasi), oven (memmert), hot plate

(Wiggen Hauser®), cawan petri, pipet tetes, gelas piala, gelas ukur, kapas, kertas

saring, kertas saring bebas abu, erlemmeyer, corong, mikropipet, termometer,

vortex, Spektrofotometri UV (Hitachi Type U2910), Gas Chromatography-Mass

Spectrometry (Agilent), mikroskop(Olympus IX71), Atomic Absorption

Spechtrophotometer (Hitachi Z-2000 Polarized Zeeman®), Atomic Absorption

Spechtrophotometer (Spektra AA-880).

3.2.2. Bahan

Ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.)yang

berumur 3 bulan diperoleh dari kebun kemangi di daerah Grogol, Kecamatan

Limo, Depok yang telah dideterminasi.Kloroform, aseton, n-heksan, amoniak

10%, petroleum eter, alcohol (etanol 96%), FeCl3 1%, , HCl 1%, HCl 10%, HCl

pekat, amoniak 25%, HNO3 pekat, NaOH 5%, H2SO4 pekat, H2SO4 encer, H2SO4

(36)

lempengan Mg, pewarna Anisaldehid, standar eugenol,Nutrien Agar (NA) dan

Potato Dextrose Agar (PDA)

3.3.Prosedur Penelitian

3.3.1. Determinasi Tanaman

Pemeriksaan atau determinasi tanaman dilakukan di Herbarium

Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

3.3.2. Penyiapan Simplisia

Tanaman kemangi yang diperoleh dari kebun kemangi di daerah Grogol,

Kecamatan Limo, Depok yang telah dideterminasi, kemudian disortasi dari

bahan-bahan pengotor. Lalu dilakukan pencucian dengan air mengalir hingga bersih,

setelah itu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan hingga kering (selama ± 2

minggu). Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi

serbuk dengan ukuran derajat kehalusan serbuk simplisia yang sesuai.Setelah itu

disimpan dalam wadah kering tertutup rapat dalam ruangan terlindung dari cahaya

matahari.

3.3.3. Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia (Depkes RI, 1979)

3.3.3.1. Uji Makroskopik

Uji makroskopik bertujuan untuk menentukan ciri khas simplisia dengan

pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-ciri

organoleptik herba kemangi (Ocimum americanum L.) menurut literatur secara

umum.

3.3.3.2. Uji Mikroskopik

Uji mikroskopik mencakup pengamatan terhadap bagian simplisia dan

fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan tanaman serbuk simplisia

herba kemangi (Ocimum americanum L) secara umum yang dilakukan

(37)

3.3.4. Penyiapan Ekstrak

Serbuk simplisia herba kemangi dimaserasi dengan menggunakan etanol

70% selama 24 jam dan pada 6 jam pertama sekali-sekali dilakukan pengadukan.

Hasil maserasi disaring dengan kapas dan kertas saring.Selanjutnya, residu

dimaserasi kembali hingga warna coklat bening.Filtrat herba kemangi yang

diperoleh disatukan dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada

suhu 400C - 500C sampai diperoleh ekstrak kental. Rendemen dari ekstrak

kemudian dihitung dengan rumus :

3.3.5. Pengujian Parameter Spesifik

3.3.5.1. Identitas (Depkes RI, 2000)

Pendiskripsian tata nama, yaitu nama ekstrak, nama latin tumbuhan,

bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama Indonesia tumbuhan.

3.3.5.2. Organoleptik (Depkes RI, 2000)

Penetapan organoleptik yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan

menggunakan panca indera dalam mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

3.3.5.3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

Pengujian senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dalam ekstrak terdiri

dari kadar senyawa yang terlarut dalam air dan kadar senyawa yang terlarut dalam

etanol(Depkes RI, 2000; Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

(i) Kadar Senyawa yang Larut dalam Air

Sejumlah 1 g ekstrak (W1) dimaserasi dengan 25 mL kloroform selama 24

jam, menggunakan labu ukur sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama.

Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring. Filtrat sebanyak 5 mL

diuapkandalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara (W0) dengan cara

(38)

residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap (W2)(Saifudin, Rahayu, & Teruna,

2011).

Keterangan :

W0 = bobot cawan kosong

W1 = bobot ekstrak awal

W2 = bobot cawan + residu yang dioven

(ii) Kadar Senyawa yang Larut dalam Etanol

Sejumlah 1 g ekstrak (W1) dimaserasi dengan 25 mL etanol 96%, selama 24

jam dengan menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6

jam pertama. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat untuk

menghindarkan penguapan etanol. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara (W0) dengan cara didiamkan sampai

pelarutnya menguap dan tersisa residunya, panaskan residu pada suhu 105oC

hingga bobot tetap (W2)(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

Keterangan :

W0 = bobot cawan kosong

W1 = bobot ekstrak awal

W2 = bobot cawan + residu yang dioven

3.3.5.4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

(i) Uji Penapisan Fitokimia

(a) Identifikasi Alkaloid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70%

kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan pada penangas air.

Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat ditambahkan beberapa tetes reagen

Mayer. Sampel kemudian diamati hingga keruh atau ada endapan (Mojab,

(39)

(b) Identifikasi Flavonoid

Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian

diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat.

Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah

sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah

keunguan menunjukkan flavanon (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour,

2003).

(c) Identifikasi Saponin

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70%

kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 mL aquabides dan dikocok kemudian

didiamkan selama 15-20 menit.Jika tidak ada busa = negatif; busa lebih dari 1 cm

= positif lemah; busa dengan tinggi 1,2 cm = positif; dan busa lebih besar dari 2

cm = positif kuat (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003; Sarma &

Babu, 2011).

(d) Identifikasi Triterpenoid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70%

kemudian diaduk, ditambahkan 1 mL kloroform dan 1 mL asetat anhidrida lalu

didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4. Jika terjadi warna kemerahan,

menunjukkan adanya triterpenoid (Mandal dan Ghasal, 2012).

(e) Identifikasi Steroid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70%

kemudian diaduk, ditambahkan 2 mL kloroform, kemudian ditambahkan 2 mL

H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi.

Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid (Mandal dan

Ghasal, 2012).

(f) Identifikasi Tanin

Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian

(40)

biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, &

Vahidipour, 2003).

(g) Identifikasi Minyak Atsiri

Ekstrak 2 gram dalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL

pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah

dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit diatas

penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang

diperoleh diuapkan dengan cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu

dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 mL lalu disaring dengan kertas

saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau

aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan

minyak atsiri (Farnsworth, 1966).

(ii) Analisis Komponen Senyawa Kimia dengan GCMS (Agilent MSD ChemStation G1701EA E.02.02.1431)

Analisis komponen senyawa kimia ekstrak dilakukan dengan menggunakan

Gas Chromatography-Mass Spectrometrydengan model number Agilent

19091S-433E yang disuntikkan sebanyak 1,0 mikroliter, dengan kondisi kolom HP-5MS

dan temperatur maksimum 3500C dengan aliran awal kolom 1,00 ml/min, gas

pembawa adalah Helium dengan tekanan kolom 8,57 psi, split rasio 50:1, split

aliran 49,0 ml/menit dengan total aliran 52,9 ml/min dan suhu awal 290oC ditahan

selama selama 2 menit dengan aliran 20,0 ml/min sampai seluruh komponen

selesai dielusi. Komponen diidentifikasi dengan mencocokkan spektrum massa

pada Library seperti Wiley dan Nasional Institute of Standards and Technology

(NIST).

(iii) Penentuan Kadar Senyawa Marker (Eugenol) dalam Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

Penentuan kadar senyawa marker dengan menggunakan senyawa

pembanding yaitu eugenol standar. Penetapan ini dilakukan dengan membuat

(41)

standar yaitu 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.Kemudian lima

seri konsentrasi ini disuntikkan ke alat GCMS sebanyak 1,0 mikroliter dengan

spesifikasi alat sama seperti point (ii)), sehingga didapatkan nilai response (luas

area) dari berbagai seri konsentrasi. Setelah itu data yang didapat diplot, sehingga

didapatkan kurva kalibrasi dan persamaan regresi liniernya.Untuk penetapan

kadar senyawa marker (eugenol), data response (luas area) yang didapat untuk

eugenol dalam sampel ekstrak yang disuntikan ke alat GCMS sebanyak 1,0

mikroliter kemudian dimasukkan kedalam persamaan regresi linier dan ditetapkan

kadar senyawa marker (eugenol) didalam ekstrak.

3.3.6. Pengujian Parameter Non Spesifik

3.3.6.1. Kadar Abu

(i) Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krus

silikat yang sebelumnya telah telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu

ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu

dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 250C (Depkes RI, 1980 dalam Arifin, H.,

Anggraini, Handayani, & Rasyid, 2006) hingga arang habis.Kemudian ditimbang

hingga bobot tetap (W2).

Keterangan :

W0 = bobot cawan kosong (gram)

W1 = bobot ekstrak awal (gram)

W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)

(ii) Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml

asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut asam.

Kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan residunya dibilas dengan

(42)

krus silikat yang sama. Setelah itu ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur

secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ± 250C

(Depkes RI, 1980 dalam Arifin, H., Anggraini, Handayani, & Rasyid, 2006))

hingga arang habis.Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W3).

Keterangan :

W0 = bobot cawan kosong (gram)

C = bobot kertas saring (gram)

W1 = bobot ekstrak awal (gram)

W2 = bobot cawan + abu yang tidak larut asam (gram)

3.3.6.2. Bobot Jenis

Piknometer yang bersih, kering ditimbang.Kemudian dikalibrasi dengan

menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25oC

kemudian ditimbang (W1). Ekstrak cair diatur suhunya kurang lebih 20oC lalu

dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur suhu

piknometer yang telah diisi hingga suhu 25oC kemudian ditimbang (W2) (Depkes

RI, 2000).

Keterangan :

d = bobot jenis

W0 = bobot piknometer kosong

W1 = bobot piknometer + air

(43)

3.3.6.3. Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluena. Toluena

yang digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok

didiamkan, kedua lapisan air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang.

Sebanyak 10 g ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan kedalam labu

alas bulat dan ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air. Labu

dipanaskan hati-hati selama 100 menit, setelah toluena mulai mendidih,

penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik.Setelah semua toluena

mendidih,dilanjutkan pemanasan selama 5 menit. Kemudian, dibiarkan tabung

menerima dingin sampai temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena

memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam persen

terhadap berat ekstrak semula. Pekerjaan diulang tiga kali.(Saifudin, Rahayu, &

Teruna, 2011).

Keterangan :

V = Volume air (ml)

W = Bobot ekstrak (gr)

3.3.6.4. Sisa Pelarut

Ektrak mengandung etanol 30% atau kurang. Timbang sejumlah 2,0

gram ekstrak kental dilarutkan dalam air sampai 25,0 ml kemudian dimasukkan

kedalam labu destilasi. Atur suhu destilat pada 78,5oC.Catat destilasi hingga

diperoleh destilat lebih kurang 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji (destilasi

selama 2 jam atau tidak menetes lagi). Tambahkan air sampai 25,0 ml. Tetapkan

bobot jenis cairan pada suhu 25oC seperti yang tetera pada Penetapan Bobot Jenis.

Hitung persentase dalam volume dari etanol dalam cairan menggunakan Tabel

Bobot Jenis dan Kadar Etanol pada Farmakope Indonesia Edisi IV (Depkes RI,

(44)

3.3.6.5. Cemaran Mikroba

Pada penyiapan sampel ditimbang 1 gram ekstrak. Sampel dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 ml ditambah aquadest sampai 10,0 mL sehingga diperoleh

pengenceran 10-1, dan dikocok hingga larut atau dengan bantuan vortex.

Dilanjutkan dengan pengenceran 10-2 dan 10-3(Depkes RI, 2000; Saifudin,

Rahayu, & Teruna, 2011).

(i) Angka Lempengan Total (ALT)

Dipipet 1 ml dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (duplo),

dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap pengenceran.Ke

dalam tiap cawan petri dituangkan 5 ml media Nutrient Agar yang telah dicairkan

bersuhu kurang lebih 45oC. Cawan petri digoyangkan dengan hati-hati (putar dan

goyangkan ke depan dan ke belakang serta ke kanan ke kiri) hingga sampel

bercampur rata dengan pembenihan. Kemudian dibiarkan hingga campuran dalam

cawan petri membeku.Cawan petri dengan posisi terbalik dimasukkan kedalam

lemari inkubator suhu 35oC selama 24 jam.Catat pertumbuhan koloni pada

masing-masing cawan yang mengandung 30-300 koloni setelah 24 jam.Hitung

ALT dalam koloni/g sampel dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada

cawan dengan faktor pengenceran yang sesuai (Depkes RI, 2000; Saifudin,

Rahayu, & Teruna, 2011).

(ii) Kapang dan Khamir

Kedalam cawan petri yang steril (duplo) tuangkan 5 ml media Potato

dextros Agar yang telah dicairkan bersuhu 45oC, biarkan membeku pada cawan.

Pipet 0,5 ml dari tiap pengenceran kedalam cawan petri yang steril (metode

semai), dengan menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap

pengenceran. Cawan petri digoyangkan dengan hati-hati hingga sampel tersemai

secara merata pada media. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar atau 25oC

selama 7 hari. Dicatat hasil sebagai jumlah kapang dan khamir/g sampel

(45)

3.3.6.6. Cemaran Aflatoksin

Untuk uji kualitatif metode yang dipersyaratkan adalah dengan

menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).Ekstrak di KLT dengan

menggunakan pembanding campuran aflatoksin B1. Eluen yang digunakan adalah

campuran kloroform: aseton: n heksan (83:15:20) dengan jarak rambat 8 cm.

Kemudian hasil dilihat pada sinar uv 366 nm, jika terlihat adanya bercak dan

warna yang sama (biru atau hijau kebiruan) menandakan positif adanya aflatoksin.

Selanjutnya analisa secara kuantitatif dilakukan jika analisa kualitatif positif.

Analisa kuantitatif dengan menggunakan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).

3.3.6.7. Cemaran Logam Berat

Penetapan kadar Arsen (As), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dengan

menggunakan alat Atomic Absorption Spechtrophotometer. Penetapan kadar

ketiga logam berat dilakukan dengan cara digesti basah. Ditimbang 1 gram

ekstrak dan ditambahkan 10 ml HNO3 pekat, kemudian dipanaskan dengan

heating mantel hingga kental atau kering. Ekstrak yang kental dan dingin

ditambahkan aquadest 10 ml dan asam perkolat 5 ml, kemudian dipanaskan

hingga kental lalu disaring ke labu ukur 50 ml. Sampel diukur dengan alat Atomic

(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian

Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel

yang digunakan adalah tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) famili

Lamiaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 2.

4.1.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

4.1.2.1. Uji Makroskopik

Pada uji makroskopik dilakukan pengamatan secara langsung terhadap

bentuk fisik dari herbakemangi (Ocimum americanum L.). Pengamatan yang telah

dilakukan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil Uji Makroskopik Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

No Sampel uji Literatur

1 Kemangi secara umum

Tanaman mempunyai batang

tegak, yang tingginya sekitar 60

cm atau 0,6 meter.

Tanaman berbatang tegak, tinggi

tanaman antara 0,3 – 1 meter

(Siemonsma, J.S & Piluek, 1994).

2 Batang

Batang muda tanaman berwarna

hijau, setelah tua berwarna

kecoklatan. Bentuk batang muda

persegi terdapat bulu-bulu halus.

Batang muda berwarna hijau,

setelah tua berwarna kecoklatan;

bentuk batang muda persegi; pada

batang terdapat bulu terutama pada

tanaman muda (Martono,

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)
Tabel 4.1. Hasil Uji Makroskopik Herba Kemangi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanol 96%, fraksi polar, semipolar dan nonpolar herba kemangi terhadap sel T47D dan mengetahui

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanol 96%, fraksi polar, semipolar dan nonpolar herba kemangi terhadap sel T47D dan mengetahui

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum) memiliki aktivitas antibiotik terhadap Staphylococcus aureus tetapi tidak memiliki

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba kemangi pada dosis 0,8g/200g BB mampu meningkatkan vaskularisasi dari mukosa ovarium dan uterus tikus

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% dan 96% herba kemangi dapat mempengaruhi penurunan kadar asam urat pada dosis efektif pemberian sebagai

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% dan 96% herba kemangi dapat mempengaruhi penurunan kadar asam urat pada dosis efektif pemberian sebagai

Berdasarkan hasil penelitian uji mutu fisik granul ekstrak etanol daun kemangi ( Ocimum americanum L.) dengan variasi konsentrasi explotab ® didapatkan kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji mutu fisik granul ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan variasi konsentrasi explotab ® didapatkan kesimpulan