STUDI LOKASI DAN KONDISI HALTE
DI KOTA MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
08 0404 026
FRANS PARLINDUNGAN SIREGAR
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Studi Efektifitas Penggunaan Halte Di Kota Medan Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan
Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang
dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Jika keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.
Kota Medan merupakan wilayah penelitian tempat henti (halte) termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (cantilever), sedangkan wilayah dibagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi dalam penelitian ini. Sampel diambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan cara menggunakan tabel acak. Dengan menganalisa lokasi dan kondisi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada daerah penelitian, diperoleh hasil bahwa dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Bangunan fisik, halte yang dibangun kurang perawatan, sehingga saat ini kondisi fisik dari halte tersebut tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menunggu angkutan umum. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan halte di sepanjang jalan tidak lagi berfungsi. Dan juga tidak dilengkapi dengan fasilitas , baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Untuk itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte.
DAFTAR ISI
2.1 Sarana Dan Prasarana Transportasi ... 112.2Sarana Transportasi ... 12
2.3Pengertian Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum ... 14
2.4Halte ... 15
2.6.2 Fasilitas Halte ... 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 47
3.2 Penentuan Wilayah Penelitian ... 48
3.3 Penentuan Populasi Dan Sampel ... 49
3.4 Pengambilan Data Lapangan ... 53
3.5 Pengolahan Data dan Penyajian Data ... 54
3.6 Analisa Data ... 54
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA 4.1 Kondisi Fisik Jalan ... 55
4.8 Data Penilaian Dan Dokumentasi ... 61
4.9 Rancangan Tempat Henti (Halte) ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 98
5.2 Saran ... 101
Daftar Pustaka ... 102
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Studi
Lokasi dan Kondisi Halte di Kota Medan”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana
teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara
Medan. Saya menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya.
Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman saya.
Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan
mahasiswa sangatlah saya harapkan.
Saya juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang telah mendukung saya dalam setiap
kegiatan akademik yang juga selalu menguatkan dan mendorong saya untuk tetap
semangat menyelesaikan tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada :
1. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan
mengarahkan saya hingga selesainya tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
4. Bapak Medis Surbakti, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah
memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.
5. Ibu Adina Sari Lubis, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan
kritikan dan nasehat yang membangun.
6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar dan staf administrasi di Jurusan teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
7. Kedua orang tua saya, ayahanda Drs. Panyabungan Siregar dan ibunda Zulhijjah
Nasution, serta adik-adikku Riska Febriyeni Siregar, Sahala Raja Siregar, dan
Irvan Febrian Siregar yang telah memberikan dukungan semangat serta motivasi
kepada saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Untuk Ayu ci Pesek yang tidak lelah memberi motivasi dan semangat kepada
saya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan semangat kepada
saya, serta senior-senior dan adik-adik yang memberikan dukungan serta info
mengenai kegiatan akademik.
Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini saya telah berusaha untuk
mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya
Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun
tentulah sangat saya harapkan di kemudian hari.
Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil jurusan transportasi.
Medan, Oktober 2014
08 0404 026
DAFTAR TABEL Tabel
2.1 Jarak Halte dan Tempat Perhentian Bus ... 19
2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti ... 39
3.1 Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor-koridor 3.1a Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor I ... 49
3.1b Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor II... 49
3.1c Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor III ... 50
3.1d Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor IV ... 50
3.1e Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor V ... 50
4.8 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 12... 71
4.9 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 15... 73
4.10 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 19... 75
4.11 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 24... 77
4.12 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 27... 79
4.13 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 28... 81
4.14 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 31... 83
4.15 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 34... 85
4.16 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 40... 88
4.17 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 43... 90
4.18 Penilaian Fasilitas Halte Nomor 44... 92
DAFTAR GAMBAR Gambar
2.1 Tata letak halte pada ruas jalan ... 14
2.2 Tata letak tempat pemberhentian bus pada ruas jalan ... 15
2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat ... 21
2.4 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang tiga ... 21
2.5 Tata letak halte pada ruas jalan ... 22
2.6 Lindungan menghadap ke muka Lindungan menghadap ke belakang ... 22
2.7 Lindungan menghadap ke belakang ... 23
2.22 Standar jalur henti bus tunggal (single-bus lay bay) ... 44
2.23 Standar jalur henti bus ganda (multi-bus lay bay) ... 44
2.24 Standar jalur henti bus untuk tempat henti yang berdekatan (single-bus/multi-stop lay bay) ... 44
2.25 Standar jalur henti bus terbuka ... 45
2.26 Standar jalur henti bus yang di kombinasikan dengan jalur pakir dan bongkar muat (combined lay bay) ... 45
2.27 Standar jalur henti bus lahan yang terbatas ... 45
4.1a Denah Lokasi Halte nomor 3 ... 61
4.14b Halte Nomor 43 Jalan Perintis Kemerdekaan ... 90
4.15a Denah Lokasi Halte nomor 44 ... 91
4.15b Halte Nomor 44 Jalan SM. Raja ... 92
4.16 Denah Rancangan halte Nomor 27 jalan S Parman ... 92
DAFTAR ISTILAH
CBD = Central Bisnis Distrik
ABSTRAK
Studi Efektifitas Penggunaan Halte Di Kota Medan Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan
Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang
dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Jika keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.
Kota Medan merupakan wilayah penelitian tempat henti (halte) termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (cantilever), sedangkan wilayah dibagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi dalam penelitian ini. Sampel diambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan cara menggunakan tabel acak. Dengan menganalisa lokasi dan kondisi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada daerah penelitian, diperoleh hasil bahwa dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Bangunan fisik, halte yang dibangun kurang perawatan, sehingga saat ini kondisi fisik dari halte tersebut tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk menunggu angkutan umum. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan halte di sepanjang jalan tidak lagi berfungsi. Dan juga tidak dilengkapi dengan fasilitas , baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Untuk itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkotaan seperti pada umumnya mempunyai pertumbuhan penduduk relatif
tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak
terhadap kebutuhan akan adanya sarana penunjang untuk memperlancar kegiatan
manusia saat pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi meningkat. Oleh sebab itu
penyelenggaraan transportasi lalu lintas dan angkutan jalan perlu dilakukan secara
berkeseimbangan dan terus ditingkatkan agar lebih luas menjangkau pelayanan
kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum,
kelestarian lingkungan dan kemampuan masyarakat. Salah satu pelayanan yang
diberikan berupa pelayananterhadap kelancaran transportasi bagi pemakai jalan,
khususnya penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung yang berupa penyedia terminal,
tempat parkir, trotoar, zebra cross dan halte. Sehingga memberikan kenyamanan bagi
pemakai jalan dan diharapkan maslah-masalah yang di timbulkan oleh pemakai jalan
dapat diminimalkan.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di wilayah
perkotaan, maka kebutuhan akan angkutan umum juga meningkat. Hal ini di
sebabkan karena penduduk perkotaan mempunyai tingkat kehidupan yang tinggi
dengan mobilitas yang besar. Untuk itu sudah saatnya perencanaan dan pengelolaan
manajemen perkotaan di tata dengan lebih baik, karena perencanaan dan pengelolaan
yang kurang tepat tidak akan mengarah pada kebaikan tetapi justru dapat
Di Kota Medan, 90% angkutan umum berupa mobil penumpang umum dan
bukan bus. Hal ini memicu beberapa pengemudi untuk menaikkan/menurunkan
penumpang di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana
mestinya. Sistem pelayanan angkutan umum (angkutan kota) yang masih
menggunakan jenis angkutan berkapasitas kecil (8-12 seat) dan bus kecil dengan
kapasitas 12-16 seat dan pola prilaku masyarakat menggunakan kendaraan di Kota
Medan sangat memprihatinkan.
Menurut Morlok, E.K (1984), prioritas melaju di jalan raya seharusnya
diberikan kepada angkutan umum, dan bukan kepada kendaraan pribadi. Prioritas
tersebut dimaksudkan untuk mengangkut orang dalam jumlah besar, dalam waktu
singkat.
Dinas Perhubungan Darat (1996) menjelaskan pengertian halte adalah tempat
pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Menurut (Vuchic, 1981) halte
berfungsi menaikkan dan menurunkan penumpang yang memiliki tanda dan
informasi mengenai pelayanan. Dan sebagai pendukung dalam mewujudkan sistem
transportasi yang efektif dan efisien.
Halte diperlukan keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum. Dimana
angkutan umum tersebut harus melalui tempat yang telah ditetapkan untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang agar perpindahan penumpang lebih mudah
dan gangguan terhadap lalu lintas dapat di minimalkan (PP RI No.41 Th 1993).
Karena biasanya, disepanjang rute inilah keberadaan calon penumpang memberi
Tempat perhentian yang ada dikota medan termasuk dalam tempat henti
dengan perlindungan (halte). Menurut teori lokasi, fasilitas harus berlokasi pada
tempat-tempat yang memeiliki kemudahan untuk dicapai. Terkait dengan halte, halte
harus ditempatkan pada tempat-tempat yang memiliki kemudahan untuk dicapai,
yaitu pada lokasi pertemuan dengan kendaraan lain (persimpangan) untuk
mengurangi jarak berjalan kaki penumpang yang akan beralih moda dan pada lokasi
dimana penumpang yang menunggu angkutan umum harus terlindung dari gangguan
lalulintas (Vuchic, 1981).
Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (pasal 8)
menyebutkan, bahwa angkutan umum kota harus melalui tempat-tempat yang telah
ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, maka halte harus
disediakan disepanjang rute angkutan kota agar perpindahan penumpang menjadi
lebih mudah. Selain itu halte juga disediakan agar dalam proses perpindahan
penumpang tidak menggangu kenyamanan pengguna jalan lainnya, dan untuk
meminimalkan konflik yang biasa terjadi di setiap persimpangan.
Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan
sesuai kegunaannya. Karena keadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya
justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur tempat halte itu
berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka keberadaan halte
justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.
Menurut Penelitian (Sudianto, B.U, 2003) jarak halte dari persimpangan
minimal 45 m, jarak tersebut dirasakan para pengguna halte dan pengemudi angkutan
berjalan kaki pada tidak mungkin berkeringat baik pagi, siang, maupun sore hari.
Dan angkutan umum tidak bisa berhenti lama (ngetem) pada halte sebab ruang pada
jarak tersebut tidak memungkinkan untuk berhenti lama menunggu penumpang di
halte.
Dalam penelitian (Harry Lubis dkk, 2005) menyatakan pengguna angkutan
umum lebih sering tidak menggunakan dalam menunggu angkutan umum, rendahnya
kesadaran penumpang angkutan umum untuk menggunakan halte disebabkan
kurangnya jumlah halte pada titik-berhenti angkutan umum
Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, ini menggambarkan tidak
adanya kordinasi dari pihak pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi
halte di Kota Medan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai
dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan
raya, dan digunakan sesuai kegunaannya. Karena keadaan halte tersebut diabaikan,
maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas di jalur
tempat halte itu berada. Selain itu apabila pemanfaatannya kurang maksimal, maka
keberadaan halte justru menjadi penyebab rusaknya keindahan kota.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, Untuk itu perlulah kiranya
dikaji ulang, mengenai keberadaan halte di koridor-koridor utama Kota Medan. Baik
dari segi fisik halte maupun lokasi penempatannya. Sehingga keberadaan halte dapat
memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum, dan
bukannya menjadi salah satu hambatan bagi perkembangan Kota Medan di masa
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan dari penulisan Proposal tugas akhir ini adalah untuk menganalisa
kondisi dan lokasi perletakan halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk
memperlancar kegiatan transportasi.
b. Manfaat dari penelitian ini ditunjau dari :
• aspek akademis adalah untuk mengaplikasikan teori yang selama ini
dipelajari pada masa perkuliahan kedalam pemecahan suatu permasalahan,
khususnya permasalahan dibidang transportasi yang berkaitan dengan sarana
dan prasarana transportasi perkotaan. Selain itu penulisan tugas akhir ini
dapat memperdalam pengetahuan penulis khususnya dibidang transportasi
yang berkaitan dengan perencanaan dan pemodelan transportasi.
• Ditinjau dari aspek praktisi maka penulisan tugas akhir ini adalah
diharapkannya dapat menjadi bahan masukan dan referensi bagi pihak-pihak
yang terkait untuk meningkatkan keberadaan dan kondisi halte sehingga
mamfaat dari keberadaan halte di Kota Medan dapat tercapai dengan optimal.
1.4 Batasan Masalah
Pada penelitian dan pembahasan tugas akhir ini permasalahan lokasi dan
kondisi halte di Kota Medan mengacu pada Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat
Perherntian Kendaraan Penumpang Umum oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Darat (1996).
Dalam penelitian ini daerah penelitian di bagi menjadi lima koridor. Koridor
kota-kota sekitarnya, yaitu jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota medan ke kota-kota-kota-kota
Halte yang di analisa adalah halte yang berada pada daerah penelitian dengan
cara menghitung seluruh halte yang berada di sepanjang jalan yang merupakan
koridor utama. Dalam hal ini di dapatkan jumlah semua halte yang ada disetiap
koridor utama adalah 45 buah. Agar perolehan besarnya sampel penelitian
proporsional terhadap besamya jumlah populasi pada kawasan studi yang diteliti,
maka penarikan sampel dilakukan secara Proportionate stratified random sampling
(Sampel acak bertapis berimbang)
Metode ini membagi populasi kedalam lima koridor utama, dimana jumlah
halte dalam setiap koridor dapat di lihat pada Tabel berikut, sampel yang akan
digunakan untuk penelitian sebanyak 30% dari total jumlah halte, yaitu sebanyak 15
sampel.(Prosedur sampel acak sederhana dalam buku Metode Penelitian modul 3-5
Aria Jalil dkk). Jumlah sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara
berimbang. Yaitu dengan menggunakan rumus:
Proporsi = Jumlah Halte Tiap Koridor
Total Jumlah Halte
x 100%
Dalam penelitian ini tidak dilakukan wawancara dengan pengguna maupun
pengemudi angkutan umum untuk melihat pendapat tentang lokasi dan kondisi halte
di Kota Medan.
1.5 Metodologi
a. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Medan, khususnya halte yang berada pada
koridor-koridor utama di Kota Medan
b. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dibagi menjadi lima koridor utama, dan difokuskan untuk melihat
Kondisi dan penyebaran lokasi halte yang ada di Kota Medan.
c. Sumber Data
Pengambilan data yang digunakan adalah dengan melakukan studi analisis
terhadap permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan halte.
a. Studi Pustaka
Merupakan rujukan dari sejumlah buku-buku yang berkaitan dengan
studi ini
b. Pengumpulan Data
- Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung sebelum dilakukannya
survei ke lapangan. Data-data sekunder pada penelitian ini
diperoleh dari Departemen Perhubungan Kotamadya Medan. Data
sekunder yang diperlukan dalam penelitian adalah : Data Jaringan
fungsi dari jalan tersebut Dan Data Penduduk yang diperlukan
untuk mengetahui kepadatan penduduk (Population Density) pada
wilayah studi.
- Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dilapangan dengan cara :
• Pengamatan
Dengan pengamatan pada beberapa halte diperoleh data mengenai
permasalahan yang ada pada halte, selain itu diamati juga kondisi
fisik halte tersebut.
• Dokumentasi
c. Populasi dan Sampel
• Populasi
Adapun yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh halte yang berada
pada koridor-koridor utama di Kota Medan.
• Sampel
Penarikan sampel menggunakan metode proporsionate stratified random
sampling (sampel acak berlapis berimbang).
d. Jumlah Sampel
Dari pedoman umum penarikan sampel menurut Jalil Aria dkk (1997),
sampel yang diambil sebanyak 30% dari populasi yang ada, dimana dalam
penelitian ini adalah jumlah populasi halte seluruhnya.
e. Analisis Data
Untuk menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka
Analisi deskriptif adalah menggambarkan sejumlah data yang diperoleh
dalam penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel frekuensi serta
melakukan interpretasi sesuai dengan permasalahan penelitian.
1.6 Sistematika Penulisan
Studi efektifitas penggunaan halte di kota Medan ini, dibagi menjadi beberapa bagian
yang akan dibahas sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan
meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metodologi dan sistematika penulisan yang
akan di pakai dalam penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian-uraian teori yang dijadikan dasar dalam pembahasan
dan penganalisaan masalah.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi langkah-langkah penelitian berupa sistematika penentuan
sampel dan lokasi studi.
BAB IV : PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi analisis mengenai data-data yang telah dikumpulkan
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah
`
Gambar diagram alir (Flow Chart) Penelitian Hipotesa :
Kondisi dan lokasi halte di Kota Medan yang kurang diperhatikan keadaannya menjadi penyebab penggunaan
halte tidak optimal
Pengumpulan Data
Data Primer
1. Lokasi halte, seperti : • Jarak antara halte • Tata letak halte • Tipe halte 2. Kondisi halte, seperti :
• Rancang bangun halte • Fasilitas halte
Data Sekunder
• Data jaringan jalan moda transportasi • Data lainnya yang berhubungan dengan
penelitian
• Peraturan-peraturan yang berlaku • Studi pustaka yang mendukung
Pembahasan / Pengolahan Data
Analisa Data • Metode Analisa Deskriptif
Kesimpulan dan Saran Kecukupan
Data
Hasil
Tujuan Penelitian
Menganalisa kondisi dan lokasi halte di Kota Medan sebagai suatu sarana untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi
Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang,
dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana dan prasarana
perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan
pemencarannya dalam wilayah perkotaan.
2.2.1 Prasarana Transportasi
Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya
rangsang terhadap pertumbuhan disekitarnya. Tidak seimbang penyedian jaringan
jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan gambaran
permasalahan yang besar akan timpangnya sistem penyediaan (supply) dengan sistem
permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya
perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar atau tempat rekreasi.
Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan
merupakan barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin
disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Prasrana transportasi harus
dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, karena jika tidak, kita akan kehilangan
mamfaatnya. Menurut UU no 13, 1980; pasal 1, prasarana trasportasi adalah jalan.
Pada dasarnya, prasarana transportasi ini mempunyai dua peranan utama yaitu :
1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan
2. Sebagai prasarana pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat
Oleh sebab itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem
prasarana transportasi dengan kualitas minimal agar dapat dilalui. Adanya
keterhubungan ini menyebabkan kawasan tersebut mudah dicapai dan orang mau
tinggal disana.
2.2.2 Sarana Transportasi
Sarana transportasi dibuat untuk mendukung pergerakan masyarakat dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan umum yang tersedia,
sarana transportasi juga dimaksudkan untuk melayani masyarakat dalam kegiatannya
mencapi tujuan dari pergerakan.
Sarana angkutan yang menyangkut perlalulintasan adalah terminal, rambu
dan marka lalulintas, fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir, dan tempat henti.
a. Terminal
Terminal transportasi adalah prasarana angkutan yang merupakan bagian dari
sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, dan juga
sebagai alat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu
lintas.
Terminal transportasi merupakan titik simpul dalam jaringan transportasi
jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum yang juga merupakan unsur
tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupakan.
b. Rambu dan Marka Lalu Lintas
Rambu dan marka lalulintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,
khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada sistem jalan
menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada para
pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.
c. Fasilitas Pejalan Kaki
Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah
perkotaan, sebagai contoh DKI Jakarta 40% dari seluruh perjalanan dilakukan
dengan berjalan kaki. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar di
Negara-negara maju. Oleh karena itu kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu
bagian terpadu dalam sistem transportasi jalan.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur
dengan kendaraan, maka mereka memperlambat arus lalulintas. Oleh karena
itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk
memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan
gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.
d. Fasilitas Parkir Kendaraan
Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi, angkutan
penumpang umum, sepeda motor maupun truk adalah sangat penting.
Kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk dan
karakteristik masing-masing kendaraan dengan desain dan lokasi parkir.
e. Rambu dan Marka Lalu lintas
Rambu dan marka lalu lintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,
khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada system jalan
marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat
menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada
2.3 Pengertian Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum
Keberadaan tempat henti disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan
keberadaannya (Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan
(pasal 8), dan penempatanya diatur sedemikian sesuai dengan kebutuhannya dan
harus sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dan ditetapkan.
Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) Jenis Tempat
Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) terdiri dari :
1. Tempat henti dengan perlindungan (halte)
2. Tempat henti tanpa perlindungan (bus stop)
Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.
Sedangkan tempat pemberhentian bus adalah tempat untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang yang selanjutnya disebut TPB.
Gambar 2.2 Tata letak TPB Bus pada Ruas Jalan
Dimana untuk menentukan jenis tempat henti yang akan digunakan pada
suatu ruas jalan adalah berdasarkan kriteria :
• Tingkat pemakaian
• Ketersediaan lahan
• Kondisi lingkungan
2.4 Halte
Dapat didefenisikan menurut berbagai sumber :
1. Menurut Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) ITB tahun 1997,
halte adalah lokasi di mana penumpang dapat naik ke dan turun dari angkutan
umum dan lokasi di mana angkutan umum dapat berhenti untuk menaikan dan
menurunkan penumpang, sesuai dengan pengaturan operasional.
2. Menurut Dirjen Bina Marga 1990 tahun, halte adalah bagian dari perkerasan
jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan
3. Menurut Dirjen Perhubungan Darat tahun 1996, halte adalah tempat adalah
tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau
menaikan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.
Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), tempat
pemberhentian kendaraan penumpang umum (halte) merupakan salah satu bentuk
fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang bertujuan
untuk :
1. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas
2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum
3. Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan
penumpang
4. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan
umum atau bus.
Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum (halte) adalah:
1. Berada disepanjang rute angkutan umum atau bus
2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki.
3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.
4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk
5. Tidak menggangu kelancaran arus lalu lintas
Perencanaan halte di sepanjang rute angkutan umum meliputi tiga aspek
menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) sebagai berikut :
• Jarak
• Tata Letak
2.5 Lokasi Halte
Untuk menentukan lokasi halte dalam penelitian terdapat tiga segi aspek
pembahasan dalam penilaian lokasi halte, yaitu : Jarak antara halte, Tata letak halte
dan Tipe halte.
Selain itu perlu juga ditinjau keberadaan tempat henti (halte) secara umum.
Adapun Pedoman praktis dalam menentukan lokasi halte secara umum perlu
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Halte terletak pada trotoar dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.
2. Halte diletakkan dimuka pusat kegiatan yang banyak membangkitkan
pemakai angkutan umum.
3. Halte diletakkan di tempat yang terbuka dan tidak tersembunyi.
4. Agar tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas, apabila kecepatan
perjalanan cukup tinggi maka sebaiknya disediakan teluk bus (bus lay bay).
Selain masalah perhentian angkutan umum (halte), aspek yang cukup penting
yang berkenaan dengan lokasi. Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan
halte terdiri dari :
a. Safety, meliputi :
• Jarak pandang calon penumpang
• Keamanan penumpangpada saat naik dan turun kendaraan.
• Jarak pandang dari kendaraan lain
• Mempunyai jarak yang cukup untuk penyebrangan pejalan kaki.
b. Traffic, meliputi :
• Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat angkutan umum masuk dan
keluar dari lokasi perhentian.
c. Efficiency, meliputi :
• Jumlah orang yang dapat terangkut cukup banyak.
• Dimungkinkannya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lain.
d. Public Relation, meliputi :
• Tersedianya informasi yang berkaitan dengan schedule.
• Tersedianya tempat sampah yang memadai.
• Tidak menybabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.
Dari keempat kriteria di atas, yang sering dijadikan sebagai kriteria utama ada dua,
yaitu :
1. Tingkat keselamatan bagi penumpang pada saat naik-turun bus (safety) dan,
2. Tingkat gangguan bagi lalu lintas lainnya, yaitu perlambatan yang dirasakan
lalu lintas lain akibat berhentinya bus di tempat perhentian.
2.5.1 Jarak Halte
Jarak halte yang dimaksud disini adalah jarak antar halte atau disebut juga
jarak tempat henti.
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, tempat henti
(halte) dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu :
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada akupansi
kendaraan dengan rumus :
S = V (nx + AV)
S : jarak tempat henti
V : running speed (meter/detik)
n : jumlah penumpang ditempat henti yang naik angkutan umum
x : waktu untuk naik kendaraan per penumpang (detik)
A : a+b/a.b
a : perlambatan (meter/detik)
b : percepatan (meter/detik)
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada performasi
kendaraan serta kepentingan pemakai jasa maksimum orang berjalan kaki :
S = ½ Vmax² (1/a + 1/b)
Dimana :
Vmax : jarak berjalan kaki maksimum (meter)
Kepadatan rute angkutan umum = km rute/km² area
Berdasarkan faktor-faktor di atas, jarak tempat henti dapat diatur
penempatannya sebagai berikut :
Table 2.1 Jarak Halte
Tabel Jarak Halte
No Tata Guna Lahan Lokasi
Jarak Tempat Henti
(m)
1 Pusat kegiatan sangat padat:
pasar, pertokoan CBD, Kota 200 - 300 *)
2 Padat : perkantoran,
sekolah, jasa Kota 300 - 400
3 Permukiman Kota 300 - 400
4 Campuran padat : perumahan,
sekolah, jasa Pinggiran 300 – 500
5 Campuran jarang : perumahan,
ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran 500- 1000
Halte pada jarak 400-600 meter dari garis henti akan memungkinkan untuk
menyediakan fasilitas yang cukup, seperti dipasangnya papan informasi dan peneduh
dan bangku-bangku.
2.5.2 Tata Letak Halte
Tata letak yang direkomendasikan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan darat (1996) jarak berjalan yang wajar bagi penumpang angkutan
umum, dimana untuk daerah CBD 200-400 meter, untuk daerah pinggiran kota
300-500 meter. Selain ditentukan oleh jarak tersebut, tempat henti (halte) juga ditentukan
oleh kapasitasnya dan jumlah permintaan yang dipengaruhi oleh tata guna tanah dan
tingkat kepadatan penduduk.Keberadaan tempat henti pada ruas-ruas jalan dapat
menjadi penyebab utama dari kemacetan lalu lintas apabila dalam perencanaannya
tidak mempertimbangkan ha;-hal berikut, adapun tata letak halte dan TPB terhadap
ruang lalu lintas, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat adalah :
1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100
meter.
2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada
panjang antrian.
3. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang
membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.
4. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah
persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana
gambar 2.1 dan 2.2.
Gambar 2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat
Gambar 2.5 Tata letak halte pada ruas jalan
a. Menghadap ke muka (lindungan jenis 1)
b. Menghadap ke belakang (lindungan jenis 2)
Gambar 2.7 Lindungan menghadap belakang
Menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, adapun
pengelompokan tempat henti kendaraan penumpang umum berdasarkan tingkat
pemakaian, ketersediaan lahan, dan kondisi lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Halte yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk
bus (gambar 2.8)
2. TPB yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk
bus (gambar 2.9)
3. Halte yang sama dengan butir (1) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.10)
4. TPB yang sama dengan butir (2) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.11)
5. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
6. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.13)
7. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk
bus serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.14)
8. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus
serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.15)
9. Halte pada lebar jalan yang terbatas (<5.75 m), tetapi mempunyai tingkat
permintaan tinggi (gambar 2.16)
10.Pada lahan terbatas yang tidak memungkinkan membuat teluk bus, hanya
1. Kelompok 1
Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas
2. Kelompok 2
Gambar 2.9a Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Tunggal)
Gambar 2.9b Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Berseberangan)
3. Kelompok 3
Gambar 2.10a Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Tunggal)
Gambar 2.10b Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Berseberangan)
4. Kelompok 4
Gambar 2.11a Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Tunggal)
Gambar 2.11b Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Berseberangan)
5. Kelompok 5
Gambar 2.12a Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Tunggal)
Gambar 2.12b Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Berseberangan)
6. Kelompok 6
Gambar 2.13a Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Tunggal)
Gambar 2.13b Standar Tempat Henti kelompok 6 (Berseberangan)
7. Kelompok 7
Gambar 2.14a Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Tunggal)
Gambar 2.14b Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Berseberangan)
8. Kelompok 8
Gambar 2.15a Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Tunggal)
Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Dekat jalan akses)
9. Kelompok 9
Gambar 2.16a Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Tunggal)
Gambar 2.16b Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Berseberangan)
10. Kelompok 10
Gambar 2.17a Standar Kelompok Henti Kelompok 10 (Tunggal)
Gambar 2.17b Standar Tempat Henti kelompok 10 (Berseberangan)
Dikenal tiga jenis kebijaksanaan operasional angkutan kota yang berkaitan
dengan perhentian yaitu :
1. Flag Stop
Pada kebijakan operasional ini pengendara atau pengemudi diinstruksikan
agar merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti, baik untuk
menaikkan atau menurunkan penumpang.
Dengan adanya kebijakan operasional seperti ini, maka kecepatan rata-rata
bus relatif cukup tinggi. Kebijakan operasional seperti ini sangat sesuai jika poternsi
pergerakan penumpang pada lintasan rute yang dimaksud tidak terlalu besar.
2. Set-Stop
Kebijakan operasional ini merupakan kebijakan operasional yang paling
umum diterapkan di kota-kota besar. Pada kebijakan ini, pengemudi diwajibkan
untuk berhenti di perhentian yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak perduli apakah
pada perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin naik ataupun ingin
turun. Kebijakan operasional ini biasanya sesuai untuk lintasan rute yang memiliki
potensi pergerakan penumpang yang sedang sampai tinggi sekali.
3. Mixed Stop
Kebijakan operasional ini merupakan campuran antara flag stops dan set
stops, artinya adalah pengendara diizinkan pada darah-daerah tertentu untuk berhenti
diperhentian jika ada penumpang yang ingin turun ataupun calon penumpang yang
ingin naik, sedangkan pada daerah-daerah lainnyapengendara diwajibkan berhenti di
2.5.3 Tipe Halte
Tipe perhentian (halte) angkutan umum dibedakan satu dengan yang lainnya
berdasarkan posisi dari perhentian dimaksudkan terhadap lalu lintas lainnya.
Secara umum dikenal tiga tipe perhentian angkutan umum,yaitu :
a. Curb-side
Yaitu perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan
perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan pada
pedestrian. Yang diperlukan hanyalah perubahan pada marka jalan atau rambu lalu lintas. Kelemahan pada tipe ini, terutama jika ditinjau dari tingkat gangguan yang
dihasilkan terhadap lalu lintas lainnya, hal ini disebabkan karena angkutan umum
yang berhenti pada dasarnya menggunakan ruas jalan yang sama yang digunakan
dengan lalu lintas yang lainnya, sehingga pada saat berhenti lalu lintas dibelakangnya
jadi terganggu.
Dimensi ruang bebas ini ditentukan berdasarkan jumlah angkutan umum yang
akan dilayani dan juga pada ukuran angkutan umum yang ada. Selain itu dimensi
ruang bebas yang dimaksud dipengaruhi oleh tipe perhentian, yaitu farside, nearside
dan mid-block.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perhentian dengan
prasarana curbside adalah fasilitas bagi penumpang yang menunggu ( berupa ruang
antri, side-walk ). Lebar minimum untuk side-walk sebesar 2 - 3 meter adalah : 1,2 –
1,5 m digunakan untuk penumpang yang sedang antri menunggu, sedangkan sisanya
b. Lay-bys
Yaitu perhentian yang terletak tepat pada pinggir perkerasan dengan sedikit
menjorok ke daerah luar perkerasan. Tipe ini lebih aman dan nyaman dibandingkan
dengan curb-side. Selain itu tingkat gangguan yang dihasilakn terhadap lalu lintas
lainnya lebih kecil . Hal ini dimungkinkan karena tipe ini pada lokasi pemberhentian
dilakukan pelebaran jalan, sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas yang
cukup di luar perkerasan jalan bagi maneuver masuk, maupun untuk manuver keluar.
Dengan adanya ruang bebas yang terletak di luar perkerasan jalan, maka pada
saat angkutan umum masuk lokasi perhentian dan berhenti tidak mengganggu lalu
lintas lainnya, baik bagi kendaraan yang ada dibelakangnya ataupu kendaraan yang
ada disampingnya.
Secara umum, perhentian tipe ini akan layak ditinjau dari segi
pemanfaatannya jika hal-hal berikut bisa dipenuhi :
• Volume lalu lintas cukup tinggi di ruas jalan dimaksud disertai dengan
kecepatan lalu lintas yang cukup tinggi.
• Calon penumpang yang akan menggunakan perhentian ini jumlahnya cukup
besar, sehingga menyebabkan angkutan umum harus berhenti dengan waktu
yang cukup lama untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
• Jumlah angkutan umum yang akan menggunakan pemberhentian tidak begitu
banyak, tidak lebih dari 10 -15 angkutan umum per jam.
• Tersedianya ruang yang cukup di perhentian baik untul lay-bys maupun untuk
c. Bus-bay
Yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan
yang ada. Perhentian tipe ini merupakan perhentian yang paling ideal, baik ditinjau
dari sudut pandang penumpang, pengemudi angkutan umum, maupun bagi lalu lintas
lainnya. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa dengan perhentian tipe ini angkutan
dapat berhenti dengan posisi yang aman bagi proses naik-turun penumpang,
angkutan juga dapat berhenti dengan tenang tanpa mengganggu lalu lintas lain.
Secara umum karakteristik geometrik dari perhentian tipe ini adalah berupa
lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang, artinya secara
geometrik, bentuknya hampir sama dengan tipe lay-bys, hanya saja disini antar ruang
bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah. Karena perhentian tipe ini
memerlukan lahan yang luas untuk ruang bebas dan pulau pemisah, maka
lokasi-lokasi tertentu saja yang dapat dibangun bus-bay.
Daerah-daerah tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Tersedianya lahan yang cukup luas di pinggir jalan yang perhentian akan
ditempatkan.
• Jumlah penumpang yang akan di layani pada perhentian yang dimaksud cukup
banyak
• Jumlah angkutan umum yang akan dilayani pada pemberhentian dimaksud
Sedangkan menurut Vuchic,VR (1981), ada tiga tipe penempatan lokasi halte
untuk tempat henti di sepanjang jalan ditinjau dari letak dari persimpangan :
1. Near-side, yaitu halte terletak sebelum garis henti persimpangan jalan 2. Far-side, yaitu halte terletak sesudah garis henti di persimpangan jalan 3. Midblock, yaitu halte yang tidak terletak di dekat persimpangan jalan tetapi
masih di salah satu ruas jalan yang terkait dengan persimpangan jalan
tersebut.
Near-side, far-side maupun midblock sangat mungkin dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas, bahkan alat pemberi isyarat lalu lintas pada near-side dan
far-side diusahakan agar terpisah dari fasilitas parkir. Rancangan midblock di sesuaikan dengan dimensi teluk bus.
Table 2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti Panjang
Bus
Satu Tempat Henti Dua Tempat Henti
NS FS MB NS FS MB
7.50 27.5 19.5 38.0 36.0 28.0 46.5
9.00 29.0 21.0 39.5 39.0 31.0 49.5
10.50 30.5 22.5 41.0 42.0 34.0 52.5
12.00 32.0 24.0 42.5 45.0 37.0 55.5
2.6 Kondisi Halte
Untuk menentukan kondisi halte sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan darat (1996) didapat dua segi aspek pembahasan dalam penilaian
kondisi halte, yaitu : Standar rancang bangun (dimensi) halte, dan Fasilitas halte.
2.6.1 Rancang Bangunan (Dimensi) Halte
A. Daya Tampung
1. Halte
Halte dirancang dapat menampung penumpang angkutan umum 20 orang per
halte pada kondisi biasa (penumpang dapat menunggu dengan nyaman).
Gambar 2.18 kapasitas Lindungan
Keterangan gambar :
• Ruang gerak penumpang di tempat henti 90 cm x 60 cm.
• Jarak bebas antar penumpang :
- Dalam kota 30 cm
- Antar kota 60 cm
• Ukuran tempat henti perkendaraan, panjang 12 m dan lebar 2.5 m
Gambar halte tampak depan, belakang,samping, atas
Catatan :
- Bahan bangunan di sesuaikan dengan kondisi setempat Ukuran
panjang minimum dengan luas efektif halte adalah panjang =≥ 4m,
lebar = ≥ 2m
2. Teluk Bus
Gambar teluk bus tunggal, gamda, dua halte yang berdekatan
Gambar 2.22 Standar Jalur Henti bus Tunggal (single-bus lay bay)
Gambar 2.23 Standar Jalur Henti bus Ganda (multi-bus lay bay)
Gambar 2.24 Standar Jalur henti Bus untuk Tempat Henti yang Berdekatan
Gambar 2.25 Standar Jalur Henti Bus Terbuka (Open-ended lay bay)
Gambar 2.26 Standar Jalur Henti Bus yang dikombinasikan dengan Jalur parkir dan Bongkar Muat (combined lay bay)
Gambar 2.27 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay with sub-standart depth)
2.6.2 Fasilitas Halte
Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) fasilitas tempat
perhentian kendaraan penumpang umum terdiri dari :
• Fasilitas utama
• Fasilitas tambahan
Fasilitas utama halte adalah sebagai berikut :
• Identitas halte berupa nama atau nomor
• Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum
• Tempat henti kendaraan apabila disertai rambu akan lebih aman dan untuk
melancarkan lalu lintas dapat menggunakan teluk bus (bus lay by)
• Lampu penerangan
• Tempat menunggu penumpang yang tidak menggangu pejalan kaki dan aman
dari lalu lintas
Sedangkan fasilitas tambahan halte sebagi berikut :
• Telepon umum
• Tempat sampah
• Pagar pengamanan agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan
tempat
• Papan iklan/pengumuman
Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Inti dari metode penelitian ini adalah menguraikan bagaimana tata cara
penelitian dilakukan. Pemilihan metode yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian
sangat berpengaruh pada cara-cara memperoleh data. Pengumpulan data harus dapat
memenuhi tujuan penelitian, sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam mencapai maksud dan tujuan dari penelitian ini maka dilakukan
beberapa tahapan yang dianggap perlu. Pelaksanaannya yang dilakukan secara garis
besar adalah tahapan berikut:
1. Tahap pertama adalah menentukan daerah yang dianggap mempunyai
permasalahan dalam bidang transportasi. Pada penelitian ini diambil studi
kasus pada Kotamadya Medan.
2. Tahap kedua adalah menentukan jumlah populasi dan sampel yang berada
pada daerah penelitian yaitu Kotamadya Medan.
3. Tahap ketiga adalah pengambilan data dilapangan yang meliputi data primer
(data kondisi dan lokasi halte) dan data sekunder (peraturan yang berlaku dan
data yang berhubungan dengan penelitian)
4. Tahap keempat adalah pengolahan data dan penyajian data yang diperoleh
dari survey.
5. Tahap akhir adalah metode analisa data hasil survei untuk mengambil
3.2 Penentuan Wilayah Penelitian
Pada penelitian ini, ditetapkan koridor-koridor utama pada Kota Medan yang
dijadikan sebagai wilayah penelitian. Koridor-koridor utama ini merupakan jalan
yang menghubungkan pusat Kota Medan ke wilayah pinggiran kota di sekitar Kota
Medan. Sehingga wilayah yang akan di teliti dapat dibagi menjadi lima koridor
utama. Koridor-koridor utama tersebut merupakan jalan yang menghubungkan Kota
Medan ke kota-kota sebagai berikut:
1. Koridor I : Medan - Belawan
2. Koridor II : Medan - Binjai
3. Koridor III : Medan - Pancur Batu
4. Koridor IV : Medan - Tanjung Morawa
5. Koridor V : Medan – Tembung
Dimana pada setiap koridornya terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan
kedua kota tersebut. Dengan ditetapkannya Kantor Pos pusat sebagai titik pusat
dalam penghitungan, maka jalan-jalan yang menjadi bagian pada setiap koridornya
adalah sebagai berikut:
1. Koridor I : Jalan Balai Kota, jalan Putri Hijau, Jalan K.L Yos Sudarso
2. Koridor II : Jalan Guru Patimpus, jalan Jend.Gatot Subroto
3. Koridor III : Jalan Mayjend S. Parman, jalan LetJend Jamin Ginting
4. Koridor IV : Jalan Jend A. Yani, jalan Pemuda, jalan Brigjend Katamso,
jalan Ir. Juanda, jalan Sisingamangaraja.
5. Koridor V : Jalan Perintis Kerperdekaan, jalan HM Yamin SH, jalan
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel
3.3.1 Penentuan Populasi
Pengambilan populasi halte dilakukan dengan cara menghitung seluruh halte
yang berada di sepanjang jalan yang merupakan koridor utama. Lokasi penempatan
halte seperti diperlihatkan pada label 3.1
Tabel 3.1a Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor I
Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte
Jl. Yos Sudarso 1. Pajak Bryan
2. 100M setelah SPBU/ depan rumah No.138A
3. Depan Perg. Darma Wangsa
4. Depan sekolah Metodist 8
Jl. Putri Hijau 5. Depan rafindo digital printing
6. 30 M setelah pintu masuk TVRI
7. 25 M sebelum Deli Plaza
Jl. Balai Kota 8. Depan Kantor Pos
Sumber : Hasil Survey
Table 3.1b Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor II
Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte
Jl. Jend Gatot Subroto 9. Depan Sekolah Budi Luhur
10.Depan Komp. Perum. Bank Mandiri
11.Depan Gedung RRI
12.Depan Tomang Elok
13.Depan Perg. Panca Budi
14.Depan Brastagi Swalayan
15.Depan Brastagi Swalayan
16.Depan Perum. Bank Dagang Negara
17.Depan Univ. Medan Area
18.Depan Perguruan Mardi Lestari
20.20 M sebelum simp. Jl Meranti
21.50 M sebelum Jl. Sekip
Jl. Guru Patimpus 22.Sebelum Pintu masuk Deli Plaza
Sumber : Hasil Survey
Table 3.1c Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor III
Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte
Jl. Jamin Ginting 23.100 M dari simp. Setia Budi
24.Depan Yaspen Darma Bakti
25.Depan simp.jl. Sembada
26.Pajak sore/ depan SD No. 060885-060892
Jl. Mayjend S.Parman 27.Depan Sekolah Persit I/Cambridge
Sumber : Hasil Survey
Table 3.1d Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor IV
Nama Jalan Nomor dan Lokasi Halte
JI.S.M.raja 28.Depan Stasiun ALS
29.Depan Sekolah Parulian
30.Depan SD Negri
31.Depan Universitas Alwasliyah
32.Depan pomp. Bensin ( dekat jl. Air Bersih)
33.Depan Mesjid UISU
34.Depan Yuki Simpang Raya
Jl. Ir. H Juanda 35.20 m Dari simp Jl. S.M.raja
Sumber : Hasil Survey
Table 3.1e Lokasi Penempatan Halte Pada Koridor V
Nama Jalan Lokasi Halte
Jl. Letda. Sujono 36.50 m setelah Simp.JI. Mandala
37.50 m setelah simp. Jl. Aksara
39.Dekat Univ. SM. Raja XII
40.Di depan RSU. Pringadi
41.Dekat simp. Jl Tamrin
JI.P. Kemerdekaan 42.Depan RSU Pringadi Baru
43.Depan Univ. HKBP Nomensen
44.Depan Taman Budaya
45.Depan Hotel Angkasa
Sumber : Hasil Survey
Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah halte di dalam wilayah penelitian
adalah 45 buah, yang juga merupakan jumlah populasi dari pada halte.
3.3.2 Penentuan Sampel
Agar perolehan besarnya sampel penelitian proporsional terhadap besamya
jumlah populasi pada kawasan studi yang diteliti, maka penarikan sampel dilakukan
secara Proportionate stratified random sampling (Sampel acak bertapis berimbang).
a. Sampel Halte
Metode ini membagi populasi kedalam lima koridor utama, dimana jumlah
halte dalam setiap koridor dapat di lihat pada Tabel 3.2 berikut, sampel yang akan
digunakan untuk penelitian sebanyak 30% dari total populasi yaitu 15 halte. Jumlah
sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara berimbang. Yaitu dengan
menggunakan rumus:
Proporsi = Jumlah Halte Tiap Koridor
Total Jumlah Halte
x 100%
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Halte di Kotamadya Medan
No Bagian Jumlah Halte Proporsi (%) Jumlah sampel
1 Koridor I 8 17.8 3
Pada tabel 3.2 diatas, dapat dilihat banyaknya sampel pada setiap koridornya.
Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan melihat kondisi halte akan
dijadikan sampel dan diperoleh nomor halte yang akan di teliti sesuai dengan jumlah
proporsi halte disetiap ruas jalan, dan diperoleh nomor halte yang akan di teliti. Hasil
sampel yang diperoleh dari pengambilan sampel secara langsung dapat di lihat pada
tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3 Nomor Sampel yang akan di Teliti
No Bagian Jumlah Sampel Nomor Halte
3.4. Pengambilan Data Lapangan
Data yang dipedukan pada penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu data-data
sekunder dan data-data primer.
3.4.1 Pengambilan Data Primer
Pengamatan dilakukan dengan survai langsung ke lokasi halte yang terpilih
untuk memperoleh data-data primer. Adapun data-data primer yang dibutuhkan
antara lain :
1. Pengambilan data untuk lokasi halte meliputi :
• Jarak antar halte
• Tata letak halte
• Tipe halte
2. Pengambilan data untuk kondisi halte meliputi :
• Rancang bangun halte
• Fasilitas halte
Lokasi halte yang akan disurvei diambil proporsional di lima koridor pada
daerah penelitian. Penentuannya dengan menggunakan tabel acak untuk memilih
halte dan sesuai dengan proporsi tiap koridornya untuk mendapatkan lokasi yang
dapat mewakili populasi.
3.4.2 Pengambilan Data Sekunder
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dari studi ini yaitu untuk mengetahui
efektifitas keberadaan halte di Kota Medan sebagai sarana transportasi, maka
sebelum dilakukan survei lapangan terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data-data
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
1. Data jaringan jalan. Data ini diperlukan untuk mengetahui kondisi
masing-masing ruas jalan serta fungsi dari jalan tersebut
2. Peraturan-peraturan yang berlaku
3. Studi pustaka yang mendiukung untuk penelitian ini.
3.5 Pengolahan Data dan Penyajian Data
Data dari pengamatan langsung di lapangan dapat diperoleh jumlah halte
setiap koridor halte di Kota Medan. Didapat proporsi halte yang akan diteliti disetiap
koridor. Penyajian data menggunakan tabel dan foto setiap halte yang diteliti
sehingga nanti didapat data kondisi dan lokasi halte yang sebenarnya ada dilapangan.
3.6 Analisa Data
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Analisa
deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui efektifitas penggunaan
halte di Kota Medan. Metode Analisis deskriptif adalah suatu metode dengan
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA
4.1 Kondisi Fisik Jalan
Kotamadya Medan terletak pada ketinggian 3 sampai 30 meter dari
permukaan laut dengan keadaan topografi datar. Hasil pengamatan lapangan, daerah
yang terbangun (built up area) Kotamadya Medan umumnya daftar juga termasuk
jaringan jalannya.
Tabel 4.1 Kondisi Fisik Jalan Wilayah Studi
Nama Ruas Jalan Panjang (m)
Sumber : Kantor BPS Kota Medan, 2013
4.2Jenis Dan Kondisi Fisik Halte
Tempat perhentian kendaraan yang ada di daerah penelitian termasuk ke
tidak terawat, hal ini dapat terlihat dengan jelas karena warna cat yang memudar
menyebabkan halte kelihatan tidak menarik dan rusaknya tiang-tiang penyangga
halte yang diakibatkan oleh korosi. Kondisi fisik lain yang biasa terlihat yaitu
terdapatnya kerusakan tempat duduk pada halte. Kondisi tersebut biasanya
ditemukan pada halte yang dibangun oleh pemerintah. Sedangkan 8 halte (53.3%) di
daerah penelitian dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Kondisi tersebut
diperlihatkan dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, yang
biasanya dibangun ulang oleh pihak swasta. Pihak swasta yang memperbaiki halte
yang sudah ada, biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan
memberikan label produk tersebut pada halte. Hal ini menyebabkan beragamnya
bentuk, warna, dan kondisi fisik halte di kota Medan. Tentu saja melalui perizinan
yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Kota Medan.
Gambaran lain kondisi fisik halte di daerah penelitian menunjukkan bahwa 5
halte (33.3%) yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik
halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang tidak
strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan. Sedangkan 10 halte (66.7%)
dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, kios-kios yang dijadikan
tempat berjualan, ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte dan ada
juga yang hanya menumpang pada halte. Pedagang kaki lima yang memanfaatkan
halte sebagai lokasi berjualan menyebabkan kondisi halte menjadi semrawut.
Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan yang diparkirkan tepat di
tengah-tengah halte mempersempit ruang gerak pengguna halte untuk bebas
bergerak. Hal ini yang menyebabkan pengguna halte enggan untuk menggunakan
terletak pada Jalan Gatot Subroto, nomor 28 dan nomor 31 terletak pada Jalan
Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada Jalan Balai Kota, halte nomor 40 pada jalan
Prof. HM Yamin. Sedangkan pada kondisi dimana kios-kios sudah menjadi
bangunan permanen pada halte menyebabkan halte tidak lagi berfungsi sebagai
tempat tunggu, melainkan tempat berjualan yang membangkitkan orang-orang untuk
datang dan melakukan kegiatan berdagang pada halte.
4.3 Lokasi Halte Terpilih
Halte yang digunakan menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 15 halte,
yang dipilih menggunakan tabel acak, untuk halte yang akan diteliti pada wilayah
studi. Adapun halte yang menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.2 Lokasi Halte yang Terpilih
No. Bagian Nomor Halte Lokasi
1. Koridor I 4 Depan Sekolah Methodist 8
5 Depan Rafindo Digital Printing
8 Depan Kantor Pos
2 Koridor II 9 Depan Sekolah Budi Luhur
12 Depan Tomang Elok
15 Depan Brastagi Swalayan
19 Depan Medan Fair Plaza (Carefour)
3 Koridor III 24 Depan Yaspen Darma Bakti
27 Depan Sekolah Persit I / Cambridge
4. Koridor IV 28 Depan Stasiun ALS
31 Depan Universitas Alwasliyah
34 Depan Yuki Simpang Raya
5. Koridor V 40 Depan RS Pringadi
43 Depan Universitas Nomensen
44 Depan Taman Budaya
Sumber : Hasil Survey
Jika ditinjau dari lokasi penempatan halte pada daerah penelitian, seharusnya
halte dibangun di tempat yang tidak mengganggu pejalan kaki, tetapi di daerah
sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan
untuk melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan jalan lainnya terganggu.
4.4 Tata Letak Halte
a. Di daerah penelitian 8 halte (53,3%) halte dibangun pada sarana publik atau
perkantoran dan 7 halte (46,7%) lainnya dibangun pada lokasi sekolah.
b. Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki,
seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan, masih berada pada jarak yang ditentukan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat
pada halte nomor 8 (pada Jalan Balai Kota) yang berada 100 meter dari
jembatan penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 (pada Jalan
Sisingamangaraja) berada 70 meter dari jembatan penyeberangan dan juga
halte nomor 19 (pada jalan Gatot Subroto) berada 50 meter dari jembatan
penyeberangan.
c. Halte yang letaknya sesudah persimpangan, seperti posisi halte nomor 5 (pada
Jalan Putri Hijau) berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang
terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 (pada Jalan
Sisingamangaraja) berjarak 80 meter sebelum persimpangan.
d. Halte yang dibangun pada lokasi sekolah berjarak 20 meter dari zebracross.
4.5 Tipe Halte
Halte yang ada pada daerah penelitian 14 halte (93.3%) termasuk ke dalam
tipe Curb-Side, dimana perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa
pada pedestrian. Hanya 1 halte (6.7%) halte yang termasuk ke dalam tipe bus-bay yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan yang
ada berupa lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang,
antar ruang bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah.
Sedangkan jika ditinjau dari letak halte terhadap persimpangan, pada daerah
penelitian didapat 11 halte (73.3%), dengan tipe Mid-block, 3 halte (20%) dengan
tipe Farside (halte terletak sesudah persimpangan), dan hanya 1 halte (6.7%) dengan
tipe Nearside (halte terletak sebelum persimpangan)
4.6 Dimensi Halte
Dimensi halte di daerah penelitian sangat beragam, seperti yang tertera pada
tabel 4.2 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak
pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada
saat halte diperbaiki oleh pihak swasta. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk
yang lebarnya antara 30-50 cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Sehingga
halte dapat menampung 4 sampai 9 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 13 orang
pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat semua sama dengan
luas halte.
Hanya 4 halte (26.6%) di daerah penelitian yang menenuhi standar ukuran
minimal halte, sedangkan sebanyak 11 halte (73.3%) tidak memenuhi standar ukuran
halte yang sudah ditetapkan pemerintah di dalam pedoman perekayasaan tempat
Tabel 4.3 Dimensi Halte
Bagian Nomor
Halte Lokasi Dimensi
Koridor I 4 Depan Sekolah Methodist 8 8,10 m x 2,00 m
31 Depan Universitas Alwasliyah 7,90 m x 2,00 m
34 Depan Yuki Simpang Raya 8,10 m x 1,70 m
Koridor V 40 Depan RS Pringadi 7,90 m x 1,70 m
43 Depan Universitas Nomensen 8,20 m x 1,90 m
44 Depan Taman Budaya 8,33 m x 1,80 m
Sumber : Hasil Survey
4.7 Fasilitas Halte
Di daerah penelitian hanya beberapa halte yang dilengkapi dengan fasilitas
utama seperti identitas halte berupa nama atau nomor hanya 6 halte (40%), 3 halte
(20%) menggunakan lampu penerangan, seluruh halte sudah ada tempat duduk, 6
halte (40%) memiliki tempat sampah, dan 10 halte (66.7%) sebagai tempat sarana
iklan, hal ini terlihat dengan jelas pada bangunan-bangunan halte yang khusus
dibangun dan diberi identitas satu produk tertentu. Sedangkan untuk fasilitas seperti
rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna, informasi tentang rute (papan
trayek), telepon umum, dan Pagar pengaman yang merupakan fasilitas utama, agar