BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya sehari hari manusia akan melakukan
sebuah perjalanan/pergerakan dari tata guna lahan yang satu ke tata guna lahan yang lain.
Dalam pergerakannya, manusia akan menggunakan sarana dan prasarana transportasi.
Seiring meningkatnya pertumbuhan manusia serta peningkatan aktivitas, kebutuhan akan
sarana dan prasarana transportasi pun semakin meningkat.
Akan tetapi, kenyataannya angkutan umum semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
Badan Pusat Statistik Kota Medan (2012) mencatat Kota Medan berpenduduk lebih dari
2.122.804 juta jiwa. Data Samsat Kota Medan pada tahun 2013, jumlah kendaraan
penumpang sebesar 408.877 unit, 99% diantaranya merupakan kendaraan pribadi, dan
1580 angkutan umum, sepeda motor : 4.523.956 unit, atau setara dengan 1.130.989 SMP
(emp = 0.25), dan jumlah becak bermotor (tahun 2010) sebesar 26.960 unit atau setara
dengan 32.352 SMP (emp = 1.2).
Menurut Tamin, O.Z., 1985, kota yang berpenduduk lebih dari 1-2 juta jiwa pasti
mempunyai permasalahan transportasi. Permasalahan dasar transportasi di kota Medan
adalah permintaan lalu lintas yang melebihi penyediaan ruang jalan yang mengakibatkan
kepadatan dan kemacetan lalulintas terutama di jalan-jalan utama dan jalan-jalan protokol.
Pemerintah Kota Medan berencana untuk menggunakan monorel sebagai salah satu
Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM). Monorel adalah sebuah metro atau kendaraan
lainnya dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang
memiliki dua rel dan dengan sendirinya, pada monorel kereta lebih lebar daripada relnya.
Rute 1 (Loop) : Jalan Balai Kota–Jalan Guru Patimpus–Jalan Gatot Subroto–Jalan
Gagak Hitam–Jalan Ngumban Surbakti –Jalan AH Nasution –Jalan Sisingamangaraja–
Jalan Mesjid Raya –Jalan Katamso–Pemuda–Jalan Ayani –Jalan Balai Kota.
Rute 2 (Komuter) : Jalan Gatot Subroto (Lotte Mart)–Jalan Asrama–Jalan Cemara–
Kolonel Bejo–Jalan Pancing–Jalan Aksara–Jalan AR Hakim–SP. Menteng.
Rute 3 (Komuter) : Jalan Pinang Baris–TB Simatupang–Jalan Gatot Subroto–Jalan
Asrama–Jalan Cemara-Kolonel Bejo–Jalan Pancing–Jalan Aksara–Jalan AR Hakim–
SP. Menteng–Jalan Menteng–Sungai–Terminal Amplas.
Rute 4 (Komuter) : Jalan Jamin Ginting (Laucih/Stasiun bis)–Setia Budi–Dr Mansur–
JaminGinting–Patimura/S.Parman–Sudirman–Pangeran
Diponegoro–Pengadilan-Raden Saleh–BalaiKota (Lapangan Merdeka). Moh.Yamin–Letda Sujono dan berhenti
di sekitar akses Jalan Tol.
Rute 5 (Komuter) : Jalan Jendral AH Nasution (Depan jalan karya wisata)–menyusuri
sungai ke Carefour–Jamin Ginting– Patimura/SP arman–Sudirman–Pangeran
Diponogoro–Pengadilan Raden Saleh– BalaiKota (Lapangan Merdeka).Moh.Yamin–
Letda Sujono dan berhenti di sekitar akses Jalan Tol .
Monorel adalah sistem transportasi berbasis rel tunggal dinilai sesuai untuk
diterapkan di Kota Medan di masa yang akan datang dan diharapkan dapat menyediakan
kecepatan, kenyamanan, dan keamanan bagi para pengguna moda transportasi.
Untuk pengoperasian monorel diperlukan adanya fasilitas penunjang salah satunya
adalah halte yang berfungsi sebagai akses bagi penumpang untuk naik dan turun dari moda
monorel tersebut.
Halte monorel harus dapat menampung jumlah antrian penumpang yang akan
menggunakan Monorel. Luasan halte tergantung dari jumlah penumpang dan armada
fasilitas-fasilitas pendukung agar pengguna monorel nantinya terlindung dari terik sinar matahari
dan air hujan serta dapat merasa nyaman, aman dan dapat memberikan kemudahan untuk
penumpang yang akan menggunakan moda transportasi monorel tersebut.
Pembangunan halte yang tidak baik akan mengakibatkan bertambahnya
permasalahan transportasi, sebab banyak masyarakat yang seharusnya menjadi target
pengguna menjadi malas untuk menggunakan moda ini karena adanya kesulitas disaat
akan memanfaatkan fasilitas yang ada. Penyebab utama penumpang yang tidak
menggunakan halte sebagai tempat naik/turun dari angkutan umum adalah jarak yang
harus ditempuh menuju ke halte terlalu jauh. Hampir menyerupai bis kota, penumpang
monorel kelak dalam pemilihan lokasi perhentian dominan dilakukan di sekitar
persimpangan dan di sembarang tempat yang tidak dilengkapi rambu atau fasilitas tempat
henti seperti di depan pertokoan,perkantoran dan sekolah/kampus karena alasan jarak yang
lebih dekat dengan tujuan, keamanan dan secara fisik tidak melelahkan. Oleh karena itu,
alokasi halte ke titik permintaan(sumber bangkitan) diusahakan seoptimal mungkin.
Hal tersebut di atas menunjukkan pentingnya aksesibilitas (kemudahan untuk
mendapatkan) monorel. Dengan penentuan rute dan lokasi stasiun yang tepat maka akan
menunjang tingkat aksesibilitas pelayanan monorel. Demi menekan biaya pembangunan
yang semakin besar, lokasi halte menjadi suatu elemen yang penting dalam pengerjaan
moda monorel ini, karena bisa mengakibatkan pembangunan halte yang terlalu banyak.
Untuk penentuan lokasi halte dipilih model set covering problem dan max covering
problem. Model Set covering problem bertujuan untuk memberikan akses yang layak ke
stasiun terdekat kepada semua penumpang dengan jumlah halte minimum (pertimbangan
aksesibilitas). Sedangkan max covering problem bertujuan untuk menentukan lokasi
stasiun yang akan dibangun ketika terdapat batasan jumlah dalam mendirikan halte
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana menentukan jumlah dan lokasi halte koridor I monorel di Kota Medan
sehingga dapat memberikan akses yang layak ke halte terdekat kepada semua penumpang
dengan jumlah halte yang minimum tetapi dapat memenuhi semua titik permintaan di
sepanjang rute (coverage area).
1.3Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan untuk menjaga perluasan topik yang melebar,
maka diperlukan pembatasan masalah.
Adapun batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rute yang ada adalah hasil rancangan pemerintah. Penelitian ini hanya menentukan
lokasi stasiun pada rute yang telah ditentukan oleh Pemerintah.
2. Tidak mempertimbangkan dampak yang dihasilkan dengan beroperasinya monorel.
3. Titik permintaan merupakan titik lokasi dimana penumpang naik dan turun angkutan
umum (bus kota dan angkutan kota), tidak memperhatikan lokasi asal dan tujuan
penumpang.
4. Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor biaya
5. Survey dilaksanakan pada hari normal.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan jumlah dan lokasi halte koridor I
monorel di Kota Medan sehingga dapat memberikan akses yang layak ke halte terdekat
kepada semua penumpang dengan jumlah halte yang minimum tetapi dapat memenuhi
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai pertimbangan
Pemerintah Kota Medan dalam menentukan lokasi halte monorel di kota Medan sehingga
tidak mengganggu trayek angkutan umum ( angkot & BRT) yang sudah ada.
1.6Metodologi
Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal
hingga penyusunan laporan, selain itu juga untuk mendapatkan dasar teori
yang kuat yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan
dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi
pengumpulan data-data dan informasi dari buku, serta jurnal-jurnal yang
mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan
dari dosen pembimbing.
2. Studi Lapangan
o Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan
gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan
data sekunder didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam
permasalahan ini, yaitu Dinas Perhubungan Kota Medan seperti data rute
Bus Rapid Transit (BRT) dan trayek angkutan umum dari DLLAJR Kota
terbesar sepanjang rute : tempat kerja; sekolah; universitas; pusat
perbelanjaan; tempat wisata; tempat olahraga; tempat tinggal; rumah sakit
dan tempat ibadah.
o Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara menyebarkan kuisoner
kepada responden yakni, kernet/sopir bus kota dan angkutan umum yang
mempunyai trayek melewati titik-titik sumber bangkitan dan pergantian
moda.
3. Analisa Data
Melakukan analisa dan pengolahan data menggunakan software Lingo 8.0 yang
kemudian digunakan untuk penentuan lokasi dan jumlah halte menggunakan
model Set Covering Problem
4. Kesimpulan dan saran.
1.7Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan
yang diteliti. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Kebijakan tentang penentuan rute tidak berubah.
2. Kondisi tata guna lahan di sekitar rute tidak berubah.
3. Sebaran jumlah penumpang di masing-masing titik permintaan tidak
berubah di masa yang akan datang.
4. Tidak ada batasan kapasitas penumpang untuk tiap halte.
1.8Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematikan penulisan tugas akhir ini.
Dengan membaca bab ini, diharapkan pembaca mengetahui konsep penelitian ini
yang dilakukan.
BAB II. STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang penjabaran landasan teori dan standar yang
digunakan. Bab ini berisikan tentang uraian teori, landasan konseptual dan
informasi yang diambil dari literatur yang ada meliputi konsep transportasi, sistem
angkutan massal Monorail, sistem dan karakteristik halte.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian-uraian tahapan yang dilakukan dalam melakukan
penelitian mulai dari identifikasi masalah sampai dengan penarikan kesimpulan.
BAB IV. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi tentang uraian data-data penelitian yang dibutuhkan,
penentuan kriteria – kriteria pemilihan, penentuan model penyelesaian optimasi
berdasarkan karakteristik sistem dan pengolahan data-data yang telah diperoleh.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan- kesimpulan yang diperoleh dari seluruh
proses kegiatan tugas akhir ini, serta saran untuk pengembangan penelitian