• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanah Berkuda Jepang (Yabusame)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanah Berkuda Jepang (Yabusame)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMANAH BERKUDA JEPANG

YABUSAME

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

ALI IKHWAN SIREGAR NIM : 112203031

PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PEMANAH BERKUDA JEPANG

YABUSAME

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Program Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan OLEH:

ALI IKHWAN SIREGAR NIM: 112203031

Pembimbing Pembaca

Prof.Hamzon Situmorang,Ms.,Ph.D.

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

iii PENGESAHAN

Diterima oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Program Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan

1. Zulnaidi,S.S.M.Hum ( )

Dr. Syahron Lubis,M.A Nip 195110131976031001

Panitia Ujian :

No.Nama Tanda Tangan

2. Prof.Hamzon Situmorang,Ms.,Ph.D. ( )

(4)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi D-III BahasaJepang

Ketua Program Studi

Medan,………2015 Zulnaidi,S.S,M.Hum

(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah.SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang berjudul “PEMANAH BERKUDA JEPANG (YABUSAME)”.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang terbatas.Tetapi berkat bantuan beberapa pihak,maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S.,M.Hum. selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, Ms.,Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, membantu dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

4. Bapak Zulnaidi, S.S.,M.Hum. selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian kertas karya ini.

(6)

DAFTAR ISI

2.3 Perlengkapan Bertempur ... 6

(7)

34 ABSTRAK

Jepang adalah negara yang mempunyai kultur dan budaya yang cukup banyak. Jepang juga tidak luput dari cerita sejarah masa lalu. Berbagai pertempuran yang terjadi melawan musuh-musuh demi meraih kekuasaan juga merupakan hal yang tidak pernah terlupakan.

Perjuangan para samurai dalam mempertahankan wilayahnya merupakan suatu hal yang harus dihargai. Beberapa pejuang samurai rela mengabdikan diri di medan pertempuran. Salah satu pejuang samurai yang memiliki peranan dalam medan pertempuran pada abad ke 13 -14 adalah pemanah berkuda Jepang.

Pemanah berkuda adalah tentara berkuda yang bersenjatakan busur. Karena untuk menggunakan busur penunggang harus melepaskan kedua belah tangan dari tali kekang, dia harus memiliki kemahiran menunggang yang tinggi. Pemanah berkuda juga dikaitkan dengan kaum nomad di padang rumput steppe. Mereka yang diketahui pernah menggunakan pemanah berkuda termasuk Scythia, Sarmatia, Parthia, Hun dan Mongol. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan

nama Yabusame.

(8)

Kelompok-kelompok penunggang kuda yang bermusuhan bertempur dari jarak dekat. Karena busur Jepang sangat panjang, anak panahnya meluncur lebih lambat dibandingkan yang dilepaskan dari busur pendek. Karena itu, musuh harus sedekat mungkin didekati agar bisa memanah wajahnya, bagian tubuh yang paling rapuh dengan akurat. Untuk menyerang seorang musuh, seorang penunggang harus mendekatinya dari belakang, baik itu dengan mengikuti secara sejajar dan menghabisinya, atau sebaliknya, mendekati dari suatu sudut dari belakang dan melepaskan panah ke bagian sisinya.

(9)

7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Alasan Pemilihan Judul

Jepang adalah negara yang mempunyai kultur dan budaya yang cukup banyak. Sifat orang Jepang yang selalu ingin mempertahankan kebiasaan-kebiasaan nenek moyang mereka yang menjadikan budaya mereka masih terus ada, berkembang dan sangat terkenal hingga sekarang. Jepang juga tidak luput dari cerita sejarah masa lalu. Berbagai pertempuran yang terjadi melawan musuh-musuh demi meraih kekuasaan juga merupakan hal yang tidak pernah terlupakan.

Perjuangan para samurai dalam mempertahankan wilayahnya merupakan suatu hal yang harus dihargai. Beberapa pejuang samurai rela mengabdikan diri di medan pertempuran. Salah satu pejuang samurai yang memiliki peranan dalam medan pertempuran pada abad ke 13 -14 adalah pemanah berkuda Jepang.

Pemanah berkuda adalah tentara berkuda yang bersenjatakan busur. Karena untuk menggunakan busur penunggang harus melepaskan kedua belah tangan dari tali kekang, dia harus memiliki kemahiran menunggang yang tinggi. Pemanah berkuda juga dikaitkan dengan kaum nomad di padang rumput steppe. Mereka yang diketahui pernah menggunakan pemanah berkuda termasuk Scythia, Sarmatia, Parthia, Hun dan Mongol. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan

nama Yabusame.

(10)

pertempuran memperlihatkan bahwa pemanah berkuda memainkan peranan penting dalam memenangkan suatu pertempuran. Dengan alasan inilah maka penulis tertarik memilih judul Pemanah Berkuda Jepang (Yabusame) sebagai judul kertas karya ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis memilih judul kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah dan pengertian pemanah berkuda

2. Untuk mengetahui berbagai perlengkapan bertempur yang dipakai oleh seorang pemanah berkuda

3. Untuk mengetahui peranan pemanah berkuda pada abad ke 13-14

4. Untuk mengetahui strategi bertempur yang digunakan pemanah berkuda dalam suatu medan pertempuran

1.3 Batasan Masalah

Penulis akan memfokuskan pembahasan kertas karya ini pada peranan serta strategi bertempur seorang pejuang pemanah berkuda Jepang pada abad ke 13-14. Untuk mendukung pembahasan, penulis juga akan mengemukakan mengenai sejarah serta perlengkapan bertempur yang digunakan oleh seorang pemanah berkuda.

1.4 Metode Penelitian

(11)

9

kepustakaan (library research), yakni dengan cara mengumpulkan sumber-sumberbacaan yang ada yakni berupa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, kemudian dirangkum dan

(12)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PEMANAH BERKUDA

2.1 Sejarah Pemanah Berkuda Di Jepang

Bukti awal pemanah berkuda digambarkan dalam ukiran Assyria, dimana ada dua penunggang kuda, satu orang mengendalikan kuda, sementara orang yang satunya lagi memanah. Salah satu panglima perang yang memenangkan

pertempuran pertamanya melawan pemanah berkuda adalah Alexander Agung. Ia mengalahkan pasukan Scythia pada 329 SM dalam Pertempuran Jaxartes (Sungai Syr Darya). Meskipun demikian, Jaxartes merupakan batas paling timur laut dari kekuasaan Alexander di Asia, dan ia tidak pernah mencapai wilayah yang lebih jauh yang merupakan tempat para penge ndara kuda nomaden.

Beberapa pemimpin pasukan berat yang lain pernah mengalami pengalaman yang mengerikan menghadapi pasukan pemanah berkuda, di antaranya adalah Crassus dalam Pertempuran Carrhae. Pertempuran Hatin pada abad pertengahan adalah contoh klasik dari kontribusi pemanah berkuda dalam mengalahkan pasukan berbaju besi , melalui demoralisasi dan pelecehan yang berkelanjutan. Khan-khan Mongol menggunakan taktik yang serupa dalam menciptakan Kekaisaran Mongolia yang membentang dari China sampai Eropa Timur. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan nama Yabusame.

Yabusame ada sejak tahun 530-an masehi ketika Kaisar ke-29,

Kinmeu, memanjatkan syukur dan memohon berkat tenka taihe (kedamaian) dan gokuko houjyou (panen berlimpah). Sang Kaisar menunggang kuda dan

(13)

11

daratan korea. Di kalangan samurai, yabusame sangat populer dan dijadikan salah satu keahlian bertempur mereka.

2.2 Pemanah Berkuda

Jepang sangat kaya dengan kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam, salah satu diantaranya yaitu Yabusame. Dalam catatan mileter di Jepang, untuk mengikuti model yang ada di China di jelaskan bahwa pada zaman nara (710-784) pasukan militer Jepang memberlakukan wajib militer dalam komando kaisar. Dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, mereka dilatih

berperang.sebagian diantaranya dilatih menunggang kuda dan diajarkan memanah. Pasukan berkuda yang dilengkapi dengan perlengkapan memanah dikenal dengan Yabusame.

Pemanah berkuda sering kali mengalami kesulitan dan terganggunya ketepatan saat memanah akibat pergerakan kuda. Kemudian diciptakan lah sanggurdi untuk membantu pergerakan kuda, para pemanah berkuda berdiri pada sanggurdi dan menyergap pergerakan kuda sehingga lebih muda menarik busur dan melepaskan anak panah untuk mengenai sasaran. Saat menarik busur, pemanah harus memusatkan titik berat tubuhnya dibelakang tangan yang

memegang busur, yaitu dengan berdiri kaku. Namun, panah memiliki daya bunuh yang rendah sehingga tidak berguna dalam pertempuran jarak dekat.

Dalam pasukan militer Jepang, pemanah berkuda di Jepang diperuntukkan sebagai pengacau situasi terhadap musuh. Saat berperang ribuan pasukan

(14)

secara bertubi-tubi dari jarak jauh sekitar 100mtr sampai 200mtr bertujuan untuk memukul mundur lawan.

Pada tahun 1274, bangsa Mongol melakukan penyerangan terhadap Jepang. Dalam peperangan tersebut pasukan pemanah berkuda Jepang lah yang mempunyai peranan penting dikarenakan para samurai berpedang Jepang tidak terbiasa bertempur secara berkelompok. Dalam pertempuran tersebut, terbukti kikuchi Takefusa salah satu pemanah berkuda Jepang mampu memanah wajah seorang panglima Mongol,sehingga mendorong pasukan Mongol untuk

melakukan penarikan mundur.

Pada zaman modern sekarang ini, Yabusame menjadi olah raga tradisional di Jepang yang mmerperlihatkan tekhnik memanah, ketepatan sasaran dan

keindahan lari sebagai acuan penilaian. Untuk melestarikan Yabusame maka dibentuk lah asosiasi panahan berkuda Jepang dan sekolah panahan berkuda Takeda.

2.3 Perlengkapan Bertempur

a. Kuda

Cerdas, independen, dan keras kepala, kuda jepang dipuja karena sikap otonominya, sama seperti pejuang yang menungganginya. Seorang penunggang yang terbiasa dengan tunggangan yang lebih patuh menggambarkannyanya sebagai makhluk ganas yang keras kepala, karena kuda-kuda Jepang tidak selalu mematuhi perintah tuannya.

(15)

13

dan utara Jepang. Kuda sangat berharga, karena harganya mencapai sekitar setengah harga sebuah baju zirah. Pada abad ke-14, harganya berkisar antara tiga hingga empat kan (36-48 juta rupiah). Namun, kuda tetap merupakan sebuah aset, dan beberapa pejuang dilaporkan menjual kuda mereka disaat-saat kesusahan.

Para pemilik kuda lainnya mewarnai tunggangannya dengan warna merah tua, ungu, hijau muda kekuningan dan biru langit atau menambahkan garis-garis agar membuat kuda tunggangannya terlihat gagah. Para panglima lainnya memilih memamerkan tunggangannya dengan pelana yang terbuat dari kulit macan, yang sangat mahal karena harus didatangkan dari daratan Asia.

Kuda Jepang merupakan keturunan kuda Mongol, sekalipun beberapa ahli percaya bahwa kuda-kuda itu lebih mirip kuda primitif, yang kini sudah punah, seperti Tarpan. Kuda mungkin merupakan istilah yang tidak cocok, karena menurut klasifikasi modern, semua hewan jenis ini yang tidak bertubuh besar dan hanya memiliki tinggi 140 cm akan disebut sebagai kuda poni. Penggalian

terhadap kuburan kuda yang berasal dari abad ke-14, menunjukkan kebanyakan kuda hanya memiliki ketinggian 130 cm di bagian bahu sementara kuda terkecil hanya setinggi 109 cm yang merupakan ketinggian standar keledai. Sebaliknya, kebanyakan kuda Arab memiliki tinggi 152,4 cm di bagian atas pundaknya, sementara kuda campuran rata-rata memiliki tinggi 162,56 cm.

(16)

dalam merekonstruksi adegan pertempuran. Berlari cepat hanya mencakup lari kencang dalam jarak pendek, atau dalam keadaan putus asa, tetapi selain itu kuda tunggangan pejuang masuk ke medan laga dengan berderap atau berlari kecil. Kelambanan ini kelihatannya membuat adegan pertempuran tidak dramatis, tetapi hal itu memampukan dilepaskannya anak panah secara akurat.

Kuda-kuda yang lamban ini memiliki segi keuntungannya sendiri. Mereka mampu mengatasi daerah yang tidak rata, sesuatu yang penting di Jepang, yang 80 persen wilayahnya terdiri atas pegunungan. Keuntungan yang kedua adalah seperti kerabatnya, kuda pendek Mongol, kuda-kuda ini berlari dengan mantap dan tidak menyentak penunggangnya, sehingga memampukan penembakan panah dengan akurat.

Sekalipun berlari kecil tidaklah secepat berlari cepat, hal itu terbukti lebih menopang sehingga lebih cocok untuk memanah daripada lari cepat yang

melonjak-lonjak. Kecepatan lamban ini juga menghindari kuda terperosok

kedalam lumpur di kawasan tanah yang buruk, seperti sawah. Sekalipun demikian, mereka bukannya tidak sempurna. Selama operasi militer di musim dingin,

beberapa kuda yang berjalan diatas salju bisa terperosok dalam pecahan es dan terjebak di lumpur atau sungai.

Kuda dan tambahannya yang disebut pelana, dimaksudkan untuk

(17)

15

sebuah papan kepala pelana, sementara yang ada dibagian belakang disebut shizuwa.

Selain pelana, ada juga peralatan berkuda terkenal lainnya, yang disebut sanggurdi, memiliki sejarah panjang di Jepang, dengan cicncin logam sederhana digunakan sejak abad ke-4. Sanggurdi militer mirip seperti cangkir, terbuat dari kayu pernis, dimana bagian bawahnya dipanjangkan agar sebagian besar kaki, jika tidak semuanya, dapat masuk. Sanggurdi ini memampukan pemakainya mudah berdiri, dan jarang sekali seorang penunggang tersangkut kakinya saat hendak turun atau ditarik oleh kuda yang ketakutan. “Dara Burung” (hato mune) mencegah jari atau bagian depan kaki terluka.

Sanggurdi yang merupakan pijakan kaki saat menunggangi hewan, tergantung di pinggiran pelana dengan seutas pita atau tali yang disebut tali sanggurdi. Biasanya sanggurdi dibuat berpasangan (kanan-kiri) dan digunakan untuk membantu seseorang menaiki hewan tunggangannya atau sebagai pijakan selama mengendarai hewan tunggangan (khususnya kuda atau hewan sebangsa kuda lainnya). Sanggurdi membantu pengendara mempertahankan kedudukannya di pelana dan mempermudah pengendalian hewan tunggangannya, sehingga meningkatkan faedah hewan tersebut dalam hal komunikasi, transportasi dan perang.

(18)

b. Mata panah

Ada berbagai macam mata panah. Mata panah sendiri terbuat dari besi atau baja, dan memiliki batang panjang yang diikat pada lubang bambu. Berbagai bulu burung digunakan untuk membantu anak panah melesat jauh dan mantap, dimana kebanyakan diambil dari bulu burung tangkapan. Tiga atau sering kali empat bulu diikatkan dibatang bambu. Bulu rajawali terbukti yang sangat khas, dan paling dihargai, sementara bulu burung elang juga bisa digunakan. Bulu ekor burung pemangsa lebih disukai, sekalipun bulu sayap merupakan pilihan lain.

Begitu pentingnya bulu-bulu ini sehingga samurai mengklasifikasikannya ke dalam lima kategori, dimana bulu ekor terluar dianggap yang paling baik. Bulu unggas lainnya, seperti bulu angsa juga dapat digunakan. Demikian juga bulu burung merpati. Namun, bulu burung hantu, ayam dan bangau tidak pernah digunakan.

Beberapa mata panah diperkuat dari baja yang ampuh digunakan untuk menembus baju zirah, dan dikenal sebagai panah perang (soya). Yang lainnya, tidak diragukan digunakan untuk menembak wajah atau leher, memiliki dua gigi garpu (karimata) dan dimaksudkan untuk menimbulkan luka sesakit mungkin, dan menimbulkan luka tambahan saat ditarik keluar. Beberapa mata panah dengan dua gigi garpu memiliki pentolan berbentuk lobak cina yang dipasang dibelakangnya, tepat sebelum bagian batangnya. Dikenal sebagai kaburaya, anak panah ini akan memancarkan suara desisan rendah yang aneh yang seringkali menandai

(19)

17

Beberapa mata panah yang lebih banyak dihiasi, sering kali diberikan ke kuil, memiliki panji keluarga yang dihiasi semarak diatasnya. Yang lainnya dibuat primitif, seperti sebuah mata panah dengan dua gigi garpu. Mata panah (tanpa batang) memiliki panjang 2 hingga 4 cm, sementara panjang beberapa sampel dengan batangnya (sekali lagi dari kuil Kasuga) mencapai 10-11 cm.

Kadangkala, pandai besi akan menandai batang dari mata panah. Tetapi benda-benda ini tidak pernah berkembang menjadi benda mistik sebagaimana pedang tempaan. Batang mata panah dimasukkan ke dalam lubang bambu, yang merupakan bagian utama anak panah. Panjang keseluruhan dari beberapa peninggalan, seperti yang berasal dari kuil Kasuga, adalah 79,4 cm. Samurai menyimpan beberapa panah khusus dengan nama-nama mereka tercantum di atasnya, yang hanya digunakan untuk menembakkan lawan berpangkat tinggi, sehingga membuat nama mereka tercatat sebagai pelakunya. Namun anak panah yang digunakan terhadap pejuang rendahan tidak mencantumkan identitas pemanahnya.

c. Busur dan Kekuatan Busur

(20)

marugi yumi) atau bilah yang diambil dari potongan pohon yang lebih besar

(kiyumi).

Kemungkinan lain karena busur tertua, yang terbuat dari batang pohon kurang fleksibel sehingga harus ditahan di bagian tengah, atau mungkin karena menembak dengan cara ini memampukan seorang pemanah menggunakan sebuah busur besar. Namun menembak dengan cara ini mengurangi ketegangan tangan dan menyebabkan pantulan yang lebih besar, sehingga melepaskan anak panah dengan daya yang lebih kuat.

Kemudian, busur bambu campuran, yang menggunakan lem terbuat dari jeroan rusa, dibuat kedalam bagian dalam busur (fusetake yumi). Bambu ini tidak lemas, dan memampukan sebuah busur, setelah ditembakkan, menghentak balik dengan cepat, sehingga memperkuat daya tembaknya. Busur ini semakin

diperkuat dengan potongan bambu panjang yang lemas yang di lem diujung terluarnya (sanmai uchi yumi).

Penggunaan bambu berarti bahwa pembuat busur terutama berkumpul di bagian tengah dan barat Jepang, di mana bambu Jepang tumbuh. Bambu terbaik berasal dari bagian tengah Jepang, karena iklimnya lebih tinggi daripada di barat daya Kyushu, sehingga lebih kuat daripada bambu yang tumbuh di iklim yang lebih hangat. Bambu dipotong pada musim gugur (bulan kamariah kedelapan) dan menurut para pembuat busur, musim semi dan gugur merupakan waktu terbaik untuk merekatkan bahan-bahan busur.

(21)

19

memang ada busur yang ditarik lima orang atau apakah hal itu hanya mengada-ada.

d. Kotak panah dan Sarung tangan

Tali busur rentan putus atau bisa rusak akibat air. Para pejuang

menyimpan suku cadangnya dalam kotak bulat seperti donat yang disebut tsurusa. Sekitar 20 anak panah bisa disimpan di sebuah keranjang anak panah berbentuk persegi empat. Tempat anak panah ini, selain menyimpan panah, juga digunakan untuk menyimpan bekal, seperti kepalan nasi dan sake, jenis minuman yang disukai terutama sebelum dimulainya pertempuran.

Ada dua jenis kotak panah, yaitu ebira dan yahoro. Namun dengan

berlalunya waktu, ebira berbentuk keranjang kemudian digantikan dengan sebuah tempat anak panah yang melindunginya dengan penutup bulu, dikenal dengan nama utsubo, yang bisa dilihat dalam sebuah lukisan terkenal pejuang Ko no Moroakira. Pejuang lainnya lebih memilih kain karung yang disebut yahoro untuk

melindungi anak panahnya, salah satunya dilukiskan dalam gulungan gambar Yuki kassen emaki dari abad ke-15.

Selain itu, alat bertempur lainnya yang digunakan untuk melengkapi seorang prajurit pemanah adalah sarung tangan. Para penunggang kuda

(22)

BAB III

PERANAN SERTA STRATEGI BERTEMPUR PEMANAH

BERKUDA

3.1 Peranan Pemanah Berkuda Abad ke- 13-14

Para pejuang abad ke-13 dan ke-14 menyebut diri mereka sebagai pengikut “jalan pejuang”, yang secara harfiah berarti “jalan busur dan panah” (kyuba no michi). Dalam rumusan ini secara implisit ditekankan bahwa pemanah berkuda menembakkan anak panahnya dari punggung kuda. Selama masa-masa awal peperangan, para pejuang bertumpu hampir sepenuhnya pada busur panah. Pedang menjadi senjata untuk pertahanan pribadi, digantung di atas tempat tidur, untuk mengantisipasi perampokan atau memukul mundur penyerang, dan dapat digunakan untuk menikam musuh yang berusaha mendekat. Namun pedang jarang digunakan dalam pertempuran.

(23)

21

Pemanah Jepang terkenal karena keakuratannya. Pasukan penyerbu Mongol kelihatannya ingin merekrut para pejuang ini ke dalam barisannya.

Kikuchi Takefusa terbukti sangat mahir sehingga mampu memanah wajah seorang panglima Mongol, sehingga mendorong penarikan mundur invasi awal Mongol tahun 1274.

Karena samurai tidak suka kehilangan kudanya yang berharga, mereka jarang melancarkan serangan jarak dekat hingga beberapa meter dari musuhnya. Kebanyakan tunggangan mereka terluka akibat anak panah, yang umumnya tidak fatal. Data yang baik mengenai kuda yang terluka selama tahun 1333-38, serta pengumpulan contoh dari 31 kuda menunjukkan bahwa 61 persen dari seluruh kuda terluka akibat anak panah, sementara 35 persen terluka akibat pedang, dan 3 persen sisanya oleh tombak. Anak panah jarang mengakibatkan luka mematikan, karena hanya 3 dari 14 kuda yang terpanah yang mati. Sebaliknya, lebih banyak kuda yang terluka akibat pedang yang mati (8 dari 15), sementara satu-satunya kuda yang ditusuk tombak mati.

Beralih pada data luka yang didapatkan manusia, rata-rata 73 persen luka di abad ke-14 diakibatkan oleh proyektil, terutama anak panah, dan beberapa lagi akibat batu. Pedang bertanggung jawab atas 25 persen sisanya, sementara hanya 2 persen yang diakibatkan oleh tombak. Jadi, baik menggunakan pasukan infanteri maupun kavaleri, sebagian besar pertempuran hanya melibatkan pertempuran kecil-kecilan, dimana kebanyakan pejuang tidak ingin mengambil resiko kehilangan nyawanya maupun tunggangannya dalam pertempuran. Dari penjelasan tersebut sangat jelas terlihat bahwa peranan pemanah berkuda

(24)

pemanah berkuda dapat memberikan keuntungan tersendiri dalam medan pertempuran.

3.2 Strategi Bertempur

Prajurit penunggang kuda memilih tempat terbuka untuk bertempur. Mereka terutama menyukai tempat yang relatif datar dan kering, sekalipun palung sungai tetap merupakan tempat populer bagi kuda-kuda untuk menjelajah,

terutama di daerah padat penduduk. Sekali kedua pasukan berhadapan menjelang pertempuran, mereka seringkali memekikkan “pekik perang”, dimana seorang panglima atau komandan akan berteriak pertama kali dengan suara lantang “Ei Ei” dan pasukannya menjawab dengan meneriakkan kata “Oh” yang lambat laun menjadi semakin keras. Setiap pasukan akan memekik, di mana pihak yang paling keras pekikannya menunjukkan jumlah pasukan yang lebih besar, sehingga akan memiliki suatu keuntungan psikologis. Setelah itu, satu atau dua anak panah akan dilesatkan dan pasukan yang berhadapan itu akan bergerak maju.

Pasukan kecil ini terdiri atas para penunggang kuda yang terampil dan kuda-kuda tangkas yang lamban. Mereka berderap saling mendekati dan akan mengincar musuh yang telah bergerak terlalu jauh, atau yang rapuh. Bentrokan itu menurut mobilitas yang tinggi dan pada suatu momen kunci, serangan mendadak. Namun serangan itu beresiko karena para pemanah terampil, yang melihat

(25)

23

tunggangannya. Jika seorang pejuang dapat menyergap musuh yang kuda tunggangannya telah kelelahan, dan yang telah kehabisan anak panah, dia dapat menusuknya dari belakang dengan sebilah pedang pendek.

Beberapa pejuang mengandalkan kaitan panjang, yang disebut cakar beruang (kumade), yang bisa digunakan untuk menjatuhkan seorang pejuang dari jarak yang lebih jauh. Kelompok-kelompok penunggang kuda yang bermusuhan bertempur dari jarak dekat, mungkin terpisah sejauh 20-30 m, ketika melepaskan anak panahnya. Karena busur Jepang sangat panjang, anak panahnya meluncur lebih lambat dibandingkan yang dilepaskan dari busur pendek, karena energi kinetik yang ada di dalamnya dikeluarkan saat melepaskan busur yang lebih panjang itu sendiri.

Sekalipun demikian, anak panah itu dapat meluncur jauh. Beberapa laporan menceritakan anak panah yang dapat meluncur lebih dari 436 meter, sekalipun rekor yang diperoleh dari eksperimen penembakan anak panah dari busur Jepang terakhir menunjukkan angka 385 meter. Bentrokan jarak jauh seperti ini disebut “panah panjang” (toya) dan memiliki keakuratan dan daya bunuh yang minim. Sekalipun demikian, energi yang ada dari busur panjang seperti itu

(26)

Untuk menyerang seorang musuh, seorang penunggang harus mendekatinya dari belakang, baik itu dengan mengikuti secara sejajar dan menghabisinya, atau sebaliknya, mendekati dari suatu sudut dari belakang dan melepaskan panah ke bagian sisinya. Pejuang yang diburu kemudian

memalingkan tunggangannya ke bagian sisi agar dapat balas menembak, dan bisa dibayangkan bagaimana kuda-kuda poni itu berderap membelok tiba-tiba kesana kemari.

Sebuah kelompok yang relatif bersatu memiliki suatu keuntungan, karena para penunggangnya dapat menembak ke banyak arah. Namun untuk menyerang dan membunuh seorang musuh, seorang penunggang yang terampil harus

mengubah haluan untuk memburu musuh yang tumbang atau yang kudanya kelelahan.

Karena itu, penunggang kuda yang terluka atau tidak berkuda lagi sangat rentan. Seorang penunggang yang jatuh dari kudanya akan menemukan dirinya terancam bahaya mematikan, karena dia bisa dikepung dan dihujani panah oleh musuhnya yang masih berkuda. Orang yang cukup beruntung dapat menjatuhkan dirinya ke sebuah jurang atau tempat yang sulit dicapai, kemungkinan bisa

(27)

25

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Negara Jepang merupakan negara yang memiliki kebudayaan yang sangat berbeda dan beraneka ragam. Masa lalu negara jepang yang tidak luput dari

berbagai pertempuran dalam mempertahankan negaranya merupakan suatu sejarah yang tidak bisa dihilangkan begitu saja oleh masyarakat Jepang. Beberapa pejuang samurai rela mengabdikan diri di medan pertempuran. Salah satu pejuang samurai yang memiliki peranan dalam medan pertempuran pada abad ke 13 -14 adalah pemanah berkuda Jepang.

Pemanah berkuda adalah tentara berkuda yang bersenjatakan busur. Karena untuk menggunakan busur penunggang harus melepaskan kedua belah tangan dari tali kekang, dia harus memiliki kemahiran menunggang yang tinggi. Pemanah berkuda juga dikaitkan dengan kaum nomad di padang rumput steppe. Mereka yang diketahui pernah menggunakan pemanah berkuda termasuk Scythia, Sarmatia, Parthia, Hun dan Mongol. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan

nama Yabusame.

(28)

keuntungan tersendiri bagi para pejuang pemanah. Kuda-kuda tersebut dilengkapi oleh pelana dan sanggurdi.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah senjata yang digunakan oleh pejuang pemanah ialah busur dan mata panah. Busur Jepang panjang, sekalipun panjang, busur ini dapat ditembakkan dari punggung kuda karena tidak dipegang di bagian tengah, melainkan lebih ke bagian bawah. Alasannya tidak jelas, selain membuat busur itu tidak mudah patah. Kemungkinan lain bisa karena fleksibilitas sehingga harus ditahan di bagian tengah, atau mungkin karena menembak dengan cara ini memampukan seorang pemanah menggunakan sebuah busur besar. Namun menembak dengan cara ini mengurangi ketegangan tangan dan

menyebabkan pantulan yang lebih besar, sehingga melepaskan anak panah dengan daya yang lebih kuat.

Berbagai jenis mata panah yang menjadi populer seperti hikime, maku, togariya, tobi-naoshi, karimata dan soya. Selain itu ada juga kotak panah yang

digunakan untuk tempat menyimpan busur serta anak panah agar tidak mudah rusak serta sarung tangan yang disebut yugake yang digunakan untuk melindungi tangan saat mengendalikan kuda dan ketika memanah.

Kelompok-kelompok penunggang kuda yang bermusuhan bertempur dari jarak dekat, mungkin terpisah sejauh 20-30 m, ketika melepaskan anak panahnya. Karena busur Jepang sangat panjang, anak panahnya meluncur lebih lambat dibandingkan yang dilepaskan dari busur pendek. Karena itu, musuh harus

(29)

27

menghabisinya, atau sebaliknya, mendekati dari suatu sudut dari belakang dan melepaskan panah ke bagian sisinya. Pejuang yang diburu kemudian

memalingkan tunggangannya ke bagian sisi agar dapat balas menembak, dan bisa dibayangkan bagaimana kuda-kuda poni itu berderap membelok tiba-tiba kesana kemari.

Pemanah berkuda memiliki peranan yang cukup berpengaruh dalam sebuah pertempuran yang terjadi. Kehadiran prajurit pemanah berkuda dapat memberikan keuntungan tersendiri dalam medan pertempuran. Beberapa pertempuran memperlihatkan bahwa pemanah berkuda memainkan peranan penting, seperti dalam Pertempuran Carrhae dan Leignitz. Dalam kasus ini, pemanah berkuda memenangi pertempuran karena musuh bergantung pada pertempuran berhadapan. Pemanah berkuda menjadi usang dengan

berkembangnya senjata api modern.

4.2 Saran

Sejarah merupakan sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari suatu negara. Berbagai pertempuran yang terjadi di suatu negara tidak lepas dari yang namanya pejuang. Pejuang yang dengan keberanian mereka untuk mempertahankan

(30)

Oleh karena itu, bagi pembaca mahasiswa prodi Bahasa Jepang, watak pejuang pemanah bisa dijadikan contoh bagi pembaca untuk terus tetap belajar menggali kemampuan yang ada serta tetap terus semangat. Selain itu para

(31)

29

Daftar Pustaka

Conlan, Thomas D. 2014. Senjata & Teknik Bertempur Samurai 1200 – 1877. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Sanggurdi

(32)

LAMPIRAN

Gambar 1. Pemanah berkuda (Yabusame)

Gambar 2. Kuda Yabusame

(33)

31

Gambar 4. Busur

(34)

Gambar 6. Kotak Panah Ebira

(35)

33

(36)

ABSTRAK

Jepang adalah negara yang mempunyai kultur dan budaya yang cukup banyak. Jepang juga tidak luput dari cerita sejarah masa lalu. Berbagai pertempuran yang terjadi melawan musuh-musuh demi meraih kekuasaan juga merupakan hal yang tidak pernah terlupakan.

Perjuangan para samurai dalam mempertahankan wilayahnya merupakan suatu hal yang harus dihargai. Beberapa pejuang samurai rela mengabdikan diri di medan pertempuran. Salah satu pejuang samurai yang memiliki peranan dalam medan pertempuran pada abad ke 13 -14 adalah pemanah berkuda Jepang.

Pemanah berkuda adalah tentara berkuda yang bersenjatakan busur. Karena untuk menggunakan busur penunggang harus melepaskan kedua belah tangan dari tali kekang, dia harus memiliki kemahiran menunggang yang tinggi. Pemanah berkuda juga dikaitkan dengan kaum nomad di padang rumput steppe. Mereka yang diketahui pernah menggunakan pemanah berkuda termasuk Scythia, Sarmatia, Parthia, Hun dan Mongol. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan

nama Yabusame.

(37)

35

Kelompok-kelompok penunggang kuda yang bermusuhan bertempur dari jarak dekat. Karena busur Jepang sangat panjang, anak panahnya meluncur lebih lambat dibandingkan yang dilepaskan dari busur pendek. Karena itu, musuh harus sedekat mungkin didekati agar bisa memanah wajahnya, bagian tubuh yang paling rapuh dengan akurat. Untuk menyerang seorang musuh, seorang penunggang harus mendekatinya dari belakang, baik itu dengan mengikuti secara sejajar dan menghabisinya, atau sebaliknya, mendekati dari suatu sudut dari belakang dan melepaskan panah ke bagian sisinya.

Gambar

Gambar 2. Kuda Yabusame
Gambar 5. Kotak Panah Tsurusa
Gambar 6. Kotak Panah Ebira
Gambar 8. Sarung Tangan Yabusame

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk mengetahui perusahaan mana yang memiliki rasio keuangan paling baik antara PT Matahari Department Store Tbk, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, dan PT Rimo Catur

1) Yang menjadi lingkup pekerjaan pengukuran meliputi “Traverse Survey, Center Line Survey, Profile leveling cross section survey and existing services survey” pada lokasi yang

[r]

Tahun 1996 dibuat suatu tempat khusus yang lebih kondusif untuk badak dapat bertahan hidup yaitu Suaka Rhino Sumatera (Sumateran Rhino Sanctuary) di kawasan konservasi Taman

Pedoman Kompetensi Perawat RSIA YPK Mandiri ini difokuskan untuk professional perawat klinik.Perawat klinik adalah perawat yang memberikan asuhan

Surat Pekeliling Ikhtisas ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menegaskan dasar dan peraturan Kementerian Pendidikan MELARANG mana-mana pihak mengenakan sebarang paksaan atau

Tabel diatas menunjukan homogenitas varians yang dihasilkan dengan levene statistic 3.920, sig 0.054 > 0,05, Hal ini menujukan bahwa pemberian pupuk yang terbuat dari air