• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

(MP-ASI) DI PUSKESMAS WILAYAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

NURUL HUSNA

107104000492

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi dengan judul

GAMBARAN PELAKSANAAN KONSELING PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

DI PUSKESMAS WILAYAH JAKARTA

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 28 Agustus 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP. 19700501 1996 1 2001 NIP. 19731106 2005 01 2003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, 28 Agustus 2012

Penguji I

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 19700501 1996 1 2001

Penguji II

Ernawati, S.Kp, M.kep, Sp.KMB NIP. 19731106 20050 1 2003

Penguji III

(4)

v

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, 28 Agustus 2012

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP: 197905202009011012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

v

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2012

(6)

vi Nama : Nurul Husna

Tempat,tanggal lahir : Bekasi, 29 April 1988 Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Letnan Arsad RT 04/01 No. 48 Kecamatan

Kayuringin Jaya Kota Bekasi Selatan 14711 Tlp : 085710478685

Email : runa_madina@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan

1994-2000 : SDN Perumnas I -Bekasi 2000-2003 : MTS Annida Al-Islami -Bekasi 20004-2007 : MA Annida Al-Islami -Bekasi

2007- sekarang : Program S1 Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengalaman Organisasi

2008-2009 : anggota departemen Keagamaan BEMJ Ilmu Keperawatan

(7)

vii

Skripsi, Agustus 2012

Nurul Husna, NIM : 107104000492

Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012 xix + 86 halam, 15 tabel, 2 bagan, 10 lampiran

ABSTRAK

Masalah kurang gizi pada anak dapat disebabkan oleh kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar. Untuk itu diperlukan konseling, konseling adalah suatu komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan membantu klien untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI (persiapan konseling, perencanaan konseling, implementasi konseling dan evaluasi konseling) di Puskesmas wilayah Jakarta.

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif eksploratif. Sampel sebanyak 15 petugas, pengembilan sempel dilakukan dengan cara sampling jenuh. Pengumpulan data untuk pelaksanaan konseling pemeberian makanan pendamping ASI menggunakan wawancara pada petugas, observasi dengan lembar check list, dan evaluasi pelaksanaan konseling pemberian MP-ASI kepada orang tua dengan kuesioner dengan lembar check list. Analisa data yang digunakan adalah univariat.

Hasil penelitian ini menggambarkan kategori cukup dalam pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 13 petugas dan kategori baik dalam pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 2 petugas, dan evaluasi pelaksanaan konseling makanan pendamping ASI terhadap orang tua balita menunjukkan kategori baik dalam evaluasi pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 6 petugas, kategori cukup dalam evaluasi pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 7 petugas dan kategori kurang dalam evaluasi pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 2 petugas. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk mengetahui pelaksanaan konseling dalam Menajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

(8)

viii

THE STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCE

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduated thesis, August 2012

Nurul Husna, NIM : 107104000492

Description Implementation of Complement Feeding Counselling in Public Health Center area Jakarta 2012

xix + 86 pages, 15 tables, 2 charts, 10 attachment

ABSTRACT

Problem of malnutrition in children can be caused by the inappropriate habit of giving complementary feeding and lack of mother’s knowledge about how to give complementary feeding. It required counseling, which is a two-ways communication between counselor and client aimed in helping clients to decide what they have to do to overcome their problems. The purpose from this study was to determine the implementation of the complementary feeding counseling (preparation, planning, implementation and evaluation of counseling) at the health center area in Jakarta.

This type of study is a quantitative study with descriptive explorative design. Total sample were 15 officers with sampling saturation technique. Data’s collection with interview, observation check list sheet, and evaluation of complementary feeding providing counseling to parents with questionnaires with a check list sheet. Analysis of the data using univariate.

Results from this study show there were 13 officers in moderate category providing counseling in the implementation of complementary feeding and there were 2 officers in good category counseling provision in the implementation of complementary feeding, and evaluation of complementary feeding counseling to toddler’s parent show there are 6 officers in good category in evaluation of implementation from provision of counseling complementary feeding, moderate category in the evaluation of complementary feeding counseling provision were 7 officers and bad category in the evaluation of the implementation of the provision of counseling complementary feeding there are 2 officers. This study could be a consideration for further research to determine the implementation of the Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) counseling.

(9)

ix Assalamualaikum Wr. Wb

Bismillahirahmanirahim, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Konseling

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu di Puskesmas Wilayah Jakarta”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW serta para sahabatnya yang telah menerangi jalan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang.

Terselesaikannya skripsi ini tidak akan lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu penulis tanpa letih. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan merasa tidak akan mampu sepenuhnya membalas jasa dari pihak yang telah membantu serta semoga bantuan yang berharga tersebut akan dibalas oleh Allah SWT. Rasa syukur dan ucapan terima kasih ini saya sampaikan kepada :

1. Prof. Dr (hc) M.K Taddjudin, dr. Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan,

terima kasih atas motivasinya

(10)

x

5. Ibu Maulina Handayani, S. Kp, M. Sc. Dan Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku penguji. Terima kasih untuk masukan dan nasehatnya. 6. Direktur dan seluruh staff pegawai Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dan

Jakarta Timur yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Kepala Puskesmas dan seluruh petugas Puskesmas Pasar Minggu, Kebayoran Lama, Cilandak, Jatinegara, Pulo Gadung yang telah membantu penulis selama penelitian.

8. Ibu Ns. Mardiyanti, S.Kep., M.Kep.,Sp.An. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, doa dan ilmunya pada penulis

9. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan dorongan, motivasi dan ilmunya pada penulis.

10. Almarhum Ayahanda dan Almarhuma Ibunda yang telah memberikan kasih sayang dan cinta kasih kepada penulis.

11. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan 12. Seluruh responden baik petugas Puskesmas di Poli MTBS/anak dan orang

tua balita yang telah membantu penulis selama penelitian

13. Abang-abang dan kakak-kakak penulis (Zulhanuddin, Agus Salim, Farhan, Bilal, Ali Sadikin, Sarah dan Erlina Hannum) yang tak pernah lelah selalu memberikan doa, motivasi, nasehat, kasih sayang, kesabaran dan dukungan moril serta materil dan spritual yang selalu tercurah kepada penulis.

(11)

xi

16. Keluarga besar PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya teman-teman angkatan 2007, Terima kasih atas dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini. dan kakak-kakak, adik-adik PSIK dan adik-adik kosan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas semangat, dukungan dan doa kalian.

17. Sahabat terbaikku (Fika, Nita, May, Dy) yang memberikan motivasi, semangat, bantuan dan doanya.

18. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu

Akhirnya tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Agustus 2012

(12)

xii

10.Kerugian Bila Terlambat Memberikan MP-ASI ... 21

11.Permasalahan dalam Pemberian MP-ASI ... 21

12.Beberapa Permasalahan dalam Pemberian Makan Bayi atau Anak Umur 0-24 bulan ... 22

(13)

xiii

1. Pembinaan & Pemantapan Hubungan Baik (rapport) ... 33

2. Pengumpulan & Pemberian Informasi ... 34

3. Perencanaan, Pengambilan Keputusan & Pemecahan Masalah .... 34

4. Langkah-langkah Konseling ... 35

a. Menurut (Hidayat, 2009) ... 35

b. Menurut (Novelasari, 2010) ... 37

G. Puskesmas ... 39

H. Kerangka Teori ... 41

BAB III KRANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ... 42

(14)

xiv

3. Confidentiality ... 59

BAB V HASIL ... 60

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

1. Puskesmas Pasar Minggu ... 60

2. Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama ... 61

3. Puskesmas Jatinegara ... 61

C. Karakteristik Evaluasi Pelaksanaan Konseling MP-ASI menurut Orang tua Balita ... 65

6. Pendidikan Orang tua ... 65

D. Gambaran Pelaksanaan Konseling berdasarkan Wawancara pada Petugas ... 66

E. Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Tiap Puskesmas ... 68

F. Gambaran Tahapan Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Puskesmas wilayah Jakarta ... 68

G. Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 69

H. Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Tiap Puskesmas ... 70

I. Gambaran Tahapan Evaluasi Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 70

J. Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 71

B. Gambaran Langkah-langkah Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI ... 78

1. Persiapan ... 78

2. Perencanaan ... 78

3. Implementasi ... 79

(15)

xv

C. Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di

Puskesmas Wilayah Jakarta ... 80

D. Gambaran Evaluasi Tahapan Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI Menurut Orang tua Balita ... 81

E. Gambaran Evaluasi Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 82

F. Keterbatasan Penelitian ... 82

G. Implikasi Hasil Penelitian ... 83

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

1. Untuk Dinas Kesehatan dan Puskesmas ... 85

2. Untuk Peneliti Selanjutnya ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(16)

xvi

No. Tabel Halaman

Tabel 2.1 Pola Makanan Bayi dan Baduta Berdasarkan Jenis Makanan ... 19 Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 43 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden di Puskesmas

Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 62 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Puskesmas

Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 63 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Puskesmas

Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 63 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pelatihan MTBS Responden

di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 64 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Responden di Puskesmas

Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 64 Table 5.6 Distribusi Frekuensi Pendidikan Orang tua Balita di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012 ... 65 Tabel 5.7 Distribusi Hasil Wawancara pada Petugas ... 66 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hasil Pelaksanaan Konseling Pemberian

MP-ASI di Setiap Puskesmas Wilayah Jakarta ... 68 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Tahapan Pelaksanaan Konseling Pemberian

MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 68 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Hasil Pelaksanaan Konseling Pemberian

MP-ASI di Puskesmas Wilayah Jakarta ... 69 Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI di Setiap Puskesmas Wilayah Jakarta ... 70 Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi TahapanEvaluasi Pelaksanaan Konseling

Pemberian MP-ASI Wilayah Jakarta ... 70 Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi Pelaksanaan Konseling

(17)

xvii

No. Bagan Halaman

2.1 Bagan Kerangka Teori Pelaksanaan Konseling Pemberian MP-ASI modifikasi Sheeran dan Abraham (1995), Novelasari (2010) . 41 3.1 Bagan Kerangka Konsep ... 42

(18)

xviii

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Informan Peneliti Lampiran 2 Pedoman Wawancara

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Observasi Penelitian

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Lampiran 6 Bagan KNI

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 8 Surat Ijin Melakukan Penelitian dari Dinas Kesehatan Jakarta Selatan

Lampiran 9 Surat Ijin Melakukan Penelitian dari Dinas Kesehatan Jakarta Timur

(19)

xix ASI : Air Susu Ibu

ASCA : American School Conselor Association DepKes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia IMCI : Integrated Management of Childhood Illness KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KK : Kepala Keluarga KNI : Kartu Nasehat Ibu

MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

SWOT : Strengh Weakness Oppurtunity Theart

UNICEF : United Nations International Children’s Emergency Fund UPTD : Unit Pelaksana Teknis Dinas

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa balita merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan struktur dan fungsi tubuh, emosi, intelektual, serta tingkah laku. Pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, makanan, kesehatan, dan lingkungan yang baik. Pemberian makanan yang baik merupakan faktor yang sangat penting, karena jika kekurangan energi atau zat-zat gizi yang esensial dapat mengganggu pertumbuhan yang optimal dan menimbulkan penyakit gangguan gizi (Khodiyah, 2006).

(21)

Di masa bayi, Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik dan utama karena mempunyai kandungan zat kekebalan yang sangat diperlukan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit terutama penyakit infeksi. Seiring dengan pertumbuhan bayi, maka bertambah pula kebutuhan gizinya. Sejak usia 6 bulan, bayi mulai diberi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) (Santoso, 2005).

Makanan Pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian MP-ASI ini diberikan pada anak yang berusia 6 sampai 24 bulan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan mengunyah anak dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. Pemberian MP-ASI harus bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).

(22)

Dalam pemberian makanan yang diberikan pada bayi dan anak balita harus memenuhi syarat-syarat berikut yaitu memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia di daerah setempat, kebiasaan makan, dan selera makan, bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faali anak, serta memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan (As’ad, 2002).

Muchtadi, (2004) mengatakan MP-ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan antara lain nilai energi dan kandungan proteinnya cukup tinggi, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. MP-ASI bagi bayi hendaknya bersifat padat gizi dan tidak mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin karena serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan.

(23)

Masalah kurang gizi pada anak dapat disebabkan oleh kebiasaan pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang cara pemberian MP-ASI yang benar (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan survei pendahuluan (15 November 2011) yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa terdapat 5 anak balita menderita gizi buruk dan 17 anak menderita gizi kurang di wilayah Puskesmas Pulo Gadung.

Pemberian MP-ASI pada periode usia 6-24 bulan sering tidak tepat dan tidak cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Masalah pemberian MP-ASI yang tidak tepat juga terjadi wilayah Puskesmas Pulo Gadung. Dari hasil wawancara terdapat ibu yang memberikan MP-ASI pada anak 6-24 bulan hanya dengan makanan seadanya saja tanpa memperhitungkan variasi MP-ASI yang diberikan. Selain itu, dalam sehari frekuensi pemberian MP-MP-ASI masih kurang sehingga dapat berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi. Namun, ada juga ibu yang memberikan ASI terlalu banyak, tetapi MP-ASI yang diberikan tersebut tidak memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Di samping itu, ada anak berusia 9 bulan sudah diberikan makanan orang dewasa oleh ibunya.

(24)

katrena itu, konseling yang dilakukan di poli Menajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Gizi sangat berperan dalam membantu orangtua bayi dan balita dalam memahami pemberian MP-ASI, untuk meningkatkan pengetahuan ibu dan sikap ibu dalam memahami pemberian MP-ASI yang tepat sesuai usia.

Konseling adalah suatu komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan membantu klien untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Dalam komunikasi tersebut konselor bukan memberi nasihat tetapi memberikan informasi dan alternatif pemecahan masalah, selanjutnya klien memilih dan memutuskan sendiri alternatif yang terbaik untuk dirinya (Depkes RI, 2007).

Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifudin, Abdul Bari dkk, 2001).

(25)

dilakukan secara berkala, 2 kali sebulan selama 3 bulan, dapat meningkatkan status gizi anak balita. Begitu juga penelitian yang dilakukan Nurhayati (2007), menyebutkan bahwa Ibu yang diberi konseling gizi akan mempunyai pengetahuan, sikap dan praktek yang mendukung pemberian ASI eksklusif lebih baik dari pada yang tidak diberikan konseling.

Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan konseling makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta tahun 2012.

B.Rumusan Masalah

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa terdapat 5 anak balita menderita gizi buruk dan 17 anak menderita gizi kurang di wilayah Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung.

Masalah kurang gizi pada anak dapat disebabkan oleh kebiasaan pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang cara pemberian MP ASI yang benar (Departemen Kesehatan RI, 2006).

(26)

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan konseling MP-ASI yang diberikan pada orang tua/ibu anak di Puskesmas Wilayah Jakarta?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui pelaksanaan konseling makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta.

2. Tujuan khusus:

a) Untuk mengetahui persiapan konseling di Puskesmas Wilayah Jakarta. b) Untuk mengetahui perencanaan konseling di Puskesmas Wilayah

Jakarta.

c) Untuk mengetahui Implementasi konseling di puskesmas Wilayah Jakarta.

d) Untuk mengetahui evaluasi konseling di Puskesmas Wilayah Jakarta. E. Manfaat Penelitian

1. Untuk Tenaga Kesehatan

(27)

2. Untuk Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi pendidikan keperawatan terutama terkait gambaran pelaksanaan konseling dalam melaksanakan MTBS.

3. Untuk Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka meningkatkan upaya promosi kesehatan khususnya tentang nutrisi pada bayi. Sebagai bahan gambaran pelaksanaan konseling MP-ASI. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan dan kegiatan Program Kesehatan Keluarga Khususnya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Gizi.

4. Untuk Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

F. Ruang Lingkup

(28)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASI Ekslusif

ASI Eksklusif adalah makanan terbaik yang harus diberikan pada bayi, karena didalamnya terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang tidak terdapat pada susu sapi, dan ASI diberikan selama enam bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2006). ASI Ekslusif adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih, kecuali obat, vitamin dan mineral dan ASI yang diperas. ASI ekslusif adalah pemberian ASI sepenuhnya tanpa disertai tambahan atau selingan apapun sejak bayi lahir sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur dua tahun (Budiasih, 2008).

ASI eksklusif menurut WHO (2003) yaitu bayi hanya diberi ASI saja sebagai sumber makanan tanpa cairan atau makanan lainnya kecuali obat-obatan, suplemen vitamin dan mineral yang diberikan karena alasan medis. Bayi yang menerima ASI sebagai sumber makanan tetapi juga menerima air, sari buah, vitamin dan mineral serta obat-obatan disebut predominan

(predominant breastfeeding).

(29)

Jadi dapat disimpulkan bahwa ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, bayi hanya dibarikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain, kecuali obat-obatan, suplemen vitamin dan mineral yang dibarikan karena alasan medis.

B. Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

1. Pengertian MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes, 2006). Semakin meningkat umur bayi atau anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena proses tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi atau anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini (Depkes, 2000).

(30)

cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).

Sesudah bayi berumur 6 bulan, secara berangsur angsur perlu makanan pendamping berupa sari buah, atau buah- buahan, nasi tim, makanan lunak, dan akhirnya makanan lembek. Adapun tujuan pemberian makanan pendamping adalah :

a. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (Depkes RI, 2004).

(31)

2. Anjuran WHO tentang MP-ASI

Dalam deklarasi Innocenti yang dilakukan antara perwakilan WHO dan UNICEF pada tahun 1991, mendefinisikan bahwa pemberian makan bayi yang optimal adalah pemberian ASI eksklusif mulai dari saat lahir hingga usia 4-6 bulan dan terus berlanjut hingga tahun kedua kehidupan. Makanan tambahan yang sesuai baru diberikan ketika bayi berusia sekitar 6 bulan. Selanjutnya WHO menyelenggarakan konvensi Expert Panel Meeting yang meninjau dari 3000 makalah riset dan menyimpulkan bahwa periode 6 bulan merupakan usia bayi yang optimal untuk pemberian ASI esksklusif (Gibney, MJ et all, 2009).

Pemberian makanan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan imunitas bayi kurang dari 6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan umur bayi lebih dari 6 bulan. Pemberian MP-ASI sebelum berumur 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Williams, L & Wilkins, 2006).

(32)

meyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, NJ et all. 2009).

3. Syarat-syarat Makanan Pendamping ASI

Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan Pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan zat-zat tambahan lainnya (Nadesul, 2007). Menurut Muchtadi (2004) hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai berikut :

a. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi.

b. Makanan tambahan harus kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6 kali/hari.

c. Sebelum berumur 2 tahun bayi belum dapat mengkonsumsi makanan orang dewasa.

d. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.

(33)

dari persiapan bahan makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian.

f. Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, dan lainnya.

g. Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan

makanan atau makanan sehingga mencapai kadar yang dapat meningkatkan status gizi. Pada MP-ASI yang penting adalah penambahan zat gizi mikro seperti zat besi, yodium ke dalam biskuit,

cookies, roti, garam dan makanan suplemen. Kendala penambahan zat

(34)

yang dibutuhkan masing-masing anak. Hal ini dapat terlihat dengan mengatur komposisi jumlah dan jenis makanan untuk makan pagi, makan siang dan makan sore di samping pemberian ASI yang terus dilanjutkan sampai minimal anak berusia 2 tahun seperti berikut ini: makan pagi dengan semangkuk kecil bubur havermout, makan siang dengan sepiring sedang ( 3 sendok makan ) nasi, 1 sendok kacang merah, dan setengah butir jeruk, dan makan malam dengan sepiring sedang (3 sendok makan) nasi, 1 sendok makan hati dan 1 sendok makan sayuran hijau. Dengan demikian kebutuhan energi hampir terpenuhi, demikian pula dengan kebutuhan protein, vitamin A maupun zat besi.

Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

2. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok.

3. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik. 4. Harganya relatif murah.

5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. 6. Bersifat padat gizi.

(35)

4. Prinsip Pemberian MP-ASI

Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut. Karena itu jelaslah bahwa pada saat tersebut bayi siap mengkonsumsi makanan (setengah padat) (Arisman, 2004). Selain itu, saat bayi berusia enam bulan ke atas, sistem pencernaannya juga sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. MP-ASI sebaiknya diberikan secara bertahap, sedikit demi sedikit dalam bentuk encer secara berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental (Arisman, 2004).

5. Tahap Pemberian MP-ASI

Menurut Depkes 2007 dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak, pemberian makanan pada bayi dan anak umur 0-24 bulan yang baik dan benar sebagai berikut:

1) Umur 0-6 bulan

a. Berikan ASI setiap bayi menginginkan, sedikitnya 8 kali sehari, pagi, siang, sore, maupun malam

b. Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI (ASI eksklusif)

(36)

2) Umur 6-12 bulan

a. Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lunak, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

I. 6 bulan : 6 sendok makan II. 7 bulan : 7 sendok makan III. 8 bulan : 8 sendok makan

b. Untuk umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI dimulai dari bubur nasi sampai nasi tim sebanyak 3 kali sehari. Setiap makan berikan sesuai umur :

I. 9 bulan : 9 sendok makan II. 10 bulan : 10 sendok makan III. 11 bulan : 11 sendok makan

c. Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI d. Pada makanan pendamping ASI, tambahkan telur/ ayam/ ikan/ tahu/

tempe/ daging sapi/ wortel/ kacang hijau/ santan/ minyak pada bubur nasi.

e. Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara menyiapkannya, batas umur, dan tanggal kadaluarsa.

f. Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti bubur kacang hijau, biskuit, pisang, nagasari, dan sebagainya.

(37)

h. Bayi mulai diajarkan makan dan minum sendiri menggunakan gelas dan sendok

3) Umur 12-24 bulan

a. Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun b. Berikan nasi lembek 3 kali sehari

c. Tambahkan telur/ ayam/ ikan/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak pada nasi lembek.

d. Beri makan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti kacang hijau, biscuit, pisang, nagasari, dan sebagainya.

e. Beri buah-buahan atau sari buah. f. Bantu anak untuk makan sendiri. 6. Jenis-jenis MP-ASI

a) MP-ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan segar, seperti: tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah: Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus, contoh: bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/dikerok, pepaya saring, tomat saring, nasi tim saring, dll.

(38)

c) Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit, dll

Agar makanan pendamping dapat diberikan dengan efisien, sebaiknya diperhatikan cara-cara pemberian sebagai berikut :

a. Diberikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit, dari bentuk encer secara berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental.

b. Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik.

c. Makanan yang menimbulkan alergi yaitu sumber protein hewani diberikan terakhir. Urutan pemberian makanan tambahan biasanya adalah: buah-buahan, tepung-tepungan, sayuran, dan daging .

d. Cara memberikan makanan bayi dipengaruhi perkembangan emosionalnya. Makanan jangan dipaksakan, sebaiknya diberikan pada waktu lapar.

(39)

7. Manfaat pemberian MP-ASI

Tujuan dan pentingnya pemberian MP-ASI menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi, 1992) antara lain:

a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI.

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur.

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan. d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi

yang tinggi.

8. Manfaat Pemberian MP-ASI sesuai tahapan umur

Setelah usia 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan gizi bayi. Sehingga bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian makanan padat pertama ini harus memperhatikan kesiapan bayi, antara lain keterampilan motorik, keterampilan mengecap dan menguyah serta penerimaan tarhadap rasa dan bau. Untuk itu, pemberian makanan pada pertama perlu dilakukan secara bertahap. Misalnya, untuk melatih indera pengecapnya, berikan bubur susu satu rasa dahulu, baru kemudian dicoba dengan multirasa (depkes, 200), (Bowman, BA, et all, 2001 dalam Albertus Setiawan, 2009).

9. Kerugian Memberikan MP-ASI Terlalu Dini

(40)

perkembangan kecerdasan kognitif, meningkatkan resiko kegemukan (obesitas), meningkatkan resiko kencing manis (diabetes), meningkatkan risiko infeksi telinga tengah, meningkatkan kurang gizi, meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2008).

10. Kerugian Bila Terlambat Memberikan MP-ASI

Resiko pemberian MP-ASI pada bayi bila terlambat yaitu: a. Berat badan bayi tidak bertambah, malah menjadi kurang gizi.

b. Akan lebih sulit membujuk bayi mulai makan makanan padat pada usia lebih tua.

c. Bayi yang tidak dilatih makan pada umur 6 bulan biasanya tidak mahu makanan lain selain ASI, susu formula, atau minuman cair sesudah berumur 1 tahun. Keadaan ini akan menyebabkan bayi kekurangan gizi. (Husein Albar, 2004).

11. Permasalahan dalam Pemberian MP-ASI

(41)

12.Beberapa kesalahan/ketidak tepatan dalam pemberian makanan bayi atau anak umur 0-24 bulan (Husein Albar, 2004):

a. Pemberian Makanan Pralaktal (Makanan sebelum ASI keluar)

Makanan pralaktal adalah jenis makanan seperti air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang, yang diberikan pada bayi yang baru lahir sebelum ASI keluar. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhASIlan menyusui.

b. Kolostrum dibuang

Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan berwarna kekuning-kuningan. Masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya. Kolostrum mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi tinggi. Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang.

c. MP-ASI yang diberikan tidak cukup

Pemberian MP-ASI pada periode umur 6-24 bulan sering tidak tepat dan tidak cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Adanya kepercayaan bahwa anak tidak boleh makan ikan dan kebiasaan tidak menggunakan santan atau minyak pada makanan anak, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi terutama energi dan protein serta beberapa vitamin penting yang larut dalam lemak.

d. Pemberian MP-ASI sebelum ASI

(42)

MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang, yang berakibat menurunnya produksi ASI. Hal ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi. Seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI.

e. Frekuensi pemberian MP-ASI kurang

Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari kurang akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi.

f. Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja

Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang manajemen LAKTASI pada ibu bekerja. Hal ini menyebabkan konsumsi zat gizi rendah apalagi kalau pemberian MP-ASI pada anak kurang diperhatikan.

g. Kebersihan kurang

Pada umumnya ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup makanan/tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi seperti diare (mencret) dan lain-lain.

h. Prioritas gizi yang salah pada keluarga

(43)

C. Konseling 1. Pengertian

Konseling (counsel) berasal dari bahasa Latin consilium yang berarti “bersama-sama” atau “bercakap bersama”. Kata konseling menurut WHO (1993) terkadang diterjemahkan berbeda. Beberapa bahasa menerjemahkan konseling sebagai pemberian nasihat (advising). Konseling dari sekedar member nasehat sederhana, maka dia akan mengatakan apa yang dipikirkan dan apa yang harus dikerjakan. Hal ini berbeda apabila seseorang melakukan konseling, maka dia tidak akan mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi akan membantu memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya.

Konseling adalah suatu komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan membantu klien untuk memutuskan apa yang akan dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh klien. Dalam komunikasi tersebut konselor bukan memberi nasihat tetapi memberikan informasi dan alternatif pemecahan masalah, selanjutnya klien memilih dan memutuskan sendiri alternatif yang terbaik untuk dirinya (Depkes RI, 2007).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konseling adalah pemberian bantuan dari konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan masalah, (pusat bahasa Bepdiknas, 2002).

(44)

(dalam Surya) sebagai suatu hubungan yang biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya. Surya (2003) berpendapat bahwa konseling merupakan sesuatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interaksi antara konselor dan klien merupakan suatu kondisi yang membuat klien terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Pengertian konseling menurut American School Conselor Association (ASCA) (dalam Ali M. 2007) adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan rahasia penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.

Adanya perbedaan definisi konseling menurut (Ali M, 2007) ditimbulkan karena perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskan tentang konseling dan aliran dan teori yang dianutnya. Dalam bidang konseling terdapat berbagai aliran dan teori, yang kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa model kategori pula. Ada ahli yang mengklasifikasikan konseling berdasarkan fungsinya menjadi tiga kelompok, yaitu: suportif,

reedukatif, dan rekonstuktif. Konseling juga dibedakan berdasarkan

(45)

yaitu: penyesuaian pribadi, pendidikan dan karir. Pengelompokkan konseling berdasarkan pada kawasan atau ranah perilaku yang merupakan kepeduliannya, yaitu konseling yang berorientasi pada ranah kognitif dan ranah afektif.

Konseling yang berhubungan dengan perilaku akan lebih efektif apabila menggunakan teknik konseling individual. Konseling individual adalah kunci semua kegiatan yang bermakna pertemuan konselor dengan klien secara individual dan konselor berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan pribadi klien serta klien dapat mengantisipasi masalah-masalah yang dihadapinya (Sofyan 2004).

Konseling individual merupakan kunci intervensi dan dapat dilakukan oleh kelompok, pekerja kesehatan, tenaga sukarela, atau diluar anggota keluarga. Seorang konselor perlu mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kemampuan mengungkapkan sesuatu sehingga menjadi suatu yang mudah diterima, dan bisa memberikan inspirasi kepada ibu dengan kemampuan konselor tersebut. Kunjungan rumah (home visit), kelompok pertemuan, sesi monitoring pertumbuhan dan sesi memasak merupakan peluang yang baik untuk berbagi informasi dan untuk konseling individu (WHO, 2003).

(46)

membantu individu membuat dan memelihara perubahan diet yang dibutuhkan.

Tujuan dari konseling gizi adalah menolong seseorang membuat dan memelihara perubahan pengetahuan makan. Seseorang yang mempunyai masalah gizi, memerlukan perubahan untuk makan yang lebih sehat. Seorang konselor menurut Sofyan (2004) akan mendengarkan apa yanga dikatakan kliennya, dan konselor mencoba memahami apa yang klien rasakan. Konselor membantu klien untuk meningkatkan kepercayaan, sehingga klien dapat mengontrol situasi yang diinginkan.

Hubungan konseling bersifat interpersonal. Hubungan konseling terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu tidak hanya dari kedua belah pihak yang meliputi: pikiran, perasaaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain.

Keefaktifan konseling sebagia besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan kliennya. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan itu tergantung kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya.

2. Tujuan Konseling

(47)

3. Karakteristik konseling

Carl Rogers (1971), menyebutkan tiga karakterisitik konselor yang efektif adalah:

a. Congruence (Genuineness, Authenticity)

Kongruensi itu sangat penting sebagai dasar sikap yang harus dipunyai oleh seorang konselor. Ia harus paham tentang dirinya sendiri, berarti pikiran, perasaan dan pengalamannya haruslah serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Ia harus memahami bias-bias yang ada dalam dirinya, prasangka-prasangka yang mewarnai pikirannya. Ia harus tau kelemahan dan aset-aset yang dipunyainya. Kalau ia menyadari hal ini, ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain. Ia tahu bahwa orang lain bukanlah dirinya.

b. Unconditional positive regard (Acceptance)

Penerimaan tanpa syarat atau respek kepada klien harus mampu ditunjukan oleh seorang konselor kepada kliennya. Ia harus dapat menerima bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-kebutuhan sendiri yang lain dari pada yang dimiliki olehnya.

Asumsi dasar yang melandasi Acceptande adalah :

(48)

2) Adalah hak manusia untuk membuat keputusannya sendiri dan untuk menjalani hidupnya sendiri.

3) Orang mempunyai kamampuan atau potensi untuk memilih secara bijaksana, dan menjalani hidup yang teraktualisasi dan bermakna secara sosial.

4) Setiap orang bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri. c. Empati

Empati adalah konsep yang sepertinya mudah dipahami sulit untuk dicerna. Empati itu sangat sederhana, yaitu dengan memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain tersebut, empati yang dirasakan harus juga diekspresikan, dan orang yang melakukan empati harus yang “kuat”, ia harus dapat menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi ia tidak pula boleh terlarut di dalam nilai-nilai orang lain.

Baruth dan Robinson III (1987), menyebutkan beberapa karakteristik konselor yang efektif sebagai berikut :

1) Terampil “menjangkau” (reaching out) kliennya.

2) Mampu menumbuhkan perasaan percaya, kredibilitas dan yakin dalam diri orang yang akan dibantunya.

3) Mampu “menjangkau” kedalam dan keluar.

4) Berkeinginan mengkomunikasikan caring dan respek untuk orang yang sedang dibantunya.

(49)

6) Mempunyai sesuatu pengetahuan dalam bidang tertentu yang akan mempunyai makna khusus bagi orang yang dibantunya.

7) Mampu memahami tingkah laku orang yang akan dibantunya tanpa menerapkan value judgments.

8) Mampu melakukan penalaran secara sistematis dan berpikir dalam kerangka system.

9) Tidak ketinggalan zaman dan memiliki pandangan luas tentang hal-hal yang terjadi di dunia.

10) Mampu mengidentifikasi pola-pola tingakh laku yang

self-defeating, yang merugikan dan membantu orang lain mengubah

pola tingkah laku yang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku yang merugikan diri sendiri ini menjadi pola tingkah laku yang lebih memuaskan.

4. Media Konseling

(50)

D. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen

melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (surjono et al, wijaya, 2009, Depkes RI, 2008).

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat kefasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria DHF, infeksi telinga, malnutrisi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita serta menekan morbilitas untuk penyekit tersebut (Depkes RI, 2005).

E. Konseling Dalam MTBS

Konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf & Juntika, 2005).

(51)

secara pribadi. Konseling dalam alur MTBS, pemberian konseling menjadi unggulan sekaligus pembeda dari alur pelayanan sebelum MTBS. Materi meliputi kepatuhan minum obat, cara minum obat, menasehati cara pemberian makanan sesuai umur, memberi nasehat kapan melakukan kunjungan ulang atau kapan harus kembali segera. Dengan pemberian konseling diharapkan pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan anak di rumah, Magester Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam Kartu Nasehat Ibu (KNI) yang diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan konseling. Ini untuk pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta menjadi pengingat cara perawatan dirumah.

Menurut Enjang AS (2009) Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai konselor adalah:

1) Kesiapan Konseling

Faktor yang mempengaruhi kesiapan konseling adalah motivasi memperoleh bantuan, pengetahuan klien tentang konseling, kecakapan intelektual, tingkat tilikan terhadap masalah, dan harapan terhadap peran konselor.

Hambatan dalam persiapan konseling: a. penolakan,

(52)

c. pengalaman konseling yang tidak menyenangkan, d. pemahaman konseling kurang,

e. pendekatan kurang,

f. iklim penerimaan pada konseling kurang. Penyiapan klien:

a. Orientasi pra konseling,

b. teknik survey terhadap masalah klien, c. memberikan informasi pada klien, d. pembicaraan dengan berbagai topik, e. menghubungi sumber-sumber referal. 2) Memperoleh Riwayat Kasus

Riwayat kasus merupakan kumpulan informasi sistematis tentang kehidupan sekarang dan masa lalu. Riwayat kasus, biasanya tercatat dalam rekam medis.

3) Psikodiagnostik

Psikodiagnostik meliputi pernyataan masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan, kemungkinan teknik konseling, perkiraan hasil konseling.

F. Proses Konseling

Hubungan antara konselor dan klien adalah inti proses konseling. Proses konseling meliputi :

1. Pembinaan dan pemantapan hubungan baik (rapport)

En rapport” mempunyai makna saling memahami dan mengenal

(53)

konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya.

a. memberikan salam, memperkenalkan diri, b. topik pembicaraan yang sesuai,

c. menciptakan suasanan yang aman dan nyaman, d. sikap hangat,

e. realisasi tujuan bersama, f. menjamin kerahasiaan,

g. kesadaran terhadap hakekat klien. 2. Pengumpulan dan pemberian informasi

Pengumpulan dan pemberian informasi merupakan tugas dari konselor. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

a. mendengar keluhan klien,

b. mengamati komunikasi non verbal klien, c. bertanya riwayat kesehatan,

d. latar belakang keluarga, dan masalah,

e. memberikan penjelasan masalah yang dihadapinya.

3. Perencanaan, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah Apabila data telah lengkap, maka konselor membantu klien untuk memecahkan masalah atau membuat perencanaan dalam pemecahan masalahnya.

Tahapan dalam memecahkan masalah adalah:

(54)

c. membatasi masalah (menetapkan batas-batas masalah), d. menjabarkan alternatif pemecahan masalah,

e. mengevaluasi alternatif (menilai setiap alternatif dg analisis SWOT), f. memilih alternatif terbaik,

g. menerapkan alternatif dan menindaklanjuti pertemuan. 4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Konseling

a. Menurut (Hidayat, 2009) Konseling Pemberian Makan pada Anak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak dengan menanyakan cara menyusui anak berapa kali sehari, apakah pada malam hari juga menyusui, kemudian apakah anak mendapatkan makanan atau minuman lain. Apabila berat badan berdasarkan usia sangat rendah, dapat ditanyakan berapa banyak makanan atau minuman yang diberikan pada anak, apakah anak mendapat makan tersendiri dan bagaimana caranya, apakah selama sakit makanan diubah, dan lain-lain.

2. Menganjurkan cara pemberian makanan pada ibu antara lain sebagai berikut:

a) Usia sampai 6 bulan caranya adalah berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali, jangan diberikan makanan selain ASI.

(55)

pemberiannya setelah pemberian ASI, makanan pendamping dapat berupa bubur tim ditambah ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak.

c) Usia 6-12 bulan caranya adalah berikan ASI sesuai dengan keinginan anak, berikan bubur nasi ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak, diberikan 3 kali dengan ketentuan pada usia 6 bulan diberikan 6 sendok makan, usia 7 bulan diberikan 7 sendok makan, usia 8 bulan diberikan 8 sendok makan, usia 9 bulan diberikan 9 sendok makan, usia 10 bulan diberikan 10 sendok makan, usia 11 bulan diberikan 11 sendok makan serta diberikan makanan selingan 2 kali sehari, seperti bubur kacang hijau, pisang, biscuit, nagasari, dan lain-lain.

d) Usia 12-24 bulan caranya adalah berikan ASI sesuai dengan keinginan anak, berikan nasi lembek ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak,berikan makanan tersebut 3 kali sehari dan juga berikan makanan selingan 2 kali sehari seperti kacang hijau, pisang, biscuit, nagasari, dan lain-lain. e) Usia 2 tahun lebih caranya adalah berikan makanan yang

(56)

sebagai selingan 2 kali sehari seperti kacang hijau, biscuit, nagasari, dan berikan makanan selingan diantara waktu makanan pokok.

3. Apabila bayi usia kurang 4 bulan dan mendapatkan makanan selain ASI, maka berikan motivasi terhadap kepercayaan bahwa ibu mampu memproduksi ASIsesuai kebutuhan anak dan anjurkan untuk sering memberikan ASI.

4. Apabila ibu menggunakan botol dalam pemberian susu, maka anjurkan untuk menggantikan botol dengan gelas atau cangkir. 5. Apabila anak tidak diberikan makan secara aktif, maka nasehati

ibu agar duduk disamping anak dan membujuk supaya mau makan serta mengamati apa yang disukai anak dengan mempertimbangkan tentang makanan yang diperbolehkan.

6. Apabila anak tidak diberi makan dengan baik selama sakit, maka nasehati ibu untuk memberikan ASI lebih sering dan lebih lama serta memberikan makan secara variasi dan berikan dalam porsi sedikit tapi sering.

b. Menurut (Novelasari, 2010) langkah-langkah konseling yaitu : 1. Persiapan konseling

a) Pengumpulan data

b) Pengkajian dan identifikasi data

c) Kesimpulan hasil identifikasi masalah klien 2. Perencanaan konseling

(57)

b) Menetapkan tujuan : tujuan harus jelas, rasional, menyesuaikan kebutuhan klien, dibuat berdasarkan perubahan perilaku dan sesuai dengan target waktu.

c) Sasaran : klien dan keluarganya.

d) Materi : disesuaikan dengan permasalahan klien, diawali dengan penjelasan tentang hal-hal yang mudah sampai ke yang rumit.

e) Metode : metode yang digunakan adalah menggabungkan berbagai metode seperti: diskusi dan tanya jawab, demonsterasi dan lain-lain.

f) Media : sebaiknya menggunakan lebih dari satu media seperti: leaflet, food model, dan lain-lain

3. Pelaksanaan konseling (Implementasi konseling) a) Klien datang

b) Klien diterima oleh petugas untuk dilakukan pengukukan antropometri.

c) Petugas mencatat data klien

d) Tahap penjelaasan: food recall 24 jam untuk memperoleh gambaran pola makanan kebiasaan makan, jumlah yang dimakan dengan daftar konsumsi makanan 24 jam, frekuensi makan tiap hari dengan menggunakan daftar food

frequency, cek kembali kebenaran masukan makanan 24

(58)

f) Rencana pemberian diet yag sesuai untuk anak g) Penjelasan diet yang tepat untuk anak

h) Kesimpulan: penjelasan kembali bagian yang penting untuk diingat klien dalam menjalankan diet yang diberikan, memberikan motivasi untuk merubah kebiasaan makan yang dapat dilakukan secara bertahap, tidak menekankan kepada kegagalan tetapi kepada kesuksesan, memberikan harapan yang realistis, membuat rencana kunjungan ulang bersama klien, menentukan waktu kunjungan berikutnya, lakukan pencatatan pada dokumen medik dan dokumen gizi klien tentang anjuran diet, hasil anmanesa, kebiasaan makan, rencana tindak lanjut

4. Evaluasi konseling: evaluasi pemahaman dan pengetahuan orang tua anak dalam pemberian makan pada anak.

G. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007).

(59)

menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya (Wiyono D, 1997).

Puskesmas diartikan sebagai suatu kesehatan fungsional yang memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Budiono, 1997).

(60)

H. Kerangka Teori

hambatan Isyarat tindakan

- Pengetahuan

Pengetahuan Konseling

(61)

42

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, maka yang akan diteliti adalah langkah-langkah pelaksanaan konseling seperti: persiapan konseling, perencanaan konseling, Implemtasi konseling, dan evaluasi konseling.

Bagan 3.1. Kerangka Konsep

Pelaksanaan Konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Langkah-langkah Konseling MP-ASI a. Persiapan konseling

(62)

B. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi Operasional untuk petugas

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pelaksanaan ASI adalah Suatu komunikasi dua arah antara konselor dan klien dengan pokok pembahasan tentang MP-ASI yang benar sesuai usia anak

Apabila skor pelaksanaan responden < 26. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 27-32.

3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 33-40. (Azwar, 2011).

(63)

1. Persiapan Konseling

Yang dimaksud dengan persiapan konseling adalah persiapan sebelum konseling diberikan yaitu dengan mengumpulkan data klien berupa data sosial budaya, data riwayat hidup, data

Apabila skor pelaksanaan responden < 6. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 6-7. 3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 8-10 (Azwar, 2011).

(64)

Perencanaan konseling

Yang dimaksud dengan perencanaan konseling adalah merencanakan penyelesaian masalah klien dengan menetapkan tujuan dan materi konseling

Apabila skor pelaksanaan responden < 5. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 5-6. 3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 7-8 (Azwar, 2011)

Ordinal

Implementasi Konseling

Implementasi konseling adalah tindakan nyata dari petugas kesehatan dalam memberikan konseling

Apabila skor pelaksanaan responden < 11. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 11-13.

(65)

3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 14-16. (Azwar, 2011).

Evaluasi Konseling

Yang dimaksud dengan evaluasi konsaling adalah menilai pemahaman ibu dalam pemberian makan pada anak baduta

Angket Kuesioner dan Observasi

Dinyatakan dalam tingkatan: 1. Kurang :

Apabila skor pelaksanaan responden < 4. Evaluasi (< 3)

2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 4. 3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 5-6 (Azwar, 2011).

(66)

B. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi Operasional untuk Evaluasi Orang Tua

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pelaksanaan ASI adalah Suatu komunikasi dua arah antara konselor dan klien dengan pokok pembahasan tentang MP-ASI yang benar sesuai usia anak

Apabila skor evaluasi responden antara 28-34. 3. Baik :

Apabila skor evaluasi responden 35-42. (Azwar, 2011).

(67)

5. Persiapan Konseling

Yang dimaksud dengan persiapan konseling adalah persiapan sebelum konseling diberikan yaitu dengan mengumpulkan data klien berupa data sosial budaya, data riwayat hidup, data

Apabila skor pelaksanaan responden < 6. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 6-7. 3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 8-10 (Azwar, 2011).

(68)

Perencanaan konseling

Yang dimaksud dengan perencanaan konseling adalah merencanakan penyelesaian masalah klien dengan menetapkan tujuan dan materi konseling

Apabila skor pelaksanaan responden < 5. 2. Cukup :

Apabila skor pelaksanaan responden antara 5-6. 3. Baik :

Apabila skor pelaksanaan responden 6,5-8 (Azwar, 2011)

Ordinal

Implementasi Konseling

Implementasi konseling adalah tindakan nyata dari petugas kesehatan dalam memberikan konseling

Apabila skor evaluasi responden antara 13-16. 3. Baik :

(69)

Apabila skor evaluasi responden 17-20. (Azwar, 2011).

Evaluasi Konseling

Yang dimaksud dengan evaluasi konsaling adalah menilai pemahaman ibu dalam pemberian makan pada anak baduta

Angket Kuesioner dan Observasi

Dinyatakan dalam tingkatan: 1. Kurang :

Apabila skor evaluasi responden < 3. 2. Cukup :

Apabila skor evaluasi responden 3. 3. Baik :

Apabila skor evaluasi responden 4. (Azwar, 2011).

(70)

51

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif eksploratif, dengan tujuan mendeskripsikan gambaran pelaksanaan konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta. Penelitian ini akan dinilai pada satu waktu (Setiadi, 2007). B. Tempat dan Waktu penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yaitu Pulo Gadung, Jatinegara, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Cilandak tahun 2012. Daerah tersebut dipilih karena program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan konseling pemberian makan telah berjalan di puskesmas tersebut. selain itu, di Puskesmas tersebut belum pernah dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan konseling makanan pendamping ASI (MP-ASI).

2. Waktu Penelitian

(71)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang bertugas di poli anak/ poli MTBS yang tercatat di Puskesmas.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling jenuh yaitu dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat 2007). Sampel yang diambil adalah seluruh tenaga kesehatan yang bertugas di poli anak/ poli MTBS yaitu sebanyak 15 dari 5 Puskesmas di wilayah Jakarta yaitu 3 responden Puskesmas Pasar Minggu, 1 responden Puskesmas Kebayoran Lama, 2 responden Puskesmas Cilandak, 4 responden Puskesmas Jatinegara dan 5 responden Puskesmas Pulo Gadung.

Kriterian Inklusi :

a. Petugas yang bertugas di poli MTBS/ poli anak

(72)

D. Instrument Penelitian

Instrumen Penelitian ini berupa kuesioner dan lembar observasi.

1. Wawancara

Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan wawancara responden yang pertanyaannya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada kerangka konsep dan kerangka teori yang telah dibuat. Wawancara berisi tentang data demografi dan pertanyaan terbuka tentang pelaksanaan konseling MP-ASI.

2. Lembar Observasi

Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi adalah untuk mengetahui perilaku petugas kesehatan dalam melakukan pelaksanaan konseling yang harus sesuai dengan “buku MTBS/KIA”.

(73)

Data yang telah didapatkan dari hasil observasi kemudian dikumpulkan, kemudian dijumlahkan sesuai dengan skor yang didapat lalu digolongkan perilaku tenaga kesehatan Puskesmas dalam melakukan pelaksanaan konseling menjadi tiga kategori: yaitu baik, cukup, dan buruk (kurang). Hasil ukur variabel pemberian konseling di kategorikan menjadi 3 yaitu: (2) Pelaksanaan Baik (skor 33-40), (1) Pelaksanaan Cukup (skor 27-32), dan (0) Pelaksanaan Kurang/Buruk (skor < 26) (Azwar, 2011).

3. Evaluasi orang tua Balita

Pungumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner adalah untuk mengetahui pendapat orang tua balita dalam pelaksanaan konseling pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang dilakukan petugas.

Gambar

gambaran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
gambarannya dapat dilihat sebagai berikut ini: untuk memenuhi
Tabel 2.1 Pola Makanan Bayi dan Baduta berdasarkan jenis
gambaran pola makanan kebiasaan makan, jumlah yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan glukosa dalam penelitian ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan taraf kesuburan media SDA (Sabaroud Dextrose Agar) yang akan membantu proses pertumbuhan

Tahap selanjutnya adalah development, yaitu mengembangkan LKS berbasis etnomatematika pada proses pembuatan tahu takwa pada submateri Sistem Persamaan Linier Dua

Penggunaan Bahasa Yafila di Desa Yafila, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah 69 Tabel (5) Kekerapan Penggunaan BYF pada Ranah Ketetanggaan Persentase penggunaan bahasa

Pada beberapa perusahaan yang mobilitas operasionalnya tinggi biaya untuk proses pemindahan bahan ini bisa mencapai 30% sampai 90% dari total biaya produksi karena

Mempertegas teori Amabile yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik dapat membentuk dan berkontribusi terhadap kreativitas, /RFNH PHQ\DWDNDQ EDKZD ´importantly,

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang mencakup peran IBI dalam pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan bidan

Cipta, 2004), hal.. dalam belajar mata pelajaran tertentu. Dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Secara umum

Konsentrasi asam sulfat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan alfa