• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMAHAMAN IDEOLOGI PANCASILA TERHADAP SIKAP MORAL DALAM MENGAMALKAN NILAI-NILAI PANCASILA PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMAHAMAN IDEOLOGI PANCASILA TERHADAP SIKAP MORAL DALAM MENGAMALKAN NILAI-NILAI PANCASILA PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMAHAMAN IDEOLOGI PANCASILA TERHADAP SIKAP MORAL DALAM MENGAMALKAN NILAI-NILAI PANCASILA

PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Ayu Hanita Faradila

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah pengaruh pemahaman ideologi Pancasila terhadap sikap moral dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada siswa kelas VIII di SMPN 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif korelasional, dengan sampel berjumlah 40 Responden. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan angket, analisis data menggunakan teknik persentase. Berdasarkan data hasil penelitian, menunjukkan adanya pengaruh pemahaman ideologi Pancasila dengan sikap moral dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari x² hitung 13,58 kemudian dengan Chi Kuadrat pada taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 4 maka diperoleh x² tabel 9,48. Dengan demikian x² hitung ≥ x² tabel, serta mempunyai derajat keeratan hubungan antara variabel dalam kategori sedang. Artinya semakin tinggi pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila maka semakin baik pula sikap moralnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila maka sikap moralnya kurang baik.

(2)
(3)

PENGARUH PEMAHAMAN IDEOLOGI PANCASILA TERHADAP SIKAP MORAL DALAM MENGAMALKAN NILAI-NILAI PANCASILA

PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(Skripsi)

Oleh :

AYU HANITA FARADILA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama AYU HANITA FARADILA, dilahirkan di Teluk Betung, pada tanggal 25 Mei 1991. Penulis adalah putri bungsu dari pasangan Bapak Abdul Mukti dan Ibu Yusiranah.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :

1. Sekolah Dasar Negeri 1 Kupang Teba, Kecamatan Teluk Betung Utara diselesaikan pada tahun 2002

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 16 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008

(8)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 12 A. Deskripsi Teoritis ... 14

1. Tinjauan Tentang Pemahaman Siswa ... 14

2. Tinjauan Tentang Ideologi Pancasila ... 17

3. Tinjauan Tentang Sikap Moral ... 22

4. Tinjauan Tentang Nilai-Nilai Pancasila ... 28

B. Kerangka Pikir ... 32

(9)

Variabel ... 37

1. Variabel Penelitian ... 37

2. Definisi Konseptual Variabel ... 37

3. Definisi Operasional Variabel ... 38

D. Rencana Pengukuran Variabel ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Teknik Pokok ... 40

2. Teknik Penunjang ... 41

F. Validitas dan Uji Reliabilitas ... 42

G. Teknik Analisis Data ... 44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Langkah-langkah Penelitian ... 48

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 48

2. Penelitian Pendahuluan ... 49

3. Pelaksanaan Penelitian ... 49

a. Persiapan Administrasi ... 49

b. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... 50

B. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 51

1. Analisis Validitas ... 51

2. Analisis Reliabilitas ... 51

C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

1. Sejarah Singkat SMPN 3 Natar ... 55

2. Visi dan Misi ... 58

D. Deskripsi Data ... 59

1. Pengumpulan Data ... 59

2. Penyajian Data Pengaruh Pemahaman Ideologi Pancasila Siswa Kelas VIII SMPN 3 Natar ... 60

3. Penyajian Data Sikap Moral Siswa Kelas VIII SMPN 3 Natar ... 63

E. Pengujian Hipotesis ... 65

F. Pembahasan ... 70

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Pra Survei Melalui Observasi Tentang Jumlah Kenakalan Siswa

di SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 8

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/ 2014 ... 35

Tabel 3. Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/ 2014 yang dijadikan Sampel Penelitian ... 36

Tabel 4. Distribusi Hasil Uji Coba Soal Angket Pada 10 Responden di Luar Populasi untuk Item Ganjil (x) ... 52

Tabel 5. Distribusi Hasil Uji Coba Soal Angket Pada 10 Responden di Luar Populasi untuk Item Genap (y) ... 52

Tabel 6. Tabel Kerja Hasil Antara Item Ganjil (x) dengan Item Genap (y) ... 53

Tabel 7. Data Nilai Ujian Nasional 3 Tahun Terakhir di SMPN 3 Natar ... 58

Tabel 8. Data Pemahaman Ideologi Pancasila ... 61

Tabel 9. Data Sikap Moral Siswa ... 64

Tabel 10. Daftar Tingkat Perbandingan Jumlah Responden Mengenai Pengaruh Pemahaman Ideologi Pancasila Terhadap Sikap Moral ... 66

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah kompleks, salah satunya karena lemahnya pemahaman para generasi muda sebagai generasi penerus bangsa akan pentingnya makna Pancasila sebagai ideologi bangsa. Hal ini dibuktikan dari berbagai permasalahan yang timbul di kalangan remaja yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Sehingga dikhawatirkan akan terjadi kemerosotan sikap moral bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan suatu asas yang menjadi dasar dan landasan bangsa Indonesia untuk menjadi sebuah negara yang adil dan makmur. Sebagai dasar negara maka nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercapai bangsa yang adil dan makmur.

(13)

nilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilai estetis, nilai etis maupun nilai religius.

Nilai-nilai Pancasila disamping sebagai ideologi yang bersifat objektif dan subjektif, juga merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan berkembang dari budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila menjadi ideologi yang tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai nilai-nilai yang digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.

Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara, menjadikan Pancasila sebagai ideologi juga merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila merupakan asas kerohanian bagi tertib hukum Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.

(14)

Pancasila mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sebagai tolak ukur kebenaran dalam penjabaran nilai dasar Pancasila ialah kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Tolak ukur ini dipergunakan mengingat kehidupan dalam alam pancasila yang sarat dengan kehidupan yang dilandasi oleh adanya dialog, musyawarah dan mufakat.

Pandangan atau persepsi mengenai makna ideologi Pancasila kini perlu dipertanyakan lagi. Banyaknya penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila yang terjadi belakangan ini mungkin disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai makna dari ideologi Pancasila itu sendiri.

Akhir-akhir ini sering timbul persoalan-persoalan yang berkenaan dengan perubahan nilai moralitas terutama pada kalangan remaja dan pelajar yang semakin hari semakin memburuk, mereka tidak lagi memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai moral yang berlaku di negara Indonesia yang tertera dalam nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila. Kondisi ini dikhawatirkan akan menghilangkan moralitas yang lambat laun semakin krisis.

(15)

lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat melemahkan kekuatan ideologi Pancasila dalam menciptakan kesatuan sosial yang baik. Akibatnya, timbul penyimpangan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar di lingkungan sekolah yang semakin meningkat di berbagai bentuk, seperti : tawuran, membawa HP yang berisi video porno, pelecehan seksual terhadap teman sebayanya, dan melanggar peraturan sekolah lainnya.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi apabila siswa sungguh-sungguh dalam memahami makna ideologi Pancasila yang telah mereka dapat melalui pendidikan formal serta mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu secara baik. Revitalisasi kemerosotan moral ini dapat ditempuh dengan memperbaiki proses pendidikan anak sejak usia dini.

Pendidikan merupakan proses pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan berbagai prosedur agar siswa mampu memecahkan masalah yang ada serta bersikap mandiri dalam mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dengan menggunakan berbagai prosedur. Pendidikan sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan anak bangsa dengan mengembangkan potensi diri yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 2 yakni :

(16)

pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggapan terhadap tuntutan perubahan zaman.

Proses pendidikan memiliki perananan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam membentuk pola pikir dan meningkatkan pengetahuan siswa dalam memahami makna ideologi Pancasila serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai acuan tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pada diri generasi muda harus ditanamkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air sejak dini, dengan banyak diberikan pemahaman dan pengetahuan akan pentingnya memahami makna ideologi Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia melalui pendidikan terutama di sekolah.

Peran sekolah sebagai tempat siswa memperoleh pendidikan formal dan pengembangan kehidupan sosial sangatlah penting. Sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk melatih kemampuan berinteraksi dan bergaul dengan beragam karakteristik individu yang ada di sekolah seperti teman sebaya, para guru dan staf yang terkait, serta orang lain yang berada di sekitar lingkungan sekolah sebagai pembelajaran dan pengalaman yang berguna bagi siswa ketika terjun dalam kehidupan masyarakat sebagai manusia dewasa kelak.

(17)

Pendidikan Pancasila diberikan sejak praTaman Kanak-kanak dengan mengenalkan dari sila pertama tentang ketuhanan, mereka dikenalkan bahwa semua yang hidup di dunia ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setelah beranjak masuk Taman Kanak-kanak mereka mulai dikenalkan sila kedua tentang kemanusiaan, di dalam pengenalan ini mereka dikenalkan tata krama dan sopan santun sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Tujuan dikenalakan sila kedua ini ialah mengajarkan anak untuk bersikap sopan santun dimanapun mereka berada. Beranjak menuju tingkat Sekolah Dasar, diusia ini para siswa dikenalkan sila ketiga tentang persatuan antar sesama melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Biasanya diusia ini mereka diajarkan untuk berteman dengan baik antar sesama dan tidak membedakan teman agar terjadi sebuah persatuan antar siswa. Tujuannya adalah mengajarkan mereka bahwa persatuan dapat menciptakan suasana yang damai dan harmonis. Pada pendidikan tingkat menengah SMP dan SMA, dalam usia ini sering disebut usia puber sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan tentang sila keempat yaitu membahas soal demokrasi dan sila kelima Pancasila membahas soal keadilan dan kemakmuran bangsa. Dalam jenjang pendidikan tingkat menengah ini penanaman sila keempat dan kelima bertujuan agar para siswa atau pelajar berjiwa demokratis dan mengerti akan tujuan hidup Republik Indonesia ini.

(18)

bertutur kata, bertingkah laku, dan bersikap sehingga orang tua dituntut agar dapat memberikan pemahaman mengenai makna dan nilai-nilai Pancasila serta mampu menjadi contoh yang baik bagaimana bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai Pancasila itu sendiri. Selain itu peran lingkungan juga tidak kalah pentingnya, lingkungan masyarakat sebagai tempat anak bersosialisasi sehari-hari dapat mempengaruhi perkembangan moral anak itu sendiri. Sehingga masyarakat dituntut agar dapat memberikan pembelajaran yang baik bagaimana seorang anak seharusnya bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat yang tentunya sesuai dengan nilai-nilai yang tertera dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Setelah mereka mendapatkan apa itu arti Pancasila, para siswa diharapkan mampu menerapkannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan ditanamkan nilai Pancasila sejak usia dini ialah agar masyarakat Indonesia dapat menghayati dan mengamalkan Pancasila, dalam konteks bukan untuk melemahkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia akan tetapi untuk menguatkannya.

(19)

Pada awalnya masalah muncul akibat tidak adanya rasa persatuan dan toleransi antar pelajar, lebih tragisnya ada beberapa sekolah yang bermusuhan karena latar belakang tertentu. Hal ini sangat disayangkan karena sebagai golongan berpendidikan mereka tidak mengamalkan nilai Pancasila yang diajarkan disekolah, mereka bahkan bertindak tidak sesuai dengan nilai Pancasila. Walaupun sudah ada tindakan dari Depdiknas dan aparat Kepolisian tetapi mereka tidak pernah jera dan terus melakukan aksinya setiap saat. 1 Mendiskriminasikan teman yang berkeyakinan lain 4

2 Berkelahi dengan teman sebaya 17

3 Pelecehan seksual terhadap teman sebaya 5 4 Menghina teman (secara langsung maupun via media

online)

20

5 Memilih teman berdasarkan tingkat ekonomi 6 6 Membantah ketika guru menegur dan menasehati saat

melakukan kesalahan

11

Jumlah 63

Sumber: Hasil wawancara salah 1 guru mata pelajaran di SMP Negeri 3 Natar

(20)

hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman tentang ideologi Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sehingga memberikan dampak negatif bagi perubahan sikap moral remaja.

Remaja dan pelajar merupakan generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan perkembangannya. Mengingat pentingnya pemahaman tentang ideologi Pancasila demi menghindari kemerosotan sikap moral siswa di SMP Negeri 3 Natar, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh

Pemahaman Ideologi Pancasila Terhadap Sikap Moral Dalam Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang berkaitan dengan sikap moral dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Lemahnya pemahaman tentang ideologi Pancasila dan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar khususnya siswa SMP Negeri 3 Natar 2. Keteladanan orang tua atau orang dewasa dalam menanamkan nilai

Pancasila

(21)

C. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Pentingnya pemahaman ideologi Pancasila

2. Sikap moral dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah

Pengaruh Pemahaman Ideologi Pancasila Terhadap Sikap Moral Dalam Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014?”.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(22)

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian tentang Pengaruh Pemahaman Ideologi Pancasila Terhadap Sikap Moral Dalam Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014 secara teoritis memperkaya konsep-konsep dan mengembangkan teori-teori yang berkaitan dengan ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan dalam kajian pendidikan nilai moral Pancasila yang berkaitan dengan upaya membina pengetahuan, keterampilan dan watak atau karakter warga negara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Kegunaan Praktis

1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi siswa agar dapat meningkatkan pemahaman tentang ideologi Pancasila dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sehingga mampu menuju perubahan ke arah yang bersifat positif.

(23)

3. Sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang membahas tentang menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila khususnya pada materi SMP kelas VIII.

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan dalam kajian pendidikan nilai moral yang berkaitan dengan upaya membina pengetahuan, keterampilan, dan watak atau karakter generasi muda yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

2. Ruang Lingkup Subjek

Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar.

3. Ruang Lingkup Objek

(24)

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Natar.

5. Ruang Lingkup Waktu

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana Judul Skripsi/Kaji Tindak

2. Surat Keterangan Penelitian PD I FKIP Unila 3. Surat Penelitian Pendahuluan

4. Lembar Pengesahan Seminar Proposal

5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Seminar Proposal 6. Surat Izin Penelitian

7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 8. Surat Keterangan Persetujuan Seminar Hasil

9. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Seminar Hasil 10.Angket

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Tinjauan Umum Tentang Pemahaman Siswa

a. Pengertian Pemahaman Siswa

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan gambaran mengenai pengertian pemahaman agar dapat memperjelas permasalahan yang akan dibahas.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pemahaman adalah proses perbuatan memahami atau memahamkan (Depdikbud, 1997:74).

Pemahaman berasal dari kata “paham” yang berarti mengerti benar

tentang sesuatu hal. Definisi tersebut dikatakan tidak bersifat operasional sebab tidak memperlihatkan perbuatan psikologis yang diambil seseorang jika ia memahami. Sedangkan pemahaman yang bersifat operasional diartikan sebagai melihat suatu hubungan ide tentang suatu persoalan. Hal terpenting dalam proses pembelajaran ialah agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.

Menurut Jalaluddin Akhmat (1997:33) “pemahaman adalah aspek

(27)

demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman erat kaitannya dengan aspek intelektual manusia untuk mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana sesuatu itu dapat diterima dan dimengerti akal pikiran.

Menurut Mulyasa (2005:78) menyatakan bahwa “pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimilki oleh individu”. Selanjutnya Ernawati (2003:8) berpendapat bahwa “yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya”.

Virlianti (2002:6) mengemukakan bahwa “pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait”.

Terkait dengan pendapat di atas, pemahaman menurut Suharsimi (2009:118) adalah “bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan”.

(28)

suatu persoalan yang berkaitan dengan aspek intelektual manusia untuk mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana sesuatu itu dapat diterima dan dimengerti akal pikiran.

Diantara komponen terpenting dalam pendidikan adalah peserta didik (siswa) dalam perspektif pendidikan peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan. Dalam banyak pustaka subjek didik disebut anak didik (siswa) karena program pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak saja, melainkan juga orang dewasa. Dalam kajian ini menggunakan istilah siswa yaitu siapa saja yang menjadi sasaran dalam proses pendidikan.

Pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Hal ini dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.

Tanpa peserta didik (siswa), maka pendidikan tidak akan terlaksana. Untuk itulah memerlukan pemahaman yang komprehensif kepada peserta didik dengan pemahaman tersebut akan membantu pendidik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai aktifitas pendidikan. Di bawah ini merupakan deskripsi tentang peserta didik (siswa), yaitu :

1. Siswa adalah orang yang belum dewasa yang mempunyai sejumlah potensi dasar yang masih bisa berkembang

(29)

3. Siswa adalah makhluk yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diberi pengertian siswa sebagai individu memiliki hak dan wewenang untuk menilai suatu objek. Pemahaman siswa diartikan sebagai pendapat siswa terhadap objek tertentu berdasarkan indikator pengetahuan dan pengalamannya tentang suatu persoalan untuk dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait.

2. Tinjauan Tentang Ideologi Pancasila

a. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Dalam pengertian sehari-hari menurut Kaelan „idea‟ disamakan artinya dengan cita- cita. Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy seorang Perancis pada tahun 1796. Menurut Tracy ideologi yaitu „science of ideas‟, suatu program yang

(30)

Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran

(Science des ideas).

Di dalam ensiklopedi populer Politik Pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang filsafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti pedagogi, etika, dan politik.

Ideologi dalam arti praktis, ialah kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik yang individual maupun sosial.

Menurut Padmo Wahjono (pakar hukum tata negara), “ideologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelompok”.

Menurut Mubyarto (pakar ekonomi), “ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman karya (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa”.

Menurut M. Sastrapratedja (pakar budaya), “ideologi ialah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir suatu sistem yang teratur”.

(31)

suatu sistem yang teratur yang menjadi pegangan dan perjuangan yang dicita-citakan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.

Ideologi mengandung kegunaan untuk memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju tujuan masyarakat atau bangsa.

b. Penerapan Ideologi

Menurut Dadang Sundawa ,dkk (2008 : 4) “Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan.

Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat, yang harus ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun masyarakat.

(32)

dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga dapat dikembangkan untuk masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat bangsa”.

Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Dalam hal ini sering juga disebut Philosofiche Grondslag atau Weltanschauung yang merupakan pikiran-pikiran terdalam, hasrat terdalam warga negaranya, untuk di atasnya didirikan suatu negara.

c. Pancasila Sebagai Ideologi

Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini di tata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh.

(33)

Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah, penyelenggara negara, termasuk pengurus partai dan golongan fungsional untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Pembangunan disegala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Seperti yang dikemukakan Soeharto (1967:10), yaitu:

“Pancasila adalah kepribadian kita, adalah pandangan hidup seluruh

Bangsa Indonesia, pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat, menjelang dan sesudah Proklamasi kemerdekaan kita. Oleh karena itu, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup yang dapat pula mempersatukan kita.”

(34)

Berdasarkan penjabaran di atas, Pancasila sebagai ideologi dapat dikatakan sebagai falsafah atau pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia yang berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang dan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia.

3. Tinjauan Tentang Sikap Moral

a. Pengertian Sikap Moral

Manusia sebagai makhluk Tuhan yang sempurna dibekali akal dan pikiran yang dimaksudkan agar berguna untuk mengatur tata kehidupan dalam bersikap dan berperilaku. Persepsi anak tentang ideologi Pancasila dapat berpengaruh pada sikap anak dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks sikap umumnya akan terlintas dalam benak kita bahwa sikap berkaitan dengan hal-hal yang menunjukkan tindakan baik atau buruk yang dilakukan seseorang.

Menurut Thurstone dalam Bimo Walgito (2003 : 109) “sikap adalah suatu

tingkat efeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi yang negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan”.

Sri Utami Rahayuningsih (2008 : 1) sikap (attitude) adalah :

(35)

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung

(unfavourable) pada suatu objek.

2. Berorientasi kepada kesiapan respon

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon ; suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.

3. Berorientasi kepada skema triadic

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan bentuk perasaan yang merupakan kesiapan untuk bereaksi pada suatu tingkat afeksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek yang menghendaki adanya respon dengan cara-cara tertentu yang dipilihnya.

(36)

Menurut Suganda Purwacaraka dalam M. Daryono (1998 : 50) “moral

diartikan sebagai suatu istilah untuk menentukan batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-maksud, pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan yang secara layak dinyatakan baik/buruk, benar/salah”.

Menurut Burhanuddin Salam (2000 : 2) “moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, memuat tentang ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan disengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan yang disebut penilaian etis atau moral”.

Berdasarkan pendapat di atas, moral dapat diartikan sebagai suatu istilah atau ajaran yang berkaitan dengan kesusilaan untuk menentukan baik atau buruk, benar ataupun salah dari suatu perbuatan yang disengaja.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap moral adalah segala perbuatan individu yang berkaitan dengan kesusilaan tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan individu yang berupa reaksi terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun luar diri individu itu sendiri.

b. Teori-Teori Perkembangan Moral

1. Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg

(37)

Kohlberg juga berpendapat bahwa perkembangan moral merupakan suatu hasil manusia. Bagi Kohlberg moral dibatasi oleh suatu konstruk lain yang disebut pertimbangan. Berdasarkan pertimbangan, seseorang melakukan perbuatan. Lawrence Kohlberg mengidentifikasi pemahaman nilai moral dalam tiga taraf, yaitu :

a. Taraf Pra Konvensional

Tahap 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pertimbangan moral berorientasi pada objek dan peristiwa konkrit bersifat fisik serta ketakutan dan hukuman apabila melanggar suatu peraturan.

Tahap 2. Orientasi relativitis instrumental

Hubungan antar manusia dianggap sebagai hukuman jual beli di pasar yang merupakan hubungan timbal balik, misalnya : saya menolong kamu, kalau kamu menolong saya. Jadi, tindakan yang dianggap benar adalah tindakan yang diibaratkan alat yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi kebutuhan orang lain.

b. Taraf Konvensional

Tahap 1. Orientasi masuk kelompok orang baik

(38)

Sehingga moral adalah tingkah laku yang menyenangkan membantu atau tindakan-tindakan yang diakui dan diterima orang lain.

Tahap 2. Orientasi hukum dan ketertiban

Individu menilai bahwa perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang ada dalam masyarakat. Pembuat peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban sosial dijunjung tinggi pada tahap ini.

c. Taraf Pasca Konvensional

Tahap 1. Orientasi kontrak sosial legalitas

Dalam tahap ini orang mengartikan benar salahnya suatu perbuatan berdasarkan atas hak-hak individu dan norma-norma yang telah teruji dalam masyarakat.

Tahap 2. Orientasi yang mendasarkan atas prinsip dan koefisien sendiri

(39)

norma moral yang dasarnya ada di dalam koefisien orang itu sendiri.

2. Teori Perkembangan Moral Sigmund Frued

Dalam mengembangkan pendekatannya mengenai masalah kepribadian, Frued bertolak pada anggapan dasar bahwa ada sistem energi yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia. Interaksi ketika energi itulah yang olehnya dianggap paling bertanggungjawab atas perkembangan karakter dan moralitas seseorang. Ketiga sistem energi itu adalah Id, Ego dan Super Ego.

Id adalah wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan primitive yang disebut Primitive Drives. Ego bertugas melaksanakan dorongan-dorongan dari Id dan Ego harus menjaga benar bahwa dorongan primitive tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan dari Super Ego. Super Ego adalah sistem kepribadian yang ketiga dalam diri seseorang yang berisi kata hati.

3. Teori Perkembangan Moral Piaget

Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak akan mengalami perkembangan dari satu tahap ketahap yang lebih tinggi. Berikut ini pemahaman nilai moral menurut Piaget dibagi menjadi empat tahap, yaitu :

(40)

Tahap kedua, pada umur 2 sampai 6 tahun dia meniru apa yang dilihatnya semata-mata demi tujuannya sendiri.

Tahap ketiga, pada umur 7 sampai 10 tahun tampak bahwa sikap heteronom mulai berkurang dan sikap otonom mulai tumbuh.

Tahap keempat, antara umur 11 sampai 12 tahun kemampuan anak untuk berfikir abstrak mulai berkembang. Peraturan-peraturan dianggap sebagai hukum yang merupakan kesepakatan bersama dan dapat diubah kalau disepakati oleh umum.

4. Tinjauan Tentang Nilai-Nilai Pancasila

1. Pengertian Nilai

Menilai berarti menimbang yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa dan kepercayaan. Keputusan nilai dapat mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, serta religius atau tidak religius.

Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama).

(41)

a. Nilai material

Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi semua unsur manusia. b. Nilai vital

Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi semua unsur manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian

Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam, yaitu :

a. Nilai kebenaran atau kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio,budi,cipta)

b. Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa manusia (geovel, perasaan, aesthetis)

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan manusia (will, karsa, ethic)

d. Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai reigius ini bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

2. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila

Menurut Darji Darmodiharjo, dkk (1991 : 52) nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila antara lain sebagai berikut :

1. Dalam sila I berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” terkandung nilai

(42)

a. Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya Yang Maha Sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana dan lain-lain sifat yang suci.

b. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala Larangan-Nya.

c. Nilai sila I ini meliputi dan menjiwai sila II, II, IV dan V.

2. Dalam sila II yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”

terkandung nilai-nilai kemanusiaan, antara lain : a. Pengakuan terhadap adanya martabat manusia b. Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia

c. Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.

d. Nilai sila II ini diliputi dan dijiwai silai I, meliputi dan menjiwai sila III, IV dan V.

3. Dalam sila III yang berbunyi “Persatuan Indonesia” terkandung nilai persatuan bangasa, antara lain :

a. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.

b. Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilyah Indonesia.

(43)

d. Nilai sila III ini diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi dan menjiwai sila IV dan V.

4. Dalam sila IV yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”

terkandung nilai kerakyatan, antara lain : a. Kedaulatan negara adalah ditangan rakyat.

b. Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat.

c. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. d. Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan

wakil-wakil rakyat.

e. Nilai sila IV diliputi dan dijiwai sila I, II dan III, meliputi dan menjiwai sila V.

5. Dalam sila V yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” terkandung nilai keadilan sosial, antara lain :

a. Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atas kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia.

b. Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan pertahanan keamanan nasional.

(44)

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang lain.

e. Cinta akan kemajuan dan pembangunan.

f. Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III dan IV.

Menurut H.A.W. Widjaja (2004 : 6), Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara mengandung nilai-nilai sebagai berikut :

a. Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan.

b. Nilai ideal, nilai material, nilai spiritual, nilai pragmatis dan nilai positif.

c. Nilai etis, nilai estetis, nilai logis, nilai sosial dan nilai religius.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dimana nilai ketuhanan merupakan nilai inti yang meliputi dan menjiwai seluruh nilai kehidupan yang bertujuan membentuk sikap positif manusia sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

B. Kerangka Pikir

(45)

Untuk memperjelas gambaran penelitian ini maka digambarkan dalam diagram kerangka pikir berikut ini :

Gambar 1 : Diagram Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Ada pengaruh pemahaman ideologi Pancasila terhadap sikap moral.

2. Semakin tinggi tingkat pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila maka semakin baik pula sikap moralnya.

Sikap moral siswa dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila :

a. Nilai ketuhanan b. Nilai kemanusiaan c. Nilai persatuan d. Nilai kerakyatan e. Nilai keadilan Pemahaman siswa tentang

ideologi Pancasila :

1. Sebagai ideologi bangsa

(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Untuk memecahkan suatu masalah dibutuhkan suatu cara atau metode, dimana metode tersebut merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keberhasilan suatu penelitian terhadap objek yang diteliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, sebab penelitian ini akan mendeskripsikan keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2006 : 29).

(47)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan salah satu komponen terpenting dalam sebuah penelitian mengingat populasi akan menentukan validitas data dalam penelitian. Menurut Arikunto (2006 : 130) “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar. Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014

Sumber : Arsip Kesiswaan SMP Negeri 3 Natar

No. Kelas Jumlah

1 VIIIA 35

2 VIIIB 34

3 VIIIC 35

4 VIIID 33

5 VIIIE 32

6 VIIIF 32

(48)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian objek nyata dan memiliki karakteristik tertentu yang mewakili populasi.

Suharsimi Arikunto (2006:134) mengatakan “apabila subjek kurang dari

seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitian tersebut penelitian populasi. Sedangkan jika jumlah relatif besar, maka dapat diambil antara 10% sampai 15% atau 20% sampai 25%”.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 20% dari 201 siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar yang diambil secara acak dari masing-masing kelas.

Tabel 3. Daftar Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar yang Menjadi Sampel Penelitian

(49)

C. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

1.1Variabel Bebas (X)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemahaman Ideologi Pancasila (diberi simbol X).

1.2Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap moral siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila (diberi simbol Y).

2. Definisi Konseptual Variabel

Definisi konseptual variabel adalah penegasan serta penjelasan sesuatu konsep dengan mempergunakan konsep-konsep (kata-kata) lagi, yang tidak harus menunjukkan sisi-sisi (dimensi) pengukuran tanpa menunjukkan deskriptor dan indikatornya dan bagaimana mengukurnya (Amirin, 2010 : 10).

(50)

moral siswa dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila adalah pengetahuan, pandangan dan sikap siswa dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi yang memberikan gambaran mengukur secara variabel dengan memberikan arti atau mengkhususkan suatu kegiatan. Penelitian ini akan membahas tiga faktor yang menjadi pemahaman ideologi Pancasila terhadap sikap moral siswa dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila di SMP Negeri 3 Natar yaitu berupa pengetahuan, pandangan dan sikap.

Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2000 : 76).

Pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila terhadap sikap moral siswa dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

3.1Pemahaman

(51)

didik) dapat menerjemahkan, menafsirkan, mendeskripsikan secara verbal mengenai pemahaman tentang ideologi Pancasila. Adapun indikator dalam variabel ini adalah : sebagai ideologi bangsa dan acuan moral atau etika.

3.2Sikap Moral

Sikap moral berarti segala perbuatan individu yang berkaitan dengan kesusilaan tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan individu yang berupa reaksi terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun luar diri individu itu sendiri yang terlihat dalam indikator nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan.

D. Rencana Pengukuran Variabel

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, maka diperlukan alat ukur yang tepat. Rencana pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(52)

2. Sikap moral diukur menggunakan angket berdasarkan kriteria, yaitu : setuju, ragu-ragu dan tidak setuju. Jika setuju diberi skor 3, ragu-ragu diberi skor 2, dan tidak setuju diberi skor 1.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lengkap yang nantinya akan mendukung keberhasilan penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian ini, maka pengumpulan datanya akan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Teknik Pokok

1.1 Tes

Tes disajikan dalam bentuk pertanyaan yang terdiri dari 10 soal, tes disusun penulis sesuai dengan sub pokok bahasan yang disajikan selama eksperimen yang diberikan kepada siswa untuk melihat penting atau tidak pemahaman ideologi Pancasila. Tes analisis dengan skala sikap.

1.2 Angket

(53)

2. Teknik Penunjang

2.1 Teknik Observasi

Teknik ini bertujuan untuk mengamati pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila di SMP Negeri 3 Natar secara langsung di lapangan.

2.2Teknik Dokumentasi

Taknik ini digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data-data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian, dalam kaitannya untuk melengkapi data primer.

2.3Teknik Wawancara

(54)

2.4Studi Kepustakaan

Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yaitu melalui buku-buku atau majalah serta berbagai referensi yang menunjang, guna mendapatkan dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini.

F. Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Validitas

Vailiditas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidanan kesohihan suatu instrumen. Dengan demikian untuk melaksanakan item soal dilakukan kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator yang dipakai (Arikunto, 2001 : 168).

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah logical validity, yaitu dengan mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing, berdasarkan konsultasi tersebut dilakukan perbaikan.

2. Uji Reliabilitas

(55)

Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila tes tersebut menunjukkan hasil-hasil yang tetap dan mantap. Untuk membuktikan kemantapan alat pengumpulan data, maka diadakan uji coba angket reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul data.

Uji reliabilitas dalam sebuah penelitian wajib dilakukan. Uji reliabilitas angket dapat ditempuh dengan :

1. Melakukan uji coba angket kepada 10 orang diluar responden.

2. Hasil uji coba dikelompokkan dalam item ganjil dan item genap.

3. Hasil item ganjil dan genap dikorelasikan dengan product moment.

 

4. Kemudian untuk mengetahui rehabiitas seluruh quesioner digunakan rumus Spearman Brown.

(56)

Keterangan :

Rxy = Koefisien relibilitas seluruh tes

Rgg = Koefisien korelasi item ganjil dan genap (Sutrisno Hadi, 1981 : 37)

5. Hasil analisa kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas, dengan kriteria sebagai berikut :

0,90 – 1,00 = Reliabilitas tinggi 0,50 – 0,89 = Reliabilitas sedang 0,00 – 0,49 = reliabilitas rendah (Manase Malo, 1985:139)

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan setelah data terkumpul yaitu dangan mengidentifikasi data, menyeleksi dan selanjutnya dilakukan klasifikasi data kemudian menyusun data. Adapun tekniknya sebagai berikut :

Untuk mengolah dan menganalisis data akan digunakan teknik analisis data dengan menggunakan rumus interverval adalah sebagai berikut:

K NR NT

I  

Keterangan : I = Interval

(57)

NR = Nilai Terendah K = Kategori

(Sutrisno Hadi, 1986:12)

Penentuan tingkat presentase di gunakan rumus yang di kemukakan oleh Muhammad Ali sebagai berikut:

%

N = Jumlah perkalian seluruh item dengan responden (Muhammad Ali, 1984:184)

Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa untuk menafsirkan banyaknya presentase yang di peroleh di gunakan kriteria sebagai berikut :

76% - 100% = Baik 56% - 75% = Cukup 40% - 55% = Kurang Baik 0% - 39% = Tidak Baik

(Suharsimi Arikunto, 1986 : 196)

Untuk menguji keeratan hubungan dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat sebagai berikut :

(58)

∑ ∑

Oij : banyaknya data yang diharapkan Eij : banyaknya data hasil pengamatan (Sudjana, 1996:280)

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap kemampuan guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut:

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi

2

X : Chi Kuadrat n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

n

X x

C2

(59)

m m

Cmaks  1

Keterangan :

maks

C

: Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan

(Sutrisno Hadi, 1989 : 317)

(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis data instrumen penelitian berupa tes dan angket, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengaruh pemahaman ideologi Pancasila dengan sikap moral dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014, dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pemahaman Ideologi Pancasila Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014 lebih dominan pada kategori cukup paham. Hal ini disebabkan karena siswa cukup memahami tentang ideologi Pancasila.

2. Sikap Moral Dalam Mengamalkan Nilai-nilai Pancasila Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2013/2014 dominan pada kategori baik, hal ini dikarenakan siswa sudah mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan dalam kehidupan sehari-hari.

(61)

Pelajaran 2013/2014, memiliki tingkat keeratan yang cukup tinggi yaitu x² = 13,58 adalah positif. Artinya semakin tinggi tingkat pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila maka semakin baik pula sikap moralnya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pemahaman siswa tentang ideologi Pancasila maka kurang baik pula sikap moralnya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengajukan saran sebagai berikut :

1. Kepada pihak sekolah agar dapat mensosialisasikan pemahaman ideologi Pancasila melalui pembelajaran yang disampaikan guru di kelas dan peningkatan pengamalan nilai-nilai Pancasila melalui keteladanan.

2. Kepada guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan agar mampu memberikan pemahaman akan pentingnya makna ideologi Pancasila. Sehingga diharapkan setiap siswa dapat mengerti arti pentingnya ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan memiliki sikap moral yang baik dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari terutama di lingkungan sekolah.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Almarsudi,Subandi. 2003. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Anonim. 2013. Persepsi Pengertian Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi. duniapsikologi.com

Bimo Walgito. 1991. Psikologi Sosial. Andi Offset. Yogyakarta. 106 Halaman Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta : Rineka Cipta.

Burhanuddin, Salam. 2000. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta : Rineka Cipta.

Darmodiharjo, Darji, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Usaha Nasional. Surabaya. Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung : Citra Umbara.

H.A.W. Widjaja. 2004. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia. Rineka Cipta.

Kansil, CST. 1994. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta : Pradnya Paramita.

Santosa. 2002. Metodelogi Penelitian. Bandung : Trasito.

Sofiyah, Ramdhani. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Agung.

Sudiono, Anas. 2011. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

(63)

Suprapti, Endah. 2010. Pengaruh Penggunaan Alat Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Sikap Moral Siswa Dalam Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Di SMK Kosgoro Penawartama Kabupaten Tulang

Bawang Tahun Pelajaran 2009/2010.

Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta : Andi Offset.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Data Siswa Yang Melakukan Kenakalan di SMPN 3  Natar Tahun Pelajaran 2013/2014
Gambar 1 : Diagram Kerangka Pikir
Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun
Tabel 3. Daftar Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar yang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

untuk dihindari. 4) Metode lain yang digunakan Imam Al-Ghazali dalam pendidikan. Akhlak adalah memperhatikan tingkat

digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial pada proses, mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang terjadi), mengidentifikasikan

Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada bagaiman reaksi pasar pada sektor keuangan terhadap peristiwa politik Pilkada Gubernur DKI Jakarta 20 September

Tujuan Penelitian ini adalah mengembangkan mesin pemotong bagian atas gelas plastik bekas kemasan minuman (yang menyerupai gelang) dengan menggunakan motor listrik dan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reseptor olfaktori nyamuk Culex sp yang struktur kuartenernya diunduh dari www.pdb.org dengan kode akses 3OGN sedangkan ligan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin pada pedagang Pasar Buku Belakang Sriwedari Surakarta.. SUBJEK

Abstrak: Bimbingan belajar adalah suatu bantuan dari pembimbing kepada individu (siswa) dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang