• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalokasian Pesanan Bahan Baku Yang Optimum Pada Pt. Gold Coin Indonesia Dengan Metode Analytic Network Process (Anp) Dan Goal Programming

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalokasian Pesanan Bahan Baku Yang Optimum Pada Pt. Gold Coin Indonesia Dengan Metode Analytic Network Process (Anp) Dan Goal Programming"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALOKASIAN PESANAN BAHAN BAKU

YANG OPTIMUM PADA PT. GOLD COIN INDONESIA

DENGAN METODE

ANALYTIC NETWORK PROCESS

(ANP)

DAN

GOAL PROGRAMMING

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

TRI UTARI 100403014

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Reguler Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Judul untuk tugas sarjana ini adalah “Pengalokasian Pesanan Bahan Baku yang Optimum pada PT. Gold Coin Indonesia dengan Metode Analytic Network Process (ANP) dan Goal Programming.”

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan pembacanya.

Medan, April 2015 Penulis,

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur dan terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam pelaksanaan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, moril, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri dan Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT selaku Dosen Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan arahan, motivasi, serta kepercayaan kepada penulis untuk mengerjakan laporan tugas sarjana ini. 3. Bapak Erwin Sitorus, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II atas waktu,

bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian laporan tugas sarjana ini.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH (LANJUTAN)

5. Bapak Ramadhani Nasution, STselaku Pembimbing Lapangan di PT. Gold Coin Indonesia-Medan Millyang telah memberikan bantuan berupa waktu, bimbingan, serta informasi dan data selama melakukan penelitian.

6. Teristimewa kedua orang tua Bapak Soekamto dan Ibu Murni yang tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril, doa, maupun materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

7. Abang saya Ary Gustian, ST, kakak saya Retno Ayuningtyas, dan Bulek Mastini yang selalu mendukung baik moril, materil, semangat, dan doanya sehingga mendukung penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini. 8. Staf pegawai Teknik Industri, Bang Mijo, Bang Nurmansyah, Kak Dina, Bang

Ridho, Kak Rahma dan Ibu Ani, terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan tugas sarjana ini.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH (LANJUTAN)

10.Rekan kerja seperjuangan penulis di PT. Gold Coin Indonesia-Medan Mill, Nadhira Indah P.H.dan sahabat penulis Shelvy Riry Gusrina dan M. Novri Saldiansyah yang telah memberikan banyak semangat serta dorongan kepada penulis.

11.Sahabat kental penulis (Ami, Anis, Nurul, Rifa, dan Alice) yang telah memberikan motivasi, semangat, dan hiburan pada penulis selama proses pengerjaan laporan tugas sarjana ini.

12.Teman-teman angkatan 2010 (Titen) di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak semangat serta dorongan kepada penulis. 13.Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan

(8)

ABSTRAK

PT. Gold Coin Indonesia-MedanMill merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan pakan ternak. Untuk menjamin kelancaran proses produksi, perusahaan melakukan kerjasama dengan pemasok dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku. Kerjasama dengan pemasok dilakukan dengan sistem single supplier dan multi supplier. Khusus untuk bahan baku jagung kuning dan dedak padi, PT. Gold Coin Indonesia menggunakan sistem multi supplier. Pada sistem ini, dibutuhkan suatu metode penilaian kinerja supplier untuk dapat melakukan alokasi pemesanan bahan baku yang optimal karena adanya perbedaan kinerja dari tiap supplier. Penilaian kinerja juga melibatkan banyak kriteria, diantaranya kriteria kualitas, pengiriman, kebijakan klaim dan jaminan, riwayat kinerja, harga, dan sistem komunikasi. Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui bobot penilaian kinerja supplier dengan melibatkan banyak kriteria. Berdasarkan hasil bobot penilaian kinerja ini selanjutnya dialokasikan pesanan bahan baku yang optimal dengan metode Goal Programming dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan, harga, tingkat penolakan bahan baku, serta minimum dan maksimum order pada supplier. Hasil perhitungan menunjukkan alokasi pesanan bahan baku yang optimal pada tahun 2014, untuk jagung kuning PT. CRA (15.874 ton), PT. SG (10.468 ton), dan PT. AI (6.208 ton). Sedangkan, untuk dedak padi pada supplier AP (2.638 ton), AR (806 ton), dan BP (536 ton). Total biaya pembelian yang dapat dihemat sebesar Rp.3.753.610.000,- (sekitar 3,09 %). Penggunaan kedua metode ini dapat meminimalkan resiko pembelian seperti keterlambatan dan penurunan kualitas bahan baku sekaligus meminimalkan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3 Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Struktur Organisasi ... II-2 2.5. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong ... II-5 2.5.1. Bahan Baku ... II-5 2.5.2. Bahan Penolong ... II-7 2.5.3. Bahan Tambahan ... II-8 2.6. Uraian Proses Produksi ... II-8

(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.3.2. Penyelesaian Model Goal Programming Menggunakan

Software LINDO ... III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Berpikir ... IV-2 4.5. Variabel Penelitian ... IV-3 4.6. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.7. Prosedur Penelitian ... IV-5

(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.4.3 Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif ... V-36 5.1.5. Perhitungan Supermatriks Analytic Network Process (ANP)... V-54 5.2.Pengumpulan Data Goal Programming ... V-63 5.2.1 Data Kebutuhan Bahan Baku ... V-63 5.2.2 Data Minimum dan Maksimum Order ... V-64 5.2.3 Data Tingkat Penolakan Bahan Baku (Incoming Material) ... V-64 5.2.4 Data Harga Pembelian Bahan Baku dan Total Biaya

Pembelian ... V-67 5.3.Pengolahan Data Goal Programming ... V-68 5.3.1 Formulasi Goal Programming ... V-68 5.3.2 Penyelesaian Goal Programming dengan LINDO ... V-92 5.3.3 Perbandingan Hasil Alokasi Pesanan dengan Kondisi

Eksisting ... V-95

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1 Analisis Hasil Analytic Network Process (ANP) ... VI-1 6.1.1. Analisis Hubungan Antar Subkriteria Penilaian Kinerja

(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.1.2.2. Analisis Weighted Supermatrix ... VI-3 6.1.2.3. Analisis Limiting Supermatrix ... VI-3 6.1.3. Analisis Hasil Pembobotan ANP ... VI-5 6.2 Analisis Hasil Alokasi Pesanan dengan Goal Programming ... VI-6 6.3 Analisis Kelebihan Model yang Diusulkan ... VI-10

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1 Kesimpulan ... VI-1 7.2 Saran ... VI-2

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Daftar Supplier Bahan Baku PT. Gold Coin Indonesia. ... I-3 2.1 Persentase Penggunaan Bahan Baku untuk Pakan Ayam. ... II-6 3.1 Dickson’s Supplier Selection Criteria ... III-4 3.2 Dasar Perbandingan Kriteria ... III-14 5.1 Kriteria Penilaian Kinerja Supplier ... V-1 5.2 Rekapitulasi Jawaban Kriteria Penilaian Kinerja Supplier ... V-3 5.3 Rekapitulasi Subkriteria Terpilih ... V-4 5.4 Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Kinerja Supplier . V-5 5.5 Keterangan Subkriteria yang Dibandingkan ... V-7 5.6 Rekapitulasi Jawaban Penilaian Hubungan Antar Subkriteria V-8 5.7 Hubungan Antar Subkriteria ... V-9 5.8 Perbandingan Berpasangan Antar Kluster Kriteria Kualitas .. V -11 5.9 Skala Perbandingan Berpasangan ... V -11 5.10 Perbandingan Berpasangan Antar Kluster yang Mempengaruhi

Kluster Pengiriman... V -12 5.11 Perhitungan Rata-Rata Geometrik untuk Perbandingan Antar

Kluster untuk Kriteria Kualitas ... V -14 5.12 Matriks Normalisasi dan Bobot Parsial ... V -14 5.13 Perbandingan Berpasangan untuk Kluster Kebijakan Klaim

(15)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.14 Perbandingan Berpasangan untuk Kluster Riwayat Kinerja ... V-17 5.15 Perbandingan Berpasangan untuk Kluster Harga ... V-18 5.16 Perbandingan Berpasangan untuk Kluster Sistem Komunikasi ... V-19 5.17 Perbandingan Berpasangan Subkriteria K-1 pada Kluster

Kualitas ... V -20 5.18 Perbandingan Berpasangan Subkriteria K-1 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V -20 5.19 Perbandingan Berpasangan Subkriteria K-2 pada Kluster

Kualitas ... V -21 5.20 Perbandingan Berpasangan Subkriteria K-2 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V -22 5.21 Perbandingan Berpasangan K-3 pada Kluster Kualitas ... V-22 5.22 Perbandingan Berpasangan Subkriteria K-3 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V -23 5.23 Perbandingan Berpasangan Subkriteria P-1 pada Kluster

Pengiriman ... V-23 5.24 Perbandingan Berpasangan Subkriteria P-1 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V-24 5.25 Perbandingan Berpasangan Subkriteria P-2 pada Kluster

(16)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.26 Perbandingan Berpasangan Subkriteria P-2 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V-25 5.27 Perbandingan Berpasangan Subkriteria P-3 pada Kluster

Pengiriman ... V-26 5.28 Perbandingan Berpasangan Subkriteria RK-1 pada Kluster

Kualitas ... V-26 5.29 Perbandingan Berpasangan Subkriteria RK-1 pada Kluster

Pengiriman ... V-27 5.30 Perbandingan Berpasangan Subkriteria RK-1 pada Kluster

Sistem Komunikasi ... V-28 5.31 Perbandingan Berpasangan Subkriteria RK-2 pada Kluster

Harga. ... V-28 5.32 Perbandingan Berpasangan Subkriteria RK-2 pada Kluster

Sistem Komunikasi ... V-29 5.33 Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-1 pada Kluster

Kualitas ... V-30 5.34 Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-1 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V-30 5.35. Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-2 pada Kluster

(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.36. Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-3 pada Kluster

Kualitas ... V-31 5.37. Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-3 pada Kluster

Pengiriman ... V-32 5.38. Perbandingan Berpasangan Subkriteria KKJ-3 pada Kluster

Kebijakan Klaim dan Jaminan ... V-33 5.39. Perbandingan Berpasangan Subkriteria H-4 pada Kluster Harga ... V-33 5.40. Perbandingan Berpasangan Subkriteria H-3 pada Kluster Harga ... V-34 5.41. Perbandingan Berpasangan Subkriteria SK-1 pada Kluster

Riwayat Kinerja ... V-34 5.42. Perbandingan Berpasangan Subkriteria SK-2 pada Kluster

Riwayat Kinerja ... V-35 5.43. Perbandingan Berpasangan Subkriteria SK-2 pada Kluster

Harga ... V-36 5.44. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria K-1 ... V-37 5.45. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria K-1 ... V-37 5.46. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

(18)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.47. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria K-2 ... V-38 5.48. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria K-3 ... V-39 5.49. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria K-3 ... V-39 5.50. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria P-1 ... V-40 5.51. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria P-1 ... V-40 5.52. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria P-2 ... V-41 5.53. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria P-2 ... V-41 5.54. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria (P-3) ... V-42 5.55. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria P-3 ... V-42 5.56. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

(19)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.57. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria RK-1 ... V-43 5.58. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria RK-2 ... V-44 5.59. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria RK-2 ... V-44 5.60. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria KKJ-1 ... V-45 5.61. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria KKJ-1 ... V-45 5.62. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria KKJ-2 ... V-46 5.63. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria KKJ-2 ... V-46 5.64. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria KKJ-3 ... V-47 5.65. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria KKJ-3 ... V-47 5.66. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

(20)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.67. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria H-1 ... V-48 5.68. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria H-2 ... V-49 5.69. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria H-2 ... V-49 5.70. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria H-3 ... V-50 5.71. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria H-3 ... V-50 5.72. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria H-4 ... V-51 5.73. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria H-4 ... V-51 5.74. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Jagung untuk Subkriteria SK-1 ... V-52 5.75. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria SK-1 ... V-52 5.76. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

(21)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.77. Perbandingan Berpasangan Antar Alternatif Supplier Bahan

Baku Dedak Padi untuk Subkriteria SK-2 ... V-53 5.78. Unweighted SupermatrixSupplier Jagung Kuning ... V-55 5.79. Unweighted SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-56 5.80. Weighted SupermatrixSupplier Jagung Kuning ... V-57 5.81. Weighted SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-58 5.82. Limiting SupermatrixSupplier Jagung Kuning... V-59 5.83. Limiting SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-60 5.84. Bobot Subkriteria ... V-61 5.85. Total Bobot dan Ranking Supplier Bahan Baku Jagung Kuning ... V-62 5.86. Total Bobot dan Ranking Supplier Bahan Baku Dedak Padi . V-62 5.87. Data Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2014 ... V-63 5.88. Data Minimum dan Maksimum Order Bahan Baku Tiap Bulan ... V-64 5.89. Data Penolakan Bahan Baku (Incoming Material) Jagung

Kuning ... V-65 5.90. Data Penolakan Bahan Baku (Incoming Material) Dedak Padi ... V-66 5.91. Data Harga Bahan Baku Tiap Supplier ... V-67 5.92. Data Total Biaya Pembelian Tahun 2014 ... V-67 5.93. Tingkat Penolakan Maksimal (Qt) Jagung Kuning Tahun 2014 .. V-74

(22)
(23)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.96. Alokasi Pemesanan Bahan Baku Dedak Padi Tahun 2014 ... V-88 5.97. Alokasi Pesanan Bahan Baku untuk Masing-masing

Supplier pada Tahun 2014 ... V-95 5.98. Data Perhitungan Alokasi Pesanan Bahan Baku ... V-95 5.99. Jumlah Kebutuhan Bahan Baku pada Periode Januari-Juni 2015 ... V-96 5.100. Hasil Alokasi Pesanan Periode Januari-Juni 2015 ... V-96 6.1 Unweighted Supermatrix untuk Kriteria Kualitas ... VI-2 6.2 Urutan Bobot Subkriteria ... VI-3 6.3 Alokasi Pesanan Bahan Baku Jagung Kuning ... VI-6 6.4 Alokasi Pesanan Bahan Baku Dedak Padi ... VI-7 6.5 Perbandingan Alokasi Pesanan dengan Total Bobot Penilaian

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1 Perbandingan Jumlah Pemesanan dan Jumlah Penolakan

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

(27)

ABSTRAK

PT. Gold Coin Indonesia-MedanMill merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan pakan ternak. Untuk menjamin kelancaran proses produksi, perusahaan melakukan kerjasama dengan pemasok dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku. Kerjasama dengan pemasok dilakukan dengan sistem single supplier dan multi supplier. Khusus untuk bahan baku jagung kuning dan dedak padi, PT. Gold Coin Indonesia menggunakan sistem multi supplier. Pada sistem ini, dibutuhkan suatu metode penilaian kinerja supplier untuk dapat melakukan alokasi pemesanan bahan baku yang optimal karena adanya perbedaan kinerja dari tiap supplier. Penilaian kinerja juga melibatkan banyak kriteria, diantaranya kriteria kualitas, pengiriman, kebijakan klaim dan jaminan, riwayat kinerja, harga, dan sistem komunikasi. Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui bobot penilaian kinerja supplier dengan melibatkan banyak kriteria. Berdasarkan hasil bobot penilaian kinerja ini selanjutnya dialokasikan pesanan bahan baku yang optimal dengan metode Goal Programming dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan, harga, tingkat penolakan bahan baku, serta minimum dan maksimum order pada supplier. Hasil perhitungan menunjukkan alokasi pesanan bahan baku yang optimal pada tahun 2014, untuk jagung kuning PT. CRA (15.874 ton), PT. SG (10.468 ton), dan PT. AI (6.208 ton). Sedangkan, untuk dedak padi pada supplier AP (2.638 ton), AR (806 ton), dan BP (536 ton). Total biaya pembelian yang dapat dihemat sebesar Rp.3.753.610.000,- (sekitar 3,09 %). Penggunaan kedua metode ini dapat meminimalkan resiko pembelian seperti keterlambatan dan penurunan kualitas bahan baku sekaligus meminimalkan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi menyebabkan banyak perusahaan harus menghadapi kompetisi yang ketat di dalam industri. Dalam menghadapi kompetisi tersebut, perusahaan harus senantiasa mengoptimalkan setiap kegiatan yang dilakukan, yang diawali dari kegiatan pengadaan bahan baku, proses transformasi menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (kegiatan produksi), dan proses pendistribusiannya oleh distributor ke tangan konsumen.

Proses pengadaan bahan baku merupakan proses vital pada perusahaan yang menjamin kelancaran proses produksi. Pengadaan bahan baku oleh pemasok (supplier) dilakukan oleh bagian pembelian (purchasing). Pada bagian inilah, pengeluaran untuk pembelian bahan baku dan kebutuhan lainnya pada perusahaan manufaktur dilakukan dan besarnya dapat mencapai 50%-80% dari seluruh anggaran perusahaan.1

PT. Gold Coin Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. Perusahaan ini menghasilkan berbagai jenis pakan yakni pakan ternak ayam, itik, babi, dan lembu yang diproduksi dalam bentuk Pemborosan dan ketidaktelitian dalam melakukan pembelian bahan baku dan bahan lainnya, akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan yang bersangkutan.

1

(29)

mash, pellet, atau crumble. Seiring dengan permintaan pelanggan yang semakin meningkat, perusahaan ini menjalin kerjasama dengan berbagai supplier untuk memenuhi pasokan bahan baku yang dibutuhkan. Tabel 1.1. menunjukkan daftar beberapa bahan baku yang digunakan pada PT. Gold Coin Indonesia beserta supplier-nya.

Tabel 1.1. Daftar Supplier Bahan Baku PT. Gold Coin Indonesia

No Bahan Baku Supplier Impor/ Lokal

1 Jagung Kuning

PT.Central Rezeki Agrindotama

(PT. CRA) Lokal

PT.Serba Guna (PT. SG) Lokal PT.Agrim Indutries (PT. AI) Lokal 2 Soya Bean Meal PT.FKS Multi Agro Impor 3 Corn Gluten Meal PT.FKS Multi Agro Impor

4 Guar Meal PT.FKS Multi Agro Impor

5 Rapeseed Meal PT.FKS Multi Agro Impor 6 Dedak Padi

Aphan Lokal

Arifin Lokal

BP (Berangkat Perangin Angin) Lokal Sumber: Bagian Purchasing PT. Gold Coin Indonesia

Pada Tabel 1.1. di atas dapat dilihat bahwa dalam memenuhi jumlah pasokan bahan baku khususnya jagung kuning dan dedak padi, PT. Gold Coin Indonesia menjalin kerjasama dengan banyak supplier (multi supplier). Untuk seluruh bahan baku yang diimpor, perusahaan bekerja sama dengan PT. FKS Multi Agro (single supplier). Penggunaan sistem multi supplier perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku pada PT. Gold Coin Indonesia.

(30)

kualitas, pengiriman (ketepatan waktu dan jumlah pengiriman), serta kebijakan klaim dan jaminan. Akan tetapi pada sistem ini, juga mengakibatkan adanya perbedaan kinerja dari tiap supplier berdasarkan beberapa kriteria di atas.

Kinerja supplier yang dimaksud disini merupakan performansi dari setiap supplier dalam proses pemenuhan kebutuhan bahan baku pada perusahaan yang dapat dinilai dari berbagai kriteria penilaian. Salah satu yang dapat dijadikan acuan dalam penilaian kinerja supplier adalah 23 Kriteria Pemilihan Supplier oleh Dickson.

[image:30.595.113.505.498.700.2]

Terkait dengan adanya perbedaan kinerja pada sistem multi supplier, PT.Gold Coin Indonesia juga menunjukkan permasalahan tersebut. Perbedaan ini tampak dari segi kualitas bahan baku yang dihasilkan oleh tiap supplier. Perusahaan akan melakukan penolakan terhadap bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Grafik persentase penolakan bahan baku pada sistem multi supplier di PT. Gold Coin Indonesia-Medan Mill dapat dilihat pada Gambar 1.1. berikut.

Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Pemesanan dan Jumlah Penolakan Bahan Baku pada Tiap Supplier pada Tahun 2014

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

PT. CRA PT.SG PT. AI AP AR PB Jumlah Pemesanan 12883 12285 8571 1359 1465 1181 Penolakan Bahan Baku 1461,21 1630,98 838,40 47,72 158,21 53,77

11,34% 13,28%

9,78%

3,51% 10,8% 4,5%

Ju ml a h ( to n )

(31)

Penolakan bahan baku yang terjadi dapat disebabkan karena kadar air (moisture) yang tidak sesuai (>22%), kandungan jamur (aflatoxin) lebih dari 50 ppb, ataupun dikarenakan jumlah tongkol jagung yang terlalu tinggi (>2%). Perusahaan akan mengeluarkan surat penolakan bahan baku pada supplier beserta keterangan penyebab penolakan, dan pihak supplier akan melakukan pengiriman kembali bahan baku sesuai dengan jumlah bahan baku yang ditolak.

Pada Gambar 1.1. di atas juga dapat dilihat bahwa jumlah pemesanan pada masing-masing supplier berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dapat disebabkan karena kebijakan setiap supplier yang berbeda-beda misalnya dalam penentuan jumlah minimum dan maksimum pemesanan. Selain itu, faktor harga bahan baku pada tiap supplier juga menjadi pertimbangan perusahaan dalam melakukan pemesanan.

2

2

Malihe, D. 2013. Employing Fuzzy ANP for Green Supplier Selection and Order Allocations: A Case Study. International Journal of Economy, Management, and Social Sciences.

(32)

3

Masoud Rezaei (2013) menerapkan metode yang mengintegrasikan Fuzzy ANP, Fuzzy VIKOR, dan Goal Programming untuk penentuan sumber bahan baku pada rantai pasokan industri pembuatan kabel. Metode ini digunakan untuk meminimalkan biaya logistik yang harus dikeluarkan dan memaksimalkan nilai pembelian. Hasil yang didapat pada penelitian ini, yakni diperoleh biaya optimal logistik yang memenuhi pencapaian kedua tujuan di atas.

Analytic Network Process (ANP) merupakan metode penilaian multi kriteria yang mampu mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif sehingga nantinya dapat diperoleh total bobot penilaian kinerja supplier. Selanjutnya, digunakan metode Goal Programming untuk menentukan alokasi pembelian bahan baku yang tepat dengan tetap mempertimbangkan jumlah kebutuhan bahan baku, harga bahan baku, minimum dan maksimum order yangditetapkan oleh supplier. Sehingga integrasi dari kedua metode ini merupakan cara yang tepat untuk menjawab permasalahan pada perusahaan.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang terjadi yaitu adanya perbedaan pada kinerja supplier pada sistem multi supplier bahan baku jagung kuning dan dedak padi pada PT. Gold Coin Indonesia, sehingga diperlukan metode yang dapat memberikan keputusan pembelian bahan baku yang optimal berdasarkan kinerja supplier.

3

(33)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh keputusan pembelian bahan baku yang optimal pada masing-masing supplier bahan baku, yakni:

- Mengetahui kinerja supplier berdasarkan bobot penilaian dari setiap kriteria dengan metode Analytic Network Process (ANP).

- Mengetahui alokasi pesanan bahan baku yang optimum untuk tiap supplier dengan metode Goal Programming.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kompetensi mahasiswa mengobservasi, menganalisis dan melakukan evaluasi terhadap suatu permasalahan di dalam perusahaan dengan menggunakan disiplin ilmu teknik industri.

2. Memberikan masukan berupa penilaian kinerja supplier dan alternatif alokasi pemesanan bahan baku yang optimal berdasarkan kinerja supplier guna peningkatan efisiensi biaya dan kinerja perusahaan.

(34)

1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah, fokus, dan dapat mencapai tujuan, maka penelitian ini perlu dibatasi dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Bahan baku yang diteliti yakni jagung kuning lokal (corn yellow) dan dedak padi (rice bran).

2. Bahan baku yang diteliti adalah bahan baku yang berasal dari sistem multi supplier.

3. Perhitungan supermatriks pada ANP dilakukan dengan menggunakan software Super Decision.

4. Penyelesaian model goal programming dilakukan dengan menggunakan software LINDO.

Asumsi yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Tidak terjadi perubahan kebijakan terkait harga, jumlah kebutuhan, dan kebijakan lainnya yang signifikan baik dari luar perusahaan maupun dari dalam selama penelitian dilakukan.

2. Perusahaan telah menjalin kerjasama cukup lama dengan pihak supplier. 3. Tidak ada supplier yang diistimewakan oleh pihak perusahaan.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Laporan tugas akhir ini dibagi ke dalam sejumlah bab, yang isi setiap bab-nya adalah sebagai berikut:

(35)

tujuan penelitian, manfaat dari penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II, Gambaran Umum Perusahaan, menjelaskan tentang gambaran umum perusahaan secara keseluruhan meliputi sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, lokasi perusahaan, struktur organisasi, bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan yang digunakan, serta uraian proses produksi yang dilakukan.

Bab III, Landasan Teori,menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang berisi teori-teori mengenai bagian pembelian, tujuan pembelian bahan baku, pemilihan pemasok, Analytic Network Process (ANP), dan Goal Programming yang mendukung penelitian.

Bab IV, Metodologi Penelitian, memaparkan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi penentuan lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka berpikir, variabel penelitian, instrumen penelitian, dan prosedur penelitian.

(36)

menghitung jumlah alokasi pemesanan bahan baku yang sesuai dengan metode Goal Programming.

Bab VI, Analisis Pemecahan Masalah, berisi analisis hasil pengolahan data ANP yang meliputi analisis hasil supermatrix ANP dan hasil pembobotan ANP, serta hasil alokasi pesanan dengan metode Goal Programming.

(37)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Gold Coin Group dengan merek dagang GOLD COIN merupakan bagian dari Zuellig Group yang berada di Swiss yang berdiri sejak tahun1953. Sedangkan di Indonesia diberi nama PT. Gold Coin Indonesia, yang memiliki salah satu cabang yang berada di Medan, Sumatera Utara.

Perusahaan Gold Coin Group bergerak dalam usaha produksi pakan ternak yaitu udang, ikan, unggas, sapi, kambing, babi dan hewan peliharaan lainnya di wilayah Asia Pasifik. Pabrik dan kantor pemasaran Gold Coin Group ada di Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Philipina, Vietnam, China, Laos, Srilanka, dan India.

Peluang pasar yang semakin terbuka mendorong PT. Gold Coin untuk melakukan usaha produksi pakan ternak di kota Medan, yang pendiriannya dilakukan secara bertahap sejak Januari 1981. Seiring dengan perkembangan pembangunan yang dilakukan, PT. Gold Coin Indonesia melakukan uji coba terhadap operasi produksi dan selanjutnya dilakukan produksi komersil pada Desember 1981.

(38)

didukung dengan sarana peralatan laboratorium dan sumber daya manusia yang berpengalaman sehingga kualitas/mutu pakan ternak yang dihasilkan dapat dijaga dan dipertahankan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Bidang usaha yang digeluti oleh Gold Coin Group bergerak dalam usaha produksi pakan ternak di wilayah Asia Pasifik. Produk pakan yang dihasilkan pada PT. Gold Coin Indonesia - Medan Mill terdiri atas pakan unggas (pakan ayam,burung, dan bebek), pakan babi, dan pakan lembu.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Gold Coin Indonesia memiliki beberapa tempat yang tersebar di tiga lokasi, yaitu di kota Bekasi yang berada di Jl. Raya Bekasi KM 28, Desa Medan Satria. Untuk wilayah Surabaya berada di Jl. Margo Mulya Industri Kav G 1-3 Tandes Surabaya, dan untuk wilayah Sumatera berada di Jl. Pulau Bali No.2 KIM II, Jl. Medan-Belawan KM 10,5, Sumatera Utara.

2.4. Struktur Organisasi

(39)

kedudukan yang sama di dalam perusahaan. Struktur Organisasi PT. Gold Coin Indonesia-Medan Mill dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Terdapat beberapa tujuan pembagian tugas yang dilakukan di PT. Gold Coin Indonesia yaitu:

1. Memberi kemudahan dalam melaksanakan pekerjaan 2. Waktu yang digunakan relatif singkat

3. Pelaksanaan tugas tidak tumpang tindih

(40)

Branch Manager

Deputy General Manager

Secretary

Sales Manager Purchasing

Manager Mill Controller Personal Officer

Factory Manager Technical Service Chemist Quality Assurance Officer

Executive Staff Acc. Payble

Admin GL & Tax

[image:40.842.176.705.78.454.2]

DO Admin Sales Admin Credit Controller Security Receptionist Messenger Driver Temporary Cleaning Service Gardener Stock Supervisor Prod. Admin Store Keeper Receiving Delivery Weight Bridge Operator Operator Forklift Sweeper Truck Transportation Temporary Sweeper Production Supervisor Control Room Feed Additive Dumping Sacking Off Pellet Operator Maintenance Supervisor Mechanical Electrical Boiler

(41)

V-1

2.5. Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong 2.5.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase terbesar dalam produk akhir. Bahan baku yang digunakan adalah: 1. Jagung Kuning

Jagung kuning mengandung zat karbohidrat yang tinggi, selain itu jagung juga memiliki zat protein sehingga dapat menjadi sumber makanan yang baik. Jenis jagung yang digunakan pada PT. Gold Coin Indonesia dibedakan atas jagung lokal dan juga jagung impor.

2. Bungkil Kacang Kedelai (Soya Bean Meal/SBM)

Bungkil kacang kedelai mengandung nilai protein yang tinggi, karena di dalamnya terkandung asam amino lisin, yaitu asam amino yang paling esensial diantara asam-asam amino yang lainnya.

3. Tepung Ikan (Guar Meal)

Tepung ikan merupakan hasil dari pengolahan ikan menjadi berbentuk tepung. Kandungan tepung ikan meliputi protein, lemak dan juga kalsium.

4. Tepung Tulang dan Daging (Meat Bone Meal/MBM)

(42)

5. Corn Gluten MealMeal/CGM)

Corn Gluten Meal merupakan produk olahan jagung yang telah dilengkapi dengan protein. Bahan baku ini digunakan pada pakan untuk unggas.

6. Kopra (Rapeseed Meal)

Kopra digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ternak karena mengandung persentase serat yang tinggi.

7. Dedak

Dedak yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi pakan ternak adalah dedak padi dan dedak gandum.Penggunaan dedak gandum hanya pada pembuatan pakan burung, dedak gandum yang digunakan adalah wheat pollard, yaitu dedak yang berasal dari kulit ari gandum. Dedak padi merupakan kulit ari beras yang diperoleh dari proses penyosohan beras.

[image:42.595.158.464.556.669.2]

Proporsi penggunaan bahan baku untuk setiap jenis produk pakan yang dihasilakan berbeda-beda. Berikut ini merupakan persentase penggunaan bahan baku untuk produk pakan ternak ayam.

Tabel 2.1. Persentase Penggunaan Bahan Baku untuk Pakan Ayam No Bahan Baku Persentase Penggunaan (%)

1. Jagung Kuning 54

2. Soya Bean Meal 30

3. Corn Glutten Meal 4

4. Guar Meal 2

5. Rapeseed Meal 2

6 Dedak Padi 8

(43)

2.5.2. Bahan Penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak terdapat dalam produk akhir. Bahan ini secara tidak langsung mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Bahan penolong yang digunakan adalah:

1. Garam dan mineral, seperti sodium, pig minera, dan poultry minera. Zat ini dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang, untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh ternak, dan juga untuk mekanisme transportasi dalam tubuh ternak.

2. Vitamin, seperti lysine, luprosi, dan finase merupakan komponen organik yang dibutuhkan untuk melakukan proses-proses dalam tubuh. Vitamin sangat dibutuhkan untuk reaksi-reaksi metabolisme tubuh dan untuk meningkatkan kemampuan ternak dalam proses intensifikasi

3. Minyak nabati, seperti canola oil, dan palm oil, minyak nabati berfungsi untuk melengkapi kekurangan sumber energi dalam bahan pakan. Keberadaan minyak ini juga akan mempermudah adonan pakan melewati lubang alat penggiling daging dan saringan.

4. Zat aditif, seperti tapioca yang berfungsi untuk memperbaiki pencernaan dan mempercepat pertumbuhan dan juga mendorong pertumbuhan bobot ternak. 5. Bahan liquid, seperti rhodimet dan choline Cl, yang berfungsi untuk

(44)

6. Minyak Sawit (CPO)

CPO memiliki nilai biologis yang tinggi yang diperlukan dalam pembuatan pakan ternak.

7. Ampas Sawit (Palm Kernel)

Ampas sawit ini mengandung nilai protein dan lemak yang tinggi yang sangat diperlukan dalam pembuatan pakan ternak.

2.5.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi dengan komposisi yang kecil yang digunakan untuk meningkatkan mutu poduk serta tampak pada produk akhir.Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah: 1. Solar yang berfungsi sebagai bahan bakar untuk dryer.

2. Minyak pelumas yang berfungsi sebagai pelumas peralatan-peralatan produksi 3. Karung plastik yang berfungsi sebagai pembungkus produk jadi.

4. Benang jahit yang digunakan sebagai bahan untuk menjahit karung yang telah diisi dengan produk jadi.

5. Stiker atau cap pabrik yang berfungsi untuk menunjukkan jenis produk, komposisi, dan zat gizi yang terkandung dalam produk jadi.

2.6. Uraian Proses Produksi

(45)

sampai kepada produk jadi. Tahap-tahap proses produksi di lantai produksi dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Penuangan (intake section)

Proses pengolahan pakan ternak dimulai dengan menuangkan bahan baku yang disebut dengan Intake section. Intake section terbagi dua bagian yaitu intake jagung dan intake bahan baku yang berbentuk tepung. Jagung yang dituang melalui intake akan dimasukkan ke cylo dengan menggunakan bucket elevator, sedangkan bahan baku yang berbentuk tepung akan dimasukkan ke bin raw material dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator. 2. Penyaringan

Proses penyaringan dilakukan untuk membersihkan bahan baku dari kotoran. Sebelum masuk ke dalam bin, bahan baku akan melewati sistem magnet untuk memisahkan kotoran besi dan logam-logam dari bahan baku. Setelah itu, bahan baku akan melalui drum pengayak (drum shiever) sehingga bahan baku dibersihkan dari kotoran seperti plastik, kayu dan benda keras lainnya.

3. Pengeringan

(46)

Selanjutnya udara akan dialirkan ke dry cylo dengan menggunakan blower agar jagung tidak panas akibat bertumpuknya jagung-jagung, dan dari dry cylo, jagung ini akan dibawa ke bin raw material dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator.

4. Penimbangan (Dosing)

Bahan baku yang berada di bin raw material kemudian ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formula yang diinginkan sampai mencapai kuantitas 1 batch (3 ton). Bahan baku ditimbang dengan menggunakan 2 buah timbangan, yaitu timbangan I dengan kapasitas 3000 kg dan timbangan II dengan kapasitas 1500 kg. Bahan yang telah ditimbang dibawa ke bin hopper dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator.

5. Penggilingan (grinding)

(47)

menghasilkan udara panas, dimana udara panas ini akan dihisap oleh blower melalui jet filter dan dibuang ke udara.

6. Pencampuran (mixer)

Bahan baku yang berada di bin tower hammer mill masuk ke mixer melalui slide gate untuk dicampur hingga rata. Pada proses ini, terjadi penambahan obat-obatan seperti Rhodimet, CPO, Choline, garam, dan zat additive sampai tercampur dengan semua bahan. Mesin mixer yang digunakan berkecepatan 22 rpm dan kapasitas 4 ton/jam dengan daya 30 kW. Pisau-pisau pengaduk pada mesin ini berbentuk solenoide yang berputar pada sumbunya secara berlawanan. Hasil pencampuran pada mesin ini berbentuk mash yang kemudian akan dibawa ke bin finish product dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator. Akan tetapi, untuk produk berbentuk pellet, maka bahan campuran dari mixer ini akan mengalami proses pelletizing dan untuk produk yang berbentuk crumble, maka mash (tepung) hasil olahan mesin ini akan melalui proses pelletizing dan crumbling sebelum masuk ke bin finish product.

7. Pembutiran (pelletizing)

Pelletizing atau pembutiran merupakan pengolahan lebih lanjut terkhusus untuk produk yang berbentuk pellet. Campuran yang berbentuk mash (tepung) dibawa ke pellet mill melalui bin pellet. Sebelum mengalami pemanasan, tepung yang masuk ke bin pellet disaring terlebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 850 pada tekanan 8-9 bar. Panas yang digunakan berasal

(48)

kemudian dibentuk menjadi pellet dengan menggunakan mesin press yang terdiri dari ring die press yang mempunyai lubang-lubang dengan ukuran tertentu yang disesuaikan dengan produk yang akan dihasilkan. Die ring berputar dengan kecepatan 1500 rpm dan kapasitas 15ton/jam dengan daya 200 kW, pada bagian tengahnya terdapat 2 buah rol yang berputar searah dengan putaran die ring press dengan kecepatan yang sama dan saling menekan. Dengan demikian bahan campuran yang masuk akan berputar dan ditekan keluar melalui lubang-lubang yang terdapat pada ring die press. Selanjutnya, di luar ring die press terdapat pisau yang akan memotong hasil pellet, sehingga ukuran panjang sesuai dengan yang diinginkan. Hasil pemotongan dari pellet mill dibawa ke mesin cooler untuk didinginkan sampai pada batas temperatur yang telah ditentukan oleh alat sensor. Hasil dari mesin cooler akan dibawa ke bin finase untuk disemprotkan cairan finase yang bertujuan untuk menghaluskan permukaan pellet, selanjutnya produk ini dibawa ke bin finish product.

8. Proses Crumble (crumbling)

(49)

menghaluskan permukaan crumble dan selanjutnya dibawa ke bin finish product. Sementara abu yang dihasilkan dari vibrator dibawa kembali ke mixer dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator untuk diolah kembali.

9. Pengepakan (sacking)

(50)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pembelian

Lendeers (1997) mengartikan purchasing sebagai proses pembelian, pencarian kebutuhan, pemilihan supplier, negosiasi harga, dan controlling untuk kepastian pengantaran. Kegiatan pembelian bahan baku memiliki potensi untuk memainkan peranan penting dalam mengembangkan efisiensi pada perusahaan agar perusahaan dapat lebih kompetitif. Potensi tersebut dapat diwujudkan melalui beberapa tindakan seperti mengurangi investasi dalam bentuk inventory material melalui perencanaan yang baik dan pemilihan supplier, meningkatkan level kualitas dari bahan baku yang dibeli sebagai input proses produksi, menjaga hubungan baik antara perusahaan dan supplier agar dapat dilakukan pengembangan dalam hal proses pembelian bahan baku dan bahan baku yang dibeli.

3.1.1 Tujuan Pembelian Bahan Baku

(51)

a. Menyediakan pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara stabil.

Kekurangan bahan baku dalam proses produksi dapat menyebabkan kerugian yang besar pada perusahaan. Proses produksi akan terganggu, bahkan terhenti dan dapat mengakibatkan perusahaan tidak dapat mencapai kuantitas produksi yang seharusnya dicapai, meningkatkan biaya proses produksi, kehilangan penjualan, dan kehilangan kepercayaan konsumen.

b. Menjaga investasi pada inventory pada level optimum.

Perlu dilakukan penyesuaian untuk level inventory yang ditetapkan perusahaan, karena inventory yang terlalu banyak akan merugikan perusahaan karena adanya biaya penyimpanan bahan baku, namun inventory yang terlalu sedikit dapat memberikan resiko kekurangan bahan baku untuk proses produksi.

c. Menjaga dan meningkatkan kualitas.

Untuk mendapatkan output produksi sesuai keinginan, maka level kualitas input produksi harus ditetapkan. Kebutuhan untuk menjaga dan meningatkan kebutuhan kualitas input mendapat perhatian karena dapat menjaga perusaan untuk tetap kompetitif.

d. Mencari dan mengembangkan supplier yang potensial.

(52)

e. Standardisasi pada bahan baku yang dibeli

Jika suatu jenis bahan baku dapat digunakan untuk membuat beberapa produk yang berbeda, maka efisiensi dapat diperoleh melalui pengurangan biaya pembelian bahan baku karena adanya diskon dari supplier untuk pembelian dalam jumlah besar.

f. Membeli bahan baku yang dibutuhkan pada harga yang seminimal mungkin. Kegiatan pembelian bahan baku memakan biaya yang sangat besar pada perusahaan. Pembelian bahan baku harus dilakukan pada harga yang minim, namun dengan tetap memperhatikan kualitas, servis, dan pengantaran, serta kriteria performa supplier lainnya.

g. Membuat perusahaan lebih kompetitif

Sebuah perusahaan akan kompetitif jika dapat mengontrol biaya dan waktu yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pada supply chain, serta tidak melakukan aktivitas yang tidak memiliki value added. Melalui pembelian bahan baku yang stabil dan baik, maka aktivitas-aktivitas pada perusahaan juga akan terjaga pelaksanaannya.

h. Menjalin hubungan yang harmonis dan produktif dengan departemen lain di perusahaan.

(53)

i. Mengurangi biaya administrasi pada kegiatan pembelian bahan baku

Pengurangan biaya administrasi pada pembelian bahan baku dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi pada segala kegiatan yang bekaitan dengannya, seperti kegiatan negosiasi, peninjauan supplier, dan pembuatan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

3.1.2. Pemilihan Pemasok

Menurut studi yang dilakukan oleh Dickson (1966) di Amerika Utara selama pada tahun 1960-an, terdapat 23 kriteria penting dalam pemilihan supplier. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan urutan peringkat sesuai dengan kriteria. Oleh karena itu, Dickson mensurvey 273 manajer pembelian di perusahaan yang berbeda untuk menyatakan tingkat kepentingan kriteria ke dalam empat kelompok.4

[image:53.595.107.515.484.718.2]

Rank

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria

Kriteria Main Rating Evaluation

1 Kualitas 3,508 Extreme importance

2 Pengiriman 3,147

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) 2,998

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan 2,849 5 Fasilitas dan Kapasitas

Produksi 2,775

Considerable importance

6 Harga 2,758

7 Kemampuan Teknis 2,545

8 Posisi Keuangan 2,514

9 Pemenuhan Prosedural 2,488

10 Sistem Komunikasi 2,426

11 Reputasi dan Posisi di Industri 2,412

4

(54)
[image:54.595.106.512.126.387.2]

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria (Lanjutan)

Rank Kriteria Main Rating Evaluation

12 Keinginan Bisnis 2,256

13 Organisasi dan Manajemen 2,216 14 Pengendalian Operasi 2,211

15 Kemampuan Memperbaiki 2,187 Average Importance

16 Etika 2,120

17 Kesan (Impression) 2,054

18 Kemampuan Pengemasan 2,009

19 Rekam Hubungan Kerja

(Labor relations record) 2,003

20 Lokasi Geografis 1,872

21 Jumlah bisnis masa lalu 1,597 22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) 1,537

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) 0,610 Slight Importance

Sumber: Shpend (2013)

Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. di atas dalam studi Dickson ada 23 KPI dalam lingkungan pembelian dan situasi yang berbeda.

Oleh karena itu, faktor-faktor yang ditemukan sangat penting dalam penelitian ini adalah kualitas, pengiriman, dan riwayat kinerja serta kebijakan klaim dan jaminan, sedangkan yang penting paling sedikit adalah kesepakatan kedua pihak. Dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pertama yang terkonsentrasi untuk mengidentifikasi kriteria utama yang mempengaruhi proses seleksi supplier.

(55)

untuk analisis, faktor-faktor berikut dapat digunakan pula sebagai bahan perhitungan dan pembanding antara beberapa calon pemasok.5

1. Waktu Penyerahan Barang

Makin lama waktu penyerahan barang, semakin besar pula diperlukan persediaan pengaman, sehingga secara keseluruhan diperlukan penambahan persediaan barang. Ini berarti penambahan biaya persediaan.

2. Keandalan Ketepatan Waktu

Keandalan ketepatan waktu berbeda dengan waktu penyerahan barang. Keandalan ini diukur dari standar deviasi dari waktu penyerahan barang rata-rata yang dijanjikan. Makin besar standar deviasi, yang berarti makin kecil keandalan ketepatan waktu, maka diperlukan persediaan pengaman yang makin besar, yang pada gilirannya akan menambah biaya persediaan barang. 3. Fleksibilitas Penyerahan

Fleksibilitas diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan barang yang bisa terjadi sewaktu-waktu karena ada perubahan permintaan dari pihak pelanggan, yang sering kali terjadi.

4. Frekuensi Penyerahan

Frekuensi penyerahan yang lebih sering dikenal dengan jumlah pengiriman yang sedikit lebih baik daripada frekuensi penyerahan yang lebih jarang dengan jumlah pengiriman yang lebih banyak, karena ini memungkinkan jumlah persediaan. Dalam sistem pembelian tepat waktu atau just in time purchasing. Cara ini dapat menekan persediaan barang sampai mendekati nol.

5

(56)

5. Jumlah Pengiriman Minimum

Hal ini berhubungan dengan frekuensi penyerahan di atas, karena diperlukan jumlah pengiriman minimum yang paling kecil untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kebijakan pembelian tepat waktu.

6. Mutu Pemasokan

Mutu pemasokan barang adalah faktor yang sama pentingnya dengan harga barang. Kalau dahulu tingkat penolakan sedikit masih dapat diterima, kecenderungan akhir-akhir ini adalah bahwa penolakan yang dapat diterima adalah sebesar nol.

7. Biaya Angkutan

Biaya angkutan merupakan komponen biaya keseluruhan yang cukup besar sehingga perlu diperhitungkan dengan cermat. Frekuensi pengiriman secara lebih sering dengan jumlah pengiriman sedikit-sedikit bukan alasan untuk membenarkan kenaikan biaya angkutan ini.

8. Persyaratan Pembayaran

Persyaratan yang diperlukan adalah yang cukup fleksibel, yang tidak hanya mempertimbangkan kepentingan pemasok, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan pembeli. Di sini termasuk toleransi sedikit keterlambatan dalam pembayaran, pemberian kredit dalam waktu tertentu, dan potongan harga. 9. Kemampuan Koordinasi Informasi

(57)

antara semua mata rantai, sehingga merupakan syarat yang sangat penting yang harus dimiliki pemasok.

10.Kapasitas Koordinasi Desain

Dalam pemikiran rantai pasokan, desain tidak hanya ditentukan oleh pembuat produk jadi, tetapi dikomunikasikan dari mata rantai yang paling hilir, yaitu pelanggan, sampai ke mata rantai yang paling hulu, yaitu pemasok, sehingga diperlukan kemampuan pemasok untuk menyerap aspirasi pelanggan yang merupakan aspirasi produk dalam pula.

11.Pajak dan Nilai Tukar

Kestabilan nilai tukar uang, pajak, dan bea masuk, atau bea ekspor, dan pungutan lain merupakan hal yang penting dipertimbangkan apabila menyangkut pembelian barang dari negara lain.

12.Kelangsungan Hidup

Jaminan kelangsungan hidup serta perkembangan perusahaan pemasok merupakan salah satu faktor yang perlu diperhitungkan.

3.2. AnalyticNetwork Process (ANP)

Analytic Network Process (ANP) adalah metode penilaian multi kriteria untuk strukturiasasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukurkonsistensi dari peniaian dan fleksibilitas pada pilihan dalam level subkriteria.6

6

Isik, Z., Dikmen, I., & Birgonul, M.T. (2007). Using ANP for Performance Measurement in

(58)

Saaty (1999) mendefinisikan ANP sebagai metode pengukuranrelatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skalarasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemenyang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol.7

Perbedaan antara hierarki dan jaringan (network) digambarkan padaGambar 3.1. dimanahirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node)serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknyaberupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback)dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada padalevel terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah danmemungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu

ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level sepertipada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yangmerupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence(pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan).AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang kluster dan elemenmerupakan kasus khusus ANP. ANP merupakan pendekatan baru dalamproses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalammemperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentangindependensi elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemenpada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalamsuatu level (Saaty, 1999).

7

(59)

klusterterhadapcuster lainnya maupun kluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yangmembentuk siklus (Saaty, 2004).

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiridari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yangmengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarkiseperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruhdiantara elemen dan kluster (Saaty, 1999).

Sumber : Saaty, 2004

Gambar 3.1. Perbedaan Hierarki dan Jaringan (Network)

Boyokyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model networktidak dapat digambarkan dengan struktur hirearki dan bukan merupakan bentuklinear dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan denganistilah klusterdalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antaraelemen satu dengan yang lain serta dalam klusteritu sendiri yang disebutdengan system with feedback.

(60)

masing-masingkluster. Klusteratau komponen dalam ANP adalah kumpulan elemen-elemenyangditurunkan dari sinergi interaksi yang tidak ditemukan dalam elementunggal (Saaty, 2004).

Perbandingan tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupunklusterdirepresentasikan dalam sebuah matriks dengan memberikan skalarasio dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Perbandinganberpasangan menggunakan rasio dominasi pasangan dengan menggunakanpengukuran aktual. Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorangbertanya: “Mana yang lebih disukai atau lebih penting?”, sementara dalamANP seseorang bertanya: “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”.Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi dan pengetahuan untukmenghasilkan jawaban-jawabanyang valid, yang membuat pertanyaan kedualebih obyektif dari pada pertanyaan pertama (Yamanita, 2005).

(61)

Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagaisupermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh darielemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty, 2004).Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebutelemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentukempat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan olehbanyaknya kolom-kolom dan baris-baris (Supranto, 1992). Supermatriksadalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks darimatriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan klusterdansemua elemen masing-masing klusterdalam urutan secara vertikal di sebelahkiri dan secara horizontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandinganberpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks(Saaty, 1999).

Supermatriks terdiri dari 3 tahap yaitu :

1. Tahap supermatriks tanpa bobot(unweighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang didirikan dari bobot yang diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan.

2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix)

(62)

3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan supermatriks itu dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks dihentikan.

Hasil akhir perhitungan memberikan bobot prioritas dan sintesis. Prioritas merupakan bobot dari semua elemen dan komponen. Didalam prioritas terdapat bobot limiting dan bobot normalized by kluster. Bobot limiting merupakan bobot yang didapat dari limitsupermatrix sedangkan bobot normalizedby klustermerupakan pembagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot limiting elemen-elemen pada satu komponen. Sintesis merupakan bobot dari alternatif. Didalam sintesis terdapat bobot berupa ideals, raw dan normals. Bobot normals merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot normalized byklusterprioritas. Bobot raw merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limiting prioritas atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan bobot normals terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.

(63)
[image:63.595.97.545.325.669.2]

perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah skala terbatas yang dimulai dari sama pentingnya (equally prefered) hingga mutlak pentingnya (extremelly prefered). Pemilihan skala 1 hingga 9 didasarkan pada penelitian psikologi yaitu berdasarkan kemampuan otak manusia menyuarakan urutan preferensinya (Harker & Vargas, 1987). Penilaian yang diberikan diharapkan berdasarkan dari penilaian pakar. Skala untuk penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya 5

Elemen yang satu essensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lain

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua

pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

(64)

3.2.1. Langkah-langkah Pengerjaan ANP

Adapunlangkah-langkah dalam pengerjaan metode ANP yakni8

a. Jumlahkan harga dari semua elemen dalam 1 kolom

: 1. Bangun model permasalahan secara terstruktur

Dalam langkah ini hal yang perlu ditekankan adalah pendefinisian masalah yang akan menjadi objek penelitian harus jelas. Kriteria, subkriteria, maupun alternatif dipilih berdasarkan brainstorming atau metode pengumpulan ide lainnya. Selanjutnya membuat kluster-kluster dari kriteria, subkriteria dan alternatif tersebut sehingga membentuk jaringan (Network).

2. Perhitungan matriks berpasangan dan prioritas

Adapun langkah langkah dalam perhitungan matriks berpasangan dan prioritas adalah sebagai berikut:

b. Bagikan nilai dari setiap elemen dengan harga tersebut

c. Jumlahkan nilai setiap elemen dalam setiap baris dan dibagikan dengan jumlah elemennya. Hal ini disebut dengan prioritas relatif tiap elemen. 3. Membangun supermatriks

Adapun langkah-langkah dalam membangun supermatriks adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan unweight supermatrix dari prioritas setiap elemen 2. Mendapatkan weighted supermatrix.

3. Mendapatkan limiting supermatrix.

8

(65)

4. Menghitung total bobot setiap alternatif dan didapatkanlah peringkat dari masing-masing alternatif yang dibandingkan.

3.3. Goal Programming

Model Goal Programming merupakan perluasan dari model pemrograman linear, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur perumusan model dan penyelesaiannya tidak berbeda.9

Beberapa asumsi dasar yang diperhatikan dalam goal programming adalah:

Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variable deviasional yang akan muncul di fungsi tujuan dan di fungsi-fungsi kendala. Oleh karena itu, konsep dasar pemrograman linear akan selalu melandasi pembahasan model goal programming.

10

a. Proportionality, di dalam membuat suatu model progam linier perlu diketahui bahwa suatu sistem Linier Programming diketahui yaitu input, output dan aktivitas. Sebelum aktivitas dimulai, diperlukan beberapa input. Input yang digunakan bertambah secara proporsionil (sebanding) dengan pertambahan aktivitas.

b. Accountability For Resources, hal ini berkaitan dengan sumber-sumber yang tersedia harus dihitung sehingga dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tdak terpakai.

c. Linearity of objectives, dimana fungsi tujuan dan faktor-faktor pembatasnya harus dapat dinyatakan sebagai fungsi linier programming.

9

Siswanto, 2007, Operation Research, Jilid I, Jakarta: Erlangga. 10

(66)

d. Deterministik, pada asumsi ini menghendaki agar semua parameter tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Goal Programming, yaitu : a. Variabel keputusan

Variabel keputusan (decision variable) adalah seperangkat variabel yang tidak diketahui yang berada di bawah kontrol pengambilan keputusan, yang berpengaruh terhadap solusi permasalahan dan keputusan yang akan diambil. Biasanya dilambangkan dengan Xj (j = 1, 2, 3,…, n).

b. Kendala-kendala Sasaran

Di dalam model Goal Programming, Charnes dan Cooper menghadirkan sepasang variabel yang dinamakan variabel deviasional dan berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Agar deviasi itu minimum, artinya nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasional itu harus diminumkan di dalam fungsi tujuan.

Pemanipulasian model pemrograman linear yang dilakukan oleh Charnes dan Cooper telah mengubah makna kendala fungsional. Bila pada model pemrograman linear, kendala-kendala fungsional menjadi pembatas baik usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model Goal Programming kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan

(67)

anggaran yang tersedia, resiko investasi, dan lain-lain. Mewujudkan suatu sasaran, dengan demikian, berarti mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya, kendala-kendala di dalam model Goal Programming selalu berupa persamaan dan dinamakan kendala sasaran. Di samping itu, keberadaan sebuah kendala sasaran selalu ditandai oleh kehadiran variabel deviasional sehingga setiap kendala sasaran pasti memiliki variabel deviasional.

c. Variabel Deviasional

Variabel deviasional, sesuai dengan fungsinya, yaitu menampung deviasi hasil terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki, dibedakan menjadi dua yaitu: i. Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di bawah sasaran

yang dikehendaki. Sasaran itu tercermin pada nilai ruas kanan suatu kendala sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negative. Digunakan notasi DB untuk menandai jenis variabel deviasional ini. Karena variabel deviasional DB berfungsi untuk menampung deviasi negative, maka:

� ���.��� =�� − ��� �

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

(68)

ii. Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di atas sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Notasi DA digunakan untuk menandai jenis variabel deviasional ini. Karena variabel deviasional DA berfungsi untuk menampung deviasi positif maka,

� ���.��� =��− ��� �

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

sehingga DA akan selalu mempunyai koefisien -1 pada setiap sasaran.

Dengan demikian, jelas bahwa kedua variabel deviasional tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Bila variabel deviasional DB menampung penyimpangan nilai di bawah saasaran maka variabel deviasional DA menampung penyimpangan nilai di atas sasaran. Sehingga sebenarnya cukup mudah untuk dimengerti bahwa nilai penyimpangan minimum di bawah maupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif atau,

DBi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m

DAi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m

Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran itu adalah:

� ���.��� − ��� + ��� =�� �

�=1

(69)

i. DAi = DBi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =�� �

�=1

Atau dikatakan bahwa sasaran tercapai. ii. DBi> 0 dan DAi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =�� �

�=1

− ���

Atau dikatakan bahwa sasaran tidak tercapaiatau hasil di bawah sasaran.

� ���.��� <�� �

�=1

iii. DBi = 0 dan DAi> 0, sehingga menjadi:

� ���.��� <�� �

�=1

+��

Atau dikatakan bahwa hasil di atas sasaran karena

� ���.��� >�� �

�=1

Jadi, jelas sekali bahwa kondisi dimana DBi> 0 dan DAi> 0 pada sebuah

kendala sasaran tidak akan mungkin terjadi. d. Fungsi Tujuan

(70)

Sasaran yang telah ditetapkan (bi) akan tercapai bila variabel deviasional DAi

dan DBi bernilai nol. Oleh karena itu, DAi dan DBi harus diminimumkan di

dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model Goal Programming adalah:

���������� � ��� + ��� �

�=1

3.3.1. Bentuk Umum Model Goal Programming

Secara umum model matematis Goal Programming dapat dirumuskan sebagai berikut:

Min ∑�=1�� + �� ST

a11X1 + a12X2+ ………..+ a1nXn + DB1 – DA1 = b1 a21X1 + a22X2+ ………..+ a2nXn + DB2 – DA2 = b2

. . . . . .

. . . . . .

am1X1 + am2X2+ ………..+ amnXn + DBm – DAm = bm dan

Xj, DAi, dan DBi ≥ 0, untuk I = 1, 2, …., m

3.3.2. Penyelesaian Model Goal Programming Menggunakan Software

LINDO

(71)

linear. Sebuah kasus harus diubah dahulu ke dalam sebuah model matematis pemrograman linear yang menggunakan format tertentu agar bisa diolah oleh program LINDO. Jadi, berbeda dengan program-program lain yang menggunakan menu driven system dimana pemakai (user) tinggal memasukkan data sesuai program permintaan secara bertahap.11

1. LINDO: Input

Program ini menghendaki input sebuah program matematika dengan struktur tertentu. Contoh bentuk input di program LINDO adalah :

MIN DA1 + DB1 + DA2 + DB2 + DB3 + DB4 SUBJECT TO

2) –DA1 + DB1 + 5X1 + 6X2 = 60 3) –DA2 + DB2 + X1

Gambar

Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Pemesanan dan Jumlah Penolakan Bahan Baku pada Tiap Supplier pada Tahun 2014
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Gold Coin Indonesia
Tabel 2.1. Persentase Penggunaan Bahan Baku untuk Pakan Ayam
Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria
+7

Referensi

Dokumen terkait