• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shade Tolerance of 20 Genotypes of Tomato

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Shade Tolerance of 20 Genotypes of Tomato "

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PENYEBARAN PADI TEKNOLOGI NUKLIR

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI PULAU JAWA

STUDI KASUS DI KABUPATEN MALANG DAN BOGOR

HARINI WAHYUNINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

HARINI WAHYUNINGRUM. Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan DJUARA P. LUBIS.

Pengembangan wilayah Pulau Jawa dapat dilakukan melalui pengembangan komoditas padi dengan spesifikasi yang menguntungkan. Pulau Jawa sebagai basis penghasil padi memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang memungkinkan untuk dikembangkannya sektor pertanian. Hasil penelitian iptek nuklir di bidang pertanian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan produktivitas padi nasional. Varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir telah disebarkan pada 18 kabupaten di Pulau Jawa. Namun belum pernah ada penelitan mengenai peta sebaran spasialnya maupun respons dari petani terhadap padi teknologi nuklir.

Untuk menentukan peranan penyebaran padi teknologi nuklir terhadap pengembangan wilayah di Pulau Jawa, ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut: (1) mengetahui peta sebaran wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan penanaman padi hasil penelitian teknologi nuklir. (2) mengetahui peran stakeholder dalam penyebaran varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir. (3) mengetahui tingkat adopsi petani terhadap padi hasil penelitian teknologi nuklir. (4) mengetahui peranan padi teknologi nuklir terhadap pengembangan wilayah. (5) memberikan arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis SIG, analisis stakeholder, analisis respons, analisis skalogram, dan analisis SWOT.

Persebaran padi hasil teknologi nuklir di Pulau Jawa telah mencakup 18 Kabupaten dengan total luas tanam mulai tahun 2007 adalah 6.800 Ha. Kabupaten tersebut adalah Bandung, Bogor, Karawang, Lebak, Pandeglang, Serang, Banjarnegara, Brebes, Sleman, Bantul, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Purbalingga, Rembang, Jember, dan Malang. Padi hasil teknologi nuklir yang ditanam meliputi varietas Yuwono, Mayang, Diah Suci, Mira-1, Bestari, dan Inpari Sidenuk. Wilayah penyebaran paling luas adalah Kabupaten Malang yaitu 1060 Ha, sedangkan wilayah penyebaran paling kecil adalah Kabupaten Bogor yaitu 100 Ha.

Hasil pemetaan stakeholder menunjukkan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang memiliki kepentingan besar dan pengaruhnya kecil, keterlibatannya hanya dalam hal pelaksanaan program penyebaran dan kewenangannya dalam hal melaksanakan aturan dan kebijakan. BATAN dan Distanhut Kabupaten Bogor memiliki kepentingan dan pengaruh besar, namun demikian pengaruh dan kepentingan BATAN lebih tinggi dibanding Distanhut. Keterlibatan BATAN mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan/evaluasi. Keterlibatan Distanhut dalam penyebaran padi adalah dalam hal pengorganisasian dan pelaksanaan. Petani di Malang dan Bogor serta penyedia benih/penangkar memiliki kepentingan dan pengaruh yang kecil. Petani dan penyedia benih sangat tergantung dengan stok benih dari BATAN, stakeholder ini melakukan penangkaran maupun penyebaran apabila benih tersedia, apabila keberadaan benih tidak tersedia maka mereka akan menanam varietas yang lain.

(5)

Inpari Sidenuk lebih baik dibandingkan varietas lokal. Hal ini dapat dilihat dari keberlanjutan petani dalam menanam varietas teknologi nuklir meskipun pelaksanaan kerjasama telah berakhir. Petani penyebar di Kabupaten Malang menilai padi teknologi nuklir lebih memberikan keuntungan relatif, lebih sesuai, dan dapat dengan mudah dilihat hasilnya dibandingkan varietas lokal. Demikian pula petani penyebar wilayah Bogor menilai varietas Mira-1 dan Pandanputri lebih baik dibandingkan varietas lokal.

Kebijakan pengembangan padi teknologi nuklir di Pulau Jawa didasarkan pada hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan. Hasil analisis merekomendasikan untuk membangun kemitraan dengan pemerintah daerah maupun swasta, membangun sistem ketersediaan benih, memperbaiki varietas yang telah dihasilkan, dan melakukan pembinaan terhadap petani.

(6)

SUMMARY

HARINI WAHYUNINGRUM. The Role of The Spread of Nuclear Technology Rice to The Regional Development in Java a Case Study in Malang Districts and Bogor. Supervised by ATANG SUTANDI and DJUARA P. LUBIS.

Development in Java Island can be done through the development of paddy with favorable specifications. Java as a base of rice producers have the capability and suitability of land that allows for the development of the agricultural sector. The results of the study of nuclear science and technology in agriculture is expected to contribute to increasing the productivity of the national rice. Rice varieties nuclear technology research results have been deployed in 18 districts in Java. But there has never been research on spatial distribution maps as well as the response of farmers to rice nuclear technology.

To determine the role of rice spread of nuclear technology to developing areas in Java, set the following research objectives: (1) determine the distribution map of the area in the island of Java which has been planting rice nuclear technology research results. (2) determine the role of stakeholders in the dissemination of rice varieties nuclear technology research results. (3) determine the level of adoption of rice farmers to the research of nuclear technology. (4) determine the role of rice nuclear technology to the development of the region. (5) provides policy direction rice seed dispersal of nuclear technology. The analysis was performed by using GIS analysis, stakeholder analysis, response analysis, schallogram analysis, and SWOT analysis.

Distribution of rice nuclear technology results in Java has covered 18 districts with a total area of planting began in 2007 was 6,800 ha. The district is Bandung, Bogor, Karawang, Lebak, Pandeglang, Serang, Banjarnegara, Brebes, Sleman, Bantul, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Purbalingga, Rembang, Jember, and Malang. Rice grown nuclear technology results include varieties Yuwono, Mayang, Diah suci, Mira-1, Bestari, and Inpari Sidenuk. The area is most widely spread of Malang is 1060 ha, while the area is the smallest spread of Bogor district is 100 hectares.

Stakeholder mapping results showed Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Malang has a great interest and a small influence, involvement only in terms of the implementation of the program in terms of deployment and authority to implement rules and policies. BATAN and Distanhut Bogor Regency has a great importance and influence, however, influence and interests BATAN higher than Distanhut. BATAN involvement from planning, organizing, implementing, monitoring / evaluation. Distanhut involvement in the spread of rice is in terms of organization and execution. Farmers in Malang and Bogor and seed providers / breeder has little importance and influence. Farmers and seed providers depend on the seed stocks of BATAN, these stakeholders do the breeding and spread of seed if available, if not available, the presence of seeds they will plant other varieties.

(7)

ended. Farmers in Malang district judge spreader rice nuclear technology over the relative benefits, more appropriate, and can easily see the results compared to local varieties. Similarly, farmers spreader Bogor assess varieties Mira-1 and Pandanputri better than local varieties.

Rice development policy of nuclear technology in Java based on the results of the analysis of strengths, weaknesses, opportunities, and Threats. The results of the analysis recommends to build partnerships with local government and private, to build a system availability of seeds, improving varieties that have been produced, and to provide guidance to farmers.

Keywords: rice nuclear technology, the farmer, the deployment region

fraksi aktif menghambat -amilase, dengan fraksi air menunjukkan aktivitas tertinggi sebesar 22.52%. Fraksinasi lanjutan frak

si air menggunakan kromatografi kolom

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penel itian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PERANAN PENYEBARAN PADI TEKNOLOGI NUKLIR

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI PULAU JAWA

STUDI KASUS DI KABUPATEN MALANG DAN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor Nama : Harini Wahyuningrum

NIM : A156120224

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Atang Sutandi, MSi Ketua

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Alhamdulillah syukur kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia Nya tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul: “Peranan Penyebaran Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah di Pulau Jawa studi kasus di Kabupaten Malang dan Bogor”, dipilih atas dasar rasa ingin tahu penulis tentang sebaran spasial wilayah penanaman varietas hasil penelitian teknologi nuklir serta respons petani yang terkait dengan program penyebaran tersebut.

Penulis menyadari, penulisan tesis ini, tidak lepas dari arahan komisi pembimbing. Untuk itu ucapan terima kasih dan penuh hormat penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Anggota yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga bagi karya ini. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya juga kepada :

1. Ketua Program Studi PWL sekaligus dosen saya, Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus dan dosen PWL lainnya atas ilmu dan pengetahuan yang telah mereka tularkan selama ini berserta seluruh staf Departemen ITSL yang tidak bisa saya sebut satu per satu atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan pascasarjana.

2. Teman-teman PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2012 atas kerjasamanya selama ini.

3. Keluarga tercinta atas motivasi dan dukungannya.

Akhirnya, dengan memandang karya ilmiah ini adalah proses perbaikan yang terus menerus maka perjalanan pencarian wawasan tidak akan pernah ada kata selesai. Semoga karya ini mampu menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan.

Bogor, Maret 2014

(14)

DAFTAR ISI

Konsep Spasial dan Pengembangan Wilayah 5

Analisis Stakeholder 5

Respons Petani terhadap Hasil Inovasi 6

Produk Rekayasa Genetik 7

Padi Hasil Penelitian Teknologi Nuklir 9

3 METODOLOGI PENELITIAN 12

Gambaran Umum Pulau Jawa 12

Kerangka Pemikiran 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis Data dan Sumber Data 14

Metode Pengumpulan Data 15

Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Pertanian di Pulau Jawa 24

Penyebaran Padi di Kabupaten Malang 27

Penyebaran Padi di Kabupaten Bogor 31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Sebaran Wilayah Penanaman Padi Teknologi Nuklir 33 Analisis Stakeholder Penyebaran Padi Teknologi Nuklir 37

Identifikasi Stakeholder 38

Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder 39 Analisis Respons Petani Penyebar terhadap Padi Teknologi

Nuklir

47 Norma dan Pelaksanaan Penyebaran Benih Padi Teknologi

Nuklir

59 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Padi

Teknologi Nuklir

(15)

Peranan Padi Teknologi Nuklir terhadap Pengembangan Wilayah

63 Arahan Penyebaran Benih Padi Teknologi Nuklir di Pulau Jawa 65

Analisis SWOT 65

Arahan Penyebaran Benih Padi 69

6 SIMPULAN DAN SARAN 70

1 Jenis data dan sumber data dalam penelitian 15

2 Metode analisis data 17

3 Penilaian tingkat kepentingan dan pengaruh 19

4 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder 20

5 Matriks analisis SWOT 24

6 Varietas padi teknologi nuklir 25

7 Wilayah penyebaran dan varietas padi teknologi nuklir di Jawa Timur

28

8 Lokasi dan varietas di Kabupaten Bogor 32

9 Luas tanam dan varietas padi teknologi nuklir di Pulau Jawa 33

10 Pelaksana penyebaran di Kabupaten Malang 36

11 Identifikasi stakeholder dan perannya 38

12 Nilai pengaruh dan kepentingan stakeholder 39 13 Pertambahan luas tanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang 49 14 Perbandingan luasan penyebaran di Kabupaten Malang dan Bogor

berdasarkan program kerjasama

51 15 Penilaian petani penyebar terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten

Malang

52 16 Penilaian petani penyebar terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten

Bogor

52 17 Perbandingan produktivitas varietas teknologi nuklir dan varietas

lokal di Kabupaten Malang

53 18 Keunggulan dan kekurangan varietas teknologi nuklir di Kabupaten

Malang

55 19 Keunggulan dan kekurangan varietas teknologi nuklir di Kabupaten

Bogor

(16)

21 Indeks perkembangan kecamatan di Kabupaten Malang 64 22 Indeks perkembangan kecamatan di Kabupaten Bogor 65

23 Hasil analisis SWOT 67

DAFTAR GAMBAR

1 Padi varietas Mira-1 11

2 Padi varietas Inpari Sidenuk 12

3 Diagram alir kerangka pemikiran 14

4 Matrik hasil analisis SWOT 21

5 Peta administrasi Kabupaten Malang 27

6 Peta administrasi Kabupaten Bogor 32

7 Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Pulau Jawa 34 8 Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang 35 9 Peta penyebaran padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor 36 10 Pemetaan stakeholder penyebaran padi teknologi nuklir 40

11 Benih padi Mira-1 kelas ES 45

12 Model proses keputusan inovasi 48

13 Padi Mira-1 yang ditanam di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

50 14 Sub-sub wilayah inti dengan berbagai tingkat hirarki 61

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat Keputusan Pelepasan Padi Pandanputri 74

2 Spesifikasi Teknis Padi Varietas Mira-1 75

3 Kuesioner Penelitian 76

4 Responden Penelitian Analisis Respons 80

5 Responden Penelitian Analisis Stakeholder 81

6 Panduan Skoring Analisis Stakeholder 82

7 Nilai Skor Analisis Stakeholder 84

8 Perhitungan akhir skalogram tahun 2000 kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang

85 9 Perhitungan akhir skalogram tahun 2012 kecamatan yang menanam

padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang

86 10 Perhitungan akhir skalogram tahun 2009 kecamatan yang menanam

padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor

87 11 Perhitungan akhir skalogram tahun 2012 kecamatan yang menanam

padi teknologi nuklir di Kabupaten Bogor

(17)
(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah utama semua manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan padi (beras) semakin lama semakin sulit seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, karena peningkatan produksi padi tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan data BPS pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,29 persen. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237.556.363 jiwa dan pada tahun 2012 adalah 244.775.796 jiwa (BPS 2012).

Saat ini padi masih berperan sebagai pangan utama dan bahkan sebagai sumber perekonomian sebagian besar penduduk di perdesaan. Dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, padi merupakan sumber energi dan sumber protein yang relatif murah. Oleh karena itu, peranan padi sebagai pangan utama sulit tergantikan oleh komoditas pangan lainnya. Namun tantangan yang dihadapi adalah semakin berkurangnya lahan sawah produktif. Upaya yang dilakukan untuk membatasi konversi lahan pertanian salah satunya melalui UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Kementan 2009).

Berdasarkan data BPS (2012), produksi padi pada tahun 2012 sebesar 68,96 juta ton GKG atau meningkat sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan 2011. Peningkatan produksi padi 2012 tersebut terjadi di Jawa sebesar 2,08 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,11 juta ton. Peningkatan produksi terjadi karena luas panen seluas 268,01 ribu hektar (2,03 persen) dan produktivitas sebesar 1,39 kuintal/hektar.

Wilayah pulau Jawa menjadi basis pertanian di Indonesia. Kondisi tanah di Jawa relatif lebih subur dibandingkan wilayah Indonesia yang lain, sehingga paling memenuhi kriteria kelas kemampuan lahan dan kelas kesesuaian lahan (Hardjowigeno 2007). Faktor lainnya adalah budaya masyarakat Pulau Jawa yaitu bercocok tanam dengan cara bersawah sedangkan wilayah luar pulau Jawa budaya aslinya adalah bercocok tanam dengan cara berkebun.

(19)

permasalahan yang timbul di masyarakat, misalnya di bidang pertanian, peternakan, sumber daya alam dan lingkungan, kesehatan, energi dan bidang-bidang lain. Pemanfaatan teknologi nuklir untuk pertanian ialah dengan melakukan iradiasi sinar gamma pada dosis tertentu sehingga mampu memutasi secara genetis dan menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan. Teknik nuklir yang digunakan dalam pemuliaan padi adalah iradiasi sinar gamma, dengan cara menyilangkan varietas nasional dengan varietas yang mempunyai aspek bagus. Radiasi mampu menembus biji tanaman hingga ke lapisan kromosom. Struktur dan jumlah pasangan kromosom pada biji tanaman dapat dipengaruhi dengan sinar radiasi. Perubahan struktur akibat radiasi dapat berakibat pada perubahan sifat tanaman dan keturunannya. Fenomena ini digunakan untuk memperbaiki sifat tanaman agar diperoleh biji tanaman dengan keunggulan tertentu misalnya tahan hama, tahan kering dan cepat panen, padi yang diradiasi bersifat aman sepenuhnya, tidak ada unsur radioaktif yang tertinggal.

Teknologi iradiasi dapat meminimalkan hambatan pada varietas yang diinginkan di antaranya adalah mengantisipasi permasalahan lingkungan tumbuh seperti tahan kekeringan, tahan naungan, tahan suhu rendah, tahan hama wereng coklat, tahan penyakit blas dan tahan hama lainnya. Setelah melalui serangkaian prosedur pelepasan varietas maka varietas tersebut berhak mendapatkan Surat Keputusan Pelepasan (SK Pelepasan) dari Kementerian Pertanian.

Mulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2012, BATAN telah menghasilkan 19 varietas padi sawah, 1 varietas padi gogo, 6 varietas kedelai, 1 varietas kacang hijau, dan 1 varietas kapas, melalui teknik mutasi dengan teknologi nuklir di mana varietas tersebut telah menjadi populasi varietas nasional. Pemanfaatan hasil penelitian teknologi nuklir dibidang pertanian telah dikenalkan kepada masyarakat sejak tahun 1999 (BATAN 2012). Varietas yang dikenalkan diantaranya adalah Atomita, Cilosari, Kahayan, Woyla, Diah Suci, Mira-1, Bestari, dan Inpari Sidenuk.

Contoh keunggulan padi hasil penelitan teknologi nuklir pada varietas Mira-1 adalah mutu dan kualitas beras bagus, beras panjang dan kristal tanpa butir mengapur. Bila dibandingkan dengan IR-64 dan Cisantana nilai rendemen giling Mira-1 tinggi yaitu 73,75% dan persentase beras kepala tinggi yaitu 87,67%, sedangkan IR-64 hanya memiliki rendemen giling 72,89%, persentase beras kepala tinggi yaitu 80,84% dan Cisantana hanya memiliki rendemen giling 65,19%, persentase beras kepala tinggi yaitu 77,97%.

Varietas padi teknologi nuklir belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Melalui program iptekda (Ilmu Pengetahuan Teknologi di Daerah), BATAN mencoba mengenalkan hasil penelitiannya kepada masyarakat. Program tersebut telah dilaksanakan sejak tahun 1999. Sampai dengan saat ini wilayah penyebarannya telah mencakup 23 provinsi. Wilayah penyebaran di Jawa meliputi propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur.

Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi nasional memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sektor pertaniannya melalui implementasi benih padi dengan spesifikasi unggul. Varietas padi yang dihasilkan BATAN memiliki beberapa spesifikasi yang lebih menguntungkan dibanding dengan varietas non nuklir. Sejak tahun 2007 varietas hasil teknologi nuklir telah ditanam pada beberapa kabupaten di Pulau Jawa.

(20)

masih mempunyai persepsi yang negatif terkait dengan istilah “nuklir”, karena opini yang berkembang adalah teknologi nuklir identik dengan teknologi yang berkaitan dengan reaksi fusi yang eksplosif dan radiasinya dapat mengakibatkan dampak yang serius bagi kesehatan. Teknologi nuklir apabila dimanfaatkan dengan baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui penelitian dan pengembangan di bidang pertanian, sehingga memerlukan peran pengambil kebijakan dalam meluruskan opini dan melakukan edukasi publik. Demikian pula kelembagaan lokal dapat berperan menjembatani masuknya suatu teknologi tanpa mengabaikan kearifan lokal.

Perumusan Masalah

Pengembangan wilayah Pulau Jawa dapat dilakukan melalui pengembangan sektor pertanian. Penyebaran benih dengan spesifikasi yang menguntungkan diharapkan dapat meningkatkan produksi dan memiliki daya tarik lebih tinggi bagi petani dibanding harus berpindah ke sektor lain. Pulau Jawa sebagai basis penghasil padi memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang memungkinkan untuk dikembangkannya sektor pertanian. Hasil penelitian iptek nuklir di bidang pertanian dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan produktivitas padi nasional. Varietas padi hasil penelitian teknologi nuklir telah disebarkan di Pulau Jawa belum pernah ada penelitan mengenai peta sebaran spasialnya maupun respons dari petani terhadap teknologi nuklir di bidang pertanian. Respons petani pada wilayah kabupaten yang telah melakukan penyebaran padi teknologi nuklir berbeda-beda, demikian pula dengan luasan penyebarannya. Secara rinci pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Dimana saja wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan penyebaran padi teknologi nuklir?

2. Siapa saja stakeholder dalam penyebaran varietas padi teknologi nuklir? 3. Bagaimana respons petani pengguna terhadap padi teknologi nuklir? 4. Bagaimana peranan padi teknologi nuklir terhadap perkembangan wilayah? 5. Bagaimana arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir di

Pulau Jawa?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat menghasilkan rencana arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir di Pulau Jawa. Untuk membuat arahan kebijakan penyebaran benih maka perlu diketahui beberapa hal yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui peta sebaran wilayah di Pulau Jawa yang telah melakukan penanaman padi teknologi nuklir.

2. Mengetahui peran stakeholder dalam penyebaran varietas padi teknologi nuklir.

(21)

4. Mengetahui peranan padi teknologi nuklir terhadap perkembangan wilayah.

5. Memberikan arahan kebijakan penyebaran benih padi teknologi nuklir di Pulau Jawa.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah pusat (BATAN, Kementerian Riset dan teknologi, Kementerian Pertanian) dalam menyusun kebijakan dan perencanaan penyebaran benih padi teknologi nuklir.

2. Sebagai salah satu landasan ilmiah dalam mengembangkan hasil penelitian pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan pengolahan data primer, sekunder, dan pengamatan di lapangan mengenai penyebaran padi teknologi nuklir. Komoditas yang diambil sebagai kasus dalam penelitian ini adalah padi karena ketergantungan masyarakat masih cukup besar terhadap sumber pangan tersebut. Penelitian ini hanya berfokus pada varietas hasil penelitian teknologi nuklir yang telah ditanam pada beberapa wilayah kabupaten di Pulau Jawa. Lokasi penelitian adalah wilayah penyebaran padi di Pulau Jawa, untuk lebih memperdalam pengamatan maka dilakukan pengamatan lapang pada wilayah terpilih secara purposive sampling dengan pertimbangan wilayah-wilayah tersebut dianggap mewakili pengamatan. Pertimbangan wilayah yang diambil sebagai contoh adalah wilayah yang mewakili luasan tanam paling tinggi dan wilayah yang mewakili luasan tanam paling rendah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Spasial dan Pengembangan Wilayah

(22)

Dalam konteks spasial, jarak bukanlah satu-satunya unsur namun aspek-aspek spasial yang lain juga penting mencakup arah dan konfigurasi spasial yang

lebih luas secara alami “kedekatan psikologis” hubungan antar manusia tidak hanya ditentukan oleh jarak yang memisahkannya, namun “posisi relatif” antar keduanya,

akan menentukan pada interaksi dan komunikasi antar keduanya. Dalam konteks wilayah dikenal istilah daerah belakang (hinterland), daerah pelayanan, pusat pelayanan, desa, kota, dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut adalah istilah yang berimplikasi posisi spasial namun lebih menekankan pengertian fungsionalnya dibanding pengertian posisi fisiknya. Dengan demikian, aspek spasial dan lokasi dalam ilmu wilayah tidak selalu bernuansa fisik saja tetapi juga bernuansa sosial-ekonomi (Rustiadi et al. 2011).

Pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan menghasilkan suatu perwilayahan yang tidak lain merupakan cara atau metode klasifikasi. Klasifikasi adalah alat untuk mendeskripsikan fenomena dunia nyata dan sebagai alat pendeskripsian. Klasifikasi spasial (pewilayahan) tidak lain merupaan alat (tools) untuk mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai karakteristik fenomena yang ada. Pewilayahan digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan pewilayahan digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) sumberdaya yang memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik secara spasial (Rustiadi et al. 2011).

Pusat pelayanan merupakan pusat tersedianya sarana dan prasarana wilayah yang merupakan sistem saling berkaitan dengan wilayah administrasi yang terdapat dalam wilayah itu sendiri (Wibowo 2012). Pemusatan pembangunan dapat mengakibatkan kurang optimalnya pendayagunaan potensi fisik maupun ekonomi di masing-masing wilayah. Daerah inti memiliki laju kegiatan ekonomi yang tinggi. Daerah pinggiran memiliki laju kegiatan ekonomi yang rendah (Candra et al. 2010)

Analisis Stakeholder

Identifikasi dan analisis stakeholder merupakan langkah awal untuk mengetahui stakeholder mana saja yang terkait dalam suatu program atau kebijakan. Terkait upaya penyebaran varietas padi teknologi nuklir, maka perlu dilakukan identifikasi dan analisis stakeholder untuk mengetahui siapa saja yang terkait dalam upaya penyebaran tersebut. Stakeholder tersebut dapat sebagai pemerintah daerah yang wilayahnya menyebarkan padi hasil penelitian teknologi nuklir, maupun stakeholder lainnya yang terkait dalam program penyebaran padi teknologi nuklir. Identifikasi dan analisis stakeholder ini dapat memberikan pemahaman terkait konteks sosial dan institusional dalam proses pembuatan rencana sebuah program atau kebijakan (Renard 2004).

(23)

Respons Petani Terhadap Hasil Inovasi

Respons (response) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

menggantikan kata “tanggapan” yang dalam Kamus Ilmu-Ilmu Sosial diartikan sebagai reaksi atau sambutan terhadap masalah atau berita yang datang; atau reaksi tingkah laku yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya (Reading 1986).

Menurut Anwar (1988), sikap dapat dikatakan sebagai respons. Respons hanya timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk respons yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.

Menurut Rogers (2003) inovasi merupakan ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek baru yang dapat dirasakan sebagai suatu yang baru oleh masyarakat atau individu yang menjadikan sasaran penyuluhan. Mardikanto (2009) menjelaskan bahwa inovasi adalah suatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh masyarakat yang bersangkutan.

Kaitan dengan teknologi pertanian, Sugarda et al. (2001) menjelaskan bahwa inovasi adalah teknologi yang dianggap masih baru oleh penggunanya. Teknologi sendiri diartikan sebagai sebuah rancangan tindakan instrumenal atau sebagai penolong untuk mengurangi ketidakpastian dalam pengaruh sebab akibat yang terdapat dalam upaya meraih hasil yang diinginkan. Dorongan petani dari dalam atau yang disebut Motivasi intrinsik dalam mengadopsi hal baru berkaitan dengan motivasi ekonomi/finansial (Greiner et al. 2009). Perbedaan efisiensi produksi padi berkaitan erat dengan faktor irigasi, aksesibilitas, tenaga kerja pertanian, dan kelerengan. Hasil analisis wilayah menunjukkan bahwa peran individu dalam menjelaskan efisiensi produksi bervariasi (Neumann 2010)

(24)

menggunakan inovasi adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan kedalam

continuum “rumit-sederhana”. Inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan bagi yang lainnya tidak. Kerumitan inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berpengaruh negatif dengan kecepatan adopsi. Artinya, makin mudah inovasi teknologi baru tersebut dapat dipraktekkan, maka makin cepat pula proses adopsi inovasi dapat berjalan. (4) Dapat dicoba. Dapat dicoba adalah suatu tingkat suatu inovasi baru dapat dicoba dalam skala kecil. Kemudahan inovasi untuk dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya yang ada. Inovasi dapat dicoba sedikit demi sedikit akan lebih cepat dipakai oleh pengguna dari pada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit demi sedikit. Apabila inovasi semakin mudah dan dapat dicoba maka proses adopsi inovasi yang dilakukan petani relatif cepat. (5) Dapat diamati. Dapat diamati yang dimaksud adalah tingkat dimana hasil- hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil tersebut mudah dikomunikasi dan dilihat oleh orang lain. Jika inovasi tersebut mudah dilihat, maka calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, melainkan langsung ketahap berikutnya.

Seharusnya kebijakan inovasi pertanian bukan bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan inovasi sepenuhnya, melainkan mendorong munculnya instrumen dukungan yang fleksibel sehingga memungkinkan manajemen inovasi adaptif (Klerkx 2010). Dukungan kelembagaan dan lokasi agro ekologi memiliki pengaruh statistik yang kuat dalam intensitas adopsi komponen pertanian konservasi yang berbeda (Mazvimavi 2009).

Produk Rekayasa Genetik

Penelitian produk rekayasa genetik (PRG) tanaman di Indonesia dimulai sejak pertengahan 1990-an pada komoditas padi. Studi tim peneliti LIPI pada tahun 2004-2006 di Jawa Barat menunjukkan padi PRG tidak memengaruhi populasi OBS termasuk mikroba tanah, dan tidak terjadi perpindahan gen (Estiati et al. 2006). Pandangan dan persepsi publik terhadap tanaman PRG bervariasi dan berbeda, ada yang pro dan ada yang kontra (Herman 2009). Dinamika persepsi terhadap tanaman PRG merupakan tantangan dalam pengembangan tanaman ini secara komersial, meskipun pengalaman beberapa negara selama 17 tahun (1996- 2012), termasuk Indonesia, menunjukkan pengembangan tanaman PRG tidak terbukti mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia (James 2012 dalam Herman 2013).

(25)

keamanan pangan berupa dugaan alergi, keracunan, dan bakteri di dalam perut yang menjadi kebal terhadap antibiotik seperti kanamisin apabila manusia mengonsumsi tanaman PRG yang menggunakan marka tahan antibiotik kanamisin (Herman 2009). Gen marka tahan antibiotik yang ditransfer ke tanaman melalui rekayasa genetik akan terinkorporasi ke dalam genom tanaman. Tanaman tidak mempunyai mekanisme untuk mentransfer gen yang sudah terinkorporasi tersebut ke bakteri dalam usus manusia. Studi Joint Research Centre dari European Commission menunjukkan produk pangan dari tanaman PRG terbukti tidak memengaruhi kesehatan manusia, tidak menimbulkan alergi, dan tidak mengandung racun (JRC 2008).

Di Indonesia, penduduk yang telah mengonsumsi pangan berupa tahu dan tempe yang sebagian terbuat dari kedelai PRG yang diimpor dari Amerika Serikat dan Brasil ternyata tidak mengalami alergi atau keracunan. Kemungkinan timbulnya risiko yang dikhawatirkan akibat pemanfaatan tanaman PRG perlu diantisipasi dan diminimalkan melalui pendekatan kehati-hatian guna mewujudkan keamanan hayati dengan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial-budaya, dan estetika. Pengkajian terhadap risiko keamanan hayati PRG harus dilakukan lebih dahulu, agar tanaman PRG yang akan dikembangkan memperoleh sertifikat aman lingkungan, aman pangan dan/atau aman pakan sebelum dikomersialkan Pemerintah Indonesia pada tahun 1996 telah mengeluarkan peraturan yang pertama kali terkait dengan PRG, yaitu Undang-Undang (UU) No. 7/1996 tentang Pangan, yang kemudian direvisi menjadi UU No. 18/2012 tentang Pangan. Pada tahun 2004, Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati melalui UU No. 21/2004 tentang Pengesahan Cartagenea Protocol on Biosafety. Pada tahun 2005 Peraturan Pemerintah No. 21 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik diundangkan. Untuk mengkaji keamanan pangan tanaman PRG, pada tahun 2008 telah dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengkajian Keamanan Pangan PRG, yang kemudian diperbarui pada tahun 2012. Bagi tanaman PRG yang telah memperoleh rekomendasi keamanan hayati, yang meliputi aman lingkungan, aman pangan dan atau pakan, Menteri Pertanian atau Menteri Kehutanan akan memberikan izin pelepasan atau peredaran, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Estiati dan Herman 2012).

Pemanfaatan teknik rekayasa genetik di Indonesia diarahkan untuk memperbaiki sifat tanaman dengan memanfaatkan sumber daya genetika (SDG) sebagai tetua dalam perakitan varietas unggul yang memiliki sifat yang dikehendaki, seperti tahan hama dan penyakit serta toleran kekeringan. Teknologi rekayasa genetik merupakan penguat dan pendukung pemuliaan konvensional. Perbaikan sifat tanaman melalui pemanfaatan teknik rekayasa genetik diarahkan untuk ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik, peningkatan kualitas, dan pemantapan hasil komoditas unggulan pertanian yang memiliki sumber gen yang terbatas (Herman 2010).

(26)

padi meliputi kultur jaringan, penyelamatan embrio, seleksi menggunakan marka isoenzim, DNA, dan rekayasa genetik (Hanarida 2013).

Pemuliaan atau perakitan varietas unggul secara konvensional adalah kegiatan yang berkesinambungan untuk mendapatkan suatu galur unggul melalui persilangan dan seleksi secara fenotipe. Selanjutnya dilakukan uji daya hasil dan adaptasi galur-galur harapan sebelum dilepas menjadi varietas. Kegiatan pemuliaan padi di Indonesia berkembang pesat, terutama setelah ditemukannya varietas IR8 oleh peneliti IRRI pada tahun 1966 yang merupakan titik awal revolusi hijau padi (Horgrove dan Coffman 2006 dalam Hanarida 2013). Pemuliaan padi konvensional telah banyak menghasilkan varietas unggul yang berkontribusi dalam peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan beras. Pemuliaan merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan dan seni untuk membentuk tanaman dengan memanfaatkan sifat-sifat yang diturunkan atau gen. Pada awalnya, pemuliaan tanaman padi berjalan secara alami melalui proses penyerbukan yang kemudian dilakukan seleksi secara alami pula. Dengan adanya temuan Mendel maka persilangan dan seleksi dilakukan setelah melalui penyerbukan yang disengaja (pedigree atau bulk). Selanjutnya dilakukan silang balik (back cross) dan persilangan dialel selektif (Allard 1960 dalam Hanarida 2013).

Varietas unggul harus memenuhi beberapa persyaratan. Pertama murah dan kedua mudah diimplementasikan untuk menanggulangi kendala produksi. Varietas unggul padi harus memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit atau cekaman biotik dan abiotik, seperti keracunan Al atau Fe. Pemuliaan konvensional memerlukan waktu yang panjang dan dana yang tidak sedikit. Sementara itu, kebutuhan pangan yang terus meningkat memerlukan varietas unggul dalam jumlah yang meningkat pula. Hal ini tidak hanya diperlukan untuk meningkatkan produksi padi berkelanjutan, tetapi juga untuk menanggulangi berkembangnya biotipe hama dan ras penyakit serta kendala lainnya dalam pemuliaan konvensional. Oleh karena itu, metode pemuliaan nonkonvensional merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasinya (Hanarida 2013).

Padi Hasil Penelitian Teknologi Nuklir

Teknologi nuklir di Indonesia adalah salah satu ilmu pengembangan yang penggunaannya secara struktural dan sistematis di bawah pengawasan Badan Tenaga Nuklir Dunia (International Atomic Energy Agency). Di bidang pertanian, BATAN berkontribusi terhadap pengkayaan jumlah varietas nasional (BATAN 1997). Hal ini sangat penting karena diharapkan dengan meningkatnya jumlah varietas unggul akan meningkatkan produktivitas, mempercepat waktu panen, tahan terhadap hama, dan keunggulan lainnya (Haryanto 2010).

Varietas Padi Sawah Pandanputri

(27)

Varietas Pandanputri mencapai 6,5 ton GKG/ha dan potensi hasil 8,0 ton GKG/ha, memiliki ketahanan terhadap hama wereng Batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 serta tidak tahan terhadap hama sundep/beluk. Selain itu, varietas Pandanputri agak tahan hawar daun bakteri, tetapi rentan terhadap penyakit tungro. Varietas Pandanputri cocok ditanam pada lahan sawah dengan ketinggian 0‐700 m dpl (seperti daerah Kabupaten Cianjur) dan tidak dianjurkan ditanam di daerah endemis wereng batang coklat. Varietas padi unggul Pandanputri sampai saat ini telah menjadi salah satu varietas padi kebanggaan di daerah Cianjur, Jawa Barat dan mampu menghasilkan produksi padi dengan kualitas sama dengan induknya, yaitu Pandan Wangi dengan umur yang lebih genjah. Umur panen Pandan Wangi adalah antara 160 – 170 hari (Kementan 2010).

Varietas Padi Sawah Mira-1

(28)

Gambar 1 Padi Varietas Mira-1 Varietas Padi Sawah Bestari

Hasil penelitian dan pengembangan teknologi nuklir lainnya adalah Bestari dan memperoleh Surat Keputusan Pelepasan Menteri Pertanian dengan Nomor: 1012/Kpts/SR.120/7/2008 pada tanggal 28 Juli 2008. Padi varietas Bestari adalah hasil seleksi pedigree dari penyinaran benih varietas Cisantana dan sinar gamma dengan dosis 0,20 kGy. Umur tanaman Varietas Bestari 115‐120 hari dengan bentuk tanaman tegak dan jumlah anakan produktif 15-20 batang. Bentuk gabah ramping dan tekstur nasi pulen. Hasil rata‐rata Varietas Bestari mencapai 6,56 ton GKG/ha dan potensi hasil 9,42 ton GKG/ha, memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Varietas Bestari tahan penyakit bakteri hawar daun starin III dan agak tahan strain IV. Varietas ini cocok ditanam pada lahan sawah dengan ketinggian 0‐700 m di atas permukaan laut (Kementan 2008).

Varietas Padi Sawah Inpari Sidenuk

(29)

dan potensi hasil 9,1 ton GKG/ha, memiliki ketahanan terhadap hama batang coklat biotipe 1, 2, dan 3. Varietas Inpari Sidenuk tahan penyakit bakteri hawar daun bakteri patotipe III, rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV, agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe VIII, rentan terhadap penyakit tungro serta rentan terhadap semua ras blas. Varietas ini cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 mdpl dan tidak dianjurkan ditanam di daerah endemik tungro dan blas (Kementan 2011). Pada Gambar 2 diperlihatkan padi varietas Inpari Sidenuk yang ditanam di Kabupaten Malang.

Gambar 2 Padi Varietas Inpari Sidenuk

3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambaran Umum Pulau Jawa

(30)

Pulau Jawa membentang dari Barat ke Timur sepanjang 1.050 km dengan luas 129.438,28 km2 (berdasarkan Peraturan Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 Tanggal 31 Januari 2008) atau sekitar 6,77 persen dari luas total wilayah Indonesia. Secara administrasi sampai dengan akhir tahun 2012 Pulau Jawa tercatat memiliki 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, dan Banten yang meliputi 116 kabupaten/kota (84 kabupaten dan 32 kota). Pada awalnya provinsi Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun saat ini telah menjadi provinsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Ditinjau dari segi luas wilayahnya, provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama (terluas) di Pulau Jawa dibandingkan kelima provinsi yang lainnya, sedangkan provinsi DKI Jakarta ada di urutan terakhir.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian didasarkan pada fakta bahwa produktivitas padi nasional belum mencukupi permintaan kebutuhan pangan nasional. Pertumbuhan penduduk Indonesia jauh melebihi pertumbuhan produktivitas padi, hal ini dikarenakan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan menjadi non pertanian seperti industri maupun pemukiman. Teknologi tepat guna dapat menjawab permasalahan kebutuhan pangan tersebut, salah satunya adalah teknologi nuklir bidang pertanian yang menghasilkan beberapa varietas padi sawah baru dengan beberapa keunggulan diantaranya adalah usia tanam yang pendek dan produktivitas yang tinggi.

Varietas hasil teknologi nuklir tersebut telah disebarluaskan di Indonesia, namun belum ada penelitian mengenai sebaran secara spasial wilayah yang telah melakukan penyebaran padi hasil penelitian BATAN, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan spasial lokasi penyebaran padi teknologi nuklir di Pulau Jawa, untuk kemudian dianalisis lebih lanjut bagaimana peran stakeholder dalam mekanisme distribusi penyebaran padi hasil penelitian teknologi nuklir dan respons petani terhadap hasil teknologi nuklir tersebut. Stakeholder meliputi Dinas Pertanian kabupaten, petani, dan penyedia benih.

(31)

Gambar 3 Diagram alir kerangka pemikiran

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Malang Jawa Timur dan Kabupaten Bogor Jawa Barat. Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah wilayah yang telah melakukan penyebaran padi hasil penelitian teknologi nuklir. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), karena didasarkan pada perbedaan luas tanam padi hasil penelitian teknologi nuklir. Kabupaten Malang memiliki wilayah terbesar luasan penyebarannya di Pulau Jawa, sedangkan Kabupaten Bogor memiliki luasan terkecil. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan persiapan, penelitian data sekunder, pengamatan lapangan, analisis data dan penyusunan tesis selama 7 bulan, terhitung mulai bulan April sampai dengan Oktober tahun 2013.

Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara di lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui dua pendekatan yaitu

Peta spasial administratif

Data penyebaran padi teknologi nuklir

 Kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan pangan

 Pemanfaatan teknologi nuklir di bidang pertanian

Peta sebaran wilayah penanaman padi hasil

teknologi nuklir

Analisis respons petani terhadap padi teknologi

nuklir Penentuan wilayah sebaran

padi dengan luas tanam paling tinggi dan paling

rendah.

Analisis Stakeholder dalam penyebaran padi

teknologi nuklir

Arahan kebijakan penyebaran benih padi

(32)

wawancara mendalam (in depth interview) dan wawancara terstruktur. Wawancara mendalam ditujukan untuk memperoleh informasi dari stakeholder terkait perannya dalam penyebaran padi hasil penelitian teknologi nuklir maupun respons terhadap inovasi teknologi tersebut. Jenis data beserta sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data dan sumber data dalam penelitian

No Tujuan Jenis Data Sumber Data

Hasil keluaran output 1, 2, 3 dan 4

(33)

atas 6 orang petani dari masing-masing kecamatan yang melakukan penyebaran. Responden stakeholder petani pengguna di Kabupaten Malang terdiri atas 5 orang petani dari 5 kecamatan yang melakukan penyebaran. Responden stakeholder penyedia benih adalah kepala UPT perbenihan yang melakukan penangkaran padi hasil penelitian teknologi nuklir di wilayah Malang dan Bogor, sehingga total responden untuk analisis stakeholder adalah 32 orang. Untuk memudahkan proses pengambilan informasi maka dibuat pedoman wawancara dan kuesioner. Pendokumentasian gambar dan suara mengunakan kamera dan alat perekam suara.

Pengambilan data analisis respons petani peyebar menggunakan teknik wawancara terstruktur. Alat yang digunakan untuk memperoleh informasi dalam wawancara terstruktur adalah kuesioner. Responden yang diambil informasinya berasal dari dua kelompok tani yang mewakili wilayah Kabupaten dengan luas tanam padi hasil penelitian teknologi nuklir paling tinggi dan paling rendah. Sampel penelitian dipilih secara acak sederhana terhadap 17 petani dari Kelompok Tani Purwasari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor dan 18 petani dari Kelompok Tani Cahaya Makmur Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang, sehingga total responden untuk analisis respons adalah 35 petani. Selain wawancara terstruktur, informasi mengenai respons petani diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam terhadap responden tersebut.

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari BATAN, Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Badan Informasi dan Geospasial (BIG), serta instansi lainnya yang berkaitan dengan data-data yang dibutuhkan. Data sekunder juga diperoleh dari Kelompok Tani penyebar yang telah melakukan pengadministrasian secara rapi.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan berbagai data sekunder dalam bentuk laporan tercetak dan laporan digital. Data primer berupa hasil wawancara mendalam dan wawancara terstruktur (kuesioner). Teknik analisis utama menggunakan Sistem Informasi Geografis, Analisis Statistik Deskriptif, dan Analisis Kualitatif. Alat yang digunakan untuk menganalisis adalah Microsoft Office program Excell, Statistica 7, software ArcGis 9.3, dan GeoDa.

Metode Analisis Data

(34)

spasial. Teknik pengolahan data spasial yaitu dengan menggabungkan (joint table) data atribut wilayah penyebaran padi hasil teknologi nuklir dengan peta wilayah administratif. Aplikasi yang digunakan untuk mengolah data spasial adalah ArcGis, GeoDa, dan Microsoft Excell. Teknik analisis stakeholder digunakan untuk mengetahui peran stakeholder dalam penyebaran padi teknologi nuklir. Setelah peran masing-masing stakeholder teridentifikasi maka dibuat pemetaan pengaruh dan kepentingan stakeholder tersebut. Dengan diketahuinya pengaruh dan kepentingan stakeholder yang terlibat maka pengambil kebijakan dapat merumuskan kebijakan yang mendorong stakeholder untuk lebih meningkatkan perannya. Teori adopsi teknologi digunakan untuk mengetahui respons petani terhadap penyebaran padi teknologi nuklir. Respons petani diukur dengan membandingkan varietas teknologi nuklir dengan varietas non nuklir yang ditanam

pada wilayah tersebut. Tabel 2 Metode analisis data

No Tujuan Teknik

(35)

geospasial, dapat mendukung pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Dengan menggunakan SIG maka akan lebih mudah bagi para pengambil keputusan untuk menganalisa data yang ada, karena dengan adanya SIG akan diperoleh informasi pula mengenai posisi penyebaran data pada kondisi sesungguhnya (Barus dan Wiradisastra 2000).

Analisis Stakeholder

Definisi Stakeholder

Ramirez (1999) menerangkan bahwa kata stakeholder pertama kali digunakan pada tahun 1708 dengan makna “seseorang yang memegang kartu dalam

sebuah pertaruhan”. Definisi tersebut sekarang ini berubah makna menjadi “orang yang berkepentingan/peduli terhadap sesuatu. Stakeholder sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu, yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif aktor terhadap isu atau dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka. Freeman (1984) mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Senada dengan Freeman (1984), Grimble dan Chan (1995) mendefinisikan stakeholder adalah semua yang mempengaruhi, dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari suatu sistem. Meyers (2001) mendefinisikan stakeholder sebagai sekelompok orang yang mempunyai hak dan kewajiban dalam suatu sistem. Berdasarkan kekuatan, posisi penting dan pengaruh aktor terhadap suatu isu, stakeholder dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok. ODA (1995) mengelompokkan stakeholder ke dalam stakeholder utama, pendukung dan stakeholder kunci.

1. Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan, misalnya tokoh masyarakat;

2. Stakeholder pendukung adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah, misalnya lembaga pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung; lembaga pemerintah yang terkait dengan isu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat, perguruan tinggi, dan pengusaha (badan usaha) yang terkait; dan

3. Stakeholder kunci merupakan yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi.

(36)

dengan panduan yang telah dibuat. Tingkat kepentingan dan besarnya pengaruh diukur dengan menggunakan panduan penilaian seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Penilaian tingkat kepentingan dan pengaruh

No Variabel Indikator Skor

1 Keterlibatan Terlibat seluruh proses 5

Terlibat 3 proses 4

Menyediakan semua sumber daya 5

Menyediakan 3 sumber daya 4

Menyediakan 2 sumber daya 3

Menyediakan 1 sumber daya 2

Tidak menyediakan sumber daya 1

4 Prioritas dalam program

5 Tingkat kebutuhan terhadap padi teknologi nuklir

1 Aturan atau kebijakan Terlibat seluruh proses 5

Terlibat 3 proses 4

Terlibat 2 proses 3

Terlibat 1 proses 2

Tidak terlibat 1

2 Peran dan partisipasi Berkontribusi pada semua poin 5

Berkontribusi pada 3 poin 4

Berkontribusi pada 2 poin 3

Berkontribusi pada 1 poin 2

Tidak memiliki kontribusi 1

3 Kemampuan berinteraksi Berinteraksi dalam semua poin 5

Berinteraksi dalam 3 poin 4

Berinteraksi dalam 2 poin 3

Berinteraksi dalam 1 poin 2

Tidak berinteraksi 1

4 Kewenangan terkait program penyebaran

Kewenangan dalam semua proses 5

Kewenangan dalam 3 proses 4

Kewenangan dalam 2 proses 3

Kewenangan dalam 1 proses 2

Tidak memiliki kewenangan 1

5 Kapasitas/sumber daya yang disediakan

Menyediakan semua sumber daya 5

Menyediakan 3 sumber daya 4

Menyediakan 2 sumber daya 3

Menyediakan 1 sumber daya 2

(37)

Analisis stakeholder digunakan untuk melihat siapa saja yang berperan dalam mekanisme penyebaran/penanaman padi hasil penelitian teknologi nuklir. Ramirez (1999) menerangkan bahwa analisis stakeholder mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifikasi dan mendiskripsikan stakeholder atas dasar atributnya, hubungan timbal baliknya dan kepentingannya dalam kaitannya dengan isu atau sumber daya yang ada. Setelah diketahui besarnya kepentingan dan pengaruh, masing-masing stakeholder dipetakan kedalam matrik kepentingan pengaruh pada Gambar 4.

Gambar 4 Matrik hasil analisis stakeholder

Matrik diatas menjelaskan bahwa kuadran I (Subject) menunjukkan kelompok yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan tetapi rendah pengaruhnya, mencakup anggota organisasi yang melakukan kegiatan dan responsif terhadap pelaksanaan kegiatan tetapi bukan pengambil kebijakan. Kuadran II (Players) merupakan kelompok aktor yang memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi terkait, dan kepala pemerintahan. Kuadran III (Bystanders) mewakili kelompok aktor yang rendah pengaruh dan kepentingannya, Interest mereka dibutuhkan untuk memastikan dua hal yakni: (a) kepentingannya tidak terpengaruh sebaliknya, dan (b) kepentingan dan pengaruhnya tidak mengubah keadaan. Kuadran IV (Actor) merupakan aktor yang berpengaruh tetapi rendah kepentingannya dalam pencapaian tujuan dan hasil kebijakan.

(38)

Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan stakeholder 5 21- 25 Sangat

tinggi

Sangat berkepentingan pada keberadaan program penyebaran

4 16-20 Tinggi Kepentingan tinggi pada keberadaan program penyebaran 3 11-15 Cukup Cukup berkepentingan pada keberadaan program

penyebaran

2 6-10 Rendah Kepentingan rendah pada keberadaan program penyebaran

1 1-5 Sangat

rendah

Tidak berkepentingan pada keberadaan program penyebaran

Pengaruh stakeholder 5 21- 25 Sangat

tinggi

Sangat mempengaruhi program penyebaran

4 16-20 Tinggi Mempengaruhi program penyebaran 3 11-15 Cukup Cukup mempengaruhi program penyebaran 2 6-10 Rendah Kurang mempengaruhi program penyebaran

1 1-5 Sangat

Teori adopsi teknologi digunakan untuk mengukur respons petani terhadap padi teknologi nuklir pada wilayah penyebaran padi di Pulau Jawa. Wilayah kabupaten yang diambil sebagai contoh adalah kabupaten dengan luas tanam padi hasil teknologi nuklir paling tinggi dan paling rendah. Contoh tersebut diharapkan mampu menjelaskan respons petani terhadap hasil inovasi teknologi nuklir. Untuk lebih memperdalam analisis mengenai kondisi sosial di wilayah pengamatan maka digunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik wilayah secara kuantitatif.

Penilaian respons petani pada tingkat enduser (petani) adalah penilaian petani tentang ciri-ciri inovasi penyebaran padi hasil penelitian teknologi nuklir. Ciri-ciri inovasi yang digunakan sebagai ukuran adalah keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, dan kemudahan untuk dilihat hasilnya (observability). Ketiga ciri-ciri inovasi tersebut digunakan untuk menilai respons petani terhadap padi teknologi nuklir dibandingkan dengan dengan varietas non nuklir.

Analisis Skalogram

(39)

merupakan pengembangan dari konsep sel hidup. Dalam penjabaran wilayah nodal ini, wilayah diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma, yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung. Inti dasumsikan sebagai pusat kegiatan industri atau pusat pasar serta pusat inovasi, sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat pemasok bahan mentah, tenaga kerja, dan pusat pemasaran barang-barang hasil industri yang diproduksi di inti (Panuju dan Rustiadi 2012).

Berdasarkan konsep wilayah nodal tersebut, pusat maupun hinterland suatu wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan hinterland mendukung keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Jika suatu wilayah dianalogikan sebagai satu sel, maka di dalam wilayah kota utama yang menjadi inti dari wilayah memiliki fungsi penting yang berperan besar dalam mempengaruhi jalannya interaksi antar berbagai hinterland. Keterkaitan pusat dengan hinterland akan lebih intens dibandingkan dengan keterkaitan antar hinterland. Pusat memiliki daya tarik kuat bagi elemen di hinterland. Daya tarik tersebut secara harfiah berupa berbagai layanan yang didukung fasilitas dan infrastruktur yang lengkap. Hinterland mendukung berjalannya proses penting yang dilakukan di pusat. Proses-proses penting tersebut terdiri dari proses- proses transaksi dan peningkatan nilai tambah produksi. Industri dan jasa sebagai aktifitas yang berperan besar dalam peningkatan nilai tambah akan berkembang pesar di inti (kota) dengan fasilitas yang lengkap tersebut. Sebaliknya hinterland sebagai pendukung berlangsungnya proses di pusat memiliki keunggulan sumberdaya dasar untuk mendukung proses peningkatan nilai tambah di pusat. Dari gambaran tersebut secara umum kemudian proses identifikasi pusat dan hinterland secara lebih detil dapat dilakukan melalui proses identifikasi berbagai fasilitas pendukung aktifitas produksi sumberdaya (Panuju dan Rustiadi 2012).

Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hirarki sub-wilayah, dimana seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap sub-wilayah didata dan disusun dalam satu matriks. Sub-wilayah yang memiliki jumlah unit dan jumlah jenis fasilitas yang lebih banyak, akan menempati hirarki yang lebih tinggi dibandingkan dengan unit wilayah yang lain. Unit analisis yang digunakan adalah tingkat kecamatan di Kabupaten Malang yang melakukan penanaman padi teknologi nuklir yaitu Kecamatan Dampit, Kepanjen, Karangploso, Turen, Sumberpucung, Pakisaji, Kasembon. Data yang digunakan untuk penentuan hirarki wilayah adalah data Potensi Desa (Podes) tahun 2011 yang diperoleh dari BPS Kabupaten Malang. Data fasilitas dalam satu kecamatan merupakan penggabungan dari desa-desa yang berada pada kecamatan tersebut.

Jumlah jenis fasilitas yang dianalisis sebanyak 15 jenis yang terbagi dalam 3 kelompok yaitu kelompok fasilitas kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Jumlah fasilitas beserta jenisnya pada kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir secara lengkap disajikan pada Lampiran 8

Prosedur kerja penyusunan hirarki wilayah kecamatan berdasarkan fasilitas adalah sebagai berikut:

(40)

wilayah. Semakin besar nilai peubah tersebut mencirikan wilayah dengan tingkat perkembangan lebih tinggi.

2. Tahap selanjutnya adalah menghitung bobot indeks penciri dengan persamaan berikut:

I

ij

=

Xij n

X..j aj

,

dimana Iij = bobot indeks penciri untuk sub-wilayah ke-i

(kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang) dan fasilitas ke-j, Xij = jumlah fasilitas ke-j yang terdapat di wilayah kecamatan

ke-i (kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang), X..j = jumlah fasilitas ke-j yang terdapat di seluruh wilayah kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang, aj =

jumlah kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang. i = 1, 2, ..., 7, menunjukkan sub-wilayah (7 kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang) j = 1, 2, ..., 15, menunjukkan jenis fasilitas (15 jenis).

3. Tahap berikutnya adalah melakukan pembakuan indeks untuk seluruh peubah, sehingga didapatkan indeks baku dengan persamaan berikut:

Kij

= � − i �

,

dimana Kij = nilai baku indeks hierarki untuk wilayah kecamatan ke-i dan fasilitas ke-j, Iij = bobot indeks penciri untuk sub-wilayah ke-i (kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang) dan fasilitas ke-j, min(Ij) = nilai minimum indeks yang terdapat pada fasilitas ke-j di seluruh wilayah kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang, Sj = standar deviasi indeks yang terdapat pada fasilitas ke-j di seluruh wilayah kecamatan yang menanam padi teknologi nuklir di Kabupaten Malang.

Tahap paling akhir adalah mengkelaskan wilayah. Hirarki wilayah dalam hal ini dibagi menjadi 3, yaitu tinggi, sedang rendah. Untuk menyusun kelas hirarki dari indeks baku ini maka terlebih dahulu dicari parameter-parameter rataan Xj dan standar deviasi Sj. Wilayah ber-Hirarki I (tingkat perkembangan tinggi) adalah wilayah-wilayah yang nilai jumlah indeks bakunya paling tidak sama dengan nilai rataan ditambah dengan standar deviasi. Wilayah ber-Hirarki II adalah wilayah dengan nilai indeks hirarki paling tidak sama dengan nilai rataan indeksnya. Sedangkan wilayah ber- Hirarki III adalah wilayah dengan nilai indeks hirarki kurang dari nilai rataan indeks di seluruh wilayah. Hirarki ini bersifat relatif untuk wilayah yang dianalisis dan koefisien pengali standar deviasinya dapat diubah-ubah sesuai sebaran indeks untuk wilayah yang dianalisis.

Analisis SWOT

(41)

Hasil keluaran dari tujuan pertama, kedua dan ketiga digunakan sebagai acuan pengambil kebijakan dalam menyusun arahan penyebaran padi teknologi nuklir di Pulau Jawa. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang dalam menyusun arahan pengembangan komoditas padi hasil penelitian teknologi nuklir, namun juga secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman, sehingga diperoleh strategi pengembangan yang terbaik. Analisis dimulai dengan melakukan inventarisasi dan klasifikasi permasalahan/ kelemahan dan kelebihan/ kekuatan secara internal dan eksternal. Analisis SWOT menggunakan matriks yang digambarkan pada Tabel 5. Analisis ini menghasilkan empat kombinasi kemungkinan alternatif strategi yaitu:

1. Strategi SO, memanfaatkan seluruh kekuatan dan merebut peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi WO, memanfaatkan peluang sebesar-besarnya dan meminimalkan kelemahan.

3. Strategi ST, memanfaatkan seluruh kekuatan dan mengatasi ancaman yang mungkin muncul.

4. Strategi WT, meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman yang mungkin muncul.

Tabel 5 Matriks analisis SWOT Faktor internal

Faktor eksternal

Kekuatan/Strengths (S) Kelemahan/Weaknesses (W)

Peluang/Opportunities (O) Program yang muncul hasil pertemuan S dan O

Program yang muncul hasil pertemuan W dan O

Ancaman/Threats (T) Program yang muncul

hasil pertemuan S dan T

Program yang muncul hasil pertemuan W dan T

4 GAMBARAN UMUM

Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Pertanian di Pulau Jawa

(42)

Secara khusus tujuan dari diperkenalkannya Iptekda adalah: (1) menyebarluaskan pemanfaatan hasil penelitian teknologi nuklir di bidang pertanian dengan penerapan langsung pada petani untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. (2) Menyelenggarakan proses alih teknologi tepat guna dalam bidang pertanian untuk ditransformasikan kedalam wujud kemandirian dan kegiatan usaha ekonomi rakyat di daerah. (3) Mengangkat sumberdaya lokal serta melibatkan peran dan partisipasi institusi, mitra usaha dan masyarakat petani. (4) Meningkatkan tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan semangat kemandirian dari para petani. (5) Meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Kegiatan penyebarluasan hasil penelitian teknologi nuklir melibatkan partisipasi masyarakat di daerah seperti perguruan tinggi, usaha kecil menengah dan koperasi, serta pemerintah daerah setempat. Proses alih teknologi dilakukan dengan mengutamakan sumberdaya lokal sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang teknologi nuklir dan aplikasinya di berbagai bidang untuk kesejahteraan. Di bidang pertanian, BATAN memperkenalkan varietas unggul padi hasil penelitian teknologi nuklir.

Penerapan teknologi nuklir dibidang pertanian menghasilkan beberapa varietas unggul padi sawah. Varietas unggul yang dihasilkan merupakan pengembangan dari varietas non nuklir dengan memberikan perlakuan iradiasi pada dosis tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Varietas pandanputri diperoleh dari induk Pandanwangi yang diberi penyinaran sinar gamma 0,2 kGy, sedangkan Mira 1 berasal dari induk Cisantana yang diberi penyinaran sinar gamma 2,2 kGy. Varietas unggul tersebut dikenalkan kepada petani dengan memperhatikan kondisi fisik lahan dan selera masyarakat setempat misalnya petani di Pulau Jawa lebih menyukai varietas yang memiliki rasa pulen dibandingkan petani di Sumatera. Contoh varietas yang memiliki rasa pulen adalah Pandanputri, Mira-1, Bestari, dan Inpari sidenuk. Varietas unggul yang telah dihasilkan melalui pengembangan teknologi nuklir dan disebarluaskan kepada masyarakat secara rinci terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6 Varietas padi teknologi nuklir

(43)

Varietas padi unggul dapat ditanam berulang kali apabila diberi perlakuan yang baik. Hasil panen dari varietas ini dapat dijadikan benih kembali, beberapa petani berhasil menanam sampai 10 kali lebih dengan hasil yang hampir sama. Varietas padi unggul dilepas ke masyarakat melalui SK Menteri Pertanian setelah melalui berbagai uji coba. Contoh varietas padi unggul yang banyak ditanam petani adalah Ciherang, Ir 64, Mekongga, Cimelati, Cibogo, Cisadane, Situ Patenggang, Cigeulis, Ciliwung, Membramo, Sintanur, Jatiluhur, Fatmawati, Situbagendit. Sejak tahun 2008 penamaan padi berubah, untuk padi sawah dinamakan Inpari (Inbrid Padi Irigasi) seperti Inpari 1 -10, Inpari 11, Inpari 12, dan Inpari 13.

Varietas unggul yang dikeluarkan oleh BATAN diantaranya Diah Suci, Mira-1, Bestari, Inpari Sidenuk, dan Pandan Putri serta tiga varietas baru yang belum disebarluaskan kepada masyarakat yaitu Inpari Mugibat, Suluttan Unsrat 1 dan Suluttan Unsrat 2. Varietas Inpari Mugibat merupakan varietas unggul baru hasil konsorsium BATAN dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011. Varietas Inpari Mugibat telah lulus sebagai varietas unggul baru dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pelepasan dari Menteri Pertanian No. 2419/Kpts/SR.120/7/2012, dengan keunggulan sebagai berikut: (a) dibandingkan dengan varietas Ciherang lebih tahan terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3; lebih tahan terhadap blas ras 133 dan 173; serta umur setara. (b) dibandingkan dengan Inpari 1 produktivitas lebih tinggi; lebih tahan WBC biotipe 1, 2 dan 3; lebih tahan blas ras 033 dan 173; dan setara ketahanannya terhadap blas ras 133; serta umur setara; c. dibandingkan dengan Cimelati produktivitas setara; lebih tahan terhadap WBC biotipe 1, 2, dan 3; lebih tahan terhadap blas ras 133; dan umur setara.

Varietas Suluttan Unsrat 1 merupakan varietas unggul baru berasal dari Galur Harapan OBS 1750 yang merupakan hasil kerjasama BATAN dengan Universitas Sam Ratulangi dan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2011. Varietas Suluttan Unsrat 1 telah lulus sebagai varietas unggul baru dan telah mendapatkan Surat Keputusan Pelepasan dari Menteri Pertanian No. 2436/ Kpts/SR.120/7/2012, dengan keunggulan sebagai berikut: (a) dibandingkan dengan Mira-1 produktivitas lebih tinggi 7,89%; rendemen beras giling setara; rendemen beras kepala lebih tinggi; beras patah lebih rendah; ketahanan terhadap WBC biotipe 1 setara; lebih tahan terhadap WBC biotipe 2; dan ketahanan terhadap HDB strain III setara. (b) dibandingkan dengan Super Win: produktivitas lebih tinggi 27,42%; umur lebih pendek 12 hari; postur tanaman lebih rendah 25 cm; bentuk tanaman lebih tegak; rendemen beras giling lebih tinggi; rendemen beras kepala lebih tinggi; beras patah lebih rendah; kadar amilosa setara; serta lebih tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 2. (c) dibandingkan dengan Ciherang produktivitas lebih tinggi 12,58%; umur setara; tinggi tanaman setara; rendemen beras giling setara; rendemen beras kepala lebih tinggi; beras patah lebih rendah; lebih tahan terhadap WBC biotipe 2.

Gambar

Gambaran Umum Pulau Jawa
Gambar 1  Padi Varietas Mira-1
Gambar 2  Padi Varietas Inpari Sidenuk
Gambar 3  Diagram alir kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Perusahaan bersama konsultan atau sendiri membuat daftar indikator (butir) dari variabel lingkungan eksternal dan internal yang diperkirakan mempengaruhi masa depan

perbedaan nilai rata-rata tes kelas eksperimen dan kelas kontrol , sehingga diperoleh kesimpulan bahwa penerapan teknik pembelajaran hipnosis mempengaruhi hasil

indikator sehingga dapat memberikan informasi yang lebih luas mengenai kepuasan pelanggan di terminal peti kemas misalnya dari segi faktor loyalitas pelanggan. 3) Penggunaan

Cronbach yang dapat melihat korelasi aitem total.. Alat ukur penelitian ini adalah skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan efikasi-diri. Reliabilitas pada

Pemrograman ini akan mcmberikan keluaran yang sama dengan hasil program sebetumnya untuk kapal yang sama, sehingga program ini dapat digunakan sesuai dengan

Simulasi modal analysis dan harmonic res- ponse analysis yang sudah dilakukan, dengan hasil dan trend yang tidak jauh berbeda dengan hasil eksperimen bisa menjadi

Ini artinya, orang tersebut bunuh diri tidak hanya disebabkan karena meng- alami frustrasi, penderitaan, atau kesulitan hidup, tetapi yang bersangkutan mem- punyai

Terjadinya penurunan dari bahan kering lebih banyak disebabkan adanya proses peren- daman yang mengakibatkan terlarutnya seba- gian zat-zat makanan yang larut dalam air