PENDAHULUAN
Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu kegiatan dalam pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan. Dewasa ini kegiatan pemanenan kayu
telah berlangsung secara intensif. Sistem pemanenan kayu ditinjau dari derajat mekanisasinya yang dibagi menjadi tiga macam yaitu sistem manual, sistem semi mekanis dan sistem mekanis. Sistem manual dicirikan dengan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang
PENGARUH PEMANENAN KAYU TERHADAP POTENSI KARBON TUMBUHAN BAWAH DAN SERASAH DI LAHAN GAMBUT (Studi Kasus di Areal HTI Kayu
Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau)
Effect of Timber Harvesting to Potential Carbon of Understorey and Litter in Peat Land (Case Study in the Area of Wood Fiber HTI PT. RAPP Sector Pelalawan,Riau Province)
Yuniawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan
Jl. Gunung Batu No.5 Bogor, Indonesia
ABSTRACT. The aim of this study is effect of timber harvesting on potential carbon of understorey and litter in peatlands, case studies in the area of plantation wood fiber PT. RAPP Sector Pelalawan, Riau Province. The results showed that: Potential carbon of understorey and litter are needed in order to calculate the total potential carbon on the above of the peat soil. In the area after timber harvesting potential carbon of understorey and litter are smaller than the area under the stands of stands acaci crassicarpa age 2,3,4 and 5. Potential mass carbon understorey and litter in the area after timber harvesting is reduced respectively 4.55% and 4.02% of the potential mass carbon of understorey and litte as a whole. This indicates that timber harvestin conducted can reduce the potential for mass carbon in the above of peat at 8.57%. Implement timber harvesting on peatlands should reduce impact logging.
Keywords: Carbon, understorey, litter, timber harvesting
ABSTRAK. Tujuan penelitian ini adalah pengaruh kegiatan pemanenan kayu terhadap potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah di lahan gambut, studi kasus di areal HTI kayu serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah sangat dibutuhkan guna menghitung potensi total karbon di atas permukaan tanah gambut.
Pada areal setelah pemanenan kayu potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah lebih kecil daripada yang berada pada areal dibawah tegakan acacia crassicarpa umur tegakan 2,3,4 dan 5 tahun. Potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah pada areal setelah dilakukan pemanenan kayu menjadi berkurang masing-masing 4,55% dan 4,02% dari potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan pada areal lahan gambut dapat mengurangi potensi massa karbon pada lapisan atas gambut sebesar 8,57%.
Kegiatan pemanenan kayu di lahan gambut harus menerapkan pemanenan kayu ramah lingkungan.
Kata Kunci : Karbon, tumbuhan bawah, serasah, pemanenan kayu Penulis untuk korespondensi : surel [email protected]
tradisional melibatkan teknologi sederhana dan umum- nya dilaksanakan dengan tenaga manusia. Sistem semi mekanis merupakan sistem pemanenan kayu yang dilakukan tenaga manusia namun dengan bantuan mesin pemanenan. Sedangkan sistem mekanis meru- pakan sistem pemanenan kayu dengan menggunakan mesin-mesin teknologi lebih maju. Sistem ini biasanya diterapkan pada pekerjaaan skala besar di hutan alam.
Dalam merekayasa sistem pemanenan kayu selain aspek teknis, sosial, ekonomis dan lingkungan juga harus dipertimbangkan aspek penciptaan lapangan kerja (Elias, 2002).
Pemanenan kayu (penebangan dan penyaradan) yang dilakukan akan menimbulkan dampak yang tidak dapat dihindari yaitu kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan lantai hutan, mengurangi stok karbon, meningkatnya kepadatan tanah dan lain-lain. Setiap kegiatan pemanenan kayu akan mengurangi stok kabon dalam hutan, karena tidak semua bagian pohon yang ditebang dapat dimanfaatkan bahkan sebagian besar akan ditinggalkan. Kegiatan pemanenan pohon-pohon komersial mengakibatkan terjadinya penurunan biomas- sa dalam tegakan hutan, hal ini juga berarti terjadinya pengurangan simpanan karbon dalam hutan.
Kerusakan yang ditimbulkan akibat pemanenan kayu tidak hanya pada tegakan tinggal dan tanah tetapi juga tumbuhan bawah dan serasah. Peranan tumbuhan bawah dan serasah dalam ekologi hutan sangat besar karena dapat menahan pukulan air hujan, aliran permukaan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi air dan tumbuhan bawah sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah.
Soerianegara dan Indrawan (2008) menyatakan bahwa tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan meliputi rerumputan, herba dan semak belukar. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E.
Serasah didefinisikan sebagai tumpukan dedaunan kering, ranting dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah.
Serasah umumnya dihitung biomassanya dengan metode pemanenan atau pengumpulan. Serasah bisa dipisahkan lagi menjadi lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan lapisan di lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, ser- pihan kulit kayu, lumut dan lumut kerak mati, dan ba- gian buah dan bunga. Lapisan dibawah serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah terdekomposisi dengan baik (Sutaryo, 2009).
Biomassa hutan dinyatakan dalam satuan berat kering oven persatuan luas yang terdiri dari berat daun, bunga, buah, cabang, ranting, batang, akar serta pohon mati. Besarnya biomassa hutan tanaman ditentukan oleh umur tanaman, diameter, tinggi, kesuburan tanah serta sistem silvikultur yang diterapkan. Pendugaan biomassa hutan tanaman tropis sangat diperlukan karena berpengaruh pada siklus karbon (Morikawa 2002, diacu dalam Heriyanto dan Siregar 2007).
Hairiah dan Rahayu (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan keberadaannya di alam maka tiga komponen karbon (Biomassa, nekromassa dan bahan organik tanah) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : (1) Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, nekromassa dan seresah; dan (2) Karbon di dalam tanah meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan pemanenan kayu terhadap potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah di lahan gambut di areal HTI kayu serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau. Manfaat tulisan ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perumusan kebijakan kehutanan terutama yang menyangkut masalah karbon hutan.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Lokasi penelitian disajikan pada lampiran 1. Pengujian karbon dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Nopember 2010.
Bahan dan Alat
Bahan dalam penelitian ini terdiri dari tumbuhan bawah dan serasah. Alat yang digunakan terdiri dari:
kompas, rollmeter, tali rafia, spidol permanen, timbangan besar kapasitas 25-100 kg, timbangan kecil 0,5-2 kg, sekop, label, kantong plastik ukuran 1 kg, terpal, tanur, oven, sekop, cawan aluminium, alat tulis, kalkulator, perangkat lunak (software) Microsoft Word, Microsoft Excel dan SPSS 15.
Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapangan dan di laboratorium. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi literatur. Data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan meliputi berat basah tumbuhan bawah dan serasah dari plot contoh. Data primer yang diperoleh dari uji bahan di laboratorium terdiri dari kadar air, berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon dari contoh uji yang diambil di lapangan. Data sekunder yang diambil meliputi hasil inventarisasi hutan perusahaan, peta lokasi penelitian, keadaan umum lokasi penelitian (meliputi letak, luas, kondisi tegakan), kondisi fisik (tanah, topografi, iklim, curah hujan) dan data lain yang diperlukan.
Prosedur Pengumpulan Data Di Lapangan Pada areal tegakan umur 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun ditetapkan masing-masing 3 ulangan petak ukur. Untuk pengambilan contoh sampel tumbuhan bawah dan serasah diwakili oleh sub plot contoh berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam plot contoh. Sub plot contoh tersebut diletakkan pada pertengahan poros jalur plot. Pengukuran massa karbon tumbuhan bawah dilakukan dengan pengambilan contoh melalui metode destructive (merusak bagian tanaman). Tumbuhan bawah dan serasah dalam tiap sub plot masing-masing dipanen dan dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat basah tumbuhan bawah dan serasah, kemudian mencincang dan mencampur selanjutnya pengambilan contoh uji masing-masing sebanyak 1 kg, dimasukkan kedalam kantong plastik dan pemberian label.
Gambar 1. Lokasi Penelitian Figure 1. Research Site
Prosedur Pengumpulan Data di Laboratorium Kadar Air (ASTM D 4442-07)
Contoh uji kadar air dari bagian daun, ranting diambil masing-masing ± 300 gram.
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah me- nimbang berat basah contoh uji, mengeringkan contoh uji dalam tanur suhu 103 ± 2o C sampai tercapai berat konstan, kemudian memasukkan kedalam eksikator dan menimbang berat keringnya dan penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. Pengukuran kadar air terhadap sampel sebanyak tiga kali ulangan (Elias dan Wistara, 2009):
Kadar Zat Terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang meng- gunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah dengan Memotong sampel dari tiap bagian pohon berkayu menjadi bagian- bagian kecil, sedangkan sampel bagian daun dicincang, Mengoven sampel pada suhu 80oC selama 48 jam, Menggiling sampel kering menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill), Menyaring serbuk hasil gilingan dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh, Memasukkan serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr ke dalam cawan porselin, kemudian menutup rapat cawan dengan penutupnya, dan menimbangnya dengan alat timbang Sartorius, Memasukkan contoh uji ke dalam tanur listrik bersuhu 950--oC selama 2 menit. Kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan melakukan
penimbangan, dan Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel sebanyak tiga kali ulangan (Elias dan Wistara, 2009).
Kadar Abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866- 94.
Prosedurnya adalah dengan memasukkan sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang ke dalam tanur listrik bersuhu 750oC selama 6 jam, mendingin- kannya ke dalam eksikator dan kemudian menimbang untuk mencari berat akhirnya. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Pengukuran kadar abu terhadap sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (Elias dan Wistara, 2009).
Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Pengolahan Data Kadar Air
Persen kadar air dihitung dengan menggunakan rumus menurut Haygreen dan Bowyer, 1989
Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang dihitung dengan rumus menurut ASTM (1990a).
Kadar Abu
Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus menurut ASTM (1990b).
Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon dalam bagian-bagian pohon berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Untuk mengetahui perbedaan potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah di analisis menggunakan uji beda nilai tengah uji t menggunakan software SPSS 15. Parameter yang diuji adalah perbedaan massa karbon tumbuhan bawah dan serasah
di bawah tegakan pada umur tegakan 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun dan 0 tahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Laboratorium
Hasil pengujian laboratorium meliputi kadar air (%), kadar zat terbang (%), kadar abu (%) dan kadar karbon (%) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa tumbuhan bawah yang berada di bawah tegakan Aca- cia crassicarpa umur 5 tahun memiliki rata-rata kadar karbon 32,73% lebih tinggi daripada pada umur tegakan 2,3,4 dan 0 tahun. Tingginya rata-rata kadar karbon tersebut disebabkan pada umur 5 tahun kerapatan tegakan sudah mulai berkurang akibat tumbang karena angin dan hama penyakit, sehingga lantai areal tersebut lebih banyak terkena sinar matahari. Dengan penyinaran matahari yang bagus pertumbuhan tumbuhan bawah menjadi bagus, sehingga proses fotosintesis pada tumbuha bawah juga berjalan lancar. Banyaknya sinar matahari yang ditangkap oleh daun hijau tumbuhan bawah berakibat pada banyaknya kandungan karbon yang ditangkap oleh daun tersebut. Sedangkan rata- rata kadar karbon serasah yang berada di bawah tegakan umur 3 dan 4 tahun lebih tinggi daripada tegakan umur lainnya. Hal ini disebabkan umur tegakan 3 dan 4 tahun tegakan Acacia crassicarpa sudah mengalami pertumbuhan tanaman dimana ukuran daun semakin lebar dan tergolong masih memiliki kerapatan tegakan yang rapat. Dengan kondisi yang demikian pada saat daun berguguran menjadi serasah, kandungan karbon di daun ikut terbawa didalam daun.
Semakin rapat tegakan jumlah serasah semakin banyak karena gugurnya daun sehingga karbon yang ada di serasah menjadi semakin tinggi.
Pendugaan Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah
Tumbuhan bawah yang ada di lokasi penelitian sejenis pakis. Hasil analisis laboratorium biomassa tumbuhan bawah dan serasah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Pengujian Laboratorium Table 1. Testing Result on Laboratory
Keterangan: KA = kadar air; KZT = kadar zat terbang;
Kadar abu = kadar abu; K.karbon = kadar karbon.
Tabel 2. Potensi biomassa pada tumbuhan bawah dan serasah (ton/ha)
Table 2. The potential of biomass in the understorey and litter (t/ha)
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa serasah lebih tinggi daripada tumbuhan bawah terutama pada umur tegakan 5 tahun dengan rata-rata 8,45 ton/ha. Hal tersebut disebabkan jumlah daun lebih banyak, yang ditunjukkan dengan rata-rata berat basah hasil timbangan di lapangan daun pada kelas umur tersebut lebih berat daripada berat basah daun kelas umur lain yaitu 43,49 kg. Semakin banyak daun maka jumlah serasah akan menumpuk semakin banyak. Se- cara umum terjadi penambahan biomasa serasah seiring pertambahan umur pohon. Karena pertambahan umur pohon berbanding lurus dengan keragaman tumbuhan bawah dan banyaknya ranting dan daun pohon yang jatuh sehingga mengakibatkan karbon bertambah.
Sedangkan untuk rata-rata biomassa tumbuhan bawah pada umur tegakan 2 tahun lebih kecil daripada kelas umur lain yaitu 3,58 ton/ha. Hal ini disebabkan karena pada umur tegakan 2 tahun kondisi lahan masih rapat dengan pepohonan sehingga jumlah cahaya
matahari yang masuk sedikit akibatnya tumbuhan bawah tidak dapat tumbuh dengan subur karena kurang mendapat cahaya matahari. Menurut Daniel et al (1987) tumbuhan bawah menerima cahaya yang tersaring melalui tajuk atas. Pada tegakan yang rapat lamanya waktu masuknya cahaya ke lantai hutan menjadi rendah. Oleh karena itu waktu efektif tersedianya cahaya matahari yang cukup bagi tumbuhan bawah dipengaruhi oleh kerapatan tegakan.
Pada umur tegakan 0 tahun (setelah pemanenan kayu) rata-rata biomassa serasah dan tumbuhan bawah masing-masing 1,42 ton/ha dan 1,1 ton/ha, lebih kecil daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan pada umur tegakan 0 tahun kondisi lahan setelah dilakukan pemanenan, sehingga untuk tumbuhan bawah banyak yang mati akibat tertimpa pohon tumbang dan gerakan traktor untuk mengambil kayu. Demikian juga untuk serasah, akibat kegiatan traktor tersebut banyak sera- sah yang terpendam kedalam tanah gambut. Hasil penelitian Istomo (2002) menyatakan bahwa telah terjadi pengurangan jatuhan serasah akibat penebangan pohon sekitar 25%. Sedangkan hasil penelitian Junaedi (2007) menunjukkan bahwa rendahnya kerapatan vegetasi tumbuhan bawah di areal bekas tebang 0 tahun kemungkinan disebabkan karena banyaknya vegetasi tumbuhan mengalami kerusakan bahkan mengalami kematian akibat kegiatan pemanenan kayu yang baru dilakukan sehingga berpengaruh terhadap jumlah kerapatan.
Pendugaan Potensi Massa Karbon Tumbuhan Bawah dan Serasah
Serasah pada penelitian ini didominasi oleh daun- daun Acacia crassicarpa yang jatuh baik masih segar maupun sudah layu berwarna coklat dan tumbuhan bawah pakis. Hasil analisis rata-rata massa karbon tumbuhan bawah dan serasah ditunjukkan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur tegakan 5 tahun memiliki rata-rata massa karbon serasah (2,72 ton/ha) dan tumbuhan bawah (2,31 ton/ha) lebih tinggi daripada kelas umur yang lain. Hal ini disebabkan karena biomassa serasah dan tumbuhan bawah pada kelas umur tersebut lebih tinggi.
Massa karbon serasah dan tumbuhan bawah pada kelas umur tegakan 0 tahun lebih rendah daripada umur
UmurTegakan (tahun)
Sampel Parameter
KA (%) KZT (%) K.abu
(%) K.Karbon (%)
2 Tumbuhan
bawah/Understorey 9,35 73,33 2,71 23,96 Serasah/litter 8,67 65,30 3,43 31,28
3 Tumbuhan
bawah/Understorey 9,79 65,45 3,42 31,13 Serasah/litter 8,83 63,63 3,40 32,90 4 Tumbuhan bawah /
Understorey
8,37 65,24 3,31 31,45
Serasah/litter 9,39 64,11 2,98 32,91 5 Tumbuhan bawah /
Understorey
10,86 63,44 3,83 32,73
Serasah//litter 9,29 64,18 3,32 32,50 0 Tumbuhan bawah /
Understorey 9,58 70,97 2,27 26,76
Serasah//litter 10,08 74,14 2,90 22,89
Umur tegakan
(tahun) Potensi biomassa (ton/ha) Tumbuhan bawah Serasah
2 3,28 5,21
3 4,09 4,69
4 4,75 6,29
5 7,1 8,45
0 1,1 1,42
tegakan yang lain yaitu 0,32 ton/ha dan 0,27 ton/ha.
Hal ini disebabkan areal penelitian telah dilakukan pemanenan kayu sehingga banyak tumbuhan bawah dan serasah yang rusak atau mati tertimpa pohon tebangan dan laju traktor penyarad. Perbedaan tersebut disebabkan karena pada setiap umur tegakan memiliki kerapatan tumbuhan bawah yang berbeda.
Tabel 3. Potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah (ton/ha)
Table 3. Potential mass carbon of understorey and lit- ter (t / ha)
Tabel 4. Beberapa hasil penelitian potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah Table 4. Some research potential mass carbon of
understorey and litter
Keterangan : A = Handini , dkk (2012); B = Zulkifli, dkk (2012); C = Windusari, dkk (2012); D = Heriyanto, dkk (2010); E = Fitria (2011); dan F = Sekarini (2010)
Kerapatan tersebut merupakan salah satu faktor tingginya potensi massa karbon. Dengan kerapatan tinggi maka massa karbon tumbuhan bawah menjadi rendah karena sinar matahari tidak sampai menyentuh lantai hutan akibatnya pertumbuhan tumbuhan bawah tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga serasah dari tumbuhan bawah juga menjadi sedikit. Sedangkan serasah, pada kerapatan tegakan yang tinggi memung-
kinkan lebih banyak daun atau ranting yang gugur sehingga memiliki produksi serasah lebih tinggi. Pada kerapatan tegakan rendah cahaya matahari dapat masuk ke lantai hutan akibatnya suhu tanah lantai hutan meningkat. Akibatnya dapat mempercepat aktivitas dekomposer dalam proses perombakan serasah.
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) jumlah karbon tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya. Tingginya kerapatan pohon memungkinkan lebih banyak daun atau ranting yang gugur sehingga memiliki produksi serasah lebih tinggi.
Potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah pada areal setelah dilakukan pemanenan kayu menjadi berkurang masing-masing 4,55% dan 4,02%
dari potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan pada areal lahan gambut dapat mengurangi potensi massa karbon pada lapisan atas gambut sebesar 8,57%.
Beberapa hasil penelitian potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah disajikan pada Tabel 4.
Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah dipengaruhi oleh kondisi lahan dan jenis tegakan. Hasil penelitian ini pada areal setelah pemanenan kayu (0 tahun) diperoleh potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah masing-masing 0,27 ton/ha dan 0,32 ton/ha lebih kecil daripada keberadaan tumbuhan bawah dan serasah pada tegakan Acacia crassicarpa 2,3,4,5 tahun. Kecilnya potensi karbon setelah pemanenan kayu disebabkan karena banyaknya tumbuhan bawah yang rusak akibat gerakan traktor saat mencabut pohon dari akar dan menyarad kayu, begitu juga dengan serasah, akibat pemanenan kayu banyak serasah yang hilang dan terpendam kedalam gambut, sehingga berat basah yang diperoleh dari serasah menjadi sedikit.
Rendahnya potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah dapat berpengaruh pada jumlah total potensi karbon diatas permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena karbon tumbuhan, karbon serasah, karbon tegakan dan karbon nekromassa digunakan untuk menghitung jumlah total karbon diatas permukaan tanah. Oleh karena itu agar potensi penyerapan karbon
Umur Tegakan Potensi massa karbon (ton/ha) Tumbuhan bawah Serasah
2 0,86 1,64
3 1,27 1,54
4 1,50 2,06
5 2,31 2,72
0 0,27 0,32
Penelitian Tegakan Kondisi lahan Karbon tumbuhan
bawah (ton/ha) Karbon serasah/
(ton/ha)
A - Agroforestri
Wanatani Penggembalaan di Sumbawa dan Agroforestri Pemberaan Lombok Timur
110,62 244,59
B - Kawasan hijau
Pulokerto - 243,768
C - Kawasan suksesi
alam blok B4BL dan B5BL
23,87 5,9
D Pinus merkusii umur 20 tahun
Pinus merkusii umur 5 tahun
Mahoni umur 9 tahun Jati umur 7 tahun
-- --
1,140,81 0,600,54
-- --
E - Primary forest
LOADegraded forest Secondary forest
- -- -
4 3,732,85 2,14 F Pinus tanaman 1984
Pinus tanaman 1993 Jati tanaman 1993 Jati tanaman 2006
-- --
7,824,41 3,533,16
diatas permukaan gambut tidak berkurang dan produksi kayu tetap terpenuhi maka dalam kegiatan pemanenan kayu di lahan gambut tersebut perlu diperhatikan peng- gunaan teknik pemanenan kayu ramah lingkungan seperti pemilihan jenis peralatan pemanenan harus memperhatikan kondisi gambut yang rapuh dan peningkatan keterampilan operator alat lebih ditingkatkan.
KESIMPULAN
Potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah sangat dibutuhkan guna menghitung potensi total karbon di atas permukaan tanah gambut. Kerapatan tegakan ikut mempengaruhi potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah. Pada areal setelah pemanenan kayu potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah lebih kecil daripada yang berada pada areal dibawah tegakan acacia crassicarpa umur tegakan 2,3,4 dan 5 tahun.
Potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah pada areal setelah dilakukan pemanenan kayu menjadi berkurang masing-masing 4,55% dan 4,02% dari potensi massa karbon tumbuhan bawah dan serasah secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan pada areal lahan gambut dapat mengurangi potensi massa karbon pada lapisan atas gambut sebesar 8,57%. Kegiatan pema- nenan kayu di lahan gambut harus menerapkan pemanenan kayu ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society For Testing Material. 1990a.
ASTM D 5832-98. Standard Test Method For Vola- tile Matter Content of Active Carbon. Philadelphia.
[ASTM] American Society For Testing Material. 1990b.
ASTM D 2866-94. Standard Test Method For To- tal Ash Content of Actived Carbon. Philadelphia.
Daniel TW, John AH, and Frederick SB. 1987. Prinsip- prinsip silvikultur edisi kedua. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Djoko Marsono Editor Ir. Oemi Hani’I Soeseno. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Diajeng Ayu Sekarini. 2010. Studi keanekaragaman jenis dan kandungan karbon tumbuhan bawah pada tegakan tusam (Pinus merkusii Jungh. Et De
Vriese) dan Jati (Tectona grandis L.f) di KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
[Skripsi]. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Elias 2002. RIL Buku 1. Fakultas Kehutanan, IPB Press Bogor.
Elias, Wistara NJ. 2009. Studi metode estimasi massa karbon pohon jeunjing (Paraserianthes falcataria L Nielsen) di hutan rakyat. Jurnal Management Hutan Tropika. J of Tropical Forest Management 10(2):1-23. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre ICRAF South- east Asia Regional Office. Bogor.
Haygreen JG, and Bowyer JL. 1989. Hasil hutan dan ilmu kayu. Suatu pengantar. Gadjah Mada Uni- versity Press. Yogyakarta.
Heriyanto NM, Siregar CA. 2007. Biomasa dan kandungan karbon pada hutan tanaman tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) umur lima tahun di Cianten, Bogor. Jurnal penelitian Hutan dan Konservasi Alam 4(1): 75-81. 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Heriyanto, N.M., A. Wibowo dan R. Garsetiasih. 2010.
Potensi Karbon pada Hutan Tanaman Tusam, Mahoni, Jati di Jawa Barat dan Banten. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7(3):147-154. Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan. Bogor.
Istomo. 2002. Kandungan fosfor dan kalsium serta penyebarannya pada tanah dan tumbuhan hutan rawa gambut (Studi kasus di wilayah bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau). [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Junaedi, A. 2007. Dampak pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap potensi kandungan karbon dalam vegetasi hutan alam tropika (Studi kasus di areal IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Puti Fitria. 2011. Pendugaan potensi karbon Bahan organik mati berdasarkan tingkat dekomposisi di
empat kondisi hutan gambut (SK di Areal IUPHHK- HA PT Diamond Raya Timber, Propinsi Riau).
[Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Soerianegara, I dan A. Indrawan. 2008. Ekologi hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sutaryo, D. 2009. Perhitungan Biomassa (Sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon). http://www.wetlands.or.id/PDF/
Penghitungan%20Biomasssa.pdf [2 Des 2012].
Windusari, Y., Nur, A.P. Sari, I. Yustian dan H. Zulkifli.
2012. Dugaan Cadangan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah di Kawasan Suksesi Alami Pada Area Pengendapan Trailing.
Biospecies 5(1):22-28. Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Zulkifli,H., Yustian dan Setiawan,D. 2010. Kandungan Karbon tersimpan dalam serasah sebagai mitigasi dampak perubahan iklim perkotaan. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Indonesia. 13-14 Desember 2010. http://
eprints.unsri.ac.id/id/eprint/341