• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limbah Pemanenan Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Limbah Pemanenan Kayu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Hutan adalah salah satu sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya. Hal

ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa sampai saat ini hutan produksi

memperlihatkan peran yang cukup besar dalam ikut menunjang pembangunan

nasional, yaitu memberrikan pemasukan devisa non migas yang cukup besar. Oleh

karena itu sudah selayaknya apabila sumberdaya hutan dikelola dan dimafaatkan

secara lestari.

Lebih lanjut dapat disebutkan fungsi hutan yang mencakup beberapa aspek,

antara lain fungsi ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekologis

hutan adalah berupa perlindungan terhadap tata air, satwa dan plasma nutfah.

Fungsi ekonomis hutan adalah mencakup kebutuhan akan kayu dan hasil hutan

non kayu. Serta fungsi sosial yang meliputi pnyeapan tenaga kerja dan aksesibilitas

atau keterbukaan masyarakat sekitar hutan. Beberapa fungsi hutan tersebut

membentuk suatu kesatuan yang utuh dan tidak akan terwujud tanpa adanya

kegiatan pemanenan kayu yang terencana, efektif dan efisien.

Kegiatan pemanenan kayu adalah kegiatan memindahkan biomassa dari

dalam hutan keluar hutan untuk dimanfaatkan. Kegiatan pemanenan kayu

merupakan kegiatan yang sulit dan berat. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan

baku yang dihadapi seperti kayu dalam bentuk pohon, sarana dan prasarana, serta

faktor alam seperti topografi dan iklim merupakan satu kesatuan yang kompleks

yang harus diselesaikan dengan terarah dan terorganisasi secara baik.

Pada kenyataannya, volume kayu yang dimanfaatkan lebih kecil

dibaningkan volume kayu yang ditebang, sehingga terdapat kayu yang tidak

(2)

mulai mendapat perhatian yang lebih besar dari para pengusaha kayu. Hal ini

terjadi karena akibat munculnya kecenderungan bahwa bahan baku industri

perkayuan semakin lama semakin berkurang. Oleh karena itu volume limbah kayu

perlu ditekan seminimal mungkin, yaitu dengan melakukan kegiatan pemanenan

kayu yang tepat dan cermat dalam hal tenaga kerja, peralatan, cara kerja,

organisasi kerja, pengawasan dan pemeliharaan peralatan.

PENGERTIAN LIMBAH PEMANENAN KAYU

Yang dimaksud dengan limbah pemanenan dalam hal ini adalah bagian

pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab

terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan sebagai

persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh

batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Satrodimejo dan Simarmata, 1978).

Simarmata dan Sinaga (1982) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu

meliputi :

a. Bagian tunggak di atas batas yang diperkenankan.

b. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas

cabang.

Berdasarkan pekerjaannya, Widarmana et al (1973) membedakan kayu

limbah menjadi :

1. Limbah pemanenan (logging waste), yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan

kayu.

2. Limbah industri (processing wood waste), yaitu limbah yang diakibatkan

kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, meubel dan lain-lain.

Berdasarkan terjadinya logging waste dibedakan sebagai berikut :

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(3)

1. Limbah yang terjadi di tempat tebangan (felling area)

Limbah yang terrjadi di tempat tebangan biasanya berupa cabang-cabang,

ranting-ranting yag berdiameter > 10 cm. Kelebihan tunggak dari tinggi yang

dibenarkan (25-50 cm dari permukaan tanah) dan potongan-potongan atau

tatal-tatal akibat pembagian batang (bucking).

2. Limbah yang terrjadi di tempat pengumpulan kayu (log deck)

Limbah yang terjadi di log deck biasanya berbentuk batang yang tidak

memenuhi syarat-syarat kayu ekspor baik kualita maupun ukurannnya. Misalnya

kayu yang bengkok, pecah, busuk dan sebagainya. Pada sistem pemanenan

yang melakukan pembagian batang (bucking) di log deck, limbah yang terjadi

berupa batang-batang pendek, yaitu sisa-sisa pembagian batang tersebut.

3. Limbah yang terjadi di log pond.

Limbah ini umumnya terjadi pada pemanenan kayu rimba di luar pulau

jawa. Limbah di sini terutama disebabkan karena penolakan kualita oleh pihak

pembeli. Kayu-kayu tersebut mungkin disebabkan terlalu lama disimpan di log

pond sehingga kayu menjadi pecah-pecah, busuk atau terkena jamur.

Simarmata dan Haryono (1986) mengartikan limbah pemanenan kayu

sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal

tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak

akibat penebagan dan penyaradan.

Dalam penelitiannya, Widiananto (1981) mengemukakan bahwa limbah

pemanenan kayu di hutan alam tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Timur

mencapai 39,9 %, yang terdiri dari 26,5 % dalam bentuk batang dan 13,4 % dalam

bentuk cabang.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(4)

Penelitian Sugiri (1981) juga mengemukakan bahwa limbah pemanenan

kayu di hutan tropika basah dari suatu HPH di Kalimanan Selatan mencapai 51,0 %

dari tegakan pohon komersial yang ditebang. Limbah tersebut terdapat di areal

tebangan sebesar 42,3 % dalam bentuk batang dan cabang di atas 10 cm, log pond

6,8 % dalam bentuk batang dan log yard 1,9 % dalam bentuk batang.

Simarmata dan Haryono (1980) dari penelitian pada 23 perusahaan yang

tersebar pada 9 propinsi, bagian yang ditinggalkan sampai bebas cabang pertama

meliputi 23,6 % terdiri dari limbah 12,2 % dan cacat 11,4 %, dengan 66,1 %

diantaranya terdapat di petak tebang. Sedangkan sampai diameter 30 cm sebesar

32,7 % dimana 22,4 % berupa limbah dan 10,3 % cacat. Limbah pemanenan kayu

erat kaitannya dengan faktorr eksploitasi. Makin besar limbah pemanenan yang

terjadi berarti faktorr eksploitasi makin kecil. Departemen Kehutanan RI saat ini

menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan,

lima tahunan dan 20 tahunan. Angka tersebut diperoleh dari hasil kesepakatan

antara pemegang kebijakan dan para pakar kehutanan. Berdasarkan hal tersebut

di atas, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan

kayu (penebangan, penyaradan, pengangkutan sampai log pond atau industri

pengolahan kayu) secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi

tentang besarnya faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perrusahaan

pengusahan hutan dalam perencanaan target produksi dam memudahkan bagi

Departemen Kehutanan dalam melaksanakan pengawasan (Lempang et al, 1995).

Selanjutnya Lempang, et al (1995) menjelaskan cara untuk menentukan

faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang

dimanfaatkan dengan bagian batang yang dipekirakan dapat dimanfaatkan. Bagian

batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang mulai dari

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(5)

batas tunggak yang diijinkan sampai cabang pertama. Bagian batang yang

ditinggalkan adalah bagian batsang sampai cabang pertama (bebas cabang) yang

karena sesuatu hal akibat pemanenan kayu menjadi limbah.

PENYEBAB TERJADINYA LIMBAH TEBANGAN

Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978), terjadinya limbah tebangan

yang cukup besar disebabkan oleh :

1. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan

Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurag benar dapat

menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber

chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat

dipakai.

2. Kesalahan dalam menentukan arah rebah.

Dalam melaksnakan penebangan, pada umumnya operator chainsaw

belum mempehatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah

ke arah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga

batang menjadi retak atau pecah. Di samping itu sering pohon yang ditebang

menimpa dan merusak tegakan tinggal.

3. Kesalahan dalam pemotongan batang

Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon

tersebut sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini

dikejakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan scaler, sehingga

menimbulkan limbah.

4. Manajemen yang kurang baik.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(6)

Seringkali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu

dengan yang lain. Kegiatan penebangan dan penyaradan seolah-olah bekrja

sendiri-sendirri, sehinggga dapat menyebabkan kayu yang ditebang tidak

disarad atau baru disarad setelah beberapa waktu kemudian karena tidak

diketahui letaknya oleh penyarad. Dalam hal ini kerjasama yang baik antara

unit-unit kegiatan pemanenan akan menjamin lancarnya kayu sampai ke log

pond. Dengan demikian dapat dihindarkan terlalu lamanya kayu ditinggal di

hutan atau di landing yang dapat menyebabkan terjadinya limbah karena

penurunan kualita.

Penyebab terjadinya limbah menurut Simarmata dan Sinaga (1982) antara

lain :

1. Cara kerja (keterampilan)

2. Keadaan hutan

3. Alat pemanenan kayu

Sastrodimedjo dan Simarmata (1978) mengemukakan bahwa faktor yang

mempengaruhi limbah pemanenan kayu adalah :

1. Topografi

Topografi berpengaruh terhadap kemungkinan dapat tidaknya kayu-kayu

yang ditebang tersebut dimanfatkan.

2. Musim

Musim berpengaruh terhadap kerusakan batang-tang yang baru

ditebang. Dalam musim kemarau kayu lebih mudah pecah karena udara kering.

3. Peralatan.

Yang dimaksud di sini adalah mengenai macam dan kapasitas alat-alat

yang keliru atau tidak tepat dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(7)

dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggalkan karena merupakan sisaa

pemotongan yang tanggung.

4. Cara kerja.

Pekerja tidak terlatih dan tidak menguasai teknik kerja sangat

mempengaruhi faktor ini, misalnya :

1. Membuat tunggak terlalu tinggi

2. Menyebabkan kerusakan pada pangkal batang.

5. Sistem upah.

Besar upah yang kurang memadai menyebabkan cara kerja yang

serampangan. Sebaliknya sistem upah yang menarik akan memberikan

perangsang yang baik terhadap para pekerja untuk melaksanakan pekerjaan

seperti yang diharapkan.

6. Organisasi kerja.

Kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya

dapat menyebabkan tidak sampainya kayu di tempat yang dituju.

7. Permintaan pasar.

Adanya syarat-syarat tertentu yang diminta oleh pasar juga

mempengaruhi besarnya fakor eksploitasi.

Lembaga Penelitian Hasil Hutan (1980) mengemukakan bahwa faktor yang

meempengaruhi besarnya limbah, yaitu :

1. Karena cacat alami; bagian batang yang bengkok dan berlobang, serat

terpuntir, berlekuk dan cacat lainnya.

2. Karena kerusakan alami; pecah, patah, dan sebagainya, baik pada waktu

penebangan, penyaradan dan pengangkutan.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(8)

3. Karena batas ukuran pasaran; adanya permintaan diameter dan panjang

minimum.

4. Karena kurang terampil dalam pembuatan sortimen; sehinga harus ada

pemotongan ulang untuk mempeoleh kualita yang lebih baik akibatnya ada

potongan yang terbuang.

5. Karena kesukaran disebabkan konfigurasi di lapangan; menyebabkan pohon

yang telah ditebang tidak dapat disarad sebagian dan atau seluruhnya.

6. Karena pengujian kembali menjelang pemasaran.

Berdasarkan macam atau bentuk seerta jumlahnya, logging waste menurut

Widarmana (1973) berbeda-beda dan tergantung pada :

1. Tingkat efisiensi eksploitasi (manual atau mekanis).

2. Tujuan pemanenan kayu (mendapatkan kayu untuk keperluan lokal, untuk

industri dalam negeri atau untuk ekspor).

3. Jenis serta nilai kayunya.

4. Tempat atau lokasi serta fasilitas prasarana, misalnya jalan.

Departemen Kehutanan (1989) menyatakan bahwa terjadinya limbah pada

kegiatan pemanenan kayu banyak terjadi karena kesalahan teknis, yaitu :

1. Menebang terlalu tinggi sehinga meninggalkan limbah tunggak yang besar.

2. Pembagian batan (bucking) pada umumnya disesuaikan dengan jenis dan

kapasitass alat angkutan, bukan pada sortimen yang diperlukan oleh industri

pengolahan. Hal ini menyebabkan terjadinya limbah baik di hutan maupun di

lokasi industri.

3. Pohon-pohon yang rusak sebagai akibat penebangan (felling) maupun

penyaradan (skidding) yang kurang terkendali.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(9)

Lempang, et al (1995) menyebutkan faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi besarnya limbah pemanenan yang terjadi adalah sebagai berikut :

1. Panjang kayu di tempat tebangan

2. Rata-rata diameter di tempat tebangan

3. Volume kayu di tempat tebangan

4. Panjang kayu di Tpn

USAHA MENGURANGI LIMBAH PEMANENAN KAYU

Menurut Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (1993), limbah

penebangan pohon dapat dikurangi apabila dalam pembuatan takik rebah dan takik

balas mempertimbangkkan hal-hal sebagai berikut :

1. Membuat arah rebah pohon yang tepat

a. Diusahakan agar arah rebah pohon diarahkan pada tempat-tempat yang sedikit

mungkin merusak pohon inti dan ppermudaan jenis komersial lainnya.

b. Diarahkan ke arah bukit atau tempat yang datar atau searah dengan jalan

traktor dengan maksud untuk memudahkan penyaradan kayu dari tempat

tebangan ke Tpn. Diusahakan agar arah rebah menghindari arah rebah ke

jurang atau ke tempat yang curam, karena akan menyebabkan kayu hasil

penebangan sulit atau tidak dapat disarad oleh traktor.

2. Diupayakan agar takik rebah serendah mungkin, sehinggga tunggak pohon

hampir rata dengan tanah.

3. Untuk mendapatkan mutu kayu yang tinggi, maka arah rebah pohon diusahakan

sedemikian rupa agar batang pohon tidak patah atau pecah.

Hasil penelitian Simarmata dan Satrodimedjo (1978) menyebutkan bahwa

untuk mengurangi limbah perlu diusahakan :

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(10)

1. Adanya industri-industri yang menggunakan bahan baku dari sisa kayu.

2. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja, terutama di bidang penebangan dan

penyardan.

3. Memberikan upah yang menarik.

4. Adanya pemberian tanda pada tegakan sisa.

Soewito (1980) mengemukakan bahwa usaha-usaha untuk mengurangi

limbah pemanenan kayu adalah :

1. Mendirikan industri pengolahan hasil hutan yang memanfaatkan log berkualitas

rendah.

2. Perencanaan dan pelaksanaan pemanenan yang baik serta pengawsan dan

sanksi yang keras perlu dilaksanakan.

3. Perbaikan teknik pemanenan dengan cara meningkatkan keterampilan operator

yang meliputi cara-cara penebangan, penyardan, pengangkutan dan lain-lain.

KESIMPULAN

1. limbah pemanenan kayu sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal

dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang

ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak akibat penebagan dan

penyaradan

2. Salah satu usaha untuk mengurangi limbah pemanenan kayu adalah

dengan cara perencanaan dan pelaksanaan pemanenan yang baik serta

pengawsan dan sanksi yang keras perlu dilaksanakan. Serta perbaikan

teknik pemanenan dengan cara meningkatkan keterampilan operator yang

meliputi cara-cara penebangan, penyardan, pengangkutan dan lain-lain.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Conway, S. 1976. Logging Practices. Principles of Timber Harvesting System. Miller Freema Publication, Inc. Washington.

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alam Daratan. Jakarta.

Dulsalam. 1988. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Suamtera barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Vol. V. No. 2. LPHH. Bogor.

Elias, 1997. Conventional Versus Reduced Impact Wood Harvesting in Tropical Natural Forest in Indonesia. A Paper Submitted to XI. World Forestry Congress, 13-22 October, in Antalya, Turkey.

Enters T. 2001. Trash or Treasure ? Logging and Mill Residues in Asia and the Pasific. Asia-Pasifik Forestry Commission. FAO. Bangkok.

Hariyani A. 2000. Pengaruh Lereng dan Diameter Kayu Terhadap Produktivitas, Biaya dan Volume Limbah dalam Kegiatan Penebangan di Hutan Alam. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.

Lempang, M et. al 1995. Faktor Eksploitasi pada Pemungutan Kayu dengan

Sistem Mekanis di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. IX. No. 2. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang.

Sastrodimedjo, R.S. dan S.R. Simarmata. 1980. Cara-cara Mengurangi Limbah di Bidang Eksploitasi Hutan. Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Peneliitian Hasil Hutan. Bogor.

Simarmata, S.R. dan Haryono. 1986. Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 3. No. 1. Bogor.

Soewito. 1980. Limbah Eksploitasi Hutan pada Areal Bekas Tebangan. Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Sugiri, E.W. 1981. Penelitian Prosentase Limbah Pembalakan Tegakan Meranti Berdasarkan Volume Total di Kesatuan Pemangkuan Usaha PT. Inhutani II Kalimantan Selatan. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(12)

Sularso, H. 1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Terkendali dan Konvesnional Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.

Simarmata, S.R. dan M. Sinaga. 1982. Pengurangan Limbah Tebangan Melalui Latihan Kerja pada Perusahaan Hutan di Indonesia. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Suhartana, S. dan Dulsalam. 1994. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan dan Penyaradan, Kasus di Suatu Perusahaan Hutan di Riau. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 12, No. 1 pp. 25-29. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Widarmana, S et al. 1973. Penelitian Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana Institur pertanian Bogor. Bogor.

Widiananto, T.H. 1981. Suatu Studi Mengenai Limbah Tebangan dalam Eksploitasi Hutan PT ITCI Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yudiarto, M.I.M. 1997. Volume dan Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(13)

KARYA TULIS

LIMBAH PEMANENAN KAYU

OLEH :

M U H D I

NIP 132 296 512

DEPARTEMEN KEHUTANAN

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(14)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, peulis panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah

meberikan rahmat dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ini.

Karya tulis ini berjudul “ Limbah Pemanenan Kayu”. Semoga karya tulis ini

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini sangat penulis

harapkan.

Medan, Juli 2006

Penulis

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Pendahuluan ...1

Pengertian Limbah Pemanenan Kayu...2

Penyebab Terjadinya Limbah pemanenan kayu ...6

Usaha Mengurangi Limbah Pemanenan Kayu...11

Kesimpulan ...12

Muhdi: Limbah Pemanenan Kayu, 2006

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Meskipun terdapat perbedaan rataan tersebut namun bila ditinjau dari kriteria sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), masing-masing

Setiap objek akan direpresentasikan dengan menggunakan pergerakkan banyak titik fitur. Maka dua buah titik fitur akan berada pada objek yang sama bila memiliki pergerakkan yang

Sejalan dengan perkembangan pendidikan pada masa Iskandar Muda, berkembang pula kebudayaan di kerajaan Aceh, terutama dalam bidang kesusastraan. Di bidang ini, Aceh telah menjadi

265 S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PATI SURO AMONG SAPU KEBAS PUTRAB.S210578 L MA MIFTAHUL JINAN GLUGU IPS 266 S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PRAHARA KENDALI PUTRA 211171 L MA MA'ARIF 7

Suruhanjaya Pilihan Raya, mengikut kehendak- kehendak Fasal (2) Perkara 113 Perlembagaan Persekutuan, telah mengkaji semula pembahagian Negeri Sarawak kepada Bahagian-Bahagian

dimana kode-kode barcode tersebut apabila diterjemahkan hasilnya adalah NIM dari mahasiswa yang bersangkutan. Adapun proses input datanya yaitu, barcode yang

Penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung pada PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Padang, dengan

Guru PAUD yang mempunyai kualifikasi akademik S1 pendidikan lain yang relevan, seperti PGSD, BK, PLB, dan PLS tidak mendapatkan bekal yang cukup tentang pengembangan keterampilan