• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN KULIT KAKAO YANG DIFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN KULIT KAKAO YANG DIFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KULIT KAKAO YANG DIFERMENTASI

SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE

SANGKURIANG (Clarias sp)

Skripsi

ARI PRATAMA

0814111027

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

PEMANFAATAN KULIT KAKAO YANG DIFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)

Oleh

ARI PRATAMA

Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai nutrisi tepung kulit kakao yang di fermentasi dan pengaruh pemanfaatan limbah kulit kakao terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias sp.). Penelitian dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Pakan A (kontrol), pakan B dengan tepung kulit kakao 20%, pakan C dengan tepung kulit kakao 25%, dan pakan D dengan tepung kulit kakao 30%. Ikan uji yang digunakan adalah lele sangkuriang dengan berat rata - rata 8,5 gram. Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah kolam terpal sebanyak 12 buah dengan ukuran 200 x 100 x 50 cm. Kolam tersebut diisi benih lele sangkuriang sebanyak 100 ekor/kolam. Pemberian pakan dengan cara ad libitum sebanyak tiga kali sehari selama 60 hari pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan uji yang terbaik yaitu pakan A (kontrol) sedangkan pakan D dengan tepung kulit kakao 30% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pakan B dengan tepung kulit kakao 20% dan pakan C dengan tepung kulit kakao 25%. Pakan A memberikan hasil pertumbuhan mutlak sebesar 75,67 gram, pertumbuhan harian sebesar 1,26 gram/hari dan Feed Convertion Ratio (FCR) 1,32. Dengan parameter pengamatan analisis ragam (Annova) berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05). Kualitas air disetiap perlakuan masih dalam keadaan optimum untuk budidaya

(3)

ABSTRACT

UTILIZATION OF FERMENTED COCOA RIND AS RAW MATERIAL FISH FEED OF SANGKURIANG CATFISH(Clarias sp)

By

ARI PRATAMA

Research were conducted to know the nutritional value of fermented cocoa rind flour and the influence of utilization of the waste cocoa rind against the growth of sangkuriang catfish (Clarias sp). Research was carried out using 4 treatments and 3 repeated. Feed A is the control, feed B use 20% cocoa rind flour, feed C use 25% cocoa rind flour, and feed D use 30% cocoa rind flour. The test fish was sangkuriang catfish, average weight 8,5 gram. Pond of cultivation was used 12 pieces pond tarps with size 200 x 100 x 50 cm. The pond is filled by sangkuriang catfish (Clarias sp) contains with 100 per pond. Ad libitum feeding was given three times a day during 60 days of cultivation. The results showed the best is feed A (control), whereas feed D with 30% cocoa rind flour showed a better results than feed B that use 20% cocoa rind flour and feed C that use 25% cocoa rind flour. Feed A showed the absolute growth of 75,67 gram, daily growth of 1,26 gram per day and Feed Convertion Ratio

(FCR) 1,32. With the parameters of different varieties of real analysis observations between treatment (P < 0,05). Water quality in every treatment is still in a optimum condition of cultivation.

(4)

PEMANFAATAN KULIT KAKAO YANG DIFERMENTASI

SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE

SANGKURIANG (Clarias sp)

Oleh

ARI PRATAMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal

03 Maret 1990. Peneliti adalah anak kedua dari empat

bersaudara, pasangan Bapak Asari dan Ibu Harni.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman

Kanak-kanak Aisyah Bustanul Athfal Pugung Raharjo pada tahun

1997, tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Pugung Raharjo pada tahun 2002.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pugung

Raharjo pada tahun 2005. Penulis tamat pendidikan Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 1 Bandar Sribhawono pada tahun 2008 dan aktif dalam semua

kegiatan organisasi. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan kejenjang S1

terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa penulis

mengikuti kegiatan kemahasiswaan yaitu HIDRILA pada tahun 2008 sebagai

Anggota Bidang penelitian dan pengembangan dan pada tahun 2009 sebagai

anggota bidang pengabdian masyarakat.

Penulis pernah mengikuti praktik umum di Balai Budidaya Ikan Air Tawar

Curug Barang, Pandeglang, Banten dengan judul ”Pembenihan Ikan Patin Siam

(9)

Kupersembahkan karya ini kepada

Allah SWT sebagai wujud rasa syukur atas

pencapainku saat ini

Bapak dan Ibu tercinta berserta ketiga adikku

tersayang

atas cinta, kasih sayang, dan doa yang

tak ternilai harganya

(10)

MOTTO

Jangan pernah meragukan keberhasilan

Sekelompok kecil orang yang bertekad mengubah

dunia

Karena hanya kelompok seperti itulah yang

pernah berhasil melakukannya

(Margaret Mead)

DOA dan USAHA KERAS adalah kunci dari

kekuatan dan kemajuan diri kita

Pendidikan adalah senjata paling dahsyat yang

dapat kita gunakan untuk mengubah dunia

(11)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemanfaatan Kulit Kakao yang di fermentasi Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan

Lele Sangkuriang (Clarias sp.)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.

Selama proses penyelesaian skripsi, penulis telah memperoleh banyak

bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan

Universitas Lampung.

3. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A. selaku dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing dengan penuh kesabaran

4. Bapak Limin Santoso, S.Pi., M.Si selaku dosen Pembimbing Utama yang

telah membimbing, mengarahkan, memberi semangat dan saran-saran yang

membangun dari awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Wardiyanto, S.Pi., M.P selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah

(12)

6. Bapak Agus Setyawan, S. Pi., M. S. selaku dosen Pembahas dengan ketelitian

dan kecermatan yang dimilikinya, telah memberikan perhatiannya secara

penuh.

7. Kedua orang tua tercinta Bapak Asari dan Ibu Suharni terimakasih untuk

setiap doa, motivasi, kasih sayang, materi, dan kesabaran yang selalu menjadi

semangat dalam setiap nafas.

8. Adik-adikku Cahya sari, Muhakbar dan Muhakmal terima kasih untuk setiap

doa, dukungan, keceriaan, dan kebersamaan yang menjadi motivasi terbesar

dalam hidupku.

9. Kepada bang Edo, bang Bowo, bang Aan, bang Leo, kang Hasim, bang

Gajoul, kang Bendol, bang Agung, bang Sanny, bang Candra dan sahabat

seperjuangan Suhendra terimakasih untuk saran-saran, perhatian,

kebersamaan, dan semangat yang kalian berikan sehingga menjadikanku

manusia berkarakter dan dapat hidup mandiri. .

10.Teman-teman seperjuangan khususnya angkatan 2008 setra adik-adik tingkat

2009, 2010 dan 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu

terimakasih untuk setiap waktunya semoga ukhuwah kita tetap terjalin.

Bandar Lampung, Agustus 2014

Penulis

(13)

1

1.PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi. Selain sebagai

sumber protein juga sebagai sumber asam lemak esensial yang menunjang

perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

sebagai pangan tidak hanya mengandalkan hasil tangkapan di laut, tetapi juga

hasil usaha budidaya, baik di perairan laut maupun tawar.

Salah satu ikan air tawar yang saat ini banyak dibudidayakan adalah ikan

lele sangkuriang ( Clarias Sp.), ikan ini merupakan jenis ikan catfish air tawar

ekonomis penting yang sudah lama dibudidayakan dan pembudidayanya hampir

merata di seluruh Indonesia. Dalam usaha budidaya lele sangkuring, faktor yang

terpenting dalam usaha pembesaran menjadi ikan konsumsi adalah ketersediaan

pakan dalam jumlah cukup serta berkualitas untuk ikan lele sangkuriang dapat

tumbuh dan berkembang dengan baik.

Pakan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam

keberhasilan kegiatan budidaya karena kandungan pakan yang baik dan sesuai

dengan kebutuhan ikan akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan ikan.

Kualitas pakan akan dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan.

Pemakaian bahan baku dengan kandungan yang sesuai dengan kebutuhan ikan

sangat baik dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan ikan. Namun salah

(14)

2 yang mahal karena masih diimpor dari luar negeri. Bahan baku pakan ikan yang

diimpor tersebut antara lain: tepung ikan, tepung cumi, tepung krustasea, tepung

kedelai, serta berbagai jenis vitamin dan mineral (KKP, 2009). Oleh karena itu,

perlu dicari bahan baku pakan alternatif yang murah, berkualitas, dan tersedia

sepanjang waktu.

Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman komoditi ekspor

di Provinsi Lampung. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Lampung luas

areal tanaman kakao Rakyat di Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 39,556 ha

dengan produksi 27,429 ton, sedangkan luas areal kebun kakao milik swasta

mencapai 3,198 ha dengan produksi 4,037 ton. Di Provinsi Lampung terdapat 6

perusahaan pengolahan kakao. Pada pengolahan buah kakao selain menghasilkan

tepung kakao, perusahan juga menghasilkan limbah berupa kulit kakao yang tidak

dimanfaatkan.

Berdasarkan survei lapangan kulit kakao dibuang begitu saja, belum

dimanfaatkan secara optimal khususnya di daerah Lampung. Biasanya kulit kakao

hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk kompos. Padahal ditinjau

dari potensinya kulit kakao dapat dijadikan salah satu bahan alternatif yang

digunakan sebagai bahan baku pakan ikan. Roesmanto (1991) menyatakan bahwa

kandungan nutrisi pada kulit kakao yaitu : bahan kering 90,4%, protein kasar

6,00%, lemak 0,90%, serat kasar 31,5% dan abu 16,4%. Namun pemberian kulit

kakao yang segar dan dikeringkan dengan sinar matahari secara langsung atau

tanpa difermentasi dulu mengakibatkan penurunan berat badan pada ternak atau

ikan, karena masih rendahnya kandungan protein pada kulit kakao. Oleh karena

(15)

3 dahulu untuk meningkatkan nilai nutrisinya, akan tetapi tetap harus diperhatikan

batasan konsentrasi pemberianya karena adanya senyawa anti nutrisi theobromin.

Kulit kakao mengandung alkaloid theabromin yang merupakan faktor pembatas

pada pemberian limbah kulit kakao sebagai pakan (Baharrudin, 2007).

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa

organik karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lain (Rarumangkay,

2002). Secara terbatas masyarakat hanya mengenal proses fermentasi sebagai

pengubahan karbohidrat menjadi alkohol. Ditinjau dari metabolis bahwa

fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sintesa biologi,

yang menghasilkan energi sebagai donor dan akseptor elektron. Senyawa organik

yang digunakan yaitu karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa ini akan

diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi asam.

1.2.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kulit

kakao yang difermentasi sebagai bahan baku pakan terhadap pertumbuhan ikan

lele sangkuriang.

1.3.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada

praktisi budidaya mengenai penggunaan kulit kakao yang telah difermentasi

sebagai bahan baku pakan buatan untuk ikan lele sangkuriang.

1.4.Kerangka Pemikiran

Ikan lele disamping sebagai salah satu sumber protein hewani bagi

(16)

4 tangga. Namun, dalam budidaya ikan secara intensif yang jadi masalah bagi para

petani ikan adalah harga pakan ikan yang semakin mahal. Karena ketersediaan

bahan baku pakan ikan di Indonesia masih sangat tergantung pada bahan baku

impor sehingga mempengaruhi harga pakan ikan.

Salah satu usaha yang diupayakan untuk mengatasi permasalahan tersebut

adalah dengan memanfaatkan kulit kakao yang telah difermentasi sebagai bahan

baku pakan ikan. Kulit kakao merupakan limbah agroindustri yang menghasilkan

tanaman kakao. Buah kakao terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta dan 24% biji.

Sehingga dalam 1 kg buah kakao didapat limbah kulit kakao sebanyak 0,74 kg

kulit kakao (Kurniansyah et al, 2011). Produksi buah kakao sangat melimpah

hampir setiap tahun, sedangkan kulit kakao belum banyak dimanfaatkan sehingga

harganya masih relatif murah khususnya di daerah Lampung. Biasanya kulit

kakao hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, pupuk ataupun hanya dibuang

begitu saja.

Penggunaan kulit kakao dalam pakan masih dibatasi oleh beberapa hal

yaitu: kandungan serat kasar yang tinggi 32,7% (Prabowo et al. 2002) dan kulit

kakao mengandung theobromin apalagi dikonsumsi terus menerus akan

mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan keracunan pada ikan ataupun ternak

(Baharrudin,2007). Selain kandungan serat kasar yang tinggi, kulit kakao

memiliki kandungan protein yang rendah. Sehingga diperlukan suatu proses untuk

meningkatkan nilai nutrisi pada kulit kakao dengan dilakukannya proses

fermentasi yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein serta

menurunkan serat kasar pada kulit kakao agar mudah dicerna oleh ikan. Secara

(17)

5 Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Lele Sangkuriang ( Clarias Sp.)

Pakan alami Pakan Buatan

- Kandungan Theobromin berkurang

(18)

6

1.5.Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : i = 0 Penggunaan kulit kakao yang telah difermentasi sebagai pakan tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan pada ikan lele sangkuriang.

H1 : i ≠ 0 Setidaknya ada 1 perlakuan penggunaan kulit kakao sebagai pakan

(19)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Lele Sangkuriang

2.1.1. Sejarah Singkat Lele Sangkuriang

Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang-

balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi

keenam (F6) lele Dumbo. Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari

keturunan kedua lele Dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985.

Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di BBPBAT

Sukabumi. Sejak tahun 2000 BBPBAT Sukabumi telah menghasilkan ikan lele

sangkuriang yang memiliki pertumbuhan yang lebih baik. Hasil perekayasaan ini

menghasilkan lele sangkuriang dan sudah dilepas sebagai varietas unggul dengan

keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli

2004 (Mahyuddin, 2007).

2.1.2. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang

Ciri-ciri morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan

dengan ikan lele dumbo. Hal tersebut dikarenakan ikan lele sangkuriang sendiri

merupakan hasil silang dari ikan lele dumbo (Anonimus 2005). Ikan Lele

mempunyai ciri-ciri morfologi antara lain: jumlah jari-jari sirip punggung 68-79,

(20)

8 jumlah sungut sebanyak 4 pasang, dimana 1 pasang diantaranya lebih panjang dan

besar. Bentuk kepala pipih dan simetris, dari kepala sampai punggung berwarna

coklat kehitaman, mulut lebar dan tidak bergerigi, bagian badan bulat dan

memipih ke arah ekor, memiliki patil serta memiliki alat pernapasan tambahan

(accesory breathing organ) berupa kulit tipis menyerupai spons. Dengan organ

pernapasan tambahan (aborescent), ikan lele dapat hidup pada air dengan kadar

oksigen rendah. Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai

pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari), dua

buah lubang penciuman yang terletak di belakang bibir atas, sirip punggung dan

anal memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,

mempunyai senjata berupa patil untuk melindungi dirinya dari serangan atau

ancaman dari luar yang membahayakan, dan panjang maksimum patil ikan lele

mencapai 400 mm (Suyanto 2007). Untuk lebih jelas ikan lele dapat dilihat pada

Gambar 2 di bawah ini.

(21)

9 Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang menurut Suyanto (2007) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Pisces Sub Class : Teleostei Order : Ostariophysi Sub Order : Siluroidae Family : Clariidae Genus : Clarias

Species : Clarias sp.

2.2. Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan Lele Sangkuriang

Pakan buatan harus mengandung tiga komponen penyimpan energi yaitu:

protein, karbohidrat dan lemak. Untuk pelengkap, sebaiknya kandungan pakan

ditambahkan vitamin dan mineral (Stickney, 1993). Komposisi nutrisi dalam

pakan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan nutrien ikan yang dibudidayakan.

Kebutuhan protein dan energi masing-masing spesies ikan, umur, dan stadia ikan

berbeda-beda. Selain itu kebutuhan nutrient ikan berubah-ubah dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti jenis, ukuran, dan aktifitas ikan, macam makanan, serta

factor lingkungan seperti suhu air dan kadar oksigen terlarut. Umumnya terdapat

enam macam nutrien utama pada pakan ikan yaitu protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral dan air. Dalam menentukan formula pakannyapun memerlukan

perhitungan yang berbeda pula. Perbedaan kebutuhan protein dan energi tersebut

(22)

10 menyusun formula pakan. Oleh karena itu, dalam pembuatan pakan harus

memperhatikan kebutuhan gizi ikan (Goddard, 1996).

2.2.1. Kebutuhan Protein

Halver (1989) menyebutkan bahwa protein merupakan komponen organik

terbesar pada jaringan tubuh ikan, karena sekitar 65-75% dari total bobot tubuh

ikan terdiri dari protein. Protein merupakan nutrien yang sangat dibutuhkan oleh

ikan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan, materi

pembentukan enzim dan beberapa jenis hormon, serta sebagai sumber energi

(NRC, 1993). Menurut Watanabe (1988) kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti: ukuran ikan, suhu air, kadar pemberian pakan,

energi dalam pakan dan kualitas protein. Rasio pakan buatan untuk ikan catfish

stadia benih yang sedang dalam pertumbuhan secara umum memerlukan protein

32% (Stickney,1993).

2.2.2. Kebutuhan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam makanan ikan.

Karbohidrat sebagian besar didapat dari bahan nabati. Karbohidrat dalam pakan

disebut dengan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) atau Nitrogen Free

Extract (NFE). BETN ini mengandung karbohidrat, gula, pati dan sebagian besar

berasal dari hemiselulosa. Daya cerna karbohidrat sangat bervariasi tergantung

dari kelengkapan molekul penyusunnya. Pada ikan catfish dapat memanfaatkan

kandungan karbohidrat di dalam pakan secara optimum pada kisaran 30-40%

(23)

11 Kadar karbohidrat dalam pakan ikan dapat berkisar antara 10-50%.

Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada

kemampuannya untuk menghasilkan enzim pemecah karbohidrat (amylase). Ikan

karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk

omnivora kadar karbohidratnya dapat mencapai 50% (Almatser, 2009). Bahan

baku pakan yang mengandung karbohidrat antara lain : jagung, beras, dedak,

tepung tapioka, dan sagu. Selain berperan sebagai sumber karbohidrat, juga

berperan sebagai alat perekat (binder) untuk mengikat komponen bahan baku

dalam pakan. Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal dari bahan baku

nabati (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

2.2.3. Kebutuhan Lemak

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang tinggi dalam pakan

ikan. Lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K dan sumber

asam lemak essensial, yaitu asam lemak linoleat. Lemak terutama dalam bentuk

fosfolipid dapat berperan dalam struktur sel dan memelihara fleksibilitas serta

permeabilitas membran. Menurut Chou dan Shiau (1996), kadar lemak 5% dalam

pakan sudah mencukupi kebutuhan ikan lele, namun kadar lemak pakan sebesar

12% akan menghasilkan perkembangan yang maksimal (Anonim, 2012)

2.2.4. Kebutuhan Vitamin dan Mineral

Vitamin adalah senyawa organik kompleks, biasanya ukuran molekulnya

kecil. Vitamin dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit sehingga

keberadaannya dalam pakan dalam jumlah yang sedikit pula (1–4% dari total

(24)

12 mempertahankan kondisi tubuh dan reproduksi. Kekurangan vitamin dalam pakan

ikan selain akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan reproduksi serta

dapat menimbulkan gejala penyakit kekurangan vitamin (Lim, 2002). Mineral

merupakan komponen pakan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, yakni sebagai

pembentuk struktur tubuh (rangka), memelihara sistem kaloid (tekanan osmotik

viskositas) dan regulasi keseimbangan asam basa (Halver, 1989). Disamping itu

mineral juga merupakan 45 komponen penting dari hormon dan aktivator enzim

(kofaktor).

Mineral berperan penting dalam membangun struktur tulang, sisik dan

sirip ikan maupun dalam fungsi metabolisme. Mineral terdiri dari makromineral

dan mikromineral. Makromineral ada dalam konsentrasi tinggi dalam tubuh ikan

diantaranya kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), fosfor (K),

klorida (Cl) dan sulfur (S). Sedangkan mikromineral antara lain besi (Fe), seng

(Zn), mangan (Mn), tembaga (Cu), iodium (I), kobalt (Co), nikel (Ni) fluor (F),

krom (Cr), silikon (Si) dan selenium (Se). Kebutuhan ikan akan mineral

bervariasi, tergantung pada jenis ikan, stadia dan status reproduksi (Halver 1989).

2.3. Kandungan Nutrisi pada Kulit Kakao

Kulit buah kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang

seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam

ada yang merah hijau, merah muda, dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996). Untuk

(25)

13 Gambar 3. Kulit Kakao

Kulit buah kakao merupakan hasil samping dari pemrosesan biji coklat

dan merupakan salah satu limbah dari hasil panen yang sangat potensial untuk

dijadikan salah satu bahan baku pakan. Kulit buah kakao dapat menggantikan

sumber-sumber energi tanpa mempengaruhi kondisi ternak (Roesmanto (1991).

Adapun kandungan gizi kulit buak kakao dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Kulit Kakao

Komponen (a) (b) (c)

Untuk menjadikan kulit kakao sebagai alternatif bahan baku pakan ikan

yang memiliki nilai nutrisi tinggi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

pengelolaan secara mekanis dan biologis. Pengelolaan secara mekanis dapat

(26)

14 seperti: pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Sedangkan pengelolaan

secara biologis biasanya dengan fermentasi menggunakan kapang yang bertujuan

untuk meningkatkan kadar protein pada kulit kakao.

2.4.Fermentasi

Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan

protein secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat

dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino dapat

difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Friaz, 1992). Menurut Saono

(1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari

mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya,

sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan

produk tertentu.

Fermentasi merupakan proses mikroorganisme memperoleh sejumlah

energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan

zat-zat nutrien atau mineral bagi mikroorganisme seperti: hidrat arang, protein,

vitamin, dan lain-lain (Adams and Moss, 1995). Proses fermentasi dapat

dilakukan melalui kultur media padat dan media cair, sedangkan kultur terendam

dilakukan dengan menggunakan media cair dalam bio-reaktor atau fermentor.

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu

terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa

menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,

dihasilkan enzim, dan protein ekstraseluler, serta protein hasil metabolisme

(27)

15

2.4.1. Rhizopus oligosporus

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum yang banyak

menghasilkan protease. Rhizopus sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

Indonesia dalam pembuatan tempe. Karena R. oligosporus yang menghasilkan

enzim yang dapat memecah asam pada kedelai menjadi komponen sehingga lebih

mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh (Jennessen et al 2008).

R. oligosporus dapat tumbuh pada suhu 30-35 °C, dengan suhu minimum 12 °C,

dan suhu maksimum 42 °C (Wipradnyadewi et al. 2005). Untuk lebih jelas

Rhizopus oligosporus dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Rhizopus oligosporus

R. oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm

atau lebih, panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18

mikro. Sporangia berbentuk Bentuk elip atau silindris dengan ukuran 7-30 mikro

meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter dengan bagian tengah yang

agak rata, pertama-tama berwarna putih, kemudian saat dewasa berubah menjadi

hitam kebiruan (Wipradnyadewi et al. 2005).

R. oligosporus mampuan menghasilkan antibiotik alami yang secara

(28)

16 kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen perkecambahan spora,

dan penetrisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Madigan, 2006)

2.5. Kualitas Air

Ikan lele sangkuriang termasuk salah satu jenis ikan yang dapat hidup

pada air dengan kadar oksigen rendah, karena memiliki organ pernapasan

tambahan (aborescent). Kandungan oksigen yang diperlukan untuk budidaya ikan

lele minimal 4 mg/liter air, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5

mg/liter air dan pH yang normal bagi kehidupan lele sangkuriang adalah 7 pada

skala pH 1 sampai 14 (Boyd, 1990). Oleh karena itu pengontrolan kualitas air

selama budidaya sangat penting untuk dilakukan

Pengelolaan kualitas air memegang peranan penting pada pemeliharaan

ikan dan dapat dilakukan dengan penyiponan, pergantian air, dan penggunaan

filter air. Penyiponan adalah usaha untuk menyedot kotoran berupa sisa makanan

ataupun feses ikan dari wadah pemeliharaan dengan menggunakan selang hingga

air bersih dan kemudian menggantinya dengan air baru sejumlah air yang

terbuang. Penurunan kualitas air dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat,

timbulnya penyakit, pengurangan rasio konversi pakan, pakan bahkan dapat

menyebabkan kematian. Kualitas air juga sangat berpengaruh bagi kelangsungan

hidup maupun reproduksi ikan. Kualitas air yang kurang baik dapat menyebabkan

ikan mudah terserang penyakit (Boyd, 1990).

2.6. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah penambahan ukuran panjang atau bobot ikan dalam

(29)

17 ukuran ikan (Effendie, 1997). Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika jumlah nutrisi

pakan yang dicerna dan diserap oleh ikan lebih besar dari jumlah yang diperlukan

untuk pemeliharaan tubuhnya. Ikan akan mengalami pertumbuhan yang lambat

dan kecil ukurannya bila pakan yang diberikan kurang memadai (Lovell 1989).

Terdapat hubungan antara laju pertumbuhan, ukuran, dan umur ikan. Laju

pertumbuhan menurun dengan bertambahnya ukuran tubuh atau umur ikan, dan

umur mempengaruhi kebutuhan energi (Zonneveld, 1991). Setiap spesies ikan

membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk pertumbuhannya dan

dipengaruhi oleh umur /ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan

protein sekitar 30-50% dalam pakannya.

Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu ikan dengan laju

pertumbuhan yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asyari, dkk.,

(1997) laju pertumbuhan lele sangkuriang dalam keramba jaring apung yang

diberi pakan sebesar 14% bobot tubuh dengan kandungan protein sebesar 23%

adalah 21,45% per bulan. Jika kandungan protein dalam pakan dan pengelolaan

(30)

18

II. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2013 di Way

Huwi, Lampung Selatan. Sedangkan untuk uji proksimat dilakukan di

Laboratorium uji Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar

(BPPBAT) Sempur Bogor.

2.2. Alat dan Bahan 2.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan yaitu : kolam terpal ukuran 2x1x0,5m sebanyak

12 buah, aerator, selang aerasi, batu aerasi, pH meter, termometer, DO meter,

timbangan digital, penggaris, mesin penepung, mesin pencetak pakan, baki, gelas

ukur, ember plastik, scoopnet, selang sipon, kertas label, plastik, dan alat tulis.

2.2.2. Bahan penelitian 2.2.2.1. Ikan uji

Ikan uji adalah benih ikan lele sangkuriang yang berasal dari petani di

Way Huwi sebanyak 1200 ekor dengan ukuran benih berkisar 8-9 cm dan berat

(31)

19

2.3. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

lengkap (RAL), terdiri atas 4 (empat) perlakuan dan masing-masing perlakuan

dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali ulangan. Perlakuan yang digunakan

adalah sebagai berikut :

- Perlakuan A = Pakan pabrik (kontrol)

- Perlakuan B = Pakan dengan tepung kulit kakao 20%

- Perlakuan C = Pakan dengan tepung kulit kakao 25%

- Perlakuan D = Pakan dengan tepung kulit kakao 30%

Komposisi bahan-bahan baku yang akan dijadikan formulasi pakan

meliputi: tepung kedelai, tepung ikan, tepung kakao, tepung jagung, tepung

tapioka, minyak ikan, minyak jagung, dan premix (Tabel 2).

Tabel 2. Komponen bahan baku pakan

Bahan Baku Perlakuan

dengan uji Annova yang digunakan adalah sebagai berikut :

(32)

20 Keterangan :

i : Perlakuan A, B, C, D, dan E j : Ulangan 1, 2, dan 3

Yij : Nilai pengamatan dari pemberian pakan dengan persentase tepung kakao yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan ikan pada ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh pemberian pakan dengan persentase tepung kakao yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan benih ikan

∑ij : Pengaruh galat percobaan pada pemberian pakan dengan persentase tepung kakao yang berbeda ke-i terhadap pertumbuhan benih ikan pada ulangan ke-j

Uji F digunakan untuk menguji perbedaan antar perlakuan digunakan pada

taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini dan akan dilanjutkan dengan uji Beda

Nyata Terkecil (BNT) jika perlakuan berbeda nyata (Steel dan Torrie, 2001).

2.4. Prosedur Penelitian 2.4.1. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian terdiri atas: pembuatan tepung kulit kakao yang telah

difermentasi, pembuatan pakan, persiapan kolam, serta persiapan ikan uji. Cara

pembuatan tepung kakao fermentasi yaitu kulit kakao yang diperoleh dari petani

dicacah hingga ukuran satu inci, dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur

selama 2-3 hari di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit kakao yang sudah

kering digiling menggunakan mesin penepung sampai menjadi tepung. Kulit

kakao yang telah jadi tepung ditambahkan air sebanyak 600 ml/kg dan kemudian

di kukus selama 30 menit agar bahan menjadi steril. Bahan didinginkan dan

difermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. Lama fermentasi 4 hari secara

(33)

21 sinar matahari kemudian dihaluskan menggunakan mesin penggiling dan

dilakukan uji proksimat di Laboratorium Uji Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Sempur Bogor.

Peroses pembuatan pakan meliputi: penimbangan bahan, pencampuran

bahan, pencetakan pellet, pengeringan dan pembentukan pakan. Bahan baku

ditimbang dengan menggunakan timbangan manual sesuai dengan formulasi

perlakuan dan selanjutnya dicampur hingga homogen. Proses selanjutnya

pencetakan pakan dengan menggunakan mesin mencetak pellet, pengeringan

dengan penjemuran selama 2-3 hari apabila musim penghujan dan selanjutnya

pembentukan pakan sesuai dengan bukaan mulut ikan uji. Proses terakhir

dilakukan pengujian proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi formulasi

pakan untuk setiap perlakuan.

Persiapan wadah pemeliharaan ikan terdiri atas pembuatan kolam terpal

dengan ukuran 2x1x0,5 m, pengaturan tata letak kolam terpal, penyiapan aerasi

dan pengisian air. Setiap kolam terpal diisi air setinggi 30 cm. Persiapan ikan uji

meliputi pengambilan benih lele sangkuriang dari petani ikan di Way Huwi,

Lampung Selatan, dengan ukuran benih lele sangkuriang berkisar panjang 8-9 cm

dan berat 8,5 gram yang kemudian diaklimatisasi selama 7 hari untuk

mengadaptasikan lingkungan barunya. Padat tebar pemeliharaan ikan yaitu 100

ekor/kolam terpal.

2.4.2. Pelaksanaan penelitian

Benih ikan lele sangkuriang ditebar dalam kolam terpal sebanyak 100

ekor. Pemeliharaan benih dilakukan selama 60 hari dengan pemberian pakan tiga

(34)

22

ad libitum (pemberian pakan sampai kenyang) terhadap benih ikan lele tersebut.

Selama masa pemeliharaan dilakukan sampling dengan pengukuran berat benih

ikan lele setiap 10 hari sekali. Untuk menjaga kualitas air selama penelitian setiap

10 hari sekali pada pagi hari sebelum pemberian pakan dilakukan penyiponan dan

penggantian air sebanyak 20% dari volume total air. Pengukuran kualitas air

dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir penelitian. Parameter kualitas air

yang diamati meliputi : suhu, pH dan kadar oksigen terlarut (DO).

2.5. Parameter Pengamatan

Selama penelitian berlangsung parameter yang diamati yaitu :

pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, efisiensi

pakan dan kualitas air media pemeliharaan.

2.5.1. Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak adalah selisih berat total tubuh ikan pada akhir

pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Perhitungan pertumbuhan berat mutlak

dapat dihitung dengan rumus Effendi (1997).

Keterangan :

(35)

23

2.5.2. Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus Zonneveld

et al (1991).

Keterangan :

GR : Laju pertumbuhan harian (g/hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (g) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (g) t : Waktu pemeliharaan (hari)

2.5.3. Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup

dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan

rumus Effendi (1997) :

Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

2.5.4. Feed Convertion Ratio (FCR)

Rasio konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan satu kilogram daging. Menurut Djarijah (1995), adapun rumus

(36)

24

Keterangan :

F : Jumlah Pakan yang diberikan selama pemeliharaan

Wt : Berat total ikan saat panen

Wo : Berat total ikan saat awal penebaran

2.5.5. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah pH, Suhu, DO

(oksigen terlarut). Parameter tersebut diukur pada awal, tengah, dan akhir

pemeliharaan.

2.6. Analisis Data

Pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan dianalisis dengan

mengunakan analisis ragam (Annova). Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda

nyata, maka akan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) dengan selang

(37)

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pakan komersil

memberikan hasil jauh lebih baik terhadap pertumbuhan ikan lele sangkuriang

(Clarias sp.) dibandingkan pada pakan uji yang dibuat dari limbah kulit kakao.

5.2. Saran

Limbah kulit kakao tidak layak digunakan sebagai bahan baku pakan ikan lele

sangkuriang dikarenakan rendahnya kandungan protein dan tingginya serat kasar

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., dan Liviawaty, E. 2005.Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 148 Hal. Amirroenas, D. E. 1990. Mutu Ransum Berbentuk Pellet Dengan Bahan Serat

Biomassa POD Coklat Untuk Pertumbuhan Sapi Perah Jantan. Tesis Fakultas Pascasarjana, Institute Pertanian, Bogor.

Anonimus. 2005. Petunjuk Teknik Pembesaran Ikan Patin, Mas dan Lele. Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat.

Anonim. 2012. Air. http://id.wikipedia.org/wiki/Air . Di akses 27 Juni 2012 Asyari., Arifin, Z., dan Utomo, J. 1997. Pembesaran Ikan Patin (pangasius

pangasius) Dalam Keramba di Sungai Musi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. III, No. 2.

Baharrudin , W. 2007. Mengelola kulit Buah Kakao Menjadi Pakan Ternak.Jurnal Ilmu dan peternakan.http://disnaksulsel.info/ Juvenile Hybrid Tilapia Oreochromis niloticus x Oreochromis aureus in Nutrien Requirement and Feeding of Finfish for Aquaculture. CABI Publishing. New York.USA

Davies, S.J., Nengas, I., Alexis, M., 1991. Partial substitution of fish meal with different meat meals products in diets for sea bream (Sparus aurata). In: Kaushik, S.J., Luquet (Eds.), Fish Nutrition in Practice. Coll. Les Colloques, vol. 61. INRA, Paris.

Effendi, M. I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

(39)

Furuichi M. 1988. Fish nutrition. pp. 1-78. In. Watanabe T, editor. Fish nutrition and mariculture, JICA textbook, the General Aquaculture Course. Tokyo. Kanagawa International Fisheries Training Center.

Furuichi, M. 2005. Carbohydrates. Di dalam: Watanabe T, Editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: Departement of Aquatic Biosciences, University of Fisheries.

Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York.

Ghufran, M. 2009. Budidaya Perairan.PT Citra Aditya Bakti: Bandung .964 hal. Gusrina. 2000. Budidaya ikan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta 355 hal. Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. Ed. ke-2. Academic Press. INC. New York. Jennessen, J., J. Schnurer, J. Olsson, R.A. Samson, and J. Dijksterhuis, 2008,

Morphological characteristics of sporangiospores of the tempe fungus

Rhizopus oligosporus differentiate it from other taxa of the R. microsporus

group. Mycol.

Kurniansyah. A, Nugraha. R, Handoko. W. A. 2011. Fermentasi Limbah Kulit Kakao Sebagai Sumber Protein Arternatif Dalam Pakan. Bogor: IPB Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Evaluasi Impor Bahan Baku Pakan

Ikan Dan Udang Berdasarkan SKT. DJPB. DKP. Jakarta.

Lovell, R. T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. An AVI Book. Van Nostrand Reinhold. Auburn University, New York.

Maeda. 1985. Studies on the physiology of shell formation in molluscan larvae, with special ´reference to Crepidula fornicata. PhD Thesis, University of Southampton, UK, 155 pp.

Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed. New Jersey : Pearson Education. Hal. 175-185.

Mahyuddin, B. 2007. Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Triptyque Portuaire: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Millamena, O. M., Relicado M. C and Felicitas P. P. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture. Southeast Asian Fisheries Development Center. Tigbauan, Iloilo, Philippines

Mukul, M., Roy, D., Satpathy, S., dan Kumar, V.A. 2003, “Bootstrapped Spatial Statistics: a More Robust Approach to the Analysis of Finite Strain

(40)

National Research Council [NRC]. 1993. Nutrient Requirements of Fish Subcomittee on Fish Nutrition, National Research Council. National Academies Press (USA). 124 pp. http://www.nap.edu/catalog/2115.html Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, jawa

Tengah.

Prabowo, A. Dan S. Bahri. 2002. Kajian Sistem Usaha Tani Ternak Kambing Pada Perkebunan Kakao Rakyat Dilampung. Laporan Hasil Pengkajian TA 2002 BPTP Lampung, Bandar Lampung

Rarumangkay, J. 2002. Pengaruh Fermentasi Isi Rumen Sapioleh Trichoderma viridie terhadap Kandungan Serat Kasar dan Energi Metabolis pada Ayam Broiler. Program PascaSarjana, UNPAD. Bandung.

Roesmanto, J. 1991. Kakao Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta

Sholikhati, F. 1999. PenggunaanTepungKeong Mas (Pomaceasp)

SebagaiBahanSubtitusiTepungIkanDalamPakanIkanPatin (Pangasius Fisheries Sciene. Ed. Ke-2. CRC Press. Boca Raton. Florida.

Subandiyono. 2009. Bahan ajar nutrisi ikan protein dan lemak. Jurusan perikanan. Universitas Diponogoro Bandung.

Sugianto,G.2007. Pengaruh TingkatPemberian Manggot Terhadap Pertumbuhan dan Efesiensi Pemberian Pakan Benih Ikan Gurame (O. Gouramy)

[skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan .IPB. Bogor

Suhenda, N., Melati, I., Nugraha, A. 2010. Proses Fermentasi Tepung Jagung Dan Penggunaannya Dalam Pakan Ikan Mas Cyprinus carpio. Di Dalam:

Bioteknologi Akuakulture III; IPB ICC, Bogor, 07 Oktober 2010. Bogor : Departemen Budidaya Perairan FPIK, IPB dan Direktorat Program Diploma, IPB. P:54

Supriyati, T.P., Hamid, H., Sunurat, A. 1998. Fermentasi Bukil Inti Sawit Secara Substrat Padat Dengan Menggunakan Aspergillus Niger. Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner Vol. 3 No. 3. Bogor

(41)

Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. JICA textbook the general aquaculture course. Tokyo: Departement of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries Yulfiperius, 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur ikan patin. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Webster, C. D.,and C.E. Lim. 2002. Nutrien Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture. CABI Publishing, New York.

Zakaria, M.W. 2003. Pengaruh Suhu Media Yang Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Nilem (Osteochilus hasselti, C.V.) Hingga Umur 35 Hari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Zonneveld, N, Huisman E. A. Boon, J. H. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 3. Kulit Kakao
Gambar 4. Rhizopus oligosporus
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, penerapan kelas homogen dan heterogen terhadap motivasi belajar tergolong &#34;cukup baik&#34;kelas heterogen mendapati 79% sedangkan

(12) Tembung blater, kulit hang bisò tuku mung laré gedhòngan. Tembung kampung, tembung plastik yò tukuné urunan. Pamilihe tetembungan kang nunggal swara fonem /u/ alofon

Hasil titer antibodi pada perlakuan C yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,25% dan perlakuan E yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,75% meningkat tinggi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanolik 50% herba pegagan terhadap peningkatan prolife rasi sel limfosit pada mencit jalur

Aktivitas pemberian kredit oleh PT BFI Finance juga sudah aman terhadap risiko terjadinya kecurangan dan penipuan, hal tersebut didukung oleh penerapan sistem pengendalian

Dalam proses ini ada beberapa operator yakni operator gendong dimana bertugas sebagai pembawa kacang yang nantinya akan diletakkan di area sortir, lalu ada

Kecacatan yang timbul akibat stroke menyebabkan penderitanya tidak mandiri dalam hal aktivitas sehari-hari, Untuk meminimalkan tingkat ketergantungan penderita stroke

2.9.2 Pengaruh Likuiditas terhadap Efisiensi Pasar Mata Uang Kripto Menurut Greene dan McDowall (2018), likuiditas merupakan probabilitas dari suatu aset yang dapat