• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas pupuk kompos bedding kuda dengan menggunakan activator mikroba yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas pupuk kompos bedding kuda dengan menggunakan activator mikroba yang berbeda"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

i

KUALITAS PUPUK KOMPOS BEDDING KUDA

DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR

MIKROBA YANG BERBEDA

SKRIPSI

LARASATI PRAWITA ASTARI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii

RINGKASAN

LARASATI PRAWITA ASTARI. D14070193. 2011. Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah penggunaan bedding kuda. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara, tanah dan air. Maka dari itu, salah satu upaya dalam pemanfaatan bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses penguraian dan perubahan warna menjadi gelap, mudah hancur, dan bau menyerupai tanah (Starbuck, 2004).

Kekurangan dari pembuatan pupuk kompos yaitu memerlukan waktu pembuatan yang sangat lama. Untuk mengefisienkan waktu pembuatan pupuk kompos maka digunakan aktivator mikroba yang berfungsi untuk mempercepat proses pengurai bahan organik. Menurut Isroi (2003), pengomposan alami terjadi selama tiga sampai empat bulan, sedangkan pengomposan dengan penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi dua minggu. Aktivator mikroba yang saat ini banyak dipasarkan yaitu Effective Microorganisme4 (EM4),

Stardec, dan Orgadec. Effective Microorganisme4 (EM4) merupakan suatu kultur campuran dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis. Orgadec

merupakan suatu campuran cendawan Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pupuk kompos bedding kuda dengan menggunakan aktivator mikroba yang berbeda.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat bedding kuda. Bahan lainya adalah EM4, Stardec, dan Orgadec. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah penyusutan, nilai pH, temperatur, warna, bau, dan analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan yaitu kontrol, EM4, Stardec, dan Orgadec masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Analisis data peubah penyusutan dan temperatur dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisa berbeda nyata taraf 5% (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Tukey. Data hasil uji organoleptik warna dan bau dianalisa menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis. Apabila hasil analisa bau dan warna menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dijelaskan secara deskriptif karena hasil yang didapat merupakan data komposit. Perlakuan yang lebih mendekati standart kualitas kompos dari sampah organik domestik SNI (2004) adalah perlakuan Stardec dimana mikroba yang terkandung didalam Stardec

(3)

iii aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis yang cocok untuk perombakan

bedding kuda yang lebih banyak mengandung serasah kayu (serat dan lignin). Proses pengomposan bedding kuda pada penelitian ini belum menghasilkan kompos yang matang karena dilihat dari rasio C/N yang masih meningkat dan belum mengalami penurunan.

(4)

iv

ABSTRACT

Quality of Horse Bedding Compost With Three Different Microbe Activators

Astari, L. P., Salundik, and P. H. Siagian

An experiment to determine horse bedding compost quality using different microbe activator was carried out. The treatment use no added microbe activator as control and three different microbe activators (decomposer) namely EM4, Stardec, and Orgadec. The experiment using Randomized Complete Design one factor with three replications. Observed variables are weight reduction, pH value, temperature, analysis of nutrient content of horse bedding compost, color, and odor. Weight reduction and temperature tested using analysis of variance (ANOVA), if it is significantly different (P<0,05) tested further with Tukey test. Organoleptic test data result of the color and odor from 40 panelist, proceed using non-parametric test Kruskal Wallis, if it is significantly different then tested further with Tukey test. The nutrient content described in a descriptive since the result obtained from composite data. The results showed that the use of decomposer did not significantly different to the weight reduction, temperature, and odor. Results significantly different to compost color, which is treatment with EM4 (102,81a) as activator different with control (67,76b), but not different with two other treatment Stardec (77,70ab) and Orgadec (73,73ab). Treatment closer to the Indonesia National Standard (SNI) 19-7030-2004 value is Stardec, where the microbes that exsist is suitable for horse bedding composting process which contain lots of fiber and lignin.

(5)

v

KUALITAS PUPUK KOMPOS BEDDING KUDA

DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR

MIKROBA YANG BERBEDA

LARASATI PRAWITA ASTARI

D14070193

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

vii

Judul : Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda

Nama : Larasati Prawita Astari

NIM : D14070193

Menyetujui,

Pembimbing Utama

(Ir. Salundik, M.Si.) NIP. 19640406 198903 1 003

Pembimbing Anggota

(Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.) NIP. 19460825 197711 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc. NIP.19591212 198603 1 004

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 19 September 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Karsono Moch. Sufi dan Ibu Dewi Hermawaryani. Nama yang diberikan oleh kedua orang tua kepada Penulis adalah Larasati Prawita Astari. Penulis adalah adik dari Pramiharso Aryo Widakso dan kakak dari Prasetyo Satrio Aribowo dan Irawati Ariadi Praptiwi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di (SD) Barunawati IV tahun 2001, kemudian melanjutkan sekolah ditingkat pertama yaitu SMPN 2 Ciputat selesai pada tahun 2004, dan sekolah menengah atas di SMAN 2 Ciputat selesai tahun 2007. Penulis kemudian mengikuti program USMI yang diselenggarakan oleh IPB pada tahun ajaran 2007-2008, dan akhirnya pada bulan Februari 2007 Penulis resmi dinyatakan sebagai mahasiswi IPB dan mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun pada tahun 2007. Penulis resmi dinyatakan sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan pada tahun 2008.

(8)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang selalu tetap istiqomah hingga akhir zaman.

Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah bedding yang dihasilkan. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara, tanah dan air. Maka dari itu salah satu upaya dalam pemanfaatan bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos. Hal ini yang menjadi landasan bagi Penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda, karena informasi terkait pemanfaatan bedding kuda dan aktivator mikroba yang dapat digunakan sebagai bahan pupuk kompos masih sangat kurang.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2011

(9)
(10)

x

Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 21

Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 21

Rancangan Percobaan ... 21

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Keadaan Umum Penelitian ... 23

Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 24

Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 24

Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 25

Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 27

C-Organik (Karbon) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 29

N-Total (Nitrogen) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 30

Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 32

P2O5-Total (Fosfor) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 32

K2O-Total (Kalium) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 33

CaO-Total (Kalsium) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 34

MgO-Total (Magnesium) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 35

Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 36

Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 37

Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 38

Pembahasan Umum ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

UCAPAN TERIMAKASIH ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Bahan Feses Kuda ... 3

2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik ... 4

3. Klasifikasi Pengomposan Berdasarkan Cara Pembuatan ... 7

4. Kadar Air Ideal Pengomposan Beberapa Jenis Bahan Organik ... 12

5. Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik Domestik ... 20

6. Kandungan C-Organik Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 30

7. Kandungan N-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 31

8. Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 32

9. Kandungan P2O5-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 33

10. Kandungan K2O-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 34

11. Kandungan CaO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 35

12. Kandungan MgO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 36

13. Nilai KTK Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 37

14. Hasil Uji Organoleptik Warna ... 38

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Mekanisme Pengomposan Secara Umum ... 5

2. Perbedaan Temperatur dalam Tumpukan Kompos ... 13

3. Bahan-Bahan Penelitian ... 16

4. Alat-Alat Penelitian ... 16

5. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 17

6. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 18

7. Cara Pengukuran Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 19

8. Cara Pengukuran Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 19

9. Proses Pengangkutan dan Pencampuran Bedding Kuda ... 23

10. Persentase Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Tiap Perlakuan ... 24

11. Perubahan Rataan Nilai pH Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan ... 26

12. Perubahan Rataan Nilai pH Tiap Perlakuan Selama Pengomposan ... 26

13. Perbedaan Nilai pH dalam Tumpukan Kompos ... 27

14. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan ... 28

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Baku Mutu Kompos Berdasarkan Japan Bark Compost Association ... 47

2. Data Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 47

3. Analisa Sidik Ragam Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda ... 47

4. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-1 ... 48

5. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-1 ... 48

6. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-2 ... 48

7. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-2 ... 48

8. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-3 ... 49

9. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-3 ... 49

10. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-4 ... 49

11. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-4 ... 49

12. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-5 ... 50

13. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-5 ... 50

14. Hasil Uji Kruskal Wallis Warna ... 50

15. Hasil Uji Lanjut Tukey Warna ... 50

16. Hasil Uji Kruskal Wallis Bau ... 51

17. Hasil Analisis Kimia Kandungan Unsur Hara C-Organik, N-Total, dan Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda Sebelum Pengomposan ... 51

18. Hasil Analisis Kimia Kandungan Unsur Hara Pupuk Kompos Bedding Kuda Setelah Pengomposan ... 51

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah penggunaan bedding kuda. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara (bau, dan gas CO2), tanah (persaingan dengan mikroorganisme tanah dalam penyerapan makanan) dan air (berwarna keruh dan kotor). Maka dari itu salah satu upaya dalam pemanfaatan

bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos agar dapat mengurangi polusi udara, tanah, dan air. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses penguraian dan perubahan warna menjadi gelap, mudah hancur, dan bau menyerupai tanah (Starbuck, 2004). Pembuatan bedding kuda dengan cara dijadikan pupuk kompos lebih mengefisienkan waktu dan tenaga dibandingkan dalam pembuatannya menjadi biogas karena bentuk dari bedding kuda adalah padat.

Namun, kekurangan dari pembuatan pupuk kompos yaitu memerlukan waktu pembuatan yang sangat lama. Untuk mengefisienkan waktu pembuatan pupuk kompos maka digunakan aktivator mikroba yang berfungsi untuk mempercepat proses pengurai bahan organik. Menurut Isroi (2003), pengomposan alami terjadi selama tiga sampai empat bulan, sedangkan pengomposan dengan penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi dua minggu. Aktivator mikroba yang saat ini banyak dipasarkan yaitu Effective Microorganisme4 (EM4),

Stardec, dan Orgadec. Effective Microorganisme4 (EM4) merupakan suatu kultur campuran dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis. Orgadec

(15)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pupuk kompos bedding

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Feses Kuda

Kuda merupakan bangsa dari jenis kuda liar yang berasal dari spesies Equus caballus. Kuda digolongkan dalam filum Chordata, kelas Mamalia, ordo

Perissodactyla, famili Equidae, dan spesies Equus caballus (Ensminger, 1962). Saat ini kuda telah mengalami domestikasi dan menjadi ternak yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Kuda telah menjadi ternak yang memiliki daya tarik tinggi baik bagi anak-anak, maupun orang dewasa (Bogart dan Taylor, 1983).

Saluran pencernaan pada ternak kuda tidak seefektif sapi karena proses pencernaan selulosa terjadi satu kali pada sekum, akibatnya tekstur pada feses kuda menjadi lebih kasar dan berserat. Kandungan yang terdapat dalam bahan feses kuda dapat dilihat pada Tabel 1. Imbangan karbon dan nitrogen (C/N) pada feses kuda sebesar 25 (Suriawiria dan Sastramihardja, 1980). Jika rasio C/N tinggi, maka N akan terkonsumsi sangat cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya, sedangkan jika rasio C/N sangat rendah, maka N akan bebas di udara dalam bentuk NH4OH (Hartono, 2009). Tabel 1. Kandungan Bahan Feses Kuda

(17)

4 yang lunak, terutama untuk kuda olah raga. Bedding yang digunakan adalah serasah kayu. Serasah kayu didapat dari potongan-potongan kayu ataupun bekas serutan kayu. Limbah penggergajian adalah kayu yang tersisa akibat proses penggergajian yang bentuknya dapat berupa serbuk gergaji (sawdust), sebetan (slabs), potongan (trims), dan shaving (Haygreen dan Bowyer, 1989). Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen, dan oksigen. Komposisi unsur kayu berdasarkan persen berat kering yaitu karbon 49%, hidrogen 6%, oksigen 44%, sedikit nitrogen dan abu 0,1% (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan, 2009). Kandungan minimal pupuk organik yang diperbolehkan untuk diberikan ke tanah menurut Permentan (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik

Komponen Kandungan Bahan Padat

(18)

5 baik, meningkatkan daya mengikat air yang baik sehingga dapat mengatasi erosi atau longsor, (2) memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), mempercepat proses pelapukan, dan mencukupi ketersediaan tanah, (3) memperbaiki sifat biologi tanah, mempercepat perbanyakan bakteri, fungi, mikro flora dan fauna, dan (4) memperbaiki kondisi sosial, mengurangi dampak lingkungan (Hardjowigeno, 2003).

Pupuk Kompos

Pengomposan (composting) didefinisikan sebagai penguraian biologi dan stabilisasi dari bahan organik pada temperatur termofilik sebagai hasil produksi panas secara biologis, dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan (agregat) komplek, dan apabila diberikan pada lahan tidak akan menimbulkan efek yang merugikan terhadap lingkungan (Haug, 1980). Menurut Rao (1994), proses penguraian bahan organik adalah proses perombakan bahan organik yang melibatkan mikroorganisme pengurai dalam kondisi anaerobik atau aerobik, baik itu mikroorganisme primer maupun sekunder yang dapat menghasilkan asam-asam organik berupa asam-asam laktat, asetat, fumurat, suksinat, butirat, dan alkohol. Mekanisme proses pengomposan secara umum diperlihatkan pada Gambar 1. Mikroorganisme pengurai mengambil air, oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik. Bahan organik tersebut akan dikonversi menjadi produk metabolisme biologi berupa CO2, H2O, sebagian humus, dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerakan, sisanya dibebaskan sebagai panas.

Panas

CO2 Air Energi

Bahan Organik Mikroorganisme baru

O2 Air Mikroorganisme Humus (kompos)

(19)

6 Menurut Gumbira-Sa'id (1996), sistem pengomposan dapat dibedakan dalam dua operasi, yaitu sistem pengomposan aerobik dan anaerobik. Sistem pengomposan aerobik adalah proses penguraian bahan organik dengan oksigen bebas dan sebagai hasil akhir diperoleh air, CO2, unsur-unsur hara, dan energi. Pengomposan anaerobik adalah penguraian bahan organik tanpa adanya oksigen bebas melalui proses reduksi dengan hasil utamanya CH4, dan CO2. Reaksi untuk kedua sistem pengomposan tersebut dikemukakan berikut ini :

1. Reaksi pada sistem pengomposan aerobik (Crawford, 1984) - Gula, selulosa, hemiselulosa

(20)

7 campuran atau perbandingan bahan, kelembaban, aerasi, suhu, dan reaksi keterlibatan mikroorganisme (inokulum). Keuntungan dari pengomposan yaitu : (1) memperbaiki tanah berlempung sehingga menjadi ringan, (2) memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak saling lepas, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki tata udara dalam tanah, (5) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, (6) mengandung hara yang lengkap meskipun dalam jumlah yang sedikit, (7) mempercepat dalam proses pelapukan bahan mineral, (8) memberikan bahan makanan untuk mikroba, dan (9) menurunkan aktivitas mikroba yang merugikan (Sutanto, 2002).

Menurut De Bertoldi et al. (1984), cara pembuatan pengomposan dapat diklasifikasikan menjadi sistem terbuka dan sistem tertutup. Metode untuk masing-masing sistem dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Pengomposan Berdasarkan Cara Pembuatan

Klasifikasi Metode

(21)

8 bahan-bahan yang mengandung N tinggi dalam bentuk bervariasi seperti protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator organik yaitu fungi, pupuk kandang, darah kering, sampah, dan tanah yang kaya akan humus. Aktivator anorganik antara lain amonium sulfat, urea, amoniak, dan natrium nitrat. Aktivator organik dan anorganik mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua cara yaitu cara pertama dengan penginokulasian strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik. Cara kedua dengan meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme meningkat jika jumlah N mencukupi, sehingga proses penguraian bahan organik berlangsung lebih cepat dan efektif. Nitrogen (N) dalam senyawa NH3 jumlahnya semakin rendah karena digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk sintesa protein dalam mempercepat aktivitasnya, hal ini menunjukkan proses penguraian berlangsung normal. Beberapa aktivator yang terdapat dipasaran dan digunakan dalam pengomposan yaitu: EM4,

Stardec dan Orgadec.

Effective Microorganisme4(EM4)

Higa (1993), memperkenalkan suatu kultur mikroorganisme yang disebut EM4 di dalamnya mengandung mikroorganisme yang menguntungkan dan secara efektif mengatur keseimbangan mikroorganisme tanah dan tanaman. Mikroorganisme tersebut terdiri dari bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Bakteri asam laktat Lactobacillus sp. memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme merugikan. Bakteri fotosintetik (bakteri fototropik) bakteri ini membentuk zat-zat bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik, dan gas-gas berbahaya dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi. Zat-zat ini bermanfaat seperti asam amino, asam nukleit, zat bioaktif, dan gula yang dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan pertumbuhan mikroorganisme lain. Actinomycetes sp. mikroorganisme yang strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur dimana menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan

(22)

9 pertumbuhan tanaman (dalam meningkatkan jumlah sel aktif) dari asam-asam amino dan gula yang dihasilkan bakteri fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman.

Menurut Wididana dan Riga (1993), EM4 merupakan kultur campuran dalam medium cair berwama coklat kekuning-kuningan, berbau asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Bahan tersebut mampu meningkatkan penguraian bahan organik dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen, mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta dapat melarutkan senyawa fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Sewaktu diinokulasikan ke tanah atau pada tanaman, EM4 secara aktif memfermentasi bahan organik di dalam tanah dan menghasilkan gula, alkohol, asam amino, asam laktat, dan senyawa lain yang semuanya dapat langsung diserap akar tanaman. Selain memfermentasi bahan organik dari tanaman EM4 juga merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan pertumbuhan tanaman, seperti bakteri pengikat N, bakteri pelarut fosfat, mikoriza, dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit tanaman (Wididana dan Riga, 1993).

Stardec

Stardec merupakan salah satu probiotik yang mempercepat proses penguraian bahan organik. Stardec adalah salah satu bioaktivator pengomposan yang banyak digunakan industri pupuk kompos karena Stardec memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan dan kandungan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Stardec

(23)

10 ikatan lignin. Bakteri yang terkandung dari ketiga bahan tersebut kemudian diisolasi dalam media agar lalu dibiarkan pada media jerami atau ampas tebu (Indriani, 2002).

Peran mikroba yang berada dalam Stardec adalah mikroorganisme lignolitik dalam menguraikan ikatan lignoselulosa menjadi selulosa dan lignin. Lignin selanjutnya akan diuraikan lagi oleh enzim lignase menjadi derivat lignin yang lebih sederhana sehingga mampu mengikat (NH4+). Mikroorganisme selulolitik akan mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa yang lalu dihidrolisis kembali menjadi D-glukosa dan akhirnya difermentasikan sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, (CO2), dan ammonia yang dibutuhkan tanaman. Mikroorganisme proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler yaitu enzim pemecah protein menjadi asam-asam amino yang akan deaminasi dan menghasilkan ammonia (NH3) yang diperlukan oleh tanaman dan bakteri. Mikroorganisme lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak. Mikroorganisme aminolitik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acid dan

keto acids (Indriani, 2002).

Stardec dilengkapi dengan mikroorganisme fiksasi N non-simbiosis yang mampu mengikat N dari udara. Mikroba fiksasi N non-simbiosis diperkirakan dapat mengikat 5–20 gram N dari 1.000 gram bahan organik yang dirombak. Stardec juga dilengkapi dengan cendawan antagonis Trichoderma yaitu cendawan yang dapat mengendalikan penyebab penyakit akar yang disebabkan oleh mikroorganisme

Gonoderma sp., JAP (jamur akar putih) dan Phytoptora sp. Mikroorganisme pelarut fosfat yang ada pada Stardec akan memecah P yang ada di dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman. Dosis aplikasi penggunaan Stardec 2,5% (b/b) (Indriani, 2002).

Orgadec

(24)

11

Trichoderma pseudokoningii berfungsi untuk mengendalikan penyakit dan sebagai perombak bahan organik. Kedua mikroba tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan enzim penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Untuk menjamin ketersediaan kedua mikroba ini maka dilakukan pengemasan khusus yang menjamin masa simpan efektif sampai 12 bulan. Keuntungan dari penggunaan

Orgadec ini adalah sesuai untuk kondisi tropis, menurunkan rasio C/N secara cepat, tidak membutuhkan tambahan nutrisi, mudah, dan tahan disimpan, antagonis terhadap penyakit jamur akar, efisiensi tenaga kerja karena tidak perlu pembalikan bahan baku dan mengurangi pertumbuhan gulma. Dosis aplikasi Orgadec untuk bahan organik keras adalah 1.25% (b/b).

Unsur Hara

Proses pembuatan kompos tergantung pada aktivitas mikroorganisme yang memerlukan sumber C untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel baru, bersama dengan pasokan N untuk protein sel. Menurut Dalzell et al. (1987) rasio C/N dalam campuran pertama berkisar antara 25-35, jika rasio C/N terlalu tinggi maka prosesnya akan memakan waktu lama sebelum cukup karbon (C) dioksidasi menjadi karbon dioksida dan sebaliknya jika terlalu rendah, maka N yang merupakan komponen pupuk penting dari kompos akan dibebaskan sebagai amonia. Apabila rasio C/N terlalu tinggi dapat ditambahkan dengan bahan yang banyak mengandung N seperti kotoran temak, sedangkan apabila terlalu rendah dapat ditambahkan dengan bahan yang kaya C seperti jerami atau serbuk kayu.

Kandungan Air

(25)

12 Tabel 4. Kadar Air Ideal Pengomposan Beberapa Jenis Bahan Organik

Jenis Bahan Kadar Air evaporasi ke udara. Pada beberapa proses pengomposan dengan cara aerasi buatan kehilangan air dapat berlebihan dan hal ini dapat pula terjadi pada pengomposan dengan aerasi alami dalam iklim yang sangat panas. Karenanya mungkin diperlukan air tambahan untuk membuat kompos yang dapat dipasok dari air biasa atau dari bahan lain seperti limbah buah-buahan (Dalzell et al., 1987).

Aerasi dan Agitasi

(26)

13

Temperatur Pengomposan

Pengomposan akan berjalan optimal pada temperatur yang sesuai dengan temperatur optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Dalzell et al.

(1987), kisaran temperatur ideal tumpukan adalah 55-65°C yang dipertahankan selama tiga hari dengan temperatur minimum 45°C selama proses pengomposan. Kurva hubungan antara waktu dan temperatur normal dari tumpukan kompos tertera pada Gambar 2, yang menunjukkan tahap-tahap temperatur yang dialami tumpukan kompos yaitu tahap penghangatan, temperatur puncak, pendinginan dan kematangan. Pada tahap penghangatan yaitu temperatur mesofilik 15-40oC mikroba mulai berkembang dan beraktivitas mengurai bahan organik. Tahap temperatur puncak yaitu temperatur termofilik 40-70oC pada tahap ini aktivitas mikroba mengalami titik puncak. Tahap pendinginan aktivitas mikroba mengalami penurunan. Pada tahap kematangan mikroba tidak lagi beraktivitas dan temperatur stabil dibawah 25oC.

Gambar 2. Perbedaan Temperatur dalam Tumpukan Kompos (Dalzell et al., 1987) Keseimbangan antara panas yang dihasilkan dan yang dilepaskan akan tergantung pada kemampuan tumpukan untuk menghambat panas yang keluar. Besarnya kemampuan tersebut tergantung pada ukuran tumpukan. Ketinggian yang sesuai untuk berbagai jenis bahan adalah minimum 1 sampai 1,2 meter dan maksimum 1,5 sampai 1,8 meter. Tumpukan yang terlalu rendah akan menyebabkan

Temperatur puncak

(27)
(28)

15

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan analisa kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi dan Tropika Bogor.

Materi

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah padat bedding

kuda (50:50) dari Nusantara Polo Club (NPC) Cibinong. Bahan lainnya adalah air, gula merah, aktivator mikroba seperti EM4, Stardec, dan Orgadec. Bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

(29)

16

(e)

Gambar 3. Bahan-Bahan Penelitian (a) Bedding kuda; (b) Gula Merah; (c)EM4; (d) Stardec; dan (e) Orgadec

Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu satu gelas ukur plastik, satu ember kecil, 12 bak besar, timbangan, kertas lakmus, termometer, 12 botol selai kaca, dan lima sarung tangan. Alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

(c) (d)

(30)

17

Prosedur Penelitian

Penelitian pembuatan pupuk kompos bedding kuda dilakukan dengan menggunakan tiga aktivator yang berbeda yaitu EM4, Stardec, dan Orgadec dengan cara seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda Pupuk kompos bedding kuda dibuat dengan tahapan sebagai berikut :

1. Penyiapan bahan : 10 kg bedding kuda dimasukkan ke dalam bak besar. Lalu 700 ml air, dan 7 g gula merah (telah dihaluskan) dimasukan ke dalam ember kecil. 2. Pembuatan kompos yaitu : bahan bedding kuda yang telah siap dilarutkan

bersama dengan bahan aktivator mikroba. Aktivator mikroba yang digunakan yaitu perlakuan kontrol, 17 ml EM4, 250 g Stardec dan 125 g Orgadec masing-masing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Pengadukkan dilakukan tiga hari sekali.

3. Peubah yang diamati yaitu : Penyusutan bobot pupuk kompos bedding kuda, nilai pH, temperatur, analisis kualitas unsur hara pupuk kompos N-Total, P2O5-Total, C-Organik, K2O-Total, KTK (Kapasitas Tukar Kation), Rasio C/N, CaO-Total dan MgO-Total setelah hari ke-28, warna, dan bau. Proses pembuatan pupuk kompos bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 6.

Analisa kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi dan Tropika Bogor secara komposit.

Kontrol 17 ml EM4 250 g stardec

Pengomposan dan Analisis Awal (C-Organik dan N-Total)

Pengamatan setiap pagi selama 28 hari

Analisis Akhir

(31)

18 (a) (b)

(c)

Gambar 6. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Bedding kuda (a) Penyiapan Bahan; (b) Pencampuran Bahan dengan Aktivator; dan (c) Pengadukan

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah penyusutan bobot pupuk kompos, nilai pH, temperatur, analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding

kuda, warna, dan bau.

Penyusutan Bobot Pupuk Kompos Bedding kuda

Penyusutan bobot pupuk kompos bedding kuda dihitung dari selisih bobot awal pembuatan dan bobot akhir setelah hari ke-28 pengomposan. Penyusutan dilakukan untuk mengetahui berapa persentase penyusutan yang terjadi selama proses pengomposan yang juga mempengaruhi tekstur awal dan akhir dari proses pengomposan.

Bobot Awal – Bobot Akhir

(32)

19

Nilai pH Pupuk Kompos Bedding kuda

Nilai pH pada pembuatan pupuk kompos bedding kuda diukur dan dicatat setiap pagi hari selama 28 hari pengomposan. Pengukuran pH menggunakan kertas lakmus yang dicelupkan pada botol selai yang berisi 0,5 g : 15 ml masing-masing

bedding kuda dan air. Proses pengukuran nilai pH dilihat dari perubahan warna pada kertas lakmus yang terdapat di kotak indikator pH. Cara pengukuran nilai pH pupuk kompos bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Cara Pengukuran Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda

Temperatur Pupuk Kompos Bedding kuda

Temperatur pada pembuatan pupuk kompos bedding kuda diukur dan dicatat setiap pagi hari selama 28 hari pengomposan. Pengukuran temperatur menggunakan alat ukur termometer yang ditancapkan pada tumpukan bedding disetiap baknya. Cara pengukuran temperatur dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Cara Pengukuran Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Tinggi bak

24 cm

Diameter bak 56 cm

Botol selai Kertas lakmus

(33)

20

Kualitas Pupuk Kompos Bedding kuda

Setelah pengomposan selesai, dilakukan analisis kualitas pupuk kompos dengan mengambil sampel secara komposit untuk mengetahui kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dengan merujuk standar kualitas kompos dari sampah organik domestik SNI (2004) (Tabel 5). Uji yang dilakukan adalah N-Total, P2O5 -Total, C-Organik, K2O-Total, Rasio C/N, kapasitas tukar kation (KTK), CaO-Total dan MgO-Total.

Tabel 5. Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik Domestik

No. Parameter Satuan Min. Maks. No. Parameter Satuan Min Maks

Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimun atau lebih kecil dari maksimum

(34)

21

Warna Pupuk Kompos Bedding kuda

Pematangan kompos pada perlakuan penggunaan aktivator mikroba yang berbeda akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan sehingga pengamatan warna perlu dilakukan dengan merujuk pada SNI (2004). Pengamatan warna dilakukan pada awal pembuatan kompos dan setelah 28 hari pengomposan. Warna kompos setelah 28 hari diukur dengan melakukan uji organoleptik dengan 40 orang panelis mahasiswa IPB.

Bau Pupuk Kompos Bedding kuda

Bau pupuk kompos bedding kuda akan berbeda pengaruhnya pada setiap aktivator mikroba yang digunakan, maka dari itu pengamatan bau dilakukan dengan merujuk pada SNI (2004). Pengamatan dilakukan pada awal pembuatan kompos dan setelah 28 hari pengomposan. Pengamatan bau juga menggunakan uji organoleptik dengan 40 orang panelis mahasiswa IPB.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan yaitu kontrol, EM4, Stardec dan

Orgadec masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan tiga kali, sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Model matematis berdasarkan Steel dan Torrie (1995):

Yij = µ + Pi + ℇij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada aktivator yang berbeda pada konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum

Pi = Pengaruh aktivator yang berbeda pada konsentrasi ke-i ℇij = Pengaruh galat percobaan

i = 1, 2, 3, 4 dan j = 1, 2, 3

Analisis Data

(35)
(36)

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kondisi ruang laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai temperatur yang tidak berubah setiap harinya serta terlindung dari sinar matahari langsung. Rataan temperatur di ruang laboratorium adalah 26,8oC atau temperatur setiap harinya berkisar antara 26-27oC selama 28 hari pengomposan yang dilakukan secara aerobik. Proses pengangkutan dan pencampuran bahan bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

(c) (d)

(37)

24

Kualitas Pupuk Kompos Bedding kuda

Pembuatan pupuk kompos harus menghasilkan kualitas yang baik dan disukai pengguna maka dari itu, kualitas pupuk kompos penelitian ini merujuk pada SNI (2004) dengan nomor 19-7030-2004. Kualitas pupuk kompos dilihat dari nilai penyusutan, nilai pH, temperatur, kualitas unsur hara yang tersedia, warna dan juga bau.

Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda

Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda diperoleh dari selisih bobot awal dan bobot akhir setelah 28 hari pengomposan. Semakin besar nilai penyusutan maka semakin baik mikroba mengurai bahan organik menjadi kompos. Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda terbesar yaitu pada perlakuan kontrol dan EM4 dengan nilai yang sama yaitu 38,0% (Gambar 10), hal ini diduga pada kedua perlakuan tersebut mikroba yang terkandung didalamnya lebih aktif dibandingkan perlakuan yang lain. Selama proses pengomposan mikroba aktif mengurai bahan organik menjadi CO2, H2O, humus, unsur hara dan energi yang menyebabkan terjadinya kehilangan CO2 dan H2O yang cukup banyak, sehingga mengalami penyusutan pupuk kompos. Kehilangan senyawa-senyawa tersebut dapat mencapai 20-40% dari bobot awal karena terjadi perombakan bahan organik yang kemungkinan 50% bahan organik telah mengalami penguraian dan penguapan (Soepardi, 1983).

(38)

25 Penambahan aktivator pada bahan yang dikomposkan akan mempercepat proses penguraian (dekomposisi) bahan organik. Seharusnya pada perlakuan dengan penggunaan aktivator mikroba nilai penyusutannya lebih besar daripada kontrol. Perlakuan Orgadec yang memiliki nilai penyusutan terendah (33,5%) diduga mikroba yang terkandung didalamnya belum optimal mengurai bahan organik, hal ini dapat dilihat dari temperatur pengomposan yang belum optimal dan tekstur permukaan bedding kuda yang kering, sehingga proses pengomposan masih berjalan. Hasil sidik ragam penyusutan pupuk kompos menunjukkan nilai P=0,142 (Lampiran Tabel 3) yang berarti nilai penyusutan pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda.

Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda

Ada tidaknya aktivitas mikroorganisme dapat dilihat dari perubahan nilai pH yang terjadi selama proses pengomposan. Pengomposan bedding kuda menghasilkan nilai pH yang bersifat alkalis disebabkan oleh salah satu sifat bahan organik yang difermentasikan secara aerobik. Menurut Nengsih (2002), pengomposan meng-hasilkan pupuk bersifat alkalis karena aktivitas mikroba mengurai asam-asam organik menjadi CO2 dan banyak melepaskan kation-kation (K+, Ca2+, Mg2+) hasil dari mineralisasi dalam proses aerobik sehingga menghasilkan pH yang alkalis. Pengomposan secara aerob pada keadaan normal terjadi pada pH netral dan jarang sekali mengalami perubahan yang ekstrim (Polprasert, 1989). Nilai pH bedding kuda yang diamati selama proses pengomposan adalah berfluktuasi tetapi tidak menunjukkan perubahan yang mencolok yaitu berkisar antara 7-8 seperti diperlihatkan pada Gambar 12 hal ini dapat disebabkan nilai pH awal bedding kuda

(39)

26 Gambar 11. Perubahan Rataan Nilai pH Tiap Perlakuan Selama Lima Hari

Pengomposan

Nilai pH pada pengamatan hari pertama pengomposan yaitu 7 dan mengalami peningkatan menjadi 8 pada hari kedua pengomposan (Gambar 11) hal ini disebabkan dari sumbangan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan kompos seperti ammonia. Menurut Dalzell et al. (1987), mineralisasi adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme. Menurut Liao et al. (1995) nilai pH yang alkalis akan memudahkan bahan organik pupuk kompos mengalami volatilisasi amonium, yaitu perubahan senyawa N-amonium menjadi gas amonia yang akan dibebaskan ke udara (Gambar 13).

(40)

27 Gambar 13. Perbedaan Nilai pH dalam Tumpukan Kompos (Dalzell et al., 1987)

Pada hari-hari selanjutnya nilai pH tetap mengalami perubahan yang tidak terlalu mencolok disebabkan dari aktivitas mikroba yang berbeda dan akhirnya pada hari ke 28 nilai pH menjadi 8 (Gambar 12). Menurut Hardjowigeno (2003), pupuk yang bersifat alkalis dapat meningkatkan nilai pH tanah, sedangkan pupuk yang bersifat asam dapat menurunkan pH tanah yang berarti tanah akan menjadi masam.

Temperatur Pupuk Kompos Bedding kuda

Temperatur merupakan indikator penting yang menentukan keberhasilan proses pengomposan. Temperatur dapat menunjukkan tingkat kegiatan mikroorgan-isme yang menguraikan bahan organik menjadi pupuk kompos. Temperatur selama proses pengomposan yang berubah-ubah dalam lima hari pertama pengomposan dapat dilihatpada Gambar 14. Rataan temperatur hasil penelitian pada hari pertama pengomposan adalah 35,9oC±2,53, pada temperatur ini merupakan tahap penghangatan dan termasuk temperatur fase mesofilik. Menurut CPIS (1992), mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran partikel zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah.

9

(41)

28 Gambar 14. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Lima Hari

Pengomposan

(42)

29 temperatur yang didapat pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 setiap perlakuan tidak berbeda nyata akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda seperti diperlihatkan pada Lampiran Tabel 5, 7, 9, 11, dan 13.

Gambar 15. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Pengomposan

C-Organik (Karbon) Pupuk Kompos Bedding Kuda

Karbon (C) merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu, peredarannya selama proses pelapukan sangat penting. Sebagian besar dari energi yang diperlukan oleh mikroorganisme tanah berasal dari oksidasi C. Perubahan yang terjadi dan menyertai reaksi C baik di dalam atau di luar tanah disebut peredaran C. Pelapukan bahan organik menghasilkan CO2 dimana gas tersebut merupakan sumber CO2 tanah. Karbon dioksida yang dihasilkan tanah akan dibebaskan ke udara yang kemudian akan digunakan kembali oleh tanaman, dengan demikian peredaran C telah selesai. Sejumlah kecil CO2 bereaksi di dalam tanah membentuk asam karbonat, Ca-, Mg-, dan K-karbonat atau bikarbonat. Garam-garam tersebut mudah larut dan mudah hilang dalam air drainase dan diserap tanaman, sehingga Ca, Mg, dan K juga CO3-2 dan HCO3- menjadi tersedia bagi tanaman. Hasil lapukan karbon (C) yang dihasilkan jasad mikro adalah CO2, CO3-2, HCO3-1, H2CO3-1, CH4 dan C. Sebagian besar C diperoleh melalui fotosintesis (Soepardi, 1983).

(43)

30 Karbon (C) mengalami penurunan setelah terjadi proses pengomposan disebabkan bertambahnya unsur-unsur hara lain yang diserap oleh bahan organik pupuk kompos. Penurunan kandungan unsur hara C terbesar adalah (10,07%) pada perlakuan EM4, semakin tinggi nilai penurunan C maka semakin baik karena banyak unsur C yang terbebaskan ke udara yang dilepaskan oleh mikroba dalam bentuk CO2. Penurunan kandungan unsur hara C terendah adalah pada perlakuan Stardec diduga karena pada perlakuan tersebut masih banyak C yang belum terurai oleh mikroba dalam bentuk lignin dari beddingnya (Tabel 6). Pelepasan unsur C tersebut digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001). Hasil analisis unsur hara C-Organik setelah pengomposan sesuai dengan SNI (2004) yaitu berkisar antara 31,11-33,65%. Penggunaan aktivator mikroba yang paling mendekati batas maksimal SNI (2004) adalah Stardec dan Orgadec.

Tabel 6. Kandungan C-Organik Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan

Keterangan : SNI (2004) Kandungan C-Organik Minimal 9,80% dan Maksimal 32% Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

N-Total (Nitrogen) Pupuk Kompos Bedding Kuda

(44)

31

Fungsi N dalam proses pengomposan adalah membentuk enzim-enzim asam amino untuk mempercepat proses pertumbuhan mikroorganisme. Tersedianya N yang tinggi akan mempercepat pengubahan karbohidrat menjadi protein dan kemudian diubah menjadi protoplasma dan sebagian kecil dipergunakan untuk menyusun dinding sel, terutama karbohidrat bebas N seperti Ca pekat, selulosa, dan lignin berkadar N rendah.

Tabel 7. Kandungan N-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan

Keterangan : SNI (2004) Kandungan N-Total Minimal 0,40%

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

(45)

32

Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda

Rasio C/N pupuk kompos merupakan salah satu kriteria yang umum digunakan untuk menentukan tingkat kematangan kompos dan kualitasnya. Namun nilai rasio C/N tidak mutlak sebagai indikator tingkat kematangan kompos, karena hal tersebut dipengaruhi oleh jenis dan tipe bahan organik yang digunakan untuk pengomposan (Hirai et al., 1983).

Tabel 8. Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda Perlakuan

Keterangan : SNI (2004) Kandungan Rasio C/N Minimal 10 dan Maksimal 20 Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

Peningkatan rasio C/N pupuk kompos bedding kuda tertinggi adalah 8,0 pada perlakuan EM4 (Tabel 8) semakin tinggi nilai peningkatan rasio C/N semakin tidak baik karena banyak N yang terlepaskan ke udara dalam bentuk gas NO2 dan proses degradasi lambat karena kandungan N rendah, waktu pengomposan lama dan kualitas lebih rendah (Wimbanu, 2005). Rasio C/N yang paling mendekati SNI (2004) adalah Stardec (23,3) hal ini menunjukkan bahwa aktivator Stardec memiliki kualitas yang lebih baik dalam peubah rasio C/N dibanding aktivator yang lainnya.

P2O5-Total (Fosfor) Pupuk Kompos Bedding Kuda

(46)

33 (1986), kekurangan P dalam tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menurunnya hasil tanam. Rataan hasil analisis kimia kandungan fosfor (P-Total) pupuk kompos bedding kuda adalah 2,07±0,12 dengan masing-masing perlakuan kontrol (2,12%), EM4 (2,12%), Stardec (2,16%), dan Orgadec (1,89%) disajikan pada Tabel 9. Kandungan P terbesar pada perlakuan Stardec yaitu 2,26% dan terendah pada perlakuan Orgadec yaitu 1,89%. Kandungan analisis P pupuk kompos bedding kuda pada penelitian ini berkisar antara 1,89-2,12%. Hasil analisis pada penelitian ini berada diatas batas minimal SNI (2004) hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari kandungan P yang terdapat pada semua perlakuan sesuai dengan SNI (2004) dan baik digunakan untuk tanaman karena P berfungsi sebagai pertumbuhan akar yang sehat dan normal, dan sebagai pembentukan karbohidrat dan cadangan makanan (Sriharti dan Salim, 2002).

Tabel 9. Kandungan P2O5-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda

Perlakuan Kandungan Unsur Hara P2O5-Total

---%---

Keterangan : SNI (2004) Kandungan P2O5-Total Minimal 0,10%

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

K2O-Total (Kalium) Pupuk Kompos Bedding Kuda

(47)

34 Tabel 10. Kandungan K2O-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda

Perlakuan Kandungan Unsur Hara K2O-Total

---%---

Keterangan : SNI (2004) Kandungan K2O-Total Minimal 0,20%

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

Rataan hasil analisis kimia kandungan K pupuk kompos bedding kuda adalah 1,71±0,02 dengan masing-masing kontrol (1,68%), EM4 (1,73%), Stardec (1,71%), dan Orgadec (1,70%) disajikan pada Tabel 10. Kandungan K terbesar adalah pada perlakuan EM4 dan kandungan K terendah pada perlakuan kontrol. Kandungan batas minimal K menurut SNI (2004) adalah 0,2%, sedangkan pada hasil analisis pupuk kompos bedding kuda penelitian ini berkisar antara 1,68-1,73% atau berada diatas batas minimal SNI (2004) yang menandakan kandungan K sesuai SNI (2004). Penggunaan pupuk kompos bedding kuda merupakan salah satu alternatif penyediaan unsur K karena dapat mencegah pencucian oleh air tanah sebagaimana terjadi pada pupuk K buatan. Kandungan unsur K yang tinggi dapat disebabkan adanya pelapukan bahan organik. Hasil kandungan K yang tinggi ini baik untuk tanaman karena mempercepat pertumbuhan batang tanaman, meningkatkan pembentukan klorofil dan karbohidrat pada buah, meningkatkan kualitas buah, ketahanan terhadap penyakit, penyerapan makanan, mempengaruhi hidratasi, mengatur keseimbangan unsur N dan P, serta berfungsi untuk menguatkan serabut akar (Sriharti dan Salim, 2002).

CaO-Total (Kalsium) Pupuk Kompos Bedding Kuda

(48)

35 perlakuan kontrol (1,43%), EM4 (1,48%), Stardec (1,66%), dan Orgadec (1,29%) (Tabel 11).

Tabel 11. Kandungan CaO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda

Perlakuan Kandungan Unsur Hara CaO-Total

Keterangan : SNI (2004) Kandungan CaO-Total Maksimal 25,50%

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

Kandungan Ca terbesar ditemukan pada perlakuan Stardec (1,66%), sedangkan kandungan Ca terendah adalah pada perlakuan Orgadec (1,29%) atau hasil analisis kandungan unsur Ca penelitian ini berkisar antara 1,29-1,66% dan berada jauh dibawah batas maksimal SNI (2004) yaitu sebesar 25,5%. Demikian ini kurang maksimal digunakan untuk tanaman karena kurang mencukupi kebutuhan tanaman yang mengakibatkan tunas dan akar tidak dapat tumbuh (berkembang) karena pembelahan sel tanaman tersebut terhambat.

MgO-Total (Magnesium) Pupuk Kompos Bedding Kuda

(49)

36 Mg adalah defisiensi pada daun-daun tua yang akan berwarna kuning karena pembentukan klorofil terganggu, dan pada daun muda akan keluar lendir (Hardjowigeno, 2003).

Tabel 12. Kandungan MgO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda

Perlakuan Kandungan Unsur Hara MgO-Total

Keterangan : SNI (2004) Kandungan MgO-Total Maksimal 0,60%

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos Bedding Kuda

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Selain berperan dalam kesuburan tanah, KTK berperan pula dalam meningkatkan penggunaan elemen nutrisi serta berperan dalam melancarkan penyerapan hara dalam tanah oleh tumbuhan. Kapasitas tukar kation didefinisikan sebagai kapasitas untuk menyerap dan mempertukarkan kation dan umumnya dinyatakan dalam satuan miliekuivalen (meq) tiap 100 gram (1 meq/100 g) yang berarti tanah dapat menyerap 1 mg hidrogen tiap 100 gram bahan (Soepardi, 1983). Dalam Taksonomi Tanah, semenjak 1987 satuan meq/100 g diganti menjadi cmol(+)/kg, dimana 1 meq/100 g tanah sama dengan 1 cmol(+)/kg tanah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Harada (1993), batas minimal KTK untuk kualitas pupuk kompos adalah 70 meq/100 g (Lampiran Tabel 1) sedangkan hasil analisis KTK penelitian ini berada jauh dibawah yaitu berkisar antara 29,55-33,43 cmol/kg, hasil ini diduga karena pada pupuk kompos bedding kuda hanya mempunyai sedikit ion, baik anion maupun kation. Anion adalah senyawa bermuatan negatif dan kation senyawa bermuatan positif.

Hasil analisis kimia nilai KTK pupuk kompos bedding kuda adalah pada kontrol (30,58 cmol/kg), EM4 (32,43 cmol/kg), Stardec (33,43 cmol/kg), dan

(50)

37 KTK terbesar adalah pada perlakuan Stardec, sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan Orgadec.

Tabel 13. Nilai KTK Pupuk Kompos Bedding Kuda

Perlakuan Nilai KTK

Sumber : Laboratorium Bioteknologi dan Tropika Bogor (2011)

Kapasitas tukar kation pada tanah berguna bagi tanaman untuk memper-mudah penyerapan unsur hara dan juga menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara yang berada di dalam tanah. Semakin tinggi nilai KTK pada pupuk kompos bedding kuda maka semakin baik penggunaan KTK pada tanah.

Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda

(51)

38 Tabel 14. Hasil Uji Organoleptik Warna

Parameter Perlakuan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

---%--- terhadap 40 orang panelis, dihitung menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis

dan hasilnya menunjukkan nilai P=0,002 (P<0,01) (Lampiran Tabel 14) yang artinya warna pada setiap pupuk kompos bedding kuda sangat nyata berbeda akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda, maka di uji lanjut Tukey dengan hasil uji yaitu kontrol (67,76b), EM4 (102,81a), Stardec (77,70ab) dan Orgadec (73,73ab) (Lampiran Tabel 15) artinya, penggunaan kontrol berbeda dengan penggunaan aktivator EM4 terhadap warna yang dihasilkan, sedangkan penggunaan aktivator EM4 sama dengan penggunaan aktivator Stardec dan Orgadec. Penggunaan aktivator EM4 memiliki nilai tertinggi dibanding dengan penggunaan aktivator yang lain, menandakan penggunaan aktivator EM4 memiliki warna lebih kehitaman (Lampiran 19).

Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda

Untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap bau pupuk kompos bedding

kuda dan menyesuaikan dengan SNI (2004) yaitu tidak berbau feses, maka dilakukan uji organoleptik bau terhadap 40 orang panelis. Hasil perhitungan uji non-parametrik

(52)

39 Panelis yang menyatakan pupuk kompos bedding kuda sangat bau feses pada perlakuan Orgadec (5,00%).

Tabel 15. Hasil Uji Organoleptik Bau

Parameter Perlakuan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

---%---

Tidak Bau Feses 87,5 90,0 90,0 77,5

Bau Feses 12,5 10,0 10,0 17,5

Sangat Bau Feses 0,00 0,00 0,00 5,00

Sumber : Data Olahan (2011)

Pembahasan Umum

Proses pengomposan selama 28 hari pada penelitian ini belum menghasilkan kompos yang matang karena dilihat dari rasio C/N yang masih meningkat dan belum mengalami penurunan. Kompos yang matang ditandai dengan rasio C/N yang rendah dan menurun serta kualitas kompos yang sesuai SNI (2004). Pada perlakuan kontrol peubah yang mendekati SNI (2004) adalah penyusutan dan temperatur, diduga mikroba yang ada pada perlakuan kontrol lebih aktif mengurai bahan organik. Pada perlakuan EM4 peubah yang mendekati SNI (2004) adalah penyusutan, C-Organik, K2O-Total, dan warna lebih kehitaman dibandingkan perlakuan yang lain serta tidak berbau feses. Pada perlakuan Stardec peubah yang mendekati SNI (2004) adalah N-Total, rasio C/N, P2O5-Total, CaO-Total, MgO-Total, KTK dan tidak berbau feses. Pada perlakuan Orgadec peubah yang mendekati SNI (2004) adalah C-Organik. Keempat perlakuan diatas yang lebih mendekati SNI (2004) adalah perlakuan

(53)

40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengomposan bedding kuda dengan menggunakan aktivator mikroba yang berbeda menghasilkan kualitas kompos yang lebih mendekati standart kualitas kompos dari sampah organik domestik SNI (2004) nomor 19-7030-2004 adalah perlakuan Stardec. Proses pengomposan bedding kuda pada penelitian ini belum menghasilkan kompos yang matang karena dilihat dari rasio C/N yang masih meningkat dan belum mengalami penurunan.

Saran

(54)

41

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian, seminar dan skripsi dengan baik. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Karsono M. Sufi, Ibunda Dewi Hermawaryani dan Rudy Choirudin Saleh tercinta atas doa, nasehat, kasih sayang, dan pengorbanan yang tidak pernah berhenti. Juga kepada kakak dan adik Penulis Pramiharso Aryo Widakso, Prasetyo Satrio Aribowo dan Irawati Ariadi Praptiwi.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ir. Salundik, M.Si., selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. selaku pembimbing anggota atas segala bimbingan dan arahan kepada Penulis selama melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada dewan penguji Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. dan Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr. dan panitia sidang Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada Zakiah Wulandari, S.Tp., M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada Penulis selama kuliah di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah dengan baik.

(55)

42 membantu, mendoakan dan memberi semangat. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011

(56)

43

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Populasi ternak 2000-2010. http://www.bps. go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&notab=12. [24 April 2011]

Bogart, R. & R. E. Taylor. 1983. Scientific Farm Animal Production. 2nd Edition. Macmillan Publishing Company, New York.

Center for Policy & Implementation Study (CPIS). 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah: Teori dan Aplikasi. CPIS, Jakarta.

Crawford, J. H. 1984. Composting of Agricultural Wastes. Di dalam. Cheremisinoff, P. N. dan R. P. Oulette (ed). 1984. Biotechnology: Application and Research. Technomic Publishing Co., Inc., USA.

Dalzell, H. W., A. J. Biddlestone., K. R. Gray & K. Thurairajah. 1987. Soil Management: Compost Production and Use in Tropical and Subtropical Environment. Soil Bulletin 56, UN FAO, Rome.

De Bertoldi, M., G. Vallini, & A. Pera. 1984. Technological aspect of composting including modelling and microbiology. Elsevier Applied Sci., Pub., London. Ensminger, M. E. 1962. Animal Science. Animal Agriculture Series. 5th Edit.

Gaur, A. C. 1983. A Manual of Rural Compo sting in Improving Soil Fertility Through Organic Recy1ing. UN FAO, Rome .

Golouke, C. G. 1977. Biological Reclamation of Solid Wastes. Rodale Press, Emmaus, Pennsylvania, P. 249.

Gumbira-Sa'id, E. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya, Ungaran.

Gunawan A. & Y. Surdiyanto. 2001. Pembuatan kompos dengan bahan baku kotoran sapi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 24 (3):12-17. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho & H. H. Bailey. 1986.

Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit UNILA, Lampung.

Harada, Y., K. Haga, Tosada & M. Kashino. 1993. Quality of compost produced from animal waste. Japan Agricultural. Research Quarterly, 26 : 238-246. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Hartono, R. 2009. Produksi biogas dari jerami padi dengan penambahan kotoran kerbau. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia–SNTKI 2009. ISBN978-979-98300-1-2. Bandung, 19-20 Oktober 2009.

Haug, R. T. 1980. Composting Engineering. Ann Arbor Science, Michigan.

Haygreen, J. G. & J. L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

(57)

44 Hirai, M., Chanyazak, V., & Kubota. 1983. A standard measurement for compost

maturity. Biocycle 24.

Indriani, Y. H. 2002. Membuat Kompos Secara Kilat. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Isroi. 2003. Pengomposan limbah padat organik. Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor.

Liao, P. H., Achan & K. V. Lo. 1995. Removal of N from swine manure waste waters by ammonia stripping. Bioresource Technology. Elsevier Sciene Limited. 54:17-20.

Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan GT 1000-WTA dalam pembuatan pupuk organik cair dan padat dari isi rumen limbah Rumah Potong Hewan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Permentan. 2009. Persyaratan teknis minimal pupuk organik. Peraturan Mentan No.2/Pert./HK.060/2/2009.

Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. Jhon Wiley and Sons Ltd, Chicester. Raihan, S. 2002. Suplemen bahan organik terhadap pupuk anorganik dalam

meningkatkan hasil jagung di lahan lebak. Proseding Nasional Pertanian Organik, Jakarta.

Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan. H. Susilo. VI Press, Jakarta.

Sihotang & Benikditus. 2010. Kandungan senyawa kimia pada pupuk kandang berdasarkan jenis binatangnya. Avaliable at r.yuwie.com/blog/entry. berbagai bahan aktivator. Balai Besar Pengembangan Tekhnologi Tepat Guna. LIPI, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 19-7030-2004 Standar kualitas kompos. http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/sni/pdf/SNI%2019-7030-2004.pdf. [2 Maret 2011].

Starbuck, C. J. 2004. Waste Management Alternative Composting. University of Nottingham School of Biociences. Scientific Program, Nottingham.

Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Sumantri B. Cetakan Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(58)

45 Direktorat Jendral Ketenagaan Departemen Pertambangan dan Enenrgi, Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya). Kanisius, Yogyakarta.

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra, & R. D. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi tanah. Rineka Cipta, Jakarta. 447p.

Tiqua, S. M., Tam, N. F. Y. & Hodgins J. J. 1996. Microbial activities during composting of spent pig manure sawdust litter at different mouiture contents. Bioresource Technology. (55):201-206.

Wididana, G. N. & T. Riga. 1993. Penuntun Bercocok Tanam Padi Dengan Teknologi EM4. Seri Pertanian Akrab Lingkungan. PT. Songgolangit Persada, Jakarta. [24 april 2011]

Wimbanu, O. 2005. Pengomposan jerami dan ampas batang sagu dengan metode

(59)

46

(60)

47 Lampiran 1. Baku Mutu Kompos Berdasarkan Japan Bark Compost Association

Kandungan Baku

Lampiran 2. Data Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

---Kg---

1 3,95 4,15 3,60 3,20 3,73

2 3,40 3,55 3,40 3,30 3,41

3 4,05 3,70 3,40 3,55 3,67

Rataan 3,80 3,80 3,47 3,35 3,61

(61)

48 Lampiran 4. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-1

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

1 32 35 37 40 36

2 34 36 39 37 36,5

3 33 34 34 40,5 35,4

Rataan 33,0 35,0 36,7 39,2 36

Lampiran 5. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-1 Sumber

Lampiran 6. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-2

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

1 39 39 40 39 39,3

2 44 38 40 34 39,0

3 42 39 41 40 40,5

Rataan 41,7 38,7 40,3 37,7 39,6

(62)

49 Lampiran 8. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-3

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

1 35 34 37 35 35,3

2 38 35 37 43 38,3

3 39 35 39 36 37,3

Rataan 37,3 34,7 37,7 38 37

Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-3 Sumber

Lampiran 10. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-4

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

1 36 34 36 35 35,3

2 37 34 35 37 35,8

3 35 36 36 36 35,8

Rataan 36,0 34,7 35,7 36 35,6

(63)

50 Lampiran 12. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-5

Ulangan Perlakuan Rataan

Kontrol EM4 Stardec Orgadec

1 35 35 35 35 35,0

2 35 35 35 35 35,0

3 35 36 36 36 35,8

Rataan 35,0 35,3 35,3 35,3 35,3

Lampiran 13. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-5 Sumber

Lampiran 14. Hasil Uji Kruskal Wallis Warna Sumber

Lampiran 15. Hasil Uji Lanjut Tukey Warna

Perlakuan Rata-rata Persamaan

Kontrol 67,76 B

EM4 102,81 A

Stardec 77,70 AB

Gambar

Gambar 6. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Bedding kuda (a) Penyiapan Bahan;
Gambar 7. Cara Pengukuran Nilai pH Pupuk Kompos Bedding Kuda
Tabel 5. Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik Domestik
Gambar 9. Proses Pengangkutan dan Pencampuran Bedding Kuda (a) Pengambilan dan Pengumpulan Bedding Kuda; (b) Penimbangan Bedding kuda; (c) Pengakutan menuju Laboratorium Pengelolaan Limbah Fakultas Peternakan; dan (d) Pencampuran semua Bahan Bedding Kuda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan jahe dalam bentuk pasta dengan konsentrasi dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap total mikroba, keem- pukan,

Dosis bahan perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material dan kapasitas hasil, dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerusakan hasil cetakan dan

POK 1 dibuat di TPST Rawasari, Jakarta Pusat. POK 2 dibuat di RPH Cakung, Jakarta Timur. POK 3 dibuat di Plant Kompos Probolinggo. POK 4 dibuat di Plant Kompos Buleleng. POG 1 dibuat

Tujuan penelitian yaitu mendapatkan jenis dekomposer yang terbaik dalam pengomposan limbah organik pasar, mendapatkan dosis kompos limbah pasar yang terbaik terhadap

Proses pengomposan dilakukan dengan penambahan kotoran ayam menggunakan aktivator campuran EM-4 dan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LCPMKS).. Sampel

Proses pengomposan dilakukan dengan penambahan kotoran ayam menggunakan aktivator campuran EM-4 dan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LCPMKS).. Sampel

berpengaruh terhadap kualitas wortel, antara lain tanpa pemberian kompos, kompos sampah organik, dan kompos yang mengandung kotoran sapi menghasilkan persentase

Waktu Yang Diperlukan Untuk Pembuatan Kompos Dari Limbah Padat Rumah Tangga Dan Kotoran Ternak Babi Dengan Menggunakan Dan Tidak Menggunakan Aktivator