• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI AKAR TANAMAN ARA (Ficus racemosa, L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI AKAR TANAMAN ARA (Ficus racemosa, L)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANTIOXIDANT ACTIVITY OF FLAVONOIDS COMPOUND

FROM ROOTBARK OF ARA (Ficus racemosa, L)

B y IRWAN SUDARMANTO

This study was conducted to isolate and identificate flavonoids compound which has antioxidant activity from 105 g rootbarks powder of Ara by ethanol

70% using maceration method for 4 days then fractinated with nonpolar to polar

solvent. Qualitative test by Mg/HCl showed that flavonoids were in chloroform fraction and ethyl acetate fraction. . Separation technique has been conducted in order to find composition of FC and FE by High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) using eluen hexana : ethyl acetate : methanol (6:3:2) for FC and hexana : ethyl acetate : methanol (6:4:4) for FE. Spraying of TLC᾽spots by cythroboric showed that FC consist of 3 flavonoids and FE has 1 flavonoid. Antioxidant assay with DPPH 0.2% indicated that 1 flavonoid in FC has antioxidant activity but only 1 spot of 5 spots showing antioxidant activity in FE was flavonoid. Isolation process has been done to get flavonoid with antioxidant activity from FC using coloum chromatography by same eluen as HPTLC that produce FC1 about 12 mg of yellow chrystale. Purity test

(2)

ABSTRAK

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI

AKAR TANAMAN ARA (Ficus racemosa, L)

Oleh IRWAN SUDARMANTO

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dari kulit akar tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn) menggunakan etanol 70% dengan metode maserasi dan dilanjutkan dengan proses fraksinasi. Uji kualitatif menunjukkan bahwa flavonoid terdapat pada fraksi kloroform (FC) dan etil asetat (FE). Untuk memisahkan kedua fraksi tersebut dari

komponen penyusunnya dilakukan pengembangan pada KLT GF254

dengan eluen terpilih yaitu heksana : etil asetat : metanol (6 : 3 : 2) untuk FC dan heksana : etil asetat : metanol (6 : 4 : 4) untuk FE. Penyemprotan pereaksi sitroborat pada bercak KLT mengindikasikan terdapat 3 jenis flavonoid dalam FC dan 1 jenis dalam FE. Potensi antioksidan yang dipantau secara kualitatif dengan larutan DPPH 0,2 % menunjukkan 1 bercak yang positif antioksidan pada FC adalah flavonoid sedangkan 5 bercak pada FE yang bersifat positif antioksidan hanya 1 yang merupakan flavonoid. Selanjutnya dilakukan isolasi senyawa flavonoid yang bersifat antioksidan terhadap FC menggunakan kromatografi kolom yang menghasilkan 12 mg kristal kuning yang setelah dikarakterisasi menggunakan spektroskopi UV menunjukkan peak pada 255 nm dan 370 nm dan dengan spektroskopi 1H-NMR menunjukkan bahwa senyawa yang berperan sebagai antioksidan tersebut adalah kuersetin

dengan nilai IC50 yang terukur dengan metode DPPH assay adalah 1,66 ppm.

(3)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI AKAR

TANAMAN ARA (Ficus racemosa, L)

Oleh :

IRWAN SUDARMANTO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA FLAVONOID DARI AKAR

TANAMAN ARA (Ficus racemosa, L)

(Tesis)

Oleh :

IRWAN SUDARMANTO

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

v v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn) dan akar tanaman Ara ... 10

2. Struktur umum senyawa flavonoid... ... 11

3. Alur biosintesis beberapa senyawa flavonoid... ... 12

4. Reaksi peredaman radikal bebas DPPH oleh antioksidan... .... 17

5. Struktur penyusun senyawa flavonoid... ... 23

6. Langkah optimasi mendapatkan pelarut untuk ekstraksi terlihat bahwa ekstrak dengan etanol 70% lebih kental dan warnanya lebih pekat... 33

7. Uji reaksi warna (Mg/HCl) yang menunjukkan positif flavonoid pada A). Fraksi heksana B). Fraksi kloroform (kuning) C). Fraksi etil asetat (coklat kemerahan) D). Fraksi butanol E). Fraksi etil asetat (coklat kemerahan)... 35

8. Kromatogram lapis tipis fraksi kloroform menggunakan silika GF 254, eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 3 : 2). A). Dilihat pada sinar tampak B). Dilihat di bawah sinar UV 254 C). Dilihat di bawah sinar UV 366... 39

9. Kromatogram lapis tipis fraksi etil asetat menggunakan silika GF 254, eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 4 : 4). A). Dilihat pada sinar tampak B). Dilihat di bawah sinar UV 254 dan C). Dilihat di bawah sinar UV 366... 40

(6)

11. Kromatogram lapis tipis fraksi kloroform menggunakan silika GF 254,

eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 3 : 2). A) tanpa perlakuan dengan sitroborat B). Setelah disemprot sitroborat I). Dilihat pada sinar tampak II). Dilihat di bawah UV 254 dan III). Dilihat di bawah UV 366... 43

12. Senyawa hasil kromatografi kolom dari fraksi kloroform dengan eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 3 : 2) A). Disemprot dengan sitroborat B). Tanpa perlakuan dengan sitroborat. I). Dilihat pada sinar tampak II). Dilihat di bawah UV 254 dan III). Dilihat di bawah UV 366... 46

13. Senyawa hasil kromatografi kolom dari fraksi etil asetat dengan eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 4 : 4) A). Disemprot dengan sitroborat B). Tanpa perlakuan dengan sitroborat. I). Dilihat pada sinar tampak II). Dilihat di bawah UV 254 dan III). Dilihat di bawah UV 366... ... 47

14. Senyawa hasil kromatografi kolom dari fraksi kloroform dengan eluen heksana : etil asetat : metanol (6 : 3 : 2)... 52

15. Hasil Uji Kemurnian Senyawa Uji FC1 dengan Plat KLT... 53

16. Spektra UV-VIS senyawa FC1 dengan pelarut metanol... 54

17. Spektra UV-VIS senyawa standar flavonol dan analognya dengan pelarut metanol... 54

18. Posisi proton pada cincin A,B dan C yang akan terdeteksi spektroskopi

1

H-NMR berdasarkan geseran kimianya... 55

19. Spektrum 1H-NMR senyawa FC1 (dalam DMSO)... 57

20. Spektrum 1H- NMR senyawa FC1 (dalam DMSO)... 59

21. Perkiraan struktur senyawa FC1 hasil isolasi...

22. Kromatogram senyawa FC1 (A) dibandingkan dengan standar kuersetin 61

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Proses pembuatan ekstrak uji dari simplisia... 70

2. Proses fraksinasi flavonoid... 71

3. Alur identifikasi struktur dan uji antioksidan senyawa flavonoid... 72

4. Proses penyiapan sampel... 73

5. Proses maserasi sampel uji... 73

6. Fraksi yang diperoleh dari proses partisi dengan corong pisah... 74

7. Proses kromatografi kolom pada fraksi kloroform, tanda panah menunjukkan senyawa FC1(warna kuning) mulai turun ke bawah... 74

8. Skema pembuatan larutan standar DPPH 50 ppm... 75

9. Hasil optimasi panjang gelombang maksimum larutan DPPH dalam metanol... 75 10. Contoh perhitungan dan pengukuran absorbansi fraksi kloroform + DPPH untuk menghitung IC50... 76

11. Contoh perhitungan dan pengukuran absorbansi fraksi etil asetat + DPPH untuk menghitung IC50... 77

12. Contoh perhitungan dan pengukuran absorbansi Vitamin C + DPPH untuk menghitung IC50... 78

13. Contoh perhitungan dan pengukuran absorbansi standar kuersetin + DPPH untuk menghitung IC50... 79

14. Pembuatan berbagai pereaksi yang digunakan... 80

(8)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penggunaan empiris tanaman Ara untuk tujuan pengobatan.... ... 8

2. Aktivitas farmakologi tanaman Ara yang telah diteliti dan dilaporkan. 9

3. Perbandingan keunggulan HPTLC dibandingkan KLT konvensional.. 21

4. Jenis pereaksi semprot dan flavonoid yang terdeteksi... 22

5. Rentangan serapan spektrum UV -VIS pada flavonoid....'... 24

6. Nilai IC50 dan potensi antioksidannya... 34

7. Hasil pengukuran IC50 fraksi etil asetat menggunakan spektroskopi UV-VIS...

49

8. Hasil pengukuran IC50 fraksi kloroform menggunakan spektroskopi UV-VIS...

50

9. Hasil pengukuran IC50 dari vitamin C dengan spektroskopi UV-VIS... 50

10. Perbandingan hasil spektroskopi 1 H-NMR senyawa uji FC1 dengan senyawa kuersetin referensi dari literatur...

60

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat semoga tercurah selalu kepada

Nabi Muhammmad SAW. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ”Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Dari Akar Tanaman Ara (Ficus racemosa, L)”,sebagai salah satu syarat kelulusan pendidikan Magister Kimia pada Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Ruang lingkup penelitian dalam Tesis berikut adalah kimia organik yang

meliputi aspek ekstraksi, identifikasi dan uji bioaktivitas senyawa uji. Pemilihan

sampel uji didasarkan pada terbatasnya literatur ilmiah tentang penggunaan akar

Ara untuk tujuan pengobatan dan untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati

Indonesia.

Bersama terselesaikannya tesis ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S. selaku pembimbing utama tesis

dan pembimbing akademik atas semua saran, motivasi dan

bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa S2 dan berhasil

(10)

2. Ibu Dr. Noviany, M.Si. selaku pembimbing kedua atas bimbingan

dan sarannya yang sangat bermanfaat mulai dari usul penelitian

hingga selesainya tesis ini.

3. Bapak Dr.Eng Suripto Dwi Yuwono, M.T. sebagai penguji dan

pembahas tesis yang selalu membimbing penulis mulai dari usul

penelitian hingga terselesaikannya tesis ini.

4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.Sc., Ph.D selaku kepala Prodi Pasca

Sarjana Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku kepala Program Pasca

Sarjana, Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA

Universitas Lampung.

7. Teman – teman di laboratorium kimia organik : mbak Mirfat, mas

Jun, mbak Wiwit dan semua adik angkatan yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

8. Segenap dosen, karyawan dan staf Prodi Kimia Fakultas MIPA

Unila.

9. Sahabat – sahabat angkatan 2013/2014 terutama grup kimia organik

: bu Ning, bu Tati, Devi, Reni, Diah dan Viki yang selalu berbagi

keceriaan dan pengalaman.

10. Mas Heri, Mbak Prapti dan segenap keluarga yang selalu membantu

(11)

11. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini.

Dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan yang terjadi. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis

untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat. Amin.

Bandar Lampung, Oktober 2015

Penulis

(12)
(13)

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam

kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu tidak berduka cita

terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang di berikan- Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan

(14)
(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak sulung dari empat bersaudara putra pasangan Bapak Sarana

dan Ibu Sarinah yang dilahirkan di Yogyakarta pada 21 Juni 1979.

Pendidikan formal dimulai pada tahun 1985 saat masuk Sekolah Dasar (SD) di SDN

Ciruas III. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Ciruas pada tahun 1991 dan

Sekolah Menengah Umum (SMU) 1 Serang pada tahun 1994. Pada tahun 1997, penulis

terdaftar sebagai mahasiswa fakultas farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui jalur

UMPTN dan lulus pada tahun 2002, selanjutnya menyelesaikan profesi farmasis di tempat

yang sama pada tahun 2003.

Pengalaman kerja diperoleh saat menjadi mahasiswa ketika menjadi supervisor di

CV. Calista Natural Laboratoris yang menangani produksi jamu dan sediaan simplisia untuk

obat pada tahun 2002-2003. Selanjutnya menangani PT. Tunas Lestari Nusantara

(Yogyakarta) sebagai manajer produksi dan kultivasi tanaman holtikultura untuk sediaan obat

tradisional pada tahun 2003. Pada tahun 2004-2005 menjadi manajer produksi di PT. Muji

Prasojo (Surabaya) yang bergerak di bidang Agribisnis. Pada tahun 2006 menetap di

Lampung dan bekerja sebagai penanggung jawab distribusi obat dan alat kesehatan di

PT. Kimia Farma,Tbk. Di sela kegiatan, penulis bekerja sebagai praktisi pada apotik dan

(16)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...………...….. iv

DAFTAR GAMBAR.………...………..…... v

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian... 5

C. Rumusan Masalah... 6

D. Batasan Masalah... 6

E. Hipotesis... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Ficus racemosa, L... 7

1. Taksonomi... 7

2. Habitat dan Morfologi... 7

3. Efek Farmakologi... 8

4. Akar Tanaman Ara... 10

B. Flavonoid... 10

1. Pengertian Umum... 10

2. Efek Farmakologi... 12

C. Radikal Bebas... 13

1. Pengertian Umum... 13

2. Senyawa Penangkap Radikal Bebas/Antioksidan... 15

(17)

ii

D. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid... 17

1. Aspek Umum... 17

2. Isolasi Senyawa Flavonoid... 18

3. Pemisahan Senyawa dengan KLT... 19

a. Prinsip Kerja KLT... 19

b. High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC)... 20

4. Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Kolom... 21

E. Identifikasi Senyawa Flavonoid... 22

1. Pereaksi Semprot... 22

2. Spektroskopi UV-VIS... 23

F. Penentuan Struktur... 24

1. Spektroskopi Infra Merah... 24

2. Spektroskopi NMR... 25

a. Spektroskopi 13C-NMR... 25

b. Spektroskopi 1H-NMR... 26

3. Spektroskopi Massa... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN... 27

A. Sampel Uji Penelitian... 27

B. Bahan ... 27

C. Peralatan... 27

D. Waktu Dan Tempat Penelitian... 28

E. Cara Kerja... 28

1. Uji Pendahuluan... 28

2. Ekstraksi Senyawa Flavonoid…... 29

a. Uji Kualitatif Flavonoid... 30

b. Uji Total Flavonoid ... …… 30

(18)

4. Kromatografi Kolom... 32

5. Penentuan Struktur Flavonoid... 32

6. Uji Aktivitas Antioksidan... 33

a. Uji Kualitatif... 33

b. Uji Potensi Antioksidan (IC50)... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

A. Maserasi Sampel Uji... 35

B. Pemilihan Eluen... 37

C. Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak... 40

1. Kualitatif... 40

2. Uji Kuantitatif... 44

D. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak... 44

1. Uji Kualitatif... 44

2. Uji Kuantitatif... 48

E. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa FC1... 51

1. Isolasi... 51

2. Identifikasi Senyawa FC1... 53

a. Uji Kemurnian... 53

b. Spektroskopi UV…... 53

c. Spektroskopi 1 H-NMR... 55

d. Uji KLT Senyawa FC1... 61

F. Uji Aktivitas Antioksidan... 61

V. SIMPULAN DAN SARAN... 63

A. Simpulan... 63

B. Saran... 63

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya untuk menginventarisasi kandungan aktif dari tanaman terus

menerus dilakukan dan menjadi perhatian khusus para peneliti. Kandungan aktif

dimaksud biasa disebut sebagai metabolit sekunder yaitu zat non esensial dalam

organisme yang diperlukan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti untuk pertahanan

terhadap jamur, mikroba, sinar UV atau fungsi lain seperti untuk menarik mangsa

dan untuk tujuan penyerbukan. Metabolit sekunder dibedakan berdasarkan sifat

kimia, struktur maupun asal-usul biogenesisnya.

Salah satu metabolit sekunder yang sangat intensif diteliti adalah flavonoid,

yaitu senyawa polifenol yang memiliki berat molekul rendah dengan struktur

umum berupa benzena pirena yang diklasifikasikan dalam flavon, flavonol,

flavanon, isoflavon, antosianin dan katekin (Cook et al., 1996). Bagi tanaman,

flavonoid berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan mikroba, panas, sinar

UV dan keadaan ekstrim lainnya (Dicosmo, 1984). Flavonoid juga penting untuk

menarik serangga dan organisme lain yang penting dalam proses penyerbukan dan

(20)

2

Perkembangan selanjutnya menjadi lebih menarik karena ternyata senyawa

ini memiliki aktivitas farmakologi yang berguna bagi manusia. Penelitian tentang

senyawa-senyawa flavonoid menjadi sangat penting dan urgen dalam rangka

mencari senyawa baru yang memiliki potensi kuat sebagai anti bakteri, anti virus,

antioksidan, anti diabetes, anti radang, anti kanker dan anti hiperlipidemia

(Neldawati et al., 2013; Nakamura et al., 2003).

Salah satu aktivitas biologi flavonoid yang sangat penting adalah

kemampuannya sebagai antioksidan karena dapat menghambat proses oksidatif

yang merusak jaringan hidup dan mengganggu kesetimbangan homeostasis dalam

tubuh mahluk hidup, terutama manusia. (Dreosti, 2002; Sathishkumar et al., 2008).

Hampir semua penyakit degeneratif diawali dengan adanya gangguan yang dipicu

oleh kehadiran spesies radikal bebas.

Keadaan menjadi semakin buruk karena keberadaan radikal bebas makin

bertambah, baik dalam besaran maupun sebarannya. Banyak aktivitas manusia

yang menghasilkan spesies radikal bebas seperti transportasi dan industri, belum

lagi pola hidup dan pola makan manusia saat ini yang tidak diimbangi dengan

gaya hidup sehat. Dalam laporan yang diterbitkan WHO pada tahun 2012 ada 4

jenis penyakit yang saat ini menjadi pembunuh terbesar manusia yaitu diabetes,

stroke, penyakit jantung dan kanker dimana keempatnya termasuk dalam penyakit

(21)

3

Salah satu tanaman yang menjadi sumber flavonoid adalah genus Ficus

yang memiliki 750 – 800 spesies di seluruh dunia (Jander et al., 2008; Baby, J et

al., 2011). Di negara-negara Timur tengah, spesies Ficus yang biasa dikonsumsi

adalah Ficus carica, Linn yang terbukti memiliki kandungan flavonoid tinggi

terutama pada bagian buahnya (Solomon et al., 2006) dan ini pula yang menjadi

jawaban mengapa penduduk di negara-negara tersebut relatif sehat walaupun

kebiasaan mereka adalah mengkonsumsi daging panggang yang banyak

mengandung radikal bebas dan iklim yang relatif ekstrem (Vinson, 1999).

Adapun spesies Ficus yang tumbuh alami di Indonesia adalah Ficus

racemosa, Linn yang biasa dikenal sebagai Loa atau Ara. Pemanfaatan spesies ini

di negara kita masih sangat terbatas dan umumnya hanya digunakan sebagai

anakan bonsai. Sedangkan penelitian ilmiah masih sebatas pada pemanfaatan

buahnya seperti yang dilakukan oleh Netty et al. (2009) yang meneliti kandungan

nutrisi buah ini dan Trinil et al. (2013) yang memanfaatkan buah ini sebagai agen

preservasi untuk motilitas spermatozoa kambing.

Di negara-negara semenanjung India, Ficus racemosa, Linn merupakan

tanaman yang sangat umum dipakai untuk keperluan pengobatan dan menjadi

ikon dalam indeks pengobatan India sejak zaman pra sejarah (Paarakh, 2009),

sehingga penelitian ilmiah pada spesies tanaman ini sangat masif terutama uji

(22)

4

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan flavonoid

dalam bagian akar tanaman ini. Ada beberapa alasan mengapa akar menjadi fokus

penelitian. Pertama, menurut Dicosmo (1984) pembentukan flavonoid terjadi di

dalam bagian tanaman ini yang diperkuat dengan penelitian Srivastava (2013)

yang menunjukkan konsentrasi flavonoid pada berbagai varietas banyak terdapat

pada bagian ini. Kedua, penelitian ilmiah pada bagian akar ini masih relatif sedikit

bahkan di India sekalipun. Penelitian yang pernah dilakukan adalah uji anti

mikroba oleh Goyal (2013) sedangkan skrining kandungan aktif yang telah

dipublikasikan Krishna et al. (2011) menunjukkan bahwa bagian akar ini

mengandung flavonoid namun belum diidentifikasi jenis dan strukturnya.

Menurut Dicosmo (1984) perbedaan habitat suatu spesies dapat

mengakibatkan perbedaan pada kandungan metabolit sekunder (flavonoid) baik

distribusi, jumlah maupun jenisnya. Hal tersebut juga telah dibuktikan, salah

satunya oleh Oguzhan (2011) yang meneliti kandungan buah Ficus di Turki

dengan melibatkan 76 buah dari tempat yang berbeda yang menunjukkan adanya

kecenderungan perbedaan kandungan zat aktif yang terbentuk.

Secara umum, masalah yang sering timbul dalam penelitian untuk

memperoleh senyawa-senyawa aktif dari alam adalah bagaimana menetapkan

prosedur isolasi yang tepat, cara identifikasi yang cepat dan uji bioaktifitas yang

representatif. Dalam kaitannya dengan senyawa flavonoid yang harus diketahui

(23)

5

terhadap pengaruh luar seperti cahaya, oksidasi, panas dan bahan kimia (Kitao et

al., 1994). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi dan uji pendahuluan sebelum

penelitian utama dilakukan.

Penentuan struktur senyawa flavonoid menurut Mabry et al. dilakukan

menggunakan spektroskopi UV-VIS, IR dan 1H-NMR. Selanjutnya senyawa

flavonoid yang diperoleh tersebut diuji potensi antioksidannya menggunakan

metode DPPH assay yaitu metode yang dapat mengukur kemampuan suatu senyawa untuk bereaksi dengan radikal bebas dari 2,2 difenil- 1- pikrilhidrazil

(DPPH). Parameter yang diperolah berupa IC50, yaitu konsentrasi flavonoid yang

diperlukan untuk menginaktivasi DPPH sebesar 50%. Metode ini valid untuk

mengukur kemampuan antioksidan senyawa-senyawa dari alam (Kumar et al.,

2013).

B. Tujuan Penelitian

1. Memberikan informasi tentang jenis senyawa flavonoid yang terdapat

dalam akar tanaman Ara.

2. Memberikan alternatif dalam penggunaan senyawa flavonoid sebagai anti

(24)

6

C. Rumusan Masalah

Menentukan apakah akar tanaman Ara yang ada di Indonesia (Tanggamus)

mengandung senyawa-senyawa flavonoid dan apakah senyawa tersebut memiliki

efek antioksidan.

D. Batasan Masalah

1. Penelitian dilakukan pada bagian akar tanaman Ara.

2. Penelitian hanya menguji senyawa-senyawa flavonoid.

3. Bioaktivitas senyawa uji difokuskan pada efek antioksidan.

E. Hipotesis

Akar tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn) mengandung senyawa flavonoid

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ficus racemosa, Linn 1. Taksonomi

Berikut adalah taksonomi tanaman Ara (Shikhsarthi et al., 2011).

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionata

Superdivisi : Spermathophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Hamamelididae

Ordo : Urticales

FamilI : Moraceae

Genus

Spesies

: Ficus

: Ficus racemosa, Linn atau Ficus

glomerata, Roxb

2. Habitat dan Morfologi

Ficus racemosa, Linn termasuk dalam genus ficus yang terdiri dari 750-800

spesies yang memiliki manfaat medis dan telah digunakan secara empiris untuk

pengobatan berbagai penyakit (Shiksharti et al., 2011). Tanaman ini merupakan

(26)

8

Biasanya tumbuh di hutan tropis dan dekat dengan air (Joseph et al., 2011).

Habitat terbaik pada ketinggian sekitar 1200 m di atas permukaan laut. Tinggi

tanaman dapat mencapai 12 m (Paarakh, 2009).

3. Efek Farmakologi

Dalam sistem pengobatan tradisional India, semua bagian tanaman ini dapat

digunakan sebagai obat (Shikhsarthi et al., 2011). Beberapa kegunaan empiris

yang pernah dilaporkan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan empiris tanaman Ara untuk tujuan pengobatan

Tujuan Pengobatan Referensi

1.Lepra, diare, menorhagi, gangguan pernapasan dan sirkulasi darah

2.Anti kanker dan untuk pengobatan scabies, myalgia, epididimitis, haemoptysis dan gangguan kesuburan

3.Gangguan ginekologi, penyakit kulit, disentri, gonorrhoae, leucorrhoae, mennorrhagie, galactogogue, asma, diabetes dan untuk tujuan aborsi

4.Edema, parotitis, vaginal disorders, aprodisiak, analgesik pada sakit gigi, anti infeksi dan untuk penyembuhan luka

5.Bronkitis, astringent, pengobatan abses dan anti infeksi pada mulut

(27)

9

Uji farmakologis tanaman Ara yang pernah diteliti dan dilaporkan adalah

seperti ditunjukkan Tabel 2.

Tabel 2. Aktivitas farmakologi tanaman Ara yang telah diteliti dan dilaporkan

(28)

10

4. Akar Tanaman Ara

Akar tanaman Ara berwarna kecoklatan, panjang dan memiliki rasa dan bau

yang khas. Bentuknya relatif tak beraturan seperti terlihat pada Gambar 1. Menurut Krishna et al. (2011), akar mengandung glikosida, flavonoid dan

senyawa fenolik lain.

Gambar 1. Tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn) dan akar tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn)

B. Flavonoid

1. Pengertian Umum

Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari

flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang paling banyak jumlah dan

sebarannya. Senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2 fenil kromon. Struktur

senyawa ini memiliki kerangka C6-C3-C6. Pengelompokan golongan flavonoid

didasarkan pada pola substitusi pada kedua cincin aromatik dan pola yang berbeda

pada C3 menjadi flavon, flavonol, flavanon, antosianidin, katekin dan kalkon.

(29)

11

flavon flavonol flavonon dihidroflavonol

isoflavon katekin antosianin kalkon

Gambar 2. Struktur umum senyawa flavonoid

Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling banyak jumlahnya

yaitu sekitar 5-10% total metabolit sekunder. Senyawa ini terdapat dalam tanaman

terutama yang berpembuluh (kecuali alga). Diperkirakan 2% dari karbon yang

difotosintesis tumbuhan akan menjadi flavonoid dengan struktur dan fungsi yang

berbeda. Flavonoid terdapat dalam semua bagian tanaman seperti buah, biji, akar,

batang, kayu batang, daun dan bunga (Markham, 1998).

Di alam, keberadaan flavonoid umumnya tidak tunggal karena adanya

pengaruh air, panas matahari dan enzim maka strukturnya cepat berubah bentuk

dan seringkali terdapat pada suatu kesetimbangan. Hal ini bisa kita pahami bila

(30)

12

Gambar 3. Alur biosintesis beberapa senyawa flavonoid (Mabry et al., 1970)

2. Efek Farmakologi

Flavonoid memiliki aktivitas biologi seperti sebagai anti bakteri, anti

kolesterol, anti hiperlipidemia, anti virus, anti diabetes, anti radang, anti kanker

(Neldawati et al., 2013; Nakamura et al., 2003). Flavonoid juga dapat berlaku

sebagai antioksidan karena sifatnya sebagai akseptor yang baik terhadap radikal

bebas, yaitu suatu spesies yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan

dalam orbitalnya seperti hidroksi radikal dan superoksida yang biasa disebut

(31)

13

Efek antioksidan senyawa flavonoid disebabkan oleh adanya penangkapan

radikal bebas melalui donor proton hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid (Amic

et al., 2003). Aktivitas antioksidan pada flavonoid terutama dipengaruhi

substitusi gugus hidroksi pada posisi orto dan para terhadap gugus OH dan OR

(Pratiwi, 2006).

C. Radikal bebas 1. Pengertian Umum

Secara terminologi, pengertian oksidan dan radikal bebas seringkali dianggap

sama. Aktivitas keduanya menghasilkan akibat yang serupa walaupun prosesnya

berbeda. Namun secara kimia, keduanya adalah berbeda karena istilah oksidan

dimaksudkan untuk spesies kimia yang bisa menerima elektron, yaitu senyawa

yang dapat menarik elektron seperti halnya Fe3+ yang dapat menarik elektron

sehingga menjadi Fe2+ sedangkan radikal bebas adalah suatu bahan kimia baik

berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada

lapisan luarnya (Droge, 2002).

Pada proses metabolisme normal, tubuh memproduksi radikal bebas. Atom

atau molekul dengan elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan

tenaga dan beberapa fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk membunuh virus

(32)

14

Namun karena mempunyai tenaga yang sangat tinggi dan kecenderungan

untuk berikatan dengan elektron dari substrat lain, zat ini akan merusak jaringan

normal terutama jika jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas dapat mengganggu

produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi pembuluh darah,

dan produksi prostaglandin (Droge, 2002).

Radikal bebas juga dijumpai pada lingkungan, beberapa logam (misalnya

besi dan tembaga), asap rokok, polusi udara, obat, bahan beracun, makanan dalam

kemasan, bahan aditif dan sinar ultraviolet dari matahari maupun radiasi.

Radikal bebas dapat terbentuk in vivo dan in vitro dengan cara :

a. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik. Proses ini jarang terjadi

pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar

ultraviolet, panas dan radiasi ion.

b. Kehilangan satu elektron dari molekul normal.

c. Penambahan elektron pada molekul normal.

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen

yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk

oksigen triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-), radikal

hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksi nitrit (ONOO-), asam hipoklorit

(HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoksi (LO-), dan radikal peroksil

(LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCl3-) yang berasal dari oksidasi

(33)

15

Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-).

Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada

oksidasi glutation menjadi radikal tiol (R-S-), radikal yang mengandung nitrogen

juga ditemukan seperti radikal fenildiazin (Araujo et al., 1998).

ROS dapat menginduksi kerusakan oksidatif berbagai makromolekul seperti

asam lemak tak jenuh dalam membran sel, karbohidrat, protein dan DNA yang

mengganggu kesetimbangan homeostasis. Radikal bebas dapat menyebabkan

berbagai penyakit di antaranya arterosklerosis, diabetes, alzheimer, parkinson dan

penurunan kekebalan tubuh (Amic et al., 2003).

2. Senyawa Penangkap Radikal Bebas/Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menginaktifkan radikal

bebas yang dihasilkan oleh berbagai proses normal tubuh, radiasi matahari, asap

rokok, asap kendaraan bermotor dan faktor-faktor lain (Osawa et al., 1992).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi 3 yaitu antioksidan

primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah

pembentukan senyawa radikal bebas yang terbentuk menjadi molekul yang kurang

aktif, termasuk di dalamnya adalah sistem antioksidan tubuh. Antioksidan

sekunder bekerja dengan cara mendonorkan proton pada spesies radikal bebas

sehingga terbentuk senyawa yang bersifat netral yang umumnya merupakan

(34)

16

Sedangkan antioksidan tersier bekerja dengan cara memperbaiki kerusakan

yang ditimbulkan oleh radikal bebas.

Sejatinya, tubuh mempunyai mekanisme sendiri dalam upaya mereduksi

efek berbahaya dari radikal bebas (oksidan) yang terbentuk karena proses

fisiologis, namun karena faktor tertentu seperti penurunan fungsi organ penghasil

antioksidan endogen, malnutrisi dan usia maka mutlak diperlukan antioksidan dari

luar (eksogen). Antioksidan endogen misalnya enzim superoksida, katalase dan

glutation peroksidase sedangkan antioksidan eksogen seperti vitamin A, vitamin E,

betakaroten dan flavonoid.

3. Pengukuran Potensi Suatu Antioksidan

Potensi antioksidan dapat diukur dengan berbagai metode. Salah satu

metode yang tepat dan valid untuk menetapkan aktivitas antioksidan senyawa-

senyawa alam adalah dengan DPPH assay (Kumar et al., 2013). Parameter yang

diperoleh adalah IC50, yaitu banyaknya konsentrasi senyawa flavonoid yang

diperlukan untuk menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50 %

(Molyneux, 2004; Mosquera et al., 2007) dengan ketentuan makin kecil nilai IC50

yang diperoleh maka efektifitas antioksidannya makin tinggi. Untuk kontrol

positif, digunakan asam askorbat atau senyawa antioksidan lain. Mekanisme

penangkapan radikal bebas (DPPH) oleh suatu senyawa uji ditandai oleh adanya

perubahan warna larutan DPPH karena proses reduksi dari ungu menjadi kuning

(35)

17

ungu kuning

Antioksidan

Gambar 4. Reaksi peredaman radikal bebas DPPH oleh antioksidan (Molyneux, 2004)

D. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid 1. Aspek Umum

Isolasi merupakan proses untuk memisahkan senyawa aktif dari komponen

lain yang tidak diinginkan. Istilah isolasi ini kemudian berkembang menjadi

ekstraksi yaitu metode untuk menarik komponen aktif dari suatu bahan

berdasarkan prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut yang

dimulai dari lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut

(Harborne, 1987).

Untuk ekstraksi bahan alam, tidak ada metode yang benar-benar baku dan

bisa diterapkan untuk semua kasus, karena banyak variabel yang berpengaruh

(36)

18

Oleh karena itu, harus ada modifikasi pada metode yang digunakan dan

standarisasi pada bahan yang akan diekstraksi. Menurut Satishkumar et al. (2008),

faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi senyawa flavonoid adalah waktu

ekstraksi, suhu, jenis dan komposisi pelarut serta perbandingan pelarut terhadap

bahan yang akan diekstraksi.

2. Isolasi Senyawa Flavonoid

Metode ekstraksi untuk senyawa flavonoid yang sederhana namun

memberikan hasil yang baik adalah maserasi (Turkmen et al., 2006), yaitu dengan

melakukan perendaman bahan lalu dilanjutkan dengan pemisahan menggunakan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Metode ini walaupun sederhana namun dapat

diandalkan dan dapat memberikan hasil yang sepadan dibandingkan metode lain

yang lebih rumit (Yaxin et al., 2005; Svetlana et al., 2013).

Metode maserasi cocok untuk mengekstraksi senyawa flavonoid mengingat

karakteristiknya yang cenderung mudah teroksidasi dan tidak tahan panas bila

dilakukan dengan metode lain seperti refluks dan destilasi. Prinsip metode ini

adalah adanya perbedaan gradien tekanan antara bagian dalam sel dan luar sel

sehingga akan terjadi pembengkakan dan pemecahan membran serta dinding sel

sehingga akan terjadi difusi bahan aktif yang akan masuk/tertarik kedalam sistem

pelarut yang digunakan. Proses ini biasanya berlangsung antara 1- 3 hari bahkan

dalam Farmakope disebutkan bahwa proses maserasi bisa berlangsung sampai 10

(37)

19

3. Pemisahan Senyawa Dengan KLT a. Prinsip Kerja KLT

Pemisahan bahan aktif dilakukan dengan 2 tahap, yaitu skrining fitokimia

melalui fraksinasi dan dilanjutkan dengan pemisahan untuk tujuan pemurnian.

Fraksinasi merupakan proses yang didasarkan pada adanya perbedaan kelarutan

bahan uji terhadap pelarut yang digunakan.

Tahap fraksinasi diawali dengan pelarut non polar lalu dilanjutkan secara

bertahap dengan pelarut yang lebih polar (Harborne, 1987). Jenis pelarut dipilih

berdasarkan sifat bahan aktif yang akan diisolasi. Untuk senyawa flavonoid,

fraksinasi diawali dengan heksana dan diakhiri dengan pelarut polar. Metode

pemisahan yang umum digunakan untuk bahan alam di antaranya adalah

kromatografi seperti kromatografi kertas, kromatografi kolom, kromatografi cair

kinerja tinggi dan kromatografi gas. Tiap metode memiliki kelemahan dan

kelebihan masing-masing dan tidak ada metode yang diklaim paling baik.

Secara umum, untuk senyawa-senyawa yang berada pada rentang polar

sampai semi polar (seperti senyawa flavonoid), KLT cocok digunakan dan

efektifitas pemisahan diperoleh dengan melakukan penetapan komposisi fase

gerak sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil pemisahan yang sempurna

(38)

20

Prinsip KLT adalah adanya interaksi senyawa uji terhadap fase diam

(adsorben) atau terhadap fase gerak (eluen) yang digunakan. Fase diamnya terikat

pada suatu lempeng kaca, plastik atau aluminium. Bahannya berupa alumina,

selulosa, diatomae atau silika (SiO2). Jenis yang paling banyak digunakan adalah

silika gel. Senyawa uji akan naik mengikuti fase gerak sesuai dengan kemampuan

interaksinya terhadap adsorben. Makin kuat interaksinya, maka dia akan sedikit

bergerak (berinteraksi kuat dengan adsorben) sehingga memiliki jarak rambat

yang rendah. Sebaliknya, jika senyawa uji memiliki interaksi yang lebih besar

dengan fase gerak maka dia akan mempunyai jarak rambat yang lebih jauh.

Pemilihan pelarut sebagai fase gerak merupakan faktor penentu berhasil

tidaknya suatu matriks campuran dapat dipisahkan dari komponen penyusunnya

dengan sempurna (Sastrohamidjojo, 1991). Data kualitatif yang diperoleh dari

KLT adalah Rf (Retardation factor), yaitu :

Rf = jarak rambat senyawa Jarak perambatan

Suatu senyawa uji dianggap identik bila memiliki harga Rf yang sama/mirip

dengan harga Rf suatu senyawa standar pada perlakuan yang sama.

b. High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC)

Untuk meningkatkan kapasitas dan selektifitas KLT maka dikembangkan

fase diam KLT dengan ukuran partikel yang sangat kecil dan diintegrasikan

dengan penotol otomatis, chamber otomatis dan perangkat visualisasi yang

(39)

21

Tujuan utamanya adalah meningkatkan separasi bercak senyawa sehingga

pola kromatogram yang terbentuk dapat digunakan sebagai sidik jari bagi suatu

matriks senyawa uji. Penggunaan HPTLC kini makin banyak digunakan karena

prosesnya cepat dan limit deteksinya tinggi. Keunggulan HPTLC dibandingkan

dengan KLT konvensional dirangkum dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan keunggulan HPTLC dibandingkan KLT konvensional (Wagner et al., 1996).

4. Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Kolom

Prinsip utama kromatografi kolom hampir sama dengan KLT, perbedaan

terletak pada jumlah fase diam dan fase gerak yang digunakan. Pada kromatografi

kolom fase diam yang dipakai tergantung pada panjang dan besar kolom yang

digunakan, begitu juga fase geraknya tergantung pada jumlah senyawa yang akan

(40)

22

Oleh karena itu kromatografi kolom efektif untuk tujuan kuantitatif artinya

dapat digunakan untuk isolasi senyawa dalam jumlah besar.

E. Identifikasi Senyawa Flavonoid 1. Pereaksi Semprot

Identifikasi awal senyawa golongan flavonoid dapat dilakukan dengan

berbagai cara di antaranya adalah menggunakan pereaksi semprot pada lempeng

KLT seperti terlihat pada Tabel 4 berikut (Harborne, 1987).

Tabel 4. Jenis pereaksi semprot dan flavonoid yang terdeteksi (Harborne, 1987)

(41)

23

2. Spektroskopi UV -VIS

Cara lain yang dipakai untuk identifikasi senyawa flavonoid adalah

menggunakan spektroskopi UV-VIS yang saat ini umum digunakan karena

sifatnya yang tidak destruktif. Prinsip utama metode ini adalah mendeteksi

adanya serapan gelombang UV-VIS pada cincin aromatis terkonjugasi dari

struktur flavonoid yang menyebabkan pita pada dua daerah yang berbeda yaitu

300-560 nm (pita I) dan 230-295 nm (pita II). Hal ini tejadi karena struktur umum

flavonoid terdiri dari dua kerangka gugus kromofor yaitu cincin benzoil (pita II)

dan cincin sinamoil (pita I) seperti terlihat pada Gambar 5.

5 '

6 ' 4 '

8

O 1 ' 3 ' 1

7

2 2 '

6 3

5 4

O

O

O

PITA II (240 -280 nm) Kromofor Benzoil

PITA I (300 -550 nm) Kromofor Sinamoil

(42)

24

Adapun interpretasi dari panjang gelombang UV -VIS yang terdeteksi akan

terlihat seperti pada Tabel 5 (Markham, 1998).

Tabel 5. Rentangan serapan spektrum UV -VIS pada flavonoid (Markham, 1998)

Pita II Pita II Jenis flavonoid

Penentuan struktur flavonoid secara umum dapat ditentukan dengan

menginterpretasi spektrum dari spektroskopi IR, MS, 1H-NMR dan 13C-NMR

yang diolah sedemikian rupa hingga diperoleh struktur yang sebenarnya dan

dapat ditentukan jenis dan golongannya. Berikut jenis spektroskopi yang dapat

digunakan untuk menentukan struktur suatu flavonoid.

1. Spektroskopi Infra Merah (IR)

Prinsip dari spektroskopi ini didasarkan pada adanya vibrasi atom pada

suatu molekul. Vibrasi terjadi pada ikatan antar atom berupa uluran, bengkokan

dan guntingan yang terjadi karena adanya interaksi dengan gelombang infra

(43)

25

Frekuensi vibrasi ini khas dan spesifik untuk tiap ikatan atom dan sesuai

dengan panjang gelombang IR yang diserap. Panjang gelombang IR berada pada

rentang 625cm-1- 4000cm-1.

Area pada 625cm-1 -1300cm-1 merupakan sidik jari (finger print) dari setiap

senyawa dan menunjukkan kekhasan yang tinggi (Sastrohamidjojo, 1991).

Spektroskopi IR terutama digunakan untuk mengetahui gugus-gugus fungsional

suatu senyawa (Silverstein, 1991).

2. Spektroskopi NMR

Interpretasi dari NMR akan menghasilkan kerangka utama suatu senyawa.

Tantangan menggunakan spektroskopi ini adalah karakteristiknya yang

memerlukan bahan yang cukup banyak yaitu antara 5-50 mg, sehingga cukup

menyulitkan untuk isolat bahan aktif yang berada pada kisaran g

(Sastrohamidjojo, 1991; Silverstein, 1991).

a. Spektroskopi 13 C-NMR

Spektroskopi 13 C-NMR dapat memberikan informasi tentang posisi dan

jumlah atom karbon (C) dalam suatu molekul. Hal tersebut diperoleh dengan

mengolah data tentang pergeseran kimia (), nilai integral dan pola splitting dari

(44)

26

b. Spektroskopi 1 H-NMR

Jenis spektroskopi ini dapat mengungkapkan keberadaan proton (H) baik

posisi relatif terhadap proton sekitar dan jumlahnya dalam suatu molekul.

Informasi tersebut merupakan interpretasi dari pola splitting, coupling, nilai

integral spin dan pergeseran kimia yang terjadi (Silverstein, 1991).

3. Spektroskopi Massa

Spektroskopi jenis ini akan memberikan gambaran umum suatu molekul.

Data yang diperoleh berupa fragmentasi hasil penembakan molekul oleh elektron

(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu :

A. Sampel Uji Penelitian

Tanaman Ara diperoleh dari daerah Tanggamus yang diambil pada bulan

Agustus 2014 berupa akar keras yang terdapat di dalam tanah. Diambil 5 kg lalu

dikeringkan dengan diangin-anginkan dan terlindung dari cahaya matahari secara

langsung selanjutnya dipisahkan kulit dari bagian batang dan digiling menjadi

serbuk kemudian diayak dengan ukuran ayakan 65 mesh.

B. Bahan Penelitian

Aquades, heksana, kloroform, etil asetat, butanol, metanol, etanol 70%,

serbuk magnesium, serbuk DPPH, serbuk Natrium asetat anhidrat, serbuk AlCl3,

pereaksi sitroborat, serbuk silika, plat KLT GF254 dan DMSO.

C. Peralatan

Timbangan, oven, seperangkat alat gelas, lampu UV, spektroskopi UV -VIS,

spektrofotometer 1H-NMR, corong pisah, rotary evaporator, mikropipet dan

(46)

28

D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di :

1. Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA, Universitas Lampung.

2. Laboratorium Teranokoko, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di

Bandar Lampung untuk pengujian HPTLC.

3. Laboratorium Kimia Analitik Universitas Malahayati di Bandar

Lampung untuk uji aktivitas antioksidan.

4. Pengujian 1 H-NMR di Laboratorium Kimia Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2015.

E. Cara Kerja

Isolasi senyawa flavonoid dilakukan dengan metode maserasi dilanjutkan

dengan KLT. Jenis KLT yang digunakan adalah KLT GF254 yang telah diaktivasi

dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100oC (Sastrohamidjojo, 1991).

1. Uji Pendahuluan

Sejumlah 1,0 g serbuk bahan ditambah 100 mL air panas (80oC), aduk dan

didiamkan selama 5 menit dan saring. Filtrat digunakan sebagai larutan uji.

Ditambahkan 5 mg serbuk magnesium dalam 5 mL larutan uji, 1 mL asam klorida

(47)

29

Terbentuknya warna kuning hingga merah jingga pada lapisan amil alkohol

menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Harborne et al., 1987).

2. Ekstraksi Senyawa Flavonoid

Sejumlah 105 g serbuk kering akar tanaman Ara diekstraksi secara maserasi

menggunakan heksana sampai diperoleh filtrat jernih. Ampas dikeringkan

kemudian diekstraksi dengan etanol 70% berkali-kali hingga diperoleh filtrat jenih.

Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap vakum putar sehingga

diperoleh ekstrak kental (Adam et al., 2002; Fan et al., 2006). Selanjutnya yang

digunakan untuk penelitian adalah ekstrak etanol. Bagan isolasi simplisia tersebut

seperti terlihat pada Lampiran 1.

Ekstrak etanol pekat kemudian diekstraksi dengan heksana lalu dikumpulkan

dan dipekatkan sehingga diperoleh ekstrak kental heksana (Fraksi A). Fraksi air kemudian diekstraksi dengan kloroform selanjutnya dikumpulkan dan dipekatkan

hingga diperoleh fraksi kloroform pekat (Fraksi B). Fraksi air diekstraksi kembali dengan etil asetat selanjutnya dikumpulkan dan dipekatkan hingga diperoleh

fraksi kental etil asetat (Fraksi C). Fraksi air diekstraksi kembali menggunakan butanol selanjutnya dikumpulkan dan dipekatkan hingga diperoleh ekstrak butanol

(48)

30

a. Uji Kualitatif Flavonoid

Masing-masing fraksi (A, B, C dan D) diverifikasi kandungan flavonoidnya

dengan mengambil sejumlah 10 mg fraksi kental di atas dan diuji seperti prosedur

pada uji pendahuluan.

b. Uji Total Flavonoid

Uji kuantitatif dilakukan untuk mempertegas keberadaan senyawa flavonoid

dalam fraksi di atas, karena bila hasilnya nol berarti bisa saja hasil positif pada uji

kualitatif di atas bersifat bias/palsu.

Uji kuantitatif dinyatakan sebagai jumlah flavonoid total menggunakan

metode yang diperkenalkan oleh Chang et al. (2002). Metode ini menetapkan

flavonoid sebagai senyawa kuersetin sehingga dalam perlakuannya menggunakan

kuersetin sebagai baku pembanding.

Prosedurnya adalah sebagai berikut : Sebanyak 5 mg kuersetin ditimbang dan

dilarutkan dalam 10 mL metanol sebagai larutan stok (500g/mL) lalu diencerkan

sedemikian rupa sehingga diperoleh konsentrasi larutan 40 – 120 g/mL. Ambil

0,5 mL larutan lalu tambahkan 1,5 mL metanol; 0,1 mL AlCl3 10%; 0,1 mL Na

asetat anhidrat 1M dan 2,8 mL aquades. Inkubasi selama 30 menit lalu ukur

(49)

31

Sampel uji ekstrak kloroform dengan konsentrasi 1000 g/mL dan ekstrak etil

asetat 1000 g/mL dilarutkan dalam metanol. Tambahkan 0,1 mL AlCl3 10 %;

0,1 mL Na asetat anhidrat 1M dan 2,8 mL aquades. Inkubasi selama 30 menit lalu

ukur absorbansinya pada  415 nm.

Kadar flavonoid total dilakukan dengan mengukur absorbansi senyawa uji

lalu diekstrapolasikan menggunakan persamaan regresi linear serangkaian seri

kadar kuersetin standar yang telah diukur absorbansinya sehingga kadar total

flavonoid sampel ditentukan sebagai kadar kuersetin (mg QE/100 g bahan ).

3. Identifikasi Senyawa Flavonoid

Proses KLT dilakukan pada fraksi yang positif mengandung flavonoid

dengan prosedur berikut :

Cairan pengembang : Dilakukan proses optimasi

Jarak rambat : 10 cm

Pengembangan : Menaik

Penotolan : Bentuk garis

Pendeteksi : Sinar UV 254/366

Bercak pada KLT yang terbentuk selanjutnya disemprot dengan pereaksi

sitroborat. Bercak positif flavonoid ditandai dengan warna kuning yang berpendar

(50)

32

4. Kromatografi Kolom

Isolasi dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom gravitasi.

Langkah pertama diawali dengan melakukan impregnasi ekstrak pekat

menggunakan eluen yang akan dipakai berupa penambahan silika gel dengan

komposisi berat ekstrak dan silika gel (1 : 10). Impregnasi dilakukan agar

komponen ekstrak terdistribusi merata dalam silika sehingga proses kromatografi

kolom akan lebih teratur dan terkontrol. Eluen yang digunakan sama dengan

eluen pada proses KLT yang diperoleh dengan cara optimasi. Hasil elusi

ditampung dalam vial – vial berukuran 15 mL dan keberadaan senyawa yang

tereluen dikontrol dengan melakukan penotolan pada plat KLT. Untuk vial yang

memberikan bercak yang sama dapat digabungkan satu sama lain.

5. Penentuan Struktur Flavonoid

Penentuan struktur flavonoid dilakukan dengan menginterpretasi data-data

dari spektroskopi 1H-NMR terhadap senyawa uji yang diperoleh dari

kromatografi kolom. Penentuan struktur difokuskan pada senyawa yang memiliki

indikasi antioksidan yaitu dengan melihat pola kromatogram pada plat KLT yang

(51)

33

6. Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Kualitatif

Sebelum diuji potensi antioksidannya, plat KLT disemprot dengan larutan

DPPH 0,2%. Positif antioksidan ditandai dengan perubahan warna larutan DPPH

pada bercak KLT dari biru menjadi kuning setelah 30 menit.

b. Uji Potensi Antioksidan (IC50)

Potensi antioksidan dilakukan dengan tahap berikut :

i). Pembuatan larutan DPPH

Larutan pereaksi adalah DPPH dalam metanol yang selalu dibuat baru dan

dijaga pada suhu rendah dan terlindung dari cahaya. Larutan DPPH dibuat pada

konsentrasi yang memberi serapan pada angka sekitar 1,0 yaitu pada konsentrasi

50-100 M (Molyneux, 2004).

ii). Pembuatan seri konsentrasi larutan uji

Ditimbang 5 mg senyawa uji lalu dilarutkan dalam metanol sehingga

diperoleh konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Selanjutnya tambahkan DPPH

50 g/mL dengan perbandingan volume yang sama (1:1) pada setiap seri

konsentrasi dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC. Absorbansi diukur

pada  515 - 517 nm tergantung pada  maksimal hasil optimasi. Untuk kontrol

positif digunakan larutan vitamin C dengan kadar 2, 5, 7, 10 dan 50 ppm dan

(52)

34

Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi nilai IC50

dengan cara membuat persamaan garis regresi linear, y = bx + a dengan ketentuan y = daya hambat terhadap DPPH dan x= kadar senyawa uji.

Prosentase daya

hambat dihitung dengan persamaan berikut :

% daya hambat = 1 – Absorbansi senyawa uji /Absorbansi DPPH x 100 %

Nilai IC50 merupakan hasil ekstrapolasi dari persamaan y = bx + a di atas. Nilai ini menggambarkan kadar suatu senyawa yang dapat menonaktifkan

separuh dari kekuatan radikal bebas DPPH. Interpretasi dari IC50 seperti pada

Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Nilai IC50 dan potensi antioksidannya (Molyneux, 2004)

Kriteria Nilai IC50

Sangat kuat < 50 ppm

Kuat 50 – 100 ppm

Sedang 101 – 250 ppm

Lemah 251 – 500 ppm

(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kulit akar tanaman Ara (Ficus racemosa, L) mengandung 3 senyawa flavonoid

(fraksi kloroform) dan 1 senyawa flavonoid (fraksi etil asetat).

2. Aktivitas antioksidan IC50 fraksi kloroform adalah 2,67 ppm sedangkan IC50 fraksi

etil asetat tidak dapat diukur.

3. Senyawa flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan adalah FC1 (dalam fraksi

kloroform) sedangkan dalam fraksi etil asetat adalah senyawa FE.

4. Senyawa FC1 adalah suatu kuersetin dengan IC50 sebesar 1,66 ppm yang

menunjukkan bahwa senyawa ini sangat kuat sebagai antioksidan.

B. Saran

Saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas biologi lain dari senyawa-

senyawa flavonoid pada kulit akar tanaman Ara.

2. Tingginya potensi antioksidan dari fraksi etil asetat memerlukan penelitian lanjutan

(54)

64

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.H., Ramian, O and Wilcok, C.C. 2002. Phytochemical Screening of Flavonoid in Three Hybrids of Napenthes and the Putative Parental Species from Sarawak and Sabah. J.Biol Sci. 2(9): 623-625.

Araujo, V., Arnal, C and Boronat, M. 1998. Oxidant-Anti Oxidant Imbalance in Blood of Children with Juvenile Rheumatoid Arthritis. Bio Factor. 8:55- 59.

Amic, D., Dusanka, D.A., Beslo, D., and Trinastjia. 2003. Structure-Radical Scavenging Activity Relationship of Flavonoid. Croatia.Chem.Acta . 76: 55-61.

Bheemachari, J., Ashok, K., Joshi, N.H., Suresh, D.K. and Gupta, V.R.M. 2007. Anti Diarrhoeal Evaluation of Ficus racemosa, Linn Latex. Acta Pharmaceutica Sciencia. 49: 133-138.

Chandrashekhar, C.H., Latha, K.P., Vagdevi, K.M and Vaidya, V.P. 2008. Anthelmintic Activity of Crude Extract of Ficus racemosa, Linn. Int.J Green Pharm 2: 100-103.

Chang, C.C., Yang, M.H., Wen, H.M and Chern, J.C. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. J Food Drug Anal. 10(3): 178-182.

Cook, N.C and Samman. 1996. Flavonoid: Chemistry, Metabolism, Cardioprotektif Effect and Dietary Sources. Nutritional Biochemistry.J .7: 66-76

(55)

65

Dicosmo, F. and Towers, G.H.N. 1984. Stress and Secondary Metabolism in Culture Plant Cells In Phytochemical Adaption to Stress. Plenum Publishing Co.Toronto. pp 15-50

Dreosti, I.E. 2002. Antioxidant Polyphenol in Tea, Cocoa and Wine. Nutrition. 16: 692-694

Droge, W. 2002 Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev. 82:47-95.

Goyal, P.K. 2013. Antimicrobial Activity of Ethanolic Root Extract of Ficus racemosa, Linn. International Journal of Chem.Tech Research. 4(4): 1765-1769.

Guorong, F., Jinyong, P and Wu, Y. 2006. Preparative Separation and Isolation of Three Flavonoid and Three Phloroglucinol Derivative from Hypericum japonicum, Thumb using High Speed Countercurrent Chromathogrphy by Stepwise Increasing the Flow Rate of the Mobilphase. J liq chrom Tech. 29: 1619-1632.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan ke II. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal 15-50

He, G.X., Ping, X.H., He, C.Q., Hui, R., Yue, W.Z and Lonseny, T. 2005. Optimization of Condition for Supercritical Fluid Extraction of Flavonoid from Hops (Humulus lupulus, L). J.Zheijang Univ.Sci. 6B (10): 999-1004.

Heim, K.E., Tagliaferro, A.R and Bobilya, D.J. 2002. Flavonoid antioxidant : Chemistry, Metabolism and Structure–Activity Relationship. J.Nutr Biochem. 10 : 572-584.

(56)

66 Diabetic Rats. J.Etnopharmacol. 4: 105-108.

Kumar, G.S.S., Seethalakshmi, P.G., Bhuvanesh, N and Kumaresan, S. 2013. Studies on The Synthesis,Structural Characterization,Antimicrobial and DPPH Radical Scavenging Activity of The Co-crystals Caffeine : Cinnamic acid and Caffeine Eosin dehydrate. J.Mol.Struct 1050 hal 88- 96.

Kitao, S and Sekine. 1994. D-Glucosyl Transfer to Phenolic Compounds by Sucrose phosphorylase from Leuconostoc mesenteroides and Production of α arbutin. J.Biosci.Biotech.Biochem: 25-30

Krishna, M., Upendra, K., Mayank, P and Megha, S. 2011. Exploration of Preliminary Phytochemical Studies of Roots of Ficus racemosa ,Linn. Marmara Pharmaceutical Journal 15: 80-83.

Li, R.W., Leach, D.N., Myers, S.P., Lin, G.D., Leach, G.J and Waterman, P.G. 2004. A New Anti Inflammatory Glucosides from Ficus racemosa,Linn. Planta.Med 70: 421-426.

Mandal, S.C., Naity, T.K., Das, J., Saba, B.P and Pal, M. 2000. Anti inflammatory Evaluation of Ficus racemosa,Linn Leave Extract. J.Etnopharmacol.72: 87-92.

Markham, K.R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemah Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal 25-40

Mabry, T.J., Markham, K.R and Thomas, M.B. 1970. The Systematic Identification of Flavonoids. Springer-Verlag, New York Inc. New York. pp 20-60

(57)

67

Miller, A.L. 1996. Antioxidant Flavonoid : Structure, Function and Clinic Usage. J.Alt.Med.Rev : 1 : 201- 204.

Mishra, V., Khan, N.U and Singhal, K.C. 2005. Potential Antifilarial Activity of Fruit Extract of Ficus racemosa, Linn Against Setaria cervi in vitro. Indian J.Exp.Biol.43: 346-350

Molyneux, P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenyl picrylhidrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science and Technology 26(2): 211-219.

Mosquero, O.M., Correa, Y.M., Buitrago, D.C and Nino, J. 2007. Antioxidant Activity of Twenty Five from Colombian Biodiversity. Memorias do instituto oswaldo cruz.102(5): 631-634.

Nakamura, Y., Watanabe, S., Miyake, N., Kohno, N and Osawa, T. 2003. Dihydrochalcones: Evaluation as Novel Radical Scavenging Antioxidant. J.Agri Food Chem 51 : 3309-3332.

Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi Dalam Penentuan Kadar Flavonoid Untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.Pillar of Physics 2 : 76-83.

Netty, A., Zuhelmi, Z., Hafrizal, S dan Jaswandi. 2009. Studi Nutrisi Buah Ara (Ficus Racemosa, L) untuk Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. 12(1) 54- 60.

Norman, F., Sulistyo, J dan Nazir, N. 2013. Sintesis Enzimatis Flavonoid Glikosida dari Gambir (Uncaria gambir) Menggunakan Enzim CGT-ase dari Bacillus Licheniformis. Prosiding Semirata FMIPA Unila.

Oguzhan, C and Aytekin, P. 2011. Elsevier : Scientia Horticulturae :

Phytochemical and Antioxidant Properties from The Eastern

Mediterranean Turkey. 128. pp 473-478.

Osawa, T., Katsuzak., Hagiwara and Shibamoto, T. 1992. A Novel Antioxidant Isolated from Young Green Barley Leaves. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 40: 1135-1140.

Paarakh, P.M. 2009. Ficus Racemosa Linn : An Overview. Nat Prod Radiance. 8: 84-90.

Pratiwi. 2006. Nilai Peroksida dan Aktivitas Anti Radikal Bebas DPPH Ekstrak Metanol Knema laurina. Majalah Farmasi Indonesia. 17 (1): 32-36 Qiu, Y.K. 2000. 1H-NMR Spectra of Common Flavonoid. J.Shenyang.Pharm.

(58)

68 Terjemah Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal 20-60

Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Liberty, Jogjakarta. Hal 36-50

Sathishkumar, T., Baskar, R., Shanmugam, S., Rajasekaran, P., Sadasivam, S and Manikandan, V. 2008. Optimization of Flavonoid Extraction from The Leaves of Tabernamontana heyneana, Wall, using L16 Orthogonal Design. J.Nature and Science 6(3) : 15-20

Shaikh, T., Rub, R., Bhise, K., Pimprikar, R.B and Sufiyan, A. 2010. Antibacerial Activity of Ficus racemosa,Linn Leaves on Actinomyces viscosus. 2: 41-44.

Sharma, S.K dan Gupta, V.K. 2008. In Vitro Antioxidant Studies of Ficus Racemosa,Linn Root. Pharmacognosy Magazine . 4: 70-74.

Shiksharthi, A.R and Mittal, S. 2011. Ficus racemosa,Linn: Phytochemistry, Traditional Uses and Pharmacological Properties: A Review. International Journal of Recent Advances in Pharmaceutical Resarch.4 : 6-15

Silverstein, R.M. 1991. Penyelidikan Spektroskopik Senyawa Organik, Edisi IV : Diterjemahkan oleh Hartomo. Erlangga. Jakarta. Hal 10-37

Solomon, A., Golubowicz, S., Yablowicz, Z., Grossman, S., Bergman, M., Gottlieb, H., Atlman, A., Kerem, Z and Flaishman, M.A. 2006. Antioxydan Activities and Anthocyanin Content of Fresh Fruit Common of Fig (Ficus carica, Linn). J.Agric.Food.Chem. 54: 7717-7723.

(59)

69

Sri, H.W.S. 2003. Isolasi dan Identifikasi Favonoid pada Daun Katu (Sauropus androdynus,(L).Merr. Makara Sains 7(2) : 51-64

Trinil, S., Lalu, A.Z., Sutiman, B.S dan Sri, W. 2013. Prospek Sari Buah Tin Local (Ficus glomerata, Robx) Sebagai Agen Preservasi Motilitas Spermatozoa Kambing. Jurnal Kedokteran Hewan . 7(1) : 20-24

Turkmen, N., Sari, F and Velioglu,Y.S. 2006. Effect of Extraction Solvent on Concentration and Antioxidant Activity of Black and Black Mate Tea Polyphenol Determined by Ferrous Tartrate and Folin-Ciocalteu Methods. J.Food Chem. 99: 835-841.

Vasudha, B., Sharma, A., Ghanshyam and Singla, M.L. 2014. Coupling of chromatographic analyses with pretreatment for the determination of bioactive compounds in Emblica officinales. J.Anal. Methods. 6: 410-418

Veerapur, V.P., Prabakhar, K.R and Parihar, V.K. 2009. Ficus racemosa,Linn Stem Bark: A Potent Antioxidant and A Probable Natural Protector. Evid Based Complement Alter Med. 6: 317-324.

Vinson, J.A. 1999. The Functional Food Properties of Figs. Cereal Food World. 4: 82-87. Chromatography Atlas. Springer. Second Edition. Munich. pp 20-78

Yaqin, X., Zhang, R and Fu, H. 2005. Studies on The Optimal Process to Extract Flavonoid from Red-raspberry Fruits. Nature and Science. 3(2) : 43-46.

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman
Tabel  1.  Penggunaan empiris tanaman Ara untuk tujuan pengobatan
Tabel 2.  Aktivitas farmakologi tanaman Ara yang telah diteliti dan dilaporkan
Gambar 1 .  Tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn) dan akar tanaman Ara (Ficus racemosa, Linn)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengisolasi senyawa flavonoid dari fraksi etilasetat kulit buah jengkol (Pithecellobii pericarpium) dan melakukan karakterisasi terhadap hasil isolasi dengan spektrofotometer

Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid sebagai Antioksidan dari Daun Dandang Gendis ( Clinacanthus nutans ).. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan

Untuk mengetahui jenis senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada ekstrak kulit akar senggugu, maka perlu dilakukan isolasi senyawa aktif antioksidan yang

Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid sebagai Antioksidan dari Daun Dandang Gendis ( Clinacanthus nutans ).. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan

Pada penelitian ini berfokus pada tahapan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid yang terkandung dalam fraksi semi polar kulit akar tumbuhan pudau (Artocarpus kemando

menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Flavonoid dari Biji Mangga Arummanis (Mangifera indica L) dan Uji Aktivitasnya sebagai

Diketahui bahwa ekstrak kulit bawang merah mengandung senyawa kimia yang berpotensi sebagai antioksidan yaitu flavonoid yang dapat mencegah berkembangnya radikal

Hasil Uji Kualitatif Ekstrak Akar Nipah, a Uji Flavonoid dengan Penambahan HCl dan Mg; b Uji Flavonoid dengan Penambahan NaOH 10%; c Uji Antioksidan Ekstrak akar nipah yang dihasilkan