• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Nilai Spo2 Dan Etco2 Pada Anestesi Umum Intubasi Dengan Teknik Low Flow Anesthesia Dan High Flow Anesthesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Nilai Spo2 Dan Etco2 Pada Anestesi Umum Intubasi Dengan Teknik Low Flow Anesthesia Dan High Flow Anesthesia"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN NILAI SpO2 DAN EtCO2

PADA ANESTESI UMUM INTUBASI DENGAN TEKNIK

LOW FLOW ANESTHESIA DAN HIGH FLOW ANESTHESIA

Oleh Mufti Andri

107114004

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh

gelar Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked. An, Sp.An pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

(2)

PERBANDINGAN NILAI SpO2 DAN EtCO2

PADA ANESTESI UMUM INTUBASI DENGAN TEKNIK

LOW FLOW ANESTHESIA DAN HIGH FLOW ANESTHESIA

TESIS Mufti Andri NIM : 107114004

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

(3)

PERBANDINGAN NILAI SpO2 DAN EtCO2

PADA ANESTESI UMUM INTUBASI DENGAN TEKNIK

LOW FLOW ANESTHESIA DAN HIGH FLOW ANESTHESIA

TESIS Mufti Andri NIM : 107114004

PEMBIMBING I :

dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC PEMBIMBING II :

dr. Dadik Wahyu Wijaya, SpAn

Untuk memperoleh gelar Magister Klinik di bidang Anestesiologi dan

Terapi Intensif / M.Ked (An) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala dengan Rahmat

dan Karunia-Nya saya berkesempatan membuat penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh tanda keahlian dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi–tingginya kepada

yang terhormat : dr. Hasanul Arifin Sp.An, KAP, KIC dan dr. Dadik Wahyu Wijaya, Sp.An,

atas kesediaannya sebagai pembimbing penelitian saya, serta dr. Surya Darma, MPH sebagai

pembimbing statistik penelitian saya, walaupun di tengah kesibukan masih dapat meluangkan

waktu untuk membimbing saya.

Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya

untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) I dan magister klinik di bidang

Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Yang terhormat Prof. dr. H. Achsanuddin Hanafie Sp.An, KIC, KAO sebagai Kepala

Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan,

dr. Hasanul Arifin Sp.An, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi

Intensif, Dr. dr. Nazaruddin Umar Sp.An, KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi

dan Terapi Intensif, dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi

Anestesiologi dan Terapi Intensif, yang telah banyak memberikan petunjuk, pengarahan serta

nasehat dan mendidik selama saya menjalani penelitian ini.

Yang terhormat guru saya di jajaran Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi

Intensif FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. H. Achsanuddin Hanafie Sp.An,

(5)

dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An, KAKV., dr. A. Sani P. Nasution Sp.An, KIC., dr. Chairul

Mursin Sp.An, KAO., dr. Asmin Lubis DAF, Sp.An, KAP, KMN., dr. Nadi Zaini Bakri SpAn

(alm), dr. Muhammad A. R SpAn, KNA (alm), dr. Yutu Solihat SpAn, KAKV., dr. Soejat

Harto SpAn, KAP., dr. Ade Veronica SpAn, KIC., dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn., dr.

Walman Sitohang SpAn., dr. Tumbur SpAn., Letkol CKM. dr. Nugroho Kunto Subagio

SpAn., dr. Dadik Wahyu Wijaya SpAn., dr. M. Ihsan SpAn, KMN., dr. Guido M Solihin

SpAn, KAKV., dr. Qadri F. Tanjung SpAn, KAKV., dr. RR Shinta Irina SpAn., dr. Rommy F

Nadeak SpAn., yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di

bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan sehingga

menimbulkan rasa percaya diri dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya

yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Bapak Direktur

RSUD dr. Pirngadi Medan, Karumkit Tk. II Putri Hijau Medan, Direktur RS Haji Medan,

yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan serta kesempatan kepada saya untuk

belajar menambah keterampilan.

Kepada para perawat / paramedis dan seluruh Karyawan / Karyawati RSUP H. Adam

Malik Medan, RSUD dr.Pirngadi Medan, RS Haji Medan, dan Rumkit Tk. II Putri Hijau

Medan yang telah banyak membantu dan bekerja sama dengan baik selama ini dalam

menjalani tugas pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta kesempatan yang diberikan

sehingga saya dapat melaksanakan penelitian ini, saya juga mengucapkan terima kasih yang

setulusnya.

Terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada yang tercinta kedua

orang tua saya, ayahanda; H. Syahruddin Dja’far dan ibunda; Hj. Nurmiaty Harahap (almh),

atas doa dan perjuangannya yang tiada henti serta dengan siraman kasih sayang yang luar

(6)

Kepada abang dan adik kandung saya, yaitu Muhammad Irfan dan Hamdani terima

kasih tak terhingga dan setulusnya atas dorongan dan inspirasinya selama saya menjalani

masa pendidikan spesialis ini.

Yang saya hormati dan cintai Bapak mertua H. Umar D (alm), dan Ibu mertua Hj.

Maryam, yang juga telah mendukung dan memberikan doa dan restu untuk saya agar dapat

menuntut ilmu dan mengejar cita-cita saya.

Kepada istri yang sangat saya cintai dan kasihi, dr. Marhamah Umar yang selalu

menyayangi saya, dengan cinta kasihnya yang luar biasa selalu memberikan dorongan, dan

tidak pernah bosan selalu memberikan waktu dan tenaganya untuk mendengarkan keluh

kesah saya dengan penuh perhatian. Terima kasih yang tak terhingga atas kesabaran dan

keikhlasan selama saya menjalani pendidikan ini, semoga usaha saya ini juga dapat menjadi

dasar dalam setiap aspek kehidupan kami kedepannya.

Kepada seluruh kerabat dan handaitaulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,

yang telah memberikan bantuan, yang selalu memberikan dorongan dan dukungan moral

maupun materil, serta doanya yang tulus sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini,

saya mengucapkan terima kasih.

Kepada yang tercinta teman-teman satu angkatan saya dalam penerimaan Program

Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran USU

yaitu: dr Benni Antomy, dr. Wahyu Satria Kencana dan dr. Anna Millizia, yang telah

bersama-sama sejak mulai penerimaan masuk, berbagi dalam suka maupun duka, tak lupa

saya haturkan terima kasih.

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman saya tercinta, baik di tingkat senior

maupun junior yang terlibat langsung dalam membantu dan menginspirasi saya selama saya

mengerjakan penelitian ini baik dari departemen anestesiologi dan terapi intensif maupun

(7)

ucapkan atas bantuan dan kerja samanya baik secara moril, tenaga, pikiran, dan perhatiannya

selama saya menjalankan penelitian ini.

Dan akhirnya izinkan dan perkenankanlah saya dalam kesempatan ini memohon maaf

atas segala kekurangan saya selama mengikuti masa pendidikan di Departemen Anestesiologi

dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai.

Medan, April 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

RINGKASAN ... xiv

ABSTRACT ... xv

1 BAB1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 6

1.3. Hipotesis ... 6

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum ... 7

1.4.2. Tujuan Khusus ... 7

1.5. ManfaatPenelitian 1.5.1. Manfaat Dalam Bidang Akademik ... 8

1.5.2. Manfaat Dalam Bidang Penelitian ... 8

1.5.3. Manfaat Dalam Bidang Pelayanan Masyarakat ... 8

2. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Low Flow Anesthesia dan High Flow Anesthesia... 9

2.2. Sirkuit Anestesi ... 10

2.3. Circle System (Sistem Lingkar) ... 13

(9)

2.3.1.1. Carbondioxide absorbent (Penyerap CO2) ... 13

2.3.1.2. Carbondioxide absorbers ... 13

2.3.1.3. Unidirectional valves (Katup searah) ... 14

2.3.2. Optimalisasi Desain Sistem Circle (Sistem Lingkar) ... 15

2.3.3. Karakteristik Kinerja Sistem Lingkar 2.3.3.1. Kebutuhan gas segar ... 16

2.3.3.2. Dead space ... 16

2.3.3.3. Resistensi ... 16

2.3.3.4. Pemeliharaan kelembaban dan panas ... 16

2.3.3.5. Kontaminasi bakteri... 17

2.3.4. Kekurangan Sistem Lingkar ... 17

2.4. Sejarah Singkat Teknik Rebreathing Dalam Ilmu Anestesi ... 17

2.5. Perbandingan High FlowAnesthesiaDan Low FlowAnesthesia.... 18

2.6. Teori Low FlowAnesthesia ... 21

2.7. Peralatan Pada Teknik Low FlowAnesthesia 2.7.1. Mesin Anestesi... 24

2.7.2. Alat Penguap (Vaporizer) ... 24

2.7.3. Sirkuit Anestesi ... 25

2.7.4. Penyerap CO2 (Carbondioxide Absorbent) ... 27

2.7.5. Pemantauan ... 27

2.8. Praktik Penatalaksanaan Low FlowAnesthesia 2.8.1. Induksi ... 28

2.8.2. Fase Awal Flow Tinggi ... 28

2.8.3. Penurunan Flow ... 29

2.9. Konsentrasi Oksigen dan Nitrous oxide Inspirasi ... 30

(10)

2.11. Time Constant ... 31

2.12. Fase Pemulihan ... 32

2.13. Karakteristik Low flowAnesthesia ... 33

2.14. Prasyarat Teknis Penatalaksanaan Yang Aman Pada Low Flow Anesthesia 2.14.1.Pemantauan dan Ambang Batas Alarm ... 33

2.14.2.Peralatan Anestesi ... 34

2.15. Keuntungan Low FlowAnesthesia ... 34

2.16. Kontraindikasi Untuk Teknik Low FlowAnesthesia ... 36

2.17. Kerangka Teori ... 37

2.18. Kerangka Konsep ... 38

3. BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain penelitian 39 3.2. Tempat dan Waktu a. Tempat ... 39

b. Waktu ... 39

3.3. Populasi dan Sampel a. Populasi ... 39

b. Sampel ... 39

3.4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Putus uji 3.4.1. Kriteria Inklusi ... 40

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 40

3.4.3. Kriteria Putus Uji ... 40

3.5. Perkiraan Besar Sampel ... 40

3.6. Mesin Anestesi, Alat dan Bahan 3.6.1. Mesin Anestesi dan Alat ... 41

(11)

3.7. Cara Kerja ... 42

3.8. Identifikasi Variabel 3.8.1. Variabel Bebas ... 45

3.8.2. Variabel Tergantung ... 45

3.9. Definisi Operasional ... 46

3.10. Masalah Etika ... 48

3.11. Rencana manajemen dan analisa data ... 49

3.12. Alur Penelitian ... 50

4. BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik umum subjek penelitian...51

4.2. Analisa pengujian kelompok penelitian...55

4.3. Pembahasan...60

5. BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...65

5.2. Saran... .. 66

DAFTAR PUSTAKA...67

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Carbondioxide Absorbers ………...…………...……..14

2. Gambar 2.2 Katup Searah ………...14

3. Gambar 2.3 Sistem Lingkar …………...……...15

4. Gambar 2.4 Rebreathing Volume………..22

5. Gambar 2.5 Total Gas Uptake………...23

6. Gambar 2.6 Pengaturan Vaporizer Isoflurane……….. 31

7. Gambar 2.7 Time Constant………...32

8. Gambar 4.2.1. Grafik Rerata SpO2 Selama Anestesi………... 56

9. Gambar 4.2.2. Grafik Rerata EtCO2 Selama Anestesi……….. 57

10.Gambar 4.2.3. Grafik Rerata Jumlah Isoflurane Terpakai (ml/jam) Selama Anestesi………58

(13)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Klasifikasi sirkuit anestesi ... 12

2. Tabel 2.2 Klasifikasi Mapleson ... 12

3. Tabel 2.3 Gas uptake ... 24

4. Tabel 4.1.1 Tabel karakteristik umum subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 51

5. Tabel 4.1.2 Tabel karakteristik umum subjek penelitian berdasarkan rerata berat badan ... 52

6. Tabel 4.1.3 Tabel lama tindakan anestesi ... 53

7. Tabel 4.1.4 Tabel data klinis awal subjek penelitian ... 53

8. Tabel 4.1.5 Tabel data klinis selama anestesi ... 54

9. Tabel 4.1.6 Tabel data klinis pasca operasi ... 55

10. Tabel 4.2.1 Tabel rerata SpO2 selama anestesi ... 56

11. Tabel 4.2.2 Tabel rerata EtCO2 selama anestesi ... 57

12. Tabel 4.2.3 Tabel rerata jumlah isofluran terpakai (ml/jam) selama anestesi ... 58

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup... 71

Lampiran 2 : Jadwal Pentahapan Pelaksanaan Penelitian... 72

Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Mengenai Penelitian... 73

Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan……….…... 77

Lampiran 5 : Lembar Observasi Penelitian... 78

Lampiran 6 : Tabel Angka Random…………..……..…... 80

Lampiran 7 : Rencana Anggaran Penelitian...…...…………..…... 81

Lampiran 8 : Lembar Persetujuan Komisi Etik……….. 82

(15)

DAFTAR SINGKATAN 1. FGF : Fresh Gas Flow

2. HFA : High Flow Anesthesia 3. LFA : Low Flow Anesthesia 4. O2 :Oxygen

5. N2O : Nitrousoxide

6. l/menit : liter/menit 7. CO2 : Carbondioxide

8. dkk : dan kawan-kawan

9. SpO2 : Peripheral capillary oxygen saturation

10.EtCO2 : End tidal carbondioxide

11.FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen

12.TV : Tidal Volume

13.MV : Minute Ventilation / Minute Volume 14.mL : milliliter

15.L : liter

16.APL : Adjustable Pressure Limited 17.PBW : Predictive Body Weight

18.MAC : Minimum Alveolar Concentration 19.kg : kilogram

20.cm : centimeter 21.IV : intra vena 22.IM : intra muscular 23.pH : power of Hidrogen

(16)

RINGKASAN

Tujuan: Untukmengetahui keamanan penggunaan teknik low flow anesthesia dibandingkan dengan

teknik high flow anesthesia dengan penilaian SpO2 dan EtCO2.

Metode: Setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran

USU, Uji klinis acak tersamar tunggal pada 54 pasien dewasa, 21 sampai 50 tahun, PS-ASA 1 yang

akan menjalani operasi elektif dengan anestesi umum intubasi di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan. Sampel dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 27 orang. Semua pasien

diberikan injeksi Midazolam 0,1 mg/KgBB IV dan fentanyl 2 µg/kgBB IV. Induksi dengan propofol 2

mg/KgBB IV, relaksasi dengan rocuronium 1 mg/KgBB IV dan intubasi dengan ETT No 7 atau 7,5

cuff. Kelompok A mendapat teknik low flow anesthesia (FGF 1 liter/menit) dan kelompok B

mendapat teknik high flow anesthesia (FGF 4 liter/menit). Dilakukan penilaian SpO2, EtCO2 setiap 10

menit dan pemakaian isofluran perjam selama anestesi. Selain itu, tekanan darah, laju jantung, laju

napas dan suhu tubuh pasien dicatat juga.

Hasil: Penelitian ini menunjukkan SpO2 selama anestesi pada kelompok low flow anesthesia 98,63%

± 0,39, dan high flow anesthesia 98,70% ± 0,37. EtCO2 selama anestesi pada kelompok low flow

anesthesia 33,73 mmHg ± 0,54, dan high flow anesthesia 32,77 mmHg ± 0,39. Nilai SpO2 dan EtCO2

selama anestesi pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p0,05). Pemakaian

isoflurane perjam selama anestesi pada kelompok low flow anesthesia 4,32 ml/jam ± 0,12, dan high

flow anesthesia 12,92 ml/jam ± 0,18. Pemakaian isoflurane perjam selama anestesi pada kedua

kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001).

Kesimpulan: Teknik low flow anesthesia dapat dilakukan dengan aman terhadap nilai SpO2 dan EtCO2 pasien.

(17)

ABSTRACT

Objective : To determine the safety of low flow anesthesia compared with high flow anesthesia with

SpO2 and EtCO2 assessment.

Methods : After getting the approval from the Ethic Committe of USU Medical School, single blind,

a randomized clinical trial on 54 adult patients, 21 to 50 years, physical state ASA 1 who underwent

elective surgery with general anesthesia intubation in Haji Adam Malik Medan General Hospital. The

samples were divided into two groups each consisting of 27 subjects. All patients were given

midazolam 0.1 mg/kgBW IV and fentanyl 2 mcg/kgBW IV. Induction with propofol 2 mg/kgBW IV,

relaxation with rocuronium 1 mg/kgBW IV and intubation with ETT No. 7 or 7.5 cuff. Group A

received low flow anesthesia techniques (FGF 1 liter/minute) and group B received high flow

anesthesia techniques (FGF 4 liters/minute). The SpO2 and EtCO2 were observed every 10 minutes

and hourly usage of isoflurane during anesthesia. Blood pressure, heart rate, respiratory rate and body

temperature of the patient were also recorded.

Results : This study showed that SpO2 during anesthesia at low flow anesthesia group 98.63% ± 0.39,

and high flow anesthesia 98.70% ± 0.37. EtCO2 during anesthesia at low flow anesthesia group 33.73

mmHg ± 0.54, and high flow anesthesia 32.77 mmHg ± 0.39. SpO2 and EtCO2 values during

anesthesia in both groups were no significant difference (p0,05).

The use of isoflurane on hourly during low flow anesthesia group 4.32 ml/h ± 0.12, and the high flow

anesthesia 12.92 ml/h ± 0.18. The use of isoflurane on hourly during anesthesia in both groups were

significant difference (p=0,001).

Conclusion : Low flow anesthesia techniques can be performed safely on SpO2 and EtCO2 of the patient.

(18)

RINGKASAN

Tujuan: Untukmengetahui keamanan penggunaan teknik low flow anesthesia dibandingkan dengan

teknik high flow anesthesia dengan penilaian SpO2 dan EtCO2.

Metode: Setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran

USU, Uji klinis acak tersamar tunggal pada 54 pasien dewasa, 21 sampai 50 tahun, PS-ASA 1 yang

akan menjalani operasi elektif dengan anestesi umum intubasi di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan. Sampel dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 27 orang. Semua pasien

diberikan injeksi Midazolam 0,1 mg/KgBB IV dan fentanyl 2 µg/kgBB IV. Induksi dengan propofol 2

mg/KgBB IV, relaksasi dengan rocuronium 1 mg/KgBB IV dan intubasi dengan ETT No 7 atau 7,5

cuff. Kelompok A mendapat teknik low flow anesthesia (FGF 1 liter/menit) dan kelompok B

mendapat teknik high flow anesthesia (FGF 4 liter/menit). Dilakukan penilaian SpO2, EtCO2 setiap 10

menit dan pemakaian isofluran perjam selama anestesi. Selain itu, tekanan darah, laju jantung, laju

napas dan suhu tubuh pasien dicatat juga.

Hasil: Penelitian ini menunjukkan SpO2 selama anestesi pada kelompok low flow anesthesia 98,63%

± 0,39, dan high flow anesthesia 98,70% ± 0,37. EtCO2 selama anestesi pada kelompok low flow

anesthesia 33,73 mmHg ± 0,54, dan high flow anesthesia 32,77 mmHg ± 0,39. Nilai SpO2 dan EtCO2

selama anestesi pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p0,05). Pemakaian

isoflurane perjam selama anestesi pada kelompok low flow anesthesia 4,32 ml/jam ± 0,12, dan high

flow anesthesia 12,92 ml/jam ± 0,18. Pemakaian isoflurane perjam selama anestesi pada kedua

kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001).

Kesimpulan: Teknik low flow anesthesia dapat dilakukan dengan aman terhadap nilai SpO2 dan EtCO2 pasien.

(19)

ABSTRACT

Objective : To determine the safety of low flow anesthesia compared with high flow anesthesia with

SpO2 and EtCO2 assessment.

Methods : After getting the approval from the Ethic Committe of USU Medical School, single blind,

a randomized clinical trial on 54 adult patients, 21 to 50 years, physical state ASA 1 who underwent

elective surgery with general anesthesia intubation in Haji Adam Malik Medan General Hospital. The

samples were divided into two groups each consisting of 27 subjects. All patients were given

midazolam 0.1 mg/kgBW IV and fentanyl 2 mcg/kgBW IV. Induction with propofol 2 mg/kgBW IV,

relaxation with rocuronium 1 mg/kgBW IV and intubation with ETT No. 7 or 7.5 cuff. Group A

received low flow anesthesia techniques (FGF 1 liter/minute) and group B received high flow

anesthesia techniques (FGF 4 liters/minute). The SpO2 and EtCO2 were observed every 10 minutes

and hourly usage of isoflurane during anesthesia. Blood pressure, heart rate, respiratory rate and body

temperature of the patient were also recorded.

Results : This study showed that SpO2 during anesthesia at low flow anesthesia group 98.63% ± 0.39,

and high flow anesthesia 98.70% ± 0.37. EtCO2 during anesthesia at low flow anesthesia group 33.73

mmHg ± 0.54, and high flow anesthesia 32.77 mmHg ± 0.39. SpO2 and EtCO2 values during

anesthesia in both groups were no significant difference (p0,05).

The use of isoflurane on hourly during low flow anesthesia group 4.32 ml/h ± 0.12, and the high flow

anesthesia 12.92 ml/h ± 0.18. The use of isoflurane on hourly during anesthesia in both groups were

significant difference (p=0,001).

Conclusion : Low flow anesthesia techniques can be performed safely on SpO2 and EtCO2 of the patient.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode anestesi umum dengan menggunakan obat anestesi inhalasi yang saat ini

banyak dilakukan adalah teknik aliran gas segar tinggi atau high-flow anesthesia

(HFA) bahkan very high flow dimana aliran gas segar atau Fresh Gas Flow (FGF)

O2 dan N2O yang diberikan pada pasien cukup tinggi ( FGF lebih dari 4 l/menit).

Pada tahun 1994, pertemuan tahunan American Society of Anesthesiologists, 90%

dokter anestesi yang diteliti menggunakan FGF 2-5 l/menit dan hanya 12%

dokter yang menggunakan FGF lebih kecil dari 1 l/menit. Teknik HFA

mempunyai beberapa hal yang kurang menguntungkan yaitu polusi gas anestesi

dalam kamar operasi lebih tinggi, konsumsi gas dan obat anestesi inhalasi yang

lebih banyak sehingga biaya anestesi lebih meningkat dan terjadinya efek rumah

kaca. Beberapa penelitian menyebutkan dengan mengurangi FGF akan

mengurangi pemakaian anestetik inhalasi disamping mengurangi polusi

lingkungan dan terjadinya efek rumah kaca, sekaligus mengurangi biaya anestesi

inhalasi.1

Untuk memastikan pertukaran gas yang baik dan dinamis selama proses anestesi

inhalasi, suatu teknik anestesi dengan menggunakan aliran gas rendah atau

low-flow anesthesia (LFA) lebih dianjurkan dengan beberapa alasan2 :

1. Sistem pernafasan : anestesi dengan teknik LFA meningkatkan aliran dinamis

dari udara yang terhirup. Hal ini juga dapat meningkatkan pembersihan

(21)

2. Ekonomi : pengurangan dari konsumsi gas anestesi menghasilkan

penghematan yang signifikan. Jika digunakan secara rutin, anestesi dengan

teknik LFA dapat menghasilkan penghematan mencapai 75%.

3. Ekologi : pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan gas

surplus yang tidak terpakai, suatu pengurangan yang signifikan dalam emisi

gas anestesi hingga mencapai 90%. Hal ini memiliki efek positif yaitu

konsentrasi gas anestesi di lingkungan kerja (kamar bedah) berkurang secara

signifikan sehingga mengurangi paparan anestetis dan individu lain di kamar

bedah terhadap N2O. Reduksi emisi gas anestesi (N2O dan gas anestesi

inhalasi) mengurangi perusakan pada lapisan ozon, dimana N2O saat ini

merupakan agen perusak ozon yang dominan.

Gas yang dihantarkan dengan FGF tinggi biasanya kering dan dingin, sedangkan

penurunan FGF membuat gas yang diresirkulasi hangat dan lembab. Lebih banyak

gas yang disirkulasi melalui CO2 absorber, lebih banyak panas dan kelembaban

yang dihasilkan melalui proses absorbsi CO2. Menghirup gas yang hangat dan

lembab selama anestesi bermanfaat karena beberapa alasan3,4,5,6,7,8 :

1. Gas yang hangat dapat mempertahankan suhu tubuh. Di beberapa negara

dimana alat pertukaran panas dan kelembaban tidak digunakan secara rutin,

konservasi panas dan kelembaban dalam sistem pernafasan dibantu dengan

penggunaan FGF rendah.

2. Pencegahan kehilangan panas selama anestesi mencegah kejadian menggigil

(22)

3. Humidifikasi gas pernafasan akan menurunkan kehilangan air dari jalan nafas

dan mencegah pengeringan jalan nafas dan bronkus selama intubasi

endotrakeal.

Kleeman (1994), memperlihatkan keuntungan pemeliharaan suhu tubuh dan

kelembaban dari gas yang diinspirasi pada teknik LFA. Pada saat dibandingkan

beberapa FGF yang berbeda, dia menemukan bahwa FGF 0,5 liter/menit

memperbaiki kondisi suhu (rentang 28 – 32⁰ C) dan kelembaban (20 – 27

mgH2O/L) dari gas anestesi.4

Baum dkk (2000), meneliti tentang suhu dan kelembaban selama tindakan

anestesi dengan beberapa FGF yang berbeda. Mereka menemukan bahwa suhu

dan kelembaban yang adekuat dapat dicapai dengan teknik LFA.9

Bilgi M dkk (2011), melaporkan bahwa fungsi respirasi dan pembersihan

mukosiliar (mucociliary clearance) lebih baik dengan teknik LFA dibandingkan

dengan HFA. Oleh karena itu, teknik LFA memberikan keuntungan klinis yang

sangat penting dikarenakan teknik LFA mampu menghasilkan efek panas dan

kelembaban terhadap gas yang dialirkan ke saluran pernafasan.5

Penggunaan FGF yang tepat dapat memperbaiki tingkat kelembaban dan suhu

tubuh, sehingga menurunkan resiko hipotermia pasca operasi. Yamashita K dkk

(2007), membandingkan teknik LFA dan HFA dengan atau tanpa heat moisture

exchanger (alat pengatur pertukaran panas dan kelembaban) dan melaporkan

bahwa pemakaian teknik HFA tanpa heat moisture exchanger terkait dengan

(23)

Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik low flow dengan nafas kendali

secara mekanik telah dapat menghemat pemakaian obat anestesi inhalasi isofluran

sebanyak 33%. Pada penelitian yang lain telah dapat menghemat pemakaian

isofluran sebanyak 54,7% dan enfluran sebanyak 55,6%. Penelitian di Jerman dan

Inggris mendapatkan terjadinya penghematan konsumsi zat anestesi selama satu

tahun sebesar lebih dari US$65,36 juta jika teknik LFA digunakan secara

konsisten. Di Indonesia penelitian dengan menggunakan teknik medium flow

dapat menghemat pemakaian halotan 50,86 %. Diperkirakan terdapat

penghematan biaya sebesar 50 – 75% jika teknik LFA digunakan secara rutin

dalam praktik klinis.11,12,13,14

Tempia A dkk (2003), melaporkan bahwa teknik LFA dapat mengurangi

konsumsi sevoflurane sama dengan yang terjadi pada penggunaan alat pemelihara

pemakaian zat anestesi inhalasi (anesthetic conserving device).15

Fasilitas ruangan operasi yang modern dengan ventilasi yang baik dan sistem

scavenging pada mesin anestesi akan memberikan kualitas udara yang adekuat di

lingkungan kerja. Sebuah penelitian memperlihatkan tingginya konsentrasi zat

anestesi di dalam udara di kamar operasi terkait dengan ketidaksesuaian standar

yang diterapkan pada kamar operasi. Pengurangan FGF memiliki efek keuntungan

yang potensial untuk memelihara kualitas udara yang adekuat di lingkungan kerja

tersebut.9

Teknik HFA secara nyata menyebabkan polusi di atmosfer. Baik N2O maupun zat

anestesi volatil berkontribusi terhadap kerusakan lapisan ozon dan efek rumah

kaca. N2O diperkirakan bertanggungjawab terhadap 10% efek rumah kaca.

(24)

mempunyai potensi merusak lapisan ozon. Sedangkan desflurane dan sevoflurane

yang tidak mengandung chlorine tidak berpotensi merusak lapisan ozon akan

tetapi berkontribusi terhadap tejadinya efek rumah kaca.3

Sementara itu, teknik LFA sendiri memiliki potensi untuk terjadinya hipoksia dan

hiperkarbia. Penurunan FGF pada teknik LFA akan dapat meningkatkan jumlah

gas yang dihirup kembali (rebreathing gases) secara signifikan. Oleh karena itu,

gas yang diinspirasi kembali akan mengandung gas ekspirasi dengan proporsi

lebih besar, sementara itu gas ekspirasi ini mengandung sedikit oksigen. Keadaan

ini berpotensi untuk menimbulkan terjadinya hipoksia. Selain itu, meningkatnya

jumlah gas yang dihirup kembali (rebreathing gases) juga akan mengakibatkan

kadar gas CO2 yang dihirup kembali akan meningkat walaupun sudah digunakan

absorber seperti sodalime ataupun baralime yang masih segar. Keadaan ini

berpotensi untuk menimbulkan terjadinya hiperkarbia. Oleh karenanya pada

penggunaan teknik LFA minimal harus dipantau kadar saturasi oksigen (SpO2 )

dengan pulse oksimetri dan kadar CO2 / end tidal CO2 (EtCO2) dengan

Capnograph, untuk menghindari terjadinya komplikasi hipoksia dan

hiperkarbia.1,14

Young dkk (2005), melaporkan nilai minimal SpO2 lebih rendah secara signifikan

dan nilai EtCO2 lebih tinggi secara signifikan pada teknik LFA jika dibandingkan

dengan teknik HFA pada operasi laparoscopic cholecystectomy.16

Taghavi dkk (2013), melaporkan nilai SpO2 lebih rendah dan nilai EtCO2 lebih

tinggi namun secara statistik tidak signifikan pada teknik LFA jika dibandingkan

(25)

Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik LFA dapat dilakukan dengan adanya

pemantauan EtCO2 dan absorben yang baik.17

J-Y Park dkk (2005), melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap

nilai FiO2 dan EtCO2 pada teknik anestesi inhalasi dengan FGF 1 liter/menit, 2

liter/menit dan 4 liter/menit selama 20 menit pengamatan.18

Avramov dkk (1998), mengevaluasi efek nilai FGF terhadap kemampuan untuk

mengendalikan respon hemodinamik akut selama tindakan operasi. Mereka

melaporkan bahwa teknik LFA (1 liter/menit) lebih efektif dalam mengendalikan

respon hemodinamik akut selama tindakan operasi.19

Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik LFA memiliki

banyak kelebihan dibandingkan dengan teknik HFA. Namun demikian, pada saat

penggunaan teknik LFA direkomendasikan oleh banyak penelitian, dampaknya

terhadap status respirasi dan hemodinamik pasien masih sedikit sekali diteliti.

Penelitian oleh Young dkk, dilakukan pada prosedur operasi laparascopic

cholecystectomy yang memiliki resiko untuk terjadinya hiperkarbia. Penelitian

oleh Taghavi dkk, dilakukan pada ibu hamil dengan prosedur operasi sectio

cesarean. Sedangkan penelitian oleh J-Y Park dkk, hanya dilakukan selama 20

menit pengamatan. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang perbandingan SpO2 dan EtCO2 pada anestesi umum intubasi dengan

teknik low flow anesthesia dan high flow anesthesia.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah tidak terdapat perbedaan nilai SpO2 dan EtCO2 pada anestesi umum

(26)

1.3 Hipotesis

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai SpO2 dan EtCO2 pada anestesi

umum intubasi dengan teknik low flow anesthesia dan high flow anesthesia.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui keamanan penggunaan teknik low flow anesthesia dibandingkan

dengan teknik high flow anesthesia dengan penilaian SpO2 dan EtCO2.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui nilai SpO2 dan EtCO2 pada kelompok yang menggunakan teknik low flow

anesthesia.

2. Mengetahui nilai SpO2 dan EtCO2 pada kelompok yang menggunakan teknik high

flow anesthesia.

3. Membandingkan nilai SpO2 dan EtCO2 selama tindakan anestesi pada kelompok yang

menggunakan teknik low flow anesthesia dengan kelompok yang menggunakan teknik

high flow anesthesia.

4. Membandingkan jumlah zat anestesi inhalasi (isoflurane) yang terpakai selama

tindakan anestesi pada kelompok yang menggunakan teknik low flow anesthesia

(27)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Dalam Bidang Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan dan khasanah

pengetahuan kepada klinisi tentang tingkat keamanan penggunaan teknik low flow

anesthesia dibandingkan dengan teknik high flow anesthesia.

1.5.2 Manfaat Dalam Bidang Pelayanan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pelayanan rumah

sakit dalam penggunaan teknik low flow anesthesia sehingga dapat mengurangi

biaya pemakaian zat anestesi inhalasi.

1.5.3 Manfaat Dalam Bidang Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data untuk penelitian lanjutan

dalam penggunaan teknik low flow anesthesia khususnya pada operasi bedah

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Low Flow Anesthesia dan High Flow Anesthesia

Saat ini penggunaan teknik anestesi aliran rendah (low flowanesthesia) menghasilkan

sistem rebreathing yang adekuat. Penerimaan dari metode ini telah berkembang pesat sejak

pengenalan pertama dari zat anestesi inhalasi baru dan pemasangan monitor gas pada mesin

anestesi. Lebih lanjut, pada penggunaan teknik anestesi aliran tinggi (high flow anesthesia)

tidak dapat menghasilkan sistem rebreathing yang adekuat.1,20,21

Perkembangan penemuan zat anestesi inhalasi dengan kelarutan dalam darah dan

jaringan yang rendah, akan memfasilitasi kesetimbangan dengan cepat antara konsentrasi di

dalam alveolus dan konsentrasi di otak, membuatnya cocok untuk teknik low flowanesthesia.

Sebagian besar mesin anestesi modern telah dilengkapi dengan sistem circle rebreathing

yang menurunkan kecepatan FGF. Manfaat teknik rebreathing lebih nyata jika kecepatan

FGF diturunkan hingga kurang dari setengah MV (minute ventilation = udara yang keluar

masuk paru dalam 1 menit) pasien, biasanya <3 L/ menit. Teknik FGF rendah mempengaruhi

kinetik gas pada sistem sirkuit khususnya jika FGF <1 L/menit, sehingga diperlukan

pemantauan konsentrasi gas inspirasi dan ekspirasi. Pemantauan gas komprehensif tidak

hanya menjamin keamanan pasien, tetapi juga memfasilitasi pemberian gas yang tepat untuk

pasien.1,21

Low flow anesthesia dapat didefinisikan sebagai suatu teknik yang menyesuaikan

FGF dengan kebutuhan oksigen pasien (sekitar 200 mL/menit) dan untuk anestetik volatil.

Low flowanesthesia menggunakan FGF < setengah MV pasien, biasanya <3 L/menit. Foldes

(1954) menurunkan FGF menjadi 1 L/menit. Teknik anestesi aliran rendah tidak hanya

memberikan pertimbangan ekonomis dan manfaat ekologi, tetapi juga meningkatkan kualitas

perawatan pasien. Sebanyak 80% gas anestetik dibuang saat digunakan FGF 5 L/menit.

Beberapa studi juga membuktikan bahwa penggunaan teknik low flow anesthesia dan

(29)

Penurunan FGF dari 3 L/menit menjadi 1 L/menit menghasilkan penghematan sekitar 50%

konsumsi total anestetik volatil.1,21,22

Anestesi aliran tinggi juga menyebabkan polusi lingkungan. Sebagai contoh, N2O diperkirakan bertanggung jawab terhadap 10% efek rumah kaca. Halothan, enflurane, dan

isoflurane mengandung chlorine, yang diyakini mempunyai potensi merusak lapisan ozon.

Sedangkan desflurane dan sevoflurane yang tidak mengandung chlorine tidak berpotensi

merusak lapisan ozon akan tetapi berkontribusi terhadap tejadinya efek rumah kaca.3

Gas yang dihantarkan dengan FGF tinggi biasanya kering dan dingin, sedangkan

penurunan FGF membuat gas yang diresirkulasi hangat dan lembab. Lebih banyak gas yang

disirkulasi melalui CO2 absorber, lebih banyak panas dan kelembaban yang dihasilkan melalui proses absorpsi CO2. Menghirup gas yang hangat dan lembab selama anestesi bermanfaat untuk pasien karena beberapa alasan 3,4,5,6,7,8:

• Gas yang hangat dapat mempertahankan suhu tubuh. Di beberapa Negara atau di praktek

pediatrik, di mana alat pertukaran panas dan kelembapan tidak digunakan secara rutin,

konservasi panas dan kelembapan dalam sistem pernapasan dibantu dengan penggunaan

FGF rendah.

• Pencegahan kehilangan panas selama anestesi mencegah kejadian menggigil pascaoperasi

• Humidifikasi gas pernapasan akan menurunkan kehilangan air dari jalan napas dan

mencegah pengeringan jalan napas dan bronkus selama intubasi endotrakeal.

2.2. Sirkuit Anestesi

Sistem penghantaran anestesi (Anesthesia Delivery System) telah bekembang mulai dari peralatan yang sederhana hinggamenjadi suatu sistem yang sangatkompleks yang terdiri

dari mesinanestesi, sirkuit anestesi, vaporizer,pembuangan gas serta monitor. Bagi seorang

ahli anestesi, pemahaman terhadap fungsi dari system penghantaran anestesi ini sangatlah

penting. Berdasarkan fakta dari data American Society of Anesthesiologists (ASA), Caplan menemukan bahwa meskipun tuntutan dari pasien terhadap kesalahan dari sistem

penghantaran anestesi jarang terjadi, akan tetapi ketika itu terjadi maka akan menjadi suatu

masalah yang besar, yang sering mengakibatkan kematian atau kerusakan otak yang

(30)

Sirkuit anestesi atau dikenal dengan sistem pernafasan merupakan sistem yang

berfungsi menghantarkan oksigen dan gas anestesi dari mesin anestesi kepada pasien yang

dioperasi. Sirkuit anestesi merupakan suatu pipa/tabung yang merupakan perpanjangan dari

saluran pernafasan atas pasien. Komponen sirkuit anestesi pada saat sekarang ini terdiri dari

kantong udara, pipa yang berlekuk-lekuk, celah untuk aliran udara segar, katup pengatur

tekanan dan penghubung pada pasien. Aliran gas dari sumber gas berupa campuran oksigen

dan zat anestesi akan mengalir melalui vaporizer dan bersama zat anestesi cair tersebut keluar

menuju sirkuit. Campuran oksigen dan zat anestesi yang berupa gas atau uap ini disebut

sebagai fresh gas flow (FGF) (aliran gas segar). Sistem pernafasan atau sirkuit anestesi ini dirancang untuk mempertahankan tersedianya oksigen yang cukup di dalam paru sehingga

mampu dihantarkan darah kepada jaringan dan selanjutnya mampu mengangkut

karbondioksida dari tubuh. Sistem pernafasan ini harus dapat menjamin pasien mampu

bernafas dengan nyaman, tanpa adanya peningkatan usaha bernafas, tidak menambah ruang

rugi (dead space) fisiologis serta dapat menghantarkan gas / agen anestesi secara lancar pada sistem pernafasan pasien. Sampai saat ini berbagai teknik dan modifikasi sirkuit anestesi

telah dikembangkan dan masingmasing mempunyai efisiensi, kenyamanan dan kerumitan

sendirisendiri.20,23,24

Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-rebreathing berdasarkan ada tidaknya udara ekspirasi yang dihirup kembali. Sirkuit ini juga diklasifikasikan sebagai

open, semi open, semi closed dan closed berdasarkan ada tidaknya (1) reservoir bag, (2) udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing exhaled gas), (3) komponen untuk menyerap korbondioksia ekspirasi (CO2 absorber) serta (4) katup satu arah (Tabel 2.1).

Meskipun dengan pengklasifikasian tersebut kadang menyebabkan kebingungan

(31)
[image:31.612.92.515.100.455.2]

Tabel 2.1 Klasifikasi Sirkuit Anestesi24

Sistem Reservoir Bag Rebreathing CO2 absorbent Katup Aliran FGF

Open

Insuflasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak diketahui

Open Drop Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak diketahui

Semiopen Mapleson

(A, B, C, D) Ya Tidak Tidak Satu Tinggi

Mapleson E Tidak Tidak Tidak Tidak Tinggi

Mapleson F Ya Tidak Tidak Satu Tinggi

Semiclosed

Sistem lingkar Ya Ya Ya Tiga Sedang

Closed

[image:31.612.88.525.419.716.2]

Sistem Lingkar Ya Ya Ya Tiga Rendah

Tabel 2.2 Klasifikasi Mapleson 24 Klasifikasi

Mapleson

Nama Lain

Susunan FGF Yang Dibutuhkan

Nafas Spontan Nafas Kendali

A Magill attachment

Sama dengan MV

Sangat tinggi dan sulit diprediksi

B 2 x MV 2 - 2,5 x MV

C Water’s to- and- fro

2 x MV 2 - 2,5 x MV

(32)

E Ayre’s

T-piece

2 - 3 x MV 3 x MV

F Jackson-Rees modification

2 - 3 x MV 2 x MV

2.3 Circle System (Sistem Lingkar)

Rangkaian Mapleson dapat mengatasi beberapa kelemahan dari sistem insuflasi dan

sistem draw-over, namun tingginya FGF yang diperlukan untuk mencegah terjadinya

rebreathing menyebabkan pemborosan agen anestesi, polusi ruang operasi dan hilangnya

panas dan kelembaban dari tubuh pasien. Sebagai upaya untuk menghindari masalah ini,

sistem lingkar menambahkan beberapa komponen ke dalam sirkuit anestesi.24

2.3.1 Komponen-komponen Sistem Lingkar 2.3.1.1 Carbondioxide absorbent(Penyerap CO2 )

Rebreathing gas alveolar memelihara panas dan kelembaban. CO2 pada gas yang

dihembuskan harus dihilangkan untuk mencegah hiperkapni. Secara kimiawi CO2bergabung

dengan air untuk membentuk asam karbonat. CO2absorbent(seperti sodalime atau baralime)

mengandung garam hidroksida yang mampu menetralkan asam karbonat. Produk akhir reaksi

meliputi panas, air dan kalsium karbonat. Sodalime adalah CO2 absorbent yang umum dan

mampu menyerap untuk 23 L CO2per 100 g absorbent.20,24

Perubahan warna dari sebuah indicator pH oleh peningkatan konsentrasi ion hidrogen

memberi tanda terpakainya alat penyerap. Absorbent harus diganti bila 50 – 70 % telah

berubah warna. Meskipun butiran yang telah digunakan dapat kembali ke warna aslinya jika

diistirahatkan, tetapi pemulihan kapasitas CO2absorbentyang terjadi tidak signifikan.20,24

2.3.1.2 Carbondioxide absorbers

Butiran-butiran penyerap yang terkandung dalam satu atau dua tabung yang melekat

antara kepala dan alas lapisan. Bersama-sama, unit ini disebut absorbers (gambar 2.1).

Meskipun besar, tabung ganda memungkinkan penyerapan CO2yang lebih lengkap, frekuensi

(33)

Indikator pewarna dapat dipantau melalui dinding transparan penyerap. Terpakainya

penyerap biasanya pertama terjadi pada lokasi dimana gas dihembuskan memasuki penyerap

dan sepanjang dinding tabung yang halus. Absorbers generasi yang lebih baru dapat

digunakan hingga CO2 ditemukan dalam gas yang dihirup yang dapat diamati pada monitor

[image:33.612.268.348.171.292.2]

gas anestesi, yang menunjukkan saatnya tabung untuk diganti.20,24

Gambar 2.1 Carbondioxide absorbers20 2.3.1.3 Unidirectional Valves (Katup searah)

Katup searah, yang berfungsi sebagai katup pengendali, mengandung sebuah keramik

atau piringan (disk) mika yang diletakkan horizontal di atas sebuah tempat katup berbentuk

cincin (gambar 2.2). Selanjutnya aliran gas mendorong piringan ke atas, memungkinkan gas

untuk mengalir melalui sirkuit. Aliran balik mendorong piringan melawan tahanan, mencegah

refluks. Kerusakan katup biasanya disebabkan oleh piringan yang bengkok atau wadah yang

tidak sesuai. Katup ekspirasi menerima gas alveolar yang lembab.20,24

Gambar 2.2 Katup searah 24

Inhalasi membuka katup inspirasi, memungkinkan pasien untuk bernafas campuran dari gas

segar dan gas yang dihembuskan yang sudah melalui penyerap CO2. Secara bersamaan, katup

[image:33.612.241.372.515.630.2]
(34)

CO2. Selanjutnya aliran gas dari pasien selama penghembusan (exhalation) membuka katup

ekspirasi. Gas ini keluar masuk (dikeluarkan) melalui katup APL atau rebreathing oleh pasien setelah melalui penyerap. Penutupan katup inspirasi selama ekspirasi mencegah

pengeluaran gas dari percampuran dengan gas segar pada cabang inspirasi. Kerusakan katup

searah memungkinkan terjadinya rebreathing CO2, sehingga menyebabkan hiperkapni.24

2.3.2 Optimalisasi Desain Sistem Circle (Sistem Lingkar)

Meskipun komponen-komponen utama sistem lingkar (katup searah,inlet gas segar, katup APL, penyerap CO2 dan sebuah reservoir bag) dapat ditempatkan dalam beberapa

[image:34.612.151.466.299.493.2]

susunan, tetapi berikut ini susunan yang lebih dianjurkan (Gambar 2.3).20,24

Gambar 2.3 Sistem lingkar 24

Katup searah tertutup secara relatif ke pasien untuk mencegah aliran balik ke cabang

inspirasi jika kebocoran rangkaian berkembang. Namun katup searah tidak ditempatkan di

Y-piece, karena menyebabkan kesulitan untuk mengkonfirmasi kondisi dan fungsi yang tepat

dari katup selama operasi.24

Inlet gas segar / fresh gas inlet ditempatkan antara penyerap dan katupinspirasi. Gas segar yang ditempatkan antara katup ekspirasi dan penyerap akan diencerkan oleh gas

resirkulasi. Katup APL harus ditempatkan tepat sebelum abesorber untuk memelihara

kapasitas penyerapan dan untukmengurangi pengeluaran gas segar. Resistensi terhadap udara

(35)

Kompresi reservoir bag selamaventilasi terkontrol akan mengeluarkan gas ekspirasi melalui katup APL,sehingga juga memelihara absorbent.24

2.3.3 Karakteristik Kinerja Sistem Lingkar 2.3.3.1 Kebutuhan gas segar

Dengan adanya absorber, sistem lingkar dapat mencegah rebreathing CO2pada FGF

rendah atau yang dianggap rendah (</= 1 L) atau bahkan FGF yang sama dengan

pengambilan gas anestesi dan oksigen dari pasien dan rangkaian itu sendiri. Pada aliran gas

segar lebih dari 5 L/menit, rebreathing begitu minimal sehingga CO2absorber biasanya tidak

diperlukan. Dengan FGF rendah, konsentrasi oksigen dan anestesi inhalasi bervariasi

mencolok antara gas yang dihirup (gas pada fresh gas inlet) dan gas inspirasi (gas pada inspiratory limb dari tabung pernafasan), yang merupakan campuran gas segar dan gas yang dihembuskan yang telah melewati penyerap.24

2.3.3.2 Dead space

Bagian dari tidal volume yang tidak mengalami ventilasi alveolar disebut ruang

kosong (dead space). Setiap peningkatan dalam dead space harus disertai oleh peningkatan yang sesuai pada tidal volume jika ventilasi alveolar tetap tidak berubah. Karena terdapatnya

katup searah, perangkat dead space dalam suatu sistem lingkar terbatas pada daerah distal

titik percampuran gas inspirasi dan ekspirasi di Y-piece. Sistem lingkar pada anak mungkin

memiliki suatu septum yang membagi gas inspirasi dan ekspirasi di Ypiece dan

tabung-tabung pernafasan dengan compliance rendah untuk mengurangi dead space, meskipun alat ini jarang digunakan dalam praktek saat ini.20,24

2.3.3.3 Resistensi

Katup searah dan absorber meningkatkan resistensi sistem lingkar, terutama pada laju respirasi yang tinggi dan tidal volume yang besar. Meskipun demikian, bayi prematur dapat

diventilasi dengan sukses dengan menggunakan sistem lingkar.24

2.3.3.4 Pemeliharaan kelembaban dan panas

Sistem penghantaran gas medis memberikan gas-gas yang tidak dilembabkan ke

(36)

Oleh karena itu, panas dan kelembaban gas inspirasi tergantung pada proporsi relative

dari gas rebreathing ke gas segar inspirasi. Aliran yang tinggi akan disertai dengan

kelembaban yang relatif rendah, sedangkan aliran yang rendah memungkinkan saturasi air

yang lebih besar. Butiran absorbent menghasilkan sumber panas yang signifikan dan kelembaban di dalam sistem lingkar.4,20,24

2.3.3.5 Kontaminasi bakteri

Resiko terdapatnya mikroorganisme pada komponen-komponen sistem lingkar secara

teoritis dapat mengakibatkan infeksi saluran pernafasan pada pasien yang menggunakan

sirkuit ini berikutnya. Karena alasan ini, penyaring bakteri kadang-kadang ditambahkan ke

dalam tabung pernafasan inspirasi atau ekspirasi atau di Y-piece.24

2.3.4 Kekurangan Sistem Lingkar

Meskipun sebagian besar masalah rangkaian Mapleson terselesaikan oleh sistem

lingkar, sistem ini tetap memiliki kekurangan, seperti ukuran lebih besar dan kurang praktis

dibawa, meningkatnya kompleksitas, mengakibatkan resiko tinggi pemutusan atau malfungsi,

meningkatkan resistensi, dan kesulitan memprediksi konsentrasi gas inspirasi selama FGF

rendah.24

2.4 Sejarah Singkat Teknik Rebreathing Dalam Ilmu Anestesi

Pada awal tahun 1850, John Snow mengenali bahwa sejumlah zat anestesi inhalasi

diekspirasikan tidak berubah di dalam udara ekspirasi pasien-pasien yang teranestesi. Dia

menyimpulkan dan dapat membuktikan bahwa efek narkose dapat nyata-nyata diperpanjang

dengan menghirup kembali uap yang tidak terpakai tersebut. Sekitar 75 tahun kemudian, pada

tahun 1924, peralatan sistem rebreathing dengan penyerap CO2 pertama kali diperkenalkan

dalam praktik anestesi. Pada saat Ralph Waters menggunakan sistem to-and-fro, Ginekologis

berkebangsaan Jerman Carl J. Gaus dan ahli kimia Hermann D. Wieland menganjurkan

penggunaan sistem circle (sistem lingkar) pada pemakaian Acetylene sebagai zat anestesi

inhalasi. Pengenalan zat anestesi yang sangat mudah terbakar yaitu Cyclopropane pada tahun

1933, mendorong para ahli anestesi untuk menggunakan aliran gas segar (Fresh Gas Flow/

FGF) serendah mungkin untuk mengurangi polusi di kamar operasi dan meminimalkan resiko

(37)

Pada tahun 1954 Halothane diperkenalkan, zat anestesi volatile baru yang memiliki

karakteristik potensi anestesi tinggi namun rentang efek terapetik yang sempit. Untuk

memastikan keselamatan pasien, penggunaan zat anestesi ini dibatasi oleh pengetahuan

tentang aplikasi konsentrasi uapnya. Dimana penghitungannya sederhana dan mudah hanya

jika FGF tinggi digunakan dan proporsi (bagian) penghirupan kembali / rebreathing dijaga

untuk tetap lebih rendah. Tambahannya, vaporizer yang tersedia pada saat itu, tidak dapat

bekerja dengan cukup reliabel dan tepat pada rentang flow yang rendah. Jadi, walaupun

hampir seluruh mesin anestesi sudah dilengkapi dengan sistem lingkar rebreathing yang

canggih, kebalikannya, yang menjadi kebiasaan / praktik rutin yaitu penggunaan FGF sebesar

4 – 6 liter/menit, yang secara penuh meniadakan prinsip rebreathing dengan signifikan. Di

banyak negara hal ini masih rutin dilakukan pada saat menjalankan teknik anestesi inhalasi.

Bagaimanapun, terkait dengan pengembangan peralatan anestesi modern, ketersediaan alat

monitor gas yang komprehensif, meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan, pengenalan

zat anestesi inhalasi yang baru tetapi mahal, dan pengetatan kebijakan ekonomi pada

pelayanan kesehatan, sejak sekitar 15 tahun, keinginan kuat untuk mempelajari dan

mempraktikkan teknik low flowsemakin meningkat.1,21

2.5 Perbandingan High FlowAnesthesiaDan Low FlowAnesthesia

Teknik anestesi umum inhalasi yang menggunakan sirkuit anestesi, dimana aliran gas segar

yang diberikan relatif tinggi dinamakan teknik high flow. Pada sirkuit anestesi selain adanya

katup searah untuk inspirasi maupun ekspirasi, juga dilengkapi alat penyerap CO2 untuk

mencegah atau mengurangi terhirup kembali udara ekspirasi (rebreathing).1,21

Teknik anestesi high flow merupakan teknik anestesi umum yang telah banyak

digunakan dalam praktik anestesi baik di negara maju maupun di negara berkembang dan

telah dipercaya aman untuk pasien serta dapat memenuhi kebutuhan pembedahan.

Keuntungan dari teknik ini adalah derajat penghirupan kembali udara ekspirasi minimal,

konsentrasi gas inspirasi konstan, konsentrasi gas anestesi inhalasi yang dilepaskan alat

(38)

Teknik ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain :1,21

 Pemakaian dan konsumsi gas O2 dan N2O serta anestesi volatile oleh pasien lebih banyak.

Dengan laju aliran gas segar yang tinggi yaitu 2 – 5 liter/menit yang akan melalui alat

penguap (vaporizer) maka uap zat anestesi yang dikeluarkan di dalam sirkuit anestesi ke

pasien akan lebih banyak. Akibatnya kemungkinan terjadi efek toksik obat anestesi inhalasi

semakin besar karena efek toksik tersebut sangat ditentukan oleh metabolit obat anestesi

inhalasi yang terbentuk.

 Tingkat polusi gas anestesi yang dilepaskan ke dalam kamar operasi lebih tinggi, terutama pada kamar operasi yang tidak mempunyai sistem pembuangan gas yang baik, sehingga

kemungkinan terjadi toksisitas kronis pada petugas kamar operasi relatif tinggi bila

konsentrasi zat tersebut melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Untuk mengurangi

kelebihan gas buang yang mencemari kamar operasi, digunakan cara yang dikenal sebagai

scavenging sistem, tetapi cara ini memerlukan peralatan tersendiri dan kebanyakan kamar

operasi tidak dilengkapi alat ini.

 Biaya operasional pelayanan anestesi akibat banyaknya oksigen dan obat-obat anestesi

inhalasi yang digunakan menjadi lebih besar.

Teknik anestesi umum inhalasi dengan menggunakan aliran gas segar ke dalam sirkuit

anestesi secara tertutup pertama kali diperkenalkan oleh Ralph Water tahun 1926 yang

menemukan sistem penyerap CO2 berupa canister dan sodalime. Dengan ditemukannya

canister dan sodalime, maka derajat penghirupan kembali udara ekspirasi khususnya CO2

(rebreathing) dapat dikurangi pada pemakaian alat pernafasan sistem sirkuit (lingkar). Teknik

ini kemudian dikembangkan dengan menggunakan aliran gas segar yang rendah atau minimal

ke dalam sirkuit anestesi seiring dengan ditemukannya obat anestesi inhalasi yang baru.

Publikasi teknik anestesi aliran gas rendah dalam sirkuit tertutup pertama kali tahun 1979,

yang kemudian populer pada tahun 1981 setelah ditemukannya siklopropan dan halotan.

Penggunaan teknik ini semakin luas, khususnya di negara-negara maju sejak ditemukannya

obat-obat anestesi inhalasi baru yang lebih baik dan relatif mahal, meningkatnya pemahaman

fisiologi dan farmakologi obat anestesi, berkembangnya teknologi mesin anestesi, alat

(39)

Beberapa keuntungan dari teknik anestesi low flowantara lain:1,11,12,21

 Pemakaian dan konsumsi O2 dan N2O serta obat anestesi inhalasi lainnya menjadi rendah, efek toksik menjadi kecil sehingga dosis total lebih kecil dan metabolit yang

terbentuk juga semakin kecil.

 Tingkat polusi gas anestesi dalam kamar operasi rendah. Rendahnya polusi gas anestesi dalam kamar operasi akan memperkecil kemungkinan efek toksik kronik bagi

petugas kamar operasi, khususnya kamar operasi yang tidak dilengkapi alat

pembuangan gas yang baik.

 Sistem sirkuit anestesi tertutup maka kelembaban dan panas udara pernafasan dapat dipertahankan dengan baik, sehingga aktifitas silia mukosa saluran pernafasan tidak

mengalami gangguan.

 Biaya operasional pelayanan anestesi dengan teknik low flow closed sistem menjadi lebih rendah akibat rendahnya pemakaian oksigen dan obat anestesi inhalasi. Hal ini

penting terutama pada pemakaian obat-obat anestesi baru yang relatif mahal. Teknik

low flow closed sistem dan pernafasan kendali secara mekanik dapat menghemat

dalam pemakaian obat anestesi inhalasi isoflurane sebesar 33%, sedangkan penelitian

yang lain telah dapat menghemat pemakaian obat anestesi inhalasi isoflurane sebesar

54,7% dan enflurane sebesar 55,9%.

Prinsip utama anestesi teknik low flow adalah memenuhi kebutuhan oksigen basal

tubuh dan penyerapan CO2 dalam sirkuit anestesi secara maksimal. Salah satu kelemahan

teknik ini dimana katup pembuangan kelebihan udara ekspirasi tidak berfungsi karena

ditutup, maka derajat penghirupan kembali udara ekspirasi (rebreathing) meningkat. Guna

mengatasi hal tersebut, aliran gas segar (oksigen) harus dapat mencukupi kebutuhan oksigen

basal, tidak ada kebocoran pada sirkuit anestesi, dan alat penyerap CO2harus berfungsi baik

agar konsentrasi CO2dalam udara inspirasi tidak melebihi nilai ambang yang diperkenankan

(40)

2.6 Teori Low FlowAnesthesia

Low flow anesthesia memiliki definisi bervariasi sebagai suatu teknik anestesi

inhalasi dimana sistem lingkar yang memakai absorben digunakan dengan fresh gas flow

sebesar20 :

1. kurang dari alveolar minute volume pasien,

2. 1 liter/menit atau kurang,

3. kurang dari 1,5 liter/menit,

4. 3 liter/menit atau kurang,

5. 0,5 sampai 2 liter/menit,

6. kurang dari 4 liter/menit,

7. 500 mL/menit,

8. 500 – 1000 mL/menit.

Closed system anesthesia adalah bentuk low flow anesthesia dimana fresh gas flow

sama dengan uptake (ambilan) oksigen dan gas anestesi dari pasien. Pada low flowanesthesia

terjadi proses rebreathing gas ekshalasi yang komplit setelah absorbsi CO2 dan tidak ada gas

yang dilepaskan melalui katup APL20.

Sistem rebreathing dapat digunakan dengan cara yang berbeda : Jika digunakan

dengan FGF yang sama dengan minute volume pasien, peran rebreathing akan sia-sia.

Hampir sepenuhnya udara yang diekspirasikan akan dilepaskan keluar sistem sebagai

kelebihan gas melalui katup APL. Pasien mendapatkan gas segar yang hampir murni. Jika

digunakan FGF 4,0 liter/menit, peran rebreathing akan meningkat hingga 20%. Pasien

menghirup komposisi gas yang masih menyerupai gas segar. Hanya jika FGF diturunkan

hingga 2 liter/menit atau lebih rendah, bagian rebreathing akan mencapai 50% atau lebih.

Jadi, hanya ketika FGF yang rendah digunakan sehingga peran rebreathing akan menjadi

bermakna.1,21

Berdasarkan literatur yang ada, teknik low flow dapat dibedakan menjadi 2 cara.

Istilah low flowanesthesia yang dikenalkan oleh F. Foldes, yaitu teknik anestesi dengan FGF

1,0 liter/menit. R. Virtue memperkenalkan istilah minimal-flow anesthesia dengan

merekomendasikan penggunaan FGF 0,5 liter/menit. Sebagai penekanan sebelumnya,

semakin rendah FGF, semakin rendah jumlah gas yang dibuang dari breathing sistem (sirkuit

(41)

– low flow anesthesiaharus dibatasi untuk mendefinisikan suatu teknik anestesi dimana

sistem rebreathing menggunakan paling sedikit 50% udara ekspirasi untuk disirkulasi

kembali oleh pasien setelah CO2 diabsorbsi. Dengan menggunakan sistem rebreathing yang

modern, hal ini akan dapat dicapai hanya jika FGF diturunkan menjadi sedikitnya 1

[image:41.612.207.424.202.426.2]

liter/menit (gambar 2.4).1,7,17

Gambar 2.4Rebreathing Volume. Dengan rebreathing parsial, sistem rebreathing menjadi semi terbuka. Hal ini berkoresponden terhadap aliran gas segar (FGF) sekitar 3 – 6 liter/menit. Pengurangan lanjutan dari FGF (1 – 3 liter/menit) dengan peningkatan subsekuen dalam porsi rebreathe lebih dikenal dengan metode semi tertutup. Jika FGF diatur untuk mengkompensasi agar sesuai dengan jumlah pengambilan gas oleh pasien, udara yang dikeluarkan akan dihirup kembali oleh pasien setelah eliminasi CO2 untuk nafas berikutnya. Artinya gas segar dimasukkan ke sistem hanya untuk menggantikan gas yang diserap oleh pasien dan hal ini dikenal dengan system rebreathing tertutup.14, 21

Akan tetapi, ada batasan untuk mengurangi FGF : Untuk mencegah terjadinya

defisiensi volume gas yang disampaikan ke sirkuit anestesi, yang tentunya volume gas yang

akan dihirup oleh pasien.

Selama anestesi, Oksigen diambil oleh pasien dengan konstan pada rentang kebutuhan

metabolisme basal. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brody :1,14, 21

(42)

Ambilan N2O dan zat anestesi volatile, mengikuti fungsi pangkat. Ambilan N2O pada pasien dewasa dengan berat badan normal dapat diperkirakan dengan penggunaan rumus

Severinghaus :1,14,21,25,26

VN2O = 1000 x t-1/2

Ambilan zat anestesi inhalasi dapat dihitung dengan rumus H. Lowe :1,14,21,27,28

VAN= f x MAC x λB/G x Q x t-1/2

Jadi, dengan perkiraan komposisi gas konstan yang bersirkulasi di dalam sirkuit

anestesi, ambilan gas total merupakan penjumlahan dari ambilan Oksigen, N2O dan zat anestesi inhalasi, mengikuti fungsi pangkat (tabel 2.3). Pada awalnya ambilan tersebut tinggi

dan menurun tajam pada 30 menit pertama, tetapi sedikit lebih rendah dan menurun seiring

waktu dalam prosedur anestesi. Karakteristik ambilan gas ini adalah hasil dari suatu fakta

bahwa tekanan parsial gas anestesi berbeda antara di alveoli dan di darah, menjadi tinggi

pada awalnya, menurun secara kontinu (berkesinambungan) dengan meningkatnya saturasi di

[image:42.612.139.476.413.620.2]

darah dan jaringan tubuh (gambar 2.5).1,14,21,27,28

(43)
[image:43.612.97.493.94.189.2]

Tabel 2.3Gas Uptake.1,14,21

Keterangan : - VO2 : Volume Oksigen setelah 30 menit tindakan anestesi (ml)

- VN2o : Volume Nitrousoxide 30 menit tindakan anestesi (ml) - VAN : Volume sevoflurane 30 menit tindakan anestesi (ml)

2.7 Peralatan Pada Teknik Low FlowAnesthesia

2.7.1 Mesin Anestesi

Pada dasarnya peralatan berupa mesin anestesi yang digunakan untuk teknik low flow

juga dapat digunakan untuk teknik high flow. Hal yang membedakan dari kedua teknik

tersebut adalah pada tingginya aliran gas segar yang dilepaskan dari flow meter. Flow meter

memegang peranan yang penting dalam menentukan besarnya aliran gas segar yang

diinginkan, sehingga perlu dilakukan kalibrasi secara berkala dan mencegah adanya

kebocoran agar aliran gas segar yang diinginkan dapat dilepaskan secara akurat.14,21

Pada teknik low flow aliran gas segar yang diberikan relatif rendah, maka aliran gas

dalam tabung glass flow meter dengan skala millimeter bersifat turbulen, sehingga viskositas

gas berperan penting. Sedangkan pada teknik high flowaliran gas yang diberikan relatif besar

dan aliran bersifat laminar, maka yang berperan adalah densitas dari gas.14,21

2.7.2 Alat Penguap (Vaporizer)

Alat penguap (vaporizer) pada teknik anestesi semiclosed atau closed sistem,

penempatan dapat dilakukan di luar sirkuit anestesi yang dikenal sebagai vaporizer out of

circuit (VOC) yang banyak digunakan sebagai standar pada mesin anestesi, tetapi dapat juga

ditempatkan di dalam sirkuit anestesi yang dikenal sebagai vaporizer in circuit (VIC). Prinsip

dasar dari alat penguap dengan variabel pintas adalah total aliran gas segar yang masuk akan

(44)

ruang penguapan yang kaya atau jenuh dengan uap obat anestesi (fase uap). Sedangkan

bagian kedua sekitar 80% dari total aliran akan langsung masuk ke ruang pintas dan akhirnya

kedua bagian aliran ini akan bergabung pada outlet dari alat penguap.14,21,24

Faktor-faktor yang mempengaruhi keluaran (output) dari alat penguap antara lain :

laju aliran gas segar yang diberikan, temperatur, tekanan balik yang berulang-ulang, dan

komposisi dari gas segar sebagai pembawa. Pada penggunaan alat penguap VIC, volume dan

konsentrasi uap anestesi yang dilepaskan dari alat penguap selalu lebih tinggi daripada yang

diatur pada alat penguap, sehingga hal ini mungkin dapat membahayakan pasien dan jarang

digunakan. Sedangkan penggunaan VOC pada teknik high flow, aliran gas segar yang masuk

ke alat penguap relatif tinggi maka volume dan konsentrasi uap obat anestesi inhalasi yang

dilepaskan relatif sesuai dengan pengaturan konsentrasi yang diinginkan, kecuali bila aliran

gas segar ekstrim tinggi, sehingga konsentrasi uap tidak banyak mengalami perubahan karena

telah terjadi dilusi. Tetapi bila aliran gas segar yang masuk ke alat penguap tersebut rendah,

seperti pada minimal-flow atau low flow aliran gas segar kurang atau sama dengan 1

liter/menit, maka konsentrasi uap yang dilepaskan sedikit lebih rendah dari yang diatur pada

alat penguap.14,21,24

Jenis alat penguap yang saat ini banyak digunakan baik untuk teknik low flow

maupun teknik high flow adalah bersifat spesifik terhadap obat anestesi inhalasi tertentu,

mempunyai variabel ruang pintas dan pengatur suhu ruang penguapan secara otomatis serta

mampu menguapkan zat anestesi sesuai dengan yang diinginkan pada aliran gas segar yang

rendah, misalnya 250 – 500 ml/menit. Jenis alat penguap demikian umumnya terdapat pada

generasi Tec 3 – Tec 5.1,14,21,24

2.7.3 Sirkuit Anestesi

Sirkuit anestesi yang digunakan untuk teknik anestesi low flow ataupun high flow

pada orang dewasa atau anak besar (berat badan  20 kg) berbentuk sirkular yang pada

prinsipnya terdiri dari 7 komponen :1,14,21,24

 Sumber masuk aliran gas segar

 Katup searah untuk inspirasi dan ekspirasi

 Pipa corrugated untuk inspirasi dan ekspirasi

(45)

 Katup pembuangan kelebihan aliran (pop-of valve)

 Kantung reservoir untuk bantuan ventilasi manual

 Kanister yang berisi penyerap CO2

Sedangkan pada anak-anak (berat badan < 20 kg), penggunaan sirkuit anestesi sistem

sirkular memerlukan suatu disain tersendiri, mengingat sistem sirkular mempunyai resistensi

yang tinggi dan terjadi penghirupan kembali udara ekspirasi (rebreathing). Penggunaan

teknik anestesi low flow closed sistem pada anak-anak memerlukan sirkuit anestesi yang

dikenal dengan nama Revell Circulator.1,14,21

Prinsip dasar dari teknik low flowclosed sistem adalah mencukupi kebutuhan oksigen

basal tubuh dan penyerapan CO2 udara pernafasan yang dihasilkan oleh tubuh.1,14,21

Kebutuhan oksigen basal bervariasi antara 200 – 400 ml/menit. Dalam penggunaan

sirkuit rebreathing, dianjurkan untuk memakai standar terminologi terbaik yaitu :1,21

 Metabolik flow : ̴ 250 ml/menit

 Minimal flow : 250 – 500 ml/menit

 Low flow : 500 – 1000 ml/menit

 Medium flow : 1 – 2 L/menit

 High flow : 2 – 5 L/menit

 Very High flow :  5 L/menit

Pada teknik low flow, aliran gas segar yang diberikan sekitar 500 – 1000 ml/menit

dan katup pembuangan kelebihan gas ekspirasi tidak berfungsi, maka oksigen yang diberikan

harus dapat memenuhi kebutuhan basal tubuh, sehingga kebocoran sepanjang sirkuit anestesi

ataupun pada koneksi antar komponen sirkuit dan kanister penyerap CO2 harus dicegah serta

sisa kandungan nitrogen yang ada dalam sirkuit dan udara pernafasan harus dikeluarkan

terlebih dahulu dengan cara menggunakan teknik high flow untuk beberapa menit

pertama.1,21,29,30

Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk tes kebocoran sirkuit yaitu

dengan memberikan tekanan pada sirkuit sebesar 0,4 kPa pada laju aliran 0,5 liter/menit.

(46)

alat penyerap CO2 harus berfungsi dengan baik. Konsentrasi CO2 tertinggi dalam udara

inspirasi yang masih diperkenankan adalah tidak lebih dari 0,2%.14,21,29,30,31

2.7.4 Penyerap CO2(Carbondioxide Absorbent)

Adanya rebreathing akan menghemat panas dan kelembaban, walaupun di sisi lain

CO2 harus dieliminir untuk mencegah adanya hiperkapnia. Penyerap CO2 (sodalime atau

baralime ) berisi hidrokside salts yang mempunyai kemampuan untuk menetralisir carbonic

acid. Akhir dari reaksi akan menghasilkan panas, air dan kalsium karbonat. Sodalime lebih

banyak dipakai daripada baralime. Kapasitas absorbs sodalime adalah 23 liter CO2 per 100

gram absorben. Perubahan warna yang terjadi karena penambahan pH, indikator menandakan

adanya peningkatan ion hydrogen yang merupakan tanda bahwa absorben telah jenuh.

Absorben harus diganti bila telah terjadi perubahan 50 – 70 % pada warna indikator.1,21,31

Dikatakan bahwa kebutuhan (cost) akan sodalime akan meningkat bila menggunakan

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi sirkuit anestesi ...........................................  12
Tabel 2.1 Klasifikasi Sirkuit Anestesi 24
Gambar 2.1 Carbondioxide absorbers 20
Gambar 2.3 Sistem lingkar 24
+7

Referensi

Dokumen terkait