SKRIPSI
PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY DALAM PEMBENTUKAN
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013
OLEH
ADELAIDE C TAMBUNAN 110502163
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY DALAM PEMBENTUKAN
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan Pecking Order Theory dapat menjelaskan perilaku struktur modal perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013 atau tidak dan untuk menentukan antara hutang jangka panjang atau penerbitan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam membiayai defisit pendanaan perusahaan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Watson dan Wilson (2002) dan model Shyam-Sunder dan Myers (1999). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi dokumentasi yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan saham ok (www.sahamok.com). Data yang digunakan daam penelitian ini adalah perubahan total harta, laba ditahan, penerbitan ekuitas, jumlah hutang, hutang jangka panjang, defisit pendanaan dan perubahan tingkat suku bunga dari perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013. Teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi Data Panel. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku kebijakan struktur modal dari perusahaan yang diteliti ternyata tidak mengikuti pola stuktur modal yang diungkapkan oleh Pecking Order Theory. Perusahaan lebih menggunakan hutang daripada penerbitan ekuitas.
ABSTRACT
TESTING OF PECKING ORDER THEORY IN CAPITAL STRUCTURE FORMATION OF CONSUMER GOODS FIRMS LISTED IN BEI
FOR THE PERIOD 2010-2013
The purpose of this study is to prove the Pecking Order Theory can explain the behavior of the capital structure formation of consumer goods firms listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2010-2013 or not and to determine the long-term debt or equity issues that used by firms in the funding their financial deficit. The models that used in this study are Watson dan Wilson Model (2002) and Shyam-Sunder and Myers (1999). Collecting data is undertaken by using documentation study, data is collected from the Indonesian Stock Exchange (www.idx.co.id) and saham ok (www.sahamok.com). The data that used in this study are total assets, retained earnings, equity issues, total debt, long-term debt, flow of funds deficit and the changes in interest rates in consumer goods firms listed in Indonesian Stock Exchange for the periode 2010-2013. This research finds that the capital structure behavior of the sample firms do not follow the same pattern proposed by the pecking order theory. The consumer goods firms used debt rather than equity issues.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan Yesus Kristus
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “PENGUJIAN
PECKING ORDER THEORY DALAM PEMBENTUKAN STRUKTUR
MODAL PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang
(Robert Tambunan, S.E dan Elpi Romei Br. Siregar) yang selalu ada dan
mendoakan penulis serta menjadi motivasi utama dan penyemangat bagi penulis
untuk berusaha memberikan yang terbaik selama ini, terutama selama penulisan
skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan bimbingannya, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME dan Dra. Marhayanie, M.Si, selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, dan Dra. Friska Sipayung, M.Si,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi
4. Bapak Drs. Syahyunan M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan, perbaikan, dan saran dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA, selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
memberikan masukan dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama masa perkuliahan.
7. Kakak dan adik-adik tercinta (Olivia Febrina Tambunan, Kharisma Grace
Tambunan dan Roel Johannes Tambunan). Kalian yang pasti selalu
mendukung dalam segala hal termasuk selama penulisan skripsi ini.
8. Teman seperjuangan skripsiku, Donartauli Saragih dan Yolanda A Tarigan,
yang dari awal sampai akhir usaha sama-sama demi skripsi ini. Karena kalian
juga aku berusaha cepat ngerjain skripsi ini.
9. Teman- teman seperjuangan selama kuliah yang dari semester awal udah
sama dan langgeng sampai sekarang dan sampai hari kedepan nanti (Elsa,
Dona, Yolanda, Artha), serta kepada teman-teman Manajemen angkatan
2011.
10. Terakhir buat semua keluarga dan sahabat-sahabat semua yang tidak bisa
disebut satu per satu terima kasih buat segala dukungan moril maupun doa
nya.
Penulis menyadari mungkin dalam skripsi ini terdapat kekurangan dan
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca.
Medan, April 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Struktur Modal ... 8
2.1.1. Pengertian Struktur Modal ... 8
2.1.2. Sumber-sumber Pendanaan Perusahaan ... 10
2.2. Teori Struktur Modal ... 12
2.3. Penelitian Sebelumnya ... 18
2.4. Kerangka Pemikiran ... 22
2.5. Hipotesis Penelitian ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1. Jenis Penelitian ... 24
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
3.3. Batasan Operasional ... 24
3.4. Definisi Operasional ... 25
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
3.6. Jenis data ... 29
3.7. Metode Pengumpulan Data ... 29
3.8. Teknik Analisis Data ... 29
3.8.1. Pengujian Model Data Panel ... 29
3.8.2. Model Penelitian ... 31
3.8.2.1 Model Watson dan Wilson ... 31
3.8.2.2 Model Shyam-Sunder dan Myers ... 32
3.9. Pengujian Hipotesis ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
4.2. Hasil Penelitian ... 45
4.2.1. Pengujian Model Data Panel ... 45
4.2.2. Pengujian Hipotesis ... 48
4.3. Pembahasan ... 53
4.3.1. Model Watson dan Wilson (2002) ... 53
4.3.2. Model Shyam-Sunder dan Myers (1999) ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Perubahan Jumlah Laba Ditahan Beberapa Perusahaan ... 3
1.2 Perubahan Jumlah Hutang Beberapa Perusahaan ... 4
2.1 Penelitian Terdahulu ... 20
3.1 Ringkasan Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian ... 27
3.2 Sampel Penelitian ... 28
4.1 Uji Chow Test ... 45
4.2 Hausman Test ... 46
4.3 Hasil Regresi Panel Data Model Watson dan Wilson ... 48
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Variabel ... 61
2. Variabel Laba ditahan per jumlah harta ... 62
3. Penerbitan ekuitas per jumlah harta ... 63
4. Jumlah hutang per jumlah harta ... 64
5. Variabel hutang jangka panjang per harta bersih ... 65
6. Defisit pendanaan per jumlah harta bersih ... 66
7. Perubahan tingkat suku bunga ... 67
8. Hasil dari Chow Test Model Shyam-Sunder dan Myers ... 68
9. Hasil dari Hausman Test Model Watson dan Wilson ... 69
10. Hasil dari Model Watson dan Wilson ... 70
ABSTRAK
PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY DALAM PEMBENTUKAN
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan Pecking Order Theory dapat menjelaskan perilaku struktur modal perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013 atau tidak dan untuk menentukan antara hutang jangka panjang atau penerbitan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam membiayai defisit pendanaan perusahaan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Watson dan Wilson (2002) dan model Shyam-Sunder dan Myers (1999). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi dokumentasi yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan saham ok (www.sahamok.com). Data yang digunakan daam penelitian ini adalah perubahan total harta, laba ditahan, penerbitan ekuitas, jumlah hutang, hutang jangka panjang, defisit pendanaan dan perubahan tingkat suku bunga dari perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013. Teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi Data Panel. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku kebijakan struktur modal dari perusahaan yang diteliti ternyata tidak mengikuti pola stuktur modal yang diungkapkan oleh Pecking Order Theory. Perusahaan lebih menggunakan hutang daripada penerbitan ekuitas.
ABSTRACT
TESTING OF PECKING ORDER THEORY IN CAPITAL STRUCTURE FORMATION OF CONSUMER GOODS FIRMS LISTED IN BEI
FOR THE PERIOD 2010-2013
The purpose of this study is to prove the Pecking Order Theory can explain the behavior of the capital structure formation of consumer goods firms listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2010-2013 or not and to determine the long-term debt or equity issues that used by firms in the funding their financial deficit. The models that used in this study are Watson dan Wilson Model (2002) and Shyam-Sunder and Myers (1999). Collecting data is undertaken by using documentation study, data is collected from the Indonesian Stock Exchange (www.idx.co.id) and saham ok (www.sahamok.com). The data that used in this study are total assets, retained earnings, equity issues, total debt, long-term debt, flow of funds deficit and the changes in interest rates in consumer goods firms listed in Indonesian Stock Exchange for the periode 2010-2013. This research finds that the capital structure behavior of the sample firms do not follow the same pattern proposed by the pecking order theory. The consumer goods firms used debt rather than equity issues.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keputusan struktur pendanaan memiliki peran yang signifikan dalam
manajemen keuangan perusahaan karena adanya pengaruh keputusan tersebut
pada resiko maupun tingkat pengembalian pada pemegang saham. Seorang
manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus
mempertimbangkan secara teliti sifat dan biaya dari sumber dana yang akan
dipilih karena masing-masing sumber pendanaan mempunyai konsekuensi
finansial yang berbeda-beda. Pemilihan pendanaan yang lebih banyak dari hutang
dapat menimbulkan beban bunga yang tinggi, menekan pendapatan per saham,
mengurangi laba, dan dapat membahayakan keberadaan perusahaan itu sendiri
karena adanya bankrupcy cost.
Di sisi lain, apabila memilih lebih banyak pendanaan dengan modal sendiri
dapat mengurangi laba bersih yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan
tingkat pengembalian kepada pemegang saham yang otomatis menyebabkan
pendapatan per lembar saham yang lebih rendah. Perusahaan harus dapat
mengambil atau menentukan keputusan yang tepat mengenai sumber pendanaan
untuk setiap aktivitasnya agar nilai dari perusahaan menjadi maksimal. Proporsi
penggunaan sumber dana baik dari intern maupun ekstern dalam memenuhi
kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur modal
Mengenai keputusan pendanaan perusahaan dapat dijelaskan dalam teori
tentang struktur modal. Struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap
perusahaan karena mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan
perusahaan. Yang dimaksud dengan struktur modal adalah kombinasi dari utang
dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Beberapa teori
struktur modal dari perusahaan. Teori pertama adalah teori Modigliani-Miller
menyatakan bahwa “nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur
modalnya” (Van Horne dan Wachowicz 2007:239). Teori yang kedua adalah
trade off Theory yang mengemukakan bahwa “perusahaan akan berhutang sampai
pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari
tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”
(Myers, 1984). Teori yang ketiga adalah Pecking Order Theory yang menyatakan
bahwa “perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah karena perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki
sumber dana internal yang berlimpah” (Myers, 1984).
Penelitian tentang struktur modal dalam manajemen keuangan terus
dilakukan untuk menentukan struktur modal yang optimal. Dari berbagai
penelitian ini muncul beberapa teori struktur modal, lalu dicari teori struktur
modal yang terbaik yang dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan
perusahaan. Salah satu teori struktur modal yang dianggap bisa menjelaskan
perilaku pendanaan perusahaan ialah Pecking Order Theory. Pecking Order
Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan internal
akan menerbitkan hutang terlebih dahulu lalu menerbitkan saham baru. Dengan
kata lain, perubahan laba ditahan harus lebih besar daripada perubahan hutang
perusahaan.
Dari sekian banyak perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI), perusahaan consumer goods yang dijadikan sebagai objek penelitian dalam
penelitian ini. Menurut Jeffrey Bahar, Managing Director Southeast Asia Spire
Research and Consulting(2013), pasar industri consumer goods di Indonesia
tumbuh positif. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 9,6% dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2010 juga meningkat sebesar 11% dibanding tahun
sebelumnya. Perusahaan consumer goods merupakan perusahaan yang perputaran
pendapatannya cepat dikarenakan perusahaan ini memproduksi barang-barang
konsumsi yang mudah diserap dan pasti habis dipakai oleh masyarakat. Berikut
ini disajikan perubahan laba ditahan dan jumlah hutang beberapa perusahaan
consumer goods pada Tabel 1.1:
Tabel 1.1
Perubahan Jumlah Laba Ditahan Beberapa Perusahaan Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia
No. Kode Emiten
Perubahan Jumlah Laba Ditahan Perusahaan (dalam jutaan rupiah)
2010-2011 2011-2012 2012-2013
1 GGRM 3.353.766 2.054.785 2.810.558
2 ROTI 90.988 120.166 120.730
3 SQRB 32.969 22.558 21.471
4 UNVR -368.851 291.797 286.305
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada setiap perusahaan terjadi
perubahan jumlah laba ditahan yang cukup fluktuatif setiap tahunnya. Misalnya,
pada tahun 2010-2011 perubahan jumlah laba ditahan PT Gudang Garam Tbk
(GGRM) Rp.3.353.766, perubahan laba ditahan yang terjadi dari tahun 2011-2012
sebesar Rp 2.054.785 sedangkan perubahan dari 2012-2013 sebesar Rp 2.810.558.
Tabel 1.2
Perubahan Jumlah Hutang Beberapa Perusahaan Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia
No. Kode Emiten
Perubahan Jumlah Hutang Perusahaan (dalam jutaan rupiah)
2010-2011 2011-2012 2012-2013
1 GGRM 5.116.374 365.835 6.450.368
2 ROTI 99.882 325.641 497.014 3 SQRB 8.283 12.529 2.350
4 UNVR 2.148.966 1.215.239 1.076.904
Sumber: www.idx.co.id, 2014(data diolah)
Dikatakan struktur modal yang terbaik adalah yang dapat menjelaskan
perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Salah satunya ialah keputusan
pendanaan yang dimulai dari pendanaan internal yaitu laba ditahan lalu setelah itu
dari pendanaan eksternal merupakan hutang. Pada Tabel 1.2 ditunjukkan bahwa
pendanaan perusahaan tiap tahunnya ada yang berbeda bahkan pendanaan antar
perusahaan.
Misalnya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) memiliki perubahan hutang
dari tahun 2010-2011 sebesar Rp 5.116.374 sedangkan pada periode yang sama
perubahan jumlah laba ditahan Rp 3.200.860 ini menunjukkan bahwa perusahaan
lebih banyak menggunakan hutang sebagai pendanaannya dibandingkan laba
ditahan. Tetapi pada tahun 2011-2012 jumlah laba ditahan perusahaan sebesar
menunjukkan bahwa pada tahun 2011 perusahaan lebih menggunakan laba
ditahan dibandingkan hutang sebagai pendanaannya.
Berbeda dengan PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQRB) pada
periode 2010-2011 perubahan jumlah laba ditahannya sebesar Rp 32.969,
perubahan jumlah hutangnya Rp 8.283, periode 2011-2012 perubahan jumlah laba
ditahannya sebesar Rp 22.558, perubahan jumlah hutangnya Rp 12.529 dan pada
periode 2012-2013 perubahan jumlah laba ditahannya sebesar Rp 21.471,
perubahan jumlah hutangnya Rp 2.350. Data ini menunjukkan bahwa perusahaan
dari periode 2010-2013 lebih mendahului pendanaan dengan laba ditahan daripada
hutang.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengujian apakah terdapat
keberadaan Pecking Order Theory dalam struktur modal perusahaan consumer
goods yang terdaftar di BEI. Adanya perbedaan sumber pendanaan yang
digunakan perusahaan menjadi dasar penelitian ini dilakukan dengan judul:
“Pengujian Pecking Order Theory dalam Pembentukan Struktur Modal pada
Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2010-2013”.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah Pecking Order Theory dapat menjelaskan perilaku struktur modal
perusahaan consumer goods yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode
2. Apakah perusahaan lebih memilih hutang jangka panjang atau penerbitan
ekuitas sebagai sumber pendanaan eksternal dalam membiayai defisit
pendanaan perusahaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan Pecking Order Theory dapat menjelaskan perilaku
struktur modal perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2010-2013 atau tidak.
2. Untuk menentukan antara hutang jangka panjang atau penerbitan ekuitas yang
digunakan perusahaan dalam membiayai defisit pendanaan perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi investor, perusahaan, dan
peneliti.
1. Bagi investor
Jika teori Pecking Order ini didukung, berarti perusahaan memiliki jumlah
pendanaan internal yang cukup bagi investasinya. Ini sangat menguntungkan
dapat meningkatkan kesejahteraan dari investor.
2. Bagi perusahaan
Jika perusahaan mengikuti hirarki sumber pendanaan berdasarkan Pecking
Order Theory, yaitu laba ditahan sebagai sumber pendanaan internal dan
penggunaan hutang serta penerbitan ekuitas sebagai sumber pendanaan
3. Bagi Peneliti
Untuk mengetahui apakah keberadaan Pecking Order Theory dapat diterima
dalam keputusan pendanaan perusahaan consumer goods yang terdaftar di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Modal
Struktur modal adalah “kombinasi dari hutang dan ekuitas yang
memaksimumkan harga saham perusahaan” (Brigham dan Houston, 2010: 45).
Dimana kunci dalam pendanaan perusahan adalah hutang dan ekuitas. Untuk
mempercepat pertumbuhan perusahaan pembiayaan tidak hanya terbatas pada
penggunaan laba ditahan dari perusahaan. Perusahaan juga menggunakan
pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam capital expenditures, pengembangan proyek, dan ekspansi
operasional perusahaan.
2.1.1. Pengertian Struktur Modal
Dalam pasar modal sempurna, dikatakan bahwa struktur modal tidak
berpengaruh dalam penilaian perusahaan. Dalam keadaan seperti ini nilai
perusahaan hanya bergantung kepada penghasilan bersih yang didapat di masa
yang akan datang. Kenyataannya tidak ada bentuk pasar seperti ini sehingga
sebenarnya struktur modal dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Adapun alasan
mengapa struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah (Van
Horne dan Wachowicz 2007: 242)
1. Argumentasi Arbitrase
Dalam argumentasi arbitrase dinyatakan bahwa suatu perusahaan yang
mengombinasikan pendanaan eksternalnya antara hutang dan ekuitas dapat
sejenis yang tidak melakukan kombinasi atas pendanaannya. Tingkat bunga
hutang yang lebih rendah menyebabkan nilai pasar dari perusahaan yang
menggunakan hutang menjadi lebih tinggi. Dengan nilai perusahaan yang
tinggi, pemegang saham dimungkinkan untuk mendapatkan keuntungan dari
adanya perbedaan nilai tersebut. Keuntungan tersebut dapat diperoleh dengan
menjual saham yang memiliki nilai lebih tinggi dan membeli saham dengan
nilai yang lebih rendah.
2. Pajak
Keberadaan pajak dapat mempengaruhi keputusan dari struktur modal
perusahaan. Penggunaan hutang dalam pendanaan perusahaan menimbulkan
biaya bunga yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan pajak bagi
perusahaan.
3. Biaya Kebangkrutan
Dengan adanya unsur hutang pada struktur modal perusahaan, maka akan
memiliki ekspektasi biaya kebangkrutan. Biaya ini timbul akibat adanya
kemungkinan di masa yang akan datang perusahaan tidak dapat membayar
kembali hutang yang telah dilakukan.
4. Biaya Agensi
Biaya ini adalah biaya yang berhubungan dengan manajemen pengawasan
untuk memastikan bahwa pihak manajemen berperilaku dalam cara yang
konsisten dengan kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditur
5. Biaya Transaksi
Biaya ini timbul pada saat perusahaan membutuhkan pendanaan yang berasal
dari luar perusahaan. Pada saat perusahaan dihadapkan dengan situasi seperti
ini, perusahaan berfikir apakah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat
pembiayaan yang berasal dari luar akan lebih besar dari keuntungan yang
akan dihasilkan nantinya.
2.1.2. Sumber-sumber Pendanaan Perusahaan
Dalam menentukan sumber-sumber pendanaan, perusahaan dapat memilih
pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan atau dari luar perusahaan.
Pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan laba ditahan sedangkan pendanaan
yang berasal dari luar perusahaan berupa hutang dan saham.
1. Pendanaan internal perusahaan (laba ditahan)
Pendanaan internal perusahaan ialah pendanaan perusahaan dengan
menggunakan laba ditahan. Pengertian laba ditahan merupakan akumulasi
laba bersih perusahaan yang tidak didistribusikan kepada pemegang saham
sebagai deviden. Dalam suatu perusahaan nilai minimum laba ditahan
sudah ditentukan. Jadi, nilai minimum dari jumlah laba ditahan tidak boleh
didistribusikan sebagai deviden oleh perusahaan, maka selanjutnya laba
ditahan tersebut digunakan untuk melakukan ekspansi atau memperbaiki
2. Pendanaan eksternal perusahaan
Pendanaan eksternal perusahaan terdiri dari dua jenis sumber pendanaannya,
antar lain:
a. Hutang
Hutang adalah sejumlah uang yang dipinjamkan secara langsung kepada
perusahaan yang tidak berhubungan dengan kegiatan operasional
perusahaan. Hutang dikategorikan menjadi dua jenis bedasarkan jangka
waktunya, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Sumber
pendanaan yang berasal dari hutang ini harus dilunasi oleh perusahaan pada
saat jatuh tempo.
b. Saham
Saham merupakan “bukti kepemilikan suatu perusahaan (Hanafi 2008: 427).
Para pemilik saham berhak mendapatkan deviden sebagai imbal hasil dari
investasinya di suatu perusahaan. Ada dua jenis saham berdasarkan
prioritas pembagian deviden dan hak suaranya, yaitu saham biasa dan saham
preferen.
Pada pandangan dari para pemegang saham untuk pendanaan eksternal
perusahaan, hutang lebih disukai daripada penerbitan ekuitas. Ada dua alasan
yang bisa menjelaskan pernyataan tersebut:
1. Bunga yang dibebankan pada hutang sifatnya tetap, dan
2. Bunga yang dibebankan pada perusahaan akan mengurangi pajak yang harus
2.2. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden
dipegang konstan. Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal tidak
merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua
struktur modal baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai
perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham dalah
struktur modal yang terbaik.
Meskipun sudah banyak teori tentang struktur modal, tetapi belum ada
penjelasan yang memuaskan. Berbagai teori struktur modal akan menjelaskan
bagaimana faktor-faktor determinan memperngaruhi tingkat leverage suatu
perusahaan. Faktor-faktor determinan struktur modal yang telah diidentifikasi
oleh para ahli meliputi besarnya fixed tangible assets yang dapat dijadikan
jaminan (collateral), non-debt tax shield yaitu besarnya biaya yang mendatangkan
keuntungan pajak bagi perusahaan selain biaya bunga, besarnya peluang investasi
atau tingkat pertumbuhan perusahaan, besarnya ukuran (size) perusahaan, tingkat
profitabilitas, volatilitas dari pendapatan, besarnya pengeluaran biaya advertensi,
dan keunikan dari produk yang dihasilkan perusahaan (Harris dan Raviv, 1991).
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang struktur modal seperti berikut:
1. Teori Modigliani-Miller
Teori struktur modal modern yang pertama ini menentang pandangan
tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Hanafi 2008: 299). Argumen pertama dari
Modigliani-Miller ini tanpa pajak yang kemudian disusul dengan argumen dengan
pajak. Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang
lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Ini dikarenakan adanya
penghematan pajak dari penggunaan hutang.
Menurut Syahyunan (2013 : 59) teori Modigliani-Miller memiliki beberapa
asumsi untuk membangun teori mereka, yaitu :
1. Tidak terdapatnya agency cost
2. Tidak ada pajak
3. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan
perusahaan
4. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai
prospek perusahaan di masa depan
5. Tidak ini ada biaya kebangkrutan
6. Earning Before Interest and taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan hutang
7. tidak ada biaya transaksi
8. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market
value).
Inti dari teori ini adalah tidak ada rasio hutang yang optimal dan rasio
hutang tidak dapat menjelaskan nilai perusahaan. Teori ini dianggap kurang
kondisi pasar dengan asimetri informasi, serta biaya transaksi dalam pasar modal
yang tidak dimasukkan ke dalam teori Modligani-Miller ini.
2. The Signaling Theory
Teori ini menyatakan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan
perusahaan sering kali dianggap sebagai sinyal positif yang menyatakan bahwa
manajemen perusahaan yakin saham perusahaan “undervalued”. Bila kinerja
perusahaan buruk, perusahaan yakin saham perusahaan “overvalued” sehingga
jalan terbaik adalah penerbitan saham baru yang artinya sinyal negative bagi
investor.
3. The Trade-Off Theory
Berbeda dengan teori Modligani-Miller diatas, teori Trade-Off ini
menyatakan bahwa perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan
hutang, suku bunga, dan biaya kebangkrutan. Sebagaimana dikemukakan Myers
(2001) bahwa ”Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu,
dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Trade-Off Theory memprediksi bahwa
“dalam mencari hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan terdapat
sesuatu tingkat leverage yang optimal” (Manurung dan Darminto, 2008).
Secara prinsip, perusahaan membutuhkan pendanaan ekuitas baru apabila
rasio hutang perusahaan di atas target dan menambah hutang apabila rasio hutang
perusahaan tersebut dibawah target.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal
kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi
efisensi pasar dan symetric information sebagai imbangan dan manfaat
penggunaan hutang. “Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan
pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan
keuangan (cost financial distress)” (Syahyunan, 2013 : 69).
4. Pecking Order Theory
Pecking Order Theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang
profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan
karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena mereka
memerlukan pendanaan eksternal yang sedikit. Perusahaan yang kurang
profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana
internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber pendanaan eksternal yang
lebih disukai.
Dua asumsi kunci tentang perilaku manajer di suatu perusahaan menurut
(Myers dan Majluf: 1984), yaitu:
1. Manajer memiliki informasi yang lebih baik tentang kesempatan investasi yang
dihadapkan oleh perusahaan ketimbang para investor, dan
2. Manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan dari para pemegang saham
yang lama.
Dari asumsi di atas, perusahaan pasti membutuhkan pendanaan yang cukup
untuk melakukan investasi baru yaitu dengan mengeluarkan ekuitas baru. Dalam
penentuan nilai ekuitas tersebut perusahaan dan investor mungkin tidak memiliki
perusahan menggunakan informasi yang lebih banyak tentang kesempatan yang
akan didapatkan perusahaan atas investasi tersebut dibandingkan dengan
informasi yang digunakan investor untuk penilaian ekuitas. Keadaan dimana
manajer memiliki informasi yang lebih banyak daripada investor tersebut disebut
dengan terjadinya informasi yang tidak simetris antara manajer dan investor.
Berdasarkan alasan inilah lahir Pecking Order Theory. Perusahaan berpikir
daripada perusahaan mendapatkan kerugian atas diskon dari nilai ekuitas
sebenarnya maka lebih baik perusahaan melakukan pendanaan atas investasinya
dengan pendanaan internal yang bebas dari ketidaksimetrisan informasi. Lalu,
perusahaan akan memilih sumber pendanaan selanjutnya yang berasal dari hutang
karena hutang memilik resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
mengeluarkan saham baru.
Pecking Order Theory lebih superior dibandingkan dengan model Trade-Off
Theory karena model trade-off lebih melakukan pendekatan secara statis atas
keputusan pendanaan, yaitu berdasarkan target dari struktur modal. Sedangkan,
Pecking Order Theory lebih menjelaskan secara dinamis tentang struktur
pendanaan perusahaan pada kondisi apapun.
Menurut Hanafi (2008: 313), secara spesifik perusahaan mempunyai
urutan-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan-urutan dalam Pecking Order
Theory adalah berikut ini :
1. Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh
2. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan
kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen
yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan
atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan
signifikan.
3. Karena kebijakan dividen konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan
dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan
aliran kas yang diterima perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu. Jika kas tersebut lebih besar,
perusahaan akan membayar hutang atau membeli surat berharga. Jika kas
tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau
menjual surat berharga.
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan memulai dengan
hutang, kemudian saham sebagai pilihan terakhir.
“Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah karena perusahaan tersebut memiliki sumber dana internal yang
melimpah. Dalam teori Pecking Order ini tidak terdapat struktur modal yang
optimal” (Myers: 2001).
Terdapat faktor defisit pendanaan yang mempengaruhi perusahaan untuk
menggunakan pendanaan eksternal. Defisit pendanaan menunjukkan posisi kas
yang telah didapatkan dari kegiatan operasional tidak mencukupi untuk mendanai
“pembayaran dividen, pembayaran investasi, perubahan modal kerja dikurangi
dengan kas bersih setelah bunga dan pajak” (Frank dan Goyal, 2003).
2.3. Penelitian Sebelumnya
Sudah terdapat beberapa penulis yang telah meneliti tentang keberadaan
Pecking Order Theory, seperti :
1. Frank dan Goyal (2003), dengan judul penelitian “Testing the Pecking
Order Theory of Capital Structure”, menguji teori Pecking Order ini pada
perusahaan publik Amerika dalam periode 1971-1998. Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan menghadapi
ketidakcukupan pendanaan internal untuk mendanai investasi mereka.
Sehingga, mereka membutuhkan pendanaan eksternal, namun jumlah
hutangnya tidak mendominasi jumlah ekuitasnya.
2. Penelitian keberadaan teori Pecking Order ini juga dilakukan oleh Vidal dan
Ugedo (2005) dengan judul penelitian “Financing Preferences of Spanish
Firms: Evidence on the Pecking Order Theory”. Dimana mereka menguji
perusahaan yang ada di Spanyol dan membagi perusahaan ke dalam tiga
kategori berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar, kecil, dan
menengah. Mereka menyatakan bahwa teori Pecking Order lebih bisa
menjelaskan struktur modalnya dalam perusahaan kecil dibandingkan pada
perusahaan besar.
3. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Jibran et al. (2012) dengan judul
“Pecking at Pecking Order Theory: Evidence from Pakistan’s Non
sesuai yang dikemukakan oleh Frank dan Goyal (2003). Alasan utamanya
adalah tingkat pertumbuhan yang rendah diikuti dengan pasar modal
Pakistan yang kurang berkembang dan kurangnya budaya berinvestasi
dalam kehidupan ekonomi di Pakistan.
4. Ruslim (2009) yang melakukan penelitian dengan judul “Pengujian
Struktur Modal (Teori Pecking Order): Analisis Empiris terhadap Saham di
LQ-45”, mengemukakan bahwa perusahaan di LQ-45 tidak mengikuti teori
Pecking Order disebabkan hasil pengujian defisit pendanaan internal hanya
siginifikansi pada level 5%, sedangkan perubahan hutang jangka pankang
lebih mampu menjelaskan perubahan struktur modal secara umum.
5. Mahardika (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengujian Pecking
Order Theory dan Trade Off Theory pada Struktur Modal Perusahaan”,
mengatakan secara keseluruhan perusahaan consumer goods di Indonesia
cenderung mengikuti pandangan teori Pecking Order, hal ini diperkuat
dengan adanya pengaruh negatif profitabilitas terhadap tingkat hutang.
Tetapi perusahaan tidak secara penuh mengikuti hirarki teori Pecking Order.
6. Yuliati (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Pengujian Pecking
Order Theory: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Industri Manufaktur di BEI Periode setelah Krisis Moneter”, mengatakan
berdasarkan hasil penelitiannya teori Pecking Order mendukung dalam
penjelasan perilaku pendanaan industri manufaktur yang terdaftar pada
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian
Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian
1. Frank and Goyal/ 2003
Testing The Pecking Order Theory of Capital Structure
Panel Regression Model
Sebagian besar perusahaan di Amerika menghadapi ketidakcukupan pendanaan internal untuk mendanai investasi mereka. Sehingga, mereka
membutuhkan pendanaan eksternal, namun jumlah hutangnya tidak
mendominasi jumlah ekuitasnya.
2. Vidal and Ugedo/ 2005
Financing Preferences of Spanish Firms: Evidence on the Pecking Order
Panel Regression Model
Teori Pecking Orderlebih bisa menjelaskan struktur modalnya pada perusahaan kecil dibandingkan pada perusahaan besar.
3. Jibran et al./ 2012 Pecking at Pecking Order Theory: Evidence from Pakistan’s Non-Financial Sector OLS Linear regression
Teori Pecking Order berlaku lemah. Perusahaan sektor non-keuangan menghadapi
ketidakcukupan pendanaan internal untuk mendanai investasi mereka. Sehingga, mereka
membutuhkan pendanaan eksternal, namun jumlah hutangnya tidak
Lanjutan Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/ Tahun Judul Penelitian
Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian
4. Ruslim/ 2009 Pengujian Struktur Modal (Teori Pecking Order): Analisis Empiris terhadap Saham di LQ-45
Generalized Moment Method
Perusahaan di LQ-45 tidak mengikuti teori Pecking Order disebabkan hasil pengujian defisit
pendanaan internal hanya siginifikansi pada level 5%, sedangkan perubahan hutang jangka pankang lebih mampu menjelaskan perubahan struktur modal secara umum.
5. Mahardika/ 2014 Pengujian
Pecking Order Theory dan Trade Off Theory pada Struktur Modal Perusahaan Model Regresi, Pooled Least Square Secara keseluruhan perusahaan consumer goods di Indonesia cenderung mengikuti pandangan teori Pecking Order, hal ini diperkuat dengan adanya pengaruh negatif profitabilitas terhadap tingkat hutang. Tetapi perusahaan tidak secara penuh mengikuti hirarki teori Pecking Order.
6. Yuliati/ 2011 Pengujian Pecking Order Theory: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Industri Manufaktur di BEI Periode setelah Krisis Moneter Analisis Regresi Berganda
2.4. Kerangka Pemikiran
Dalam pembentukan struktur modal terdapat berbagai teori yang
menjelaskan perilaku pembentukan struktur modal tersebut. Salah satu teori
mengenai pembentukan struktur modal adalah Pecking Order Theory.
Pecking Order Theory menunjukkan bahwa perusahaan mengutamakan
pendanaan internal (laba ditahan) daripada pendanaan eksternal (hutang kemudian
saham) dalam pendanaan perusahaan (Myers:1984).
Menurut Vidal dan Ugedo (2005) untuk membuktikan keberadaan Pecking
Order Theory dalam struktur modal perusahaan dilakukan dengan menguji
perubahan dari tiga sumber pendanaan terbesar secara akuntansi (laba ditahan,
hutang, dan penerbitan ekuitas) lebih baik dengan model Watson dan Wilson
(2002). Model analisis regresi dimana variabel terikat merupakan tingkat
pertumbuhan aktual dari seluruh perusahaan yaitu perubahan total harta dan
variabel bebasnya terdiri dari perubahan relatif dari setiap sumber pendanaan
perusahaan yaitu, laba ditahan, penerbitan ekuitas dan total hutang. Dari
permodelan ini akan diketahui perusahaan lebih menggunakan pendanaan yang
bersumber dari internal perusahaan atau eksternal perusahaan. Setelah itu, untuk
mengetahui apakah perusahaan lebih memilih hutang jangka panjang atau
penerbitan ekuitas sebagai sumber pendanaan eksternal dalam membiayai defisit
pendanaannya digunakan model Shyam Sunders dan Myers (1999)
Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
sebelumnya, kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini ialah :
1. Pecking Order Theory mampu menjelaskan perilaku struktur modal
perusahaan consumer goods yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
2. Perusahaan consumer goods lebih banyak menggunakan hutang jangka
panjang dibandingkan dengan penerbitan ekuitas untuk mendanai defisit
pendanaan harta bersih perusahaan.
Struktur Modal dalam Laporan Keuangan Perusahaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau
lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel lainnya (Sugiyono, 2008: 57).
Dalam penelitian ini akan dibuktikan apakah Pecking Order Theory berlaku
dalam membentuk struktur modal perusahaan consumer goods yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013 atau tidak.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bursa Efek Indonesia melalui jaringan internet
dengan situs www.idx.co.id, dan www.sahamok.com. Waktu penelitian
direncanakan akan dilakukan mulai dari Desember 2014 sampai April 2015.
3.3. Batasan Operasional
Batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang diteliti ialah perusahaan consumer goods yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang memiliki laporan keuangan selama periode 2010
sampai 2013
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel terikat adalah besarnya perubahan total harta perusahaan dari
laba ditahan per jumlah harta, penerbitan ekuitas per jumlah harta dan jumlah
hutang per jumlah harta.
3.4. Definisi Operasional
Untuk menguji apakah Pecking Order Theory berperan dalam membentuk
struktur modal perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2010-2013 dalam penelitian ini digunakan dua jenis variabel,
dalam setiap model, yaitu:
1. Model Watson dan Wilson (2002)
a. Variabel terikat
Variabel terikat dalam model Watson dan Wilson adalah besarnya
perubahan total harta perusahaan dari periode sekarang terhadap periode
sebelumnya. Variabel ini menjelaskan seberapa besar peningkatan atau
penurunan dari total harta perusahaan.
1 it 1 it it it Aset Total Aset Total Aset Total Harta Total Perubahan
b. Variabel Bebas
Variabel Bebas dalam model Watson dan Wilson ini adalah :
1) Laba ditahan per jumlah harta
1 it 1 it it it 1 it it Lancar Tidak Harta Lancar Harta Dividen Bersih Laba Asset Total / Earning tained Re
1 it 1 it 1 it it 1 it it Lancar Tidak Harta Lancar Harta ) par nilai beredar Saham ( ) par nilai beredar Saham ( Asset Total / Equity
3) Jumlah hutang per jumlah harta
1 it 1 it 1 it it 1 it 1 it it Lancar Tidak Harta Lancar Harta g tan Hu Total g tan Hu Total Asset Total / ) Debt Debt (
2. Model Shyam-Sunder dan Myers (1999)
a. Variabel Terikat
Dalam model ini yang menjadi variabel terikat adalah total hutang jangka
panjang yang dimiliki perusahaan
b. Variabel Bebas
Terdapat dua variabel bebas utama yaitu defisit pendanaan dan tingkat suku
bunga.
1) Defisit pendanaan per jumlah harta bersih
⁄
di mana:
DEF : Flow of Fund Deficit NA : Net Asset
DIV : Dividends Payments I : Capital Expenditures
W : Net Increase in Working Capital
C : Operating Cash Flow after Interest and taxes
Selisih tingkat suku bunga dari tahun t dan tahun t-1. Nilai suku bunga yang
digunakan merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata dari Bank
Pemerintah dan Bank Swasta berdasarkan data Statistik Ekonomi dan Perbankan
Indonesia.
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan consumer
goods yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak 38 perusahaan.
Dari 38 perusahaan Consumer Goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
sampai tahun 2014, selanjutnya, seleksi sampel dilakukan berdasarkan kriteria
berikut:
1. Perusahaan yang termasuk dalam sampel harus merupakan perusahaan
consumer goods yang terdaftar di BEI
2. Perusahaan Consumer Goods yang memiliki laporan keuangan yang lengkap
selama periode 2010-2013
3. Perusahaan consumer goods yang memiliki nilai laba ditahan yang positif
selama periode 2010-2013
Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah dengan
menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara
sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.
Tabel 3.1
Ringkasan Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah Sampel
Perusahaan Consumer Goods yang tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap selama periode 2010-2013
(8)
Perusahaan consumer goods yang tidak memiliki nilai laba ditahan yang positif selama periode 2010-2013
(6)
[image:41.595.108.498.145.291.2]Jumlah Sampel Penelitian 24
Tabel 3.2
No. Kode Emiten
1 CEKA PT. Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.
2 DLTA Delta Djakarta Tbk.
3 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk.
4 GGRM Gudang Garam Tbk.
5 HMSP HM Sampoerna Tbk.
6 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
7 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.
8 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk.
Sampel Penelitian
Sumber : www.idx.co.id (data diolah)
3.6. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia (BEI), internet, jurnal-jurnal
ekonomi, literatur-literatur ilmiah, buku-buku referensi yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
3.7. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data dari literatur, penelitian
terdahulu, dan laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia.
3.8. Teknik Analisis Data
3.8.1. Pengujian Model Data Panel
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi data
panel. Permodelan dalam menggunakan teknik regresi data panel dapat
10 MBTO Martina Berto Tbk.
11 MERK Merck Tbk
12 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk.
13 MRAT Mustika Ratu Tbk.
14 MYOR Mayora Indah Tbk.
15 PYFA Pyridam Farma Tbk.
16 RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk.
17 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk.
18 SKLT Sekar Laut Tbk.
19 STTP Siantar Top Tbk.
20 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.
21 TCID Mandom Indonesia Tbk.
22 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk.
23 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Tbk.
menggunakan tiga pendekatan alternatif metode dalam pengolahannya.
Pendekatan-pendekatan tersebut ialah metode common-constant (the pooled OLS
Method), metode fixed effect method (FEM), dan metode random effect Method
(REM). Untuk menentukan metode yang paling sesuai maka perlu pembuktian
melalui uji Chow Test dan Hausman Test.
1. Uji Chow Test
Chow Test bertujuan untuk membandingkan antara metode Ordinary Least
Square (OLS) dengan Fixed Effect Method (FEM). Uji ini dilakukan dengan
membandingkan nilai Chi Square statistic Uji Chow. Apabila nilai Chi Square
signifikan, berarti model dapat diestimasi dengan model Fixed Effect Method
(FEM) dan melanjutkan ke uji Hausman Test. Sedangkan jika nilai Chi Square
statistic pada uji Chow tidak signifikan berarti model yang digunakan adalah
model Ordinary Least Square (OLS) dan pengujian model sampai di uji ini saja,
tidak perlu melakukan uji Hausman.
2. Uji Hausman Test
Hausman Test bertujuan untuk membandingkan antara Fixed Effect Method
(FEM) dengan Random Effect Method (REM). Uji ini dilakukan dengan
membandingkan nilai Chi Square statistik Hausman Test. Apabila nilai Chi
Square statistik pada uji Hausman signifikan berarti model dapat diestimasi
dengan model Fixed Effect Method (FEM). Sedangkan jika nilai Chi Square
statistik pada Hausman Test tidak signifikan berarti model dapat diestimasi
3.8.2. Model Penelitian
3.8.2.1 Model Watson dan Wilson
Model Watson dan Wilson (2002) yang menguji bagaimana cara sebuah
perusahaan untuk mendanai peningkatan hartanya dengan variabel-variabel
independennya terdiri dari perubahan relatif pada setiap kategori pendanaan yang
digunakan, yaitu ekuitas, hutang, dan laba ditahan. Dengan memfokuskan pada
bagaimana perubahan yang terjadi atas setiap sumber pendanaan berpengaruh
terhadap total pendanaannya, maka dapat diidentifiasi apakah pola dari koefisien
yang diestimasi konsisten dengan Pecking Order Theory.
Sebelum sampai pada permodelan yang akan digunakan dalam penelitian
ini persamaan akuntansi pada neraca antara aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu
perusahaan:
Permodelan yang digunakan Watson dan Wilson memfokuskan pada
perubahan-perubahan dalam proporsi relatif antara hutang dengan ekuitas. Jika perubahan-perubahan
kewajiban lainnya diasumsikan berfluktuasi secara acak terhadap rata-rata tingkat
pertumbuhan untuk setiap perusahaan, maka model empiris nya sebagai berikut:
⁄ ⁄ ⁄
Dimana, didefinisikan sebagai vector efek tetap yang merepresentasikan
pertumbuhan rata-rata dari .
Berdasarkan Pecking Order Theory, ekuitas terdiri dari laba ditahan dan
pertumbuhan laba ditahan harus lebih besar dari jumlah saham baru yang
diterbitkan. Maka didapat persamaan:
Dari dua persamaan di atas, maka didapatkan persamaan baru yaitu:
⁄ ⁄ ⁄ ⁄
Dari persamaan di atas, jika maka Pecking Order
Theory berlaku untuk menjelaskan pembentukan struktur modal pada suatu
perusahaan.
3.8.2.2 Model Shyam-Sunder dan Myers
Model yang kedua ini didasarkan pada persamaan defisit pendanaan.
Dimana pada saat kondisi peusahaan mengalami defisit pendanaan maka
memerlukan pendanaan yang berasal dari luar perusahaan, baik dalam bentuk
hutang ataupun penerbitan ekuitas. Dalam model ini, defisit pendanaan
diregresikan terhadap kenaikan dari hutang jangka panjang.
Berdasarkan Pecking Order Theory, dikatakan bahwa penerbitan ekuitas
adalah pilihan terakhir dalam sumber pendanaan perusahaan, sehingga
Shyam-Sunder dan Myers menyimpulkan bahwa yang paling dapat menjelaskan hutang
itu sendiri adalah variabel defisit pendanaan. Dengan mengasumsikan bahwa
Pecking Order Theory benar adanya , maka koefisien dari nilai a harus mendekati
nol (0) dan koefisen b harus mendekati satu (1). Sehingga, mayoritas defisit
sebaliknya, maka pendanaan defisitnya lebih banyak menggunakan penerbitan
ekuitas, dimana ini menjauhi prediksi Pecking Order Theory itu sendiri.
Berdasarkan penelitian Vidal dan Ugedo (2005) mengalami modifikasi
menjadi:
⁄ ⁄ +
Karena variabel terikat dari permodelan adalah hutang jangka panjang,
maka dalam permodelan ini juga dimasukkan variabel penjelas tambahan yang
merepresentasikan biaya dari pendanaan yang berupa hutang jangka panjang.
Untuk menghindari individual effect maka variabel LTD dan DEF diskalakan
dengan nilai aktiva bersih. Namun kemungkinan dalam permodelan ini terjadi
bias karena terdapat identitas akuntansi, penerbitan ekuitas, yang tidak
dimasukkan dalam persamaan diatas. Bias ini terjadi ketika pada permodelan
yang sebenarnya variabel endogenous dipengaruhi dua variabel exogenous,
namun pada permodelan ini ada satu yang tidak dimasukkan dalam persamaan,
yaitu penerbitan ekuitas. Karena variabel penjelas yang tidak dimasukkan
mungkin memiliki hubungan terhadap kenaikan hutang jangka panjang, maka
akan terjadi kemungkinan bias pada permodelan dari Shyam-Sunder dan Myers.
3.9. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
1. Pengujian hipotesis pertama berdasarkan model Watson dan Wilson
: Selain maka struktur modal tidak mengikuti pola
Pecking Order Theory
2. Pengujian hipotesis kedua berdasarkan model Shyam-Sunder dan Myers
: a mendekati 1, b mendekati 0 maka perusahaan lebih banyak
menggunakan penerbitan ekuitas dibandingkan dengan hutang untuk
mendanai defisit perusahaan
: a mendekati 0, b mendekati 1 maka perusahaan lebih banyak
menggunakan hutang dibandingkan dengan ekuitas untuk mendanai
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
1. PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.
PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk. (CEKA) didirikan pada tanggal 3
Februari 1968 dengan nama CV Tjahaja Kalbar dan mulai beroperasi secara
komersial pada tahun 1971. Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, kegiatan
CEKA meliputi, industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak
nabati spesialitas, termasuk perdagangan umum, ekspor dan impor. Produk utama
yang dihasilkan adalah Crude Palm Oil dan Palm Kernel. Pada tanggal 10 Juni
1996, CEKA memperoleh pernyataan efektif dari Menteri Keuangan untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CEKA (IPO) sebanyak 34.000.000
dengan nilai nominal Rp 500 per saham dengan harga penawaran Rp 1.100 per
saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
tanggal 9 Juli 1996.
2. PT Delta Djakarta Tbk.
PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA) didirikan pada tanggal 15 Juni 1970 dan
memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1933. Berdasarkan anggaran
dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan DLTA yaitu terutama untuk
memproduksi dan menjual bir pilsener dan bir hitam dengan merek “Anker”,
“Carlsberg”, “San Putih” serta produk minuman non alkohol dengan merek
“Sodaku”. Pada tahun 1984, DLTA memperoleh pernyataan efekti dari
saham dengan harga penawaran Rp 2.950 per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Februari 1984.
3. PT Darya-Varia Laboratoria Tbk.
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. (DVLA) didirikan pada tanggal 30 April
1976 dan memulai kegiatan komersialnya pada tahun 1976. Berdasarkan
anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan DVLA adalah bergerak dalam
bidang manufaktur, perdagangan, jasa dan distribusi produk-produk farmasi,
produk- produk kimia yang berhubungan dengan farmasi, dan perawatan
kesehatan. Pada tanggal 12 Oktober 1994, DVLA memperoleh pernyataan efektif
dari Bapepam-LK untuk melakukan IPo sebanyak 10.000.000 dengan nilai
nominal Rp 1000 per saham dengan harga penawaran Rp 6.200 per saham.
Saham-saham PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia pada tanggal 11 November 1994.
4. PT Gudang Garam Tbk.
PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) didirikan pada tanggal 26 Juni 1958 dan
memulai kegiatan komersialnya pada tahun 1958. Berdasarkan anggaran dasar
perusahaan, ruang lingkup kegiatan GGRM bergerak di bidang industri rokok.
Saat ini GGRM memproduksi berbagai jenis rokok kretek, termasuk jenis rendah
tar dan nikotin (LTN) serta produk tradisional sigaret kretek tangan. Pada tanggal
17 Juli 1990, GGRM memperoleh izin Menteri Keuangan untuk melakukan IPO
penawaran Rp 10.250 per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Agustus 1990.
5. PT. HM Sampoerna Tbk.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) didirikan pada tanggal 27 Maret 1905 dan
memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1913 di Surabaya sebagai
industri rumah tangga. Induk usaha Sampoerna adalah PT Philip Morris
Indonesia, sendangkan induk usaha utama Sampoerna adalah Philip Morris
International, Inc. Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup
kegiatan HMSP meliputi manufaktur dan perdagangan rokok serta investasi
saham pada perusahaan-perusahaan lain. Saham-saham HMSP dicatatkan pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Agustus 1990.
6. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk didirikan pada tanggal 2 September
2009 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1 Oktober 2009. ICBP
merupakan hasil pengalihan kegiatan usaha Divisi Mi Instan dan Divisi Penyedap
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Berdasarkan anggaran dasar
perusahaan, ruang lingkup kegiatan ICBP terdiri dari, antara lain, produksi mi dan
bumbu penyedap, produk makanan kuliner, biskuit, makanan ringan, nutrisi dan
makanan khusus, kemasan, perdagangan, transportasi, pergudangan dan
pendinginan, jasa manajemen serta penelitian dan pengembangan. PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 7
7. PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) didirikan pada tangggal 14
Agustus 1990 dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma dan memulai kegiatan
usaha komersialnya tahun 1990. Induk usaha dari perusahaan adalah CAB
Holding Limited, Seychelles, sedangkan induk usaha terakhir dari perusahaan
adalah First Pasific Company Limited (FP), Hong Kong. Berdasarkan anggaran
dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan INDF antara lain terdiri dari mendirikan
dan menjalankan industri makanan olahan, bumbu penyedap, minuman ringan,
kemasan , minyak goreng, penggilingan biji gandum dan teksil pembuatan karung
terigu. PT Indofood Sukses Makmur Tbk. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada tanggal 14 Juli 1994.
8. PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) didirikan pada tanggal 16 Agustus
1971. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial sejak tahun 1817. Pada
tahun 1958, status KAEF diubah menjadi beberapa Perusahaan Negara (PN).
Pada tahun 1969 beberapa Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi satu
Perusahaan yaitu PN Farmasi Kimia Farma. Pada tahun 1971, berdasarkan
peraturan pemerintah status nya diubah menjadi Persero dengan nama PT Kimia
Farma. Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan KAEF
adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi khususnya bidang
industry kimia, farmasi, biologi, kesehatan, industry makanan/minuman dan
apotik. Pada tanggal 4 Juli 2001 PT Kimia Farma (Persero) terdaftar di Bursa
9. PT Kalbe Farma Tbk.
PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) didirikan pada tanggal 10 September 1966
dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1966. Berdasarkan
anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan KLBF meliputi, antara lain
usaha dalam bidang farmasi, perdagangan dan perwakilan. Saat ini, KLBF
terutama bergerak dalam bidang pengembangan, pembuatan dan perdagangan
sediaan farmasi produk obat-obatan, nutrisi, suplemen, makanan dan minuman
kesehatan termasuk pelayanan kesehatan primer. KLBF memiliki anak usaha
yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia, yakni Enseval Putera Megatrading
Tbk (EPMT). PT Kalbe Farma Tbk. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tanggal 30 Juli 1991.
10. PT Martina Berto Tbk.
PT Martina Berto Tbk. (MBTO) didirikan pada tanggal 1 Jun 1977 dan
mulai beroperasi secara komersial sejak bulan Desember 1981. Berdasarkan
anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan perusahaan terutama meliputi
bidang manufaktur dan perdagangan jamu tradisional dan barang- barang
kosmetika, serta perawatan kecantikan. PT Martina Berto Tbk. terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 13 Januari 2011.
11. PT Merck Tbk.
PT Merck Tbk. (MERK) didirikan pada tanggal 14 oktober 1970 dan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 1974. Berdasarkan anggaran dasar
farmasi dan perdagangan. Saat ini, MERK memasarkan produk-produk obat
tanpa resep dan obat peresepan; produk terapi yang berhubungan dengan
kesuburan, diabetes, neurologis dan kardiologis; serta menawarkan berbagai
instrumen kimia dan produk kimia yang mutakhir untuk bio-riset, bio-produksi
dan segmen-segmen terkait. Merek utama yang dipasarkan adalah Sangobion dan
Neurobion. PT Merck Tbk. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal
23 Juli 1981.
12. PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk. (MLBI) didirikan pada tanggal 3 Juni
1929 dengan nama N. V. Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen dan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 1929. Berdasarkan anggaran dasar
perusahaan, ruang lingkup kegiatan MLBI beroperasi dalam industri bir dan
minuman lainnya. Saat ini, kegiatan utama MLBI adalah memproduksi dan
memasarkan bir (Bintang dan Heineken), bir bebas alkohol (Bintang Zero) dan
minuman ringan berkarbonasi (Green Sands). PT Multi Bintang Indonesia
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Desember 1981.
13. PT Mustika Ratu Tbk.
PT Mustika Ratu Tbk. (MRAT) didirikan pada tanggal 14 Maret 1978 dan
mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1978. Berdasarkan anggaran dasar
perusahaan, ruang lingkup kegiatan MRAT meliputi pabrikasi, perdagangan dan
kecantikan, serta kegiatan usaha lain yang terkait. Saham-saham perusahaan ini
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Juli 1995.
14. PT Mayora Indah Tbk.
PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) didirikan pada tanggal 17 Februari 1977
dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Mei 1978. Berdasarkan
anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan MYOR adalah menjalankan
usaha dalam bidang indusri, perdagangan, serta agen/perwakilan. Saat ini,
MYOR menjalankan bidang usaha industri biskuit, kembang gula, wafer, coklat,
kopi, dan makanan kesehatan serta menjual produknya di pasar lokal dan luar
negeri. PT Mayora Indah Tbk. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tanggal 4 Juli 1990.
15. PT Pyridam Farma Tbk.
PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) didirikan pada tanggal 27 November 1977
dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1977. Berdasarkan
anggaran dasar perusahaan, ruang lingkup kegiatan PYFA meliputi industri
obat-obatan, plastic, alat-alat, kesehatan, dan industri kimia lainnya, serta melakukan
perdagangan, termasuk impor, ek