HASIL PENELITIAN TUGAS AKHIR
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH
GLASGOW OUTCOME SCALE
PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL
AKUT YANG DILAKUKAN OPERASI DALAM WAKTU 4 JAM DAN
SETELAH 4 JAM DARI CEDERA KEPALA
OLEH
dr. M. ERI DARMAWAN, M. Ked (Surg) No. CHS : 20802
PEMBIMBING
Prof. Dr. A. GOFAR SASTRODININGRAT, SpBS (K)
DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA TULIS TUGAS AKHIR
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GLASGOW OUTCOME SCALE
PADA PASIEN PERDARAHAN
SUBDURAL AKUT YANG DILAKUKAN OPERASI DALAM
WAKTU 4 JAM DAN SETELAH 4 JAM DARI CEDERA
KEPALA
PENELITI M. ERI DARMAWAN
PEMBIMBING
(Prof. Dr. A. GOFAR SASTRODININGRAT,SpBS(K)) NIP : 19440507 197703 1 001
DIKETAHUI OLEH
KETUA DEPARTEMEN ILMU BEDAH KETUA PROGRAM ILMU BEDAH
FK USU, FK USU,
SURAT KETERANGAN
SUDAH DIPERIKSA KARYA TULIS TUGAS AKHIR
JUDUL : GLASGOW OUTCOME SCALE PADA PASIEN PERDARAHAN SUBDURAL AKUT YANG DILAKUKAN OPERASI DALAM WAKTU 4 JAM DAN SETELAH 4 JAM DARI CEDERA KEPALA
PENELITI : M. ERI DARMAWAN
DEPARTEMEN : DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK USU
INSTITUSI : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN, APRIL 2013
KONSULTAN METODOLOGY PENELITIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
KARYA TULIS TUGAS AKHIR
NAMA : Dr. M. ERI DARMAWAN
SEMESTER : XII
JUDUL : GLASGOW OUTCOME SCALE PADA PASIEN
PERDARAHAN SUBDURAL AKUT YANG DILAKUKAN OPERASI DALAM WAKTU 4 JAM DAN SETELAH 4 JAM DARI CEDERA KEPALA
PEMBIMBING : PROF. DR. A. GOFAR SASTRODININGRAT, SpBS(K)
NIP: 19440507 197703 1 001
MEDAN, APRIL 2013 SEKSI ILMIAH
DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK USU,
PERNYATAAN
GLASGOW OUTCOME SCALE
PADA PASIEN PERDARAHAN
SUBDURAL AKUT YANG DILAKUKAN OPERASI DALAM WAKTU 4
JAM DAN SETELAH 4 JAM DARI CEDERA KEPALA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
MEDAN, APRIL 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah
satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan
kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
Kedua orang tua, ayahanda H. Djamil Zein dan ibunda Erlina Zahara, terima kasih yang
sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak
kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan
yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam
menghargai dan menjalani kehidupan.
Prof. Dr. Abd. Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Guru Besar di Departemen Ilmu Bedah Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, terima kasih
yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan,
yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan
dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang
waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu
dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas
Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T
Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program
Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr.
Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan
penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya :
Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A Hakim,
SpS,SpBS(K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof
Usul Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr.
Syahbuddin Harahap, SpB, DR. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)ONK, dr. Gerhard Panjaitan,
SpB(K)ONK, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr. Chairiandi Siregar, SpOT, dr. Bungaran
Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU, dr. Eddi Sutrisno, SpBP, dr Frank Bietra Buchari,
SpBP dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan
RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan
ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi
dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.
Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka
selama pendidikan.
Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang
berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU
Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.
Kepada abang, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis menucapkan terima kasih atas
pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Kepada Mertua saya, ayahanda Drs. H. Jufri Ragani dan ibunda Hj. Barbara Sherly terima kasih
atas dukungan dan semangat yang luar biasa diberikan selama menjalani masa pendidikan ini.
Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.
Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan spesialisasi ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Terima kasih.
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
1.5.3. Bidang pengembangan penelitian ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan ...5
2.2. Faktor Epidemiologik ... 6
2.3. Patofisiology………...7
2.4. Gambaran Klinis……….7
2.5. Pemeriksaan Neurologis………..8
2.6. Pemeriksaan CT Scan………..8
2.7. Tindakan Operasi………...…11
2.8. Interval Waktu antara trauma dan tindakan operasi………...12
2.9. Outcome Paska Cedera Kepala ...14
2.10. Skoring Glassgow Outcome Scale...15
2.11. Kerangka Teori… ...16
3.4. Perkiraan Besar Sampel ... 17
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 18
3.5.1. Kriteria inklusi ... 18
3.5.2. Kriteria eksklusi ... 18
3.7. Etika Penelitian ... 19
3.8. Cara Kerja ... 19
3.8.1. Alokasi Subjek ... 19
3.8.2. Pengukuran dan Intervensi ... 19
3.8.2.1. Tahap persiapan ... 19
3.8.2.2. Tahap pelaksanaan ... 19
3.8.2.3. Tahap akhir penelitian ... 19
3.9. Identifikasi Variabel ... 20
3.10. Defenisi Operasional ... 20
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ... 20
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Sampel……….………….. 21
4.2.Glassgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala ………… 25
BAB 5. PEMBAHASAN……….… 28
BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan……… 31
6.2. Saran……….. 31
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.9.1 Tabel Glasgow Outcome Scale……….………….. 5
4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan usia……….………... 21 4.1.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin……….…….…... 22
4.1.3 Distribusi lokasi cedera kepala menurut hasil pemeriksaan CT Scan……….…. 23
4.1.5 Distribusi pasien berdasarkan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi….. 23
4.1.6 Distribusi Pasien berdasarkan skor GOS………. 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.10 Kerangka Teori………. 16
2.11. Kerangka Konsep……… 16
Diagram 1.Proporsi jenis kelamin………. 22
Diagram 2. Proporsi jarak waktu antara cedera kepala dan operasi……….. 24
Diagram 3. Proporsi skor GOS……….. 25 Grafik 1. Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS……….. 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Susunan Peneliti ... 35
2. Data Pasien SDH………... 36
3. Jadwal Penelitian ... 37
4. Naskah Penjelasan kepada Orang Tua /Kerabat Pasien lainnya ... 38
5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) ... 39
6. Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian ... 40
7. Formulir/Kuisioner ... 41
DAFTAR ISTILAH
CPP Cerebral Perfusion Pressure
CT SCAN Computed Tomography Scan
GOS Glasgow Outcome Scale
HAM Haji Adam Malik
ICP Intra Cranial Pressure
IGD Instalasi Gawat Darurat
mm Milimeter
mmHg Milimeter Hidrargirum
MRI Magnetic Ressonance Imaging
PIS Perdarahan Intra Serebral
PSD Perdarahan Sub Dural
RSUP H Rumah Sakit Umum Pusat Haji
SKG Skala Koma Glasgow
SPSS Statistical Packages for the Social Sciences
ABSTRAK
Objektif : Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang
mempunyai mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu
perdarahan subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya
maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya. Aykut karasu dkk di Istambul Turki
mengatakan bahwa faktor prognostik terpenting terpenting pada pasien SDH akut yang di operasi
adalah GCS pada awal masuk, sedangkan Seeling dkk di Jerman mengatakan bahwa pasien SDH
akut yang dilakukan operasi dalam waktu < 4 jam mempunyai mortalitas 30 % dan jika lebih > 4
jam mempunyai mortalitas 90 %.
Bahan dan Cara kerja : Seluruh pasien SDH akut yang dilakukan operasi dilakukan pencatatan jarak waktu cedera kepala sampai dilakukan operasi dalam 4 jam dan di atas 4 jam, kemudian dinilai Glasgow outcome scale pasca Operasi pada saat pasien dipulangkan.
Hasil : Dari 18 kasus SDH akut yang dioperasi, secara statistik :
Terdapat perbedaan bermakna nilai Glasgow Outcome Scale pada pasien Perdarahan Subdural
Akut yang dilakukan operasi dalam waktu sebelum 4 jam dengan pasien Perdarahan Subdural
Akut yang dilakukan operasi setelah 4 jam dari Cedera Kepala di RSUP H Adam Malik pada
bulan April 2012 hingga dengan Agustus 2012 (p<0,05).
Terdapat hubungan yang kuat antara waktu operasi yang sebelum 4 jam pada pasien Subdural
Akut dengan nilai Glasgow Outcome Scale yang baik (p = 0,001; r = 0,832)
Simpulan :Semakin cepat penderita perdarahan subdural akut dilakukan tindakan operasi, maka
semakin baik prognosisnya dan pasien perdarahan subdural akut yang dilakukan operasi dalam
waktu 4 jam, dalam penelitian ini menunjukan outcome (GOS) yang baik.
ABSTRAK
Objektif : Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang
mempunyai mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu
perdarahan subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya
maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya. Aykut karasu dkk di Istambul Turki
mengatakan bahwa faktor prognostik terpenting terpenting pada pasien SDH akut yang di operasi
adalah GCS pada awal masuk, sedangkan Seeling dkk di Jerman mengatakan bahwa pasien SDH
akut yang dilakukan operasi dalam waktu < 4 jam mempunyai mortalitas 30 % dan jika lebih > 4
jam mempunyai mortalitas 90 %.
Bahan dan Cara kerja : Seluruh pasien SDH akut yang dilakukan operasi dilakukan pencatatan jarak waktu cedera kepala sampai dilakukan operasi dalam 4 jam dan di atas 4 jam, kemudian dinilai Glasgow outcome scale pasca Operasi pada saat pasien dipulangkan.
Hasil : Dari 18 kasus SDH akut yang dioperasi, secara statistik :
Terdapat perbedaan bermakna nilai Glasgow Outcome Scale pada pasien Perdarahan Subdural
Akut yang dilakukan operasi dalam waktu sebelum 4 jam dengan pasien Perdarahan Subdural
Akut yang dilakukan operasi setelah 4 jam dari Cedera Kepala di RSUP H Adam Malik pada
bulan April 2012 hingga dengan Agustus 2012 (p<0,05).
Terdapat hubungan yang kuat antara waktu operasi yang sebelum 4 jam pada pasien Subdural
Akut dengan nilai Glasgow Outcome Scale yang baik (p = 0,001; r = 0,832)
Simpulan :Semakin cepat penderita perdarahan subdural akut dilakukan tindakan operasi, maka
semakin baik prognosisnya dan pasien perdarahan subdural akut yang dilakukan operasi dalam
waktu 4 jam, dalam penelitian ini menunjukan outcome (GOS) yang baik.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Di negara-negara berkembang, trauma merupakan penyebab kematian terbanyak pada
populasi penduduk dibawah usia 45 tahun. Cedera kepala menjadi hampir sebagian penyebab
kematian dari keseluruhan angka kematian yang diakibatkan trauma, yang sebagian besarnya
mengakibatkan kematian pasien akibat trauma setelah masuk ke rumah sakit. Cedera kepala juga
merupakan penyebab utama yang paling sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah
kecelakaan dan kecacatan tersebut dapat terjadi meskipun pada pasien dengan cedera kepala
derajat ringan (Selladurai B. et al, 2007).
Tiap tahunnya, di Amerika angka kematian mendekati 52000 orang diakibatkan oleh
cedera kepala (20/100,000 population). Insidensi cedera kepala berat (GCS kurang atau sama
dengan 8) adalah 100/100,000 populasi dan prevalensi adalah 2.5–5.6 juta (Marshall LF, 2000). Frekuensi cedera kepala semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah dan padatnya
kendaraan bermotor yang mengakibatkan semakin tingginya angka kecelakaan di jalan raya.
Data dari kepolisian RI 2009 menyebutkan , sepanjang tahun itu terjadi sedikitnya 57.726
kasus kecelakaan di jalan raya, artinya dalam tiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan
(Departemen perhubungan, 2010).
Di Indonesia, sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara
sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun, dan cedera kepala merupakan urutan pertama
dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan. Proporsi disabilitas (ketidakmampuan)
mengendalikannya dapat dilakukan melalui tatalaksana penanganan korban kecelakaan di tempat
kejadian kecelakaan maupun setelah sampai di sarana pelayanan kesehatan. Kejadian ini terjadi
seiring meningkat pesatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia(Yusherman et al, 2008).
Perdarahan subdural akut merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang mempunyai
mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu perdarahan
subdural perlu mendapat perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya maupun di dalam
penguasaan tindakan penanggulangannya(Sastrodiningrat, 2006).
Penanganan cedera kepala dengan perdarahan subdural akut disertai indikasi suatu
operasi adalah dengan melakukan dekompresi evakuasi PSD untuk mencegah efek massa (mass
effect) terhadap otak walapun PSD yang sedikit sehingga dapat mencegah peningkatan TIK dan
memperbaiki keadaan intra cerebral (Sastrodiningrat, 2006).
Salah satu yang menentukan prognosis perdarahan subdural akut yang mempunyai
indikasi operasi tergantung dari yaitu interval waktu antara trauma dan tindakan operasi (Seeliq
JM et al, 1981). Volume hematoma dan kontusio serebral (Sone JL et al, 1983), Peningkatan
tekanan intracranial (Miller JD et al, 1977).
Seelig dkk di Jerman meneliti hubungan mortalitas dan saat dilakukan operasi (timing of
operation) terhadap 82 penderita PSD akut dalam keadaan koma. Penderita – penderita yang dioperasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma mempunyai mortalitas 30 %, penderita – penderita yang dioperasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma mempunyai mortalitas 90 %
Sedangkan Z. Kotwika and J. Brzezinski di Polandia melaporkan penelitiannya bahwa
pasien SDH akut yang dioperasi di bawah 4 jam tidak menunjukan keuntungan, tetapi midline
shift, atau adanya kontusio cerebral yang terlihat pada CT Scan kepala lebih menentukan
outcome pasien.
Penilaian outcome suatu tindakan operasi dapat dinilai berdasarkan Glassgow outcome
scale, hal ini karena parameter tersebut telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti dari luar
negeri.
Pada penelitian ini peneliti akan menilai Glasgow Outcome scale pada pasien SDH akut
yang dilakukan operasi dalam dan paska 4 jam cedera kepala.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan Glassgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang
dilakukan operasi dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala
1.3. Hipotesis
Ada perbedaan Glassgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan
operasi dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan umum
Mengetahui Glassgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan
1.4.2. Tujuan khusus
Menentukan perbedaan outcome pada kasus subdural hematoma akut yang di operasi dalam
waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala
1.5. Manfaat
1.5.1. Bidang akademik/ilmiah
Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang bedah saraf, khususnya Mengetahui Glassgow
Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi dalam waktu 4
jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala
1.5.2 Bidang pelayanan masyarakat
Meningkatkan pelayanan penderita cedera kepala, khususnya pelayanan di bidang bedah saraf.
1.5.3 Bidang pengembangan penelitian
Memberikan data awal terhadap departemen bedah saraf tentang Glassgow Outcome Scale pada
Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah 4 jam dari
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan
Perdarahan subdural akut (PSD akut ) merupakan salah satu penyakit bedah syaraf yang
mempunyai mortalitas relatif tinggi apakah penderita dioperasi atau tidak. Oleh karena itu
perdarahan subdural perlu mendapatkan perhatian baik di dalam pengetahuan patofisiologinya
maupun di dalam penguasaan tindakan menanggulanginya (Satrodiningrat, 2006).
Perdarahan subdural secara umum dibagi menjadi bentuk akut dan bentuk kronis atau
subakut. stone dkk (Sone JL et al, 1983), mendefenisikan sebagai akut untuk kasus – kasus perdarahan subdural yang dioperasi dalam waktu 24 jam. Tetapi perdarahan subdural yang
manifes dalam waktu 48 – 72 jam oleh kelompok lain masih disebut sebagai perdarahan akut (Rosenom et al, 1978).
Menentukan prognosis untuk penderita-penderita dengan cedera kepala berat sering kali
sulit, sebuah prognosis yang akurat adalah sangat penting untuk membuat suatu keputusan
apakah informed consent diberikan atau tidak. Kenyataannya walau dokter – dokter yang paling berpengalaman pun sulit untuk menentukan prognosis akhir segera setelah cedera. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan penilaian klinik (clinical assessment) awal, lamanya
penyembuhan pada penderita cedera berat, dan banyaknya faktor dan variabel yang
mempengaruhi prognosa penderita cedera kepala berat. Penelitian-penelitian telah dilakukan
untuk memperlihatkan hubungan faktor-faktor prognosis tersebut dengan outcome yang dicapai
hasil yang bermacam-macam. Dengan adanya parameter-parameter prognosis yang lebih baru
dan berbagai tes-tes penunjang telah menolong menentukan potensi untuk penyembuhan
2.2. Faktor Epidemiologik
Di Indonesia belum ada catatan catatan nasional mengenai morbiditas dan mortalitas
perdarahan subdural. Di Amerika serikat frekuensinya berbanding lurus terhadap kejadian
cedera kepala. Perdarahan subdural adalah bentuk yang paling sering terjadi dari lesi intracranial,
kira – kira sepertiga dari kejadian cedera kepala berat. Pada suatu penelitian mengenai perdarahan subdurak kronis ditemukan 1 kasus setiap 10000 penduduk(El-Kahdi H et al, 2000).
Angka mortalitas pada penderita – penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila
dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun demikian bila dilakukan
operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu berakhir dengan kematian(Sone JL et al,
1983).
Epidemiology dari perdarahan subdural akut (PSD akut) serupa dengan lesi-lesi massa
intracranial traumatic lainnya. Penderita adalah kebanyakan laki – laki dan kebanyakan umurnya lebih tua dari penderita – penderita cedera kepala lainnya.
Penyebab yang predominan pada umumnya ialah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dan perkelahian, merupakan cedera terbanyak , sebagian kecil disebabkan kecelakaan olah raga
dan kecelakaan industry (Sone JL et al, 1983). Genareli dan thibault serta seelig dkk melaporkan
2.3. Patofisiology
Pada umumnya penyebab perdarahan subdural akut adalah cedera kepala , kadang – kadang ditemukan perdarahan subdural akut tanpa adanya trauma seperti pada penderita – penderita yang mendapat antikoagulan, mengalami koagulopati atau rupture aneurisma (Pozzati
E et al,1980).
Saat cedera kepala, terjadi gerakan sagital dari kepala dan otak mengalami akselerasi di
dalam tengkorak menyebabkan regangan (stretching) dari vena – vena parasagital ( bridging vein) yang membawa drainase dari permukaan otak dan sinus venosus duramater. Bila vena – vena yang melintas ruang subdural ini cukup meregang maka akan terjadi rupture pada vena – vena dan darah masuk ke ruang subdural (Sastrodiningrat, 2006).
2.4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor : beratnya cedera otak yang terjadi pada saat
benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume PSD. Pada penderita – penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma.
PSD dan lesi massa intracranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila
ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma (Jamieson KG, 1972).
Gejala – gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala – gejala klinik yang paling sering ditemukan. Lesi paska trauma baik hematoma atau lesi parenkhim otak biasanya terletak
ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik, tetapi
hematoma (El-Kahdi H et al, 2000).. Perubahan diameter pupil lebih dipercaya sebagai indikator
letak PSD.
2.5. Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan pada penderita – penderita cedera kepala hendaklah ditekankan pada pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita dengan menggunakan Skala Koma
Glasgow, diameter kedua pupil ,defisit motorik dan tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya jejas – jejas di kepala menjadikan dokter waspada terhadap adanya lesi – lesi intrakranial.
Seelig dkk di Jerman meneliti hubungan mortalitas dan saat dilakukan operasi (timing of
operation) terhadap 82 penderita PSD akut dalam keadaan koma. Penderita – penderita yang dioperasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma mempunyai mortalitas 30 %, penderita – penderita yang dioperasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma mempunyai mortalitas 90 %
(Seeliq JM et al, 1981).
Menurut Jamieson dan Yelland (Jamieson KG, 1972), derajat kesadaran pada waktu
akan dilakukan operasi adalah satu-satunya faktor penentu terhadap prognosa akhir (outcome)
penderita PSD akut. Penderita yang sadar pada waktu dioperasi mempunyai mortalitas 9%
sedangkan penderita PSD akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 40%
sampai dengan 65%. Tetapi Richards dan Hoff (Richards T, 1994), tidak menemukan hubungan
yang bermakna antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. Abnormalitas pupil , bilateral
Beberapa peneliti (Sone JL et al, 1983; Kocrk et al, 1998; Raftopoulus C et al, 1990),
pada umumnya menemukan ’functional survival’ yang rendah dan mortalitas yang tinggi pada
penderita – penderita PSD akut dengan skor Skala Koma Glasgow yang rendah.
2.6. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi
paska-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat
membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial (Koo AH et al, 1977).
Perdarahan Subdural Akut
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan Kepala (non kontras) tampak sebagai suatu
massa hiperden (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table)
tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam
jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang
tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pergeseran garis
tengah (midline shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya.
Bila tidak ada midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift
hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya (William VL et al, 2000; Koo
AH et al, 1977).
Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak
bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap ’bridgingveins’ yang terdapat disana.
Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks serebri
menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused (Cohen RA et al,
Perdarahan Subdural Subakut
Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak
sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu pemeriksaan CT dengan kontras
atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48 – 72 jam setelah trauma kapitis. Pada gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens . Pada
pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan
membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut sering juga
berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural
hematoma (Lee KS et al, 1997)
Pada alat CT generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa
kontras.
Perdarahan Subdural Kronik
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran
CT tanpa kontras. Bila pada CT-Scan Kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat
penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan, misalnya fraktur
tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarachnoid (William VL et al, 2000; Koo AH
et al, 1977).
Domenicucci dkk (Domenicucci M et al, 1995), memeriksa CT scan preoperatif terhadap
31 penderita dengan PSD akut ; menemukan penderita – penderita dengan ruang subarakhnoid yang tidak terganggu (intact) dan cairan serebrospinal yang tidak mengandung darah mempunyai
2.7. Tindakan Operasi
Tindakan operasi ditujukan kepada:
1. Evakuasi seluruh PSD
2. Merawat sumber perdarahan
3. Reseksi parenkim otak yang nonviable
4. Mengeluarkan PIS yang ada.
Trepanasi atau burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi PSD secara cepat dengan
lokal anestesi (Rosenom et al, 1978). Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan karena
dengan trepanasi sukar untuk mengeluarkan keseluruhan hematoma yang biasanya solid dan
kenyal apalagi kalau volume hematoma cukup besar. Lebih dari seperlima penderita PSD akut
mempunyai volume hematoma lebih dari 200 ml (Richards T, 1994; Dent DL et al, 1995).
Hampir semua ahli bedah saraf memilih kraniotomi luas (Sone JL et al, 1983; Seeliq JM
et al, 1981) . Luasnya insisi ditentukan oleh luasnya hematoma dan lokasi kerusakan parenkim
otak. Lubang bor yang pertama dibuat dilokasi dimana didapatkan hematoma dalam jumlah
banyak, dura mater dibuka dan diaspirasi sebanyak mungkin hematoma, tindakan ini akan segara
menurunkan TIK. Lubang – lubang bor berikutnya dibuat dan kepingan kranium yang lebar dilepaskan , duramater dibuka lebar dan hematoma dievakuasi dari permukaan otak. Setelah itu,
dimasukkan surgical patties yang cukup lebar dan basah keruang subdural , dilakukan irigasi,
kemudian surgical patties disedot (suction) . Surgical patties perlahan – lahan ditarik keluar , sisa hematoma akan melekat pada surgical patties, setelah itu dilakukan irigasi ruang subdural
dengan memasukkan kateter kesegala arah. Kontusio jaringan otak dan hematoma intraserebral
Usaha diatas adalah untuk memperbaiki prognosa akhir PSD , dilakukan kraniotomi
dekompresif yang luas dengan maksud untuk mengeluarkan seluruh hematoma , merawat
perdarahan dan mempersiapkan dekompesi eksternal dari edema serebral pasca operasi.
Pemeriksaan pasca operasi menujukkan sisa hematoma dan perdarahan ulang sangat minimal
dan struktur garis tengah kembali lebih cepat ke posisi semula dibandingkan dengan penderita
yang tidak dioperasi dengan cara ini (Dent DL et al, 1996).
Akan tetapi suatu penelitian menemukan hanya 10% yang berhasil survive dari penderita
– penderita PSD akut yang mendapat massivesurgical decompression (Cooper PR et al, 1996).
Kemungkinan besar kegagalan ini sangat berhubungan dengan luasnya kerusakan parenkim otak
pada saat terjadi trauma dan ketidak mampuan tindakan dekompresi mengantisipasi keadaan
tersebut. Beberapa percobaan juga menunjukkan bahwa dekompresi yang luas dapat
meningkatkan edema serebral (Gaab M. Knolich OE et al, 1997). Hal ini mungkin disebabkan
karena kompresi dan oklusi vena – vena kortikal pada tepi tulang bekas kraniotomi luas dan menyebabkan infark.
Kebanyakan peneliti (Hase J et al, 1987; Shigemory M et al, 1979; Shigemori M et al,
1989) melaporkan bahwa dekompresi yang luas bermanfaat memperbaiki prognosa akhir
penderita PSD.
2.8. Interval waktu antara trauma dan tindakan operasi
Beberapa ahli bedah menganut pada four hours rules, hasil dari hal tsb dipublikasikan di
fakultas kedokteran Virginia, isinya adalah (Mark S et al, ) :
2. Fungsional survival rate mencapai 65 % dapat dicapai jika dioperasi dalam waktu 4 jam
3. Faktor – faktor lain yang berhubungan adalah :
a. ICP pasca operasi ICP < 20 mmHg mempunyai 79 % pasien sembuh secara
fungsional
b. Pemeriksaan syaraf inisial
c. Umur bukan suatu factor
Seelig dkk (Seeliq JM et al, 1981) meneliti hubungan mortalitas dan saat dilakukan
operasi (timing of operation) terhadap 82 penderita PSD akut dalam keadaan koma. Penderita -
penderita yang dioperasi dalam waktu 4 jam sejak kejadian trauma mempunyai mortalitas 30% ,
penderita – penderita yang dioperasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma mempunyai mortalitas 90%. Peneliti lain (Sone JL et al, 1983; Massaro F et al, 1996) menemukan faktor
interval waktu sejak kejadian trauma sampai saat dilakukan operasi sebagai faktor penentu
prognosa akhir yang tidak bermakna. Akan tetapi kedua penelitian ini tidak dapat dibandingkan
satu sama lain. Penderita – penderita yang dilaporkan Seelig dkk (Seeliq JM et al, 1981), semua dalam kedaan koma, adalah masuk diakal bahwa penderita – penderita PSD akut dalam keadaan koma akan memberikan hasil yang lebih baik bila operasi dekompresi dilakukan sedini mungkin
dibandingkan dengan penderita yang dioperasi lebih lambat. Penderita – penderita dari peneliti lain tersebut , termasuk penderita –penderita dengan trauma yang kurang berat tetapi mengalami deteriorasi setelah interval waktu yang lama , sampi 12 – 24 jam.
Hasselberger dkk (Hasselberger K et al, 1988) memeriksa lamanya penderita mengalami
koma > 2 jam mempunyai mortalitas 80% dan dari keseluruhan penderita hanya 4% yang
mengalami penyembuhan baik.
Tampaknya kerusakan – kerusakan yang terjadi pada saat trauma lebih menentukan prognosa akhir ketimbang interval waktu antara trauma dan operasi.
2.9. Outcome Paska Cedera Kepala(Glasgow Outcome Scale)
Glasgow Outcome Scale dikembangkan pertama kali oleh Jennet dan Bond pada tahun
1975. Mereka mengembangkan GOS dengan tujuan mengklasifikasi bermacam-macam kondisi
outcome yang terdapat pada pasien paska cedera kepala. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya GOS terdiri 5 kategori. Kategori GOS mulai dari Good recovery (GOS 5) hingga
Death (GOS 1) (Lee KS et al, 1997). Banyak peneliti telah menggunakan GOS sebagai
pengukuran utama outcome karena dapat mendeskripsikan secara umum outcome dari pasien
(Pozzati E et al, 1980; Seeler RA et al, 1973; Jamieson KG, 1972; Munro D, 1982; Lee KS et al,
1997) Beberapa peneliti dalam studi mereka mengkombinasikan kategori dalam GOS dengan
tujuan menciptakan outcome kategori yang lebih luas. Choi dan kawan-kawan (1983), Narayan
dan kawan-kawan (1981), dan Young dan kawan-kawan (1981) membuat kategori outcome baik
dan buruk. Outcome baik terdiri dari kategori good recovery atau moderate disability, outcome
buruk pada pasien yang mengalami severedisability, persisten vegetative state or death. Dengan
membuat kriteria outcome ini lebih luas, peneliti dapat menggambarkan akurasi yang lebih baik
pada prediksinya.
Pengukuran outcome dari cedera kepala dilakukan menggnunakan skala pengukuran
Measure (FIM) merupakan beberapa skala pengukuran yang sering digunakan diantara banyak
skala lainnya.
2.9.1. Skoring Glasgow Outcome Scale
Score Skor
RatingPenilaian DefinitionDefinisi
5 Good Recovery
Baik Pemulihan
Resumption of normal life despite minor deficits/ Kembalinya
kehidupan normal meskipun defisit kecil
4 Moderate Disability
Sedang Cacat
Disabled but independen/ Penyandang Cacat tetapi independen.
Can work in sheltered setting /Dapat bekerja dalam pengaturan
terlindung
3 Severe Disability
Cacat berat
Conscious but disabled/Sadar tapi dinonaktifkan. Dependent for
daily support /Dependent untuk dukungan setiap hari
2 Persistent vegetative
Persistent vegetatif
Minimal responsiveness/ Minimal tanggap
2.10 Kerangka Teori
2.11. Kerangka Konsep
PASIEN DENGAN SUBDURAL HEMATOMA AKUT
INDIKASI
OPERASI
< 4 JAM PASCA TRAUMA
OPERASI
GLASGOW OUTCOME SCALE >4 JAM PASCA
TRAUMA
Cedera Kepala
Perdarahan Subdural akut
BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik Cross Sectional
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Waktu
penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai April sampai dengan Agustus 2012 ( jadwal
terlampir ).
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi target adalah pasien subdural hematoma akut yang di operasi. Populasi
terjangkau adalah populasi target yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Instalasi Gawat
Darurat RSUP H Adam Malik Medan selama bulan April sampai dengan Agustus 2012 . Sampel
adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Dari penelitian Seelig 1981 dinyatakan bahwa angka mortalitas pada pasien SDH akut
dalam 4 jam cedera kepala yang dilakukan operasi adalah 30 % dan paska 4 jam cedera kepala
adalah 90 %, bila pada penelitian ini ditetapkan tingkat kepercayaan adalah 0,05 dan kekuatan
Uji Hipotesis terhadap 2 proporsi (Sudigdo, hal 273,2002) :
n= (Zα √ (2PQ) + Zβ√ (P1Q1+P2Q2))2
(P1- P2)2
Zα = 1,96 Q = 1- P = 1 – 0,6 = 0,4
Zβ = 0,842 Q1 = 1 – P1 = 1- 0,3 = 0,7 P =(P1 + P2)/2 = (0,3 + 0,9)/2 = 0,6 Q2 = 1 – P2 = 1–0,9 = 0,1
n = (1,96√(2x0,6x0,4) + 0,842√(0,3x0,7+0,9x0,1))2 = 3,287 = 9 (0,3 – 0,9)2 0,36
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1. Kriteria inklusi
1. Penderita subdural hematoma akut yang dilakukan operasi
2. Pasien dengan usia 18 – 59 tahun
3. Mendapat informed consent / persetujuan dari keluarga
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Penderita dengan multiple trauma
2. Pasien pulang atas permintaan sendiri sebelum masa pengobatan selesai
3. Pasien meninggal dunia
3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitian,
yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik
penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU.
3.8. Cara Kerja
3.8.1 Pengukuran dan intervensi
3.8.1.1. Tahap persiapan
1. Melakukan pendataan dengan melakukan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien Subdural Hematoma akut
2. Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi
3.8.1.2. Tahap pelaksanaan
1. Melakukan penilaian terhadap pasien Subdural hematoma akut yang mempunyai indikasi
untuk operasi dan dilakukan pemisahan antara kasus yang datang sebelum 4 jam dan
sesudah 4 jam cedera kepala.
2. Parameter penilaian CT Scan
CT scan dilakukan dalam saat pasien masuk ke IGD.
3. Melakukan penilaian outcome dengan mengisi Glasgow outcome scale dalam periode :
Pada saat pasien dipulangkan
3.8.1.3. Tahap akhir penelitian
1. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel Bebas
1. Cedera kepala
2. Operasi
3. Waktu terjadinya cedera kepala sampai dilakukan operasi ( < 4jam >)
Variabel tergantung
1. Glasgow Outcome Scale
3.10. Definisi Operasional
a. Pasien multipel trauma adalah pasien yang menderita lebih dari satu kondisi akibat
trauma yang sama
b. Outcome dikatakan baik pada kriteria G dan MD, buruk pada SD, V dan D, data skala
nominal.
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan
program komputer (SPSS dan Microsoft Excel). Batas kemaknaan P ≤ 0,05. Untuk menilai perbedaan antara dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala pada kasus subdural
hematoma akut yang dilakukan operasi terhadap Glassgow outcome scale penderita diuji dengan
Chi-Square . Untuk menentukan hubungan jarak waktu operasi dengan GOS dilakukan uji
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karateristik Sampel
Selama periode penelitian dari bulan April sampai dengan Agustus 2012, dijumpai 18
pasien dengan cedera kepala yang dilakukan tindakan operasi setelah didiagnosa dengan
perdarahan subdural akut post traumatik dengan bantuan CT Scan. Pasien dengan cedera pada
organ utama lainnya tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Dari 18 pasien didapatkan 16 orang
berjenis kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin perempuan. Data demografi subjek yang
mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.1.1 dan 4.1.2.
Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa kelompok usia terbanyak pasien dengan diagnosa
perdarahan subdural akut post traumatik yang dilakukan tindakan operasi adalah pada kelompok
usia 46-60 tahun. Rata-rata usia pasien dengan diagnosa hematoma subdural akut post traumatik
yang dilakukan tindakan operasi adalah 37, 44 ± 3,43 tahun,dengan usia tertinggi adalah 60
tahun dan usia terendah adalah 15 tahun.
Tabel 4.1.1 Distribusi pasien berdasarkan usia
Usia Jumlah Proporsi
15 – 30 6 6/18
31 – 45 5 5/18
46 – 60 7 7/18
Tabel 4.1.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Proporsi
Perempuan 2 2/18
Laki – Laki 16 16/18
Total 18
Diagram 1.Proporsi jenis kelamin
Tabel 4.1.3 Distribusi lokasi cedera kepala menurut hasil pemeriksaan CT Scan
Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala post trauma, lokasi cedera kepala paling banyak
dijumpai pada hemisfer kiri, dengan bagian temporal merupakan bagian otak yang paling banyak
mengalami cedera.
Perdarahan dievakuasi seluruhnya dengan kraniotomi pada seluruh kasus. Dilakukan
pencatatan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi. (Tabel 4.1.4 )
Tabel 4.1.4 Distribusi pasien berdasarkan jarak waktu antara cedera kepala dan operasi
Jarak waktu antara cedera kepala
(L) Frontotemporoparietal 4 4/18
(R) Temporoparietal 2 2/18
(R) Frontoparietal 1 1/18
Diagram 2. Proporsi jarak waktu antara cedera kepala dan operasi
Kemudian dilakukan penilaian saat pasien pulang atau meninggal dengan menggunakan
GOS. (Tabel 4.1.5)
Tabel 4.1.5 Distribusi Pasien berdasarkan skor GOS
GOS Jumlah Proporsi
4-5 10 10/18
2-3 7 7/18
Diagram 3. Proporsi skor GOS
Pada tabel 4.2.6 dan diagram 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar pasien memiliki angka
GOS 4-5, yaitu sebanyak 10 pasien (55,56%)
4.2. Glasgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala
Pengaruh antara jarak waktu antara cedera kepala dan operasi terhadap mortalitas dan
morbiditas dievaluasi. Hasil mortalitas dan morbiditas dinilai berdasarkan Glassgow Outcome
Tabel 4.2.6 Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS
Jarak Waktu Operasi GOS Total 1 2-3 4-5
≤ 4 jam - - 9 9
> 4 jam 1 7 1 9
Total 1 7 10 18
X2 = 14.400
dF = 2
p=0,001
Berdasarkan 18 pasien perdarahan subdural akut yang dilakukan tindakan operasi dan
termasuk dalam penelitian ini, satu orang meninggal. Pemulihan yang baik dilaporkan dalam 10
pasien. Selanjutnya 7 pasien berkembang defek yang berat dan berlanjut ke dalam status
vegetatif.
.Diagram 4. Proporsi antara jarak waktu operasi dengan skor GOS
Pada uji statistik hubungan antara jarak waktu mulai operasi dengan angka GOS dapat
dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jarak waktu operasi dengan angka GOS.
Kemudian hasil diolah dengan uji korelasi Pearson dan didapatkan koefisien korelasi 0,832, yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara waktu operasi dengan angka morbiditas
BAB V PEMBAHASAN
Kerusakan otak sekunder dapat terjadi setelah primary impact dapat dicegah dan
ditangani. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kerusakan otak primer yang terjadi
dan berusaha untuk mencegah terjadinya kerusakan sekunder. Penelitian menunjukkan bahwa
walaupun kerusakan primer yang terjadi bersifat irreversible, namun perubahan pada struktur dan
fungsi neural berikutnya akan terjadi dan dimulai secara cepat. Oleh karena itu keputusan
penanganan juga harus diputuskan dengan cepat. (Povlishock, 1992; Maxwell, 1995) Mekanisme
kerusakan otak sekunder adalah adanya kompresi langsung terhadap korteks sekitar yang
menyebabkan iskemia otak dan brain shift yang akhirnya akan menyebabkan zona iskemia lokal
pada batang otak dan struktur basalis dan girus cingulata.
Perdarahan subdural akut post trauma tetap menjadi salah satu tantangan yang dihadapi
ahli bedah saraf dikarenakan tingginya mortalitas dan morbiditas dari penyakit tersebut (55-79%)
(Servadei F, 1997). Banyak faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada cedera
kepala, diantaranya adalah lokasi pendarahan, jumlah pendarahan Tekanan intrakanial juga
merupakan faktor yang mempengaruhi morbiditas. Tekanan intra kranial dipertahankan
≥20mmHg .Pada perdarahan subdural akut, darah secara cepat terkumpul dan menekan jaringan
otak sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu Cerebral blood flow
(CBF) juga merupakan hal yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penuruan CBF yang disertai dengan hilangnya autoregulasi terjadi setelah 8
jam (Schroderet al., 1993)
Telah diiketahui secara umum bahwa adanya hematom harus dievakuasi secara cepat .
Telah banyak penelitian yang memperlihatkan efek samping yang besar penundaan tindakan
pada pasien hematoma extradural dan subdural, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan
di Edinburgh oleh Mendelow dkk. (Mendelow et al., 1979) and Richmond, VA (Seelig et al.,
1981). Sebagian besar literatur menyatakan adanya hubungan antara angka kesehumbuhan yang
baik dengan waktu operasi. Pada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa waktu operasi
bermakna pada pasien yang dioperasi sebelum 4 jam dengan koefisien korelasi yang sangat kuat
yaitu 0,832.
Pada penelitian ini didapatkan kasus penderita perdarahan subdural akut yang dilakukan
tindakan operasi sebanyak 18 orang, dengan penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16
orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang. Di seluruh dunia, laki-laki lebih
sering dijumpai mengalami cedera kepala dibanding dengan perempuan pada tiap kelompok usia
(Olson DA, 2012). Dari data demografi ke-18 sampel penelitian, didapatkan kelompok usia
terbanyak yang menderita perdarahan subdural akut yang dilakukan tindakan operasi adalah pada
kelompok usia 15 – 30 tahun. Hal ini sesuai dengan data di Indonesia, bahwa sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15
– 55 tahun, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis trauma yang dialami korban kecelakaan.
Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala post trauma, lokasi cedera kepala paling sering
pada penelitian ini adalah pada lobus temporal, diikuti oleh lobus frontal dan parietal. Hal idak
jauh berbeda dari kepustakaan yang ada selama ini yaitu, perdarahan subdural paling sering
terjadi pada lobus frontal dan parietal. Perdarahan subdural dapat meluas di dalam tengkorak,
menciptakan bentuk cekung yang mengikuti lengkung dari otak, dan hanya berhenti pada refleksi
dura seperti tentorium cerebellum dan falx serebrum (Wagner AL, 2004).
Dari penelitian ini didapatkan koefisien korelasi antara jarak waktu operasi dengan nilai
GOS adalah 0,832 (p = 0,001). Antara jarak waktu operasi dan nilai GOS memiliki hubungan
kuat dan memiliki hubungan yang bermakna. Semakin cepat pasien perdarahan subdural akut
dimulai untuk operasi, maka prognosis semakin baik. Dari literatur disimpulkan bahwa jarak
waktu antara cedera kepala dan tindakan operasi merupakan faktor terapeutik terpenting pada
perdarahan subdural akut traumatik. Penderita-penderita yang dilakukan tindakan operasi dalam
waktu 4 jam sejak kejadian trauma memiliki tingkat mortalitas 30%, sedangkan
penderita-penderita yang dilakukan tindakan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian trauma memiliki
tingkat mortalitas 90% (Seelig dkk, 1981).
Beberapa alasan yang menyebabkan pasien dengan perdarahan subdural akut yang
Pasien yang berasal dari luar kota Medan
Fasilitas Ventilator yang tidak mencukupi / semua sedang terpakai Menunggu persetujuan keluarga
Dan lain - lain
Keunggulan dari penelitian ini adalah didapatkannya hubungan yang kuat dan bermakna
antara jarak waktu operasi dengan prognosis penderita perdarahan subdural akut, sehingga jarak
waktu operasi diperkirakan dapat dipakai sebagai prediktor prognosis pada penderita perdarahan
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian Glassgow Outcome Scale pada Pasien Perdarahan Subdural Akut yang
dilakukan operasi dalam waktu 4 jam dan setelah 4 jam dari Cedera Kepala di RSUP H Adam
Malik dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan Agustus 2012 pada 18 kasus, dijumpai
:
1. Terdapat perbedaan bermakna nilai Glasgow Outcome Scale pada pasien
Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi dalam waktu sebelum 4 jam
dengan pasien Perdarahan Subdural Akut yang dilakukan operasi setelah 4 jam
dari Cedera Kepala di RSUP H Adam Malik pada bulan April 2012 hingga
dengan Agustus 2012 (p<0,05).
2. Terdapat hubungan yang kuat antara waktu operasi dengan nilai Glasgow
Outcome Scale paska operasi (p = 0,001; r = 0,832).
6.2. Saran
1. Karena jarak waktu setelah cedera kepala sampai dilakukan operasi merupakan prediktor
prognosis yang baik pada penderita perdarahan subdural akut, maka pada penderita
DAFTAR PUSTAKA
Cohen RA, Kaufman RA, Myers PA, Towbin RB. Cranial computed tomography in the
abused child with head injury. AJR Am J Rontgenol;146(1):97–102 (1986). Cooper PR, Rovit RL, Ransohoff J. Hemicraniectomy in the treatment of acute subdural
hematoma. A reappraisal. Surg Neurology;5:25–28 (1996).
Dent DL, Fabian TC, Robertson JT, Prognostic factors after acute subdural hematoma. J
Trauma ;39:36–43 (1995).
Domenicucci M, Delfini R, Strzelecki J, Delayed posttraumatic epidural hematom. A
review. Neurosurg Rev ;18:109–22 (1995).
El-Kahdi H , Miele VJ , Kaufman HH . Prognosis of chronic subdural hematoma.
Neurosurg Clin N Am;11:553 – 67 (2000).
Gaab M Knoblich OE, Fuhrmeiste U, Comparison of the effect of surgical decompression
resection of local edema in the therapy of experimental brain trauma. Child Brain
;5:484–98 (1997).
Hase J, Reulen HJ, Meinig G, The influence of decompressive operation on intracranial
pressure and the pressurevolume relation in patients with severe head injury.
Acta Neurochir ;45:1–13 (1987).
Hasselberger K, Pucher R, Auer LM. Prognostic after acute subdural or epidural
hemorrhage. Acta Neurochir ;90:111–16 (1988).
Jamieson KG, Yelland JDN. Surgically treated subdural hematomas. J Neurosurg
;37:137–149 (1972).
Kantor Kepolisian Republik Indonesia. 2010. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka
Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun1992- 2009
Koc RK, Meral M, Oktem S, Extradural hematoma of the posteriorcranial fossa.
Neurosurg Rev ;21:52–7 (1998).
Koo AH, la Roque RL. Evaluation of head trauma by computed tomography. Radiology
Lee KS, Bae WK , Bae HG , The computed tomographic attenuation and the age of
subdural hematomas . J Korean Med Sci;12:353–9 (1997).
Mark S, Green berg ,Handbook of Neurosurgery Fifth Ed,24.7.1., P:662 (1998)
Marshall LF. Head injury: recent past, present, and future. Neurosurgery;47:546–61 (2000).
Massaro F, Lanotte M , Faccani G , Triolo C . One hundred and twenty seven cases of
acute subdural hematoma operated on . Correlation between CT findings and
outcome. Acta Neurochir (Wien) ;138:185–91 (1996).
Miller JD, Becker DP, Ward JD, Significance of intracranial hypertension in severe head
injury. J Neurosurg ;47:50–16 (1977).
Morantz RA, Abad RM, George AE, Hemicraniectomy for acute extracerebral
hematoma. An analysis of clinical and radiographic findings. J Neurosurg
;39:622–8 (1993).
Pozzati E, Frank F, Frank G, Subacute and chronic extradural hematomas. A study of 30
cases. J Trauma ; 20:795–9 (1980).
Raftopoulos C, reuse C, Chaskis C, Acute subdural hematoma of the posterior fossa. Clin
Neurol Neurosurg ;92:57-62 (1990).
Richards T, Hoff J : Factors affecting survival from acute subdural hematoma. Surgery
;75:253–8 (1994).
Rosenorn J, Gjerris F. Long-term follow-up review of patients with acute and subacute
subdural hematomas. J Neurosurg ;48:345–9 (1978).
Sastrodiningrat, Gofar, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September :297-302 (2006).
Seeler RA, Imana RB. Intracranial hemorrhage in patients with hemophilia. J Neurosurg
;39:181–5 (1973).
Seelig JM , Becker DP , Miller JD , Traumatic acute subdural hematoma. Major
mortality reduction in comatose patientstreated within four hours. N Eng J Med
;25:1511–8 (1981).
Selladurai B, Reilly P. Epidemiology of Acute Head Injury. in : Initial Management of
Shigemory M, Syojima K, Nakayama K, Outcome of acute subdural hematoma following
decompressive hemicraniectomy. Acta Neurochir Suppl ;28:195–8 (1979).
Shigemori M, Tokutomi T, Yamamoto F. Treatment of acute subdural hematoma with
low GCS score. Neurosurg Rev ;12:198–200 (1989).
Sone JL, Rifai MHS, Sugar O, Subdural hematomas. I. Acute subdural hematomas:
Progress in definition, clinical pathology, and therapy. Surg Neurol ;19:419–24 (1983).
Sudigdo, Perhitungan jumlah sampel, Metodology Penelitian, Jakarta, h :273(2002)
Talalla A, Morin MA. Acute traumatic subdural hematoma. A review of one hundred
consecutive cases. J Trauma ;11:771–7 (1971).
William VL , Hogg JP . Magnetic resonance imaging of chronic subdural hematoma.
Neurosurg Clin N Am ;1:491–8 (2000).
Wilberger JE Jr, Harris M, Diamond DL. Acute subdural hematoma. Morbidity .
mortality , and operative timing. J Neurosurg ;74:212–8 (1991).
Yusherman, Jasni.Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas,Rineka Cipta, Bandung :20
(2008)
Zumkeller M , Behrmann R , Heissler HE , Dietz H . Computed tomographic citeria and
Lampiran 1
Susunan Peneliti
Peneliti
a. Nama lengkap : Dr. M. Eri Darmawan
b. Pangkat/Gol/NIP : PenataMadya/IIIb/19790821 200904 1001 c. Jabatan Fungsional :
d. Fakultas : Kedokteran
e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Pembimbing
a. Nama lengkap : Prof.Dr.A.Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K) b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina/IVa/19440507 197703 1 001 c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala/KPS Departemen Ilmu
Bedah saraf
d. Fakultas : Kedokteran
e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
Lampiran 3
Jadwal Penelitian
April
2012
Mei
2012
Juni
2012
Juli
2012
Agust
2012
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
PENYUSUNAN
LAPORAN
PENGGANDAAN
Lampiran 4
Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya
Yth. Bapak / Ibu ………..……….……
kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter M. Eri Darmawan dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale yang di
derita anak/kerabat Bapak / Ibu.
Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari ____________________ untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan CT Scan kepala (bila belum dilakukan sebelum masuk ke IGD RSUP H Adam Malik) pada anak/kerabat yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.
Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.
Hormat kami, Peneliti
Lampiran 5 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT )
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap , maka dengan kesadaran dan tanpa paksaan , saya menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.
Peneliti Medan, ……….
Peserta Penelitian
Lampiran 6 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian
PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN
Nomor :...
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :
Kaitan Glassgow Coma Score Awal dan Jarak Waktu setelah cedera Kepala sampai dilakukan operasi
pada pasien perdarahan Subdural Akut dengan Glassgow Outcome Scale
Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. M. Eri Darmawan
Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU
Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.
Lampiran 7 Formulir/Kuisioner Pasien Subdural Hematoma Akut Indikasi Operasi
Status Pasien
No. MR : Tanggal/Jam masuk : Dilakukan Oleh :
Identitas Pribadi
Nama/Kelamin :……….. ………L / P
Usia : ... tahun
Tempat/Tanggal Lahir : ………... Alamat Rumah : ……… ANAMNESIS
Kapan terjadinya cedera kepala :……… Penyakit yang sedang dialami (jika ada) : ………
Penyakit terdahulu yang pernah dialami (jika ada) : ……… PEMERIKSAAN FISIK
Trauma :Single / Multipel
Riwayat Pemakaian alkohol
Saat trauma :ada / tidak
SKG Awal masuk :3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tekanan Darah :awal ... mmHg
:Setelah resusitasi ... mmHg
Diameter :kanan ... mm
:Kiri ... mm
Reflek Cahaya :+ / -
Hasil CT Scan :
Jarak waktu Antara Cedera kepala sampai dilakukan operasi : Jam. Glasgow Outcome Scale pada saat Pulang :
5 / G Good recovery with minor deficit 4/ MD Disable but independent
3/ SD Disable, Concious but dependent 2/ V Minimal Response
Lampiran 8
Resumption of normal life despite minor deficits/ Kembalinya kehidupan normal meskipun defisit kecil
4 Moderate Disability Sedang Cacat (MD)
Disabled but independen/ Penyandang Cacat tetapi independen. Can work in sheltered setting /Dapat bekerja dalam pengaturan terlindung
3 Severe Disability Cacat berat (SD)
Conscious but disabled/Sadar tapi dinonaktifkan. Dependent for daily support /Dependent untuk dukungan setiap hari
2 Persistentvegetative Persistent vegetatif (V)
Minimal responsiveness/ Minimal tanggap