• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daur Ulang Pelumas Bekas Menggunakan Asam Sulfat dan Ekstraksi Dengan Surfaktan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daur Ulang Pelumas Bekas Menggunakan Asam Sulfat dan Ekstraksi Dengan Surfaktan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DAUR ULANG PELUMAS BEKAS MENGGUNAKAN ASAM

SULFAT

DAN EKSTRAKSI DENGAN SURFAKTAN

METALIA ANDARINI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

METALIA ANDARINI. Daur Ulang Pelumas Bekas Menggunakan Asam Sulfat dan Ekstraksi dengan Surfaktan. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan ANTONIUS ARIES.

Daur ulang pelumas bekas dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat dan bentonit sebagai penjerap, namun lumpur yang dihasilkan bersifat asam dan dapat mencemari lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. Metode alternatif adalah ekstraksi dengan menggunakan surfaktan alkilbenzenasulfonat dan alkilbenzenasulfonat linear. Pencirian secara fisika dan kimia yang dilakukan meliputi penetapan kadar air, bilangan asam total (TAN), kandungan logam, dan penghitungan jumlah partikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelumas bersih yang diperoleh dari ekstraksi dengan surfaktan memiliki sifat fisik, dan kimia yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan asam sulfat. Nilai TAN yang diperoleh dengan menggunakan asam sulfat sebesar 7.74 mg KOH/g, sedangkan hasil ekstraksi dengan surfaktan sebesar < 0.5 mg KOH/g. Kadar air yang diperoleh dengan menggunakan asam sulfat 181.1 ppm, sedangkan hasil ekstraksi dengan surfaktan <50 ppm. Tingkat kebersihan yang diperoleh dengan menggunakan asam sulfat adalah -/13/10, sedangkan hasil ekstraksi dengan surfaktan -/12/10, -/13/10, -/12/9, -/12/9. Pelumas yang telah didaur ulang dengan menggunakan asam sulfat maupun ekstraksi dengan surfaktan memiliki tingkat kebersihan sesuai dengan standar internal Laboratorium PT Hyprowira Adhitama.

ABSTRACT

METALIA ANDARINI. Recycling of Used Lubricants by Using Sulphuric Acid and Extraction with Surfactants. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and ANTONIUS ARIES.

Recycling of used lubricants can be performed by using sulphuric acid and bentonite as adsorbent. However, the resulting sludge is acidic and can pollute the environment unless treated properly. An alternative method is extraction with alkylbenzenesulphonates and linear alkylbenzenesulphonates surfactants. Physical and chemical characterization performed included determination of moisture content, total acid number (TAN), metal content, and counting the number of particles. The results showed that clean lubricants derived from extraction with surfactant had better physical and chemical properties compared with using sulphuric acid. TAN value obtained by using sulphuric acid was 7.74 mg KOH/g, whereas extraction with surfactants resulted <0.5 mg KOH/g. Water content obtained from the use of sulphuric acid was 181.1 ppm, whereas extraction with surfactants gave <50 ppm. Cleanliness level obtained by using sulphuric acid was -/13/10, whereas the product of extraction with surfactant were -/12/10, -/13/10, -/12/9, -/12/9 levels. The lubricant recycled by using sulphaturic acid

andextraction with surfactant had fulfilled the cleanliness level required by theinternal

(3)

DAUR ULANG PELUMAS BEKAS MENGGUNAKAN ASAM

SULFAT

DAN EKSTRAKSI DENGAN SURFAKTAN

METALIA ANDARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi :

Daur Ulang Pelumas Bekas Menggunakan Asam Sulfat dan

Ekstraksi Dengan Surfaktan

Nama

:

Metalia Andarini

NIM

:

G44086011

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Betty Marita Soebrata, SSi MSi

NIP 19630621 198703 2 013

Antonius Aries, ST

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

NIP 195012271976032002

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan

Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 di Laboratorium Uji Pelumas dan

Bahan Bakar PT Hyprowira Adhitama Jakarta. Karya ilmiah yang berjudul Daur

Ulang Pelumas Bekas Menggunakan Asam Sulfat dan Ekstraksi dengan Surfaktan

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada

Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi,

MSi. selaku pembimbing pertama dan Bapak Antonius Aries, ST selaku

pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama

pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih

penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan Adik terkasih yang

selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga kepada

Bapak Djunaidi Chaidir yang telah memberikan izin atas fasilitas dan bantuan

yang diberikan serta kepada teman-teman Ekstensi Kimia angkatan 2008 dan

teman-teman PT Hyprowira Adhitama yang turut membantu, memberikan

semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

lingkup pemantauan kontaminasi.

Bogor, Februari 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah B3 ... 1

Pelumas ... 1

Pelumas Bekas ... 2

Surfaktan ... 3

Bentonit ... 4

Tingkat Kebersihan Pelumas ... 4

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 5

Lingkup Penelitian ... 5

Daur Ulang Menggunakan Asam Sulfat ... 5

Ekstraksi dengan Surfaktan ... 5

Pencirian Sifat Fisika dan Kimia ... 5

Tingkat Kebersihan ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air ... 6

Bilangan Asam Total (TAN) ... 7

Kandungan Logam ... 7

Adsorpsi ... 7

Tingkat Kebersihan ... 8

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kadar air pelumas bekas dan pelumas hasil daur ulang ... 6

2 Tingkat kejenuhan air ... 6

3

Nilai TAN pada sampel pelumas bekas dan setelah daur ulang

... 7

4

Kandungan logam pada sampel

... 7

5

Tingkat kebersihan pelumas

... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Beberapa contoh pelumas ... 2

2 Struktur alkilbenzenasulfonat linear dan alkilbenzenasulfonat ... 4

3 Struktur bentonit ... 4

4

Automatic particle counter

PFC 400W ... 5

5 Warna pelumas bekas sebelum dan sesudah filtrasi ... 8

6 Warna pelumas bekas sesudah daur ulang ... 8

7 Fotomikrograf pelumas bekas ... 8

8 Fotomikrograf pelumas daur ulang ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lingkup penelitian ... 11

2 Data tingkat kebersihan ... 12

(9)

PENDAHULUAN

Pelumas adalah fluida yang berfungsi mengurangi gesekan dan menyerap panas pada mesin. Pelumas biasanya diganti secara berkala setelah digunakan pada kendaraan bermotor atau mesin dan terkontaminasi oleh partikel, air, logam, dan lain sebagainya. Semakin banyak jumlah pelumas yang digunakan, jumlah pelumas bekas akan semakin bertambah. Daur ulang atau pemanfaatan limbah pelumas bekas menjadi energi dapat menurunkan pencemaran lingkungan (Aerco 1995).

Kontaminan yang sering ditemukan di pelumas bekas di antaranya zink, timbel, trikloroetana, trikloroetilena, benzena, toluena, dan xilena yang semuanya dapat menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan dan masalah kesehatan pada manusia. Satu liter pelumas bekas dapat mencemari satu juta liter air tanah yang digunakan untuk keperluan air bersih. Pelumas yang dibakar dapat melepaskan sulfur dioksida, karbon monoksida, partikel debu, zink, timbel, dan nikel ke udara yang berdampak negatif pada kehidupan margasatwa dan populasi manusia. Setiap tahun di Ontario dihasilkan sekitar 250 juta liter pelumas bekas; hanya 27% yang didaur ulang dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (Andrews 2006).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999, proses pengolahan pelumas bekas harus ramah lingkungan. Daur ulang pelumas bekas dapat dilakukan dengan metode acid clay treatment, yaitu dengan penambahan asam sulfat, dan metode ekstraksi dengan surfaktan. Metode pertama menghasilkan pelumas yang bersifat asam, ditandai dengan nilai bilangan asam total (TAN) yang tinggi, yaitu 7.74 mg KOH/g. Metode kedua lebih ramah lingkungan karena penggunaan asam sulfat dikurangi (Widodo 1999). Berdasarkan penelitian Aldrich et al. (1984), tipe surfaktan yang memiliki gugus sulfonat dapat digunakan untuk daur ulang minyak. Alkilbenzenasulfonat (ABS) dan alkilbenzenasulfonat linear (LAS) merupakan surfaktan anionik yang memiliki gugus sulfonat.

Tingkat kebersihan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah partikel kontaminan padat. Beberapa metode untuk menentukan tingkat kebersihan pelumas adalah mikroskop optik (cara manual), automatic particle counting, filter blockage, dan gravimetri. Metode automatic

particle counting membutuhkan pelumas bersih untuk membilas alat sebelum digunakan untuk analisis sampel. Setiap bulan, jumlah pelumas bekas di Laboratorium PT Laboratorium Hyprowira Adhitama mencapai satu drum. Penelitian ini bertujuan mengolah pelumas bekas tersebut menjadi pelumas bersih dengan menggunakan asam sulfat dan membandingkan hasilnya dengan metode ekstraksi dengan surfaktan yang lebih ramah lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah B3

Menurut PP No.18/1999, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari, merusak, dan atau membahayakan lingkunganhidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, pelumas bekas termasuk kategori limbah B3. Pelumas bekas masih dapat dimanfaatkan, namun jika tidak dikelola dengan baik dapat membahayakan lingkungan. Sejalan dengan perkembangan industri, pertumbuhan perkotaan, serta pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin industri, volume pelumas bekas terus meningkat. Di daerah pedesaan pun sudah banyak bengkel-bengkel kecil yang merupakan salah satu penghasil limbah pelumas bekas. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengolahan limbah pelumas bekas secara benar (Widodo 1999).

Pelumas (Sukirno 2005)

(10)

komponen inilah yang menentukan unjuk kerja pelumas secara keseluruhan.

Gambar 1 Beberapa contoh pelumas Sumber:

files.wordpress.com

Berdasarkan komponen penyusunnya, pelumas diklasifikasikan menjadi pelumas mineral, sintetik, dan semisintetik. Pelumas mineral dihasilkan dari pengolahan lebih lanjut residu panjang (LR), yaitu fraksi terberat hasil distilasi minyak mentah yang berupa fraksi parafinik atau naftenik dan dapat diolah lebih lanjut menghasilkan pelumas dasar melalui proses pemurnian pelarut. Tahapan pembuatan pelumas mineral meliputi distilasi vakum tinggi, ekstraksi dengan furfural, penghilangan aspal dengan propane dan penghilangan malam (wax).

Fraksi LR dimasukkan dalam kolom bertekanan rendah pada unit vakum tinggi (HVU). Tujuannya adalah memisahkan fraksi minyak pelumas. Fraksi-fraksi lanjutan terpisahkan berdasarkan titik didihnya berturut-turut adalah minyak spidel (SPO), minyak mesin ringan (LMO), minyak mesin medium (MMO), dan minyak hitam(BO) atau residu pendek (SR). Titik didih fraksi LR yang tinggi membuat fraksionasi harus dilakukan dengan tekanan hampa (vakum). Komponen pelumas dasar selanjutnya dipisahkan dari komponen lain yang tidak dikehendaki dalam unit ekstraksi furfural (FEU). Pemisahan dengan furfural menyebabkan keseluruhan proses pengolahan ini disebut pemurnian pelarut. Proses ini bertujuan menaikkan indeks viskositas distilat HVU melalui penghilangan senyawa aromatik yang memiliki indeks viskositas rendah, meningkatkan mutu dan kestabilan terhadap oksidasi, sekaligus mengurangi kemungkinan terbentuknya lumpur (sludge), deposit karbon, dan vernis.

Senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki dalam BO (fraksi terberat pada HVU) diekstraksi dengan propana dalam propane

deasphalting unit (PDU). Dihasilkan residu dengan bobot molekul besar seperti aspal dan resin. Kandungan aspal ini dipisahkan sebagai bahan aspal. Fraksi minyak pelumas yang diperoleh disebut deasphalted oil (DAO) dan akan dimasukkan ke FEU. Proses selanjutnya ialah penghilangan lilin untuk menurunkan titik didih pelumas dasar hingga 5−15 °F. Pelarut yang digunakan dalam proses ini adalah metil etil keton (MEK) dan dilakukan pada suhu 10−25 °C. Malam akan mengkristal dan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh merupakan produk akhir dari pelumas dasar.

Pelumas sintetik dibuat dari hidrokarbon yang telah mengalami proses khusus. Kemampuan kerja pelumas sintetik melebihi pelumas mineral, tetapi harganya lebih mahal. Beberapa keuntungan pelumas sintetik adalah umur pemakaian lebih lama karena dapat meningkatkan stabilitas termal dan tahan oksidasi sehingga pemakaian pelumas lebih sedikit, pemakaian filter lebih lama, dan mengurangi biaya. Konsumsi pelumas juga berkurang karena keaslian lebih rendah dan densitas lebih tinggi. Selain itu, pelumas sintetik memiliki spesifikasi yang dibutuhkan konsumen, memiliki titik nyala lebih tinggi sehingga biaya perawatan lebih rendah dan penggantian komponen lebih sedikit, dan memiliki karakteristik produk yang homogen.

Pelumas semisintetik diperoleh dengan cara mencampurkan pelumas sintetik dengan pelumas mineral sehingga diperoleh kombinasi kedua komponen penyusunnya. Unjuk kerja pelumas semisintetik lebih baik daripada pelumas mineral dengan harga yang lebih murah.

Fungsi utama pelumas adalah mengurangi gesekan dan keausan. Jumlah dan sifat-sifat pelumas menentukan besarnya gesekan. Pelumasan lapisan fluida bisa mengurangi gesekan hingga 200 kali. Pengurangan gesekan ini berbanding lurus dengan viskositas pelumas. Pelumas yang memiliki viskositas terlalu rendah, dapat menyebabkan terjadinya gesekan karena adanya kontak logam dengan logam, namun pelumas yang memiliki viskositas terlalu tinggi dapat meningkatkan energi secara berlebih sehingga mesin akan sulit dinyalakan.

Pelumas Bekas

(11)

sintetik, residu pelumas dari tangki, campuran minyak-air dan emulsi. Sumber pelumas bekas berasal dari industri dan non-industri yang menggunakan pelumas untuk transfer hidraulik, kalor, isolator listrik (dielektrik) (Basel & Sattarin 2002).

Pelumas bekas dapat menyebabkan efek merugikan pada lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Tiga hal yang perlu diperhatikan dari pelumas bekas ialah kandungan kontaminan, nilai energi, dan sifat kimia-fisika. Adanya kontaminan dan kotoran dapat menimbulkan masalah pada lingkungan dan pada unjuk kerja pelumas tersebut.

Kontaminasi yang umumnya terdapat di dalam pelumas meliputi unsur logam keausan seperti tembaga, besi, kromium, aluminium, timah, molibdenum, silikon, nikel, dan magnesium ; jelaga yang masuk melalui udara dan timbul dari bahan bakar yang tidak habis terpakai; bahan bakar; air; etilena glikol (aditif antibeku); produk belerang dan asam; produk oksidasi yang mengakibatkan viskositas pelumas naik; dan produk nitrasi (Pall Corporation 2006). Daur ulang merupakan istilah yang umum digunakan untuk teknologi penjernihan pelumas bekas, yang meliputi pemrosesan kembali, reklamasi, dan regenerasi (Sukirno 2005). Pelumas bekas dapat diubah menjadi pelumas dasar dengan menghilangkan zat-zat seperti air, senyawa hidrokarbon ringan, abu, dan aspal. Pelumas yang diperoleh dari hasil pemurnian memiliki ikatan antarmolekul yang lebih kuat dibandingkan dengan pelumas dasar. Hal ini disebabkan ikatan molekul akan putus pada suhu tinggi.

Beberapa metode pemurnian kembali pelumas bekas pada industri ialah acid clay treatment, ekstraksi dengan surfaktan, clay distillation, dan hydrotreating. Pada metode acid clay treatment, pelumas bekas direaksikan dengan asam sulfat pekat untuk mengendapkan kotoran serta menyerap aroma yang masih tertinggal. Metode ini dapat dirancang untuk skala kecil, biaya produksinya rendah, dan prosesnya sangat sederhana karena tidak memerlukan peralatan yang rumit dan operator yang ahli. Namun, metode ini dapat menyebabkan polusi lingkungan karena menghasilkan lumpur yang bersifat asam, menyebabkan korosi peralatan, dan hasil yang diperoleh lebih sedikit disebabkan hilangnya pelumas dalam lumpur. Pemerintah tidak mengizinkan penggunaan metode ini lagi.

Proses ekstraksi dengan surfaktan menggunakan air yang sangat banyak untuk

mencuci pelumas bekas sehingga kontaminan logam akan terpisah. Untuk memperoleh bentuk emulsi yang stabil ditambahkan pengemulsi seperti ABS atau teksaflon. Sebaliknya untuk memecah emulsi digunakan CaCl2 atau proses fisika, yaitu dengan mengalirkan pelumas teremulsi melewati sepasang logam bermuatan listrik sehingga komponen minyak yang jernih dan air yang mengandung kontaminan akan terpisah. Proses ekstraksi dengan pelarut surfaktan dapat menurunkan kandungan logam dalam pelumas bekas lebih baik daripada hanya dengan menggunakan pelarut air.

Pada metode clay distillation, pelumas bekas didistilasi secara vakum sehingga diperoleh lumpur, distilat lube oil, light oil, dan air. Distilat lube oil diproses kembali dengan clay treatment agar diperoleh pelumas dasar. Proses hydrotreating secara prinsip sama dengan clay distillation. Bedanya setelah distilasi vakum diproses kembali dengan proses hydrotreating (Sukirno 2005)

Surfaktan

Surfaktan adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam satu struktur molekul. Senyawa ini dapat menurunkan tegangan antarmuka 2 fase cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak. Sifat unik tersebut menyebabkan surfaktan memiliki potensi sebagai komponen bahan adesif, bahan penggumpal, pembusa, dan pengemulsi (Johnson & Fritz 1989).

Berdasarkan sifat gugus hidrofiliknya, dikenal 4 jenis surfaktan. Surfaktan anionik bagian aktif permukaannya mengandung muatan negatif. Contohnya adalah RC6H4SO3−Na+ (alkilbenzenasulfonat). Surfaktan kationik memiliki bagian aktif permukaan bermuatan positif. Contohnya adalah RNH3+Cl− (garam amonium rantai panjang). Surfaktan nonionik bagian aktif permukaannya tidak bermuatan. Contohnya adalah R-OCH2CH2O−(polioksietilena). Surfaktan amfoterik atau zwiterion ikatan mengandung muatan negatif maupun positif pada bagian aktif permukaannya. Contohnya adalah RN+(CH3)2CH2CH2SO3− (sulfobetin) (Mortensen et al. 2001).

Alkilbenzenasulfonat Linear (LAS)

(12)

rantai alkil linear (C10−C13), SO3− dan Na+ . Efektivitas dan biodegradebilitas LAS membuatnya digunakan hingga sekarang (Rosen 1987). Struktur senyawa LAS dan ABS ditunjukkan pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2 Struktur alkilbenzenasulfonat linear (a) dan alkilbenzena sulfonat (b).

Bentonit

Bentonit adalah lempung yang sebagian besar mengandung monmorilonit dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca)O·Al2O3·5SiO2·nH2O. Struktur monmorilonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri atas 2 silikon oksida tetrahedral dan 1 aluminium oksida oktahedral. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni+, Li+, dan kation lainnya. Substitusi isomorf Al3+ oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan lempung. Hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation (Alemdar et al. 2005). Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi 2, yaitu natrium dan kalsium. Na-bentonit mampu mengembang hingga 8 kali lipat di dalam air dan dapat dimanfaatkan sebagai pengisi (filler), lumpur pengeboran, bahan pencampur dalam pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan sebagainya. Ca-bentonit kurang mengembang dalam air dan dapat digunakan sebagai bahan pemucat warna pada industri minyak sawit, zat pemisah pada pengilangan minyak bumi, perusahaan bir, dan sebagainya. Gambar 3 memperlihatkan bahwa struktur kristal bentonit mempunyai 3 lapisan. L apisan oktahedral dari alumunium dan oksigen terletak di antara 2 lapisan tetrahedral dari silikon dan oksigen.

Gambar 3 Struktur bentonit.

Tingkat Kebersihan Pelumas

Tingkat kebersihan menggambarkan jumlah dan ukuran partikel kontaminan yang terkandung di dalam pelumas dan merupakan faktor penting pada komponen mesin. Pada sistem hidraulik, pelumas bersih mutlak dan penting untuk operasi jangka panjang karena partikel mudah masuk ke dalam sistem (Pall Coorporation 2006). Untuk mengukur jumlah dan ukuran kontaminan partikel dalam pelumas, dikembangkan metode ISO 4406:1999 (hydraulic fluid power-fluids-Method for coding the level contamination by solid particles). Standar internasional ini menggunakan sistem kode untuk menunjukkan tingkat kontaminasi padatan berdasarkan ukuran partikel dalam mikrometer (μm). Para pembuat mesin atau operator dapat menetapkan batas kontaminan berdasarkan standar ini (Whitefield 2009). Tingkat kebersihan pelumas ditentukan dengan metode manual counting optical microscope, automatic particle counting, dan filter blockage.

(13)

Gambar 4 Automatic particle counter PFC 400W.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Peralatan analitis yang digunakan adalah patch test kit, pengaduk magnet dan penangas, mikroskop optis (Olympus BX 40), Karl Fischer Mettler Toledo DL 32, Water Sensor WS 04, spektrofotometer plasma gandeng induktif (ICP) dan peralatan kaca lainnya Bahan-bahan yang digunakan antara lain pelumas bekas, surfaktan ABS dan LAS, CaCl2, CaCO3, bentonit, H2SO4, membran 1.2 µm, dan membran 0.22 µm. Pelumas bekas diperoleh dari sisa sampel pelumas yang telah diuji di Laboratorium PT Hyprowira Adhitama dan bahan-bahan kimia diperoleh dari distributor di Jakarta.

Lingkup Penelitian

Daur ulang pelumas bekas dilakukan dengan 2 metode, yaitu penambahan asam sulfat dan ekstraksi dengan surfaktan. Pengasaman bertujuan menghilangkan logam-logam dan pengotor. Logam dan pengotor diadsorpsi dengan bentonit, kemudian difiltrasi. Ekstraksi dengan surfaktan dilakukan dengan mendispersikan surfaktan dalam pelumas bekas melalui pengadukan dan pemanasan. Penambahan demulsifier dilakukan untuk mengendapkan logam-logam yang terkandung dalam sampel.

Pencirian sifat fisika dan kimia pelumas bekas dan pelumas daur ulang meliputi kadar air, tingkat kejenuhan air, TAN, kandungan logam, dan tingkat kebersihan. Skema penelitian dicantumkan pada Lampiran 1.

Daur Ulang Menggunakan Asam Sulfat

Pelumas bekas sebanyak 1 L dipanaskan di atas penangas pada suhu 120 °C untuk memisahkan air. Pelumas dibiarkan mendingin ke suhu kamar, lalu dimasukkan H2SO4 sebanyak 25 mL pelumas, diaduk dengan pengaduk magnet pada kecepatan 800 rpm selama 1 jam. Bentonit sebanyak 150 g ditambahkan untuk mengikat kandungan karbon, lalu pengadukan dilanjutkan selama 2 jam lagi sebelum didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari, bagian atas yang bening diambil dan difiltrasi menggunakan membran 1.2 µm. Filtrat difiltrasi kembali dengan menggunakan membran 0.22 µm.

Ekstraksi dengan Surfaktan

Pelumas bekas sebanyak 1 L dipanaskan di atas penangaspada suhu 120 °C selama 1 jam untuk memisahkan air, lalu ditambahkan surfaktan (LAS dan ABS) sebanyak 200 mL. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet pada kecepatan 800 rpm selama 1 jam. Demulsifier (CaCO3 dan CaCl2) sebanyak 1% dari volume total sampel ditambahkan lalu diaduk kembali dengan kecepatan 800 rpm selama 1 jam. Bentonit sebanyak 150 g ditambahkan untuk mengikat kandungan karbon, lalu pengadukan dilanjutkan selama 2 jam lagi sebelum didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari bagian atas yang bening diambil dan difiltrasi menggunakan membran 1.2 µm. Filtrat difiltrasi kembali dengan menggunakan membran 0.22 µm.

Pencirian Sifat Fisika dan Kimia

Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Karl Fischer secara kulometri. Sebanyak 1.5 g sampel ditimbang dengan menggunakan syringe lalu dimasukkan ke dalam bejana alat Karl Fischer (berisi pereaksi hydranal coulomat AG-H sebanyak 100 mL). Titrasi dilakukan secara automatis. Prosedur penetapan kadar air dilakukan berdasarkan ASTM D 6304:2004. Tingkat Kejenuhan Air (%saturasi)

(14)

mengetahui penurunan persen kejenuhan selama pemanasan berlangsung.

Bilangan Asam Total (TAN)

Penetapan TAN dilakukan secara titrasi dengan menggunakan indikator p-naftol benzena. Sampel sebanyak 1.5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi pelarut sebanyak 100 mL. Pelarut yang digunakan adalah campuran toluena, isopropil alkohol, dan air dengan nisbah 100:99:1. Titrasi dilakukan dengan larutan KOH 0.1 N hingga warna berubah dari jingga menjadi hijau. Penetapan nilai TAN dilakukan berdasarkan ASTM D 974:2008.

Kandungan Logam

Sebanyak 5 g sampel pelumas bekas diencerkan dengan 50 mL pelarut kerosen (nisbah 1:10). Preparasi standar dan blangko dilakukan dengan mengganti sampel berturut-turut dengan 10, 50, 100 ppm standar dan dengan pelumas dasar. Kandungan logam dalam sampel dianalisis menggunakan ICP.

Tingkat Kebersihan

Filtrat sebanyak 100 mL dari hasil ekstraksi surfaktan dan asam sulfat difiltrasi dengan menggunakan patch test kit pada membran 1.2 µm. Partikel yang terdapat pada permukaan membran dihitung secara manual di bawah mikroskop dengan perbesaran 100×. Hasil perhitungan partikel dimasukkan ke dalam rumus statistik berdasarkan ISO 4407:2008 (Lampiran 4).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Penetapan kadar air bertujuan membandingkan nilai kadar air pelumas bekas dengan pelumas yang telah didaur ulang menjadi pelumas bersih. Air yang terdapat di dalam pelumas dapat berbentuk terikat atau bebas. Air terikat terdispersi di dalam pelumas menghasilkan larutan molekular yang homogen. Sementara air bebas biasanya berbentuk emulsi, butiran-butiran mikroskopik yang terdistribusi dalam larutan atau terpisah dari pelumas. Tabel 1 menunjukkan nilai dan persen penurunan kadar air pada berbagai perlakuan daur ulang pelumas bekas.

Tabel 1 Kadar air pelumas bekas dan pelumas hasil daur ulang

Penurunan Limit Kadar air kadar air maks

(ppm) pelumas bekas (ppm)

(%) *OEM

A 980 500

B 181.1 81.5

C 19.96 97.9

D 35.56 96.3

E 44.17 95.4

F 43.69 95.5

Sampel

Keterangan: A = pelumas bekas B = pelumas + H2SO4 C = pelumas + ABS + CaCO3 D = pelumas + ABS + CaCl2 E = pelumas + LAS + CaCO3 F = pelumas + LAS + CaCl2

* = Original Equipment Manufacture

Berdasarkan Tabel 1, kadar air pelumas bekas sangat tinggi, yaitu 980 ppm. Air dapat dianggap sebagai kontaminan pada pelumas apabila nilainya melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan Original Equipment

Manufacture (EPRI CS-4555), yaitu

maksimum 500 ppm. Kontaminasi air dapat disebabkan terjadinya pengembunan dari udara, dan kerusakan segel wadah penampung pelumas (Pall Corporation 2006). Daur ulang pelumas bekas menggunakan metode asam sulfat dan ekstraksi surfaktan menurunkan nilai kadar air di bawah ambang batas OEM. Persen penurunan terhadap nilai kadar air

sebelum didaur ulang sebesar 81.5%

menggunakan metode asam sulfat dan 95.4−97.9% menggunakan metode ekstraksi surfaktan.

Kontaminasi air dalam pelumas dapat meningkatkan proses oksidasi dan mengendapkan aditif yang terkandung dalam pelumas. Salah satu cara menghilangkan air

pada pelumas bekas (dewatering) adalah

dengan menguapkannya pada suhu 110 ºC.

Tabel 2 Tingkat kejenuhan air Waktu Kejenuhan air dalam (jam) pelumas (% saturasi)

0 48

1 27

2 19

3 11

4 9

5 7

(15)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa semakin lama waktu pemanasan, nilai persen kejenuhan semakin menurun. Pada jam ke-5 dan ke-6, persen kejenuhan tersebut stabil di 7%.

Bilangan Asam Total (TAN)

TAN merupakan indikasi perubahan

relatif yang terjadi di dalam pelumas selama digunakan pada kondisi oksidasi (ASTM D-974 : 2004). Asam organik dan anorganik yang terkandung di dalam pelumas ditentukan konsentrasinya dengan mengukur volume KOH yang digunakan untuk menetralkan asam tersebut. Satu mg KOH setara dengan 1 g sampel pelumas. Berdasarkan Tabel 3, hasil daur ulang pelumas bekas dengan menggunakan metode asam sulfat (sampel B) memiliki kadar asam yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan kandungan logam dalam pelumas bekas. Nilai TAN awal pada pelumas bekas sebesar 0.89 mg KOH/g. Daur ulang dengan menggunakan asam sulfat menaikkan nilai TAN 88.5% menjadi 7.74 mg KOH/g. Berdasarkan standar pelumas baru dalam OEM, nilai maksimum TAN pada pelumas bekas sebesar 0.5 mg KOH/g. Karena itu, daur ulang pelumas bekas dengan menggunakan metode asam sulfat berbahaya dan dapat mencemari lingkungan.

Tabel 3 Nilai TAN pada sampel pelumas bekas dan setelah daur ulang

Nilai TAN Limit maks (mgKOH/g) (mgKOH/g)*

A 0.89 0.5

B 7.74 C 0.4 D 0.24 E 0.05 F 0.08 Sampel

Keterangan: * berdasarkan OEM

Kandungan Logam

Kandungan logam di dalam pelumas dapat ditimbulkan dari keausan atau dari penguraian aditif. Penambahan asam sulfat atau surfaktan pada daur ulang pelumas bekas bertujuan mengikat logam tersebut. Dalam penelitian ini digunakan surfaktan anionik, yaitu LAS dan ABS. Kandungan logam dalam pelumas bekas dan setelah daur ulang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan logam pada sampel (ppm)

Keterangan: * ISSN 1410-3680 (Setyadi 2009)

Tabel 4 menunjukkan kandungan logam Fe yang tinggi pada pelumas bekas. Kandungan logam Fe ini menurun setelah didaur ulang karena logam-logam yang terkandung dalam pelumas bekas akan bereaksi dengan asam atau dengan tapak aktif surfaktan. Dengan penambahan demulsifier (CaCO3 dan CaCl2), logam-logam tersebut akan mengendap sebagai endapan karbonat dan klorida. Kandungan logam selain Fe setelah dilakukan daur ulang sangat bervariasi. Kandungan logam Si setelah didaur ulang menggunakan ABS dan CaCO3 naik menjadi 5 ppm. Hal ini disebabkan masuknya kontaminan partikel debu dari lingkungan pada saat filtrasi. Logam Mg dan Pb setelah didaur ulang menggunakan ABS dan LAS juga mengalami kenaikan, yang diduga berasal dari bentonit. Komposisi bentonit alam sebagian besar adalah SiO2, Fe2O3, MgO, dan Al2O3. Logam Cu juga naik dari 0 ppm menjadi 2 ppm pada proses daur ulang menggunakan asam sulfat, ABS dengan demulsifier CaCO3, dan LAS dengan demulsifier CaCl2. Sampel yang tidak homogen pada saat pencuplikan diduga menjadi faktor yang menambah logam Cu pada sampel setelah didaur ulang.

Adsorpsi

Penambahan bentonit pada daur ulang pelumas bekas bertujuan menjerap kontaminan logam yang masih tertinggal di pelumas, memudarkan warna, dan menghilangkan bau. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses adsorpsi ini adalah kecepatan pengadukan, jumlah bentonit, dan lama waktu kontak antara bentonit dan pelumas. Pemisahan bentonit dari pelumas

(16)

dilakukan dengan filtrasi. Gambar 5 memperlihatkan perubahan warna pelumas bekas setelah dilakukan filtrasi.

(a) (b)

Gambar 5 Warna pelumas bekas sebelum (a) dan sesudah filtrasi (b).

Pelumas bekas yang diolah dengan ekstraksi menggunakan surfaktan ABS dengan demulsifier CaCO3 (c) memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan lainnya (Gambar 6). Hal ini dapat disebabkan oleh struktur ABS yang bercabang sehingga lebih sulit menjerap dibandingkan dengan LAS yang memiliki rantai linear.

(A) (B) (C) (D) (E) Gambar 6 Warna pelumas bekas sesudah

daur ulang. Keterangan:

A = pelumas + H2SO4 B = pelumas + ABS + CaCO3 C = pelumas + ABS + CaCl2 D = pelumas + LAS + CaCO3 E = pelumas + LAS + CaCl2

Alat automatic particle counter sistem kerjanya dipengaruhi oleh adanya gelembung udara dan cairan yang berwarna gelap. Prinsip kerja alat ini adalah sinar yang dilewatkan ke dalam sampel dan partikel terdeteksi berdasarkan diameternya. Sampel yang berwarna gelap dapat menyebabkan galat dalam hasil pembacaan.

Tingkat Kebersihan

Tingkat kebersihan menunjukkan banyaknya partikel kontaminan padat yang

terdapat pada pelumas. Tingkat kebersihan pelumas dihitung dengan menggunakan perhitungan statistik berdasarkan ISO 4407:2002 dan diklasifikasikan ke dalam kode berdasarkan ISO 4406:1999 (Lampiran 2 dan 3). Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat kebersihan pelumas Sampel ISO CODE 4406 A Tidak dapat dihitung B -/13/10 C -/13/10 D -/12/10 E -/12/9 F -/12/9

Tingkat kebersihan pelumas bekas tidak dapat dihitung berdasarkan ISO CODE 4406. Hal ini disebabkan terdapat lapisan menyerupai silika dan beberapa partikel menyerupai logam hitam pada sampel. Penetapan tingkat kebersihan dengan menggunakan mikroskop optis dapat memperlihatkan jenis partikel secara visual berdasarkan bentuknya. Partikel yang menyerupai silika keras, berwarna terang, tembus cahaya, dan berasal dari lingkungan dan udara seperti debu dan pasir. Partikel berwarna hitam seperti logam atau terjadi karena oksidasi pada Fe atau keausan pada sistem. Gambar 7 menunjukkan fotomikrograf sampel pelumas bekas, sedangkan Gambar 8 merupakan fotomikrograf setelah daur ulang.

Gambar 7 Fotomikrograf pelumas bekas.

(17)

Berdasarkan data Tabel 5, tingkat kebersihan pelumas bekas lebih bersih setelah dilakukan filtrasi dengan menggunakan membran 1.2 µm dan 0.22 µm. Tingkat kebersihan pelumas hasil daur ulang tidak melebihi nilai UWL, LAL control chart untuk pelumas bersih di Lab PT Hyprowira Adhitama, yaitu 15/12/8 dan 16/14/10. Standar nilai pelumas bersih pada ruang lingkup pemantauan kontaminasi tidak ditetapkan secara pasti. Oleh sebab itu, tingkat kebersihan pelumas hasil daur ulang dibandingkan dengan nilai standar internal pelumas bersih di laboratorium PT Hyprowira Adhitama yang sudah diakreditasi berdasarkan ISO 17025:2008.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daur ulang pelumas bekas menggunakan ekstraksi dengan surfaktan mampu mengurangi permasalahan lingkungan dari penggunaan asam untuk daur ulang. Hasil ekstraksi pelumas bekas menggunakan ABS dengan demulsifier CaCO3 dan CaCl2 memberikan nilai TAN sebesar 0.05−0.4 mg KOH/g dan tingkat kebersihan yang diperoleh tidak melebihi nilai UWL, LAL control chart PT Hyprowira Adhitama, yaitu 15/12/8 dan 16/14/10.

Saran

Kontaminasi pada saat pencuplikan dan filtrasi, dalam ekstraksi dengan surfaktan harus diminimumkan.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM]. American Standards of Testing and Materials. 2008. ASTM D 974 Standard Test Method for Acid and Base Number by Color-Indicator Titration. West Conshohocken: ASTM International Standards.

[ISO]. International Organization for Standardization. 1999. ISO 4406. Hydraulic Fluid Power-Fluids-Method for Coding the Level of Contamination by Solid Particles. Geneva: ISO Standards.

[ISO]. International Organization for Standardization. 1999. ISO 4407. Hydraulic Fluid Power-Fluids-Determination of Particulate Contamination by the Methods Using an Optical Microscope. Geneva: ISO Standards.

Aldric SH, Thomas LS, Maura C, Puerto RL, penemu; Exxon Production Research.co. 5 Jun 1984. Oil recovery method using sulfonate surfactants derived from extracted aromatic feedstocks. US patent 4452708.

Andrews A. 2009. Oil Shale: History,

Incentives and Policy. CRS Report.

Bailey R.A, HM Clark, JP Ferris, S Krause and RL Strong. 1978. Chemistry of the Environment. London: Academic Pr. Bassel H, Sattarin M. 2002. Modern Recovery

Methods in Used Oil Refining. Teheran: IISSN.

Johnson EW, Fritz E. 1989. Fatty Acid in Industries. New York: Morcel Dekker. Mortensen, Egsgraad H, Ambus P, Jensen ES,

Gron C. 2001. Influence of Plant Growth on Degradation of Linear Alkylbenzenesulfonate in Sludge Amended Soil. Environ, Qual 30:1266-1270.

Pall Corporation. 2006. Total Contamination Control. Melbourne.

Rosen JM. 1987. Surfactant and Interfacial Phenomena. New York: J Wiley.

Sukirno. 2005. Teknologi Pelumas. Jakarta: Gramedia

Whitefield D. 2009. Clean Up Oil. Nevada: ORBIT.

(18)
(19)

Lampiran 1 Lingkup penelitian

Sampel pelumas

Dipanaskan pada

suhu 120 ºC Metode asam sulfat

+ H2SO4

Diaduk

+ Bentonit & diaduk

Didiamkan

Filtrasi Ekstraksi dengan

surfaktan

+ Surfaktan (ABS, LAS) & diaduk

+ CaCl2,CaCO3 &

diaduk

+ Bentonit & diaduk

Didiamkan

Filtrasi

Penetapan kadar air, TAN, kandungan logam, tingkat kebersihan

Pengukuran tingkat kejenuhan air selama 6 jam dengan selang waktu

(20)

Lampiran 2 Data tingkat kebersihan

Sampel ≥5µm ≥15µm Volume ISO CODE Jenis partikel

f n N f n N (mL) 4406

Pelumas bekas - - - 100 Tidak dapat dihitung

Menyerupai layer silika, logam hitam

Pelumas + H2SO4 100 80 5.104 100 29 804 10 -/13/10 Menyerupai silika

Pelumas + ABS + CaCO3 100 76 4.849 100 23 666 10 -/13/10 Menyerupai silika

Pelumas + ABS+ CaCl2 100 48 3.063 100 21 608 10 -/12/10 Menyerupai silika

Pelumas + LAS+ CaCO3 30 169 3.594 100 153 443 100 -/12/9 Menyerupai silika

Pelumas + LAS+ CaCl2 30 163 3.467 100 100 290 100 -/12/9 Menyerupai silika

Rumus perhitungan berdasarkan ISO 4407:

Keterangan:

Area filtrasi efektif membran filter (A) = 989 mm2

Panjang Unit area (L) = 3.1 mm

Ukuran pori membran filter = 1.2 µm

Lebar unit area (W) = 500 µm (≥5 µm) atau 1000 µm (≥15 µm)

Contoh perhitungan

(≥5 µm) (Pelumas + H2SO4)

= 5.104

Contoh perhitungan

(≥15 µm)
(21)

Lampiran 3 Tabel ISO CODE 4406

Jumlah Partikel per mL

Kode

≥ Sampai dengan

Gambar

Gambar 3  Struktur bentonit.
Tabel 1  Kadar air pelumas bekas dan pelumas hasil daur ulang
Tabel  4  Kandungan logam pada sampel
Tabel 5  Tingkat kebersihan pelumas

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data berupa uji normalitas, uji hipotesis dengan uji Analisis Varian (ANAVA) satu jalur, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

Respon kecemasan yang muncul pada keluarga pada pasien yang dirawat di ruang HND sangat berbeda untuk tiap individu, sesuai dengan pernyataan informan yang menunjukkan bahwa ada

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikain soal-soal matematika yaitu: a) kebanyakan siswa masih

5,6 Pemeriksaan sitologi menggunakan pengecatan MGG akan tampak gambaran yang tidak hanya dapat menemukan substansi morfologi jamur, tetapi juga dapat ditemukan

Pada pasien heart failure terdapat enam kategori health deviation requisites self care requisites yaitu (a) kemampuan untuk mencari pertolongan medis, (b) kesadaran diri

Dari hasil pengujian, diketahui penambahan kadar fly ash yang optimum sebesar 10 %, Sedangkan makin banyak kadar fly ash maka nilai permeabilitas dan porositas

Adanya hubungan antara pengaruh kemoterapi terhadap asupan lemak dan karbohidrat dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Efiyani (2009)

1) Kepemimpinan ii transformasional ii berpengaruh i positif signifikan terhadap kinerja i karyawan. Artinya bahwa dengan penerapan gaya kepemimpinan transformasional yang baik