• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

RAUDATUL FARIDA

NIM. 103070029015

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian per.:•yaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pウゥォッャッエセゥ@

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Pembi ring I,

I .

-\

Ora. N Hartati M. Si NIP. 15 2 5938

Oleh:

RAUDATUL FARIOA

NIM. 103070029015

Di Bawah Bimbingan

Pembimbin91 II,

Yunita Faela Nisa, M. Psi NIP. 150368i'48

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H /2008 M

(3)

munaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 18 Februari 2008

M.Si

8

Sidang Munaqosah

Sekretaris Merangkap Anggota

NIP. 150238773

Anggota:

i

Penguji I

J

Pembimbing II

(4)

<Barangsiapa yang mengetjakgn ama( shalefi, 6aiftpria maupun

wanita cfatam

セ。、。。ョ@

6eriman, mak,g sesunggunya ak,gn 'Kflmi

6erikgn

セー。、。ョケ。@

セヲゥuヲオー。ョ@

yang (e6ifi 6aili.:, <Dan

sesunggufinya akgn 'Kfl,mi 6erikgn 6atasan

セー。ゥサ。@

merefta dengan

pafiata yang (e6ifi 6aiftdari apa yang merekg

セエェ。ォァョ@

{Jln-:N"afi(:

9 7)

<Ber6aik.,liati/afi, kgrena semua orang yang ftamu temui sedang

6ery·uang datam pertempuran yang (e6ifi suEi.t

(P!ato)

Dengan menyebut nama Allah

yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Kupersembahkan kepada yang tercinta:

Ayahanda dan lbunda, Kakak dan Adik, serta Keponakan-Keponakan, Atas segala cinta, inspirasi dan motivasi

(5)

(D) Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Wanita yang Menikah di Bawah Tangan

(E) 132 halaman +iv lampiran

(F) Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabul, hanya saja tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan ke masyarakat. Tidak diakuinya pemikahan di bawah tangan secara hukum negara, memiliki dampak negatif bagi pihak wanita atau istri dan anak yang dilahirkan. Dampak secara hukum yaitu, jika suami meninggal dunia maka hak waris istri dan anaknya akan hilang. Bisa juga jil<a terjadi perceraian hidup, sang suami mengingkari hak-hal< istri menyangkut nafkah atau harta bersama mereka. Dampak secara sosial yaitu dapat menimbulkan isu-isu negatif terhadap pasangan pria dan wanita, yang sebenarnya telah menikah, tetapi oleh masyarakat diduga belum menikah sehingga dinilai melakukan pelanggaran agama. Namun, dampak negatif yang timbul dari pernikahan di bawah tangan dapat saja mempengaruhi kepuasan pernil<ahan pada wanita.

Pada wanita yang menikah di bawah tangan, kepuasan pernikahan menjadi suatu hal yang dapat memperkuat il<atan pemikahannya. Hal ini terutama dirasal<an secara psikologis.

Kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman subyektif, perasaan yang kuat, dan sikap yang didasarkan pada faktor dalam individu yang mempengaruhi l<ualitas yang dirasakan dari interaksi pernikahan. Kebahagiaan dan kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidal< muncul dengan sendirinya, tetapi kedua hal tersebut harus diusahakan dan diciptakan oleh individu yang ada dalam pernikahan. Kepuasan pernikahan dapat diidentifikasi dari indikator kepuasan pernikahan, yaitu persahabatan, l<omitmen, persamaan dan perasaan positif (Lauer & Lauer, dalam Baron & Byrne, 2003).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kepuasan pernil<ahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, metode yang digunakan yaitu studi kasus dengan desain multikasus. Subyek dalam penelitian ini yaitu wanita yang menikah di bawah tangan sebanyak tiga orang.

(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menikah di bawah tangan cukup merasakan kepuasan pernikahan. Namun, walaupun wanita yang menikah di bawah tangan cukup merasakan kepuasan pernikahan, tetapi mereka juga merasakan kekhawatiran terhadap pernikahan di bawah tangan yang mereka jalani. Kekhawatiran tersebut lebih dirasakan karena dampak yang akan dialami anak. Selain itu. ketakutan akan

ditinggal suami serta tidak ada perlindungan hukum terhadap pernikahan di bawah tangan juga dirasakan subyek. Saran yang diajukan dalam penelitian ini yaitu untuk penelitian lanjutan, dalam pemilihan subyek sebaiknya dilihat juga dari faktor lainnya seperti tingkat pendidikan,

penghasilan keluarga dan usia pernikahan. Untuk mempermudah menjalin hubungan dengan keluarga besar pasangan yang tempat tinggalnya jauh, dapat dilakukan subyek dengan cara komunikasi melalui telepon atau media lain.

Agar tercipta keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, dapat

dilakukan dengan menjalankan kewajiban sebagai suami-istri yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

(G) Daftar Bacaan: 33 (1980-2006)

(7)

Alhamdulillaahi Robbil 'aalamiin, dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad Saw., keluarga dan sahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap istiqomah dijalannya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Program Pendidikan Strata

1 Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pengetahuan yang penulis dapatkan, dengan segala kesabaran dan optimisme. Hal ini berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, semoga Allah membalasnya dengan berlipat ganda.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada:

1.

lbu Dra. Netty Hartati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi dan dosen pembimbing I dalam penelitian ini, yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan keikhlasan serta motivasi kepada penulis,

2. lbu Dra. Zahrotun Nihayah, M. Si., selaku Pembantu C+ekan I dan Prof. DR. Hamdan Yasun, M. Si. selaku dosen penasehat akademik.

3. lbu Yunita Faela Nisa, M. Psi., selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, keikhlasan, pmhatian, serta motivasi kepada penulis.

4. Kedua orang tuaku. Ayahanda H. Mansur, Ks. dan lbunda Hj. Nurmanih. Segala doa dan usaha dari kalian adalah cahaya kehiclupan bagi kami anak-anakmu. Cinta kalian tak bersyarat. Semoga Allah SWT. selalu melindungi Ayahanda dan lbunda.

5. Kakak-kakakku Armani dan R. Alip S., Zulhijah dan Syarif H., Fauziah dan Khairuddin, adikku Upik Nurul Iman dan Suaibatul Aslcimiyah, se1ta

keponakan-keponakanku, Liza Aftriani, M. Daffa Al-Hafizh, M Zahran Syahza, M. Khairi Dzamir dan Fairuz Dzikra, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Semoga penulis juga dapat menjadi motivasi untuk kalian semua.

(8)

Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN, Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Fakultas Psikologi UI, Perpustakaan Nasional,

Perpustakaan Islam Iman Jama', Perpumda DKI Jakarta. Perpustakaan LIPI, atas segala pelayanan yang prima.

9. Teman-teman angkatan 2003, mulai dari kelas A sampai kelas D. Khususnya teman-temanku: Nurhidayati, Qurratu Aini, lkcha Maulidya, Rini Haryani, Evi Nurfaryanti, Ade Susanti, Siti Aisyah, Ira Kumiawati, Ersyali Saptianisari, Catur Tresna R., Fakhrunnisa, Maya Damayanti & Dani Widarsa, Nurul lsyana Sholihah, Zahrotul Hurnairoh, Ayi Widiyastuti, dan lain-lain yang tidak tertulis satu persatu, tetapi tidak rnengurangi rasa sayang serta terirnakasih atas kebersamaan dan kenangan yang rnanis. 10. Ketiga responden yang ikhlas rnernbantu penulis dengan mencurahkan

perasaan serta berbagi pengalaman. Semoga selalu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah dan lindungan Allah SWT.

11. Bapak Drs. Choliludin, MA., rasa hormat dan terima kasih khusus dari penulis untuk bapak.

Akhimya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga skripsi ini berguna dan menjadi amal shaleh. Amiin yaa robbal alamiin.

Jakarta, 18 Februari 2008

Penulis

(9)

HALAMAN PERSETUJUAN ...•..•...•...•...•...••..•. ii

HALAMAN PENGESAHAN ...••..•...•...•.. iii

MOTTO ...•...•..•...•...•..•...•...•...•...•...•. .iv

ABSTRAK ...•...•...•...•....•...•...•... v

KA TA PENGANTAR ...•...•...•..•...•...•... vii

DAFT AR ISi ...••...••...•...•...••..•..•... .ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFT AR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1-13

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 10

1.3. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

1.3.1. Batasan Masalah ... 10

1.3.2. Rumusan Masalah ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 12

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 12

1. 5. Sistematika Penulisan ... 13

(10)

2.1.2. Alasan dan Tujuan Pernikahan ... 17

2.2. Kepuasan Pernikahan ... 21

2.2.1. Pengertian Kepuasan Pernikahan ... 21

2.2.2. lndikator Kepuasan Pernikahan ... 24

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan ... 28

2.2.4. Kapuasan Pernikahan dalam Perspektif lslam ... 36

2.3. Nikah di Bawah Tangan ... .44

2.3.1. Pengertian Nikah di Bawah Tangan ... .44

2.3.2. Hukum Nikah di Bawah Tangan ... 45

2.3.3. Sebab-Sebab Terjadinya Nikah di Bawah Tangan ... .47

2.3.4. Dampak Negatif Nikah di Bawah Tangan ... .48

2.4. Kerangka Berpikir ... 50

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN

54-64

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.1.1. Pendekatan Penelitian ... 54

3.1.2. Metode Penelitian ... 55

(11)

3.2.3. Teknik Pemilihan Subyek ... 56

3.3. Teknik dan lnstrumen Pengurnpulan Data ... 57

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data ... 59

3.4. Analisis Data ... 61

3.5. Prosedur Penelitian ... 63

3.5.1. Tahap Persiapan ... 63

3.5.2. Tahap Pelaksanaan ... 63

3.6. Kode Etik Penelitian ... 64

BAB 4 PRESENTASI

DAN

ANALISIS DATA

66-118

4.1. Gamba ran Umum Subyek Penelitian ... 66

4.2. Gambaran dan Analisis Kasus ... 67

4.2.1. Kasus M ... 67

4.2.2. Kasus S ... 83

4.2.3. Kasus E ... 101

4.3. Analisis Antar Kasus ... 118

(12)

5.3. Saran ... 131 5.3.1. Saran Teoritis ... 131

5.3.2. Saran Praktis ... 132

DAFT AR PUST AKA

LAMPI RAN

(13)
[image:13.595.41.426.147.569.2]

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek ...

GB

Tabel 4.2.1.A Riwayat Pernikahan M ... 78

Tabel 4.2.1.B Gambaran Kepuasan Pernikahan M ... 80

Tabel 4.2.1.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan Pernikahan M ... 83

Tabel 4.2.2.A Riwayat Pernikahan S ... 94

Tabel 4.2.2.B Gambaran Kepuasan Pernikahan S ... 97

Tabel 4.2.2.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan Pernikahan S ... 100

Tabel 4.2.3.A Riwayat Pernikahan E ... 112

Tabel 4.2.3.B Gambaran Kepuasan Pernikahan E ... :113

Tabel 4.2.3.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan Pernikahan E ... 11 G Tabel 4.3.1 Analisis Antar Kasus:

Riwayat Pernikahan ... 119

Tabel 4.3.2 Analisis Antar Kasus:

Gambaran Kepuasan Pernikahan ... 121

Tabel 4.3.3. Analisis Antar Kasus:

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan ... 123

(14)

Lampiran 2 : Surat Pernyataan Persetujuan

Lampiran 3 : Lembar o「ウセエカ。ウゥ@

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara

(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya orang mempunyai keinginan untuk menikah, karena dengan

menikah banyak kebutuhan pribadi yang dapat dipenuhi. Pemenuhan

kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting untuk mennasuki pernikahan.

Kebutuhan psikologis ini diantaranya adalah kebutuhan akan adanya

companionship, kebutuhan untuk menerima dan memberijkan cinta kasih, dan

kebutuhan akan adanya komitmen.

Pernikahan adalah hubungan dyadic atau berpasangan antara seorang pria

dan seorang wanita, walaupun tidak menutup kemungkinan terdapat

pernikahan dalam budaya tertentu yang membolehkan poiigami. Pernikahan

adalah hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang

menyediakan pemenuhan akan hubungan seksual, dapat mengasuh anak

secara sah, dan terdapat pembagian tugas di antara mereka (Duvall & Miller,

1985).

(16)

Sejalan dengan perkembangan hidup manusia, ada tahap ketika seseorang akan dihadapkan pada pernikahan, begitu juga dalam kehidupan seorang wanita, karena tujuan sebagian besar wanita yang belum menikah adalah

pernikahan (Hurlock, 1980).

Tekanan dari orang tua atau lingkungan dapat menjadi tuntutan bagi seorang wanita untuk segera menikah (Hurlock, 1980). Bisa saja karena tuntutan tersebut, seorang wanita memilih menikah di bawah tangan, dengan alasan pernikahan ini dianggap lebih mudah daripada pernikahan secara resmi. Hal ini karena pernikahan di bawah tangan tidak harus mendaftar ke Pegawai

Pencatat Nikah atau ke Kantor Urusan Agama (KUA).

Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabu/, hanya saja tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan (M. Fu'ad Syakir, 2002).

Dijelaskan dalam Undang- Undang Perkawinan (1989), Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang menegaskan:

"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu",

(17)

dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, talak dan Rujuk"

Pernikahan di bawah tangan sah secara hukum agama Islam. Namun, tidak mendapat pengakuan resmi dari negara, sehingga tidak ada perlindungan hukum negara jika terjadi masalah dalam pernikahan.

Mendapatkan ketentraman dan kasih sayang merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap pasangan yang menikah untuk mewujudkan suatu keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah (Sudarsono, 1991).

Tujuan pernikahan ini terdapat dalam Al-Quran surat Ar-Huum ayat 21:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

(18)

karena sesungguhnya pernikahan merupakan ketetapan lllahi atas segala makhluk (M. Quraish Shihab, 1997). Hakikat ini ditegaskan dalam Al-Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 49:

"Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah."

Dalam pernikahan di bawah tangan, beragam alasan yang

melatarbelakanginya. Data dari hasil penelitian, alasan seseorang melakukan pernikahan di bawah tangan, yaitu: faktor biaya/ekonomi f<arena tidak mampu mengeluarkan biaya untuk mendaftarkan pernikahannya ke KUA yang

dianggapnya begitu mahal, faktor biologis dilakukan oleh orang yang tidak dapat menahan hasrat biologisnya, faktor keluarga yang tidak mengenal proses hukum negara yang harus dilakukan ketika seseorang melakukan pernikahan, dan faktor lain-lain/poligami karena khawatir pernikahannya tersebar luas, sehingga mereka mengurungkan niat untuk mendaftar pernikahannya secara resmi ke KUA (Ai Tita Kusumawati, 2006).

(19)

penolakan terhadap poligami merupakan salah satu alasan yang melatarbelakangi seseorang menikah di bawah tangan.

Seperti yang sering diberitakan media massa tentang pemikahan di bawah tangan yang dilakukan oleh Bambang Trihatmojo dengan Mayang Sari sebagai istri kedua, yang akhirnya Bambang menceraikan istri pertamanya. Ada juga Rhoma lrama dengan Angel Lelga sebagai istri muda, setelah diketahui oleh masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra pernikahan mereka berakhir. Kasus lainnya yaitu Farhat Abbas suami dari Nia Daniati yang menikahi Ani Muryadi secara di bawah tangan, pernikahan ini pun berakhir dengan perpisahan, dan Farhat Abbas lebih memilih Nia Daniati sebagai istri yang sah (Jalu, 2005). Jika dilihat dari kasus-·kasus yang

merebak di masyarakat, kebanyakan pernikahan di bawah tangan dilakukan dengan sengaja agar tidak diketahui orang lain, dan pada akhirnya

perpisahan menjadi ujung dari pernikahan ini, kemungkinan tidak adanya kepuasan memicu perpecahan dalam hubungan pernikahan.

Beragam alasan yang melatarbelakangi pernikahan di bawah tangan. Namun, bukan berarti seseorang yang melakukan pernikahan di bawah tangan

(20)

Nikah di bawah memiliki dampak negatif terhadap status anak yang

dilahirkan. Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan (1989),

menyebutkan bahwa "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

sebagai akibat perkawinan yang sah." Sedangkan pemikahan di bawah

tangan adalah pernikahan yang tidak tercatat di KUA dan tidak diakui secara

hukum negara, sehingga di mata hukum negara status anak yang dilahirkan

dianggap sebagai anak yang tidak sah. Konsekuensinya, anak yang

dilahirkan dari pernikahan di bawah tangan, hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini dijelaskan dalam pasal

selanjutnya yaitu pasal Pasal 43 ayat (1).

Kesulitan lain yang akan dialami oleh anak dari pernikahan di bawah tangan

adalah tidak dicatatkannya kelahiran anak, yang menjadi pengakuan dari

hukum negara atas kelahirannya dan merupakan hak dasar bagi anak

sebagai langkah pertama untuk mendapatkan perlindungan serta status

dalam hukum negara (lnayatul Anisah, 2005). Hal ini karena akte kelahiran

dibuat dengan menyertakan surat nikah orang tua, sedangkan pernikahan di

bawah tangan tidak tercatat secara resmi, se11a tidal< memperoleh surat

nikah, maka anak dari pernikahan ini tidak bisa membuat akte kelahiran. Akte

kelahiran biasanya selalu diminta untuk melengkapi administrasi sekolah, dan

(21)

Seorang ayah dapat saja menyangkal bahwa anak dari hasil pernikahan di bawah tangan yang dilakukan bukan anak kandungnya, karena asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang (Undang-Undang

Perkawinan No.1/1974 Pasal 55 ayat (1). 1989). Tidak adanya akte kelahiran yang menunjukkan status anak, maka anak pun tidak dapat menuntut haknya atas kewajiban orang tuanya, terutama dari ayahnya. ltu berarti anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya karena ia tidak mempunyai status sebagai anak yang sah (lnayatul Anisah, 2005).

(22)

Ketika wanita berada di tengah-tengah masyarakat, secara sosial wanita akan sulit untuk bersosialisasi, karena wanita yang melakukan pernikahan di bawah tangan dianggap tinggal serumah dengan laki-laki tanpa adanya ikatan pernikahan, atau sering juga disebut sebagai istri simpanan. Hal ini karena tidak ada surat nikah yang membuktikan bahwa wanita tersebut telah menikah {Jalu, 2005).

Dalam suatu pernikahan, seseorang ingin memperoleh kepuasan. Pada setiap pernikahan memberikan tingkat kepuasan yang berbeda, dimana kepuasan yang dirasakan satu pasangan belum tentu sama dengan pasangan yang lain. Kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman subyektif, perasaan yang kuat, dan sikap yang didasarkan pada faktor dalam individu yang mempengaruhi kualitas interaksi dalam pernikahan {Weiss, 2005).

(23)

Pernikahan di bawah tangan dapat menjadi pernikahan yang rentan エ・イィ。、セー@

konflik. Hal ini karena tidak kuatnya ikatan pernikahan dengan tidak adanya surat resmi. Masalah atau konflik akan selalu ada dalam setiap pernikahan. Namun, dengan pengendalian konflik secara efektif pernikahan dapat dianggap berhasil (Kazdin, 2000), sehingga seseorang da1pat merasakan kepuasan pernikahan.

Kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi kedua hal tersebut harus diusahakan dan diciptakan oleh individu yang ada dalam pernikahan. Dalam kepuasan pernikahan faktor yang mempengaruhi yaitu: faktor personal, pemuasan kebutuhan psikologis, anak, kehidupan seksual di dalarn pernikahan, ekonomi, kebersamaan, interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik, hubungan dengan keluarga besar pasangan, penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan dalam pernikahan.

(24)

1.2. ldentifikasi Masalah

Berdasarkan penjabaran masalah yang terjadi dalam pernikahan di bawah tangan dan kepuasan pernikahan, maka beberapa masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu:

1.

Apa yang dimaksud dengan pernikahan di bawah エ。ョセQ。ョ_@

2. Bagaimana dampak pernikahan di bawah tangan terhadap istri, suami dan

anak?

3. Bagaimana riwayat pernikahan wanita yang menikah di bawah tangan? 4. Apa yang dimaksud clengan kepuasan pernikahan?

5. Bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan?

6. Bagaimana Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan?

1.3. Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tetap fokus pada masalah yang akan diungkap, maka pada penelitian ini dibatasi pada permasalahan-permasalahan:

(25)

2. Nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabu/, hanya saja tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan (M. Fu'ad Syakir, 2002).

3. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang menikah bawah tangan.

1.3.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana gambaran kepuasan pemikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan?

Secara lebih spesifik perumusan masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana riwayat pernikahan wanita yang menikah di bawah tangan? 2. Bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah

tangan?

(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada perumusan masalah dalam penelitian, yaitu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan hal-hal yang berkaitan dengan gambaran kepuasan

pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dihasilkan pada penelitian ini yaitu: 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini mempunyai manfaat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dalam penelitian bidang psikologi, terutama Psikologi Sosial.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini mempunyai manfaat yaitu sebagai media

informasi mengenai kepuasan pernikahan, bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan, dan mengetahui hukum

(27)

1.5. Sistematika Penulisan

Berdasarkan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi, Fakultas

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2004), pembahasan penelitan ini dibagi ke dalam lima bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BABIPENDAHULUAN

Secara keseluruhan, isi pendahuluan merupakan penjelasan-penjelasan yang erat hubungannya dengan masalah yang di bahas. Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dari rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka memuat berbagai sumber dari teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Teori yang digunakan dalam ー・イョセャゥエゥ。ョ@ ini yaitu pernikahan, kepuasan pernikahan, dan nikah di bawah tangan serta kerangka berpikir.

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN

(28)

subyek, pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisis data, serta kode etik penelitian.

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

Bab ini terdiri dari tiga subbab. Subbab pertama membahas gambaran umum subyek penelitian, subbab kedua membahas gambaran dan analisis kasus, dan subbab ketiga membahas analisis antar kasus.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

(29)

Bab ini terdiri dari empat subbab. Subbab pertama mernbahas pernikahan, meliputi pengertian, alasan dan tujuan. Subbab kedua ュeセュ「。ィ。ウ@ kepuasan pernikahan, meliputi pengertian, indikator dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pernikahan, serta kepuasan pernikahan dalam perspektif Islam. Subbab ketiga membahas nikah di bawah tangan, meliputi pengertian, hukurn, sebab-sebab dan dampak nikah di bawah tangan. Subbab keempat kerangka berpikir.

2.1. Pernikahan

2.1.1. Pengertian Pernikahan

lstilah "nikah" berasal dari bahasa Arab yang artinya berhimpun, sedangkan menurut bahasa Indonesia adalah "kawin". Dewasa ini kerap kali dibedakan antara "nikah" dengan "kawin", akan tetapi pada prinsipnya sama (Sudarsono, 1991).

Apabila ditinjau dari segi hukum, pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara pria dan wanita yang menjadi sebab sahnya status sebagai

(30)

suami-istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni (Sudarsono, 1991).

Menurut Duvall dan Miller (1985), "Marriage is the dyadle of pair relationship between one man and one woman." Pernikahan merupakan suatu peristiwa alamiah yang terjadi antara dua orang, yaitu antara pria dan wanita secara berpasangan yang disebut hubungan dyadic.

Selanjutnya Duvall dan Miller (1985) mengatakan, " ... perhaps marriage can be most accurately define as the socially recognized relationship between a

man and woman that provides for sexual relation, legitimizes childbearing,

and establishes a division of labor between spouses." Dalam pernikahan selain adanya hak legal dalam membesarkan anak, juga berdapat pengakuan sosial, legitimasi dalam hubungan seksual, dan adanya pembagian kerja yang sesuai antara pasangan tersebut.

Menurut Bernard (dalam Santrock, 2002), pemikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah

(31)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah hubungan antara seorang pria dan wanita sehingga membentuk sistem keluarga baru, serta menjadi sebab sahnya status sebagai suami-istri dalam membesarkan anak dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.

2.1.2. Alasan dan Tujuan Pernikahan

Stinnet (dalam Turner & Helms, 1987) menyusun hal-hal yang umum dikemukakan sebagai alasan dilangsungkannya suatu pernikahan, yaitu: 1. Commitment (Komitmen). Banyak orang menginginkan adanya

seseorang yang mau mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan merupakan suatu ekspresi dari tipe cledikasi ini, dan upacara pernikahan menjacli simbol clari komitmen ini.

2. One-to-one Relationship (Hubungan pribacli antara seseorang clengan seseorang yang lain). Banyak inclividu yang menclambakan suatu bentuk hubungan one-to-one yang bersifat intim clan berlangsung selamanya. Banyak juga yang ingin hiclup bersama clengan seseorang untuk

menclapatkan clukungan secara emosional dalam bentuk afeksi, respek, kepercayaan clan keintiman.

(32)

pengasingan diri atau isolation, dengan potensi akan adanya

companionship (persahabatan) dan kesernpatan untuk berbagi aktifitas di dalarn pernikahan tersebut. Riset rnenunjukkan bahwa sharing (berbagi) rnerupakan sarana yang penting dari keseluruhan hubungan. Apabila kebutuhan sarna-sarna terpenuhi dan ada saling rnernbagi aktifitas, rnaka suatu hubungan rnenjadi lebih terintegrasi dan pasangan suarni-istri akan rnendapatkan kepuasan yang lebih baik dalarn kehidupan rnereka.

4. Love (Cinta). Hidup banyak orang akan sernakin rnernuaskan apabila rnereka rnenjadi berarti bagi orang lain. Banyak orang ingin rnendapatkan seseorang yang akan rnernberi rnereka cinta yang tak bersyarat dan rnereka dapat rnernbalas cinta tersebut. Pernikahan rnenawarkan kesernpatan untuk rnernenuhi kebutuhan dasar akan cinta.

5. Happiness (Kebahagiaan). Adanya kebahagiaan dalarn berbagai fase kehidupan sangatlah penting bagi setiap orang. Banyak orang

rnengharapkan pernikahan sebagai surnber kebahagiaan. Narnun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada institusi pernikahan, rnelainkan pada orang-orang yang rnenjalaninya dan hal tersebut tergantung pada cara rnereka berinteraksi di dalam hubungan tersebut. 6. Legitimization of sex and children (Pengesahkan hubungan seksual dan

(33)

Menurut Atwater (1983), kebanyakan orang pada saat ini cenderung menikah karena alasan persahabatan dan untuk mencapai kepuasan kebutuhan psikologis dibanding untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial, karena kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting untuk memasuki pernikahan. Dengan menikah orang akan memperoleh tanggung jawab yang besar terhadap pasangannya, memberi dukungan emosional dan rasa aman. Selain itu juga akan memperoleh cinta, kasih sayang dan pemberian kebutuhan romantik dan kebersarnaan.

Tujuan pernikahan dimuat dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB I Pasal 1 yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975, yaitu: "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa" (Undang-Undang Perkawinan, 1989). Dari batasan ini jelaslah bahwa tujuan

(34)

Tujuan pernikahan juga terdapat dalam Al-Quran surat Ar··Ruum ayat 21:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Tujuan penting lainnya menurut Atwater (1983) yaitu keterbukaan dan fleksibilitas yang lebih besar dalam pernikahan, ini meliputi berbagai hal seperti peran keluarga yang lebih fleksibel, karir keluarga, hubungan yang erat dengan pasangan, kebenaran dan kejujuran dalam p1:irnikahan. Dalam hubungan pernikahan, sebagian besar pasangan berharap untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai pribadi secara individual.

Dapat disimpulkan bahwa alasan dilangsungkannya suatu pernikahan adalah untuk mengadakan komitmen agar terjalin suatu hubungan dengan

seseorang, sehingga dapat berbagi aktifitas dan kasih sayang guna

(35)

Tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga ケ。ョセQ@ bahagia dan kekal serta keterbukaan dan fleksibilitas dalam pernikahan. Sedangkan Agama

Islam menegaskan bahwa suami istri itu berada di dalam pergaulan yang sah menurut hukum Islam untuk menjaga kehormatan dan martabat umat

manusia, mendapatkan keturunan yang sah, serta memperoleh ketentraman, kenyamanan baik lahir maupun bathin, karena di dalam pernikahan penuh dengan rasa kasih sayang.

2.2. Kepuasan Pernikahan

Lederer & Jackson (dalam Atwater, 1983) menggolongkan pernikahan menurut dua dimensi: memuaskan-tidak memuaskan (sal'isfactory-unsatisfactory) dan stabil-tidak stabil (stable-unstable).

Berbagai nama digunakan untuk mengidentifikasi kepuasan pernikahan, yaitu: kebahagiaan pernikahan, kualitas pernikahan, suks13s pernikahan dan penyesuaian pernikahan (Bird &Melville,

1994).

2.2.1 Pengertian Kepuasan Pernikahan

(36)

subyektif, dalam hal ini berarti bahwa hal-hal yang membuat satu pasangan merasa bahagia, belum tentu membuat pasangan lainnya merasa bahagia juga.

2.2.2 lndikator Kepuasan Pernikahan

Pernikahan memberikan pengalaman dan implikasi yang berbeda-beda pada suami dan istri (Thompson & Walker, dalam Santrock, 2002). Hal ini karena sosialisasi antara wanita dan pria berbeda sejak masih kanak-kanak,

sehingga dalam pernikahan pun wanita dan pria mengalami hal yang berbeda serta mendapatkan efek yang berbeda dari pernikahannya.

Mutu suatu pernikahan dikatakan tergantung pada interaksi antara pasangan, yang dinilai tidak hanya oleh self-report, tetapi juga oleh pengamatan yang dikendalikan (Weiss, 2005).

Lauer dan Lauer mengidentifikasi indikator kepuasan pernikahan (dalam Baron & Byrne, 2003). lndikator kepuasan pernikahan ini merupakan

(37)

1.

Persahabatan (friendship)

a. Menganggap pasangan sebagai teman baik

Pasangan dapat dianggap sebagai teman baik, yaitu dengan adanya kerja sama dalam suatu hubungan yang bersifat suka rela (Abu Ahmadi, 1999).

b. Menyukai pribadi pasangan

Dalam pernikahan, kecenderungan seseorang memilih pasangan

yang memiliki kesamaan. Kita cenderung menyukai ッイ。ョセエ@ yang memiliki kesamaan sikap, minat, latar belakang, termasuk kepribadian yang sama dengan kita (Sears, et al., 1994). Namun, kesamaan bukanlah segalanya. Ditemukan juga bahwa disposisi kepribadian yang spesifik berkaitan dengan keberhasilan pernikahan. Kebutuhan-kebutuhan tertentu dari seseorang dapat dipenuhi secara paling baik bukan oleh pasangan hidup yang serupa, tetapi oleh seseorang yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan

tersebut (Baron & Byrne, 2005).

2. Komitmen (commitment)

a. Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang Banyak orang menginginkan adanya seseorang yang mau mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan merupakan suatu ekspresi dari tipe dedikasi ini (Stinnet, dalam Turner &

(38)

b. Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci

lkatan pernikahan pada budaya kita dipandang sebagai ikatan yang langgeng dan suci. Dalarn pernikahan seperti ini, rnasing-rnasing rnenjadi

rnilik pasangan hidupnya, kebutuhan pribadi agak diabail<an; tetap berusaha rnempertahanl<an l<esatuan suarni-istri (Davidoff, 1991 ).

c. Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial Pernil<ahan menyedial<an persetujuan sosial dengan respek terhadap suatu perilaku seksual (Stinnet, dalam Turner & Helms, 1987).

3. Persamaan (similarity)

a. Mempunyai persamaan tujuan

Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil pernikahan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab pernikahan (Hurlock, 1980). Untul< itu,

rnempunyai persamaan tujuan penting dalam pernikahan.

b. Mernpunyai persamaan dalarn rnenunjukkan l<asih sayang

Keluhan umum yang disampaikan wanita dalam suatu pernil<ahan adalah bahwa suami mereka tidak peduli pada kehidupan ernosional mereka dan tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri, rnereka harus rnembuat suami rnereka rnengatakan apa yang rnerel<a rasal<an dan rnendorong mereka untuk terbuka. Pria seringkali menanngapi bahwa

(39)

dari dirinya. Wanita juga mengatakan bahwa mereka meinginginkan kehangatan lebih banyak seperti halnya keterbukaan dari suami mereka (Blumstein & Schwartz, dalam Santrock, 2002).

c. Mempunyai persamaan tentang kehidupain ウ・ォウオセャャ@

Kehidupan seksual merupakan salah satu masalalh yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan

pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ini tidak dapat dicapai dengan memuaskan. (Hurlock, 1980) ..

4. Perasaan positif (positive feeling)

a. Merasa pasangan menjadi lebih menarik

Cinta merupakan salah satu bentuk terpenting darii ketertarikan antar pribadi. Hubungan cinta

ini

juga mendasari berlangsungnya pernikahan (Abu Ahmadi, 1999).

b. Merasakan kebahagiaan bersama pasangan

Adanya kebahagiaan dalam berbagai fase kehidupan sangatlah penting bagi setiap orang. Banyak orang mengharapkan pernikahan sebagai sumber kebahagiaan. Namun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada institusi pernikahan, melainkan pada orang-orang yang

(40)

sisi lain mereka juga mengeluh ketidakbahagiaan yang lebih dalam pernikahan dibanding para suami mereka (Atwater, 1983).

c. Merasa bangga akan prestasi pasangan

Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia,

pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Hurlock, 1980).

Perlu penulis kemukakan bahwa indikator kepuasan pernikahan menurut Islam secara dasar sebagaimana ditunjukkan di dalam Al-Quran

Surat Ar-Rum Ayat 21 yaitu kata

4-:}llJ

;< • .,1\ memberi pengertian bahwa

pernikahan menciptakan ketentraman lahir dan bathin antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga yang tentram, nyaman, damai dan sejahtera, sebagai akibat terpenuhinya hak dan kewajiban suami··istri dengan baik.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

(41)

1. Karakteristik masa lalu (background characteristics) a. Kebahagiaan dalam pernikahan orang tua

b. Tingginya level kebahagiaan ketika masa kanak-kanak

c. Tingkat disiplin yang tidak terlalu tinggi namun c:ukup tegas dengan pemberian hukuman yang moderate

d. Adanya pendidikan seks yang memadai dari oran!! tua e. Pendidikan minimal SMU atau sederajat

f. Masa perkenalan yang cukup sebelum berlanjut ke pernikahan

2. Karakteristik masa kini (current characteristics)

a. Adanya keterbukaan dalam mengungkapkan afeksi antara suami dan istri

b. Adanya saling percaya dan keyakinan antara kedua belah pihak c. Adanya persamaan antara suami dan istri (equalitarian), tidal< ada

pihak yang mendominasi pihak lain, keputusan dibuat bersama. d. Adanya keterbukaan, kebebasan dalam berkomunikasi antara kedua

belah pihak baik secara emosional, sosial, maupun seksual e. Hubungan seksual yang saling dinikmati kedua belah pihak f. Adanya kebersamaan dalam kehidupan sosial (minat dan teman) g. Adanya tempat tinggal yang relatif permanen

(42)

Duvall dan Miller (1985) menambahkan bahwa diantara dua macam

karakteristik tersebut, karakteristik masa kini merupakan faktor yang lebih

berpengaruh terhadap tercapainya kepuasan pernikahan.

Davidoff (1991) mengutarakan faktor penunjang ォ・「。ィ。セQゥ。。ョ@ pernikahan

yaitu:

a. Taraf sosial ekonomi yang relatif tinggi. Dengan ta1raf sosial ekonomi

yang telatif tinggi orang tidak terlalu sering harus menghadapi frustrasi.

Bila salah satu menghadapi stres maka hal ini clapat menjadikan

beban dalam pernikahan.

b. Mempunyai orang tua yang bahagia. Bila mempunyai orang tua yang

bahagia berarti dia telah memperoleh guru yang baik. Anak-anak

dengan orang tua bahagia akan lebih mementingkan kedamaian.

c. Kebahagiaan pribadi. Orang yang selalu hidup dengan senang dan

ceria barangkali akan dapat hidup bersama dengan siapapun.

Sedangkan orang yang sudah cukup puas lebih menekankan pada

aspek positif meskipun pernikahannya dihadang dengan berbagai

kesulitan.

d. Jalinan kasih mesra yang lama dengan kedamaian. Hal ini bisa

menandakan bahwa masing-masing pihak saling rnengenal satu sama

lain dengan baik, dan selalu siap mengambil keputusan yang rasional

(43)

e. Pernikahan yang tidak terlalu muda. Orang yang sudah dewasa

biasanya tidak akan terlalu gegabah dalam mengambil keputusan atas satu permasalahan, dan pernikahan yang tidak terlalu muda biasanya diiringi keadaaan sosial ekonomi yang sudah lebih baik.

Kebahagiaan suami-istri dapat mereka rasakan tergantung pada kepuasan dalam hubungan pernikahan. Ada empat hal yang paling umum dan paling penting bagi terwujudnya kepuasan pernikahan yang dilakukan melalui penyesuaian (Hurlock, 1980), yaitu:

a. Penyesuaian terhadap pasangan

Penyesuaian hubungan interpersonal dalam pernikahan lebih sulit dilakukan dari bentuk-berituk hubungan sosial yang lain karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah konsep tentang pasangan ideal,

pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, adanya aktifitas atau hal tertentu yang menjadi minat kedua belah pihak, kesamaan nilai-nilai yang dipegang, konsep tentang peran, serta perubahan dalam pola hidup.

b. Penyesuaian seksual

(44)

terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi, serta efek dari vasektorni pada

pria.

c. Penyesuaian keuangan

Ketersediaan maupun kekurangan uang mempunyai pen9aruh terhadap penyesuaian pernikahan yang harus dilakukan seseoran(J. Situasi finansial bisa membahayakan penyesuaian pernikahan dalam dua area penting. Pertama, jika istri mengharapkan suami untuk berbagi beban kerja karena istri mulai mengalami bum out dalam mengurusi rumah tangga. Kedua, jika ada keinginan untuk memiliki barang-barang tertentu sebagai simbol

kesuksesan, dan suami tidak mampu memenuhinya.

d. Penyesuaian terhadap keluarga besar pasangan

Di dalam pernikahan, seseorang sekaligus juga mendapatkan sebuah

(45)

Dari penyesuaian pernikahan di atas, Hurlock (1980) mengemukakan beberapa kriteria dari penyesuaian pernikahan yang berhiasil:

a. Kebahagiaan suami dan istri

Suami dan istri yang bahagla memperoleh kepuasan peran yang mereka jalankali dan dijalankan oleh pasangannya. Mereka juga mempunyai cinta yang stabil dan matang antara keduanya, mempllnyai penyesuaian seksUal yang baik, serta telah menerima perannya sebagai orang tua.

b. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak

Adanya hubungan yang baik antara anak dan orang tua rnerefleksikan penyesuaian pernikahan yang berhasil, sekaligus turut mienyumbang pada keberhasilan penyesuaian pernikahan itu sendiri. Jika hubungan orang tua dan l:lnak kurang begitu baik, suasana dalam rumah akan banyak diwarnai oleh perselisihan, dimana pada akhirnya membuat penyesuaian pernikahan menjadi sulit.

c. Adanya penyesuaian yang baik pada anal<

Anak-anak yang memiliki penyesuaian diri yang baik, disukai oleh teman-temannya, berhasil dan bahagia di sekolah merupakan bukti dari

(46)

d. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu: adanya ketegangan tanpa pemecahan, adanya salah seorang yang mengalah demi terciptanya perdamaian, atau masing-masing anggota keluarga berusaha untuk memahami pendapat anggota keluarga yang lain. Untuk jangka panjang hanya kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat juga mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.

e. Kebersamaan

Jika penyesuaian pernikahan dapat berhasil maka ォ・ャオ。イゥセ。@ dapat rnenikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan

keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal tahun pernikahan, rnaka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah tangga atas usahanya sendiri.

f. Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan

(47)

suatu keluarga, keluarga perlu mempelajari cara mengatur

pengeluaran-pengeluaran sehingga dapat menghindari terjadinya hutang dan dapat

menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sHセ「。ゥォM「。ゥォョケ。L@

daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh kan9na pendapatan

suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk membantu pendapatan

suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.

g. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan

Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga

pasangan, kecil kemungkinan terjadi perselisihan dengani mereka.

McGinnis (dalam Yuwana & Maramis,

1991),

mengatakan bahwa setiap

pernikahan yang berhasil selalu mengandung sikap bersEidia melakukan dan

menghadapi hal-hal yang tidak kita sukai. Yang dimaksuclkan di sini ialah

bahwa bilamana terjadi perubahan-perubahan kebutuhan, hendaknya

tiap-tiap pasangan suami istri membicarakan lagi hubungan rnereka, bagaimana

cara mereka dapat saling memenuhi kebutuhannya, saling member! dan

menerima dalam kehidupan pernikahannya.

Berdasarkan teori dari Duvall dan Miller (1985), Hurlock ('1980), dan Davidoff

(1991)

yang telah diuraikan sebelumnya, faktor-faktor yanig secara teoritis
(48)

1. Faktor personal

2. Faktor pemuasan kebutuhan psikologis melalui hubungan interpersonal

3. Faktor anak 4. Faktor seksual

5. Faktor ekonomi/finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal) 6. Faktor kebersamaan

7. Faktor interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik 8. Faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan

9.

Faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan dalam pernikahan

10. Faktor peran

2.2.4. Kepuasan Pernikahan dalam Perspektif Islam

Kepuasan pernikahan dapat disebut juga dengan kebahagiaan pernikahan. Dalam Islam, kunci kebahagiaan pernikahan yaitu adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hal ini karena jika hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan, maka terwujudlah k1eserasian dan keharmonisan dalam pernikahan, kebahagiaan semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik (Sidi Nazar Bakry,

1993).

(49)

istri dilaksanakan dengan baik, maka hak akan diterima oleh suami atau istri (Sidi Nazar Bakry, 1993). Kewajiban dan hak suami-istri tersebut yaitu:

1. Kewajiban Suami terhadap lstri

a. Memperlakukan istri dengan cara yang baik dan bijaksana, yaitu dengan menghargai serta menghormati hak-hal< istri.

Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 19:

"Dan bergaul/ah dengan mereka (istrimu) secara baik."

b. Jangan menyal<iti istri dan mensia-sial<annya, bail< jasmani maupun rohani. Rasulullah Saw. bersabda:

"Cukup berat (dosanya) seseorang yang mensia-siakan apa yang menjadi tanggung jawabnya." (HR. Abu Daud)

c. Memberi nafkah sesuai dengan l<emampuan yang ada secara tulus ikhlas. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.

,,,,.,... ,... ,,. ,,. ,., J. ,... ,,,

。Nゥセ@

セ@

j#

,...

<\;>::G:.j o..lljj

セHL@

ᄋセ@

J

セセ|@

JAJI

セ@

(50)

''Tidaklah menafkahkan seorang pria (suami) kepada rumah

tangganya dan keluarganya dan anak-anaknya dan pembantunya, maka ha/ itu merupakan sedekah baginya." (H.R. Thabrani)

d. Membantu istri dalam melaksanakan pekerjaan rumah tangga.

"Dan /aki-/aki (suami) itu bertanggung jawab ates rumah tangganya." (H.R. Bukhari & Muslim)

e. Menjauhkan perasaan cemburu yang tidak pada tempatnya (cemburu tahpa alasan).

,... ;;J ,,. "' 0 ,... ,... J. ,... ,... } J.

セ⦅_@

')II £.WI

f:f'i

セ@ セ@

')'

;.s-_;;:.

ll"lj

.J.ft. ')'

[NウMセ」@

Nセ⦅G[[ZN@

,... ,... ,... ,,. ,...,. ,,.

,,. ((; .-: ,,

(_J'l...s-

011

o\Jj)

Nセ@

IGセ@ PセャヲエL|@

セj@

"Yang sebaik-baiknya kamu terhadap ke/uarganya dan saya (Muhammad) sebaik-baiknya di antara kamu bagi keluargaku -Tidaklah melnuliakan wanita kecuali orang-orang yang mulia, dan tidaklah menghinakan wanita kecuali orang-orang yang tercela." (H.R. lbnu Assakir)

f. Mengajari istri dan anak-anak tentang hukum-hukum agama, dan memperingatkannya agar menjadi manusia-manusia yang baik serta mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

(51)

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka . "

g. Bijaksana ketika timbul pertengkaran/perselisihan dalam rumah tangga dan jangan cepat marah. Rasulullah Saw. bersabda:

"Berkata Nabi Muhammad Saw. - Janganlah engkau pemarah dan sorga untukmu." (Al-Hadist)

h. Menghormati orang tua dan keluarga dari pihak istri. Pada hakikatnya orang tua istri itu adalah juga orang tua dari pihak suami begitu juga sebaliknya.

2. KeWajiban lstri

terhadap Suami

a. Setia dan patuh kepada suami, baik waktu senang maupun waktu susah, dalam suka dan duka.

Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 34:

(52)

b. Berwajah cerah dan simpatik. Hindarilah bermuka masam dan sering menggerutu atau suka cemberut.

,.. ,., ,.. ,... ,.., ,,. .... ,.. J.

セ|Nォャ@

Lft./1

ャセャェ@

,;_;:,::.

セIェ@

te)I

p

ャセiZ[N@

HNMsGjセ@

セ@

,.. ,.. ,.. ,., ....

0 ,.. ,.. ,..

(tsWI olJJ) . .JG.j

µ

J

セ@

te'.c

y\P

blj

,,.,,., ,., ,.. ,,. ,..

"Sebaik-baiknya perempuanmu ialah; yang menggembirakan kepada engkau apabila melihatnya, dan patuh apabila disuruh, dan

memelihara dirinya sendiri dan hartamu apabila engkau tidak di rumah." (H.R. Nasaai)

c. Janganlah bepergian tanpa izin suami. Bila ada suatu keperluan untuk bepergian ke luar rumah, mintalah izin suami terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan fitnah-fitnah dan lain-lainnya.

"Dunia itu adalah tempat kesenangan (pethiasan) dan sebaik-baiknya pethiasan ialah wanita yang sha/ihah." (H.R. Muslim)

(53)

" ... Dan wanita itu adalah penggembala (penanggungjawab) atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya." (H.R. Bukhari & Muslim)

e. Pandai berhemat dan bijaksana dalam mengatur p1:irekonomian rumah tangga. lstri yang bijaksana memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupan rumah tangganya, mampu memyesuaikan dengan keadaan dan kemampuan suaminya.

,,,.. ,... 0 J ,,.. J 0 ,, 0 J .,,,,

HセキZZNjMQI@

LZZZ⦅Lセ@

:::.i:J.:.J

0(,

Lセ@

セ@

01

Lセjwi@

セセ@

セキャ@

,... ... ,, ,,.. ,,

"Wanita itu tiang negara, apabi/a wanita itu baik, maka baiklah ia dan jika wanita-wanitanya rusak, maka binasa/ah negara itu."

f. Memelihara hubungan kekeluargaan antara pihak suami dan pihak istri. lstri yang baik selalu menjaga hubungan baik l<edua belah pihak.

g. Selalu menghargai pemberian suami.

Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat Ibrahim ayat 7:

(54)

h. Tidak meninggalkan ibadah dan selalu hormat pada suaminya. Rasulullah Saw. bersabda:

,.,. ,.,. ,,., 0 (fl ,,.

:;,;,_) ;. \;, ,;;,_J

Lft,fi:':.

cNNZZセェ@ ャセZNN[⦅@ ッセZ[Nji@

..::..L,o

bl

, , ,

(})I

olJJ)

.it.JI

..:.j;c;

セjj@

セエ「|ェ@

I

,

"Apabila seorang wanita melaksanakan shalat yang lima waktu dan berpuasa pada bu/an Ramadhan dan mem/ihara k•9hormatannya dan mematuhi suaminya, ia masuk sorga." (H.R. Al Bazar)

i. Mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Hal ini sudah menjadi fitrah bagi seorang wanita. Namun, pada hakikatnya adalah kewajiban bersama antara suami dan istri.

"Mu/iakan/ah anak-anakmu dan didil</ah agar mereka beral<hlal< mu/ia." (Al-Hadist)

j. Berhati-hati terhadap fitnah. lstri yang baik tidaklah segera menerima suatu fitnah (berita), kecuali diselidiki dan diperiksanya secara cermat terlebih dahulu.

(55)

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang jahat membawa suatu berita, maka periksa/ah dengan f1'3liti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

k. Pandai membagi waktu dan memanfaatkannya

"Waktu itu bagaikan pedang, jika engkau tidak memotongnya, ia akan memotong engkau."

I. Selalu menjaga kebersihan dan kerapihan.

"Sesungguhnya Allah itu indah, Dia menyukai keindahan." (HR. Muslim mela/ui /bnu Abbas)

0 J,- .... /. ,,.

c...:...l)-1)

NPセセQ@

セ@

セャjRNdQ@

, ,

(56)

2.3.

Nikah di

Bawah Tangan

2.3.1. Pengertian Nikah di Bawah Tangan

Menurut M. Fu'ad Syakir (2002), nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabul, hanya saja tidak tertulis secara n:ismi dan tidak diberitahukan.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2), "Tiap-tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Pasal ini mewajibkan agar semua pernikahan dicatat. Nikah di bawah tangan merupakan suatu pernikahan yang tidak menjalankan kewajiban dalam pasal tersebut, itu berarti pernikahan tidak disertai adanya dokumen resmi. Bagi umat Islam pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) (Undang-Undang Perkawinan, 1989).

(57)

2.3.2. Hukum Nikah di Bawah Tangan

Nikah di bawah tangan hukumnya sah secara syariat kamna mencukupi rukun dan syarat tatkala dilakukannya akad, akan tetapi tidak diakui secara resmi jika ada pertikaian di hadapan hukum dalam permasalahan pernikahan, begitu juga tidak diakui oleh pihak-pihak resmi lainnya sebagai sanclaran pernikahan (M. Fu'ad Syakir, 2002).

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabu/, hanya saja tidak tertulis secara resmi clan ticlak diberitahukan.

Pernikahan hendaklah diumumkan/diberitahukan. Begitulah yang dianjurkan syariat Islam. Nabi saw. bersabda:

,,,. ... 0 J. ,,. <I! -;;

セェNYQQQ@

9P

1j;_;p(, ..G,-\:.:JI

J

セQZLゥ[N[LMQI@

C

セ[SQ@

iセ|@

/ ,,. ,,,. .... ,,., ,,.

.(:i..!J\.t:.

i f

HDセ@

_rll

o\JJ)

"Umumkanlah pemikahan dan jadikantah akad nikah itu <ii masjid, serta puku/lah rebana." (HR. at-Tirmidzi mela/ui Aisyah ra.).

(58)

penikahan ini termasuk pernikahan

sini,

yakni terlarang, s•edangkan Imam Syafi'i dan Abu Hanifah menoleransi hal tersebut (M. Qurciish Shihab, 2006).

Selain sah secara agama hendaknya pernikahan juga sah secara hukum negara, sehingga seorang warga telah mematuhi hukum niegara dengan mengikuti undang-undang yang ada yakni dalam Undang-Undang

Perkawinan No. 1Tahun.1974 Pasal 2 ayat (1) (1989), yang menyatakan bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu." Selanjutnya clalam ayat (2) yang menyatakan "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Berdasarkan pasal tersebut, suatu pernikahan dapat dikatakan sah jika dilakukan menurut hukum agama atau kepercayaan, serta pernikahan tersebut dicatat menurut undang-undang yang berlaku.

Meskipun secara hukum Islam dianggap sah, namun pernikahan di bawah tangan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan Pegawai

(59)

2.3.3. Sebab-Sebab Terjadinya Nikah di Bawah Tangan

M. Fu'ad Syakir (2002), menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya nikah di bawah tangan, yaitu:

a. Kebanyakan laki-laki yang mencari cara pernikahan se•perti ini

dikarenakan ikatannya dengan beberapa keluarga dan beberapa istri serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan menghancurkan bangunan rumah tangganya.

b. Pandangan masyarakat yang kejam terhadap laki-laki yang beristri dua, bahwa dia adalah laki-laki yang suka beristri dan mencari kenikmatan dunia, hingga akhirnya pernikahan itu disembunyikan clari mata orang ban yak.

c. Permasalahan intern keluarga, biasanya terjacli setelah anak-anak besar

dan kesibukan istri mengasuh anaknya, hal ini menimbulkan kebosanan dan keletihan, hingga suami merasa butuh perempuan lain yang bisa mengembalikan vitalitas dan semangatnya.

d. Sebagian laki-laki ada yang mempunyai akhlak mulia dan memiliki kemampuan beristri dua, sementara istrinya yang ada ticlak bisa memenuhi hasrat biologisnya, sehingga mendorongnya untuk

melaksanakan pernikahan seperti ini agar tidak jatuh ォeセ@ dalam perbuatan dosa.

e. Banyaknya kuantitas perempuan di sebagian ュ。ウケ。イ。セZ。エ@ Islam,

(60)

daerah, bahwa laki-laki semestinya beristri banyak, agar bisa menjauhkan

kedua belah pihak dari perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Dilihat dari berbagai penyebab di atas, hal yang perlu dianalisa kembali

adalah sesungguhnya pernikahan dengan cara ini tidak memenuhi

anjuran-anjuran yang diarahkan oleh Islam yang semestinya dilakukan.

2.3.4. Dampak Nikah di Bawah Tangan

Nikah di bawah tangan berdampak sangat merugikan ba!Ji pihak wanita atau

istri dan anak baik secara hukum maupun sosiall. Telah diketahui

sebelumnya bahwa nikah di bawah tangan dilakukan secara hukum Islam

tanpa pencatatan hukum negara, dalam pernikahan ini pun tidak ada

pemberitahuan, sehingga tidak ada penyebarluasan beriita pernikahan yang

berfungsi menapik isu-isu negatif terhadap pasangan pria dan wanita - yang

sebenarnya telah menikah, tetapi diduga orang belum menikah sehingga

dinilai melakukan pelanggaran agama (M. Quraish Shihab, 2006).

Dampak secara hukum yaitu, jika suami meninggal dunia tanpa ada bukti

tentang pernikahannya dengan seorang wanita, ketika itu hak waris istri dan

anaknya akan hilang. Bisa juga jika terjadi perceraian hidup, sang suami

mengingkari hak-hak istri menyangkut nafkah atau harta bersama mereka

(61)

Tidak diakuinya pernikahan di bawah tangan secara hukum negara, memiliki dampak negatif terhadap status anak yang dilahirkan. Hal ini karena

berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan (1989). menyebutkan bahwa "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalarn atau sebagai akibat perkawinan yang sah". Sedangkan nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi dan tidak diakui secara hukum negara, sehingga di mata hukum negara status anak yan!l dilahirkan

dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak yang dilahirkan dari pernikahan di bawah tangan ini, hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya, hal tersebut dijelaskan dalam pasal selanjutnya yaitu pasal Pasal 43 ayat (1 ).

Selama hubungan dalam pernikahan berlangsung ham1onis, maka hal ini tidak akan menjadi masalah. Namun, jika mulai terjadi perselisihan dah salah satu pihak ingin mengadakan pemutusan hubungan ikatan pernikahan, maka timbullah masalah. Bentuk masalah yang terjadi biasanya berhubungan dengan status anak dan harta bersama yang diperoleh selama pernikahan. Hal ini karena tidak dalam pernikahan di bawah tangan tidakmempunyai alat bukti keabsahan pernikahan.

(62)

masyarakat ini, tidak melaksanakan hukum selama tidak membahayakan bagi dirinya bukan merupakan suatu masalah. Begitu juga bagi sebagian masyarakat tertentu yang menikah di bawah tangan, sebagian dari rnereka bukan tidak mengetahui bahwa ada ketentuan hukum yang harus

dilaksanakan, tetapi karena kesadaran mereka yang rendah terhadap hukum. Selain itu, karena sebagian dari mereka menganggap prosedur untuk

menikah melalui KUA begitu rumit dan biaya yang harus dibayar oleh mereka cukup mahal.

Dengan melihat dampak-dampak yang ditimbulkan dari ーeセイョゥォ。ィ。ョ@ di bawah tangan, Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di ャョ、ッョ・ウゥセQ@ mengharuskan adanya pencatatan pernikahan demi terjaminnya ketertiban dan menghalangi terjadinya persengketaan tanpa penyelesaian (M. Quraish Shihab, 2006).

2.4.

Kerangka Berpikir

Ketika seorang wanita menikah, mereka menginginkan kepuasan dalam pernikahannya. Tetapi status pernikahan dapat saja mempengaruhi

(63)

Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena

rukun nikahnya mencukupi, hanya saja tidak tertulis secara resmi dain tidak diberitahukan atau tanpa sepengetahuan pihak resmi (KUA). Dalam

pernikahan di bawah tangan, kemungkinan permasalahan yang akan dijumpai berkaitan dengan status pernikahan tersebut yang tidak tercatat secara resmi. Jika ada konflik ataupun pengingkaran tanggung jawab di dalam keluarga, terutama dilakukan suami terhadap istri clan anak, pernikahan tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum negara. Masyarakat pun tidak mengetahui bahwa telah 、ゥャ。ョァウオョセQォ。ョ@ suatu pernikahan antara pria dan wanita, akibat ketidaktahuan masyarakat itu dapat menimbulkan isu-isu negatif terhadap pasangan tersebut.

Kepuasan pernikahan merupakan perasaan subyektif yang diperoleh pasangan yang menikah terhadap kualitas pernikahannya, sehingga

kepuasan pernikahan dirasakan berbeda pada setiap orang. Sementara itu, kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap oran£1 tidak muncul dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan dan diciptakan oleh setiap individu.

(64)

faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor personal, pemuasan kebutuhan psikologis, anak, kehidupan seksual di dalam pernikahan, ekonomi, kebersamaan, interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik, hubungan dengan keluarga besar pasangan, penyesuaian penyelesaian konflik dan pengarnbilan keputusan dalam pernikahan.

Wanita yang merasakan dampak negatif pernikahan di bawah tangan, jika mempengaruhi kepuasan pernikahannya, kernungkinan wanita tersebut merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya. Salah satu contohnya yaitu akibat tidak ada pemberitahuan dalam pernikahan di bawah tangan

menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat, ウ・ィゥョァAセ。@ pasangan yang menikah di bawah tangan dinilai melakukan pelanggaran hukum agama. Sedangkan menganggap pernikahan sebagai suatu hal yang penting untuk menjaga stabilitas sosial merupakan salah satu indikator kepuasan

(65)

Bagan Kerangka Berpikir·

Wanita

i

Nikah di bawah tangan

Kepuasan pernikahan

(66)

Bab ini terdiri dari enam subbab. Subbab pertama membahas jenis penelitian. Subbab kedua membahas subyek penelitian. Subbab ketiga membahas

teknik dan instrumen pengumpulan data. Subbab keempat membahas analisis data. Subbab kelima membahas prosedur penelitian. Subbab keenam mambahas kode etik penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan. lnformasi yang didapatkan berbentuk deskripsi yang memikankan pentingnya konteks, setting, serta kerangka pemikiran subyek penelitian itu sencliri (Lexy

J.

Moleong, 2004). Karena bersifat deskripsi, maka penuli:s berusaha untuk menemukan makna yang berada di dalam ungkapan konsep tersebut,
(67)

sehingga penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk ュ・ョセQオョァォ。ーL@ memahami, memberi wawasan serta rincian yang kompleks tentang s13buah fenomena yang baru sedikit diketahui (Strauss dan Corbin,

2003).

3.1.2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks ケ。ョセQ@ teirbatasi (bounded conteks) (Kristi Poewandari, 2001). Secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bila fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin,

2006).

(68)

3.2. Subyek Penelitian

3.2.1. Karakteristik Subyek

Karkteristik subyek dalam penelitian ini yaitu wanita yang menikah di bawah tangan. Sesuai dengan tempat tinggal subyek, penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu satu orang bertempat tinggal di Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, dan dua orang bertempat tinggal di Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kota Depok.

3.2.2. Jumlah Subyek

Jumlah subyek dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara tegas di awal penelitian. Beberapa peneliti menyarankan untuk lebih mementingkan tercapainya "titik jenuh" dimana peneliti melakukan pengambilan sampel teoritis akan terus menambahkan unit-unit baru dalam sarnpelnya (Sarantoks dalam Kristi Poerwandari, 2001 ). Untuk penelitian ini ditetapkan jumlah subyek terdiri dari tiga orang.

3.2.3. Teknik Pemilihan Subyek

(69)

berdasarkan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

3.3. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pendekatan atau tipe penelitian studi kasus, metocle pengumpulan

data dapat dilakukan dari berbagai sumber dengan berag:am cara, bisa berupa wawancara, observasi, maupun studi dokumen tertentu yang terkait dengan kasus (Kristi Poerwandari, 2001 ).

Oalam penelitian ini, teknik pengumpulan data utama yan!J digunakan adalah wawancara dengan observasi sebagai metode penunjang.

a. Wawancara

Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah

wawancara. Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi kasus, !<arena studi kasus umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan-urusan kemanusiaan tersebut harus dilaporkan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai (Yin, 2006).

(70)

rnenggali inforrnasi diri subyek, rnaka wawancara yang 。セセ。ョ@ dilakukan adalah wawancara rnendalarn, serta terfokus untuk rnengarahkan pernbicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalarnan subyek, dan rnenggunakan pedornan wawancara (Kristi Poerwandari, 2001).

Agar wawancara tidak rnenyirnpang dari tujuan penelitian, rnaka pedornan wawancara yang akan digunakan disusun berdasarkan tujuan penelitian serta dikaitkan dengan teori-teori yang terdapat dalarn kajian pustaka, berkaitan dengan rnasalah yang diteliti dan digunakan sebagai pegangan bagi pewawancara agar tetap pada tujuan penelitian yang berfungsi untul< rnengingatkan akan topik-topik yang ingin digali serta apa yang belurn dan sudah ditanyakan.

b. Observasi

(71)

keseluruhan metode observasi ini berasumsi bahwa tingkah laku seseorang mempunyai maksud. Dengan observasi diharapkan ー・ョ・セゥエゥ@ dapat lebih menangkap intensitas emosi subyek terhadap pengalama1n-pengalamannya serta hal-hal yang tidak tercakup dalam inforrnasi verbal y·ang diberikan subyek, sehingga dapat memperkaya data yang diperoleh.

3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data

a. Pedoman wawancara

Seperti yang telah disinggung, pedoman wawancara digunakan sebagai pegangan bagi pewawancara agar tetap pada tujuan pemilitian juga berfungsi untuk mengingatkan akan topik-topik yang ingin digali serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisis data. Pedoman ini disusun berdasarkan konsep-konsep teoritis yang telah dibangun dalam kajian pustaka.

(72)

Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan hal-hal yang berkaitan gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.

Dalam wawancara yang sesungguhya, pewawancara tidak perlu memberikan pertanyaan secara urut dan ketat mengikuti pedoman wawancara, tetapi diberikan peluang untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan subyek yang dihadapi, mengembangkan pertanyaan dan melakukan probing untuk memperjelas dan mengelaborasi jawaban subyek. Penggunaan kata-kata pun tidak terlalu ketat dalam hal aturan bahasa, pendeknya fleksibilitas ditekankan di sini (Lexy J. Moleong, 2004). Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan pedoman wawancara yang satu ke wawancara be

Gambar

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek
Tabel 4.2.1.A
Tabel 4.2.1.B
Tabel 4.2.1.C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan beberapa kepala SD di Kabupaten Kebumen dinyatakan bahwa para Kepala sekolah di Kabupaten Kebumen pada umumnya

Momen kapasitas balok dapat diperhitungkan sebagai momen rencana yang bekerja pada kolom jika daerah sendi plastis sudah direncanakan penulangannya. Ukuran kolom

Kartu Seminar PKL, PraSeminar (Biru) yang telah ditandatangani oleh Ketua Program Studi6. Tanda Terima Pengumpulan Laporan PKL dan

Website sebagai bagian dari terknologi internet berperan penting dalam penyebaran informasi, berbagai kegiatan yang bersifat online, serta berbagai aktivitas lain yang

konseling adalah pelayanan farmasi klinik yang sangat pokok untuk pasien rawat.. jalan sehingga peneliti ingin mengetahui penerapan standar

Pengembangan Daya Saing Industri dan Usaha Obat Tradisional Jawa Tengah Kegiatan Pembinaan.. No Kegiatan 2014

Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak