BAB II
LANDASAN TEORI
Setiap kajian memerlukan teori yang dianggap tepat dan sesuai dengan
permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini karya sastra
(novel) yang dikaji menitikberatkan pada masalah moral.
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka perlu adanya teori-teori
yang mendukung dan relevan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut
diantaranya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pengertian novel, pengertian
novel anak, pengertian moral, hakikat moral dalam karya sastra, serta
aspek-aspek moral dan kriterianya.
A. Pengertian Novel
Kata novel menurut Tarigan, (1984 : 164) berasal dari kata latin
novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “ baru ” dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya sepertiu puisi,
drama, dan lain-lain, maka jenis novel itu muncul kemudian. Dalam “The American College Dictionary” dapat kita jumpai keterangan bahwa novel
adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau
lebih, yang menganggap kehidupan pri dan wanita yang bersifat imajinatif.
Sayuti, (1996 : 6-7) menyatakan bahwa novel cenderung meluas dan
juga cenderung menitikberatkan pada kompleksitas. Sebuah novel jelas tidak
berarti dapat selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena panjangnya, sebuah
sebuah perjalanan waktu. Novel memungkinkan dapat diketahui
perkembangan karakter tokoh sajalah dengan perjalanan waktu. Novel juga
menyajikan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat dan ruang.
Menurut Suroto, (1989 : 19) Novel adalah suatu karangan prosa yang
bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari
kehidupan orang-orang (Tokoh) cerita. Luar biasa karena kejadian ini terlahir
suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka.
Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan kehidupan dalam satu saat, dalam
satu krisis yang menentukan. Novel hanya menceritakan salah satu segi
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengaakibatkan
terjadinya perubahan nasib.
Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu :
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena
sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra
itu tidak mungkin bisa lepas dari tema, cerita, penokohan, alur, dan
sebagainya yang membangun karya sastra itu.
Unsur-unsur pembangun sebuah novel secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
a) Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur yang dimaksud misalnya : peristiwa, cerita, plot, penokohan,
tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain
sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra.
Unsur ektrinsik yang dimaksud antara lain adalah unsur biografi
pengarang, psikologi, baik yang berupa psikologi pengarang (mencakup
proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi
dalam karya, keadaan lingkungan pengarang Wellek & Warren ( dalam
Nurgiyantoro, 2007: 23-24)
Karya sastra erat sekali hubungannya dengan unsur intrinsik dan unsur
ekstinsik karena kedua unsur tersebut merupakan bagian dalam karya sastra
yang tidak bisa dipisahkan bahkan bila tidak ada kedua unsur tersebut karya
sastra tidak bisa hidup, karena tidak ada unsur yang membangunnya. Dari
unsur intrinsik “tokoh” merupakan unsur pembangun yang sangat penting
karena tokoh cerita itulah yang menjadi cerita itu dapat berjalan, namun unsur
pembangun yang lain juga tidak kalah pentingnya.
Nurgiyantoro, (2007: 165-177) menyatakan bahwa istilah “tokoh”
menunjuk pada orangnya, pelaku peristiwa. Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan dan merupakan
tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun
yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama
senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman
buku cerita yang bersangkutan. Tokoh utama cerita merupakan tokoh yang
tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa
tokoh utama atau tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagin
terbesar dari peristiwa dalam cerita. Tokoh utama atua tokoh sentral suatu
fiksi dapat ditentukan dalam tiga cara: (1) tokoh itu yang paling terlibat
dengan makna atau tema. (2) tokoh itu yang paling banyak berubungan
dengan tokoh lain. (3) tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu
penceritaan.
Dari urain di atas mengenai tokoh utama dapat penulis simpulkan
bahwatokoh utama merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah cerita
karena sebuah cerita tidak mungkin berjalan bila tidak ada tokoh didalamnya
yang berperan sebagai pelaku di dalam suatu peristiwa, dan yang disoroti
secara terus menerus dari awal cerita hingga akhir cerita.
B. Pengertian Novel Anak
Novel anak merupakan sebuah cerita fiksi yang berbentuk prosa yang
relatif panjang, menyajikan tema yang komplek, karakter yang banyak, dan
suasana yang beragam yang di dalamnya berisi tentang pesan-pesan moral
dan ditujukan kepada anak-anak.
Novel anak biasanya menceritakan tentang kebaikan seorang
anak-anak yang di dalam novel tersebut berisi tentang pesan-pesan moral, yang
diharapkan pembaca dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampaikan atau diamanatkan dalam cerita tersebut. Dalam novel anak
tersebut tokoh yang diperankan memiliki sifat yang baik yang bisa ditiru oleh
pemberani, berbakti kepada orang tua, guru dan lain-lain. Tetapi ada juga
novel anak yang menceritakan tentang kenakalan seorang anak yang dalam
novel tersebut berisi tentang ulah-ulah yang tidak baik, misal berbohong,
mencuri, penakut dan lain-lain. Hal ini hanya sebagai pelengkap atau model
yang sengaja ditampilkan agar tidak diikuti oleh pembaca. Pembaca
diharapkan dapat menggambil hikmah dari cerita tentang tokoh jahat tersebut.
C. Pengertian Moral
“Ditinjau dari segi etimologi kata moral sama dengan etika karena
keduanya berawal dari kata yang berarti adat kebiasaan” (Bertens, 2001:4).
Hanya bahasa asalnya saja yang berbeda. Moral berasal dari Bahasa Latin
Mos (Jamak : Mores) yang berarti “kebiasaan adat”. Sedangkan Etika berasal
dari Bahasa Yunani Kuno “ethos”, dalam bentuk tunggal berarti : tempat
tinggal yang biasa padang rumput, kandang, kebiasaan adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya
adalah “adat kebiasaan” (Bertens, 2001:4-5).
Salam (1997 : 1), menyatakan bahwa etika adalah sebuah cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan
perilaku manusia dalam hidupnya. Etika adalah sebuah refleka kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun
Lebih lanjut Salam (1997 : 3), mengemukakan bahwa moralitas adalah
sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah atau
nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan
secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang
bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi
manusia yang baik. Moralitas adalah tradisi kepercayaan dalam agama atau
kebudayaan tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas memberi
manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus hidup.
Bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan
bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Menurut Suseno (1987 : 19), kata moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur
untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan dilihat dari
baik-buruknya dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Ditambahkan
oleh Suseno bahwa norma-norma moral adalah tolok-tolok ukur yang dipakai
masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Maka dengan norma-norma
moral kita betul-betul dinilai, itulah sebab penilaian moral selalu berbobot.
Kita tidak dilihat dari salah satu segi, melainkan sebagai manusia.
Daroeso (1986, 22-24) menyatakan bahwa secara etimologis kata
“moral” berasal dari kata latin “mos”, yang berarti tata cara,adat-istiadat atau
kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah “mores”. Dalam arti adat-istiadat atau
“ethos”, yang menurunkan kata”etika”.dalam bahasa Arab kata “moral”
berarti budi pekerti adalah sama dengan “Ahklak”, sedangkan dalam bahasa
Indonesia, kata “moral”. dikenal dengan arti “kesusilaan”. Istilah “moral”
sering disamakan dengan “etika”. Etika dari kata Yunani “ethos, ethikos”.
Dalam bahasa latin istilah “ethos, ethikos” disebut “mos” atau
moralitas.Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruknya. Moralitas merupakan salah satu ciri
khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain. Moralitas dalam
diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang
boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan yang tidak pantas
dilakukan. Nilai moral yang akan disampaikan pengarang, menyatu dalam
alur cerita. Dalam cerita itu pembaca akan bertemudengan berbagai perbuatan
cara tokoh yang dilukiskan pengarang dalam berbagai peristiwa. Dengan
sendirinya pembvaca akan memahami perilaku-perilaku yang baik dan
perilaku yang buruk. Melalui alur cerita itulah pengarang memberikan
petunjuk, nasihat, atau pesan akhlak, perbuatan susila dan budi pekerti..
Sementara pendapat Nurgiantoro (2007 : 321) yang menyatakan bahwa moral
dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah
yang ingin disampaikannya kepada pembaca.
Menurut Bertens (2001 : 142-143), Nilai moral tidak terpisah dari
nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot moral”,
suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan
pada nilai lain seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu
nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi lebih umum
misalnya cinta antara suami istri. Walaupun nilai moral biasanya menumpang
pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan
sebagai nilai yang paling tinggi. Lebih lanjut Bertens (2001), mengemukakan
bahwa nilai-nilai moral mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Berkaitan
dengan tanggung jawab kita, maksud suatu nilai moral bisa diwujudkan dalam
perbuatan-perbuatan atau yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab kita; 2.
Berkaitan dengan hati nurani, maksudnya mewujudkan nilai-nilai moral
merupakan “imbauan” dari hati nurani; 3. Mewajibkan, maksudnya dengan
cara demikian rupa sehingga setiap orang harus menerima semuanya; 4.
Bersifat formal, maksudnya nilai-nilai moral tidak memiliki “isi” tersendiri,
terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak ada nilai-nilai moral yang “murni”, terlepas
dari nilai-nilai lain.
Dengan demikian dapat peneliti simpulkan bahwa moral adalah ajaran
tentang baik buruk suatu perbuatan, sikap tingkah laku manusia yang bisa
diterima oleh umum serta terikat oleh tempat dan waktu. Objek moral adalah
tingkah laku manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia, baik secara
individual maupun kelompok. Perbuatan manusia dinilai secara moral
bilamana perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral. Dalam kesadaran
moral tingkah laku atau perbuatan itu dilaksanakan secara sukarela tanpa
paksaan dan keluar dari diri pribadinya.
Moral dalam karya sastra merupakan sesuatu yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam
sebuah karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita. Biasanya moral
dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah
yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut Kenny
(dalam Nurgiyantoro, 2007 :320-321), biasanya dimaksudkan sebagai suatu
saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis,
dan dapat diambil atau ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh
pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti
sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab
“petunjuk” itu dapat ditampilkan atau ditemukan modelnya dalam kehidupan
nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita lewat sikap dan
tingkah laku tokoh-tokohnya.
Diterangkan lebih lanjut oleh Nurgiyantoro (2007 : 321), bahwa sikap
dan tingkah laku tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangannya tentang
moral. Dari cerita itu diharapkan pembaca dapat menggambil hikmah dari
pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan. Moral dalam karya
sastra dapat dipandang sebagai pesan, amanat, message. Unsur amanat merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya sastra sebagai
pendukung pesan. Keterkaitan sastra dengan aspek moral sangat erat, karena
Pesan moral yang ditawarkan dalam karya sastra, ialah pesan moral yang
berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan. Pesan moral tersebut
kebenarannya bersifat universal. Pesan moral sastra lebih menitikberatkan
pada sifat kodrati manusia yang hikiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat,
ditentukan dan dihakimi oleh manusia.
Sikap moral sebenarnya disebut moralitas. Moralitas adalah sikap
orang yang terungkap dalam tindakan lahiriyah (mengingat bahwa tindakan
merupakan ungkapan sepenuhnya dari sikap hati). Moralitas terdapat apabila
orang mengambil sikap yang baik karena sadar akan kewajiban dan
tanggungjawabnya dan bukan karena mencari untung. Moralitas adalah sikap
dan perbuatan baik buruk tanpa pamrih (Suseno, 1987: 58).
Dinyatakan Salam, (1997: 3) moralitas adalah sistem nilai tentang
bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini
terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, peraturan,
perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui
agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup
secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik. Moralitas adalah
tradisi, kepercayaan dalam agama atau kebudayaan, tentang perilaku yang
baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkret
tentang bagaimana harus hidup, bagaimana harus bertindak sebagai manusis
yang baik, dan bagaiman menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa perbuatan yang baik yang
yang serjati. Orang yang memiliki sifat seperti itu disebut orang yang
mempunyai moralitas yang tinggi kerena ia sadar akan kewajiban dan bukan
karena ia mencari keuntungan atau pujian dari orang lain.
Untuk menilai tindakan manusia secara moral, diperlukan tolak ukur
yang tepat. Tolak ukur ini merupakan prinsip dasar moral.
Manurut suseno, (1987:129-133) prinsip-prinsip moral dasar antara
lain:
1. Prinsip Sikap Baik
Kesadaran inti utilitarisme ialah bahwa hendaknya jangan
merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai
dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik.
2. Prisip Keadilan
Prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan
perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi
yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Keadilan menuntut agar jangan mau mencapai tujuan-tujuan, yang
termasuk yang baik dengan melanggar hak seseorang.
3. Prinsip Hormat terhadap Diri Sendiri
Kebaikan dan keadilan perli diimbangi dengan sikap yang
menghormati dengan diri kita sendiri sebagai makhluk yang bernilai pada
dirinya sendiri., kita mau berbuat baik kepada orang lain dan bertekad
untuk bersikap adil, tetapi tidak dengan membuang diri.
Pada hakikatnya, nilai-nilai moral atau nilai baik-buruk,
agama. Prinsip ajaran agama untuk mengatur kehidupan manusia.
Perbedaan persoalan kehidupa manusia itu hanya untuk memudahkan
pemahaman. Sebab, persoalan hidup atau kehidupan manusia tak bisa
lepas dari persoalan hubungan antara manusia dan hubungan manusia
dengan manusia dengan tuhan.
Hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, dalam hal ini adalah
moral, selalu dalam pengertian yang baik. Maka jika dalam sebuah karya
sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang baik
atau tidak terpuji, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada
pembaca untuk bersikap dan bertingkah laku atau bertindak secara
demikian, sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah sebagai model,
model yang kurang baik yang sengaja ditampilkan agar tidak diikitu oleh
pembaca. Pembaca diharapkan dapat mengamil hikmah sendiri dari cerita
tenteng tokoh jahat tersebut.
E. Aspek-aspek Moral dan Kriterianya
Menurut Nurgiyantoro (2007 : 323), aspek-aspek moral dibedakan
dalam empat macam atau jenis yaitu aspek moral tentang hubungan manusia
dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
lingkungan alam, dan manusia dengan Tuhannya.
1. Aspek moral tentang hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi :
Menurut Bertens (2001 : 125), Tanggungjawab berarti bahwa
orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang
perbuatannya. Orang yang bertanggung jawab memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : (1) mau melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya, (2) berusaha tepat waktu dalam menyelesaikan tugas, (3)
menjaga dan memelihara amanatnya.
b. Akibat Negatif Orang Pemarah
Pemarah adalah sikap seseoarrag yang biasanya lekas atau
mudah marah.Seseorang dikatakan pemarah jika orang tersebut
memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) sering marah-marah, (2) tidak
bisa mengatasi masalah, (3) merasa dirinya “paling” dalam segala hal.
c. Jujur
Menurut W.J.S Poerwadarminta (2007 : 496) Jujur adalah sikap
mental yang lurus hati dan terpercaya sehingga akan dihargai oleh
setiap orang. Orang jujur memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) apa
yang dikatakan sesuai dengan kenyataan, (2) perbuatan sesusai hati
nurani, (3) hatinya bersih dari perbuatan-perbuatan yang melanggar
agama dan norma lainnya
d. Optimis
Menurut Alwi (2007 : 801), optimis adalah orang yang selalu
berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal.
Optimis memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) selalu berpengharapan
baik, (2) merasa yakin bahwa usahanya akan berhasil, (3) selalu
Penakut adalah sikap mental yang tidak sehat tidak berani
menghadapi kenyataan atau tidak berani mempertanggung jawabkan
resiko yang diakibatkan perbuatannya sendiri. Ciri-ciri penakut antara
lain : (1) tidak berani menghadapi keyataan, (2) selalu berpikir tentang
dampak negatif yang akan diterimanya, (3) tidak berani melakukan apa
yang seharusnya dilakukan..
2. Aspek moral tentang hubungan manusia dengan manusia lain meliputi :
a. Mengalah demi kebaikan
Mengalah demi kebaikan maksudnya melakukan perbuatan
atau tindakan dengan sengaja dan ikhlas agar orang lain
gembira,tertawa atau terhibur dan terlepas dari unsur komersial. Orang
yang suka mengalah demi kebaikan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) rela berkorban mesti dirinya dirugikan, (2) ikhlas, (3) tidak
mengharapkan imbalan atas kebaikan.
b. Berbakti kepada orang tua
Berbakti kepada orang tua maksudnya melakukan perbuatan
atau perkataan dengan sengaja agar orang tua bahagia. Seorang anak
yang berbakti kepada orang tuamenyadari jasa yang telah mereka
berikan sejak didalam kandungan hingga lahir dan berkembng menjadi
dewasa. Semua itu diberikan oleh orang tua tanpa mengharapkan
balasan apa-apa dari si anak. Bahkan ketika dewasa pun orang tua
tidak serta merta melepasnya, tetapi tetap membantu menyelesaikan
segala persoalan hidupnya
Suka menolong yaitu sikap yang senang menolong atau
membantu orang lain, baik dalam bentuk material maupun dalam
bentuk tenaga dan moral. Seseorang dikatakan suka menolong apabila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) mau menolong siapa saja yang
mengalami kesulitan, (2) tidak membeda-bedakan orang yang
ditolongnya, (3) atas dasar kemauan sendiri atau tidak diperintah oleh
orang lain, (4) mendahulukan kepentingan orang lain diatas
kepentingan pribadi.
d. Akibat Negatif Mencuri
Mencuri berasal dari dari kata dasar “curi”. Orang yang
mencuri itu disebut pencuri atau maling. Semua kata yang berkembang
melalui kata “curi” iti termasuk dalam kategori pidana kejahatan.
Menurut buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tndak
kejahatan itu biasanya dihukum dengan kurungan badan dalam penjara
yang berat ringannya bergantung pada pertimbangan Pak Hakim.
hhp://nenekmoyang28.blogspot.com/2008/01/mencuri.html
e. Setia kawan atau toleransi kepada teman
Menurut Alwi dkk (2002 : 1056) setia kawan atau toleransi
keapda teman berarti perasaan bersatu, sependapat dan sekepentingan,
solider. Seseorang yang dikatakan setia kawan atau toleransi kepada
teman apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) rela
mengorbankan sesuatu demi kepentingan temannya, (2) cenderung
mewujudkan kebersamaan, (3) saling pengertian, (4) terus membina
Pemaaf adalah sikap seseorang yang mau memaafkan
kesalahan orang lain dengan ikhlas.ciri-ciri orang pemaaf antara lain :
(1) melupakan kesalahan orang lain, (2) sabar, (3) selalu berfikir
positif terhadap setiap masalah yang dihadapi.
3. Aspek moral tentang hubungan manusia denagn lingkunagn alam.
Hubungan manusia dengan lingkungan alam dapat dikembangkan
antara lain dengan cara menjaga kelestarian alam,memelihara dan
menyayangi binatang dan tidak merusak lingkungan. Penjelasan tersubut
akan peneliti paparkan sebagai berikut
a. Menjaga kelestarian alam
Seseorang dikatakan menjaga kelestarian alam apabila orang
tersebut selalu berupaya agar alam tetap lestari.
Upaya-upaya tersebut misalnya :
1). Menjaga keseimbangan ekosistem.
2). Melakukan reboisasi.
3). Penuh perhitungan dalam pemanfaatan hasil kekayaan alam.
b. Memelihara dan menyayangi binatang
Seseorang dikatakan menyayangi binatang apabila orang-orang
tersebut melakukuan hal-hal sebagai berikut :
1). Memelihara binatang dalam arti memberi makan, minum dan
sebagainya.
2). Menempatkan hewan peliharaanya pada tempat atau kandang yang
sesuai.
3). Mau mengobati apabila hewan peliharaanya sakit.
c. Merusak lingkungan
Seseorang dikatakan tidak merusak lingkungan apabila orang
tersebut melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1). Tidak melakukan perburuan hewan secara liar.
2). Tidak meracuni ikan diperairan.
3). Tidak melakukan penambangan liar.
4). Tidak melakukan penebangan hutan secara sembarangan.
4. Aspek moral tentang hubungan manusia dengan Tuhannya.
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai
dimensi taqwa pertama, karena itu hubungan inilah yang seyogyanya
diutamakan dan tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan
dengan Allah, manusia akan terkendali tidak melakukan kejahatan
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya dan
sesungguhnya inti taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Ketaqwaan dan pemeliharaan hubungan dengan Allah, Tuhan
Yang Maha Esa itu, dapat dilakukan dengan :
a. Shalat
Menurut Assayuthi (1998 : 30), Shalat adalah salah satu srana
komunikasi antara hamba dengan Tuhan-Nya sebagai bentuk ibadah
yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbiratul’ikhram dan
diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah
1). Shalat Wajib, (shalat lima waktu), yaitu : Subuh, Dhuhur, Ashar,
Magrib, dan Isya.
2). Shalat Sunat, misalnya : Shalat Rawatib, Shalat Tahajud, Shalat
Gerhana, Shalat Tarawih, Shalat Duha dan Shalat Hajat.
b. Bersabar
Sabar memiliki dua bagian : Pertama, bagian badaniah,
menanggung kesukaran dengan badan dan tetap bertahan atas yang
demikian. Dan ini adakalanya dengan perbuatan, seperti mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang sukar. Adakalanya dari perbuatan-perbuatan
ibadah dan bukan ibadah. Adakalanya dengan penanggungan seperti
sabar dari pemukulan keras, sakut parah dan luka-luka besar.
Kemudian bagian kedua, sabar dari nafsu syahwat perut dan
kemaluan, maka dinamakan ‘iffah (pemeliharaan diri). Kalau sabar itu pada musibah, maka disingkatkan saja atas nama sabar, lawannya
adalah gelisah dan keluh kesah. Kalau sabar itu pada membawakan
kekayaan dinamakan mengekang diri lawannya dinamakan somong
dengan kesenangan (al-bathar). Kalau sabar pada peperangan
dinamakan berani, lawannya pengecut. Kalau sabar itu dalam menahan
amarah dinamakan lemah lembut, lawannya ialah at-tadzammur
(pengutukan diri kepada yang sudah hilang). Kalau saar itu pada suatu
pergantian masa yang membosankan maka dinamakan lapang dada,
lawannya manggkal hati dan sempit dada. Kalau sabar itu pada
menahan diri darikehidupan dunia maka dinamakan zuhud, lawannya
lahap.
Menurut Alwi dkk (2002 : 1115) bersyukur berarti berterima
kasih, mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Syukur adalah sikap
dan perilaku yang menunjukan penerimaan terhadap pemberian atau
anugrah dalam bentuk pemanfaatan dan pengguanaan yang sesuai
dengan kehendak pemberiannya. Syukur kepada nikmat yang
diberikan Allah adalah berterimakasih dalam bentuk ucapan dan
perbuatan yang diinginkan Allah. Syukur kepada Allah dapat
diungkapkan melalui 2 cara yaitu:
1). Ucapan, yaitu memuji allah dengan kalimat-kalimat pujian, yakni
mengucapkan thmid (Alhamdulillahirobbil’alamin).
2). Tindakan, yaitu bentuk-bentuk perbuatan manusia yang dikaitkan
antara nikmat yang diterimanya dengan perbuatan yang
seyogyanya dilakukan menurut tuntunan Allah. Misalnya
mensyukuri nikmat mata dengan cara menggunakan mata untuk