• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

PROTECTION OF THE LAW ON EMPLOYMENT TERMINATION IN PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI

By

Landri Valleska

Government efforts to regulate and reduce disputes between workers and employers or between workers and business partner in order to avoid any misconduct - handedness that could harm either party is one of them by making Lex No. 2 of 2004 on Industrial Relations Dispute Settlement.

The study objective was to determine how the implementation of the Employment Termination by Lex No. 2 of 2004 on Industrial Relations Dispute Settlement happens at PT. Central Pertiwi Bahari and what are the factors inhibiting the implementation of the Employment Termination is.

Approach problems used in this study is the normative legal approach - empirical, that is research object of study includes provision of legislation and its application to the legal events. Based on the results of research and discussion, implementation of Employment Termination at PT . Central Pertiwi Bahari is due to the efficiency of the Company in the absence of shrimp farming so the company loses money.

In Completion of Employment Termination is performed by bipartite system between Management of PT. Central Pertiwi Bahari with labor unions of PT. Central Pertiwi Bahari with stages of negotiations to decide the amount of severance pay that money be set in the Regulation of the Minister of Labour No. KEP - 150 / MEN / 2000 on the settlement of labor dismissal and the stipulation of severance pay. While the factors that impede the implementation of the Employment Termination is the amount of severance pay Bargaining and internal conflict that occurred in Union of PT.Central Pertiwi Bahari

Advice from the author should be severance pay, cash awards and indemnities made under the provisions of Lex No. 13 of 2003 as well as implemented by Decree No. KEP.150/MEN/2000 and PT. Central Pertiwi Bahari can accelerate reconciliation between the company and farmers in order to make the cultivation plasma back so it can absorb more labor.

(2)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI

Oleh Landri Valleska

Usaha Pemerintah dalam rangka mengatur dan mengurangi perselisihan antara pekerja dengan majikannya atau antara pekerja dengan badan usaha agar tidak terjadi kesewenang – wenangan yang bisa merugikan salah satu pihak adalah salah satunya dengan membuat Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan industrial.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi pada PT. Central Pertiwi Bahari dan Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif - empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan Perundang - Undangan serta penerapannya pada peristiwa hukum. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan, Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada PT. Central Pertiwi Bahari terjadi karena adanya Efisiensi Perusahaan karena tidak adanya budidaya udang sehingga perusahaan merugi. Dalam Penyelesaiaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini dilakukan secara Bipartit antara Manajemen PT. Central Pertiwi Bahari dengan Serikat Pekerja PT. Central Pertiwi Bahari dengan tahapan – tahapan Negosiasi untuk memutuskan besaran uang Pesangon yang di atur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK) No. KEP – 150/ MEN/ 2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon. Sedangkan faktor yang menghambat dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut adalah Tawar Menawar besarnya uang pesangon dan konflik internal yang terjadi dalam Serikat Pekerja PT.Central Pertiwi Bahari.

Saran dari penulis sebaiknya pembayaran uang pesangon, uang penghargaan dan ganti rugi dilakukan menurut ketentuan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta dilaksanakan menurut Keputusan Menteri No. KEP.150/MEN/2000 dan PT. Central Pertiwi Bahari dapat mempercepat rekonsiliasi antara perusahaan dengan petambak plasma agar dapat melakukan budidaya kembali sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI

Oleh : Landri Valleska

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Desember 1988 di Tanjung Karang, merupakan anak ke-empat dari empat bersaudara putra dari Bapak Untung Prayitno dan Ibu Ratnawati. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah pendidikan dasar di Sekolah Dasar Kartika II-5 diselesaikan pada Tahun 2000, pada Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar Lampung dan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung selesai pada Tahun 2006.

(7)

MOTO

“Menyerah bukanlah solusi dari sebuah permasalahan, dan kegagalan hanya terjadi apabila kita menyerah.”

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan kasih sayang kupersembahkan untuk:

(9)

SANWACANA

Tengadah jemari dengan berucap atas kehadirat Allah SWT untuk segenap limpahan karunia yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja pada

PT. Central Pertiwi Bahari”, sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku ketua jurusan Hukum Adminitrasi Negara dan Pembimbing I pada pembuatan skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran-sarannya .

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., Selaku Sekretaris jurusan Hukum Adminitrasi Negara

4. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., Dosen Pembimbing I pada pembuatan skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran-sarannya ..

5. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II. Terimakasih untuk masukan dan saran-sarannya .

(10)

7. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., Dosen Pembahas II, yang terlam meberikan masukan, saran dan koreksinya.

8. Ibu Diah Gustiniati, M., S.H. selaku Pembimbing Akademik dan pengarah penulis selama study di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakulas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis serta segala bantuanya selama penulis study di Fakultas Hukum Universitas Lampung

10. Bapak Sunaryo, Bapak Sulistiyo, Saudara Kiki selaku Staf dan karyawan PT. Central Pertiwi Bahari yang telah memberikan dan meluangkan waktunya untuk dapat saya wawancarai mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi.

11. Teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ayahanda Untung Prayitno dan Ibunda Ratnawati, kakak – kakak ku tercinta Putri Eka Libriani, Ade Rintoro dan Febrio Makaira yang selalu mendukung dan mendampingi dalam melangkah untuk menggapai cita – cita ku.

12. Sahabat – sahabat ku Kiki, Andar, Syamsul, Andre, Surya, Rupit dan Ajeng, terima kasih semuanya.

(11)

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 03 Oktober 2013 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract In English ... ii

Cover Dalam Skripsi ... iii

Halaman Persetujuan ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Riwayat Hidup ... vi

Halaman Motto ... vii

Halaman Persembahan ... viii

Sanwacana ... ix

Daftar Isi ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 3

1.2.1. Permasalahan ... 3

1.2.2. Ruang Lingkup ... 4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2. Kegunaan Penelitian ... 4

1.3.2.1. Kegunaan Teoritis ... 4

1.3.2.2. Kegunaan Praktis... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan ... 6

2.1.1 Pengertian Ketenagakerjaan ... 6

2.1.2 Pengertian Pengusaha ... 7

2.1.3 Pengertian Tenaga Kerja dan Pekerja ... 7

2.2 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja ... 8

2.3 Tinjauan Umum Tentang Pemutusuan Hubungan Kerja (PHK) ... 10

2.3.1 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 10

2.3.2 Dasar Hukum Perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 13

2.4 Tinjauan Umum Tentang Perselisihan Hubungan Industrial ... 19

2.4.1 Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial ... 19

(13)

2.4.3 Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ... 20

III. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah ... 32

3.2. Sumber Data ... 32

3.3. Prosedur Pengumpulan Data ... 33

3.4. Pengolahan Data ... 34

3.5. Analisis Data ... 35

IV. PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum PT. Central Pertiwi Bahari ... 36

4.2. Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada PT. Central Pertiwi Bahari ... 37

4.2.1. Pola Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada PT. Central Pertiwi Bahari ... 40

4.2.2. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada PT. Central Pertiwi Bahari ... 41

4.3. Faktor Penghambat Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Central Pertiwi Bahari ... 46

V. PENUTUP 5.1. Simpulan... 51

5.2. Saran ... 51

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mewujudkan masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan Indonesia

merdeka. Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan

kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil. Salah satu instrumen perwujudan

keadilan dan kesejahteraan itu adalah hukum. Melalui hukum, negara berupaya

mengatur hubungan - hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan

badan hukum. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari ketidakadilan

antara pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah, sehingga tercipta

keadilan dan ketentraman di tengah - tengah masyarakat.

Salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah peraturan yang mengatur

hubungan seseorang di dunia kerja. Fakta menunjukkan bahwa banyak sekali

orang yang bekerja pada orang lain ataupun bekerja pada perusahaan. Oleh karena

itu hubungan kerja antara seorang pekerja dengan majikannya atau antara pekerja

dengan badan usaha perlu diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi kesewenang -

wenangan yang bisa merugikan salah satu pihak.

Pemerintah telah menetapkan kebijakan dibidang ketenagakerjaan yang

dirumuskan dalam Undang - Undang nomor 13 tahun 2003. Berdasarkan

(15)

2

ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang - Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu pembangunan

ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat

Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual.

Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 102 ayat (2) menyatakan bahwa

pada intinya pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial berkewajiban

untuk menjalankan pekerjaan demi kelangsungan produksi, memajukan

perusahaan, dan sisi lain menerima hak sebagai apresiasi dalam melaksanakan

tugas - tugasnya, selain menjalankan fungsi lainnya, melalui serikat pekerja untuk

memperjuangkan kesejahteraan anggota serta keluarganya dengan tetap menjaga

ketertiban dan kelangsungan produksi barang dan/ atau jasa dan berupaya

mengembangkan keterampilan serta memajukan perusahaan.

Berbeda, jika masyarakat industrial memahami sebagai aturan hukum yang harus

dipatuhi tanpa harus mendapatkan teguran dari pemerintah sesuai ketentuan

Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 102 ayat (1), dan memahami

sebagai landasan dalam membangun hubungan kemitraan, hanya saja ketidak

patuhan dalam membangun kemitraan tidak ada sanksi hukum yang mengikat

bagi para pihak. Hal ini sebagai kendala dalam menciptakan hubungan kemitraan.

Dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan mengakibatkan

perselisihan hubungan industrial yang artinya perbedaan yang mengakibatkan

pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh

(16)

3

perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan

perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan, yang

semuanya itu di atur dalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah

permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berakhirnya hubungan kerja

bagi tenaga kerja berarti kehilangan mata pencaharian yang berarti pula

permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk

menjamin kepastian dan ketentraman hidup tenaga kerja seharusnya tidak ada

pemutusan hubungan kerja.

Akan tetapi dalam kenyataannya membuktikan bahwa Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) tidak dapat dicegah seluruhnya. Hal ini terjadi di PT. Central Pertiwi

Bahari, dikarenakan adanya efisiensi mereka melakukan Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) bagi karyawan–karyawannya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

membuat penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Buruh Dalam

Pemutusan Hubungan Kerja (Studi di PT.Central Pertiwi Bahari).”

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang sudah di uraikan di atas maka permasalahan yang akan di teliti adalah:

(17)

4

b. Apa saja faktor–faktor yang menghambat dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT.Central Pertiwi Bahari?

1.2.2. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Hukum Adminitrasi Negara yang secara khusus membahas ketenagakerjaan pelaksanaan dari suatu peraturan yang di buat.

Lingkup materi penelitian meliputi :

a. Perusahaan PT. Central Pertiwi bahari sebagai pelaku Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),

b. Karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan yang mendaftarkan diri untuk dkenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), c. Serikat Pekerja (SPSI) dalam melindungi hak - hak karyawan.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menurut Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan industrial,

b. Untuk mengetahui faktor–faktor yang menghambat dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

1.3.2.Kegunaan Penelitian 1.3.2.1. Kegunaan Teoritis

(18)

5

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum administrasi negara.dimana masyarakat dan mahasiswa lebih memahami Perlindungan Hukum Buruh yang bekerja di Perusahaan Swasta.

1.3.2.2. Kegunaan Praktis

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan

Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, sesudah masa kerja.”

Menurut ketentuan Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya, dari peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga keputusan - keputusan menteri yang terkait, dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa pengertian ketenagakerjaan, sebagai berikut: a. Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga

kerja pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesainya masa hubungan kerja,

b. Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk kebutuhan sendiri dan orang lain,

(20)

7

d. Pemberi kerja adalah orang perseorangan atau badan hukum yang memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2.1.2. Pengertian Pengusaha

Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (5) tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud pengusaha sebagai berikut:

1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri,

2. Orang peseorangan, persekututan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalani perusahaan bukan miliknya,

3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 (satu) dan 2 (dua) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

2.1.3. Pengertian Tenaga Kerja dan Pekerja

Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan, termasuk di dalamnya bekerja pada sektor formal, misalnya wiraswasta/ pedagang yang bekerja untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Pekerja adalah mengarah pada bekerja untuk orang lain yang mendapatkan upah atau imbalan lain. Pekerja itu sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Pekerja kontrak

(21)

8

untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

b. Pekerja Tetap, antara lain:

1) Tak ada batasan jangka waktu lamanya bekerja,

2) Hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja kontrak dituangkan dalam “Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu,”

3) Perusahaan dapat mensyaratkan masa percobaan maksimal 3 bulan, 4) Masa kerja dihitung sejak masa percobaan,

5) Jika terjadi pemutusan hubungan kerja bukan karena pelanggaran berat atau pekerja mengundurkan diri maka pekerja tetap mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (bagi pekerja yang bekerja minimal 3 (tiga) tahun) dan uang penggantian hak sesuai Undang - Undang yang berlaku.

2.2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Terdapat beberapa unsur dalam Perjanjian Kerja yaitu: a. Adanya unsur work atau pekerjaan

Suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut, pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja.

b. Adanya Service atau pelayanan

(22)

9

orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di bawah perintah orang lain, si majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa si pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya berada di bawah wibawa orang lain yaitu si majikan.

c. Adanya unsur time atau waktu tertentu

Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah dilakukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang - undangan. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya pekerja tidak boleh melakukan sekehendak dari si majikan dan juga boleh dilakukan dalam seumur hidup, jika pekerjaan tersebut dilakukan selama hidup dari pekerja tersebut, di sini pribadi manusia akan hilang sehingga munculah apa yang dinamakan perbudakan dan bukan perjanjian kerja.

d. Adanya unsur upah

(23)

10

2.3. Tinjauan Umum Tentang Pemutusuan Hubungan Kerja (PHK) 2.3.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/ majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Menurut Undang - Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 61 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila:

a. Pekerja meninggal dunia,

b. Jangka waktu kontak kerja telah berakhir,

c. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(24)

11

- Undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berarti berkaitan dengan pemenuhan hak - hak ekonomi pekerja dan kondisi keuangan dari perusahaan. Karena itu sangat wajar jika kemudian pemerintah melakukan intervensi, bukan hanya melindungi hak - hak pekerja, tetapi juga memperhatikan kemampuan dari keuangan perusahaan tersebut dengan memberikan pengaturan - pengaturan berpatokan standar, baik secara nasional maupun internasional.

Menurut Undang - Undang nomor 13 tahun 2003 Pasal 150 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam Undang - Undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, maupun usaha - usaha sosial dan usaha - usaha lain yang memiliki pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus mengikuti ketentuan Undang - Undang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

a. Badan usaha berbentuk badan hukum,

(25)

12

d. Badan usaha milik swasta, e. Badan usaha milik swasta,

f. Badan - badan sosial dan badan usaha lainya yang memiliki.

Dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus melalui prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu Undang - Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur tata cara pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga ada acuan yang dapat digunakan oleh pekerja untuk mencermati keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh pihak pengusaha/ perusahaan.

Undang - Undang Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003 mewajibkan kepada pihak pengusaha/ perusahaan untuk terlebih dahulu mengajukan permohonan izin melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).

Selama masa menunggu keputusan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) baik pengusaha maupun pekerja tetap menjalankan kewajibannya seperti semula. Kecuali jika pengusaha melakukan skorsing atau hukuman kepada pekerja, pekerja/ buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja tetap menerima upah beserta hak - hak lainnya yang biasa diterima.

(26)

13

Hubungan Kerja (PHK), perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut - turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing - masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda - beda.

Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan bisa dilakukan dengan alasan perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/ pailit. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.

Bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2.3.2.Dasar Hukum Perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:

(27)

14

1) Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahan,

2) Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan,

3) Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja,

4) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja, 5) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman

sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja,

6) Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang - undang,

7) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan,

8) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja,

9) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara,

10) Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih,

(28)

15

yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

b. Pekerja ditahan pihak yang berwajib

Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.

Untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.

c. Perusahaan mengalami kerugian

Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.

(29)

16

d. Pekerja tidak masuk kerja terus menerus

Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk kerja selama 5 hari berturut - turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti - bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkan diri.

Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.

Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tidak masuk kerja, berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

e. Pekerja meninggal dunia

(30)

17

f. Pekerja melakukan pelanggaran

Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama - sama antara pekerja/ serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing - masing pihak dan syarat - syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing - masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.

Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. Masing - masing berlakunya surat peringatan selam 6 (enam) bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 (tiga) kali berturut - turut dalam 6 (enam) bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.

(31)

18

Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:

a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus - menerus,

b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku,

c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, d. Pekerja menikah,

e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,

f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,

g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,

h. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan,

(32)

19

j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

2.4. Tinjauan Umum Tentang Perselisihan Hubungan Industrial 2.4.1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial

Menurut Undang - Undang nomor 2 tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan, “Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan”.

2.4.2. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Dengan pertimbangan - pertimbangan di atas menurut Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh:

a. Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang – undangan,

(33)

20

c. Pengakhiran hubungan kerja,

d. Perbedaan pendapat antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

2.4.3. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dapat dibedakan menjadi:

a. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Melalui Bipartit Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian perselisihan yang demikian merupakan penyelesaian perselisihan terbaik karena masing - masing pihak dapat langsung berbicara dan dapat memperoleh kepuasan tersendiri dikarenakan tidak ada campur tangan dari pihak ketiga. Selain itu, penyelesaian perselisihan melalui bipartit dapat menekan biaya dan menghemat waktu.

Itulah sebabnya Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 3 (tiga) mengharuskan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat dilakukan terlebih dahulu dalam setiap perselisihan hubungan industrial sebelum diajukan kepada lembaga penyelesaian perselisihan.

(34)

21

hubungan industrial. Upaya bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 7 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama (PB) yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Dalam hal perjanjian bersama (PB) tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama (PB) didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.

Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya - upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti tersebut tidak dilampirkan risalah penyelesaian secara bipartit, instansi tersebut harus mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat tujuh hari sejak diterimanya pengembalian.

(35)

22

Negosiasi merupakan sarana bagi pihak - pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi) maupun yang berwenang (arbitrase dan litigasi). Ciri khas daripada negosiasi adalah adanya tawar - menawar antara para pihak, di mana tawar - menawar tersebut bersifat relatif dan tergantung dari beberapa hal, yaitu:

1) Bagaimana kebutuhan anda terhadap pihak lawan, 2) Bagaimana kebutuhan pihak lain terhadap anda, 3) Bagaimana alternatif kedua belah pihak,

4) Apa persepsi para pihak mengenai kebutuhan serta pilihan - pilihannya.

Untuk melakukan negosiasi yang baik dan berhasil diperlukan suatu strategi atau taktik negosiasi, dimana setiap negosiator diharuskan mampu mengetahui kemampuan terendah mereka sendiri dan kemampuan pihak lawan dalam tawar - menawar. Selain itu dalam melakukan negosiasi, negosiator harus berusaha mencari informasi dari pihak lain untuk melakukan tawar - menawar yang akan dijadikan dasar untuk memperkirakan kemampuan pihak lain.

(36)

23

berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi menurut ketentuan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 4 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, didahului dengan tahapan sebagai berikut:

1) Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara bipartit sudah dilakukan,

2) Setelah menerima pencatatan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, 3) Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari para pihak tidak menetapkan pilihan,

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakeerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator.

(37)

24

dalam waktu selambat - lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan perkara perselisihan. Dalam jangka waktu selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pelimpahan perselisihan, mediator harus sudah menyelesaikan tugas mediasi tersebut.

Apabila dalam sidang mediasi tercapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan mediator untuk didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan Akta Bukti Perjanjian Bersama. Namun jika tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan melalui mediasi, maka:

1) Mediator mengeluarkan anjuran tertulis,

2) Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak,

3) Para pihak harus sudah harus memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat - lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis,

4) Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis,

(38)

25

kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak - pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

c. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Melalui Konsiliasi Penyelesaian melalui konsiliasi (conciliation) ini dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak - pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

(39)

26

Tata cara penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi tidak jauh berbeda dengan tata cara penyelesaian perselisihan melalui mediasi, yaitu menyelesaikan perselisihan di luar pengadilan untuk tercapainya kesepakatan dari para pihak yang berselisih. Demikian juga dengan jangka waktu penyelesaiannya, undang - undang memberikan waktu penyelesaian selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan sama halnya dengan proses penyelesaian perselisihan melalui mediasi. Yang perlu diperhatikan bahwa, berbeda dengan mediator, seorang konsiliator bukan berstatus sebagai pegawai pemerintah.

Konsiliator dapat memberikan konsiliasi setelah memperoleh izin dan terdaftar di kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/ kota. Lingkup perselisihan yang dapat ditangani melalui konsiliasi adalah perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan .

(40)

27

ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 19 ayat (1).

d. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Melalui Arbitrase Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial, sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex generalis.

Lembaga arbitrase di Indonesia bukanlah hal yang baru, tapi sesungguhnya sudah dikenal sejak lama, salah satu ketentuan yang merupakan sumber hukum dilaksanakan arbitrase sebelum adanya Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 337 Reglement

Indonesia yang diperbaharui (Het Herzienen Indonesisich Reglement, Staatsblad 1941; 44) atau Pasal 705 Reglement acara untuk daerah luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengwesten, Staatsblad 1927; 227). Namun pengaturan - pengaturan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999.

(41)

28

1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih,

2) Apabila para pihak berhasil berdamai, arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akte Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter,

3) Akte perdamaian tersebut didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Pendaftaran akte perdamaian dapat dilakukan dengan cara akte perdamaian yang telah didaftar tersebut diberi akta bukti pendaftaran di mana hal tersebut merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari akte perdamaian,

4) Apabila akte perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah akte perdamaian didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.

Namun, jika pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran akte perdamaian, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusinya kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten dalam melaksanakan eksekusi,

(42)

29

2) Arbiter atau majelis arbiter dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih untuk didengar keterangannya, 3) Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang -

undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan, dan kepentingan umum,

4) Putusan arbitrase memuat:

a) Kepala keputusan yang berbunyi ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,”

b) Nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter, c) Nama lengkap dan alamat para pihak,

d) Hal - hal yang termuat di dalam Surat Perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih,

e) Ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut dari para pihak yang berselisih,

f) Pertimbangan yang menjadi dasar keputusan, g) Mulai berlakunya putusan,

h) Tanda tangan arbiter atau majelis arbiter.

i) Dalam putusan, ditetapkan selambat - lambatnya 14 (empat belas) hari harus sudah dilaksanakan,

(43)

30

k) Putusan arbitrase didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan,

l) Apabila putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dilaksanakan,

m) Terhadap keputusan arbitrase, salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbitrase. Dalam hal permohonan tersebut dikabulkan, Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya maupun sebagian putusan arbitrase.

e. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus:

(44)

31

b. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial untuk pertama kalinya dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/ Kota di setiap ibukota provinsi yang mempunyai daerah hukum meliputi seluruh wilayah provinsi bersangkutan dan pada Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Untuk Kabupaten/ Kota yang padat industri juga dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif - empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajianya meliputi ketentuan - ketentuan Perundang - undangan (in abstracto) serta penerapanya pada peristiwa hukum (in concerto) (Abdulkadir Muhammad,2004;201)

Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan melalui studi kepustakaan dalam mencari data dan sumber yang bersifat teori yang berguna untuk memecahkan masalah. Pendekatan ini dikenal dengan nama pendekatan kepustakaan atau yang biasa disebut dengan studi kepustakaan atau studi dokumentasi, yakni dengan mempelajari buku - buku, peraturan perundang - undangan dan dokumen lainya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pendekatan empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan melakukan penelitian secara langsung utnuk mengumpulkan data atau semua informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, baik dengan wawancara dengan pihak terkait, maupun dengan pengamatan secara seksama terhadap objek penelitian.

3.2. Sumber Data

(46)

33

sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung atau studi lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer adalah bahan - bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang - undangan berikut:

1) Undang - Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, 2) Undang - Undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesian

Perselisihan Hubungan Industrial.

Selain itu, ada data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan yaitu pada

Food Processing Division atau Divisi Pengolahan Makanan (Udang) PT. Central Pertiwi Bahari.

Adapun data primer tersebut bersumber:

1) Bapak Amsuddin mewakili Serikat Pekerja PT.Central Pertiwi Bahari, 2) Bapak Suprimale mewakili Human Capital PT.Central Pertiwi Bahari, 3) Bapak Sarlan karyawan yang terkena PHK,

4) Bapak Widodo karyawan yang mendaftarkan diri dalam program “Tali Kasih.”

b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan - bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan berupa kumpulan buku - buku, literature, hasil karya ilmiah sarjana, dan laporan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3.3. Prosedur Pengumpulan Data

(47)

34

a. Studi Kepustakaan yaitu memperoleh data sekunder dengan membaca, mengutip dan menelaah bahan - bahan kepustakaan yang terdiri dari peraturan perundang - undangan dan buku - buku literatur yang berkaitan dengan penelitian ini,

b. Studi Lapangan, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap Perlindungan Hukum Buruh Dalam Pemutusan Hubungan kerja di PT. Central Pertiwi Bahari Tulang Bawang dan melakukan wawancara dengan pihak terkait.

Penulis melakukan observasi dan turut ambil bagian dari penelitian Skripsi ini dengan Melakukan Studi Lapangan PT. Central Pertiwi Bahari. Pengumpulan data diawali dari kegiatan mengidentifikasikan dan menginventariskan data. di mana kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menghimpun bahan kepustakaan, dokumen - dokumen dan arsip - arsip, serta observasi langsung pada objek - objek yang terkait dengan pelaksanaan kawasan berikat.

3.4. Pengolahan Data

Pengolahan Data dilakukan dengan cara:

a. Seleksi data, yaitu memili data yang sesuai dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini,

b. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar, dan sesuai dengan masalah yang di teliti, c. Klarifikasi data, yaitu dengan memaparkan data menurut tata urutan yang

(48)

35

d. Penyusunan data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, dan logis sehingga mudah di pahami dan diinterpretasikan.

3.5. Analisis Data

(49)

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan

Dalam hal – hal yang telah diuraikan pada bab – bab terdahulu maka dapat diambil suatu kesimpulan yaitu:

a. Pelaksanaan Pemutusan Hubungan kerja yang dilakukan oleh PT.Central Pertiwi Bahari karena adanya efisiensi perusahaan sudah dilakukan dengan berasan upah pesangon,penghargaan dan ganti rugi yang sudah disepakati Perusahaan dengan serikat pekerja yaitu 0,7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK),

b. Faktor – Faktor Penghambat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut antara lain:

1) Tawar Menawar Besaran uang Pesangon efisiensi Pemutusan Hubungan Kerja yang sudah disepakati yaitu 0,7 (tujuh per sepuluh) dari Peraturan Mentri Tenaga Kerja (PMTK),

2) Perselisihan Pro - Kontra yang terjadi di internal serikat pekerja.

5.2. Saran

Berikut saran yang dapat diberikan penulis antara lain:

(50)

52

dilaksanakan menurut Keputusan Menteri No. KEP.150/MEN/2000,

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon, Philiipus.M dkk.2005. Pengantar Hukum Adminitrasi Indonesia.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pangaribuan, Juanda.2013.Aneka Putusan Mahkamah Konstitusi Bidang Hukum Ketenagakerjaan Dilengkapi Ulasan Hukum. Muara Ilmu Sejahtera Indonesia.

Soedarjadi.2007. Hukum KetenagaKerjaan di Indonseia.Jakarta: Pustaka Yustisia. Husni, Lalu.2005. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Edisi Revisi).

Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada.

Sugiyono.2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Ugo, Pujiyo.2011. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Jakarta: Sinar Grafika

Perundang – Undangan:

1. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

2. Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta,

3. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004 atas Hak Uji Materiil Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar 1945, 4. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.SE.907/Men.PHI-

PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Masal, 5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No.SE.13/Men/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas Hak Materiil Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar 1945,

6 Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.B.600/Men/SJ-HK/VIII/2005 perihal Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan.

Situs Internet:

1. http://www.kawasanberikat.com

(52)

3. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fd0331b5095/penyelesaian-dualisme-kepemimpinan-serikat-pekerja

4. http://rauhil.blogspot.com/2012/03/penghitungan-pesangon-pmtk.html 5. http://www.mikirdong.com/perhitungan-pesangon-anda

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada Polis atau SPAJ atau proses pemulihan untuk asuransi dasar, asuransi penyakit kritis, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan yang pernah diajukan atau masih dalam

Kami dari Wahana Visi Indonesia ADP Pantai Kasuari, secara khusus saya Wangsit Panglipur sebagai pengelola program, sangat berterima kasih atas banyak hal yang sudah

Pada umumnya penutur-penutur bahasa Indonesia mengenal kata di mana sebagai kata tanya yang digunakan untuk menanyakan tempat (lokasi) di dalam kalimat tanya informasi (Wijana,

Jika luas sebuah trapesium adalah 300 cm², tentukan ukuran tinggi dan panjang sisi sejajar yang mungkin dari kedua trapesium

Skripsi ini meneliti tentang praktik jual beli padi dengan sistem tebas dan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa transaksi jual beli padi

pemberian pelayanan kepada masyarakat artinya suatu pelayanan dapat dikatakan efektif apabila telah disediakannya fasilitas sarana dan prasarana yang lengkap dan

Untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis android dengan Program Adobe Flash CS5.5 untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP Kelas VIII pada

Pada awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala cekot-cekot kurang lebih dua minggu sebelum masuk rumah sakit disertai kepala terasa berputar.. Karena nyeri