• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Lokasi Dan Kondisi Halte Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Lokasi Dan Kondisi Halte Di Kota Medan"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI LOKASI DAN KONDISI HALTE

DI KOTA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

08 0404 026

FRANS PARLINDUNGAN SIREGAR

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Studi Efektifitas Penggunaan Halte Di Kota Medan Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan

Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang

dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Jika keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.

Kota Medan merupakan wilayah penelitian tempat henti (halte) termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (cantilever), sedangkan wilayah dibagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi dalam penelitian ini. Sampel diambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan cara menggunakan tabel acak. Dengan menganalisa lokasi dan kondisi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada daerah penelitian, diperoleh hasil bahwa dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Bangunan fisik, halte yang dibangun kurang perawatan, sehingga saat ini kondisi fisik dari halte tersebut tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menunggu angkutan umum. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan halte di sepanjang jalan tidak lagi berfungsi. Dan juga tidak dilengkapi dengan fasilitas , baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Untuk itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte.

(3)

DAFTAR ISI

2.1 Sarana Dan Prasarana Transportasi ... 11

2.2Sarana Transportasi ... 12

2.3Pengertian Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum ... 14

2.4Halte ... 15

(4)

2.6.2 Fasilitas Halte ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 47

3.2 Penentuan Wilayah Penelitian ... 48

3.3 Penentuan Populasi Dan Sampel ... 49

3.4 Pengambilan Data Lapangan ... 53

3.5 Pengolahan Data dan Penyajian Data ... 54

3.6 Analisa Data ... 54

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA 4.1 Kondisi Fisik Jalan ... 55

4.8 Data Penilaian Dan Dokumentasi ... 61

4.9 Rancangan Tempat Henti (Halte) ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 101

Daftar Pustaka ... 102

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Studi

Lokasi dan Kondisi Halte di Kota Medan”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana

teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara

Medan. Saya menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya.

Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman saya.

Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan

mahasiswa sangatlah saya harapkan.

Saya juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang telah mendukung saya dalam setiap

kegiatan akademik yang juga selalu menguatkan dan mendorong saya untuk tetap

semangat menyelesaikan tugas akhir ini.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada :

1. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah berkenan

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan

mengarahkan saya hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

(6)

4. Bapak Medis Surbakti, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah

memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

5. Ibu Adina Sari Lubis, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan

kritikan dan nasehat yang membangun.

6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar dan staf administrasi di Jurusan teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua saya, ayahanda Drs. Panyabungan Siregar dan ibunda Zulhijjah

Nasution, serta adik-adikku Riska Febriyeni Siregar, Sahala Raja Siregar, dan

Irvan Febrian Siregar yang telah memberikan dukungan semangat serta motivasi

kepada saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Untuk Ayu ci Pesek yang tidak lelah memberi motivasi dan semangat kepada

saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan semangat kepada

saya, serta senior-senior dan adik-adik yang memberikan dukungan serta info

mengenai kegiatan akademik.

Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini saya telah berusaha untuk

mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya

Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun

tentulah sangat saya harapkan di kemudian hari.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil jurusan transportasi.

Medan, Oktober 2014

08 0404 026

(7)

DAFTAR TABEL Tabel

2.1 Jarak Halte dan Tempat Perhentian Bus ... 19

2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti ... 39

3.1 Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor-koridor 3.1a Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor I ... 49

3.1b Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor II... 49

3.1c Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor III ... 50

3.1d Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor IV ... 50

3.1e Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor V ... 50

4.8 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 12... 71

4.9 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 15... 73

4.10 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 19... 75

4.11 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 24... 77

4.12 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 27... 79

4.13 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 28... 81

4.14 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 31... 83

4.15 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 34... 85

4.16 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 40... 88

4.17 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 43... 90

4.18 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 44... 92

(8)

DAFTAR GAMBAR Gambar

2.1 Tata letak halte pada ruas jalan ... 14

2.2 Tata letak tempat pemberhentian bus pada ruas jalan ... 15

2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat ... 21

2.4 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang tiga ... 21

2.5 Tata letak halte pada ruas jalan ... 22

2.6 Lindungan menghadap ke muka Lindungan menghadap ke belakang ... 22

2.7 Lindungan menghadap ke belakang ... 23

2.22 Standar jalur henti bus tunggal (single-bus lay bay) ... 44

2.23 Standar jalur henti bus ganda (multi-bus lay bay) ... 44

2.24 Standar jalur henti bus untuk tempat henti yang berdekatan (single-bus/multi-stop lay bay) ... 44

2.25 Standar jalur henti bus terbuka ... 45

2.26 Standar jalur henti bus yang di kombinasikan dengan jalur pakir dan bongkar muat (combined lay bay) ... 45

2.27 Standar jalur henti bus lahan yang terbatas ... 45

(9)

4.1a Denah Lokasi Halte nomor 3 ... 61

4.14b Halte Nomor 43 Jalan Perintis Kemerdekaan ... 90

4.15a Denah Lokasi Halte nomor 44 ... 91

4.15b Halte Nomor 44 Jalan SM. Raja ... 92

4.16 Denah Rancangan halte Nomor 27 jalan S Parman ... 92

(10)

DAFTAR ISTILAH

CBD = Central Bisnis Distrik

(11)

ABSTRAK

Studi Efektifitas Penggunaan Halte Di Kota Medan Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan

Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang

dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Jika keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.

Kota Medan merupakan wilayah penelitian tempat henti (halte) termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (cantilever), sedangkan wilayah dibagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi dalam penelitian ini. Sampel diambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan cara menggunakan tabel acak. Dengan menganalisa lokasi dan kondisi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada daerah penelitian, diperoleh hasil bahwa dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Bangunan fisik, halte yang dibangun kurang perawatan, sehingga saat ini kondisi fisik dari halte tersebut tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menunggu angkutan umum. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan halte di sepanjang jalan tidak lagi berfungsi. Dan juga tidak dilengkapi dengan fasilitas , baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Untuk itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkotaan seperti pada umumnya mempunyai pertumbuhan penduduk relatif

tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

terhadap kebutuhan akan adanya sarana penunjang untuk memperlancar kegiatan

manusia saat pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi meningkat. Oleh sebab itu

penyelenggaraan transportasi lalu lintas dan angkutan jalan perlu dilakukan secara

berkeseimbangan dan terus ditingkatkan agar lebih luas menjangkau pelayanan

kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum,

kelestarian lingkungan dan kemampuan masyarakat. Salah satu pelayanan yang

diberikan berupa pelayananterhadap kelancaran transportasi bagi pemakai jalan,

khususnya penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung yang berupa penyedia terminal,

tempat parkir, trotoar, zebra cross dan halte. Sehingga memberikan kenyamanan bagi

pemakai jalan dan diharapkan maslah-masalah yang di timbulkan oleh pemakai jalan

dapat diminimalkan.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di wilayah

perkotaan, maka kebutuhan akan angkutan umum juga meningkat. Hal ini di

sebabkan karena penduduk perkotaan mempunyai tingkat kehidupan yang tinggi

dengan mobilitas yang besar. Untuk itu sudah saatnya perencanaan dan pengelolaan

manajemen perkotaan di tata dengan lebih baik, karena perencanaan dan pengelolaan

yang kurang tepat tidak akan mengarah pada kebaikan tetapi justru dapat

(13)

Di Kota Medan, 90% angkutan umum berupa mobil penumpang umum dan

bukan bus. Hal ini memicu beberapa pengemudi untuk menaikkan/menurunkan

penumpang di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana

mestinya. Sistem pelayanan angkutan umum (angkutan kota) yang masih

menggunakan jenis angkutan berkapasitas kecil (8-12 seat) dan bus kecil dengan

kapasitas 12-16 seat dan pola prilaku masyarakat menggunakan kendaraan di Kota

Medan sangat memprihatinkan.

Menurut Morlok, E.K (1984), prioritas melaju di jalan raya seharusnya

diberikan kepada angkutan umum, dan bukan kepada kendaraan pribadi. Prioritas

tersebut dimaksudkan untuk mengangkut orang dalam jumlah besar, dalam waktu

singkat.

Dinas Perhubungan Darat (1996) menjelaskan pengertian halte adalah tempat

pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menaikkan dan menurunkan

penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Menurut (Vuchic, 1981) halte

berfungsi menaikkan dan menurunkan penumpang yang memiliki tanda dan

informasi mengenai pelayanan. Dan sebagai pendukung dalam mewujudkan sistem

transportasi yang efektif dan efisien.

Halte diperlukan keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum. Dimana

angkutan umum tersebut harus melalui tempat yang telah ditetapkan untuk

menaikkan dan menurunkan penumpang agar perpindahan penumpang lebih mudah

dan gangguan terhadap lalu lintas dapat di minimalkan (PP RI No.41 Th 1993).

Karena biasanya, disepanjang rute inilah keberadaan calon penumpang memberi

(14)

Tempat perhentian yang ada dikota medan termasuk dalam tempat henti

dengan perlindungan (halte). Menurut teori lokasi, fasilitas harus berlokasi pada

tempat-tempat yang memeiliki kemudahan untuk dicapai. Terkait dengan halte, halte

harus ditempatkan pada tempat-tempat yang memiliki kemudahan untuk dicapai,

yaitu pada lokasi pertemuan dengan kendaraan lain (persimpangan) untuk

mengurangi jarak berjalan kaki penumpang yang akan beralih moda dan pada lokasi

dimana penumpang yang menunggu angkutan umum harus terlindung dari gangguan

lalulintas (Vuchic, 1981).

Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (pasal 8)

menyebutkan, bahwa angkutan umum kota harus melalui tempat-tempat yang telah

ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, maka halte harus

disediakan disepanjang rute angkutan kota agar perpindahan penumpang menjadi

lebih mudah. Selain itu halte juga disediakan agar dalam proses perpindahan

penumpang tidak menggangu kenyamanan pengguna jalan lainnya, dan untuk

meminimalkan konflik yang biasa terjadi di setiap persimpangan.

Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan

yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan

sesuai kegunaannya. Karena keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya

justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu

berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte

justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.

Menurut Penelitian (Sudianto, B.U, 2003) jarak halte dari persimpangan

minimal 45 m, jarak tersebut dirasakan para pengguna halte dan pengemudi angkutan

(15)

berjalan kaki pada tidak mungkin berkeringat baik pagi, siang, maupun sore hari.

Dan angkutan umum tidak bisa berhenti lama (ngetem) pada halte sebab ruang pada

jarak tersebut tidak memungkinkan untuk berhenti lama menunggu penumpang di

halte.

Dalam penelitian (Harry Lubis dkk, 2005) menyatakan pengguna angkutan

umum lebih sering tidak menggunakan dalam menunggu angkutan umum, rendahnya

kesadaran penumpang angkutan umum untuk menggunakan halte disebabkan

kurangnya jumlah halte pada titik-berhenti angkutan umum

Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak

adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi

halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai

dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan

raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Karena keadaan halte tersebut diabaikan,

maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur

tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka

keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, Untuk itu perlulah kiranya

dikaji ulang, mengenai keberadaan halte di koridor-koridor utama Kota Medan. Baik

dari segi fisik halte maupun lokasi penempatannya. Sehingga keberadaan halte dapat

memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum, dan

bukannya menjadi salah satu hambatan bagi perkembangan Kota Medan di masa

(16)

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan dari penulisan Proposal tugas akhir ini adalah untuk menganalisa

kondisi dan lokasi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk

memperlancar kegiatan transportasi.

b. Manfaat dari penelitian ini ditunjau dari :

• aspek akademis adalah untuk mengaplikasikan teori yang selama ini

dipelajari pada masa perkuliahan kedalam pemecahan suatu permasalahan,

khususnya permasalahan dibidang transportasi yang berkaitan dengan sarana

dan prasarana transportasi perkotaan. Selain itu penulisan tugas akhir ini

dapat memperdalam pengetahuan penulis khususnya dibidang transportasi

yang berkaitan dengan perencanaan dan pemodelan transportasi.

• Ditinjau dari aspek praktisi maka penulisan tugas akhir ini adalah

diharapkannya dapat menjadi bahan masukan dan referensi bagi pihak-pihak

yang terkait untuk meningkatkan keberadaan dan kondisi halte sehingga

mamfaat dari keberadaan halte di Kota Medan dapat tercapai dengan optimal.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian dan pembahasan tugas akhir ini permasalahan lokasi dan

kondisi halte di Kota Medan mengacu pada Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat

Perherntian Kendaraan Penumpang Umum oleh Direktur Jenderal Perhubungan

Darat (1996).

Dalam penelitian ini daerah penelitian di bagi menjadi lima koridor. Koridor

(17)

kota-kota sekitarnya, yaitu jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota medan ke kota-kota-kota-kota

Halte yang di analisa adalah halte yang berada pada daerah penelitian dengan

cara menghitung seluruh halte yang berada di sepanjang jalan yang merupakan

koridor utama. Dalam hal ini di dapatkan jumlah semua halte yang ada disetiap

koridor utama adalah 45 buah. Agar perolehan besarnya sampel penelitian

proporsional terhadap besamya jumlah populasi pada kawasan studi yang diteliti,

maka penarikan sampel dilakukan secara Proportionate stratified random sampling

(Sampel acak bertapis berimbang)

Metode ini membagi populasi kedalam lima koridor utama, dimana jumlah

halte dalam setiap koridor dapat di lihat pada Tabel berikut, sampel yang akan

digunakan untuk penelitian sebanyak 30% dari total jumlah halte, yaitu sebanyak 15

sampel.(Prosedur sampel acak sederhana dalam buku Metode Penelitian modul 3-5

Aria Jalil dkk). Jumlah sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara

berimbang. Yaitu dengan menggunakan rumus:

Proporsi = Jumlah Halte Tiap Koridor

Total Jumlah Halte

x 100%

(18)

Dalam penelitian ini tidak dilakukan wawancara dengan pengguna maupun

pengemudi angkutan umum untuk melihat pendapat tentang lokasi dan kondisi halte

di Kota Medan.

1.5 Metodologi

a. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan, khususnya halte yang berada pada

koridor-koridor utama di Kota Medan

b. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dibagi menjadi lima koridor utama, dan difokuskan untuk melihat

Kondisi dan penyebaran lokasi halte yang ada di Kota Medan.

c. Sumber Data

Pengambilan data yang digunakan adalah dengan melakukan studi analisis

terhadap permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan halte.

a. Studi Pustaka

Merupakan rujukan dari sejumlah buku-buku yang berkaitan dengan

studi ini

b. Pengumpulan Data

- Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung sebelum dilakukannya

survei ke lapangan. Data-data sekunder pada penelitian ini

diperoleh dari Departemen Perhubungan Kotamadya Medan. Data

sekunder yang diperlukan dalam penelitian adalah : Data Jaringan

(19)

fungsi dari jalan tersebut Dan Data Penduduk yang diperlukan

untuk mengetahui kepadatan penduduk (Population Density) pada

wilayah studi.

- Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dilapangan dengan cara :

• Pengamatan

Dengan pengamatan pada beberapa halte diperoleh data mengenai

permasalahan yang ada pada halte, selain itu diamati juga kondisi

fisik halte tersebut.

• Dokumentasi

c. Populasi dan Sampel

• Populasi

Adapun yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh halte yang berada

pada koridor-koridor utama di Kota Medan.

• Sampel

Penarikan sampel menggunakan metode proporsionate stratified random

sampling (sampel acak berlapis berimbang).

d. Jumlah Sampel

Dari pedoman umum penarikan sampel menurut Jalil Aria dkk (1997),

sampel yang diambil sebanyak 30% dari populasi yang ada, dimana dalam

penelitian ini adalah jumlah populasi halte seluruhnya.

e. Analisis Data

Untuk menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka

(20)

Analisi deskriptif adalah menggambarkan sejumlah data yang diperoleh

dalam penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel frekuensi serta

melakukan interpretasi sesuai dengan permasalahan penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan

Studi efektifitas penggunaan halte di kota Medan ini, dibagi menjadi beberapa bagian

yang akan dibahas sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan

meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metodologi dan sistematika penulisan yang

akan di pakai dalam penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi uraian-uraian teori yang dijadikan dasar dalam pembahasan

dan penganalisaan masalah.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi langkah-langkah penelitian berupa sistematika penentuan

sampel dan lokasi studi.

BAB IV : PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Berisi analisis mengenai data-data yang telah dikumpulkan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah

(21)

`

Gambar diagram alir (Flow Chart) Penelitian Hipotesa :

Kondisi dan lokasi halte di Kota Medan yang kurang diperhatikan keadaannya menjadi penyebab penggunaan

halte tidak optimal

Pengumpulan Data

Data Primer

1. Lokasi halte, seperti : • Jarak antara halte • Tata letak halte • Tipe halte 2. Kondisi halte, seperti :

• Rancang bangun halte • Fasilitas halte

Data Sekunder

• Data jaringan jalan moda transportasi • Data lainnya yang berhubungan dengan

penelitian

• Peraturan-peraturan yang berlaku • Studi pustaka yang mendukung

Pembahasan / Pengolahan Data

Analisa Data • Metode Analisa Deskriptif

Kesimpulan dan Saran Kecukupan

Data

Hasil

Tujuan Penelitian

Menganalisa kondisi dan lokasi halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi

Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang,

dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana dan prasarana

perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

pemencarannya dalam wilayah perkotaan.

2.2.1 Prasarana Transportasi

Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya

rangsang terhadap pertumbuhan disekitarnya. Tidak seimbang penyedian jaringan

jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan gambaran

permasalahan yang besar akan timpangnya sistem penyediaan (supply) dengan sistem

permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya

perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar atau tempat rekreasi.

Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan

merupakan barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin

disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Prasrana transportasi harus

dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, karena jika tidak, kita akan kehilangan

mamfaatnya. Menurut UU no 13, 1980; pasal 1, prasarana trasportasi adalah jalan.

Pada dasarnya, prasarana transportasi ini mempunyai dua peranan utama yaitu :

1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan

2. Sebagai prasarana pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat

(23)

Oleh sebab itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem

prasarana transportasi dengan kualitas minimal agar dapat dilalui. Adanya

keterhubungan ini menyebabkan kawasan tersebut mudah dicapai dan orang mau

tinggal disana.

2.2.2 Sarana Transportasi

Sarana transportasi dibuat untuk mendukung pergerakan masyarakat dari satu

tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan umum yang tersedia,

sarana transportasi juga dimaksudkan untuk melayani masyarakat dalam kegiatannya

mencapi tujuan dari pergerakan.

Sarana angkutan yang menyangkut perlalulintasan adalah terminal, rambu

dan marka lalulintas, fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir, dan tempat henti.

a. Terminal

Terminal transportasi adalah prasarana angkutan yang merupakan bagian dari

sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, dan juga

sebagai alat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu

lintas.

Terminal transportasi merupakan titik simpul dalam jaringan transportasi

jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum yang juga merupakan unsur

tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupakan.

b. Rambu dan Marka Lalu Lintas

Rambu dan marka lalulintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,

khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada sistem jalan

(24)

menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada para

pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.

c. Fasilitas Pejalan Kaki

Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah

perkotaan, sebagai contoh DKI Jakarta 40% dari seluruh perjalanan dilakukan

dengan berjalan kaki. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar di

Negara-negara maju. Oleh karena itu kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu

bagian terpadu dalam sistem transportasi jalan.

Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur

dengan kendaraan, maka mereka memperlambat arus lalulintas. Oleh karena

itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk

memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan

gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.

d. Fasilitas Parkir Kendaraan

Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi, angkutan

penumpang umum, sepeda motor maupun truk adalah sangat penting.

Kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk dan

karakteristik masing-masing kendaraan dengan desain dan lokasi parkir.

e. Rambu dan Marka Lalu lintas

Rambu dan marka lalu lintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,

khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada system jalan

marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat

menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada

(25)

2.3 Pengertian Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum

Keberadaan tempat henti disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan

keberadaannya (Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan

(pasal 8), dan penempatanya diatur sedemikian sesuai dengan kebutuhannya dan

harus sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dan ditetapkan.

Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) Jenis Tempat

Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) terdiri dari :

1. Tempat henti dengan perlindungan (halte)

2. Tempat henti tanpa perlindungan (bus stop)

Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk

menaikkan dan menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.

Sedangkan tempat pemberhentian bus adalah tempat untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang yang selanjutnya disebut TPB.

(26)

Gambar 2.2 Tata letak TPB Bus pada Ruas Jalan

Dimana untuk menentukan jenis tempat henti yang akan digunakan pada

suatu ruas jalan adalah berdasarkan kriteria :

• Tingkat pemakaian

• Ketersediaan lahan

• Kondisi lingkungan

2.4 Halte

Dapat didefenisikan menurut berbagai sumber :

1. Menurut Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) ITB tahun 1997,

halte adalah lokasi di mana penumpang dapat naik ke dan turun dari angkutan

umum dan lokasi di mana angkutan umum dapat berhenti untuk menaikan dan

menurunkan penumpang, sesuai dengan pengaturan operasional.

2. Menurut Dirjen Bina Marga 1990 tahun, halte adalah bagian dari perkerasan

jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan

(27)

3. Menurut Dirjen Perhubungan Darat tahun 1996, halte adalah tempat adalah

tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau

menaikan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.

Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), tempat

pemberhentian kendaraan penumpang umum (halte) merupakan salah satu bentuk

fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang bertujuan

untuk :

1. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas

2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum

3. Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan

penumpang

4. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan

umum atau bus.

Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum (halte) adalah:

1. Berada disepanjang rute angkutan umum atau bus

2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki.

3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.

4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk

5. Tidak menggangu kelancaran arus lalu lintas

Perencanaan halte di sepanjang rute angkutan umum meliputi tiga aspek

menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) sebagai berikut :

• Jarak

• Tata Letak

(28)

2.5 Lokasi Halte

Untuk menentukan lokasi halte dalam penelitian terdapat tiga segi aspek

pembahasan dalam penilaian lokasi halte, yaitu : Jarak antara halte, Tata letak halte

dan Tipe halte.

Selain itu perlu juga ditinjau keberadaan tempat henti (halte) secara umum.

Adapun Pedoman praktis dalam menentukan lokasi halte secara umum perlu

memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Halte terletak pada trotoar dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.

2. Halte diletakkan dimuka pusat kegiatan yang banyak membangkitkan

pemakai angkutan umum.

3. Halte diletakkan di tempat yang terbuka dan tidak tersembunyi.

4. Agar tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas, apabila kecepatan

perjalanan cukup tinggi maka sebaiknya disediakan teluk bus (bus lay bay).

Selain masalah perhentian angkutan umum (halte), aspek yang cukup penting

yang berkenaan dengan lokasi. Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan

halte terdiri dari :

a. Safety, meliputi :

• Jarak pandang calon penumpang

• Keamanan penumpangpada saat naik dan turun kendaraan.

• Jarak pandang dari kendaraan lain

• Mempunyai jarak yang cukup untuk penyebrangan pejalan kaki.

b. Traffic, meliputi :

(29)

• Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat angkutan umum masuk dan

keluar dari lokasi perhentian.

c. Efficiency, meliputi :

• Jumlah orang yang dapat terangkut cukup banyak.

• Dimungkinkannya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lain.

d. Public Relation, meliputi :

• Tersedianya informasi yang berkaitan dengan schedule.

• Tersedianya tempat sampah yang memadai.

• Tidak menybabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.

Dari keempat kriteria di atas, yang sering dijadikan sebagai kriteria utama ada dua,

yaitu :

1. Tingkat keselamatan bagi penumpang pada saat naik-turun bus (safety) dan,

2. Tingkat gangguan bagi lalu lintas lainnya, yaitu perlambatan yang dirasakan

lalu lintas lain akibat berhentinya bus di tempat perhentian.

2.5.1 Jarak Halte

Jarak halte yang dimaksud disini adalah jarak antar halte atau disebut juga

jarak tempat henti.

Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, tempat henti

(halte) dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu :

o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada akupansi

kendaraan dengan rumus :

S = V (nx + AV)

(30)

S : jarak tempat henti

V : running speed (meter/detik)

n : jumlah penumpang ditempat henti yang naik angkutan umum

x : waktu untuk naik kendaraan per penumpang (detik)

A : a+b/a.b

a : perlambatan (meter/detik)

b : percepatan (meter/detik)

o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada performasi

kendaraan serta kepentingan pemakai jasa maksimum orang berjalan kaki :

S = ½ Vmax² (1/a + 1/b)

Dimana :

Vmax : jarak berjalan kaki maksimum (meter)

Kepadatan rute angkutan umum = km rute/km² area

Berdasarkan faktor-faktor di atas, jarak tempat henti dapat diatur

penempatannya sebagai berikut :

Table 2.1 Jarak Halte

Tabel Jarak Halte

No Tata Guna Lahan Lokasi

Jarak Tempat Henti

(m)

1 Pusat kegiatan sangat padat:

pasar, pertokoan CBD, Kota 200 - 300 *)

2 Padat : perkantoran,

sekolah, jasa Kota 300 - 400

3 Permukiman Kota 300 - 400

4 Campuran padat : perumahan,

sekolah, jasa Pinggiran 300 – 500

5 Campuran jarang : perumahan,

ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran 500- 1000

(31)

Halte pada jarak 400-600 meter dari garis henti akan memungkinkan untuk

menyediakan fasilitas yang cukup, seperti dipasangnya papan informasi dan peneduh

dan bangku-bangku.

2.5.2 Tata Letak Halte

Tata letak yang direkomendasikan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan darat (1996) jarak berjalan yang wajar bagi penumpang angkutan

umum, dimana untuk daerah CBD 200-400 meter, untuk daerah pinggiran kota

300-500 meter. Selain ditentukan oleh jarak tersebut, tempat henti (halte) juga ditentukan

oleh kapasitasnya dan jumlah permintaan yang dipengaruhi oleh tata guna tanah dan

tingkat kepadatan penduduk.Keberadaan tempat henti pada ruas-ruas jalan dapat

menjadi penyebab utama dari kemacetan lalu lintas apabila dalam perencanaannya

tidak mempertimbangkan ha;-hal berikut, adapun tata letak halte dan TPB terhadap

ruang lalu lintas, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat adalah :

1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100

meter.

2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada

panjang antrian.

3. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang

membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.

4. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah

persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana

gambar 2.1 dan 2.2.

(32)

Gambar 2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat

(33)

Gambar 2.5 Tata letak halte pada ruas jalan

a. Menghadap ke muka (lindungan jenis 1)

(34)

b. Menghadap ke belakang (lindungan jenis 2)

Gambar 2.7 Lindungan menghadap belakang

Menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, adapun

pengelompokan tempat henti kendaraan penumpang umum berdasarkan tingkat

pemakaian, ketersediaan lahan, dan kondisi lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Halte yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk

bus (gambar 2.8)

2. TPB yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk

bus (gambar 2.9)

3. Halte yang sama dengan butir (1) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.10)

4. TPB yang sama dengan butir (2) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.11)

5. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus

(35)

6. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus

(gambar 2.13)

7. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk

bus serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.14)

8. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus

serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.15)

9. Halte pada lebar jalan yang terbatas (<5.75 m), tetapi mempunyai tingkat

permintaan tinggi (gambar 2.16)

10.Pada lahan terbatas yang tidak memungkinkan membuat teluk bus, hanya

(36)

1. Kelompok 1

Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas

(37)

2. Kelompok 2

Gambar 2.9a Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Tunggal)

Gambar 2.9b Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Berseberangan)

(38)

3. Kelompok 3

Gambar 2.10a Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Tunggal)

Gambar 2.10b Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Berseberangan)

(39)

4. Kelompok 4

Gambar 2.11a Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Tunggal)

Gambar 2.11b Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Berseberangan)

(40)

5. Kelompok 5

Gambar 2.12a Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Tunggal)

Gambar 2.12b Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Berseberangan)

(41)

6. Kelompok 6

Gambar 2.13a Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Tunggal)

Gambar 2.13b Standar Tempat Henti kelompok 6 (Berseberangan)

(42)

7. Kelompok 7

Gambar 2.14a Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Tunggal)

Gambar 2.14b Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Berseberangan)

(43)

8. Kelompok 8

Gambar 2.15a Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Tunggal)

Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Dekat jalan akses)

(44)

9. Kelompok 9

Gambar 2.16a Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Tunggal)

Gambar 2.16b Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Berseberangan)

(45)

10. Kelompok 10

Gambar 2.17a Standar Kelompok Henti Kelompok 10 (Tunggal)

Gambar 2.17b Standar Tempat Henti kelompok 10 (Berseberangan)

(46)

Dikenal tiga jenis kebijaksanaan operasional angkutan kota yang berkaitan

dengan perhentian yaitu :

1. Flag Stop

Pada kebijakan operasional ini pengendara atau pengemudi diinstruksikan

agar merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti, baik untuk

menaikkan atau menurunkan penumpang.

Dengan adanya kebijakan operasional seperti ini, maka kecepatan rata-rata

bus relatif cukup tinggi. Kebijakan operasional seperti ini sangat sesuai jika poternsi

pergerakan penumpang pada lintasan rute yang dimaksud tidak terlalu besar.

2. Set-Stop

Kebijakan operasional ini merupakan kebijakan operasional yang paling

umum diterapkan di kota-kota besar. Pada kebijakan ini, pengemudi diwajibkan

untuk berhenti di perhentian yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak perduli apakah

pada perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin naik ataupun ingin

turun. Kebijakan operasional ini biasanya sesuai untuk lintasan rute yang memiliki

potensi pergerakan penumpang yang sedang sampai tinggi sekali.

3. Mixed Stop

Kebijakan operasional ini merupakan campuran antara flag stops dan set

stops, artinya adalah pengendara diizinkan pada darah-daerah tertentu untuk berhenti

diperhentian jika ada penumpang yang ingin turun ataupun calon penumpang yang

ingin naik, sedangkan pada daerah-daerah lainnyapengendara diwajibkan berhenti di

(47)

2.5.3 Tipe Halte

Tipe perhentian (halte) angkutan umum dibedakan satu dengan yang lainnya

berdasarkan posisi dari perhentian dimaksudkan terhadap lalu lintas lainnya.

Secara umum dikenal tiga tipe perhentian angkutan umum,yaitu :

a. Curb-side

Yaitu perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan

perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan pada

pedestrian. Yang diperlukan hanyalah perubahan pada marka jalan atau rambu lalu lintas. Kelemahan pada tipe ini, terutama jika ditinjau dari tingkat gangguan yang

dihasilkan terhadap lalu lintas lainnya, hal ini disebabkan karena angkutan umum

yang berhenti pada dasarnya menggunakan ruas jalan yang sama yang digunakan

dengan lalu lintas yang lainnya, sehingga pada saat berhenti lalu lintas dibelakangnya

jadi terganggu.

Dimensi ruang bebas ini ditentukan berdasarkan jumlah angkutan umum yang

akan dilayani dan juga pada ukuran angkutan umum yang ada. Selain itu dimensi

ruang bebas yang dimaksud dipengaruhi oleh tipe perhentian, yaitu farside, nearside

dan mid-block.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perhentian dengan

prasarana curbside adalah fasilitas bagi penumpang yang menunggu ( berupa ruang

antri, side-walk ). Lebar minimum untuk side-walk sebesar 2 - 3 meter adalah : 1,2 –

1,5 m digunakan untuk penumpang yang sedang antri menunggu, sedangkan sisanya

(48)

b. Lay-bys

Yaitu perhentian yang terletak tepat pada pinggir perkerasan dengan sedikit

menjorok ke daerah luar perkerasan. Tipe ini lebih aman dan nyaman dibandingkan

dengan curb-side. Selain itu tingkat gangguan yang dihasilakn terhadap lalu lintas

lainnya lebih kecil . Hal ini dimungkinkan karena tipe ini pada lokasi pemberhentian

dilakukan pelebaran jalan, sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas yang

cukup di luar perkerasan jalan bagi maneuver masuk, maupun untuk manuver keluar.

Dengan adanya ruang bebas yang terletak di luar perkerasan jalan, maka pada

saat angkutan umum masuk lokasi perhentian dan berhenti tidak mengganggu lalu

lintas lainnya, baik bagi kendaraan yang ada dibelakangnya ataupu kendaraan yang

ada disampingnya.

Secara umum, perhentian tipe ini akan layak ditinjau dari segi

pemanfaatannya jika hal-hal berikut bisa dipenuhi :

• Volume lalu lintas cukup tinggi di ruas jalan dimaksud disertai dengan

kecepatan lalu lintas yang cukup tinggi.

• Calon penumpang yang akan menggunakan perhentian ini jumlahnya cukup

besar, sehingga menyebabkan angkutan umum harus berhenti dengan waktu

yang cukup lama untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

• Jumlah angkutan umum yang akan menggunakan pemberhentian tidak begitu

banyak, tidak lebih dari 10 -15 angkutan umum per jam.

• Tersedianya ruang yang cukup di perhentian baik untul lay-bys maupun untuk

(49)

c. Bus-bay

Yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan

yang ada. Perhentian tipe ini merupakan perhentian yang paling ideal, baik ditinjau

dari sudut pandang penumpang, pengemudi angkutan umum, maupun bagi lalu lintas

lainnya. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa dengan perhentian tipe ini angkutan

dapat berhenti dengan posisi yang aman bagi proses naik-turun penumpang,

angkutan juga dapat berhenti dengan tenang tanpa mengganggu lalu lintas lain.

Secara umum karakteristik geometrik dari perhentian tipe ini adalah berupa

lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang, artinya secara

geometrik, bentuknya hampir sama dengan tipe lay-bys, hanya saja disini antar ruang

bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah. Karena perhentian tipe ini

memerlukan lahan yang luas untuk ruang bebas dan pulau pemisah, maka

lokasi-lokasi tertentu saja yang dapat dibangun bus-bay.

Daerah-daerah tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Tersedianya lahan yang cukup luas di pinggir jalan yang perhentian akan

ditempatkan.

• Jumlah penumpang yang akan di layani pada perhentian yang dimaksud cukup

banyak

• Jumlah angkutan umum yang akan dilayani pada pemberhentian dimaksud

(50)

Sedangkan menurut Vuchic,VR (1981), ada tiga tipe penempatan lokasi halte

untuk tempat henti di sepanjang jalan ditinjau dari letak dari persimpangan :

1. Near-side, yaitu halte terletak sebelum garis henti persimpangan jalan 2. Far-side, yaitu halte terletak sesudah garis henti di persimpangan jalan 3. Midblock, yaitu halte yang tidak terletak di dekat persimpangan jalan tetapi

masih di salah satu ruas jalan yang terkait dengan persimpangan jalan

tersebut.

Near-side, far-side maupun midblock sangat mungkin dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas, bahkan alat pemberi isyarat lalu lintas pada near-side dan

far-side diusahakan agar terpisah dari fasilitas parkir. Rancangan midblock di sesuaikan dengan dimensi teluk bus.

Table 2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti Panjang

Bus

Satu Tempat Henti Dua Tempat Henti

NS FS MB NS FS MB

7.50 27.5 19.5 38.0 36.0 28.0 46.5

9.00 29.0 21.0 39.5 39.0 31.0 49.5

10.50 30.5 22.5 41.0 42.0 34.0 52.5

12.00 32.0 24.0 42.5 45.0 37.0 55.5

(51)

2.6 Kondisi Halte

Untuk menentukan kondisi halte sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan darat (1996) didapat dua segi aspek pembahasan dalam penilaian

kondisi halte, yaitu : Standar rancang bangun (dimensi) halte, dan Fasilitas halte.

2.6.1 Rancang Bangunan (Dimensi) Halte

A. Daya Tampung

1. Halte

Halte dirancang dapat menampung penumpang angkutan umum 20 orang per

halte pada kondisi biasa (penumpang dapat menunggu dengan nyaman).

Gambar 2.18 kapasitas Lindungan

Keterangan gambar :

• Ruang gerak penumpang di tempat henti 90 cm x 60 cm.

• Jarak bebas antar penumpang :

- Dalam kota 30 cm

- Antar kota 60 cm

• Ukuran tempat henti perkendaraan, panjang 12 m dan lebar 2.5 m

(52)

Gambar halte tampak depan, belakang,samping, atas

Catatan :

- Bahan bangunan di sesuaikan dengan kondisi setempat Ukuran

panjang minimum dengan luas efektif halte adalah panjang =≥ 4m,

lebar = ≥ 2m

(53)
(54)
(55)

2. Teluk Bus

Gambar teluk bus tunggal, gamda, dua halte yang berdekatan

Gambar 2.22 Standar Jalur Henti bus Tunggal (single-bus lay bay)

Gambar 2.23 Standar Jalur Henti bus Ganda (multi-bus lay bay)

Gambar 2.24 Standar Jalur henti Bus untuk Tempat Henti yang Berdekatan

(56)

Gambar 2.25 Standar Jalur Henti Bus Terbuka (Open-ended lay bay)

Gambar 2.26 Standar Jalur Henti Bus yang dikombinasikan dengan Jalur parkir dan Bongkar Muat (combined lay bay)

Gambar 2.27 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay with sub-standart depth)

(57)

2.6.2 Fasilitas Halte

Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) fasilitas tempat

perhentian kendaraan penumpang umum terdiri dari :

• Fasilitas utama

• Fasilitas tambahan

Fasilitas utama halte adalah sebagai berikut :

• Identitas halte berupa nama atau nomor

• Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum

• Tempat henti kendaraan apabila disertai rambu akan lebih aman dan untuk

melancarkan lalu lintas dapat menggunakan teluk bus (bus lay by)

• Lampu penerangan

• Tempat menunggu penumpang yang tidak menggangu pejalan kaki dan aman

dari lalu lintas

Sedangkan fasilitas tambahan halte sebagi berikut :

• Telepon umum

• Tempat sampah

• Pagar pengamanan agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan

tempat

• Papan iklan/pengumuman

Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Inti dari metode penelitian ini adalah menguraikan bagaimana tata cara

penelitian dilakukan. Pemilihan metode yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian

sangat berpengaruh pada cara-cara memperoleh data. Pengumpulan data harus dapat

memenuhi tujuan penelitian, sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam mencapai maksud dan tujuan dari penelitian ini maka dilakukan

beberapa tahapan yang dianggap perlu. Pelaksanaannya yang dilakukan secara garis

besar adalah tahapan berikut:

1. Tahap pertama adalah menentukan daerah yang dianggap mempunyai

permasalahan dalam bidang transportasi. Pada penelitian ini diambil studi

kasus pada Kotamadya Medan.

2. Tahap kedua adalah menentukan jumlah populasi dan sampel yang berada

pada daerah penelitian yaitu Kotamadya Medan.

3. Tahap ketiga adalah pengambilan data dilapangan yang meliputi data primer

(data kondisi dan lokasi halte) dan data sekunder (peraturan yang berlaku dan

data yang berhubungan dengan penelitian)

4. Tahap keempat adalah pengolahan data dan penyajian data yang diperoleh

dari survey.

5. Tahap akhir adalah metode analisa data hasil survei untuk mengambil

(59)

3.2 Penentuan Wilayah Penelitian

Pada penelitian ini, ditetapkan koridor-koridor utama pada Kota Medan yang

dijadikan sebagai wilayah penelitian. Koridor-koridor utama ini merupakan jalan

yang menghubungkan pusat Kota Medan ke wilayah pinggiran kota di sekitar Kota

Medan. Sehingga wilayah yang akan di teliti dapat dibagi menjadi lima koridor

utama. Koridor-koridor utama tersebut merupakan jalan yang menghubungkan Kota

Medan ke kota-kota sebagai berikut:

1. Koridor I : Medan - Belawan

2. Koridor II : Medan - Binjai

3. Koridor III : Medan - Pancur Batu

4. Koridor IV : Medan - Tanjung Morawa

5. Koridor V : Medan – Tembung

Dimana pada setiap koridornya terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan

kedua kota tersebut. Dengan ditetapkannya Kantor Pos pusat sebagai titik pusat

dalam penghitungan, maka jalan-jalan yang menjadi bagian pada setiap koridornya

adalah sebagai berikut:

1. Koridor I : Jalan Balai Kota, jalan Putri Hijau, Jalan K.L Yos Sudarso

2. Koridor II : Jalan Guru Patimpus, jalan Jend.Gatot Subroto

3. Koridor III : Jalan Mayjend S. Parman, jalan LetJend Jamin Ginting

4. Koridor IV : Jalan Jend A. Yani, jalan Pemuda, jalan Brigjend Katamso,

jalan Ir. Juanda, jalan Sisingamangaraja.

5. Koridor V : Jalan Perintis Kerperdekaan, jalan HM Yamin SH, jalan

(60)

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel

3.3.1 Penentuan Populasi

Pengambilan populasi halte dilakukan dengan cara menghitung seluruh halte

yang berada di sepanjang jalan yang merupakan koridor utama. Lokasi penempatan

halte seperti diperlihatkan pada label 3.1

Tabel 3.1a Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor I

Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte

Jl. Yos Sudarso 1. Pajak Bryan

2. 100M setelah SPBU/ depan rumah No.138A

3. Depan Perg. Darma Wangsa

4. Depan sekolah Metodist 8

Jl. Putri Hijau 5. Depan rafindo digital printing

6. 30 M setelah pintu masuk TVRI

7. 25 M sebelum Deli Plaza

Jl. Balai Kota 8. Depan Kantor Pos

Sumber : Hasil Survey

Table 3.1b Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor II

Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte

Jl. Jend Gatot Subroto 9. Depan Sekolah Budi Luhur

10.Depan Komp. Perum. Bank Mandiri

11.Depan Gedung RRI

12.Depan Tomang Elok

13.Depan Perg. Panca Budi

14.Depan Brastagi Swalayan

15.Depan Brastagi Swalayan

16.Depan Perum. Bank Dagang Negara

17.Depan Univ. Medan Area

18.Depan Perguruan Mardi Lestari

(61)

20.20 M sebelum simp. Jl Meranti

21.50 M sebelum Jl. Sekip

Jl. Guru Patimpus 22.Sebelum Pintu masuk Deli Plaza

Sumber : Hasil Survey

Table 3.1c Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor III

Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte

Jl. Jamin Ginting 23.100 M dari simp. Setia Budi

24.Depan Yaspen Darma Bakti

25.Depan simp.jl. Sembada

26.Pajak sore/ depan SD No. 060885-060892

Jl. Mayjend S.Parman 27.Depan Sekolah Persit I/Cambridge

Sumber : Hasil Survey

Table 3.1d Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor IV

Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte

JI.S.M.raja 28.Depan Stasiun ALS

29.Depan Sekolah Parulian

30.Depan SD Negri

31.Depan Universitas Alwasliyah

32.Depan pomp. Bensin ( dekat jl. Air Bersih)

33.Depan Mesjid UISU

34.Depan Yuki Simpang Raya

Jl. Ir. H Juanda 35.20 m Dari simp Jl. S.M.raja

Sumber : Hasil Survey

Table 3.1e Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor V

Nama Jalan Lokasi Halte

Jl. Letda. Sujono 36.50 m setelah Simp.JI. Mandala

37.50 m setelah simp. Jl. Aksara

(62)

39.Dekat Univ. SM. Raja XII

40.Di depan RSU. Pringadi

41.Dekat simp. Jl Tamrin

JI.P. Kemerdekaan 42.Depan RSU Pringadi Baru

43.Depan Univ. HKBP Nomensen

44.Depan Taman Budaya

45.Depan Hotel Angkasa

Sumber : Hasil Survey

Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah halte di dalam wilayah penelitian

adalah 45 buah, yang juga merupakan jumlah populasi dari pada halte.

3.3.2 Penentuan Sampel

Agar perolehan besarnya sampel penelitian proporsional terhadap besamya

jumlah populasi pada kawasan studi yang diteliti, maka penarikan sampel dilakukan

secara Proportionate stratified random sampling (Sampel acak bertapis berimbang).

a. Sampel Halte

Metode ini membagi populasi kedalam lima koridor utama, dimana jumlah

halte dalam setiap koridor dapat di lihat pada Tabel 3.2 berikut, sampel yang akan

digunakan untuk penelitian sebanyak 30% dari total populasi yaitu 15 halte. Jumlah

sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara berimbang. Yaitu dengan

menggunakan rumus:

Proporsi = Jumlah Halte Tiap Koridor

Total Jumlah Halte

x 100%

(63)

Tabel 3.2 Jumlah Sampel Halte di Kotamadya Medan

No Bagian Jumlah Halte Proporsi (%) Jumlah sampel

1 Koridor I 8 17.8 3

Pada tabel 3.2 diatas, dapat dilihat banyaknya sampel pada setiap koridornya.

Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan melihat kondisi halte akan

dijadikan sampel dan diperoleh nomor halte yang akan di teliti sesuai dengan jumlah

proporsi halte disetiap ruas jalan, dan diperoleh nomor halte yang akan di teliti. Hasil

sampel yang diperoleh dari pengambilan sampel secara langsung dapat di lihat pada

tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Nomor Sampel yang akan di Teliti

No Bagian Jumlah Sampel Nomor Halte

(64)

3.4. Pengambilan Data Lapangan

Data yang dipedukan pada penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu data-data

sekunder dan data-data primer.

3.4.1 Pengambilan Data Primer

Pengamatan dilakukan dengan survai langsung ke lokasi halte yang terpilih

untuk memperoleh data-data primer. Adapun data-data primer yang dibutuhkan

antara lain :

1. Pengambilan data untuk lokasi halte meliputi :

• Jarak antar halte

• Tata letak halte

• Tipe halte

2. Pengambilan data untuk kondisi halte meliputi :

• Rancang bangun halte

• Fasilitas halte

Lokasi halte yang akan disurvei diambil proporsional di lima koridor pada

daerah penelitian. Penentuannya dengan menggunakan tabel acak untuk memilih

halte dan sesuai dengan proporsi tiap koridornya untuk mendapatkan lokasi yang

dapat mewakili populasi.

3.4.2 Pengambilan Data Sekunder

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dari studi ini yaitu untuk mengetahui

efektifitas keberadaan halte di Kota Medan sebagai sarana transportasi, maka

sebelum dilakukan survei lapangan terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data-data

(65)

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

1. Data jaringan jalan. Data ini diperlukan untuk mengetahui kondisi

masing-masing ruas jalan serta fungsi dari jalan tersebut

2. Peraturan-peraturan yang berlaku

3. Studi pustaka yang mendiukung untuk penelitian ini.

3.5 Pengolahan Data dan Penyajian Data

Data dari pengamatan langsung di lapangan dapat diperoleh jumlah halte

setiap koridor halte di Kota Medan. Didapat proporsi halte yang akan diteliti disetiap

koridor. Penyajian data menggunakan tabel dan foto setiap halte yang diteliti

sehingga nanti didapat data kondisi dan lokasi halte yang sebenarnya ada dilapangan.

3.6 Analisa Data

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Analisa

deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui efektifitas penggunaan

halte di Kota Medan. Metode Analisis deskriptif adalah suatu metode dengan

(66)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA

4.1 Kondisi Fisik Jalan

Kotamadya Medan terletak pada ketinggian 3 sampai 30 meter dari

permukaan laut dengan keadaan topografi datar. Hasil pengamatan lapangan, daerah

yang terbangun (built up area) Kotamadya Medan umumnya daftar juga termasuk

jaringan jalannya.

Tabel 4.1 Kondisi Fisik Jalan Wilayah Studi

Nama Ruas Jalan Panjang (m)

Sumber : Kantor BPS Kota Medan, 2013

4.2Jenis Dan Kondisi Fisik Halte

Tempat perhentian kendaraan yang ada di daerah penelitian termasuk ke

(67)

tidak terawat, hal ini dapat terlihat dengan jelas karena warna cat yang memudar

menyebabkan halte kelihatan tidak menarik dan rusaknya tiang-tiang penyangga

halte yang diakibatkan oleh korosi. Kondisi fisik lain yang biasa terlihat yaitu

terdapatnya kerusakan tempat duduk pada halte. Kondisi tersebut biasanya

ditemukan pada halte yang dibangun oleh pemerintah. Sedangkan 8 halte (53.3%) di

daerah penelitian dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Kondisi tersebut

diperlihatkan dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, yang

biasanya dibangun ulang oleh pihak swasta. Pihak swasta yang memperbaiki halte

yang sudah ada, biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan

memberikan label produk tersebut pada halte. Hal ini menyebabkan beragamnya

bentuk, warna, dan kondisi fisik halte di kota Medan. Tentu saja melalui perizinan

yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.

Gambaran lain kondisi fisik halte di daerah penelitian menunjukkan bahwa 5

halte (33.3%) yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik

halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang tidak

strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan. Sedangkan 10 halte (66.7%)

dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, kios-kios yang dijadikan

tempat berjualan, ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte dan ada

juga yang hanya menumpang pada halte. Pedagang kaki lima yang memanfaatkan

halte sebagai lokasi berjualan menyebabkan kondisi halte menjadi semrawut.

Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan yang diparkirkan tepat di

tengah-tengah halte mempersempit ruang gerak pengguna halte untuk bebas

bergerak. Hal ini yang menyebabkan pengguna halte enggan untuk menggunakan

(68)

terletak pada Jalan Gatot Subroto, nomor 28 dan nomor 31 terletak pada Jalan

Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada Jalan Balai Kota, halte nomor 40 pada jalan

Prof. HM Yamin. Sedangkan pada kondisi dimana kios-kios sudah menjadi

bangunan permanen pada halte menyebabkan halte tidak lagi berfungsi sebagai

tempat tunggu, melainkan tempat berjualan yang membangkitkan orang-orang untuk

datang dan melakukan kegiatan berdagang pada halte.

4.3 Lokasi Halte Terpilih

Halte yang digunakan menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 15 halte,

yang dipilih menggunakan tabel acak, untuk halte yang akan diteliti pada wilayah

studi. Adapun halte yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.2 Lokasi Halte yang Terpilih

No. Bagian Nomor Halte Lokasi

1. Koridor I 4 Depan Sekolah Methodist 8

5 Depan Rafindo Digital Printing

8 Depan Kantor Pos

2 Koridor II 9 Depan Sekolah Budi Luhur

12 Depan Tomang Elok

15 Depan Brastagi Swalayan

19 Depan Medan Fair Plaza (Carefour)

3 Koridor III 24 Depan Yaspen Darma Bakti

27 Depan Sekolah Persit I / Cambridge

4. Koridor IV 28 Depan Stasiun ALS

31 Depan Universitas Alwasliyah

34 Depan Yuki Simpang Raya

5. Koridor V 40 Depan RS Pringadi

43 Depan Universitas Nomensen

44 Depan Taman Budaya

Sumber : Hasil Survey

Jika ditinjau dari lokasi penempatan halte pada daerah penelitian, seharusnya

halte dibangun di tempat yang tidak mengganggu pejalan kaki, tetapi di daerah

(69)

sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan

untuk melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan jalan lainnya terganggu.

4.4 Tata Letak Halte

a. Di daerah penelitian 8 halte (53,3%) halte dibangun pada sarana publik atau

perkantoran dan 7 halte (46,7%) lainnya dibangun pada lokasi sekolah.

b. Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki,

seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan, masih berada pada jarak yang ditentukan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat

pada halte nomor 8 (pada Jalan Balai Kota) yang berada 100 meter dari

jembatan penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 (pada Jalan

Sisingamangaraja) berada 70 meter dari jembatan penyeberangan dan juga

halte nomor 19 (pada jalan Gatot Subroto) berada 50 meter dari jembatan

penyeberangan.

c. Halte yang letaknya sesudah persimpangan, seperti posisi halte nomor 5 (pada

Jalan Putri Hijau) berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang

terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 (pada Jalan

Sisingamangaraja) berjarak 80 meter sebelum persimpangan.

d. Halte yang dibangun pada lokasi sekolah berjarak 20 meter dari zebracross.

4.5 Tipe Halte

Halte yang ada pada daerah penelitian 14 halte (93.3%) termasuk ke dalam

tipe Curb-Side, dimana perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa

(70)

pada pedestrian. Hanya 1 halte (6.7%) halte yang termasuk ke dalam tipe bus-bay yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan yang

ada berupa lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang,

antar ruang bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah.

Sedangkan jika ditinjau dari letak halte terhadap persimpangan, pada daerah

penelitian didapat 11 halte (73.3%), dengan tipe Mid-block, 3 halte (20%) dengan

tipe Farside (halte terletak sesudah persimpangan), dan hanya 1 halte (6.7%) dengan

tipe Nearside (halte terletak sebelum persimpangan)

4.6 Dimensi Halte

Dimensi halte di daerah penelitian sangat beragam, seperti yang tertera pada

tabel 4.2 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak

pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada

saat halte diperbaiki oleh pihak swasta. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk

yang lebarnya antara 30-50 cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Sehingga

halte dapat menampung 4 sampai 9 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 13 orang

pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat semua sama dengan

luas halte.

Hanya 4 halte (26.6%) di daerah penelitian yang menenuhi standar ukuran

minimal halte, sedangkan sebanyak 11 halte (73.3%) tidak memenuhi standar ukuran

halte yang sudah ditetapkan pemerintah di dalam pedoman perekayasaan tempat

(71)

Tabel 4.3 Dimensi Halte

Bagian Nomor

Halte Lokasi Dimensi

Koridor I 4 Depan Sekolah Methodist 8 8,10 m x 2,00 m

31 Depan Universitas Alwasliyah 7,90 m x 2,00 m

34 Depan Yuki Simpang Raya 8,10 m x 1,70 m

Koridor V 40 Depan RS Pringadi 7,90 m x 1,70 m

43 Depan Universitas Nomensen 8,20 m x 1,90 m

44 Depan Taman Budaya 8,33 m x 1,80 m

Sumber : Hasil Survey

4.7 Fasilitas Halte

Di daerah penelitian hanya beberapa halte yang dilengkapi dengan fasilitas

utama seperti identitas halte berupa nama atau nomor hanya 6 halte (40%), 3 halte

(20%) menggunakan lampu penerangan, seluruh halte sudah ada tempat duduk, 6

halte (40%) memiliki tempat sampah, dan 10 halte (66.7%) sebagai tempat sarana

iklan, hal ini terlihat dengan jelas pada bangunan-bangunan halte yang khusus

dibangun dan diberi identitas satu produk tertentu. Sedangkan untuk fasilitas seperti

rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna, informasi tentang rute (papan

trayek), telepon umum, dan Pagar pengaman yang merupakan fasilitas utama, agar

Gambar

Gambar 2.4 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga
Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas
Gambar 2.13b Standar Tempat Henti kelompok 6 (Berseberangan)
Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Dekat jalan akses)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Angkutan publik yang ada di kota Yogyakarta yang sudah terlalu jenuh, disisi lain kondisi fisik kendaraan yang tidak lagi memadai serta faktor keamanan yang kurang terjaga

keamanan penumpang saat naik dan turun dari angkutan umum, kebersihan angkutan umum, kondisi angkutan umum sekarang, yaitu perilaku kondektur terhadap penumpang

Konsep yang diajukan pada pengembangan desain kali ini adalah desain halte dan rambu lalu lintas khusus halte yang berfungsi sebagai penunjang pejalan kaki dalam

Pada penelitian ini melihat dampak bagi kehidupan sosial masyarakat Kampung Tangsi, Desa Sukadanau yaitu struktur pendapatan, kondisi tempat tinggal yang meliputi kondisi fisik

Konsep yang diajukan pada pengembangan desain kali ini adalah desain halte dan rambu lalu lintas khusus halte yang berfungsi sebagai penunjang pejalan kaki dalam

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penumpang angkutan umum yang tidak menggunakan halte sebagai tempat mengawali / mengakhiri perjalanannya dan muncul kecenderungan dari

Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan yang ada sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kondisi yang diharapkan oleh pengguna halte ( penumpang dan pengemudi

Tugas Akhir ini adalah : “ Penentuan Jumlah dan Lokasi Halte Monorel dengan Model Set Covering Problem(Studi Kasus: Rencana Pembangunanan Monorel Medan-.. Koridor