• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi

Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung

Silang Kitosan-Tripolifosfat

SKRIPSI

DINA HARYANTI

108102000035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi

Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung

Silang Kitosan-Tripolifosfat

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DINA HARYANTI

108102000035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(4)
(5)

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Dina Haryanti

Program Studi : Farmasi

Judul : Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

Telah dibuat film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang kitosan–tripolifosfat. Film dibuat pada temperatur 40°C (T40°C NI), 50°C (T50°C NI), dan 60°C (T60°C NI). Kemudian sebagian film 40°C (T40°C I), 50°C (T50°C I), dan 60°C (T60°C I) diiradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25 kGy. Film dikarakterisasi stabilitas fisik, kekuatan tarik, perpanjangan putus, ketebalan, pemeriksaan morfologi, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan. Medium atau cairan film T40°C NI ditumbuhi oleh jamur sehingga karakterisasi tidak dilanjutkan. Hasilnya menunjukkan bahwa temperatur pengeringan berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI. Iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25 kGy berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film T60°C I, sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025) pada film T50°C I .

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Dina Haryanti

Program Study : Pharmacy

Title : Evaluation of Drying Temperature Effect and Gamma Irradiation on the Characteristics of Cross-Linked Chitosan-Tripolyphosphate Films

Cross-linked chitosan-tripolyphosphate film have been prepared. The purpose of this study was to evaluate the effect of drying temperature and gamma irradiation on the characteristics of cross-linked chitosan-tripolyphosphate film. The film was made at a temperature of 40°C (T40°C NI), 50°C (T50°C NI), and 60°C (T6°C NI). Then most of the film 40 °C (T40°C I), 50°C (T50°C I), and 60°C (T60°C I) were irradiated with gamma rays at 25 kGy dose. Then the films were characterized physical stability, tensile strength, elongation at break, thickness, morphology examination, water vapor transmission rate and the ratio of swelling. All of T40°C NI film medium or liquid overgrown by fungi that characterization was not continued. The results indicate that the effect of drying temperature affected significantly (p < 0.025) on the tensile strength, thickness, elongation at break, and the ratio of swelling T50°C NI and T60°C NI film. Gamma rays irradiation at a dose of 25 kGy affected significantly (p < 0.025) on the tensile strength, thickness, elongation at break, water vapor transmission rate and the ratio of swelling T60°C I film, whereas the elongation at break and vapor transmission rate water did not affect significantly (p > 0.025) in the T50°C I film.

(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyeleseikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

kasih kepada:

1) Ibu Yuni Anggraeni, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing I dan Ibu

Sabrina, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dukungan dan memiliki

andil besar dalam proses penelitian dan penyeleseian tugas akhir saya

ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang

lebih baik di sisi-Nya.

2) Ibu Dian Iramani, Ibu Susi, dan Bapak Cahyono selaku pihak dari

BATAN atas penggunaan segala fasilitas dan bantuannya selama

penelitian.

3) Bapak Hendra, selaku pihak yang telah membantu dalam proses

pengerjaan statistik.

4) Bapak Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5) Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt selaku ketua Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6) Bapak dan Ibu staf pengajar, karyawan dan laboran yang telah

memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan

di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7) Dian Firanti Allisa dan Ajeng Ayu Febriani, sahabat saya selama kurang

lebih 4 tahun bersama. Dwi Nur Astria, Sivia Nurulliana, dan

Mahmudah, teman seperjuangan dan satu laboratorium. Para VIPs, Putri

Rahmawati, Berty Puspitasari, Inda Aliah. Indah Prihandini yang selalu

menemani dan Eva Yuliani yang juga turut membantu. Serta rekan-rekan

mahasiswa Program Studi Farmasi A ―Alcoolique‖ dan angkatan 2008,

atas bantuan, dukungan, kerjasama, kebersamaan dan kekeluargaannya.

8) Alif P. L, Grace Z, dan Ka Lita J, atas bantuan, motivasi, dan doa selama

proses kegiatan penelitian.

9) Kedua orang tua, Bapak Giman Soetjipto dan Ibu Rina Keksiani, serta

saudara-saudara serta seluruh keluarga tercinta atas perhatian, doa,

semangat, motivasi dan dukungan baik moral maupun material yang

telah diberikan untuk menyeleseikan penelitian dengan sebaik mungkin.

Semoga segala amalan dan jerih payahnya mendapat balasan yang jauh

lebih baik.

10)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dan semangat selama peneletian hingga

terwujudnya skripsi ini.

Jakarta, Januari 2013

(10)
(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… iv

HALAMAN PENGESAHAN ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……… x

DAFTAR ISI……… xi

2.2.1 Pemanfaatan Film Kitosan ……… 6

2.2.2 Pembentukan Film Kitosan ……… 6

2.3 Stabilitas Film Kitosan ……… 7

2.4 Karakteristik Film ……… 8

2.4.1 Karakteristik Mekanik ……… 8

2.4.2 Karakteristik Fisik ……… 8

2.4.3 Karakteristik Kimia ……… 9

2.4.4 Karakteristik Fungsional ……… 9

2.5 Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film……… 9

2.6 Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film……… 11

2.7 Bahan Tambahan dalam Sediaan Film……… 11

(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2 Pelarut ……… 14

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……… 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 15

3.2 Alat Penelitian ……… 15

3.3 Bahan Penelitian ……… 15

3.4 Prosedur Penelitian ……… 16

3.4.1 Preparasi Larutan Kitosan 1% ……… 16

3.4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……… 16

3.4.3 Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus) ……… 17

3.4.4 Evaluasi Karakteristik Fisik……… 18

3.4.4.1 Pengukuran Ketebalan ……… 18

3.4.4.2 Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film ……… 18

3.4.5 Evaluasi Karakteristik Fungsional ……… 18

3.4.5.1 Evaluasi Rasio Pengembangan ……… 18

3.4.5.2 Laju Transmisi Uap Air ……… 18

3.4.6 Analisa Statistik ……… 19

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 20

4.1 Stabilitas Fisik ………... 20

4.2 Karakteristik Mekanik ………. 21

4.3 Karakteristik Fisik ……….. 24

4.3.1 Ketebalan……… 24

4.3.2 Mikroskopik Permukaan Film ……… 25

4.4 Karakteristik Fungsional ……… 26

4.4.1 Laju Transmisi Uap Air ……….. 26

4.4.2 Rasio Pengembangan ………. 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 30

5.1 Kesimpulan ……… 30

5.2 Saran ……… 30

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan……… 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gliserol……… 12

Gambar 2.3 Struktur Kimia Sorbitol……… 13

Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Laktat……… 14

Gambar 4.1 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……… 20

Gambar 4.2 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat yang Dikeluarkan dari Oven ………. 21

Gambar 4.3 Diagram Kekuatan Tarik Film ……… 22

Gambar 4.4 Diagram Perpanjangan Putus Film ……… 23

Gambar 4.5 Diagram Ketebalan Film ……… 24

Gambar 4.6 Gambar Mikroskopik Permukaan Film (Perbesaran 400x) ………… 25

Gambar 4.7 Diagram Laju Transmisi Uap Air ……… 26

Gambar 4.8 Kurva Pertambahan Bobot Keempat Sampel Film .……….. 27

(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tabel Perlakuan Terhadap Sampel Film Kitosan……… 17

Tabel 4.1 Evaluasi Visual Ketiga Sampel Film ……… 20

Tabel 4.2 Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Pada Saat Putus……….. 21

Tabel 4.3 Ketebalan Film ……… 23

Tabel 4.4 Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Keempat Sampel Film ……… 25

(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian ……… 36

Lampiran 2. Ketebalan Kedua Film Sebelum Diiradiasi ……… 37 Lampiran 3. Ketebalan Kedua Film Setelah Diiradiasi ……… 37 Lampiran 4. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Film T50°C Ni Dan

T60°C Ni ……… 37

Lampiran 5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus T50°C I Dan T60°C I …… 38 Lampiran 6. Laju Transmisi Uap Film T50°C Ni Dan T60°C Ni ……… 39 Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Film T50°C I Dan T60°C I ……… 39 Lampiran 8. Rasio Pengembangan Film T50°C Ni Dan T60°C Ni Dalam Medium

Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ……… 40

Lampiran 9. Rasio Pengembangan Film T50°C I Dan T60°C I Dalam Medium

Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ……… 41

Lampiran 10. Hasil Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film ……… 43 Lampiran 11. Hasil Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film ……… 45 Lampiran 12. Hasil Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film ………… 47 Lampiran 13. Hasil Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film……… 49 Lampiran 14. Hasil Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film ……… 51

Lampiran 15. Gambar Alat-Alat Penelitian……… 53

Lampiran 16. Gambar Bahan-Bahan Penelitian ……… 54

(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Belakangan ini banyak membran polimer yang telah diteliti dengan tujuan

sebagai penutup luka. Di antaranya adalah polimer sintetik seperti poliuretan,

polietilen, polilaktida, poliglikolida, dan poliakrilonitril. Namun beberapa dari

bahan tersebut memiliki kelemahan, yakni salah satunya adalah biokompatibilitas

yang lemah. Salah satu pendekatan alternatif yang dapat dilakukan yakni

melibatkan penggunaan polimer biodegradable termasuk kitosan karena polimer

tersebut banyak tersedia di alam dan tidak beracun (Eldin et al., 2008).

Kitosan merupakan biopolimer alami yang berasal dari kitin dan

komponen utama dari kerangka luar Crustacea (Paul & Sharma, 2004). Kitosan

merupakan biopolimer alami kationik, tidak beracun, biokompatibel dan

non-antigenik. Jumlahnya sangat berlimpah dan merupakan carrier yang menjanjikan

untuk pelepasan obat yang berkelanjutan. Semua sifat penting tersebut membuat

kitosan sangat menarik di bidang medis dan farmasi (Silva, 2008). Bahan ini

dikenal dalam hal penanganan luka untuk sifat hemostatiknya (Paul & Sharma,

2004). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi proses koagulasi darah

(Niekraszewicz, 2005). Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu

biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir.

Film dihasilkan dari proses pengeringan (Blacido, 2005). Pengeringan

merupakan proses yang kompleks yang melibatkan panas simultan, massa, dan

transfer momentum. Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang

sensitif terhadap panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan

warna dan/atau tekstur (Shuan Liu, 2008).

Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin

dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80oC.

Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan,

kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang berwarna kekuningan. Warna

(17)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard.

Film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai

nilai kuat tarik (TS) dan elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan

56,5±4,7 % dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC

(20% RH & 780 kDa) yakni 64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film

yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13

g.mm/kPa.h.m lebih tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada

temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m.

Temperatur pengeringan lebih mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film

daripada RH (relative humidity) pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan

menghasilkan sifat mekanik yang lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat

barrier yang lebih baik (WVP lebih rendah).

Chiou et al. (2009) juga telah meneliti efek temperatur pengeringan

terhadap film gelatin ikan. Film gelatin ikan dikeringkan pada 4oC, 23oC, 40oC,

dan 60oC. Hal ini mengakibatkan film gelatin ikan yang dikeringkan pada

temperatur 4oC memiliki kekuatan tarik dan persen nilai elongasi yang lebih

tinggi daripada film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 23oC, 40oC,

dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4oC memiliki

keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40oC, dan 60oC,

kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin

ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi

daripada film gelatin ikan yang lain 23oC, 40oC, dan 60oC.

Pemanfaatan kitosan sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat

steril karena dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit. Bahan-bahan yang

dapat digunakan untuk medis seperti ini sering disterilkan dengan menggunakan

sinar gamma Co-60 (Nikham, 2006). Untuk sterilisasi radiasi gamma harus dipilih

dosis sterilisasi yang efektif dan dapat ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan.

Di Inggris dan Amerika Serikat dosis sterilisasi yang diizinkan adalah 25 kGy.

Pemilihan dosis ini didasarkan pada eksperimen di mana sampel uji dipaparkan

pada berbagai dosis radiasi (Collett, et al., 1991).

Ketika material dipaparkan sinar gamma, maka bahan tersebut dapat

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menariknya, degradasi polimer alam menjadi oligomer atau material dengan berat

molekul rendah seperti yang diinduksi oleh sinar gamma dapat meningkatkan sifat

tertentu yang dihasilkan dari material tersebut (Vanichvattanadecha et al., 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan diteliti pengaruh

temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari film

sambung silang kitosan-tripolifosfat yang meliputi karakteristik mekanik, fisik,

dan fungsional.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh temperatur pengeringan terhadap karakteristik

dari film sambung silang kitosan-tripolifosfat?

2. Bagaimanakah pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari

film sambung silang kitosan-tripolifosfat?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh temperatur

pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang

kitosan–tripolifosfat.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh

temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film

sambung silang kitosan-tripolifosfat sehingga dapat diperoleh kondisi pembuatan

(19)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

2.1.1. Sifat Fisikokimia

Kitosan umumnya diperoleh dari deasetilasi kitin, yang merupakan

komponen utama dari eksoskeleton dari cangkang udang (Arifin, 2007). Kitosan

mempunyai nama kimia poli-β-(1,4)-2-amino-2-deoxi-D-glukosa. Kitosan merupakan serbuk/serpihan berwarna putih atau krem-putih dan tidak berbau

(Rowe, et al., 2009). Kitosan tidak larut dalam air, alkali pekat, alkohol dan

aseton, tetapi larut dalam asam lemah. Kitosan memiliki sifat unik, seperti,

antibakteri, antivirus, antitoksisitas dan anti alergi, kebal terhadap patogen,

biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan lainnya. Kitosan aman karena tidak

beracun, biodegradable, biokompatibel dan memiliki sifat pembentukan film yang

dapat diterapkan di berbagai bidang seperti di industri farmasi (Arifin, 2007).

Gambar 1. Struktur Kimia Kitosan (Rowe et al., 2009)

Kitosan menunjukkan sifat penyembuhan luka. Diduga sifat

penyembuhan luka ini, karena kemampuan mereka untuk merangsang produksi

fibroblast dengan mempengaruhi faktor pertumbuhan fibroblast. Kitosan dapat

mengaktifkan sel-sel inflamasi seperti makrofag, fibroblas dan sel

angioendothelial (Aranaz et al., 2009). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi

proses koagulasi darah. Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu

biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Serbuk kitosan merupakan bahan yang stabil pada suhu kamar, meskipun

bersifat higroskopis setelah pengeringan. Kitosan harus disimpan dalam sebuah

wadah yang tertutup rapat dengan tempat yang sejuk dan kering. PhEur 6.5

menyatakan bahwa kitosan harus disimpan pada suhu 2-8oC. Kitosan sensitif

terhadap temperatur dan tidak boleh dipanaskan di atas 200oC. Suhu tinggi diatas

280oC menyebabkan degradasi termal dari kitosan sehingga rantai polimer cepat

terputus (Ok & Kim, 2004). Karena polimer kitosan mengandung gugus polar,

hidroksil dan amino di dalam struktur molekul, ia memiliki ketidakstabilan

termodinamika. Selain itu, kitosan juga mempunyai pH 4,0-6,0 (Rowe et al.,

2009). Di atas pH 7,0 stabilitas kelarutan kitosan rendah. Pada pH yang lebih

tinggi, presipitasi atau gelasi cenderung terjadi dan larutan kitosan akan

membentuk poli-ion kompleks dengan hidrokoloid anionik membentuk gel (Ok &

Kim, 2004).

2.1.2. Crosslinking (Sambung Silang)

Pembentukan film umumnya melibatkan kumpulan inter- dan intra-

molekul atau sambung silang (crosslinking) rantai polimer membentuk jaringan

3D setengah kaku (Srinivasa, 2004). Proses sambung silang adalah tahap yang

penting untuk memperbaiki stabilitas dari kitosan (Wing Fen et al., 2011). Ukuran

molekul crosslinker yang kecil, akan cepat melakukan reaksi sambung silang,

karena proses difusi lebih mudah. Tergantung pada sifat dari crosslinker itu

sendiri, interaksi utama pembentukan jaringan adalah ikatan kovalen atau ionik

(Goncalves et al, 2005)

Dalam penelitian ini, larutan natrium tripolifosfat (NaTPP) digunakan

sebagai agen sambung silang dan dapat membuat membran menjadi fleksibel.

Selain itu, pada saat yang sama dapat meningkatkan kestabilan kimia membran

kitosan (Liu, 2004). Garam natrium tripolifosfat (NaTPP) adalah polianion

multivalent paling terkenal yang dapat membentuk gel dengan kitosan dengan

interaksi sambung silang ionotropik. Proses sambung silang dapat mengakibatkan

suatu polimer mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah,

(21)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Film Kitosan

2.2.1. Pemanfaatan Film Kitosan

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan polimer alam hidrofilik telah

menerima cukup perhatian, terutama dari sudut pandang polusi lingkungan,

biodegradabilitas, keselamatan dan biaya (Tiwary & Rana, 2010). Kemampuan

film kitosan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan menunjukkan bahwa film

kitosan potensial digunakan untuk bidang biomedis. Film kitosan dapat membuat

pertumbuhan jaringan cepat dan perbaikan jaringan luka yang efisien (Katalinich,

2001).

Kitosan merupakan bahan yang menjanjikan untuk pengobatan luka bakar.

Hal ini dikarenakan kitosan dapat menyerap air dan biokompatibel. Keuntungan

lain dengan menggunakan bahan kitosan adalah memungkinkan permeabilitas

oksigen yang sangat baik. Hal ini penting untuk mencegah kehilangan oksigen

pada jaringan yang terluka. Selain itu, film kitosan memiliki kemampuan untuk

menyerap air dan secara alami terdegradasi oleh enzim tubuh. Fakta ini berarti

bahwa film kitosan tidak perlu dilepas. Pada kebanyakan cedera (dan khusus luka

bakar), pelepasan penutup luka dapat menyebabkan kerusakan pada lokasi cedera

(Dutta et al, 2004).

Kitosan juga telah menggantikan polimer sintetis dalam aplikasi

opthalmological. Kitosan memiliki semua karakteristik yang dibutuhkan untuk

sifat penyembuhan luka. Sifat antimikroba dan menyembuhkan luka bersamaan

dengan kemampuan membentuk film yang sangat baik membuat kitosan cocok

untuk pengembangan lensa pembalut okular (Dutta et al, 2004).

Selain itu, El-Kamel et al., (2007) telah mengembangkan film kitosan /

poli (Ɛ-kaprolakton) mikromatrisial mukoadhesif untuk pengobatan penyakit

periodontal. Sedangkan menurut Ikinchi et al., (2002) yang meneliti kitosan

dalam bentuk film mampu melawan periodontal patogen Porphiromonas

gingivalis.

2.2.2. Pembentukan Film Kitosan

Film kitosan dapat dibuat dengan melarutkan kitosan dalam asam encer

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengeringan didefinisikan sebagai proses pengambilan air yang relatif kecil dari

suatu zat padat atau dari campuran gas. Pengeringan meliputi proses perpindahan

panas, massa dan momentum. Pengeringan terjadi oleh adanya panas yang terjadi

secara fisik yaitu operasi penguapan (Saputra dan Ningrum, 2010).

Film juga dapat dibuat dengan pemanasan inframerah melibatkan paparan

material terhadap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang 1,8-3,4

µm, terdapat molekul air yang bergetar pada rentang frekuensi 60000-150000

MHz dan pemanasan internal yang cepat serta kenaikan tekanan uap air di dalam

bahan (Srinivasa, 2004). Metode pengeringan yang umum digunakan untuk film

adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Dalam teknik casting, biofilm

diperoleh dengan pengeringan larutan kompleks yang terdiri dari polimer, pelarut

yang mudah menguap dan kadang-kadang tidak menguap. Film ini dibuat dengan

pengeringan pada temperatur 60oC dalam oven dengan menuangkan larutan pada

wadah yang rata (Srinivasa, 2004).

2.3. Stabilitas Film

Film kitosan telah diusulkan untuk digunakan dalam pengolahan makanan,

pemisahan membran, teknik kimia, kedokteran dan bidang bioteknologi, sifat

mekanik, permeabilitas, stabilitas pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

selektivitas dari film, yaitu ukuran pori membran, indeks pengembangan, kondisi

pembuatan film, ketebalan, metode casting, dan karakteristik zat terlarut seperti

berat molekul, dan pelarut yang digunakan (Srinivasa, 2004).

Fungsi film tergantung dari banyak faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja film telah dipelajari secara ekstensif. Banyak studi

menjelaskan bagaimana komposisi, persiapan, dan kondisi penyimpanan

mempengaruhi stabilitas barrier film dan sifat mekaniknya. Guo, et al. (2012)

telah meneliti faktor yang mempengaruhi sifat fisik edible film dari protein jagung

dan gandum. Rasio protein jagung, konsentrasi gliserol, rasio cair-padat,

konsentrasi etanol, pH dan perlakuan temperatur pemanasan mempengaruhi sifat

fisik film tersebut. Selain itu, Bourtoom (2007) juga telah meneliti faktor yang

mempengaruhi sifat edible film dari protein kacang hijau. Disebutkan bahwa pH

(23)

fisiko-8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kimia dan permeabilitas edible film yang dari protein kacang hijau. Warna film

juga lebih gelap dan lebih kekuningan seiring dengan peningkatan pH dan

temperatur pemanasannya. Sedangkan, Dureja, et al. (2011) menyebutkan dalam

penelitiannya bahwa waktu penyimpanan, temperatur pengeringan, kelembaban

udara, dan jumlah plasticizer mempengaruhi sifat film pati kaya amilosa.

2.4. Karakteristik Film 2.4.1. Karakteristik Mekanik

Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh

sebuah film hingga terputus. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa

film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan sediaan, karena karakter fisiknya

kurang (Astuti, 2008). Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang

terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Sedangkan perpanjangan putus

adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai film

terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang

secara maksimum. Film dengan nilai pemanjangan yang rendah mengindikasikan

bahwa film tersebut kaku dan mudah patah. Umumnya struktur film lebih lembut,

kuat tarik menurun dan perpanjangan putus meningkat. Temperatur pengeringan

dan pH adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat mekanik, sedangkan

waktu pengeringan mempunyai efek yang lebih sedikit (Astuti, 2008).

2.4.2. Karakteristik Fisik

Ketebalan merupakan parameter yang berpengaruh terhadap pembentukan

film. Ketebalan film dipengaruhi oleh luasan cetakan, volume larutan, dan

banyaknya total padatan dalam larutan. Dengan cetakan yang sama, film yang

terbentuk akan lebih tebal apabila volume larutan yang dituangkan ke dalam

cetakan lebih banyak. Sedangkan pemeriksaan morfologi permukaan film

dilakukan dengan mikroskop cahaya (LM) atau SEM (Scanning Electron

Microscopy) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996;

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.3. Karakteristik Kimia

Banyak peneliti sering meneliti konformasi kitosan menggunakan

spektroskopi IR karena spektrum IR menunjukkan pita serapan khas yang sensitif

terhadap konformasi molekul kitosan (Kweon et al, 2000). Spektrum yang

diperoleh digunakan untuk menentukan kemungkinan interaksi kelompok

fungsional antara kitosan dengan natrium tripolifosfat (Salleh et al, 2009).

Sedangkan penentuan bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode

viskositas dengan menggunakan viskometer Ostwald (Srinivasa, 2004).

2.4.4. Karakteristik Fungsional

Laju transmisi uap air adalah kecepatan transmisi uap air melalui suatu

unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai

akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada

kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Laju ini menyangkut proses pemindahan

larutan dan difusi, larutan berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi

ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut (Krochta, 1994). Laju transmisi

uap air sangat dipengaruhi oleh RH, temperatur, ketebalan, jenis dan konsentrasi

plasticizer dan sifat bahan pembentuk film (Astuti, 2008). Ketebalan film juga

berpengaruh terhadap laju transmisi uap air. Sedangkan, daya mengembang dari

film kitosan ditentukan dengan merendamnya dalam phosphate buffered saline

(PBS pada pH 7,4).

2.5. Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film

Pengaruh kondisi pengeringan yang diberikan tergantung pada berbagai

karakteristik bahan baku. Selain itu, berbagai fenomena, seperti transisi dari

bentuk amorf ke fase vitreous, penampilan pemisahan fasa (inkompatibilitas

termodinamika) dan kristalisasi dapat terjadi. Hubungan antara sifat fisikokimia

biopolimer dan kondisi pengeringan cukup penting (Blacido et al., 2005).

Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang sensitif terhadap

panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan warna, nutrisi, rasa

(25)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin

dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80oC.

Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan,

kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang sedikit berwarna kekuningan.

Menurut Srinivasa dan Mayachiew & Devahastin, warna kekuningan tersebut

disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih

tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard. Film yang dikeringkan

pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai nilai kuat tarik (TS) dan

elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan 56,5±4,7 % dibandingkan

dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni

64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film yang dikeringkan pada

temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13 g.mm/kPa.h.m lebih

tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20%

RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m. Temperatur pengeringan lebih

mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film daripada RH (relative humidity)

pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan menghasilkan sifat mekanik yang

lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat barrier yang lebih baik (WVP lebih

rendah).

dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4oC memiliki

keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40oC, dan 60oC,

kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin

ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6. Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film

Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan

terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut.

Efek radiasi pada polimer meliputi pembentukan produk gas, reduksi, eksitasi,

dan produksi tak jenuh baru. Tetapi dua reaksi yang menyebabkan perubahan

utama dalam sifat-sifat polimer adalah pemotongan ikatan rantai utama

(degradasi) dan pembentukan ikatan kimia antara molekul polimer berbeda

(crosslinking) (Nikham, 2006). Degradasi yang disebabkan oleh pemecahan rantai

polimer dan proses oksidasi akan menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas

pada umumnya (Chapiro, 1962).

Pembentukan ikatan silang yang disebabkan oleh adanya reaksi

rekombinasi antara makro-radikal akan meningkatkan kekuatan dan modulus

plastik (Chapiro, 1962). Mekanisme ikatan mungkin bervariasi antara polimer

yang satu dengan yang lain. Diperkirakan ada tiga proses utama pembentukan

radikal. Pertama, pembelahan ikatan C-H pada satu rantai polimer untuk

membentuk atom hidrogen, diikuti dengan abstraksi atom hidrogen kedua dari

rantai tetangganya untuk menghasilkan hidrogen. Kemudian dua radikal polimer

yang berdekatan bergabung untuk membentuk ikatan silang. Kedua, migrasi

posisi radikal yang dihasilkan oleh pembelahan ikatan C-H sepanjang rantai-rantai

polimer hingga dua darinya berdekatan, kemudian bergabung membentuk ikatan

silang. Ketiga, reaksi kelompok tak jenuh dengan atom hidrogen untuk

membentuk radikal- radikal polimer yang dapat bergabung (Nikham, 2006).

2.7. Bahan Tambahan dalam Sediaan Film 2.7.1. Plasticizer

Plasticizer adalah bahan non volatil, bahan yang tidak dapat berdiri

sendiri, mempunyai titik didih yang tinggi, dan jika ditambahkan ke bahan lain

akan mengubah sifat fisik dan mekanik dari bahan tersebut. Penambahan

plasticizer diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh

kekuatan intermolekuler ekstensif. Gliserol, asetilat monogliserid, polietilen

glikol, dan sukrosa adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai plasticizer.

(27)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemampuannya untuk mengurangi ikatan hidrogen internal. Penambahan

plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun

penyimpanan yang dapat mengurangi sifat-sifat ketahanan film (Donhowe &

Fennema, 1994).

Plasticizer dalam penelitian ini digunakan untuk meningkatkan

kelenturan, kelembutan, fleksibilitas dan resilienci yaitu kemampuan untuk

kembali ke bentuk semula dari material. Mekanisme kerja dari plasticizer adalah

dengan menyediakan volume bebas yang dapat menurunkan suhu transisi gelas

dari campuran, dengan melonggarkan rantai polar polimer melalui pembentukan

ikatan fisik antara polimer dengan plasticizer, serta dengan membentuk fasa gerak

yang dinamis yang dapat memfasilitasi pergerakan rantai polimer. Kecocokan

yang tinggi merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan

plasticizer (Billmeyer, 1992).

2.7.1.1. Plasticizer Gliserol

Gliserol atau biasa dikenal dengan nama gliserin adalah cairan kental yang

tidak berwarna, tidak berbau, dan higroskopis. Memiliki rumus molekul C3H8O3

dengan nama kimianya propan-1,2,3-triol. Gliserol juga memiliki berat molekul

92,09, berat jenis 1,249 g/cm3 dan titik didih 290oC (Rowe et al., 2009; Panitia

Famakope Indonesia, 1979). Selain sebagai plasticizer, gliserol juga memiliki

berbagai fungsi sebagai antimikrobial, pelarut, bahan pemanis dan humektan.

Gliserol bersifat larut dalam eter, etil asetat, air, metanol dan etanol 95%, agak

larut dalam aseton, tetapi praktis tidak larut dalam minyak, kloroform dan

benzena (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol (Rowe et al., 2009)

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film, seperti film

berbahan dasar gelatin, pektin, pati dan yang lainnya termasuk kitosan. Pada

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hidrogen internal cukup baik (Igoe, 1994). Berdasarkan penelitian bahwa dengan

penambahan gliserol dengan konsentrasi 0,25 ml/g dan 0,5 ml/g mampu

menghasilkan nilai rata-rata kekuatan tarik edible film (bioplastic) kitosan

sebanding dengan film sintetis dari HDPE (High Density PolyEthylene) dan

LDPE (Low Density PolyEthylene), yaitu nilai rata-rata minimal 8,3 Newton/mm2

atau 8,3 MPa dan nilai rata-rata maksimum 44,8 Mpa. Sedangkan nilai rata-rata

persentase elongasi (pemanjangan) keduanya sebanding dengan selofan komersil,

yaitu sebesar 27% dan 46% (Buttler et al., 1996l). Bourtoom (2008) telah meneliti

pengaruh plasticizer sorbitol dan gliserol pada film kitosan-pati beras. Film yang

terplastisisasi dengan gliserol memiliki struktur yang fleksibel dengan kekuatan

tarik rendah yakni 14,31 MPa, tetapi menghasilkan WVP yang tinggi.

2.7.1.2. Plasticizer Sorbitol

Sorbitol adalah serbuk berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal dan

higroskopis. Memiliki rumus kimia C6H14O6 dan berat molekul 182,17, berat jenis

1,49 g/cm3, pH 4,5-7,0 dalam larutan 10% w/v (Rowe et al., 2009). Selain sebagai

plasticizer, sorbitol juga memiliki berbagai fungsi sebagai diluen tablet dan

kapsul, pelarut, bahan pemanis dan humektan. Sorbitol bersifat mudah larut dalam

etanol, agak larut dalam metanol, tetapi praktis tidak larut dalam kloroform dan

eter (Rowe et al., 2009).

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan Purwanti (2010), dengan

penambahan plasticizer dengan konsentrasi 2 g sorbitol/g kitosan, nilai kuat tarik

film kitosan mengalami penurunan dari 3,94 MPa menjadi 0,2 MPa dan nilai

persen elongasi kitosan mengalami peningkatan dari 1,5% menjadi 16,6%.

Gambar 3. Struktur Kimia Sorbitol (Rowe et al., 2009)

Gliserol dan sorbitol banyak digunakan sebagai plasticizer karena

stabilitasnya (Casariego et al., 2007). Dibandingkan dengan gliserol, sorbitol

(29)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meningkatkan stabilitas termal dari material. Penggunaan sorbitol juga diharapkan

untuk meningkatkan ketahanan terhadap air serta sifat tariknya (Li & Huneault,

2011).

2.7.2. Pelarut

Asam laktat tidak berwarna atau agak berwarna kekuningan, praktis

tidak berbau, kental, cairan yang tidak mudah menguap dan higroskopis. Memiliki

rumus kimia C3H6O3 dengan nama kimia 2-asam hidroksipropionat. Asam laktat

memiliki berat molekul 90,08, dan titik didih 122oC pada 2 kPa (15 mmHg).

Asam laktat terdiri dari campuran 2-asam hidroksipropionat, yang merupakan

produk kondensasi, seperti asam laktoyllaktik dan asam polilaktik lainnya, serta

air (Rowe et al., 2009).

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Laktat (Rowe et al., 2009)

Dalam penelitian ini asam laktat berfungsi sebagai pelarut dari kitosan.

Asam laktat dapat bercampur dengan etanol (95%), eter dan praktis tidak larut

dalam kloroform (Rowe et al., 2006). Dalam struktur kimianya, asam laktat

merupakan salah satu molekul terkecil yang memiliki sifat optis aktif yang

mempunyai satu atom karbon kiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer,

yaitu L- dan D-laktat (Astuti, 2008). Kitosan merupakan poliglukosamin yang

dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, asam laktat atau

asam-asam organik (adipat, malat), asam-asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi

1% dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam

(30)

15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Multiguna Program Studi

Pendidikan Dokter, Laboratorium Bioavailability and Bioequivalence (PBB)

Program Studi Farmasi, Laboratorium Natural Product Chemistry (PNA)

Program Studi Farmasi, Laboratorium Sterile Preparation Technology (PST)

Program Studi Farmasi, dan Laboratorium Environmenal Health (HEN) Program

Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sentra Teknologi

Polimer dan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan

Teknologi Nuklir (BATAN). Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan

Agustus sampai Desember 2012.

3.2. Alat Penelitian

Pipet mikro (Wigen Hauser), hot plate stirrer (Advantec SRS710HA,

Jepang), desikator, neraca analitik (Ogawa Seiki, Jepang), vacuum, alat pemotong

dumb bell (Saitama, Japan), tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki, Jepang), pH

meter (Horiba F-52), oven (Eyela NDO-400, Jepang), digimatic micrometer

(Mitutoyo, Jepang), sonikator (Bransonic 5510, Jepang), mikroskop (Olympus),

irradiator sinar gamma, gelas beker, buret, spuit, dan peralatan-peralatan gelas

yang umum digunakan di laboratorium.

3.3. Bahan Penelitian

Serbuk kitosan (PT. Biotech Surindo), Natrium Tripolifosfat (Wako,

Japan), Asam Laktat (PT. Bratachem), Gliserol (PT. Bratachem), Sorbitol (PT.

Bratachem), Asam Asetat (PT. Bratachem), Buffer Fosfat (pH 7,4), NaOH, Silika

(31)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Preparasi Larutan Kitosan 1%

Kitosan ditimbang 4 gram dengan menggunakan kaca arloji, kemudian

kitosan didispersikan kedalam 300 ml aquadest pada gelas kimia, ditambahkan

larutan asam laktat 4% (4 ml asam laktat dalam 100 ml aquadest) dan diaduk

dengan pengaduk magnetik hingga larut. Setelah itu, larutan kitosan disaring

dengan bantuan vacum menggunakan corong buchner yang dilapisi kain.

3.4.2. Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

Sebanyak 25 ml larutan kitosan ditambahkan dengan 30 ml larutan

natrium tripolifosfat (NaTTP) 0,1% secara sedikit demi sedikit menggunakan

buret kira-kira 15 menit. Campuran ditambahkan dengan NaOH 0,1 N

menggunakan buret sampai pH menjadi 5. Plasticizer gliserol dan sorbitol dengan

perbandingan masing-masing 50:50 konsentrasi 40% ditambahkan sedikit demi

sedikit ke dalamnya sambil diaduk dengan pengaduk magnetik hingga homogen.

Gelembung yang terbentuk dihilangkan dengan menggunakan sonikator selama

10 menit, dimana gelembung akan naik ke atas. Setelah itu, dipisahkan dengan

menggunakan spatula. Kemudian, larutan film dipindahkan ke dalam

cetakan/wadah dengan dasar permukaan yang rata. Masing-masing film

dikeringkan pada temperatur pengeringan sesuai dengan tabel di bawah ini (Tabel

1). Setelah itu, film diiradiasi pada dosis 25 kGy dengan sinar gamma selama 10

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 1. Tabel Perlakuan terhadap Sampel Film Kitosan

Sampel Temperatur Pengeringan (oC)

Iradiasi Sinar Gamma

T40°C NI 40 -

T50°C NI 50 -

T60°C NI 60 -

T40°C I 40 Iradiasi

T50°C I 50 Iradiasi

T60°C I 60 Iradiasi

3.4.3. Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus)

Sifat mekanik dari film kitosan di evaluasi menggunakan tensile tester

Strograph-R1 (Toyoseiki. Ltd.). Untuk setiap jenis film dibuat 5 buah sampel

(Gunawan et al, 2010). Film dibentuk seperti dumbell dan bebas dari gelembung

udara atau ketidaksempurnaan fisik. Setelah itu diukur ketebalannya dengan

mikrometer kemudian ditahan di antara dua penjepit dengan jarak jepitan 3 cm.

Kekuatan tarik dan perpanjangan putus diukur ketika film putus (Khan et al.,

2000). Kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus (elongation at

break) dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini :

Kekuatan tarik (N/mm2) =

(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: luas penampang sampel adalah lebar film uji (mm) x ketebalan film uji (mm), a adalah panjang awal dan b adalah panjang pada saat putus (Khan et al, 2000; Astuti, 2008).

3.4.4. Evaluasi Karakteristik Fisik 3.4.4.1. Pengukuran Ketebalan

Mikrometer digunakan untuk mengukur ketebalan film hingga mendekati

0,001 mm. Ketebalan setiap film (mm) diukur dan dinyatakan sebagai rata-rata

dari 9 pengukuran acak dan standar deviasi (Nadarajah, 2005).

3.4.4.2. Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film

Morfologi permukaan dari film kitosan yang telah dikeringkan diamati

dan diukur dengan mikroskop cahaya (LM) dengan perbesaran 400 kali (Yan,

2000).

3.4.5. Evaluasi Karakteristik Fungsional 3.4.5.1. Evaluasi Rasio Pengembangan

Kapasitas penyerapan air dari film kitosan ditentukan dengan

merendamnya dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Film kitosan

yang sudah diketahui beratnya ditempatkan dalam media PBS dengan interval

waktu 1, 2, 3, 4, 5, 10, 30 menit, 1, 2, 3, 4 dan 24 jam. Kelebihan air dibuang

dengan menggunakan kertas saring atau tissue. Setelah itu, film segera ditimbang

(Nadarajah, 2005). Persentase adsorpsi air dalam medium (Wsw) dihitung dari

persamaan berikut:

Wsw = Wt-Wo x 100%

Wo

Keterangan : Wt adalah berat dari film kitosan setelah x menit penyerapan , W0 adalah

berat awal dari film kitosan dan Wsw adalah persen pengembangan.

3.4.5.2. Laju Transmisi Uap Air

Laju Transmisi Uap Air terhadap film ditentukan dengan menggunakan

metode gravimetrik botol yang dimodifikasi berdasarkan ASTM E96-92. Botol

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lingkar penutup setiap botol yang dilapisi dengan parafilm untuk menutupi bagian

antara wadah dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk.

Botol ditempatkan dalam wadah kedap yang berisi air suling. Laju

transmisi uap air diukur pada 25oC. Botol ditimbang setiap interval 3 hari selama

9 hari (Wittaya, et al., 2009; Astuti, 2008). Nilai laju transmisi uap air dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Laju Transmisi Uap Air (g/m2. hari) = Δw/ A.Δt

Keterangan : Δw adalah selisih berat air diserap dalam botol selama waktu Δt (g), A

adalah luas permukaan film diuji (m2), Δt adalah waktu perubahan berat (hari).

3.4.7. Analisa Statistik

Seluruh pengukuran dibuat dalam tiga rangkap dan dinyatakan sebagai

rata-rata + standar deviasi. Paired Sample t Test digunakan untuk menilai

signifikansi statistik dari hasil yang diperoleh. Signifikansi statistik dicatat pada

(35)

20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Stabilitas Fisik

Tabel 4.1 Evaluasi visual ketiga sampel film

Sampel Film Sifat Fisik Film

T40°C Larutan film berjamur sebelum membentuk film T50°C Kuning transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh T60°C Kuning tua transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh

Keterangan: (a) Film T40°C (b) Film T50°C (c) Film T60°C

Gambar 4.1. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat

Film T40°C, T50°C, T60°C dikeringkan pada temperatur masing-masing

yaitu 40°C, 50°C dan 60°C. Namun, selama dilakukan pengeringan, film T40°C

ditumbuhi oleh jamur. Hal ini dikarenakan, temperatur yang digunakan untuk

pengeringan adalah 40°C dimana suhu tersebut mendekati suhu optimal

pertumbuhan kapang yaitu terjadi pada suhu 30-37,5°C. Temperatur akan sangat

berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut.

Apabila temperatur yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya

(b) (c)

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta proses pengeringan larutan sehingga terjadi kontaminasi (Astuti, 2008). Selain itu,

kebanyakan kapang tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu 2-8,5 tetapi

biasanya pertumbuhannya pada kondisi asam atau pH rendah. Untuk film T50°C

dan T60°C, dikeringkan berturut-turut selama 86 jam dan 64 jam. Waktu

pengeringan didasarkan pada pendahuluan yang telah dilakukan. Film dikeluarkan

dari oven jika film telah terbentuk dan film tidak basah seperti pada gambar di

bawah ini. Setelah itu film di letakkan di dalam desikator hingga berat konstan.

Gambar 4.2. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat yang dikeluarkan dari oven

4.2. Karakteristik Mekanik

Tabel 4.2.Kekuatan tarik dan perpanjangan pada saat putus keempat sampel

Sampel Sifat Mekanik

Kekuatan Tarik (N/mm2) Perpanjangan Putus (%)

T50°C NI 10,73 ± 2,42 160 ± 26,46

T60°C NI 5,90 ± 1,29 200 ± 22,36

T50°C I 3,99 ± 0,69 130 ± 21,21

(37)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.3. Diagram kekuatan tarik film

Evaluasi karakteristik mekanik perlu dilakukan karena film yang

diperlukan dalam bidang medis dituntut mempunyai sifat fisik yang kuat,

fleksibel, elastis, dan lembut. Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum

yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Sedangkan perpanjangan

putus adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai

film terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang

secara maksimum (Astuti, 2008).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T50°C NI mempunyai kekuatan

tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C NI yang berbeda secara

signifikan/nyata dimana p yang diperoleh adalah 0,0025 < 0,025. Hasil kekuatan

tarik T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 10,73 ± 2,42 dan 5,90 ±

1,29 N/mm2. Menurut Hang Thu Ta (2010), pengeringan kitosan dengan

temperatur tinggi menyebabkan penurunan berat molekul dari kitosan sebagai

polimer. Penurunan berat molekul dari rantai polimer mengganggu sifat mekanik

dikarenakan adanya penurunan kerapatan dan derajat crosslinking, sehingga

membentuk jaringan yang longgar /kendur. Selain itu, dengan adanya pengeringan

yang lebih lambat memungkinkan rantai polimer untuk mengatur ulang dan

membentuk struktur yang lebih teratur. Ini terlihat bahwa struktur film yang lebih

teratur menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi (Pan et al., 2010). Jadi, kekuatan

tarik yang dihasilkan film T50°C NI lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.4. Diagram perpanjangan putus film

Film T60°C NI menghasilkan perpanjangan putus lebih tinggi

dibandingkan dengan T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p =

0,0045 < 0,025. Hasil perpanjangan putus T50°C NI dan T60°C NI secara

berturut-turut adalah 160 ± 26,46 dan 200 ± 22,36 %.

Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan kekuatan tarik yang lebih

rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara

signifikan/nyata dimana p = 0,0025 < 0,025 dan p = 0,013 < 0,025. Perpanjangan

putus film T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara

signifikan/nyata dimana p = 0,035 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami

penurunan yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,0185 < 0,025. Hasil

kekuatan tarik T50°C I dan T60°C I secara berturut-turut adalah 3,99 ± 0,69 dan

3,33 ± 0,64 N/mm2, sedangkan perpanjangan putus adalah 130 ± 21,21 dan 160 ±

17,32 %. Hal ini disebabkan oleh iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25

kGy yang mungkin telah menyebabkan depolimerisasi rantai polimer. Iradiasi

dapat menyebabkan modifikasi polimer dalam bentuk pemotongan rantai utama

atau crosslinking. Pemotongan menghasilkan penurunan berat molekul,

sedangkan crosslinking menyebabkan berkurangnya mobilitas rantai polimer, dan

kedua faktor ini dapat berkontribusi pada penurunan kekuatan tarik dan

perpanjangan putus (Ribeiro et al, 2009).

Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan

terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut.

(39)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 110

115 120 125 130 135

T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I

Ketebalan

adalah pemotongan ikatan rantai utama (degradasi) dan pembentukan ikatan kimia

antara molekul polimer berbeda (crosslinking) (Nikham, 2006). Depolimerisasi

yang disebabkan oleh pemecahan rantai polimer dan proses oksidasi akan

menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas pada umumnya (Chapiro, 1962).

4.3. Karakteristik Fisik

4.3.1. Ketebalan

Tabel 4.3.Ketebalan film

Sampel Tebal (µm)

T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I

1 123,889 ± 10,240 113,667 ± 15,240 125,778 ± 9,795 116,667 ± 15,588 2 136,889 ± 10,659 106,000 ± 10,665 140,111 ± 11,197 108,000 ± 10,618 3 131,444 ± 7,452 135,444 ± 6,085 134,000 ± 6,614 137,111 ± 5,776 Rata-rata 130,741 ± 9,450 118,370 ± 10,663 133,296 ± 9,202 120,593 ± 10,661

Gambar 4.5.Diagram ketebalan film

Evaluasi karakteristik fisik sebuah film meliputi, pengamatan visual,

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan parameter yang berpengaruh terhadap ketebalan film. Pemeriksaan

morfologi permukaan film dilakukan dengan mikroskop cahaya untuk mengetahui

mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996; Astuti, 2008).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T60°C lebih berwarna kekuningan

dibandingkan dengan film T50°C. Hal ini dikarenakan warna kekuningan tersebut

disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih

tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard.

Film T60°C NI mempunyai ketebalan lebih tipis dibandingkan dengan

film T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,0025 < 0,025.

Hasil ketebalan T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 130,741 ±

9,450 dan 118,370 ± 10,663 µm. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan untuk

pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan

penguapan bahan pelarut. Suhu terlampau tinggi akan mengakibatkan film menjadi

sangat tipis, kering, dan retak. Hal ini karena proses pengeringan berjalan lebih cepat

dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat

menguap sebelum terjadi pembentukan film (Astuti, 2008). Sedangkan untuk film

T50°C I dan T60°C I, masing-masing film menunjukkan ketebalan yang sedikit

agak meningkat yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,000 < 0,025

dan p = 0,000 < 0,025.

4.3.2. Mikroskopik Permukaan Film

Keterangan : (a) T50°C NI (b) T60°C NI (c) T50°C I (d) T50°C I

Gambar 4.6.Gambar mikroskopik permukaan film (perbesaran 400x)

(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada pemeriksaan morfologi, permukaan kedua sampel film terlihat tidak

ada yang berbeda antara T50°C NI dan T60°C NI maupun T50°C I dan T60°C I.

Permukaan film homogen, rata, halus, rapat dan berpori kecil.

4.4. Karakteristik Fungsional

4.4.1. Laju Transmisi Uap Air

Tabel 4.4.Laju transmisi uap air (WVTR) keempat sampel film

Sampel ΔW (g) hari ke- WVTR (g/m2.hari)

0 3 6 9

T50°C NI 0 0,9420 ± 0,1424 1,6981 ± 0,0954 2,3209 ± 0,1060 821,2786 ± 37,5134 T60°C NI 0 0,8744 ± 0,0232 1,5669 ± 0,0220 2,2006 ± 0,0605 778,7096 ± 21,3986 T50°C I 0 0,8159 ± 0,0263 1,6034 ± 0,0607 2,1659 ± 0,0588 766,4072 ± 20,7997 T60°C I 0 0,7959 ± 0,0585 1,4112 ± 0,0168 1,9810 ± 0,0108 701,0026 ± 3,8205

Keterangan: WVTR = water vapor transmission rate; ΔW = pertambahan bobot

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.8. Kurva pertambahan bobot keempat sampel film yang disimpan

dalam wadah dengan kelembaban 95 ± 5% dan temperatur 25 ± 1°C

Film T50°C NI mempunyai laju transmisi uap air lebih tinggi

dibandingkan dengan film T60°C NI yang tidak berbeda secara signifikan/nyata

dengan p = 0,115 > 0,025. Hasil laju transmisi uap air T50°C NI dan T60°C NI

secara berturut-turut adalah 821,2786 ± 37,5134 dan 778,7096 ± 21,3986

(g/m2.hari). Hal ini dikarenakan pengeringan yang lebih cepat pada suhu yang

lebih tinggi dapat menghasilkan film dengan laju transmisi uap air yang rendah.

Selain itu, pengeringan dengan temperatur yang tinggi menyebabkan struktur

menjadi lemah yang kemungkinan menjadikan film mempunyai volume yang

rendah dan dengan demikian kepadatan menjadi lebih tinggi. Kepadatan yang

tinggi biasanya berhubungan dengan laju transmisi uap air yang rendah (Pan et

al., 2010). Setelah mengalami iradiasi, laju transmisi uap air kedua film

mengalami penurunan. Hasil yang diperoleh adalah 766,4072 g/m2.hari untuk film

T50°C I dan 701,0026 g/m2.hari untuk film T60°C I. Laju transmisi uap air film

T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara signifikan/nyata dimana

p = 0,088 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami penurunan yang berbeda

(43)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.4.2. Rasio Pengembangan

Tabel 4.5. Rasio pengembangan keempat film dalam dapar fosfat salin pH. 7,4

Waktu

Gambar 4.9.Profil rasio pengembangan keempat film dalam medium dapar fosfat salin pH 7,4

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

T50°C NI T60°C NI

T50°C I T60°C I

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rasio pengembangan dari film kitosan ditentukan dengan merendamnya

dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Rasio pengembangan dari

keempat sampel ditunjukkan pada Tabel 4.5. Film T50°C NI mempunyai daya

mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan T60°C NI yang

berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,000 < 0,025. Hasil yang diperoleh

secara berturut-turut adalah 232,56 ± 14.72 dan 221,14 ± 20.05 %.

Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan rasio pengembangan yang lebih

rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara

signifikan/nyata dimana p = 0,004 < 0,025 dan p = 0,0025 < 0,025. Film T50°C I

mempunyai daya mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan

T60°C I. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut adalah 222,17 ± 37,05 dan

188,92 ± 49,56 %. Namun, pada perjalanannya keempat sampel film memiliki

nilai rasio pengembangan yang tidak jauh berbeda yang ditunjukkan pada Gambar

(45)

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Temperatur pengeringan berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada

kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio pengembangan

film T50°C NI dan T60°C NI, sedangkan laju transmisi uap air tidak

berpengaruh secara bermakna (p > 0,025)

2. Iradiasi sinar gamma pada dosis sebesar 25 kGy selama 10 menit

berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan,

perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film

T60°C I, sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air

pada film T50°C I tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penentuan berat molekul untuk memastikan terjadinya

depolimerisasi.

2. Perlu dilakukan evaluasi pengaruh penyimpanan terhadap karakteristik

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR REFERENSI

Aranaz, et al. (2009). Functional of Chitin and Chitosan. Current Chemical Biology, No.2 Vol. 3 Hal. 203-230

Arifin, Siti Alwani. (2007). Development of Fungal Chitosan. Laporan akhir Penyelidikan. Fakulti Farmasi Universiti Teknologi mara 40450 Shah Alam, Selangor, Malaysia

Astuti. (2008). Pengembangan Edible Film Kitosan Dengan Penambahan Asam Lemak Dan Esensial Oil : Upaya Perbaikan Sifat Barrier Dan Aktivitas Antimikroba. Skripsi Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pedrtanian Bogor.

Billmeyer, Fred. W. Jr. (1992). Textbook of Polymer Science Third Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Blacido, D. Tapia, et al.( 2005). Effects of Drying Temperature and Relative Humidity on the Mechanical Propeties of Amaranth Flour Films Plasticized with Glycerol. Brazilian J. of Chemical Engineering, No. 02 Vol. 22 April-June 2005 Hal. 249-256

Bourtoom, Thawien. (2007). Plasticizer effect on the Properties of Biodegradable Blend Film from Rice Starch-Chitosan. Songklanakarin J. of Science and Technology, Vol. 30 April 2008 Hal. 149-165

Bhumkar, Devika R. (2006). Studies on Effect of pH on Cross-linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note. AAPS PharmSciTech, Vol 7 No. 2 Article 50 2 Juni 2006

Buttler, B. L et al. (1996). Mechanical Properties Barrier Properties of Edible Chitosan Film as Effected by Compotition and Storage. J. of Food Science 61 (5) Hal. 953-961

Casariego, A. (2008). Chitosan coating surface properties as affected by plasticizer, surfactant and polymer concentrations in relation to the surface roperties of tomato and carrot. Food Hydrocolloids, Vol 22 20 September 2007 Hal 1452-1458

(47)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chiou, Sen Bor et al. (2009). Effects of drying temperature on barrier and mechanical properties of cold-water fish gelatin films. J. of Food Engineering 95 22 Mei 2009 Hal. 327–331

Donhowe IG and Fennema OR. (1993). The effects of plasticizers on crystalinity, permeability, and mechanical properties of methylcellulose films. J. of Food Process Preserv. 17: 247-257.

Dureja, et al. (2011). Amylose Rich Starch as an Aqueous Based Pharmaceutical Coating Material – Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research 3 (1): 08-12

Dutta, Pradip Kumar, et al. (2004). Chitin and Chitosan: Chemistry, properties, and applications. J. of Scientific & Industrial Research, Vol. 63 January 2004 Hal, 20-31

El Kamel, Amal Hassan. (2007). Micromatricial Metronidazole Benzoate Film as a Local Mucoadhesive Delivery System for Treatment of Periodontal Diseases. AAPS PharmSciTech 8 (3) Article 75

Eldin, M.S Mohy, et al. (2008). Chitosan Modified Membranes for Wound Dressing Applications: Preparations, Characterization and Bio-Evaluation. Trends Biomater Artif. Organs, Vol. 22(3) Hal. 158-168

Goncalves, Vanessa L. (2005). Effect Of Crosslinking Agents On Chitosan Microspheres In Controlled Release Of Diclofenac Sodium. Polimeros: Ciencia e Tecnologia, ano/vol. 15 No. 001 Hal. 6-12

Gunawan, Indra, et al. (2010). Sifat Mekanik Polipaduan Polivinil Klorida-Polietilen Terhadap Penambahan Butadiene Rubber. Jurnal Sains materi Indonesia, Vol. 11 No. 3 Juni 2010 Hal:178-182

Guo, Xingfeng, et al. (2012). Factors Affecting the Physical Properties of Edible Composite Film Prepared from Zein and Wheat Gluten. Molecules, ISSN 1420-3490 Vol. 17 Hal. 3794-3804

Igoe, R.S et al. (1994). Dictionary of Food Ingridients. New York : Chapman and Hall

Gambar

Tabel 3.1 Tabel Perlakuan Terhadap Sampel Film Kitosan………………………
Gambar 1. Struktur Kimia Kitosan (Rowe et al., 2009)
Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol (Rowe et al., 2009)
Gambar 3. Struktur Kimia Sorbitol (Rowe et al., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 9 Tahun 2011 menetapkan tarif pajak yang dikenakan untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah 5% x Nilai Perolehan Objek Pajak

Hasil : Kejadian female athlete triad tidak ditemukan pada subjek yang berada di PUSDIKLAT Ragunan Jakarta, namun 15 subjek (23.1%) mengalami bulimia dan 1 subjek (1.5%)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya pemuda dan pemudi mempersepsikan pergaulan baik yang dilakukan sebelum dan sesudah khitbah adalah dengan tujuan untuk mengenali

situs www.diengsavanaindonesia.com sebanyak 31 berita dari target 30 berita, yang tersebar dalam empat rubrik, yaitu rubrik sejarah, alam, budaya, dan galeri. Namun, kendala

dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari

Sedangkan rata-rata hasil uji indeks keseragaman (E) sebesar 0,035 yang mendekati nilai 0, yang berarti komunitas plankton di perairan tambak tersebut tidak menyebar secara

Pada peningkatan pertumbuhan PDRB berdasar anggapan bahwa petumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan pelaksanaan penanaman modal atau investasi dalam jumlah besar di sektor

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbandingan motivasi belajar dalam pembelajaran PJOK antara siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Gondang