• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan kadar Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan dengan menggunakan teknik spektroskopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan kadar Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan dengan menggunakan teknik spektroskopi"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KADAR Fe(III) DAN Cr(VI) SECARA

SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK

SPEKTROSKOPI

SOKO ANDIKA PERDANA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

SOKO ANDIKA PERDANA. Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) Secara

Simultan dengan Menggunakan Teknik Spektroskopi. Dibimbing oleh LATIFAH

K. DARUSMAN dan UTAMI DYAH SYAFITRI.

Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan dan sumber air minum. Salah satu teknik analisis yang dapat

digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan

menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi

multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis

multi komponen kuadrat terkecil parsial atau

partial least square

(PLS).

Pemodelan dilakukan terhadap larutan Fe(III) dan Cr(VI) pada 24 variasi larutan

dengan kuersetin sebagai reagen kromogenik dan CTAB sebagai penstabil

kompleks yang terbentuk. Hasil pemodelan menunjukkan kondisi optimum

larutan pada sampel dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10

ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10

-5

M, konsentrasi CTAB

sebesar 1,35x10

-3

M, dan waktu reaksi 45 menit. Validasi model yang dilakukan

dengan menggunakan sampel yang tidak diketahui konsentrasinya, hanya dapat

menunjukkan hasil yang cukup baik pada kondisi optimumnya.

ABSTRACT

SOKO ANDIKA PERDANA. Determination of Fe (III) and Cr (VI) Simultaneous

with Spectroscopy technique. Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN AND

UTAMI DYAH SYAFITRI.

(3)

PENENTUAN KADAR Fe(III) DAN Cr(VI) SECARA

SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK

SPEKTROSKOPI

SOKO ANDIKA PERDANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) Secara Simultan dengan Teknik

Spektroskopi

Nama : Soko Andika Perdana

NIM : G44062256

Menyetujui,

Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS

Utami Dyah Syafitri, M.Si, S.Si

NIP 197703162006041010 NIP 197709172005012001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

(5)

PRAKATA

Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

rahmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis melaksanakan

penelitian sejak bulan Mei sampai Desember 2010 di Laboratorium Kimia

Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Latifah K.

Darusman,MS dan Ibu Utami Dyah Syafitri, M.Si, S.Si sebagai pembimbing yang

selalu memberikan saran dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya

ilmiah ini serta meluangkan waktu selama berkonsultasi. Terima kasih kepada

Bapak Eman, Ibu Nunung, Ka Budi Riza dan Bapak Ridwan atas fasilitas,

masukan, dan bantuan yang telah diberikan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, adikku, dan Galih

Novia atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada Nafiul, Ahmad Yani, Tyo, Puput, Asha, Rima, teman-yang seperjuangan

di laboratorium analitik dan tak lupa teman-teman kimia angkatan 43 yang telah

memberikan masukan dan diskusi berkaitan dengan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Januari 1987 dari ayah Sulistoro

dan Ibu Fitri. Penulis merupakan putra sulung dari dua bersaudara, Tahun 2006

penulis lulus dari Sekolah Menengah Kimia Analis Bogor dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program

Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf divisi

Education

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

...

v

DAFTAR GAMBAR

...

v

DAFTAR LAMPIRAN

...

v

PENDAHULUAN

...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Besi (Fe) ...

2

Kromium (Cr) ...

2

Kuersetin ...

2

Partial Least Square

(PLS) ...

3

CTAB ...

3

Spektrofotometer UV-VIS ...

3

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ...

4

Rancangan Percobaan ...

4

Preparasi Larutan Induk ...

4

Pengoptimuman Kondisi Analisis dan Pembuatan Pola ...

5

Validasi Model ...

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

5

SARAN DAN SIMPULAN

...

8

DAFTAR PUSTAKA

...

9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil Pencarian Kondisi Optimum ... 6

Tabel 2 Hasil Validasi Dengan Sampel Yang Dianggap Tidak Diketahui Konsentrasi

Awalnya ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur Kuersetin ... 2

Gambar 2 Struktur CTAB ... 3

Gambar 3 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 3 ... 6

Gambar 4 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 4 ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian ... 11

Lampiran 2 Komposisi Variasi Bahan-Bahan yang Digunakan Pada Tiap Perlakuan . 12

Lampiran 3 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 1 ... 13

Lampiran 4 Hasil Pengoptimuman Kondisi Analisis Ulangan 2 ... 13

Lampiran 5 Hasil Pemodelan Terhadap Ulangan 3 ... 14

Lampiran 6 Hasil Pemodelan Terhadap Ulangan 4 ... 15

(9)

PENDAHULUAN

Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan. Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan. (Liu et al 2006). Kromium(VI) merupakan logam industri yang penting karena merupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Besi (Fe) merupakan unsur yang melimpah di alam dengan bentuk yang stabil, yaitu Fe(II) dan Fe(III). Fe(II) bermanfaat sebagai pembawa oksigen pada mioglobin dan mudah diserap tubuh, sedangkan Fe(III) tidak dapat mengikat oksigen (Kazemi et al 2004).

Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang selalu ada dalam suatu sampel baik sampel bahan alami maupun limbah yang dihasilkan industri sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber air minum. Pada saat ini telah dipelajari penentuan kadar besi dan krom yang dilakukan dengan sampel berbeda dan menggunakan teknik yang berbeda pula. Beberapa dari teknik ini memerlukan separasi fisik, preliminary treatment, bahkan memerlukan instrumen yang berbeda (Abdollahi 2001).

Penentuan kadar Fe(III) biasanya dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri berdasarkan kemampuan Fe(III) untuk membentuk kompleks berwarna dengan beberapa pereaksi kromogenik. Pereaksi yang paling umum digunakan adalah 1,10 fenantrolin (Kazemi et al 2004) dan kalium tiosianat (KSCN) (Khopkar 2003). Penggunaan pereaksi kromogenik 1,10- fenantrolin kurang efisien digunakan karena pereaksi tersebut hanya spesifik untuk Fe(II), sehingga untuk penentuan Fe(III) diperlukan suatu zat pereduksi. Sementara itu, KSCN merupakan ligan yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar dan dapat mengakibatkan terjadinya, interaksi dengan logam yang bukan analat, sehingga kurang baik untuk digunakan.

Penentuan kadar Cr terutama Cr(VI) menggunakan spektrofotometri sinar tampak umumnya menggunakan reagen organik yang dapat dioksidasi dan pembentukan ion asosiasi (Narayana & Cherian 2005). Reagen kromogenik yang biasa dipakai dalam penentuan Cr(VI) adalah difenilkarbazida (DPC), akan tetapi metode ini tidak sensitif

(Snell 1978). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu metode yang dapat menentukan krom dan besi secara simultan yang memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi.

Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis multi komponen kuadrat terkecil parsial atau Partial Least Square (PLS). Metode ini merupakan bagian dari kemometrik yang bertujuan menemukan hubungan statistik antara data spektrum dan informasi yang telah diketahui. Keuntungan teknik ini dapat mengeliminasi spektrum yang mengganggu kuantifikasi analat, meningkatkan selektifitas, dan tidak memerlukan pemisahan atau prekonsentrasi terlebih dahulu (Brereton 2000). Teknik analisis multi komponen ini membutuhkan suatu reagen kromogenik yang dapat bereaksi dengan Fe(III) dan Cr(VI) sehingga membentuk kompleks berwarna yang dapat dideteksi oleh spektrofotometer.

Kuersetin merupakan salah satu senyawa yang berpotensi sebagai pereaksi kromogenik (Alvarez et al. 1989). Kuersetin dalam media miselar dapat membentuk kompleks dengan Cr(VI), dengan Fe(III) sebagai ion pengganggu pada konsentrasi 0,5 ppm. Kehadiran Fe(III) sebagai ion pengganggu menunjukkan bahwa kuersetin dapat juga membentuk kompleks dengan Fe(III). Hal ini diperkuat oleh Ryan & Hynes (2007) yang membentuk kompleks dengan nisbah antara Fe(III) dan kuersetin sebesar 2:1.

(10)

TINJAUAN PUSTAKA

Besi (Fe)

Besi merupakan logam yang paling banyak terdapat di alam. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7 - 5 % pada kerak bumi. Besi merupakan unsur golongan transisi yang salah satu sifatnya dapat membentuk senyawa kompleks berwarna. Kompleks yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-tampak (Vogel 1982). Kompleks berwarna Fe(III)-kuersetin, disebutkan dalam beberapa literatur memiliki panjang gelombang maksimum pada 420 nm (Ryan & Hynes 2007) atau 422,5 nm (Maria et al 2008).

Reaksi kompleksasi Fe(III)-Kuersetin memberikan kondisi terbaik menggunakan larutan Buffer Asetat pada pH 4,6; 2,95x10-7 mol kuersetin; 8,22x10-6 mol CTAB dan waktu pengukuran 45 menit. Linieritas terbaik diperoleh pada kisaran konsentrasi 0,1 – 1,0 ppm dengan nilai R2 sebesar 98,32% (Fajrin 2009).

Besi adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit ( Fe3O4) mengandung besi 65 %, hematite ( Fe2O3 ) mengandung 60 – 75 % besi, limonet ( Fe2O3 .H2O ) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik sreta penggunaannya yang luas.

Kromium (Cr)

Kromium adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang dilambangkan dengan Cr, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom 51,996, massa jenis 650 gr/cm3, titik lebur 1903°C pada tekanan 1 atm, titik didih 2642°C pada tekanan 1 atm (Darwono 1995). Nilai serapan optimum untuk Cr(III) yaitu pada panjang gelombang 410 nm sedangkan pada Cr(VI) pada panjang gelombang 560 nm (Puri et al 1978). Kromium merupakan logam industri yang penting karena rerupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan.

Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan (Liu et al 2006).

Kegiatan industri yang dapat menyebabkan adanya krom di dalam lingkungan antara lain industri cat, baja, tekstil, kulit, semen, keramik, dan kertas. Kontaminasi logam krom dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang tertumpuk di ginjal akan mengakibatkan keracunan akut yang akan ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati dan dalam waktu yang cukup panjang akan mengendap dan menimbulkan kanker paru-paru. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom dalam urine. Oleh karena itu, krom merupakan logam yang sangat beracun dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Khairani et al 2007).

Kuersetin

Kuersetin biasanya banyak terdapat pada tumbuhan dan merupakan senyawa flavonoid yang paling melimpah di alam. Kuersetin merupakan Aglikon (kurang molekul gula) dari flafonoid lainnya (Xing et al 2001). Nama IUPAC kuersetin adalah (3,4- dihidroksifenil)–3,5,7–trihidroksi–4–H-Kromon-4on, dengan rumus molekul C15H10O7.2H2O, massa molar 338,27 g/mol, kerapatan curah 1,799 g/cm3, dan titik leleh 316 °C. Kuersetin berkhasiat sebagai obat prostatitis, penyakit hati, katarak, antiinflamasi, antialergi, anti kanker, bronkhitis, dan asma (Ryan & Hynes 2007).

Kuersetin memiliki gugus fungsi karbonil dan hidroksil sehingga dapat membentuk kompleks dengan beberapa ion logam, misalnya Cr(VI) (Alvarez et al 1989), Fe(III) (Ryan & Hynes 2007), dan Pd (II) (Milica et al 1998). Selain itu dapat pula membentuk kompleks dengan Co(II), Ni(II), Cu(II), dan Zn(II) (Makasheva et al 2005).

(11)

Partial Least Square (PLS)

Kemometrik merupkan seni mengekstrak informasi kimia dari data yang dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold 1995). Kemometrik menyediakan metode dalam mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrument seperti spektrofotometer (Varmuza 2002). Kalibrasi multivariat merupakan salah satu bentuk model analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk menentukan campuran dari beberapa senyawa (Forina et al 1998).

Metode kalibrasi multivariat ini dapat berupa multiple linear regression (MLR),

principle component analysis (PCA),

principle component regression (PCR),

partial least square (PLS), dan artificial

neural network (ANN) (Brereton 2000).

Informasi yang selektif dapat diperoleh dari data yang tidak selektif dalam analisis spektra kuantitatif dengan menggunakan PLS (Hopke 2003).

PLS telah digunakan secara luas sebagai model kalibrasi multivariat. PLS adalah metode yang berkembang dan umum dalam kemometrik untuk memprediksi variabel respon (atau vektor) dari variabel yang berkorelasi tinggi serta memberi pengaruh besar (Hwang & Nettleton 2002).

Prinsip PLS adalah menghitung nilai komponen utama data matriks X (hasil sumber percobaan) dan matriks Y (matriks respon) dan membangun model regresi antar nilai. PLS digunakan untuk memprediksikan serangkaian variabel tak bebas dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear dan nonlinear dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Untuk data sampel yang tidak diketahui, konsentrasi yang bervariasi pada sampel biasanya dapat memprediksi dengan ketepatan yang lebih baik (Hopke 2003). Parameter-parameter dalam PLS adalah factors, loading dan scores. Inti dari PLS adalah menghitung skor komponen dari matriks Y dan X untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut (Abdollahi et al 2003)

CTAB

Surfakan adalah senyawa yang jika terdapat pada konsentrasi rendah didalam suatu sistem mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan-antarmuka, serta mempengaruhi secara berarti energi bebas permukaan¬ antarmuka sistem tersebut. Surfaktan

merupakan molekul ampifilik yang terdiri atas bagian kepala hidrofilik yang mempunyai afinitas tinggi pada air dan bagian hidrofobik yang mempunyai afinitas tinggi pada minyak (Holmberg et al. 2003). Surfaktan telah digunakan sebagai bahan adesif, penggumpal, pembasah, pembusaan, pengemulsi, penetrasi, serta telah digunakan secara luas pada berbagai bidang industri seperti industri farmasi, kosmetika, pertanian, dan pangan.

Setiltrimetilammoniumbromida (CTAB) memiliki nama lain yaitu Heksadesiltrimetilamonium bromida dengan rumus molekul C19H42N+Br-- adalah suatu tetra-substitusi atom nitrogen bervalensi lima dan sebuah rantai lurus panjang alkil (C16) yang memberikan hidrofobisitas. CTAB memiliki bobot molekul 364.46 g/mol, bobot jenis 0.89 kg/L, dan titik nyala sebesar 15 oC. CTAB memiliki nilai CMC (Critical Micel Concentration) sebesar 473.798 ppm (Merck 1.023420100).

Misel merupakan kumpulan molekul surfaktan berukuran koloid yang beragregasi membentuk kelompok-kelompok dengan struktur tertentu akibat telah jenuhnya permukaan suatu material. Struktur misel ada beberapa bentuk, antara lain bulat (spheric), silinder memanjang, lamela datar, dan gelembung. Peningkatan konsentrasi CTAB hingga di atas CMC-nya, akan menyebabkan terbentuknya dua lapisan dari interaksi hidrofobik ekor-ekor rantai alkilnya, sehingga ujung kepala hidrofilik akan bermuatan positif (Ghiachi et al. 2004).

CTAB pada reaksi antara kuersetin dengan Cr(VI) dan Fe(III) berfungsi sebagai penjaga kestabilan kompleks tersebut. Selain itu CTAB juga dapat meningkatkan absorbans pada panjang gelombang 440 nm. pH kondisi reaksi umumnya terdapat pada pH 7, tetapi dengan menambahkan CTAB ke dalam larutan maka pembentukan media miselar dapat terjadi pada pH antara 4,5 sampai 6,5. Pembentukan media miselar maksimum dapat dicapai pada pH 4,6 dengan menggunakan buffer asetat yang memiliki konsentrasi 2M (Alvarez et al 1989).

(12)

Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul. Spektrofotometer yang digunakan dalam daerah spektrum UV (ultraviolet) dan visual (sinar tampak). Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron. Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160 sampai 780 nm (Skoog et al. 2003). Spektrofotometer UV-VIS pada prinsipnya terdiri dari sumber radiasi (source), monokromator, sel, fotosel (radiation transducer), dan detektor.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan, atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Secara umum spektrofotometer UV-Vis memiliki 3 tipe yaitu rancangan berkas tunggal (single beam), rancangan berkas ganda (double beam), dan multichannel (Skoog et al 1998).

Absorbans dari larutan sampel yang diukur Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum dilewatkan ke sampel tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut transmitan (T), sedangkan absorbans diperoleh dari transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai dengan hukum dasarnya yaitu hukum Lambert Beer. Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi tidak mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x serapan mula-mula. Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer (Harvey 2000).

Analat yang dapat diukur oleh spektrofotometer UV-Vis adalah analat yang berwarna atau dibuat berwarna. Proses yang dapat dilakukan untuk membuat larutan berwarna adalah oksidasi atau pembentukan senyawa kompleks. Beberapa aplikasi analisis kuantitatif logam melalui pembentukan kompleks antara lain Fe(III) KSCN; Pd -SnCl2 (Khopkar 2003), Cr(VI) - kuersetin (Alvarez et al 1989), Fe(III) - kuersetin (Fajrin 2009), Cr(VI) - difenilkarbazida; Ca(II)-EDTA (Oxtoby et al 2001), dan Cu(II) - kuersetin (Hakima et al 2005).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis double beam, kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, pH meter, dan peralatan kaca yang umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Minitab 14, perangkat lunak R-2.10.1.

Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3.9H2O, K2Cr2O7.3H2O, kuersetin, etanol, CH3COOH, CH3COONa, setiltrimetilamonium bromida (CTAB).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan untuk sistem penapisan yaitu rancangan percobaan faktorial. Rancangan faktorial yang digunakan memiliki 4 peubah (faktor) yaitu konsentrasi kuersetin, konsentrasi CTAB, nisbah konsentrasi Fe dan Cr, dan waktu reaksi. Peubah konsentrasi kuersetin memiliki 2 level, peubah konsentrasi CTAB memiliki 2 level, peubah nisbah konsentrasi Cr dan Fe memiliki 3 level, dan peubah waktu reaksi memiliki 2 level sehingga rancangan percobaan ini memiliki satuan peubah sebanyak 24 satuan percobaan (2x2x3x2) dengan 2 kali ulangan. Setelah itu metode pengukuran dilakukan seperti yang digambarkan pada bagan alir penelitian di Lampiran 1.

Preparasi Larutan Induk

(13)

Pengoptimuman Kondisi Analisis dan Pembuatan Pola

Metode ini mengacu pada Alvarez et al (1989) yang telah dimodifikasi sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat. Larutan standar Fe(III), Cr(VI), kuersetin, dan CTAB disiapkan sebanyak 24 perlakuan dengan variasi yang berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan. Acuan yang dipakai untuk Fe(III) yaitu skripsi milik Fajrin (2009), sedangkan untuk Cr(VI) yaitu jurnal milik Alvarez et at (1989). Standar dengan 24 perlakuan ini dibuat spektrumnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada kisaran panjang gelombang 400-500 nm dengan kecepatan scanning medium yang akan digunakan untuk menentukan secara simultan kadar Fe(III) dan Cr(VI). Komposisi yang dipakai untuk pengoptimuman kondisi analisis di tunjukkan pada Lampiran 2.

Spektrum yang didapatkan kemudian dibuat polanya sehingga dapat dibandingkan dengan ulangan lainnya dan ditentukan ulangan terbaik untuk dilakukan pemodelan menggunakan metode PLS. Model yang didapatkan akan menunjukkan kondisi optimum untuk pemodelan dengan melihat selisih antara hasil prediksi PLS dengan nilai sebenarnya, kemudian kondisi perlakuan tersebut dipakai untuk memprediksi sampel yang tidak diketahui konsentrasinya.

Validasi Model

Sebanyak 2,5 mL sampel yang diduga terdapat Fe(III) dan Cr(VI) dimasukkan ke dalam labu volumetrik 25 mL kemudian ditambahkan larutan buffer asetat, kuersetin dan media miselar pada kondisi optimum. Setelah itu labu ditera, dihomogenkan dan disimpan selama waktu optimum. Setelah itu diukur serapannya pada kisaran panjang gelombang antara 400 sampai 500 nm. Kadar Fe(III) dan Cr(VI) didapatkan melalui perhitungan dengan perangkat lunak Minitab 14 dan perangkat lunak R-2.10.1 dengan kalibrasi multivariat metode PLS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengoptimuman kondisi analisis dan pembuatan pola

Pencarian kondisi optimum untuk masing-masing logam Fe(III) dan Cr(VI) dilakukan untuk menentukan kisaran panjang gelombang

yang akan digunakan untuk pengukuran sampel. Pada Fe(III) kondisi optimum yang dipakai dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-5 M, konsentrasi Fe 5 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 8,22x10-4 dan waktu reaksi selama 45 menit, nilai ini didapatkan dari acuan yang dipakai yaitu skripsi milik Fajrin (2009). Sedangkan pada Cr(VI) kondisi optimum yang dipakai adalah dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-4 M, konsentrasi Cr 1 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 1,35x10-3 dan waktu reaksi selama 40 menit, nilai ini didapatkan dari acuan yang dipakai yaitu jurnal milik Alvarez et al (1989).

Setelah didapatkan acuan kemudian dilakukan verifikasi terhadap acuan tersebut. Hasil verifikasi yang dilakukan didapatkan hasil nilai yang sama dengan acuannya yaitu kondisi optimum Fe dicapai dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-5 M, konsentrasi Fe 5 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 8,22x10-4 dan waktu reaksi selama 45 menit. Sedangkan pada Cr(VI) kondisi optimum yang dicapai adalah dengan menggunakan kuersetin 2,95x10-4 M, konsentrasi Cr(VI) 1 ppm, pH 4,6, konsentrasi CTAB 1,35x10-3 M dan waktu reaksi selama 40 menit. Berdasarkan hasil verifikasi maka dibuat variasi perlakuan pengoptimuman kondisi analisis seperti pada Lampiran 2.

Pengoptimuman kondisi analisis di ukur pada kisaran panjang gelombang sinar tampak 400 – 500 nm, karena larutan berwarna kuning dan berdasarkan pustaka didapatkan kisaran panjang gelombang antara 423 – 440 nm. Pengoptimuman kondisi analisis pada awalnya hanya dibuat untuk dua ulangan saja, tetapi hasil yang didapatkan setelah pembuatan pola pada ulangan 1 dan 2 mendapatkan hasil yang kurang baik, yaitu pola yang sangat berbeda pada ulangan 1 dan 2, sehingga dilakukan ulangan 3 dan 4 untuk pengoptimuman kondisi analisis. Pola hasil pengoptimuman kondisi analisis untuk ulangan 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

(14)

Pada Gambar 3 dan Gambar 4 yang merupakan hasil pembuatan pola hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 3 dan ulangan 4 terlihat bahwa pola hasil pengoptimuman kondisi analisis tersebut cukup berbeda nyata dengan pola hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 1 dan ulangan 2 yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4 sehingga tidak dapat digunakan untuk pemodelan. Hal ini

disebabkan karena pada saat pembuatan ulangan 1 timbul banyak endapan yang mengakibatkan nilai absorbans dari sampel yang diukur terlalu tinggi dan hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut tidak valid dan terdapat galat yang cukup tinggi.

Endapan yang terjadi disebabkan karena perbandingan pelarut alkohol dan air kurang tepat. Semakin besar rasio air maka endapan yang timbul akan semakin banyak. Hal ini disebabkan karena kromofor yang digunakan (kuersetin) kurang larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol. Endapan ini mengurangi kestabilan kompleks yang terbentuk, sehingga kompleks yang terbentuk tidak stabil dan cepat mengurai kembali menjdi kuersetin dan logam Fe serta Cr. Absorbans yang didapatkan juga bukan merupakan absorbans dari kompleks kuersetin-logam, tetapi absorbans kuersetin yang tidak larut.

Sedangkan pada ulangan kedua juga didapatkan hasil yang cukup jauh dengan ulangan yang lainnya, hal ini disebabkan karena pereaksi yang digunakan tidak langsung digunakan, dan telah didiamkan beberapa lama, hal ini dapat menyebabkan rusaknya pereaksi yang digunakan, terutama kuersetin. Kuersetin memiliki sifat mudah rusak bila didiamkan dalam waktu yang cukup lama karena kuersetin mudah teroksidasi oleh udara jika didiamkan terlalu lama.

Berbeda dengan ulangan 1 dan 2, pola pengoptimuman kondisi analisis pada ulangan 3 dan 4 terlihat mirip, sehingga dapat dikatakan ulangan 3 dan 4 memiliki keterulangan yang tinggi. Ulangan 3 dan 4 dilakukan secara acak dan menggunakan pereaksi yang baru dibuat, sehingga hasil yang didapatkan dari kedua ulangan tersebut mirip dan dapat digunakan sebagai model untuk kalibrasi multivariat.

Kesegaran pereaksi berpengaruh pada pembentukan kompleks yang terjadi, semakin lama didiamkan, maka kompleks yang terbentuk semakin tidak sempurna sehingga akan memberikan hasil pengukuran yang kurang baik.

Berikut ini adalah hasil pemodelan yang telah dilakukan terhadap ulangan 3 dan 4 Hasil pemodelan diatas merupakan hasil

Gambar 4 Hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 4

Panjang gelombang (nm)

Absorbans

Gambar 3 Hasil pengoptimuman kondisi analisis ulangan 3

Absorbans

(15)

pemodelan dengan kalibrasi multivariat Partial Least Square terhadap ulangan 3 dan 4. Hasil pemodelan ini juga dapat menunjukkan nilai prediksi dari konsentrasi Cr(VI) dan Fe(III) dalam campuran sampel pada beberapa variasi perlakuan.

Tabel 1 Hasil Pencarian Kondisi optimum

Ulangan Sampel

e2 RMSEP

Fe Cr Fe Cr

3

Ba2 t45 - 9,41x 10-7

1,013 0,356

Cb1 t40 0.0340 -

4 Bb1 t45 0.0012 5,66x 10-6 0,872 0,324

Nilai ∑e2 Fe merupakan total galat dari prediksi konsentrasi Fe dan konsentrasi Fe sebenarnya pada masing masing perlakuan, sedangkan nilai ∑e2 Cr merupakan total galat dari prediksi konsentrasi Cr dan konsentrasi Cr sebenarnya pada masing masing perlakuan. Perhitungan RMSEP (Root Mean Square

Error Prediction) memiliki tujuan untuk

mengetahui model terbaik dan untuk mengetahui prediksi galat dari tiap ulangan yang telah dilakukan. Semakin kecil nilai RMSEP dari ulangan maka semakin sedikit galat yang terjadi pada ulangan tersebut

Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan dapat terlihat bahwa nilai RMSEP dari ulangan keempat lebih kecil daripada ulangan ketiga, artinya adalah galat total yang terjadi pada ulangan keempat lebih sedikit dibandingkan ulangan ketiga sehingga nilai konsentrasi prediksi Fe(III) dan Cr(VI) yang dapat diambil untuk menentukan variasi terbaik adalah pada ulangan keempat.

Ulangan keempat dapat menunjukkan bahwa nilai e2 terendah pada sampel Bb1 t45 dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10 ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10-5 M, konsentrasi CTAB sebesar 1,35x10-3 M, dan waktu reaksi

45 menit. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi optimum yang akan digunakan dalam penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya.

Penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya dilakukan dengan cara memvalidasikan hasil pemodelan dengan hasil pengukuran sampel yang tidak diketahui konsentrasi awalnya. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistika R-2.10.1, hal ini dilakukan karena perangkat lunak Minitab 14 tidak dapat menghitung data dalam jumlah yang terlalu banyak.

Hasil pengukuran terhadap sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya divalidasikan ke dalam model yang telah didapatkan, hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya

Sampel Ulangan

konsentrasi prediksi(ppm)

konsentrasi sebenarnya

(ppm)

Cr Fe Cr Fe

A

1 1,2900 7,2480

1 2.5 2 1,2633 7,6054

3 1,2521 7,7559

B

1 0,9521 11,7803

1 10 2 0,9694 11,5480

3 0,9129 12,3051

C

1 1,1541 9,0704

1 5

2 1,1508 9,1141

3 1,1628 8,9544

(16)

kuersetin ini juga mudah mengalami transfer elektron pada sisi katekol dari kuersetin (Ryan & Hynes 2007).

Berdasarkan hasil pada Tabel 2 juga dapat dijelaskan bahwa model yang digunakan hanya baik pada kondisi optimum dengan nilai konsentrasi Fe(III) 10 ppm, sedangkan jika model tersebut digunakan untuk konsentrasi Fe(III) selain pada kondisi optimum maka hasil yang dikeluarkan oleh model tersebut kurang baik.

Pada Lampiran 6 ditunjukkan bahwa pada sampel B yang memiliki kondisi optimum seperti yang dilakukan terhadap model memiliki rerata e2 (galat) paling kecil yaitu sebesar 0,9141 hal ini menunjukkan bahwa model dapat diaplikasikan paling baik pada kondisi seperti pada sampel B yaitu kondisi optimum pengukuran. Sedangkan pada sampel A dan C memiliki rerata galat yang cukup besar yaitu 25,4110 dan 47,4044 yang menunjukkan bahwa pengukuran pada kondisi ini kurang baik jika dilakukan pemodelan pada model yang didapatkan.

Reaksi yang terjadi antara kuersetin dengan Cr(VI) lebih kuat daripada dengan Fe(III), kehadiran surfaktan pada reaksi pembentukan kompleks antara Cr(VI) dan kuersetin juga dapat membuat reaksi tersebut menjadi lebih peka (Rafi 2009). Reaksi yang terjadi pada pembentukan kompleks yaitu Cr(VI) yang merupakan oksidator kuat akan mengoksidasi kuersetin (dengan membuka cincin γ-piron), ion Cr(III) akan terbentuk dari proses oksidasi kuersetin oleh Cr(VI) yang kemudian akan membentuk kompleks dengan kuersetin yang telah teroksidasi (Alvarez et al 1989).

CTAB pada reaksi ini berfungsi sebagai senyawa antarmuka yang menghubungkan antara kuersetin dan logam Cr(VI) serta Fe(III) agar kondisi reaksi yang terjadi sesuai dengan kedua logam tersebut. Selain itu CTAB juga dapat meningkatkan absorbans pada panjang gelombang 440 nm. pH kondisi reaksi umumnya terdapat pada pH 7, tetapi dengan menambahkan CTAB ke dalam larutan maka pembentukan media miselar dapat terjadi pada pH antara 4,5 sampai 6,5. Pembentukan media miselar maksimum dapat

dicapai pada pH 4,6 dengan menggunakan buffer asetat yang memiliki konsentrasi 2M (Alvarez et al 1989). Efek perbedaan konsentrasi CTAB tidak terlalu berpengaruh pada hasil kompleksasi yang terjadi selama konsentrasi CTAB yang ditambahkan berada diatas konsentrasi misel kritisnya. Pada semua kondisi, CTAB yang digunakan berada di atas konsentrasi misel kritisnya.

Secara keseluruhan hasil yang didapatkan belum cukup baik, karena hasil validasi model yang dilakukan cukup berbeda dari hasil sebenarnya, hal ini dapat disebabkan karena masih terdapat logam-logam pengganggu yang dapat berinteraksi dengan kuersetin, selain itu kompleks yang terjadi antara Fe(III) dengan kuersetin kurang baik, karena kompleks Fe(III)-kuersetin mudah mengalami dekomposisi. Selain itu model yang didapatkan hanya bisa memprediksi dengan tepat jika kondisi larutan dalam kondisi optimumnya, sedangkan jika digunakan kondisi lainnya maka hasil yang didapatkan kurang baik dan memiliki galat yang besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(17)

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi CTAB di bawah nilai CMCnya, dan dicoba dengan variasi konsentrasi Fe(III) dan Cr(VI) pada linieritas masing-masing logam. Selain itu perlu dilakukan pemodelan lebih lanjut dengan menggunakan kondisi optimum, sehingga hasil konsentrasi prediksi senyawa yang tidak diketahui konsentrasi awalnya akan mendapatkan hasil yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi H. 2001. Simultaneous spectrophotometric determination of chromium(VI) and iron(III) with chromogenic mixed reagents by H-point standard addition method and partial least squares regression. Analytica Chimica Acta 442 : 327-326.

Abdollahi H, Panahi MS, Mohammad RK. 2003. Simultaneous spectrophotometric determination of iron, cobalt, and copper by partial least-square calibration method in micellar medium. IJPR 24: 207-212. Alvarez MJ, Gracia ME, Medel AS. 1989.

The coplexation of Cr(III) and Cr(VI) with flavones in micellar media and its use for the spectrophotometric determination of chromium. Talanta 36:919-923.

Brereton RG. 2000. Introducing to multivariate calibration in analytical chemistry. Analyst 126: 2125-2154. Darwono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi

Hidup. Jakarta: UI-Press.

Fajrin R. 2009. Kompleksasi Fe(III) – kuersetin pada media miselar dan penggunaannya untuk penentuan Fe(III) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Forina M, Casolino MC, Martinez CP. 1998. Multivariate Calibration: Applications to pharmaceutical analysis. J Pharm Biomed Anal 18: 21-33.

Ghiaci M, Kia A, Abbaspur Ă, Azad FS. 2004. Adsorption of chromate by surfactant modified zeolites and MCM-41 molecular sieve. Separatin and Purification Technology 40:285-295. Hakima EH, Ezzohra N, Valerie T, Oliver D.

2005. Interactions of quercetin with iron and copper ions: complexation and autooxidation. Free Radical Research 40 : 303-320.

Harvey D. 2000. Modern Analitycal Chemistry. Ed Internasional. Boston : McGraw-Hill.

Hopke PK. 2003, The evolution of chemometrics. Anal Chem Acta 500: 365-377.

Holmberg K, Jönsson B, Kornberg B. 2003. Surfactants and Polymer in aqueous Solution. New York: Wiley.

Hwang JTG, Nettleton D. 2002. Principal Components regression with data choosen components and related methods. Analyst 53:899-962.

Kazemi L, Atabati M, Zarei K. 2004. Simultaneous determination of Fe(II) and Fe(III) in pharmaceutical formulations with chromogeic mixed reagent y using principal component artificial neural network and multivariate calibration. II

Farmaco 60:37-42.

Khairani N, Azam M, Sofjan K, dan Soeleman. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Krom Dalam Limbah Tekstil Dengan Metode Analisis Pengaktifan Neuron. Berkala Fisika 10: 35-43.

Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analalitik. A. Saptoharjo, penerjemah. Jakarta: UI-P. Terjemahan dari : Basic Concepts of Analitycal Chemistry.

(18)

Makasheva NE, Makashev YA, Sharonov BP,Grachev SA, Mironov VE. 1976. The kinetics of complex formation of some transition metals in quercetin and morin. Russian Chemical Bulletin 25:885-886. Maria B, Anna T, Elzbieta SF. 2008. Selective

determination of Fe(III) in Fe(II) samples by UV-spectrophotometry with the aid of quercetin and morin. Acta Pharmaceutica 58:327-334.

Milica G, Vesna K, Slavica B, Dusan M, Zorica R. 1998. Spectrofotometric investigation of the Pd(II)-quercetin complex in 50% ethanol. Chemical Monthly 129:41-48.

Narayana B & Cherian T. 2005. Rapid spectrophotometric determination of trace amounts of chromium using variamine blue as chromogenic reagent. J Braz Chem Soc 16:197-201.

Otto Matthias. 1999. Chemometrics: statistics and computer application in analytical chemistry. New York; Chichester; Brisbane; Singapore; Toronto: Wiley-VCH ISBN 3-527-29628-X.

Oxtoby DW, Gillis HP, Nachtrieb NH. 2001. Prinsip-prinsip kimia modern. Ed ke-1. Suminar S Achmadi, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles Of

Modern Chemistry.

Paul Gemperline, 2006. Practical guide to chemometrics. 2nd Edition CRC Press Taylor & Francis Group, ISBN 1-57444-783-1.

Puri BK, Gautam M. 1978. Spectrophotometric determination of chromium(III) and rhodium(III) after extraction with oxine into molten naphthalene. Talanta 25:484-485.

Rafi M. 2009. Potensi metode penambahan standar titik-H untuk penentuan simultan kromium(III) dan kromium(VI) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rodriguez AMG, Torres AG, Pavon JMC, Ojeda CB. 1998. Simultaneous determination of iron, cobalt, nickel and copper by UV-visible spectrophotometry with multivariate calibration. Talanta 47: 463-470.

Ryan P, Hynes MJ. 2007. The kinethics and mechanism of the reactions of iron (III) with quercetin and morin. Journal of Inorganic Biochemistry 102: 127-136.

Skoog DA, Holler FJ, Niemann TA. 1998. Principle of Instrumental Analysis. Ed ke 5. Florida : Saunders College.

Snell FD. 1978. Photometric and Flourometric Methods of Analysis. Vol 1. New York: John Wiley & Sons.

Varmuza K. 2002. Applied Chemometric: Form Chemical Data Relevant Information [terhubung berkala]. http://www.vias.org/tmdatanaleg/ccmultic a.pdf(25 November 2010).

Vogel AI, Svehla G. 1982. Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro. Ed ke-5. Setiono dan Hadyana Pudjaatmaka, penerjemah. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Terjemahan dari Macro and Semi micro qulitative Inorganic Analysis. Wold S. 1995. Chemometrics : What Do We

want From It?. Chem Intel Lab Syst 30: 109-115.

(19)
(20)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Perancangan Percobaan

Preparasi larutan induk

Sampel dengan 24 perlakuan dilakukan pemayaran dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 400 – 500 nm

Dilakukan pembuatan pola terhadap hasil pengukuran

beberapa ulangan

Dilakukan pembuatan pola terhadap hasil pengukuran

Dilakukan pemodelan pada beberapa ulangan yang tidak berbeda nyata pola hasil

pengukurannya

Ditentukan kondisi optimumnya berdasarkan hasil pemodelan yang

telah dilakukan

Validasi model yang didapatkan dengan sampel yang dianggap

(21)

Lampiran 2 Komposisi variasi bahan-bahan yang digunakan pada tiap perlakuan

Kode Variasi perlakuan

perlakuan Cr Fe CTAB Kuersetin Waktu

(ppm) (ppm) (M) (M) (menit)

(22)

Lampiran 4 Hasil Pengoptimuman kondisi analisis Ulangan 2

Lampiran 3 Hasil Pengoptimuman kondisi analisis Ulangan 1

(23)

Lampiran 5 Hasil pemodelan terhadap ulangan 3

Sample Fe(ppm) Cr(ppm)

Konsentrasi prediksi Fe

Konsentrasi

prediksi Cr e Fe e Cr e2 Fe e2 Cr Aa1 t40 5 1 5.3248 1.2612 0.3248 0.2612 0.1055 0.0682 Aa1 t45 5 1 4.0518 1.2308 0.9482 0.2308 0.8991 0.0532 Aa2 t40 5 1 5.2477 1.3817 0.2477 0.3817 0.0614 0.1457 Aa2 t45 5 1 5.8952 1.3101 0.8952 0.3101 0.8014 0.0962 Ab1 t40 5 1 5.4428 1.1872 0.4428 0.1872 0.1961 0.0350 Ab1 t45 5 1 6.5893 1.1208 1.5893 0.1208 2.5259 0.0146 Ab2 t40 5 1 5.2914 1.4941 0.2914 0.4941 0.0849 0.2442 Ab2 t45 5 1 4.4857 1.5637 0.5143 0.5637 0.2645 0.3177 Ba1 t40 10 1 9.0127 0.9745 0.9873 0.0255 0.9748 0.0006 Ba1 t45 10 1 8.1965 1.4818 1.8035 0.4818 3.2526 0.2321 Ba2 t40 10 1 7.4430 1.2516 2.5570 0.2516 6.5382 0.0633 Ba2 t45 10 1 9.6454 0.9990 0.3546 0.0010 0.1257 9.41E-07 Bb1 t40 10 1 11.0772 0.8051 1.0772 0.1949 1.1604 0.0380 Bb1 t45 10 1 10.2372 0.8832 0.2372 0.1168 0.0563 0.0136 Bb2 t40 10 1 9.3592 1.0018 0.6408 0.0018 0.4106 3.24E-06 Bb2 t45 10 1 8.6023 1.0837 1.3977 0.0837 1.9536 0.0070 Ca1 t40 5 2 4.6041 2.0507 0.3959 0.0507 0.1567 0.0026 Ca1 t45 5 2 3.1016 1.7307 1.8984 0.2693 3.6039 0.0725 Ca2 t40 5 2 5.5753 1.4452 0.5753 0.5548 0.3310 0.3078 Ca2 t45 5 2 5.3855 1.4664 0.3855 0.5336 0.1486 0.2848 Cb1 t40 5 2 4.8156 2.0576 0.1844 0.0576 0.0340 0.0033 Cb1 t45 5 2 5.1949 1.4042 0.1949 0.5959 0.0380 0.3550 Cb2 t40 5 2 5.3674 1.4411 0.3674 0.5589 0.1350 0.3123 Cb2 t45 5 2 5.9013 1.3888 0.9013 0.6112 0.8123 0.3736

∑e2 24.6704 3.0415

RMSEP Fe = 1.0138707

(24)

Lampiran 6 Hasil pemodelan terhadap ulangan 4

Sample Fe(ppm) Cr(ppm)

Konsentrasi prediksi Fe

Konsentrasi

prediksi Cr e Fe e Cr e2 Fe e2 Cr Aa1 t40 5 1 4.506 1.180 0.494 0.180 0.2441 0.0325 Aa1 t45 5 1 4.378 1.033 0.622 0.033 0.3870 0.0011 Aa2 t40 5 1 5.129 1.398 0.129 0.398 0.0166 0.1582 Aa2 t45 5 1 6.181 1.315 1.181 0.315 1.3957 0.0993 Ab1 t40 5 1 6.375 1.063 1.375 0.063 1.8906 0.0040 Ab1 t45 5 1 4.441 1.097 0.559 0.097 0.3123 0.0093 Ab2 t40 5 1 5.425 1.482 0.425 0.482 0.1802 0.2323 Ab2 t45 5 1 5.116 1.505 0.116 0.505 0.0134 0.2548 Ba1 t40 10 1 10.290 0.961 0.290 0.039 0.0840 0.0016 Ba1 t45 10 1 9.281 1.286 0.719 0.286 0.5168 0.0816 Ba2 t40 10 1 8.124 1.174 1.876 0.174 3.5209 0.0303 Ba2 t45 10 1 8.868 1.073 1.132 0.073 1.2823 0.0053 Bb1 t40 10 1 11.602 0.863 1.602 0.137 2.5654 0.0187 Bb1 t45 10 1 10.034 0.998 0.034 0.002 0.0012 5.66E-06 Bb2 t40 10 1 9.596 0.987 0.405 0.013 0.1636 0.0002 Bb2 t45 10 1 10.048 1.120 0.047 0.120 0.0023 0.0144 Ca1 t40 5 2 5.288 2.094 0.288 0.094 0.0831 0.0089 Ca1 t45 5 2 7.010 1.517 2.010 0.483 4.0381 0.2334 Ca2 t40 5 2 5.282 1.484 0.282 0.516 0.0796 0.2663 Ca2 t45 5 2 5.331 1.462 0.331 0.538 0.1092 0.2891 Cb1 t40 5 2 5.478 2.176 0.478 0.176 0.2288 0.0311 Cb1 t45 5 2 4.874 1.939 0.126 0.061 0.0159 0.0037 Cb2 t40 5 2 5.701 1.387 0.701 0.613 0.4907 0.3760 Cb2 t45 5 2 5.798 1.391 0.798 0.609 0.6365 0.3705

∑e2 18.258 2.522

RMSEP Fe = 0.8722137

(25)

Lampiran 7 Hasil perhitungan galat rata-rata dari masing-masing sampel

Sampel Cr Fe Cr Fe e Cr e Fe e2 Cr e2 Fe

A

1.2900 7.2480 1 2.5 0.2900 4.7480 0.0841 22.5435 1.2633 7.6054 1 2.5 0.2633 5.1054 0.069327 26.06511 1.2521 7.7559 1 2.5 0.2521 5.2559 0.063554 27.62448 rerata e2 25.4110

B

1.1541 9.0704 1 10 0.1541 0.9296 0.023747 0.864156 1.1508 9.1141 1 10 0.1508 0.8859 0.022741 0.784819 1.1628 8.9544 1 10 0.1628 1.0456 0.026504 1.093279

rerata e2 0.9141

C

0.9521 11.7803 1 5 0.0479 6.7803 0.002294 45.97247 0.9694 11.5480 1 5 0.0306 6.5480 0.000936 42.8763 0.9129 12.3051 1 5 0.0871 7.3051 0.007586 53.36449

(26)

PENENTUAN KADAR Fe(III) DAN Cr(VI) SECARA

SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK

SPEKTROSKOPI

SOKO ANDIKA PERDANA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(27)

ABSTRAK

SOKO ANDIKA PERDANA. Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) Secara

Simultan dengan Menggunakan Teknik Spektroskopi. Dibimbing oleh LATIFAH

K. DARUSMAN dan UTAMI DYAH SYAFITRI.

Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan dan sumber air minum. Salah satu teknik analisis yang dapat

digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan

menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi

multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis

multi komponen kuadrat terkecil parsial atau

partial least square

(PLS).

Pemodelan dilakukan terhadap larutan Fe(III) dan Cr(VI) pada 24 variasi larutan

dengan kuersetin sebagai reagen kromogenik dan CTAB sebagai penstabil

kompleks yang terbentuk. Hasil pemodelan menunjukkan kondisi optimum

larutan pada sampel dengan variasi perbandingan konsentrasi Fe : Cr sebesar 10

ppm: 1 ppm, konsentrasi kuersetin sebesar 2,95x10

-5

M, konsentrasi CTAB

sebesar 1,35x10

-3

M, dan waktu reaksi 45 menit. Validasi model yang dilakukan

dengan menggunakan sampel yang tidak diketahui konsentrasinya, hanya dapat

menunjukkan hasil yang cukup baik pada kondisi optimumnya.

ABSTRACT

SOKO ANDIKA PERDANA. Determination of Fe (III) and Cr (VI) Simultaneous

with Spectroscopy technique. Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN AND

UTAMI DYAH SYAFITRI.

(28)

PENDAHULUAN

Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan. Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan. (Liu et al 2006). Kromium(VI) merupakan logam industri yang penting karena merupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Besi (Fe) merupakan unsur yang melimpah di alam dengan bentuk yang stabil, yaitu Fe(II) dan Fe(III). Fe(II) bermanfaat sebagai pembawa oksigen pada mioglobin dan mudah diserap tubuh, sedangkan Fe(III) tidak dapat mengikat oksigen (Kazemi et al 2004).

Cr(VI) dan Fe(III) adalah logam yang selalu ada dalam suatu sampel baik sampel bahan alami maupun limbah yang dihasilkan industri sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber air minum. Pada saat ini telah dipelajari penentuan kadar besi dan krom yang dilakukan dengan sampel berbeda dan menggunakan teknik yang berbeda pula. Beberapa dari teknik ini memerlukan separasi fisik, preliminary treatment, bahkan memerlukan instrumen yang berbeda (Abdollahi 2001).

Penentuan kadar Fe(III) biasanya dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri berdasarkan kemampuan Fe(III) untuk membentuk kompleks berwarna dengan beberapa pereaksi kromogenik. Pereaksi yang paling umum digunakan adalah 1,10 fenantrolin (Kazemi et al 2004) dan kalium tiosianat (KSCN) (Khopkar 2003). Penggunaan pereaksi kromogenik 1,10- fenantrolin kurang efisien digunakan karena pereaksi tersebut hanya spesifik untuk Fe(II), sehingga untuk penentuan Fe(III) diperlukan suatu zat pereduksi. Sementara itu, KSCN merupakan ligan yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar dan dapat mengakibatkan terjadinya, interaksi dengan logam yang bukan analat, sehingga kurang baik untuk digunakan.

Penentuan kadar Cr terutama Cr(VI) menggunakan spektrofotometri sinar tampak umumnya menggunakan reagen organik yang dapat dioksidasi dan pembentukan ion asosiasi (Narayana & Cherian 2005). Reagen kromogenik yang biasa dipakai dalam penentuan Cr(VI) adalah difenilkarbazida (DPC), akan tetapi metode ini tidak sensitif

(Snell 1978). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu metode yang dapat menentukan krom dan besi secara simultan yang memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi.

Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menentukan Fe(III) dan Cr(VI) secara simultan adalah dengan menggunakan metode kombinasi antara spektrofotometri dengan kalibrasi multivariat. Kalibrasi multivariat yang digunakan yaitu teknik analisis multi komponen kuadrat terkecil parsial atau Partial Least Square (PLS). Metode ini merupakan bagian dari kemometrik yang bertujuan menemukan hubungan statistik antara data spektrum dan informasi yang telah diketahui. Keuntungan teknik ini dapat mengeliminasi spektrum yang mengganggu kuantifikasi analat, meningkatkan selektifitas, dan tidak memerlukan pemisahan atau prekonsentrasi terlebih dahulu (Brereton 2000). Teknik analisis multi komponen ini membutuhkan suatu reagen kromogenik yang dapat bereaksi dengan Fe(III) dan Cr(VI) sehingga membentuk kompleks berwarna yang dapat dideteksi oleh spektrofotometer.

Kuersetin merupakan salah satu senyawa yang berpotensi sebagai pereaksi kromogenik (Alvarez et al. 1989). Kuersetin dalam media miselar dapat membentuk kompleks dengan Cr(VI), dengan Fe(III) sebagai ion pengganggu pada konsentrasi 0,5 ppm. Kehadiran Fe(III) sebagai ion pengganggu menunjukkan bahwa kuersetin dapat juga membentuk kompleks dengan Fe(III). Hal ini diperkuat oleh Ryan & Hynes (2007) yang membentuk kompleks dengan nisbah antara Fe(III) dan kuersetin sebesar 2:1.

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Besi (Fe)

Besi merupakan logam yang paling banyak terdapat di alam. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7 - 5 % pada kerak bumi. Besi merupakan unsur golongan transisi yang salah satu sifatnya dapat membentuk senyawa kompleks berwarna. Kompleks yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-tampak (Vogel 1982). Kompleks berwarna Fe(III)-kuersetin, disebutkan dalam beberapa literatur memiliki panjang gelombang maksimum pada 420 nm (Ryan & Hynes 2007) atau 422,5 nm (Maria et al 2008).

Reaksi kompleksasi Fe(III)-Kuersetin memberikan kondisi terbaik menggunakan larutan Buffer Asetat pada pH 4,6; 2,95x10-7 mol kuersetin; 8,22x10-6 mol CTAB dan waktu pengukuran 45 menit. Linieritas terbaik diperoleh pada kisaran konsentrasi 0,1 – 1,0 ppm dengan nilai R2 sebesar 98,32% (Fajrin 2009).

Besi adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit ( Fe3O4) mengandung besi 65 %, hematite ( Fe2O3 ) mengandung 60 – 75 % besi, limonet ( Fe2O3 .H2O ) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling biasa digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik sreta penggunaannya yang luas.

Kromium (Cr)

Kromium adalah logam berbentuk kristal dan berwarna putih bening yang dilambangkan dengan Cr, mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom 51,996, massa jenis 650 gr/cm3, titik lebur 1903°C pada tekanan 1 atm, titik didih 2642°C pada tekanan 1 atm (Darwono 1995). Nilai serapan optimum untuk Cr(III) yaitu pada panjang gelombang 410 nm sedangkan pada Cr(VI) pada panjang gelombang 560 nm (Puri et al 1978). Kromium merupakan logam industri yang penting karena rerupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Kromium memiliki dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan.

Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(III) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan (Liu et al 2006).

Kegiatan industri yang dapat menyebabkan adanya krom di dalam lingkungan antara lain industri cat, baja, tekstil, kulit, semen, keramik, dan kertas. Kontaminasi logam krom dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang tertumpuk di ginjal akan mengakibatkan keracunan akut yang akan ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati dan dalam waktu yang cukup panjang akan mengendap dan menimbulkan kanker paru-paru. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom dalam urine. Oleh karena itu, krom merupakan logam yang sangat beracun dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia (Khairani et al 2007).

Kuersetin

Kuersetin biasanya banyak terdapat pada tumbuhan dan merupakan senyawa flavonoid yang paling melimpah di alam. Kuersetin merupakan Aglikon (kurang molekul gula) dari flafonoid lainnya (Xing et al 2001). Nama IUPAC kuersetin adalah (3,4- dihidroksifenil)–3,5,7–trihidroksi–4–H-Kromon-4on, dengan rumus molekul C15H10O7.2H2O, massa molar 338,27 g/mol, kerapatan curah 1,799 g/cm3, dan titik leleh 316 °C. Kuersetin berkhasiat sebagai obat prostatitis, penyakit hati, katarak, antiinflamasi, antialergi, anti kanker, bronkhitis, dan asma (Ryan & Hynes 2007).

Kuersetin memiliki gugus fungsi karbonil dan hidroksil sehingga dapat membentuk kompleks dengan beberapa ion logam, misalnya Cr(VI) (Alvarez et al 1989), Fe(III) (Ryan & Hynes 2007), dan Pd (II) (Milica et al 1998). Selain itu dapat pula membentuk kompleks dengan Co(II), Ni(II), Cu(II), dan Zn(II) (Makasheva et al 2005).

(30)

Partial Least Square (PLS)

Kemometrik merupkan seni mengekstrak informasi kimia dari data yang dihasilkan oleh suatu percobaan kimia (Wold 1995). Kemometrik menyediakan metode dalam mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrument seperti spektrofotometer (Varmuza 2002). Kalibrasi multivariat merupakan salah satu bentuk model analisis kemometrik yang dapat digunakan untuk menentukan campuran dari beberapa senyawa (Forina et al 1998).

Metode kalibrasi multivariat ini dapat berupa multiple linear regression (MLR),

principle component analysis (PCA),

principle component regression (PCR),

partial least square (PLS), dan artificial

neural network (ANN) (Brereton 2000).

Informasi yang selektif dapat diperoleh dari data yang tidak selektif dalam analisis spektra kuantitatif dengan menggunakan PLS (Hopke 2003).

PLS telah digunakan secara luas sebagai model kalibrasi multivariat. PLS adalah metode yang berkembang dan umum dalam kemometrik untuk memprediksi variabel respon (atau vektor) dari variabel yang berkorelasi tinggi serta memberi pengaruh besar (Hwang & Nettleton 2002).

Prinsip PLS adalah menghitung nilai komponen utama data matriks X (hasil sumber percobaan) dan matriks Y (matriks respon) dan membangun model regresi antar nilai. PLS digunakan untuk memprediksikan serangkaian variabel tak bebas dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear dan nonlinear dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Untuk data sampel yang tidak diketahui, konsentrasi yang bervariasi pada sampel biasanya dapat memprediksi dengan ketepatan yang lebih baik (Hopke 2003). Parameter-parameter dalam PLS adalah factors, loading dan scores. Inti dari PLS adalah menghitung skor komponen dari matriks Y dan X untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut (Abdollahi et al 2003)

CTAB

Surfakan adalah senyawa yang jika terdapat pada konsentrasi rendah didalam suatu sistem mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan-antarmuka, serta mempengaruhi secara berarti energi bebas permukaan¬ antarmuka sistem tersebut. Surfaktan

merupakan molekul ampifilik yang terdiri atas bagian kepala hidrofilik yang mempunyai afinitas tinggi pada air dan bagian hidrofobik yang mempunyai afinitas tinggi pada minyak (Holmberg et al. 2003). Surfaktan telah digunakan sebagai bahan adesif, penggumpal, pembasah, pembusaan, pengemulsi, penetrasi, serta telah digunakan secara luas pada berbagai bidang industri seperti industri farmasi, kosmetika, pertanian, dan pangan.

Setiltrimetilammoniumbromida (CTAB) memiliki nama lain yaitu Heksadesiltrimetilamonium bromida dengan rumus molekul C19H42N+Br-- adalah suatu tetra-substitusi atom nitrogen bervalensi lima dan sebuah rantai lurus panjang alkil (C16) yang memberikan hidrofobisitas. CTAB memiliki bobot molekul 364.46 g/mol, bobot jenis 0.89 kg/L, dan titik nyala sebesar 15 oC. CTAB memiliki nilai CMC (Critical Micel Concentration) sebesar 473.798 ppm (Merck 1.023420100).

Misel merupakan kumpulan molekul surfaktan berukuran koloid yang beragregasi membentuk kelompok-kelompok dengan struktur tertentu akibat telah jenuhnya permukaan suatu material. Struktur misel ada beberapa bentuk, antara lain bulat (spheric), silinder memanjang, lamela datar, dan gelembung. Peningkatan konsentrasi CTAB hingga di atas CMC-nya, akan menyebabkan terbentuknya dua lapisan dari interaksi hidrofobik ekor-ekor rantai alkilnya, sehingga ujung kepala hidrofilik akan bermuatan positif (Ghiachi et al. 2004).

CTAB pada reaksi antara kuersetin dengan Cr(VI) dan Fe(III) berfungsi sebagai penjaga kestabilan kompleks tersebut. Selain itu CTAB juga dapat meningkatkan absorbans pada panjang gelombang 440 nm. pH kondisi reaksi umumnya terdapat pada pH 7, tetapi dengan menambahkan CTAB ke dalam larutan maka pembentukan media miselar dapat terjadi pada pH antara 4,5 sampai 6,5. Pembentukan media miselar maksimum dapat dicapai pada pH 4,6 dengan menggunakan buffer asetat yang memiliki konsentrasi 2M (Alvarez et al 1989).

(31)

Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul. Spektrofotometer yang digunakan dalam daerah spektrum UV (ultraviolet) dan visual (sinar tampak). Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron. Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160 sampai 780 nm (Skoog et al. 2003). Spektrofotometer UV-VIS pada prinsipnya terdiri dari sumber radiasi (source), monokromator, sel, fotosel (radiation transducer), dan detektor.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan, atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Secara umum spektrofotometer UV-Vis memiliki 3 tipe yaitu rancangan berkas tunggal (single beam), rancangan berkas ganda (double beam), dan multichannel (Skoog et al 1998).

Absorbans dari larutan sampel yang diukur Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum dilewatkan ke sampel tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut transmitan (T), sedangkan absorbans diperoleh dari transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai dengan hukum dasarnya yaitu hukum Lambert Beer. Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi tidak mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x serapan mula-mula. Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer (Harvey 2000).

Analat yang dapat diukur oleh spektrofotometer UV-Vis adalah analat yang berwarna atau dibuat berwarna. Proses yang dapat dilakukan untuk membuat larutan berwarna adalah oksidasi atau pembentukan senyawa kompleks. Beberapa aplikasi analisis kuantitatif logam melalui pembentukan kompleks antara lain Fe(III) KSCN; Pd -SnCl2 (Khopkar 2003), Cr(VI) - kuersetin (Alvarez et al 1989), Fe(III) - kuersetin (Fajrin 2009), Cr(VI) - difenilkarbazida; Ca(II)-EDTA (Oxtoby et al 2001), dan Cu(II) - kuersetin (Hakima et al 2005).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis double beam, kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, pH meter, dan peralatan kaca yang umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Minitab 14, perangkat lunak R-2.10.1.

Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3.9H2O, K2Cr2O7.3H2O, kuersetin, etanol, CH3COOH, CH3COONa, setiltrimetilamonium bromida (CTAB).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan untuk sistem penapisan yaitu rancangan percobaan faktorial. Rancangan faktorial yang digunakan memiliki 4 peubah (faktor) yaitu konsentrasi kuersetin, konsentrasi CTAB, nisbah konsentrasi Fe dan Cr, dan waktu reaksi. Peubah konsentrasi kuersetin memiliki 2 level, peubah konsentrasi CTAB memiliki 2 level, peubah nisbah konsentrasi Cr dan Fe memiliki 3 level, dan peubah waktu reaksi memiliki 2 level sehingga rancangan percobaan ini memiliki satuan peubah sebanyak 24 satuan percobaan (2x2x3x2) dengan 2 kali ulangan. Setelah itu metode pengukuran dilakukan seperti yang digambarkan pada bagan alir penelitian di Lampiran 1.

Preparasi Larutan Induk

(32)

Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah sebuah instrumen yang mengukur absorbsi atau penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul. Spektrofotometer yang digunakan dalam daerah spektrum UV (ultraviolet) dan visual (sinar tampak). Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron. Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160 sampai 780 nm (Skoog et al. 2003). Spektrofotometer UV-VIS pada prinsipnya terdiri dari sumber radiasi (source), monokromator, sel, fotosel (radiation transducer), dan detektor.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan, atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Secara umum spektrofotometer UV-Vis memiliki 3 tipe yaitu rancangan berkas tunggal (single beam), rancangan berkas ganda (double beam), dan multichannel (Skoog et al 1998).

Absorbans dari larutan sampel yang diukur Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur intensitas sinar yang dilalui menuju sample (I) dan membandingkannya dengan intensitas sinar sebelum dilewatkan ke sampel tersebut (I0). Rasio I/I0 disebut transmitan (T), sedangkan absorbans diperoleh dari transmitan tersebut dengan rumus A= -log T sesuai dengan hukum dasarnya yaitu hukum Lambert Beer. Hukum Lambert-Beer ini juga memiliki kelemahan, yaitu kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi tidak mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x serapan mula-mula. Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer (Harvey 2000).

Analat yang dapat diukur oleh spektrofotometer UV-Vis adalah analat yang berwarna atau dibuat berwarna. Proses yang dapat dilakukan untuk membuat larutan berwarna adalah oksidasi atau pembentukan senyawa kompleks. Beberapa aplikasi analisis kuantitatif logam melalui pembentukan kompleks antara lain Fe(III) KSCN; Pd -SnCl2 (Khopkar 2003), Cr(VI) - kuersetin (Alvarez et al 1989), Fe(III) - kuersetin (Fajrin 2009), Cr(VI) - difenilkarbazida; Ca(II)-EDTA (Oxtoby et al 2001), dan Cu(II) - kuersetin (Hakima et al 2005).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis double beam, kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, pH meter, dan peralatan kaca yang umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Minitab 14, perangkat lunak R-2.10.1.

Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3.9H2O, K2Cr2O7.3H2O, kuersetin, etanol, CH3COOH, CH3COONa, setiltrimetilamonium bromida (CTAB).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan untuk sistem penapisan yaitu rancangan percobaan faktorial. Rancangan faktorial yang digunakan memiliki 4 peubah (faktor) yaitu konsentrasi kuersetin, konsentrasi CTAB, nisbah konsentrasi Fe dan Cr, dan waktu reaksi. Peubah konsentrasi kuersetin memiliki 2 level, peubah konsentrasi CTAB memiliki 2 level, peubah nisbah konsentrasi Cr dan Fe memiliki 3 level, dan peubah waktu reaksi memiliki 2 level sehingga rancangan percobaan ini memiliki satuan peubah sebanyak 24 satuan percobaan (2x2x3x2) dengan 2 kali ulangan. Setelah itu metode pengukuran dilakukan seperti yang digambarkan pada bagan alir penelitian di Lampiran 1.

Preparasi Larutan Induk

(33)

Pengoptimuman Kondisi Analisis dan Pembuatan Pola

Metode ini mengacu pada Alvarez et al (1989) yang telah dimodifikasi sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat. Larutan standar Fe(III), Cr(VI), kuersetin, dan CTAB disiapkan sebanyak 24 perlakuan dengan variasi yang berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan. Acuan yang dipakai untuk Fe(III) yaitu skripsi milik Fajrin (2009), sedangkan untuk Cr(VI) yaitu jurnal milik Alvarez et at (1989). Standar dengan 24 perlakuan ini dibuat spektrumnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada kisaran panjang gelombang 400-500 nm dengan kecepatan scanning medium yang akan digunakan untuk menentukan secara simultan kadar Fe(III) dan Cr(VI). Komposisi yang dipakai untuk pengoptimuman kondisi analisis di tunjukkan pada Lampiran 2.

Spektrum yang didapatkan kemudian dibuat polanya sehingga dapat dibandingkan dengan ulangan lainnya dan ditentukan ulangan terbaik untuk dilakukan pemodelan menggunakan metode PLS. Model yang didapatkan akan menunjukkan kondisi optimum untuk pemodelan dengan melihat selisih antara hasil prediksi PLS dengan nilai sebenarnya, kemudian kondisi perlakuan tersebut dipakai untuk memprediksi sampel yang tidak diketahui konsentrasinya.

Validasi Model

Sebanyak 2,5 mL sampel yang diduga terdapat Fe(III) dan Cr(VI) dimasukkan ke dalam labu volumetrik 25 mL kemudian ditambahkan larutan buffer asetat, kuersetin dan media miselar pada kondisi optimum. Setelah itu labu ditera, dihomogenkan dan disimpan selama waktu optimum. Setelah itu diukur serapannya pada kisaran panjang gelombang antara 400 sampai 500 nm. Kadar Fe(III) dan Cr(VI) didapatkan melalui perhitungan dengan perangkat lunak Minitab 14 dan perangkat lunak R-2.10.1 dengan kalibrasi multivariat metode PLS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengoptimuman kondisi analisis dan pembuatan pola

Pencarian kondisi optimum untuk masing-masing logam Fe(III) dan Cr(VI) dilakukan untuk menentukan kisaran panjang gelombang

yang akan digunakan untuk pengukuran sampel. Pada Fe(III) kon

Gambar

Gambar 3 Hasil pengoptimuman kondisi analisis
Tabel 2 Hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya
Gambar 3 Hasil pengoptimuman kondisi analisis
Tabel 2 Hasil penentuan konsentrasi prediksi sampel yang dianggap tidak diketahui konsentrasi awalnya

Referensi

Dokumen terkait

Metoda ini diaplikasikan untuk penentuan langsung Fe(III) dan Co(II) secara simultan dalam sampel air kran, air sungai Batu Busuk dan air laut sekitar perairan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum dari logam berat Ni(II) dan Fe(II) secara simultan dengan meliputi beberapa parameter yaitu: konsentrasi kalkon, pH,

Strukturmikro dan komposisi unsur bongkah Fe-Cr hasil variasi sintering tertera pada Gambar 4, dan hasil analisis komposisi unsur dengan EDS tertera pada Tabel

Prosedur yang dilakukan adalah pembuatan larutan- larutan, pembuatan koloid nanopartikel emas, modifikasi elektrode glassy karbon, pengaruh ion logam Cd(II), Zn(II), Cu(II),

Metode analisis simultan Cr(III) dan Cr(VI) dengan reagen kromogenik campuran (2-hidroksibenzaldiminoglisina dan kuersetin) menggunakan HPSAM pada kondisi optimum analisis

Segmentasi pada spektrum IR tempuyung tidak menghilangkan informasi penting yang dimiliki spektrum karena berdasarkan data tabel 3 teramati bahwa jumlah komponen utama

[r]

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum pengukuran Fe(III), Co(III) dan Ni(II) dengan simultan secara voltammetri stripping adsorptif