• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Dalam Ekonomi Indonesia Dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Dalam Ekonomi Indonesia Dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Hukum Dalam Ekonomi Indonesia Dan Pelaksanaannya Dalam Otonomi Daerah

Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi. Contohnya pada tahun 1930 dunia mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya, begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang langka dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970 dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang

meningkat (harga minyak yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade

sebelumnya) (Lipsey, et. al. 1991), memasuki akhir tahun 2008 sampai dengan saat ini krisis finansial global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit perumahan (subprime mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang mendunia.

Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat. Sejarah Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai negara jajahan bangsa asing karena alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan sumber hasil bumi yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah ekonomi adalah masalah yang penting bagi suatu negara.

Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut. Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan. Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.

• PEMBAHASAN

(2)

sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.

Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.

Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya. Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan

kesejahteraan umum. Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.

Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka

Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai Indonesia hanya sebagai penonton di negeri sendiri. Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.

(3)

mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.

Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi. Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Indonesia juga terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam

pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat. Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.

Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.

Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat. Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.

Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat

(4)

Sehingga akan mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.

Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap daerah lain.

Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan nasional.

Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak

menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk berinovasi bagi

kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi kedaerahannya masing-masing. Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.

CONTOH KASUS ATAU MASALAH EKONOMI DI INDONESIA

1. Indonesia Tidak Mengekspor Kelapa Sawit ke Iran

Pemerintah Indonesia dan Malaysia pun kini sudah menghentikan penjualan kelapa sawit mereka kepada Iran karena tidak mengambil resiko Iran akan gagal

membayar. Aksi Indonesia dan Malaysia ini telah menambah efek sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika Serikat sejak akhir 2011 lalu.kedua negara di Asia

(5)

Kasus diatas termasuk kedalam contoh kasus ekonomi makro dan cara

penyelesaian untuk kasus diatas adalah Iran mencari Negara yang menjual kelapa sawit kepada Negara mereka lagi agar ekonomi di Negara tersebut tidak tertekan .Dan Iran juga harus membayarnya supaya Negara yang mengekspor tidak kecewa lagi seperti kasus atas gagalnya membayar diIndonesia dan Malaysia.

STUDI KASUS

Pembangunan Sosial (Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia)

Kesejahteraan mencangkup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan spiritual. Selain itu kesejahteraan dapat diukur dari sejauh mana masalah sosial dapat diatasi, kebutuhan-kebutuhan terpenuhi, dan sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat disediakan dan diperoleh oleh warga masyarakat.

(6)

mengatur masalah-masalah sosial melahirkan kondisi yang disebut oleh Richard Titmuss (1974) sebagai “social illfare” atau penyakit sosial.

Kesejahteraan merupakan sasaran jangka panjang dari upaya pembangunan. Semua manusia, keluarga, komunitas dan masyarakat memiliki kebutuhan sosial yang harus dipenuhi agar manusia dapat mencapai kebahagiaan sosial (social contentment). Kebutuhan-kebutuhan tersebut yakni kebutuhan dasar yang mendesak seperti kebutuhan kelangsungan hidup seperti nutrisi, persediaan air minum dan permukiman. Kebutuhan hak sosial seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan sosial. Dan kebutuhan non-materi seperti partisipasi pada proses politik, dilindungi dari diskriminasi dan kesempatan untuk memperbaiki hidup.

Pengaturan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan hidup dan peningkatan kesempatan bagi rakyat merupakan syarat dasar dalam mencapai kesejahteraan sosial. Ketika ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhi, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut gagal dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkan.

Pembangunan sosial merupakan suatu pendekatan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat seperti yang didefinisikan oleh (James Midgley, 1995) “a process of planned social change designed to promote the well-being of the population as a whole in conjungtion with a dynamic process of economic development”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi.

Pembangunan sosial seharusnya tidak disamakan dengan pembangunan ekonomi walaupun pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetap tidak akan mampu menjamin kesejahteraan sosial pada setiap masyarakat. Idealnya pembangunan sosial harus berjalan berdampingan dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial tidak akan terjadi tanpa pembangunan ekonomi dan pembangunan ekonomi tidak akan berarti tanpa diiringi dengan peningkatan pada kesejahteraan sosial pada masyarakat secara menyeluruh, untuk itu perlu terjadi integrasi antara pembangunan sosial dan ekonomi.

(7)

dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri di tahun 2011 sangat tinggi, disamping isu permasalahan ekonomi, korupsi, HAM, dan permasalahan keadilan di Indonesia.

Analisis Kasus Pendahuluan

Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Berbicara mengenai TKI, pasti langsung tebayangkan dalam benak kita bagaimana bekerja di luar negeri, mendapatkan gaji besar dan dapat memperbaiki taraf hidup keluarga yang selama ini tidak tersentuh pembangunan oleh negeri sendiri. Dibalik kesuksesan yang dijanjikan tidak pelak juga banyak terjadi kisah tragis, bukan untung yang didapat tapi malang tak dapat dihindari dan bahkan berakhir dengan maut. beberapa tahun terakhir ini kasus kekerasan yang diterima oleh TKI Indonesia di luar negeri menjadi sorotan serius oleh media terutama atas pelanggaran HAM.

Sebelum membahas tentang TKI, alangkah baiknya jika kita tahu terlebih dahulu siapakah mereka. TKI merupakan kepanjangan dari Tenaga Kerja Indonesia. TKI merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin. Namun, untuk TKI wanita lebih umum disebut dengan TKW (Tenaga Kerja Wanita). Keberadaan TKI bagi Indonesia sangat menguntungkan. Pertama, mereka adalah penyumbang devisa yang sangat besar. Sumbangan mereka mencapai angka lebih dari 100 trilliun setiap tahun. Kedua, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan mensejahterakan hidup keluarga. Ketiga, mengurangi jumlah pengangguran.

(8)

TKI formal memiliki peluang pekerjaan yang lebih baik dibandingkan TKI informal. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Namun, jumlah TKI formal lebih sedikit dibandingkan dengan TKI informal. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenakertrans pada 2011, jumlah TKI formal hanya 264.756 orang (45,56%), sedangkan TKI informal mencapai 316.325 orang (54,44%).

Menjadi TKI bukan tanpa masalah. Banyak sekali problematika yang muncul menyertai kisah para perantau tersebut. Problematika tersebut terjadi ketika prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. Masalah prapenempatan misalnya pemalsuan identitas dan dokumen pemberangkatan, minimnya pelatihan, dan penipuan oleh calo. Saat penempatan muncul masalah seperti eksploitasi kerja, gaji tak dibayar, pembatasan ibadah/ komunikasi dengan keluarga, kekerasan, dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh majikan. Adapun msalah yang muncul saat purnapenempatan adalah penipuan, disharmonis dengan keluarga, hamil, sakit hingga kematian.

Masalah yang paling santer dibahas tentu kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI. Berdasarkan laporan dari dubes RI di seluruh dunia, tercatat 4.532 kasus kekerasan sepanjang tahun 2010. Adapun negara yang memiliki tingkat kasus tertinggi dipegang oleh Malaysia dan disusul dengan Arab Saudi. Berdasarkan data yang dilansir oleh Migran Care, 1000 kasus kekerasan tercatat di Malaysia dan 57 kasus di Arab Saudi pada 2010.

(9)

dan Indramayu. Hal-hal tersebutlah yang merupakan alasan mengapa orang-orang memilih menjadi TKI di luar negeri.

Selain itu, problematika juga muncul karena belum optimalnya perlindungan dan layanan penempatan bagi mereka. Meskipun sudah muncul berbagai institusi dan layanan pro-TKI seperti Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan pro-TKI (BNP2pro-TKI), Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) hingga layanan Call Center Bebas Pulsa 08001000, belum ada yang bisa memberikan layanan memuaskan untuk para TKI. Bahkan muncul spekulasi kalau pengurusan Kartu tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) digunakan untuk ajang mencari uang oleh oknum tertentu. Banyak juga oknum yang memanfaatkan masalah penempatan untuk mendapatkan keuntungan.

Selain institusi dan layanan yang belum optimal, problematika TKI muncul karena ketiadaan perwakilan RI di negara penempatan kerja. Di Taiwan misalnya, terjadi pemerasan terselubung pada TKI yang mengurus paspor di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI). Para TKI terpaksa mengurus paspor di sana karena ketiadaan kantor KBRI di negara tersebut. TKI diharuskan membayar NT$1800 atau Rp 6.000.000 yang setara dengan 6 kali lipat dari harga semula yaitu NT$300 atau Rp 100.000 yang tanpa diberi kuitansi resmi.

Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas untuk melindungi para TKI. Beberapa payung hukum tersebut sebagai berikut :

1. UU No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3783).

2. UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4279)

3. UU RI No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

4. UU RI No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

(10)

menjalankan peraturan. Hanya keuntungan devisa saja yang diperhatikan, tetapi perlindungan akan hak para TKI di luar negeri sangat lemah dan tidak jelas.

Contoh kasus diatas dapat dikatakan sebagai masalah sosial karena masalah TKI menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental baik pada individu atau masyarakat, masalah TKI juga merupakan masalah yang sudah berlangsung dalam periode tertentu, terdapat pelanggaran terhadap nilai-nilai dan standar sosial dari sendi kehidupan masyarakat dan menimbulkan kebutuhan untuk dipecahkan. Masalah TKI merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang ada di Indonesia. hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang kuat antara kesenjangan pembangunan antara desa dan kota yang tidak merata sehingga dapat menjadi akar dari permasalahan tersebut.

Rekomendasi

Penulis mengusulkan dalam pemecahan masalah perlindungan TKI ini harus dilakukan dalam berbagai tahap dan secara komprehensif. Peran sebuah institusi TKI sangat besar. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja, mengatur penempatan dan prosedur, menfasilitasi kebutuhan, dan menciptakan layanan yang terbaik seharusnya intitusi dan pemerintah lebih memperhatikan lagi masalah pengoptimalan peran institusi dan layanan TKI, mulai dari masa prapenempatan, masa penempatan, hingga purnapenempatan.

1. Prapenempatan. Pada masa ini, institusi berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab untuk mengurusi keperluan TKI yang akan berangkat ke luar negeri. Institusi membuka pelayanan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu pelayanan administrasi dan pelayanan praktek. Pertama, pelayanan administrasi berkaitan dengan pengurusan dokumen, kelangkapan administrasi, dan surat-menyurat. Pada layanan ini, prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Kedua, pelayanan praktek yang berkaitan dengan proses pembekalan kompetensi pada calon TKI. Misalnya Balai Latihan Kerja. Pada pelayanan ini, harus benar-benar dipastikan bahwa pembekalan kemampuan TKI berlangsung optimal. Dengan demikian para calon TKI kita mendapatkan keterampilan yang baik dan bisa menjadi bekal mereka untuk merantau ke luar negeri.

(11)

sinilah saat pemerintah dan institusi TKI harus benar-benar bekerja keras agar tidak teradi kasus kekerasan majikan pada TKI, pelecehan seksual, pembunuhan, penahanan gaji, dan lain-lain. 3. Purnapenempatan. Pada saat purnapenempatan, institusi TKI berperan sebagai fasilitator

kembali. Artinya institusi bertanggung jawab untuk mengurusi dokumen dan administrasi kepulangan para TKI. Selain itu, mereka juga harus memberikan pembekalan pada purna-TKI tentang cara berwirausaha, mengatur keuangan, dan merencanakan kehidupan masa depan. Pembekalan macam ini sangat penting agar kehidupan para purna-TKI akan lebih baik.

Pemerintah juga perlu mendirikan perwakilan di seluruh negara penempatan TKI, seperti kantor pusat pelayanan dan perlindungan TKI. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang ketat kepada PJTKI ataupun institusi legal yang menangani TKI agar tidak terjadi kecurangan atau pemalsuan dokumen. Pemerintah perlu merealisasikan kebijakan perencanaan pemerataan pembangunan antara desa dan kota sehingga tidak terjadi kepincangan pembangunan. Hal tersebut diharapkan mampu menjawab akar permasalahan sosial seperti permasalahan TKI ini.

Selain itu masyarakat juga dapat berperan aktif dalam proses sosialisasi kepada masyarakat pada umumnya dan calon TKI pada khususnya tentang prosedur dan pelayanan yang benar. Masyarakat juga dapat melakukan pengawasan dengan melaporkan kepada pihak berwenang apabila menemukan penyelewengan calon TKI atau institusi TKI yang tidak sesuai prosedur. Selain itu masyarakat dapat berperan dalam masa purnapenempatan yakni dengan membuka layanan peduli TKI atau membuka LSM yang menangani masalah kepulangan TKI. Pada akhirnya upaya untuk mengatasi masalah TKI di luar negeri yakni diperlukannya kerjasama antar negara karena hal ini berjalan lintas negara. Yang harus dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan upaya perlindungan terhadap para pekerja migran di luar negeri dan membuat kesepakatan yang jelas dengan negara-negara penerima TKI agar komitmen menjamin kesejahteraan dan keselamatan mereka.

Soal No. 2 Pendahuluan

(12)

mikro yang menggambarkan bagaimana institusi negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya mempengaruhi proses perubahan di suatu masyarakat. Sedangkan dimensi yang kedua adalah dimensi mikro, dimana individu dan kelompok dalam masyarakat mempengaruhi proses pembangunan itu sendiri. Namun dalam implementasi pembangunan sosial sebagai paradigma pembangunan ternyata tidaklah terlalu mudah, antara lain karena kerangka berpikir pembuat kebijakan dan pelaksana program yang kurang memahami dan atau memiliki alur berpikir yang berbeda.

Paradigma pembangunan sosial yang terkait erat dengan pembangunan ekonomi, menyebabkan paradigma ini menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan. Padahal dalam teori pembangunan sosial masyarakat bukan hanya ekonomi saja yang menjadi tolak ukur tetapi juga berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi, kepercayaan (modal sosial) dan sebagainya yang berhubungan dengan manusia sebagai central pembangunan.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan masih cenderung menggunakan pendekatan top-down approach dan bukannya melakukan pendekatan bottom-up approach, sehingga mengakibatkan pembangunan yang berjalan tidak selalu berhasil, hal ini karena selain perencanaan yang tidak tepat, tidak adanya kesamaan alur berpikir dan konsep dari pelaksana program secara langsung juga dapat menjadi penghambat pada saat implementasi sebuah program pembangunan. Program pembangunan yang direncanakan lebih bersifat bantuan secara langsung (konsumtif) dan tidak diperuntukkan untuk merangsang proses pertumbuhan, perubahan, evolusi dan pergerakan masyarakat itu sendiri sebagai fokus pembangunan. Proses pembangunan sosial seharusnya lebih tertuju pada manusia yang dapat mengimplementasikan rencana dan strategi spesifik untuk mencapai tujuan-tujuan pembanguan sosial itu sendiri.

(13)

faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan Pembangunan Sosial

Ukuran keberhasilan pembangunan sosial jauh lebih kompleks, karena dalam kenyataannya permasalahan sosial di Indonesia masih cukup beragam dan tinggi. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, tidak selalu menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula. Dalam pelaksanaan proses pembangunan sosial yang dilakukan pasti didalamnya terdapat berbagai faktor, baik yang mendukung ataupun yang dapat menjadi penghambat dalam penerapan dan implementasi pembangunan khususnya pembangunan sosial yang telah direncanakan.

Faktor pendukung dalam penerapan pembangunan sosial di Indonesia antara lain yakni potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah, peranan Swasta, NGO dan Organisasi lain yang fokus terhadap permasalahan sosial, homogenitas dan hetrogenitas solidartas, hal-hal tersebut merupakan pondasi yang kuat (faktor penting) yang dapat mendukung penerapan pembangunan.

Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam penerapan pembangunan sosial di Indonesia antara lain adalah luas wilayah dan keberagaman budaya, pendekatan pembangunan yang bersifat Top-down dan hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonomi. Belum terwujudnya Good and clean governance secara maksimal. Serta paradigma ketergantungan yang merupakan akibat dari kelemahan konsep pembangunan yang ada, seperti penggunaan komponen-komponen industri dari luar negeri menyebabkan ketergantungan dari segi teknologi dan kapital.

Daftar Bacaan :

Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan pembangunan. Jakarta : Pustaka Jaya. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pemberdayaan Sosial. Jakarta : Kompas.

Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Subarsono, AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasinnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

(14)

Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Media Pressindo : Yogyakarta.

Arif, Johar. 2011. Mudahnya Menjadi TKI Ilegal. 22 November. Jakarta : Antara.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/bnp2tki/11/11/22/lv21te-mudahnya-menjadi-tki-ilegal.

www.B uruhmigran.or.id. dalam artikel berjudul Perlindungan Sosial untuk TKI (3) pada 25 Juni 2012.

Hidayat, Andy Riza. 2009. TKI ILEGAL: Masalah Berawal dari Rumah Kita. Jakarta : Kompas.

http://www.gugustugastrafficking.org/index.php

... 2011. Yuk, Mengatasi Masalah Tki Lewat Perbaikan Layanan Dan Perlindungan Untuk

Mereka.

http://benitoramio-nugroho.blogspot.com/2012/07/yuk-mengatasi-masalah-tki-lewat.html

Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan

Masyarakat (Studi Kasus: Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Pengembangan Pariwisata Panorama Pantai Disa,

Kec. Sahu, Kabupaten Halmahera Barat) (217)

(15)

tidaklah mengherankan bahwa lingkungan pesisir dan laut menjadi pusat pemanfaatan sekaligus pengrusakan yang tingkatnya sudah cukup parah untuk beberapa daerah tertentu (Anonimous, 1996).

Sebagai negara yang terdiri atas kepulauan terbesar di dunia, pastinya pelayanan oleh pemerintah pusat terhadap seluruh wilayah yang ada di Indonesia sangat memiliki banyak kendala, yang berefek kepada disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan minimnya pembangunan sumber daya manusia (SDM), dan lambannya angka kesejahteraan masyarakat. Maka dengan itu, untuk mentaktisi seperti yang disebutkan di atas, maka pemerintah pusat mengambil sebuah kebijakan yang dikenal dengan Otonomi Daerah.

Dalam otonomi daerah yang terdiri atas UU no 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, bahwa daerah diberikan hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah untuk dikembangkan, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan memiliki kemampuan mengidentifikasi dan mengelola potensi-potensi yang ada di daerahnya, untuk dimanfaatkan secara efektif dan efisien guna terselenggaranya aktifitas pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat dan daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah berkewajiban secara konsisten mengelola potensi-potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya adalah pengembangan dan pengelolaan sektor pariwisata, yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan Negara.

Sejalan dengan hal di atas, dalam ketetapan MPR No. IV. Tahun 1999 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) (1999:23) menetapkan bahwa : “Pengembangan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisiplin dan partisipator dengan menggunakan kriteria ekonomis, tekhnis, agronomis, social budaya, hemat energy, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan”

Jadi pengembangan pariwisata pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan lahir maupun batin bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga kekayaan wilayah nusantara sebagai modal dan landasan pengembangan budaya bangsa secara keseluruhan dapat dinikamati oleh masyarakat.

(16)

tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 1999 (1999:23) yang menyebutkan bahwa :

“Menjadikan kesenian dan kebudayaan nasional Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya ke luar negeri secara konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan antara bangsa”

Dengan adanya berbagai kebijakan yang mendukung dunia kepariwisataan, maka tentunya akan memberikan peluang yang sangat besar untuk mengembangkan dunia kepariwisataan di Indonesia, khusunya bagi daerah yang memiliki sejumlah potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata budaya.

Dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut, maka dalam pelaksanaannya pemerintah Kabupaten Halmahera Barat melakukan pemanfaatan potensi wilayah yang berbasis masyarakat, serta memberikan perlindungan kelestarian sumber hayati kepariwisataan. Sehingga tujuan pembangunan dapat menciptakan lapangan kerja produktifitas serta mempertahankan sumber daya alam dalam lingkup wilayah Kabupaten Halmahera Barat.

Namun dalam upaya pemanfaatan potensi, terkadang muncul permasalahan yang berakar dari adanya kesenjangan kondisi lingkungan dan sistem sosial. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai perencana, pelaksanan, dan pengontrol dalam sebuah kebijakan daerah diharapkan mampu menganalisis dan memetakan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat sehingga dalam mengeluarkan kebijakannya tidak terkesan sepihak, akan tetapi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan umum UU Nomor: 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah yang hendak dicapai, maka pemerintah wajib melakukan pembinaan berupa pemberian pedoman, dalam hal penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.

Untuk itu pemerintah pusat wajib memberikan fasilitas berupa pemberian kemudahan, bantuan dan dorongan kepada pemerintah daerah agar dapat melaksanakan otonomi daerah secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya otonomi daerah, sangat diharapkan daerah mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi dan mengelola sumber-sumber yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, karena besar kecilnya pendapat daerah sangat berefek kepada keberhasilan pelaksanaan otonomi tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah

(17)

hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainya yang harus dilaksanakan secara adil dan selaras. Maka salah satu sektor yang potensial adalah pariwisata, yang kiranya dapat menjadi aset bagi peningkatan pendapatan daerah, yang berujung kepada keberhasilan pemerintah daerah merealisasikan otonomi daerah, yang ditandai dengan terciptanya kesejahteraan yang merata didalam masyarakat.

Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu tindakan yang realistis dan logis, mengingat dampak positif yang ditimbulkan diantaranya semakin meluasnya kesempatan usaha, baik hotel, biro perjalanan, toko cinderamata serta meningkatnya pendapat masyarakat dan mendorong terpeliharanya keamanan dan ketertiban walaupun sebenarnya “juga” ada hal-hal yang berdampak negatif.

Beberapa kebijakan pemerintah dalam sektor pariwisata diantaranya Pembinaan dan Pengembangan Kepariwisataan seperti: menggencarkan promosi pariwisata, meyiapkan dan meningkatkan mutu pelayan dan mutu produk wisata, mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata dan produk-produk baru terutama di wilayah timur Indonesia, meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang kepariwisataan dan melaksanakan kampanye nasional yang berkesinambungan ( Hari Karyono ; 1997 ; 90 ).

Sejalan dengan yang dijelaskan di atas, Kabupaten Halmahera Barat, Prov, Maluku Utara, sebagai salah satu Kabupaten yang memilki beragam obyek wisata yang kaya dan berpotensi bagi pengembangan pariwisata, namun dengan berbagai keterbatasan maka pengembangan pariwisatanya berjalan kurang baik. Selain memiliki obyek wisata pantai, ada terdapat obyek-obyek wisata lainnya dan untuk saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Barat (MMC 10/12/2003) secara bertahap berusaha mengembangkan obyek wisata di Kepulauan Halmahera Barat dengan memberikan berbagai sarana-sarana penunjang agar dapat menarik jumlah kunjungan wisata baik dari dalam maupun luar negeri.

Kawasan wisata di Kabupaten Halmahera Barat di anggap sangatlah cukup potensial dan belum mendapat ekspos secara penuh. Menurut Dinas Pariwisata Kabupaten Halmahera Barat, potensi wisata yang ada di Kab. Halmahera Barat (HALBAR) sangat memiliki daya tarik tinggi, karena menjadi obyek wisata yang sangat di minati oleh masyarakat daerah setempat maupun masyarakat dari daerah lain, untuk itu sangat penting untuk dilakukan studi bagi kemungkinan pengembangannya.

Pemerintah Daerah Halmahera Barat secara umum masih memiliki hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan pengelolaan dan- pengembangan pariwisatanya seperti:

(18)

Sealin itu, di Kabupaten Halmahera Barat terdapat pula obyek wisata flora dan fauna seperti : Burung Bidadari, Burung Maleo, Burung Nuri dan Burung Kaka Tua dan beragam obyek wisata budaya yang diperagakan diantaranya : Rumah Adat, Tari-Tarian Daerah, Misalnya tari Kabata, Tari Moro-Moro, Tari Taula Hulo, Tarian Legu dan Salai.

Melihat banyaknya potensi pariwisata yang terdapat di Kab. Halmahera Barat (HALBAR), Prov. Maluku Utara, seperti yang digambarkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Halmahera Barat. Khususnya Pantai Disa, di Kec. Sahu.

Berdasarkan penjelasan yang ada, penulis melihat bahwa hal tersebut merupakan suatu bahan yang menarik untuk di angkat menjadi bahan penelitian dengan judul :

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN CUACA DENGAN BILANGAN KES DENGGI Korelasi antara faktor perubahan cuaca seperti taburan hujan, suhu, kelembapan relatif dengan bilangan kes

Berdasarkan hasil pemurnian mikroba endofit dari batang kina Cinchona ledgeriana Moens diperoleh dua jenis kapang dengan kode LMC-19 dan LMC-29 yang dapat

Restoran memiliki banyak bukaan yang di dominasi dengan jendela- jendela besar sehingga suasana perbukitannya akan lebih terasa sedangkan kamar memiliki material kaca

Jumlah ion tiosianat dan hirogen peroksida yang merupakan aktivator enzim laktoperoksidase didalam susu segar hanya sedikit masing-masing 3-5 ppm dan 1-2 ppm (Anang,

Dalam pengaturan latihan dengan metode drill terhadap keterampilan yang jamak seperti halnya pada keterampilan bulutangkis, “terdapat dua cara yang lajim dilakukan yaitu

Banyak jalan yang menikung secara tajam, jadi disarankan para pengemudi diharapkan berhati-hati (khususnya malam hari). Tidak ada pembatas jalan, yang membatasi

Pemanasan global yang memicu anomali iklim. Sederhananya, iklim menyim-pang dari biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik seringnya, gawat-nya, maupun lamanya. Namun

SMP N 1 Sleman merupakan salah satu sekolah yang menjadi tempat Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2016. Gedung utama SMP N