• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

AJI AGUNG CAHYAJI. Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak. Dibimbing oleh HERA MAHESHWARI dan SITI SA’DIAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol

High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak. Delapan belas tikus putih dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan K1 (diberi pakan standar) sebagai kontrol negatif, K2 (diberi pakan tinggi lemak) sebagai kontrol positif, dan K3 (diberi pakan tinggi lemak dan inhalasi minyak atsiri jahe). Pengambilan darah dilakukan setelah 5 minggu perlakuan, kemudian dipisahkan serumnya. Trigliserida, kolesterol, kolsterol HDL, dan kolesterol LDL diukur kadarnya melalui pengujian serum. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok perlakuan K3 memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL yang lebih rendah dibandingkan kelompok K2. Kadar kolesterol HDL kelompok perlakuan K3 lebih tinggi dibandingkan kelompok K2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa inhalasi minyak atsiri jahe dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.

Kata kunci: trigliserida, kolesterol, kolesterol LDL, kolesterol HDL, minyak atsiri jahe.

ABSTRACT

AJI AGUNG CAHYAJI. The Effect of Ginger Essential Oil Aromatherapy on Blood Triglyceride and Cholesterol Level of Rats That Fed High Fat Diet. Supervised by HERA MAHESHWARI and SITI SA’DIAH.

The study aims to determine the effect of ginger (Zingiber officinale) essential oil via inhalation on blood triglyceride, total cholesterol, High Density Lipoprotein (HDL) cholesterol, and Low Density Lipoprotein (LDL) cholesterol level of rats that fed high fat diet. Eighteen albino rats (Rattus norvegicus) were devided into three treatments groups. The treatments were K1 (standard diet) as negative control, K2 (high fat diet) as positive control, and K3 (high fat diet + ginger essential oil inhalation). Blood samples were collected after 5 weeks of treatment period. The result showed the level of triglyceride, cholesterol, and HDL cholesterol at treatment K3 tend to be lower than treatment K2. LDL cholesterol level at treatment K3 show higher result than treatment K2. From the result of this study cocluded that inhalation of ginger essential oil can lowering triglyceride, total cholesterol, and LDL cholesterol level and raise HDL cholesterol level.

(2)

PENGARUH AROMATERAPI MINYAK ATSIRI JAHE

TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL

DARAH TIKUS YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

AJI AGUNG CAHYAJI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2012

Aji Agung Cahyaji

(5)

ABSTRAK

AJI AGUNG CAHYAJI. Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak. Dibimbing oleh HERA MAHESHWARI dan SITI SA’DIAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol

High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi diet tinggi lemak. Delapan belas tikus putih dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan K1 (diberi pakan standar) sebagai kontrol negatif, K2 (diberi pakan tinggi lemak) sebagai kontrol positif, dan K3 (diberi pakan tinggi lemak dan inhalasi minyak atsiri jahe). Pengambilan darah dilakukan setelah 5 minggu perlakuan, kemudian dipisahkan serumnya. Trigliserida, kolesterol, kolsterol HDL, dan kolesterol LDL diukur kadarnya melalui pengujian serum. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok perlakuan K3 memiliki kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL yang lebih rendah dibandingkan kelompok K2. Kadar kolesterol HDL kelompok perlakuan K3 lebih tinggi dibandingkan kelompok K2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa inhalasi minyak atsiri jahe dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.

Kata kunci: trigliserida, kolesterol, kolesterol LDL, kolesterol HDL, minyak atsiri jahe.

ABSTRACT

AJI AGUNG CAHYAJI. The Effect of Ginger Essential Oil Aromatherapy on Blood Triglyceride and Cholesterol Level of Rats That Fed High Fat Diet. Supervised by HERA MAHESHWARI and SITI SA’DIAH.

The study aims to determine the effect of ginger (Zingiber officinale) essential oil via inhalation on blood triglyceride, total cholesterol, High Density Lipoprotein (HDL) cholesterol, and Low Density Lipoprotein (LDL) cholesterol level of rats that fed high fat diet. Eighteen albino rats (Rattus norvegicus) were devided into three treatments groups. The treatments were K1 (standard diet) as negative control, K2 (high fat diet) as positive control, and K3 (high fat diet + ginger essential oil inhalation). Blood samples were collected after 5 weeks of treatment period. The result showed the level of triglyceride, cholesterol, and HDL cholesterol at treatment K3 tend to be lower than treatment K2. LDL cholesterol level at treatment K3 show higher result than treatment K2. From the result of this study cocluded that inhalation of ginger essential oil can lowering triglyceride, total cholesterol, and LDL cholesterol level and raise HDL cholesterol level.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PENGARUH AROMATERAPI MINYAK ATSIRI JAHE

TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL

DARAH TIKUS YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

AJI AGUNG CAHYAJI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul skripsi : Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar

Trigliserida dan Kolesterol Darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak

Nama : Aji Agung Cahyaji NRP : B04080098

Disetujui oleh

Dr drh Hera Maheshwari, MSc Pembimbing I

Siti Sa’diah, SSi, Apt, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini adalah “Pengaruh Aromaterapi Minyak Atsiri Jahe Terhadap Kadar Trigliserida dan Kolesterol darah Tikus yang Diberi Pakan Tinggi Lemak”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc. dan Ibu Siti Sa’diah, Apt. M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis menyelesaikan karya ilmiah ini, serta kepada Ibu drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran selama penulis menjalani studi di Fakultas Kedokteran Hewan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Irmanida Batubara dan Ibu Nunuk, S.Farm. dari Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu selama pengumpulan data serta kepada teman sepenelitian, Irma Indriani, yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Aromaterapi dan Minyak Atsiri 3

Jahe (Zingiber officinale) 5

Minyak Atsiri Jahe 6

Lipid 7

Metabolisme Lipid 7

Trigliserida 8

Kolesterol 8

Lipoprotein 8

Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) 9

Hubungan Aromaterapi dan Penciuman 11

BAHAN DAN METODE 12

Waktu dan Tempat 12

Bahan dan Alat 13

Metode Penelitian 13

Persiapan Hewan Coba 13

Pengamatan Perilaku Hewan Coba 13

Analisis Pakan 13

Pemberian Pakan dan Inhalasi Minyak Atsiri 14

Pengambilan Sampel Darah 14

Pengukuran Kadar Lipid Serum 14

Pengukuran Kadar Kolesterol Total 14

Pengukuran Kadar Trigliserida 15

Pengukuran Kadar Kolesterol HDL 15

Pengukuran Kadar Kolesterol LDL 15

Analisis Data 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Pengamatan Perilaku Tikus Terhadap Minyak Atsiri Jahe 17

Kadar Lipid Serum 17

Kadar Kolesterol Total 18

Kadar Trigliserida 19

Kadar Kolesterol LDL 20

Kadar Kolesterol HDL 21

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(11)

DAFTAR TABEL

1 Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri 4

2 Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein 9

3 Pemberian pakan dan inhalasi minyak atsiri 14 4 Kadar lipid serum darah tikus seterlah 5 minggu perlakuan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Rimpang jahe 6

2 Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley 10

3 Proses penciuman pada sistem olfaktori 12

4 Kadar kolesterol total darah tikus setelah 5 minggu perlakuan 18 5 Kadar trigliserida darah tikus setelah 5 minggu perlakuan 19 6 Kadar kolesterol LDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan 20 7 Kadar kolesterol HDL darah tikus setelah 5 minggu perlakuan 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi pakan standar 27

2 Komposisi pakan tinggi lemak 27

3 Bahan-bahan pakan tinggi lemak 27

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pola makan penduduk secara global telah berubah seiring dengan perkembangan zaman yang disebabkan majunya teknologi pengolahan makanan. Perubahan ini membawa dampak meningkatnya kecenderungan untuk mengonsumsi makanan berkadar lemak tinggi yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak. Daryit (2003) menyatakan bahwa asupan makanan yang tinggi kadar lemak jenuh menyebabkan peningkatan kadar kolesterol serum darah.

Masalah metabolisme lemak yang sering terjadi pada masyarakat adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah suatu gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah. Kondisi hiperlipidemia yang berkelanjutan memicu terbentuknya atherosklerosis yang menjadi dasar penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular (Pon et al. 2008).

Kondisi hiperlipidemia dapat ditanggulangi dengan cara pengontrolan diet dan pemberian obat hipolipidemik. Namun demikian pemberian obat hipolipidemik mempunyai efikasi yang terbatas dan efek samping yang tidak diinginkan (Kreisberg et al. 2003).

Kini masyarakat mulai beralih menggunakan terapi herbal dalam pengobatan penyakit. Salah satu jenis terapi yang digunakan adalah aromaterapi. Aromaterapi adalah pengobatan menggunakan wewangian yang berasal dari ekstrak tanaman aromatik. Menurut Daniel (2000), aroma yang dihasilkan oleh tanaman berpotensi sebagai obat karena dapat diaplikasikan dengan cara menghirupnya melewati paru-paru kemudian efeknya akan ke otak yang akan mempengaruhi sistem saraf pusat di otak. Ekstrak tanaman yang digunakan dalam aromaterapi adalah minyak atsiri atau minyak esensial karena sifatnya yang mudah menguap sehingga mudah diinhalasi.

Minyak atsiri merupakan senyawa yang larut dalam lipid, sehingga komponen-komponen minyak esensial mampu dengan cepat memasuki daerah yang kaya lemak di dalam tubuh (Buchbauer 1993). Assaat (2011) mengemukakan bahwa inhalasi senyawa etil-p-metoksisinamat dari minyak atsiri kencur pada tikus Sprague Dawley mampu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.

Menurut Sharma et al. (1996), jenis tanaman aromatik lain yang mempunyai efek hipolipidemik adalah jahe (Zingiber oficinale). Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah menggunakan jahe sebagai bumbu masak dan obat tradisional. Mahendra (2005) menyatakan bahwa jahe berkhasiat untuk mengobati batuk, kolera, dan sebagai afrodisiaka.

Melihat potensi terapeutik jahe, tidak menutup kemungkinan minyak atsirinya dikembangkan menjadi aromaterapi untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol

High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Aromaterapi dan Minyak Atsiri

Aromaterapi merupakan bagian dari pengobatan herbal yang menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik, biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual (Maniapoto 2002).

Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi persenyawaan kimia. Bahan baku minyak atsiri diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang (Rusli 2010). Kajian etnofarmakologi secara empirik tentang tumbuhan aromaterapi menunjukan bahwa Indonesia memiliki 49 jenis tumbuhan aromatik, 12 jenis diantaranya digunakan secara empirik sebagai aromaterapi dengan efek menenangkan dan menyegarkan tubuh (Sangat 1996).

Minyak atsiri memiliki komponen yang mudah menguap (volatil) pada suhu kamar, sehingga sering disebut sebagai minyak eteris atau minyak terbang (volatile oil). Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik yang membedakan minyak atsiri dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Agusta 2000). Sifat lain dari minyak atsiri yaitu memiliki rasa yang getir (pungent taste), umumnya larut dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Pada tanaman yang menghasilkannya, minyak atsiri memiliki beberapa fungsi, yaitu membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan (Ketaren 2006).

Menurut Rusli (2010), minyak atsiri sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Mesir kuno. Namun, kepopulerannya dimulai pada abad ke-16. Saat itu beberapa industri penyulingan di Perancis mulai memproduksi minyak atsiri yang berasal dari bunga lavender. Sementara itu di Indonesia, penggunannya tanaman berbau harum ini sudah dilakukan wanita sejak zaman kerajaan dahulu.

(15)

4

Tabel 1 Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri Nama

Jintan Carum carvi buah carvona,

limonena

karminatif Jeruk lemon Citrus lemon kulit buah limonene,

-pinena, sitral,

Kapur barus Cinnamona camphora

kayu kamfor, cineol, safrol

rubefacien

(16)

5 Jahe (Zingiber oficinale)

Jahe (Zingiber oficinale) dikenal di daerah-daerah di Indonesia dengan berbagai nama, seperti halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya. Taksonomi dari tanaman ini adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Subkelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale (Paimin dan Murhananto 2007)

Jahe terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

Tanaman jahe memiliki tinggi berkisar 0.5-1 meter. Tanaman ini terdiri atas bagian akar, batang, daun, dan bunga (Paimin dan Murhananto 2007) .

(17)

6

Gambar 1 Rimpang jahe (Tika 2012)

Batang jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang tersebut berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, terdiri atas helaian daun (Mahendra 2005).

Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun tersebut memiliki tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0.8-2.5 cm. Bila daum mati, pangkal tangkai daun akan tetap hidup , bertunas, lalu tumbuh akar rimpang baru (Paimin dan Murhananto 2007).

Bunga jahe merupakan bunga majemuk dengan panjang 4-7 cm dan lebar 1.5-2 cm. Bunga tersebut berwarna kuning kehijauan dan memiliki bibir bunga berwarna ungu. Selain itu, bunga berbentuk tabung dan setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung (Rusli 2010).

Jahe dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl), tetapi akan berproduksi secara optimal pada ketinggian 400-800 meter dpl. Persyaratan lainnya agar jahe dapat tumbuh baik yaitu temperatur rata-rata 25-30 oC, curah hujan pertahun 2500-4000 mm, sinar matahari 70-100%, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, dan pH tanah 6.8-7.4 (Kardiman 2005; Kartasubrata 2010).

Panen rimpang jahe dilakukan saat usia tanaman mencapai 9-10 bulan. Ciri fisik dari jahe siap panen biasanya daun berubah menjadi kekuningan. Rimpang jahe dipanen dengan cara dicabut dari tanah. Setelah itu dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci hingga bersih (Rusli 2010).

Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, jahe dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jahe putih kecil (biasa disebut jahe sunti atau jahe emprit), jahe putih besar (biasa disebut jahe gajah atau jahe badak), dan jahe merah. Kandungan minyak atsiri paling tinggi ada pada rimpang jahe emprit dan jahe merah (Kardinan 2005; Paimin dan Murhananto 2007; Kartasubrata 2010; Rusli 2010).

Minyak Atsiri Jahe

(18)

7 menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pahit dan pedas.

Kandungan minyak pada setiap bagian rimpang berbeda-beda. Kandungan minyak terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah, kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur juga mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat sampai umur optimum 12 bulan, kemudian semakin menurun bila lebih dari umur tersebut meskipun baunya semakin menyengat (Paimin dan Murhananto 2007).

Komponen utama minyak atsiri jahe adalah zingiberen dan zingiberol. Selain itu ada juga komponen lain minyak atsiri, yaitu kamferia, felandrena, limonene, borneol, sineol, geraniol, kavikol, gingerol, shogaol, metil haptenon, linalool, asetat, kaprilat, dan sitrat (Maryani dan Kristiana 2004).

Menurut Paimin dan Murhananto (2007), kegunaan minyak atsiri jahe adalah sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi seperti parfum dan kosmetik, obat gosok, serta sebagai bahan penyedap (flavouring agents).

Lipid

Lipid atau lemak adalah substansi organik yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Beberapa senyawa lipid juga mengandung nitrogen dan sulfur. Lipid tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Hawab et al. 1989). Lipid dalam tubuh yang secara biologis penting meliputi asam-asam lemak, trigliserida atau lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting (Guyton dan Hall 1996). Lipid memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, namun secara khusus penting untuk sumber energi, komponen struktural membran sel, dan substrat berbagai hormon.

Metabolisme Lipid

Metabolisme lemak di dalam tubuh meliputi dua proses, yaitu oksidasi asam lemak dan sintesis asam lemak. Pada proses oksidasi, asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA. Pemecahan utama terjadi di dalam mitokondria dengan

proses -oksidasi. Asam-asam lemak rantai sedang dan pendek dapat memasuki

mitokondria tanpa kesulitan, tetapi asam lemak rantai panjang harus diikat dengan karnitin. Asetil KoA akhirnya diubah menjadi ATP, CO2, dan H2O menggunakan

siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron (Ganong 2003).

Pada proses sintesis asam lemak, banyak jaringan yang dapat mensintesis asam lemak dari asetil-KoA. Kelebihan asetil KoA dikonversi menjadi ester asam lemak. Sintesis asam lemak terjadi di dalam sitoplasma dengan menggunakan

Acyl Carrier Protein (ACP) selama sintesis sebagai titik pengikatan. Lemak juga dapat disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut bertemu di dalam siklus Krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus Krebs, yaitu asetil-KoA (Murray

(19)

8

Trigliserida

Trigliserida atau triasilgliserol adalah kelompok lipid yang terdiri atas tiga asam lemak yang melekat pada gliserol. Pada tubuh, tiga asam lemak yang paling sering terdapat dalam trigliserida adalah asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik (Guyton dan Hall 1996).

Trigliserida yang diperoleh dari diet dihidrolisis dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Kemudian saat melalui sel epitel usus, keduanya diesterifikasi kembali oleh cairan mukosa usus menjadi molekul trigliserida baru yang masuk ke saluran bentuk droplet kecil yang disebut kilomikron. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sirkulasi umum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan hati dimana enzim lipase lipoprotein memecah trigliserida dan melepaskan gliserol dan asam lemak. Asam lemak ini kemudian berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan sel hati. Sekali berada dalam sel ini, asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida (Ganong 2003).

Untuk dapat menghasilkan energi, trigliserida yang telah disimpan di jaringan adiposa harus dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi (Stockham dan Scott 2007).

Kolesterol

Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia dan komponen struktural membran sel dan lipoprotein plasma. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak (ester kolesterol). Di samping kolesterol diabsorbsi dari usus, yang disebut kolesterol eksogen, sejumlah besar dibentuk dalam hepatosit dan enterosit disebut kolesterol endogen. Kolesterol yang diabsorbsi di usus kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus (Ganong 2003).

Manfaat kolesterol yang paling banyak dalam tubuh adalah membentuk asam kolat di dalam hati, yang merupakan prekursor pembentukan asam empedu. Selain itu, sejumlah kolesterol diedapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini membuat kulit lebih resisten terhadap zat larut air dan juga mencegah evaporasi tubuh. Sebagian kecil lainnya dipakai untuk membentuk berbagai hormon, diantaranya hormon adrenokortikal, estrogen, progesteron, dan testosteron (Guyton dan Hall 1996).

Lipoprotein

Sebagian besar lipid serum tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditranspor dalam bentuk kompleks lipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dapat dikelompokan menjadi empat kelompok utama, yaitu

(20)

9 Tabel 2 Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein

Kilomikron VLDL LDL HDL Tempat degradasi plasma dan

hati Sumber: Stockham dan Scott 2007

Lipoprotein juga berperan dalam etiologi kejadian atherosklerosis. Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteri dimana lesi lemak timbul pada permukaan dalam dinding arteri (Guyton dan Hall 1996). Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi kolesterol dan tampilnya sel-sel busa di lesi-lesi dinding arteri. Keadaan ini juga diikuti suatu rangkaian perubahan yang kompleks yang melibatkan trombosit, makrofag, otot polos, dan faktor pertumbuhan yang menghasilkan lesi-lesi proliferatif yang menyebabkan arteri berubah bentuk dan menjadi kaku (Ganong 2003).

Faktor paling penting yang menyebabkan atherosklerosis adalah tingginya konsentrasi kolesterol dalam plasma darah dalam bentuk LDL. Namun keadaan ini dapat dicegah oleh adanya HDL. Menurut Moeliandari dan Wijaya (2002), HDL memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mencegah oksidasi dari LDL sehingga kolesterol tidak menempel pada dinding arteri.

Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

(21)

10

toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono 1989). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya.

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau dikenal juga dengan Norway rat

merupakan salah satu jenis tikus yang memiliki gen albino yang sengaja dikembangkan untuk kepentingan laboratorium. Ada beberapa galur tikus yang biasa digunakan sebagai hewan laboratorium, antara lain Dark Agouti, Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans (Harkness dan Wagner 1983). Klasifikasi tikus putih menurut Myres dan Armitage (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animal Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata (Craniata) Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria Infrakelas : Eutharia Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Superfamili : Muroidea Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih dianggap efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara serta tidak membutuhkan tempat yang luas, tikus ini memiliki sifat yang tenang, jarang menggigit, tidak mudah stress dan dapat menghasilkan anakan banyak (Barnet 2001). Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

(22)

11

Ciri-ciri tikus putih yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan bobot badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005).

Tikus termasuk binatang pemakan segala makanan (omnivora). Walaupun demikian, tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum. Air sebagai sumber minuman dapat diambil dari air bebas atau dapat diperoleh dari pakan yang banyak mengandung air. Kebutuhan air bagi tikus tergantung dari suhu, lingkungan, aktivitas, umur, dan jenis makanan. Kebutuhan air berkurang, jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air. Pada umumnya tikus makan secara teratur pada tempat tertentu. Tikus putih biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang berdekatan dengan sumber makanan dan air. Tikus bermigrasi jika terjadi kekurangan makanan pada habitat awal yang ditempati (Priyambodo 1995).

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), masa pubertas tikus biasanya terjadi pada umur 50-60 hari. Tikus merupakan hewan poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus terjadi selama dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan dengan siang hari. Kelahiran anak pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi iklim dan cuaca yang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah, sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal.

Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1.6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27 oC atau rata-rata 22 oC dan kelembaban relatif 40-70% (Malole dan Pramono 1989).

Hubungan Aromaterapi dan Penciuman

(23)

Komponen-12

komponen senyawa minyak atsiri yang mudah menguap dapat masuk ke dalam rongga hidung dengan cara diinhalasi.

Proses penciuman dimulai dengan proses penerimaan molekul bau oleh membran olfaktori. Pada membran olfaktori terdapat sel-sel olfaktori berupa neuron yang merupakan reseptor penciuman. Ujung mukosa dari sel olfaktori berupa silia atau rambut ke permukaan mukus. Silia inilah yang bereaksi terhadap bau di udara dan kemudian merangsang sel-sel olfaktori. Di antara sel-sel olfaktori pada membran olfaktori tersebar banyak kelenjar Bowman, yang menyekresi mukus ke permukaan membran olfaktori (Guyton dan Hall 1996). Menurut Hawkes dan Shephard (1998), reseptor penciuman di hidung berkaitan langsung ke area limbik di otak melalui bulbus olfaktorius yang terletak di dekat otak bagian depan. Di bulbus olfaktorius, akson reseptor penciuman berakhir di dendrit-dendrit sel mitral untuk membentuk sinaps kompleks yang disebut glomerolus olfaktori. Proses ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Proses penciuman pada olfactory system (HMI 2006)

(24)

13

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2012 hingga Agustus 2012. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemberian pakan, inhalasi minyak atsiri, dan pengukuran kadar lipid serum dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSB-LPPM IPB).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri jahe 1%, serum darah tikus, pakan standar dan pakan tinggi kolesterol (produksi PT. Indofeed), kit Human® (produksi Gesellschaft) untuk mengukur kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida; akuades, ketamin, xilazin, dan hewan coba berupa tikus putih. Minyak atsiri jahe yang digunakan diperoleh dari PSB-LPPM IPB. Kit yang digunakan untuk mengukur kadar kolesterol total dan trigliserida berisi reagen enzim dan kit yang digunakan untuk mengukur kadar kolesterol HDL berisi presipitan atau larutan pengendap.

Alat yang digunakan adalah kandang percobaan, inhalator, pipet mikro,

microplate, microtube, spuit, alat sentrifugasi, tabung reaksi, lemari pendingin, vortex, spektrofotometer, dan timbangan digital.

Metode Penelitian Persiapan Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih dengan bobot badan rata-rata sekitar 200 gram/ekor. Tikus tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (K1), kelompok kontrol positif (K2), kelompok perlakuan (K3). K1 terdiri atas 6 ekor tikus, K2 terdiri atas 6 ekor tikus, dan K3 terdiri atas 6 ekor tikus. Proses adaptasi tikus dilakukan selama 2 minggu dengan memberikan pakan standar pada semua kelompok tikus sebanyak 20 g/ekor/hari. Pengamatan Perilaku Hewan Coba

Pengamatan perilaku dilakukan dengan merekam aktifitas tikus menggunakan perekam video dan mencatat berapa kali dalam satu hari tikus mendatangi tempat minum. Tepat di samping tempat minum tersebut diletakkan sumber minyak atsiri, sehingga pada saat tikus minum dipastikan tikus juga menghirup minyak atsiri.

Analisis Pakan

(25)

14

Pemberian Pakan Inhalasi Minyak Atsiri

Perlakuan pada hewan coba tikus berupa pemberian pakan standar, pakan tinggi lemak, dan inhalasi minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pemberian pakan dan inhalasi minyak atsiri* Kelompok

√ : dilakukan perlakuan

* : dilakukan selama 5 minggu.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan setelah 5 minggu perlakuan. Tikus dianestesi menggunakan xilazin® dan ketamin® dengan dosis masing-masing 10 mg/kg dan 100 mg/kg . Tikus kemudian difiksasi ke papan bedah pada keempat alat geraknya. Rongga dada dibedah dan darah dalam jantung diambil sebanyak 3 ml menggunakan spuit 5 ml. Darah dimasukkan ke tabung darah. Darah yang telah diambil disentrifugasi pada kecepatan 4000 radian/meter (rpm) selama 10 menit untuk mendapatkan serumnya.

Pengukuran Kadar Lipid Serum Pengukuran Kadar Kolesterol Total

(26)

15 Pengukuran Kadar Trigliserida

Pengukuran kadar trigliserida menggunakan uji kalorimetrik enzimatik metode glycerol phospate oxidase p-aminophenazone (GPO-PAP). Serum darah diambil menggunakan pipet mikro sebanyak 0.01 mL dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan larutan pereaksi trigliserida sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan menggunakan vortex dan dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar. Sebagai blanko digunakan pereaksi trigliserida 1 mL dan akuades 0,01 mL. Serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Pengukuran serapan standar sama dengan pengukuran serapan sampel, tetapi serum darah diganti dengan standar trigliserida. Kadar total trigliserida dihitung menggunakan rumus:

C = A Sampel x Cst A Standar

Dimana: C = kadar trigliserida (mg/dL) A = serapan

Cst= kadar trigliserida standar (200 mg/dL) Pengukuran Kadar Kolesterol HDL

Pengukuran kadar kolesterol HDL dilakukan dengan mengendapkan kilomikron, kolesterol VLDL, dan kolesterol LDL terlebih dahulu.

Serum darah sebanyak 0,02 mL dipipet ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan pengendap kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 4500 rpm. Pisahkan supernatannya sebanyak 0,01 ml, kemudian ditambahkan larutan pereaksi kolesterol sebanyak 1 mL ke dalam supernatan. Supernatan yang jernih dipisahkan dan diuji kadar kolesterol HDL menggunakan metode CHOD-PAP seperti pada pengukuran kolesterol total. Serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan pereaksi kolesterol 1 mL dan akuades 0,01 mL. Hasil serapan yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus:

C = A Sampel x Cst A Standar

Dimana: C = kadar trigliserida (mg/dL) A = serapan

Cst= kadar kolesterol standar (200 mg/dL) Pengukuran Kadar Koleserol LDL

Untuk menentukan kadar kolesterol LDL dilakukan dengan kalkulasi kolesterol total, kolesterol HDL, dan kadar trigliserida menggunakan rumus Friedwald:

Kolesterol LDL = kolesterol total – kolesterol HDL – (trigliserida)

(27)

16

Analisis Data

(28)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Perilaku Tikus terhadap Aroma Minyak Atsiri Jahe

Dari hasil pengamatan perilaku dalam waktu 4 jam pengamatan, tikus mendatangi sumber air minum dan bahkan sengaja mendatangi sumber minyak atsiri sebanyak 36 kali. Jika diasumsikan dalam 24 jam tikus beraktivitas maka tikus mendatangi sumber minyak atsiri sebanyak 216 kali dalam sehari. Aroma yang ditimbulkan oleh minyak atsiri jahe menjadi sumber ketertarikan tikus yang ditandai dengan mendekati dan mencium sumber minyak atsiri tersebut.

Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, atau musuhnya (predator). Penciuman tikus yang baik ini juga bermanfaat untuk mencium urin dan sekresi genitalia. Dengan kemampuan ini tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, mengenali jejak tikus yang masih tergolong dalam kelompoknya, mendeteksi tikus betina yang sedang estrus (birahi) dan mendeteksi anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan urin yang dikeluarkan oleh anaknya (Priyambodo 1995).

Barnett dan Spencer (2001) menyatakan bahwa tikus memiliki 500 hingga 1000 jenis reseptor penciuman. Selain itu, tikus juga memiliki organ untuk membantu mendeteksi bau yang disebut organ vomeronasal. Fungsi utama organ vomeronasal adalah untuk mendeteksi feromon, namun organ ini dapat juga mendeteksi molekul volatil lain. Saat tikus mengendus, molekul bau dari lingkungan menempel pada mucus hidung kemudian disampaikan ke organ vomeronasal.

Kadar Lipid Serum

Hasil pengujian kadar lipid serum menunjukkan bahwa kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar kolesterol LDL berbeda signifikan dari setiap kelompok perlakuan, sedangkan kadar kolesterol HDL tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Kadar lipid serum darah tikus setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

(29)

18

Kadar Kolesterol Total

Kadar kolesterol total merupakan gabungan dari semua kolesterol yang ada di dalam darah. Piliang dan Djojosoebagyo (2006) menyatakan bahwa kolesterol yang terdapat di dalam darah berasal dari makanan (kolesterol eksogen) dan dari sintesis di dalam tubuh (kolesterol endogen), meskipun di dalam tubuh tidak dapat dibedakan antara kolesterol eksogen dan endogen.

Kadar kolesterol total pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar masih berada dalam kadar normal yaitu 70.13 ± 11.62 mg/dL. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar normal kolesterol total pada tikus adalah 40-130 mg/dL. Kadar kolesterol total pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (104.76 ± 9.28) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar, meskipun masih dalam kadar normal. Peningkatan kadar kolesterol total tersebut sebesar 49,44% menunjukkan perbedaan yang signifikan. Cullen (2000) menyatakan bahwa diet tinggi lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida yang menyebabkan meningkatnya risiko kejadian penyakit jantung koroner.

Kadar kolesterol total tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (89.92 ± 9.24) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (104.76 ± 9.28). Perbedaan kadar kolesterol total yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut sebesar 16.52%.

Perbedaan kadar kolesterol total setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

0

(30)

19 Kadar Trigliserida

Kadar trigliserida pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar masih berada dalam kadar normal yaitu 46.56 ± 7.62 mg/dL. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Suckow et al. (2006), kadar normal trigliserida pada tikus adalah 25-145 mg/dL. Kadar trigliserida pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (74.00 ± 13.37) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar. Perbedaan kadar trigliserida tersebut sebesar 58.93% dan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Peningkatan kadar trigliserida dapat terjadi pada pemberian pakan tinggi lemak. Menurut Damron (2003), kadar trigliserida dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dari makanan atau banyaknya lemak yang masuk dari luar tubuh. Selain itu Katan et al. (1997) dan Connor (1997) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat yang tinggi dalam pakan dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam darah.

Kadar trigliserida tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (43.65 ± 10.12) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (74.00 ± 13.37). Perbedaan kadar trigliserida yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut sebesar 69.53% dan menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Perbedaan kadar trigliserida setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

0

Gambar 5 Kadar trigliserida darah tikus setelah 5 minggu perlakuan

Penurunan kadar trigliserida terjadi karena adanya pengaruh minyak atsiri jahe terhadap sistem saraf. Menurut Matsuoka dan Mitsunaga (2011), aromaterapi meningkatkan kerja saraf simpatik pada reseptor olfaktori hingga mengeluarkan noradrelanin pada hipotalamus. Kemudian trigliserida akan diubah menjadi asam lemak bebas oleh beta reseptor akibat gertakan dari noradrenalin hingga melepaskan panas.

(31)

20

menyatakan bahwa selain dapat dipakai sebagai energi, trigliserida dapat dihidrolisis dan disintesis kembali untuk membentuk fosfolipid dan kolesterol. Kadar Kolesterol LDL

LDL adalah lipoprotein yang berfungsi mengirim kolesterol dari hati ke jaringan periferal dan ditimbun dalam jaringan tersebut.

Kadar kolesterol LDL pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar yaitu 28.84 ± 10.50 mg/dL. Kadar kolesterol LDL pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (61.68 ± 8.92) lebih tinggi dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar. Peningkatan kadar kolesterol LDL tersebut sebesar 113.86% menunjukkan pebedaan yang signifikan antara kedua perlakuan. Kadar kolesterol LDL darah bergantung pada konsumsi lemak dari pakan. Grundy (1991) menyatakan bahwa pakan tinggi lemak dapat menghambat dan menekan pembentukan reseptor LDL, sehingga kadar LDL meningkat dalam darah. Peningkatan kadar LDL memiliki arti penting bagi kesehatan yaitu sebagai penyebab terjadinya atherosklerosis. Kadar kolesterol LDL yang tinggi dalam peredaran darah dapat menumpuk atau menempel pada dinding pembuluh darah arteri baik yang menuju ke otak maupun ke jantung. Akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah terbentuknya plak yang tebal dan mengeras serta dapat mempersempit arteri dan membuatnya tidak fleksibel.

Kadar kolesterol LDL tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih rendah (45.05 ± 11.65) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak (61.68 ± 8.92). Perbedaan kadar kolesterol LDL antara kedua perlakuan tersebut sebesar 36.91% dan menunjukkan perbedaan signifikan.

Perbedaan kadar kolesterol LDL setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

0

(32)

21 kolesterol terjadi karena terhambatnya atau terganggunya proses penyerapan kolesterol di usus dan eksresi asam empedu yang lebih besar. Oleh karena asam empedu terbuat dari kolesterol, maka rangsangan untuk eksresi asam empedu berarti meningkatkan laju metabolisme kolesterol sehingga menurunkan total kolesterol dan kadar LDL. Turunnya kadar kolesterol LDL ini dapat menurunkan risiko terjadinya atherosklerosis.

Fuhrman et al. (2000) melalui penelitiannya menyatakan bahwa ekstrak etanol jahe dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan menghambat oksidasi LDL pada kejadian atherosklerosis. Komponen ekstrak minyak esensial jahe yang berperan dalam menghambat oksidasi LDL adalah gingerol, shogaol dan zingerone.

Kemungkinan lain yang terjadi seperti yang dinyatakan oleh Neess et al. (1996) bahwa penurunan kadar LDL terjadi karena penurunan sintesis LDL itu sendiri dan penginduksian reseptor hepatik. Akibatnya banyak LDL yang ditangkap reseptor hepatik sehingga konsentrasinya dalam darah menurun.

Kadar Kolesterol HDL

Kadar kolesterol HDL pada kelompok tikus yang diberikan pakan standar yaitu 31.97 ± 12.00 mg/dL. Kadar kolesterol HDL pada tikus yang diberikan pakan tinggi lemak (28.28 ± 11.74) lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan standar, namun tidak berbeda signifikan. Perbedaan kadar kolesterol HDL antara kedua perlakuan tersebut hanya sebesar 13.04%.

Kadar kolesterol HDL tikus yang diberikan pakan tinggi lemak dan juga diberikan inhalasi minyak atsiri kadarnya lebih tinggi (36.18 ± 12.14) dibandingkan dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak, namun perbedaan ini tidak terjadi secara signifikan. Perbedaan kadar kolesterol HDL antara kedua perlakuan tersebut sebesar 27,93%.

Perbedaan kadar kolesterol HDL setelah 5 minggu pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

(33)

22

Peningkatan kadar HDL disebabkan oleh turunnya kadar LDL dalam darah karena meningkatkannya reseptor LDL di hati (Neess et al. 1996). Turunnya konsentrasi LDL akan berdampak peningkatan konsentrasi HDL, hal ini terjadi karena penurunan LDL akan menyebabkan organ hati kekurangan kolesterol untuk membuat asam empedu. Kondisi demikian akan merangsang sintesis kolesterol HDL dalam hati dan menyebabkan kadar HDL darah meningkat.

(34)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi selama 5 minggu dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komponen spesifik minyak atsiri yang dapat mempengaruhi kadar lipid serum.

(35)

24

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

[Anonim]. 2010. Jenis dan ciri-ciri tikus laboratorium [internet]. [diacu 25 April 2012]. Tersedia dari: http://www.dokterternak.wordpress.com/20101105/jenis-dan-ciri-ciri-tikus-labolatorium-disertai-gambar.

Aoshima H, Hamamoto K. 1999. Potentiation of GABA receptors expressed in

Xenopus oocytes by Perfumes and Phytoncid. Biosci Biotechnol Biochem

63(4):643-748

Assaat LD. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri kencur (Kaemferia galanga L.) sebagai pelangsing [disertasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Barnett SA. 2001. The Story of Rats: Their Impact on Us and Our Impact on Them. Adelaide: Griffin Press.

Barnett SA dan Spencer MM. 2001. Responses of wild rats to offensive smells and tastes. Brit. J. Anim. Behav. 1:32-37.

Buchbauer G. 1993. Biological effects of fragrances and essential oils. Journal Perfumer and flavorist 18:19-24.

Buckle J. 2003. Use of Aromatherapy as complementary treatment for chronic pain. J. Alternative Therapies 5:42-51.

Connor WE. 1997. Should a low-fat, high-carbohydrate diet be recommended for everyone?. N. Engl. J. Med. 337:562-563.

Cullen P. 2000. Evidence that triglycerides are an independent coronary heart disease risk factor. Am J Cardiol. 186(9):943-9.

Dalimartha S. 2003. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya.

Damron WS. 2003. Introduction to Animal Science:Biological, Industry, Perspective. New Jersey: Prentice Hall.

Daniel M. 2000. Medical Plants Chemistry and Properties. New York: Science publisher.

Daryit CS. 2003. Coconut oil: atherogenic or not? (what therefore causes atherosclerosis?). Philip J Cardiol 31:77-104.

Fuhrman B, Roseblate M, Hayek T, Coleman R, Aviram M. 2000. Ginger extract consumption reduces plasma cholesterol, inhibits LDL oxidation and attenuates development of atherosclerosis in atherosclerotic, apolipoprotein E-Deficient mice. J. Nutr. 130: 1124-1131.

Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology. California: Appleton and Lange Inc.

Grundy SM. 1991. Multifactorial etiology of hypercholesterolemia: implication for prevention coronary heart disease, ateriosclerosis and trombosis.

Am.J.Cardiol. 11: 1619-1635.

Guyton AC, Hall JE. 1996. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Saunders Company.

(36)

25 Hawab M, Bintang M, Kustaman E. 1989. Biokimia Lanjutan. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Hawkes CH, Shephard BC. 1998. Olfactory evoked responses and identification tests in neurological disease. Ann. N.Y. Acad. Sci. 855:608-615.

[HMI] Howard Medical Institut. 2006. Odor, perseption, behaviour, and emotion. [internet]. [diacu 15 Maret 2012]. Tersedia dari: http://hmi.org/research/investi gator/buck.html.

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Depok: Agromedia Pustaka.

Kartasubrata J. 2010. Sukses Budidaya Tanaman Obat. Bogor: IPB Press.

Katan MB, Grundy MS, Willet WC. 1997. Beyond low-fat diets. N. Engl. J. Med. 337: 563-567.

Ketaren S. 2006. Minyak Atsiri. Jakarta: UI Press.

Kreisberg, Robert A, Oberman A. 2003. Medical management of hyperlipidemia/ dyslipidemia. J. Clin. Endocr. And Metabol. 88(6):2445-61.

Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penerbit Swadaya. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di

Laboratorium. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Maniapoto K. 2002. Aromatheraphy: the language of scentin the sweetest melody [internet]. [diacu 10 Maret 2012]. Tersedia dari: http;//www.nzase.org.nz/ events/aromatherapy.pdf.

Maryani H, Kristiana L. 2004. Tanaman Obat untuk Influenza. Depok: Agromedia Pustaka.

Matsuoka R, Mitsunaga T. 2011. Effects of olfactory stimulation with scent of cypress (Callitris glaucophylla) essential oil on brown adipose tissue sympathetic nerve activity of rat. Proceeding of The second symposium on Temulawak, Bogor.

Moeliandari F, Wijaya A. 2002. Metabolism and Anti-Atherosclerotic Mechanisms of HDL, A New Perspective. Jakarta: Prodia.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2006. Harper Biochemistry. Jakarta: EGC.

Myres P, Armitage D. 2004. Rattus norvegicus animal diversity [internet]. [diacu 15 April 2012]. Tersedia dari: http://www.animaldiversity.umuz.umich.edu/ site?information/Ratuusnorvegicus.html.

Neess GC, Zhao Z, Lopez D. 1996. Inhibitor of cholesterol biosynthesis increase hepatic low density lipoprotein degradation. Arch. Biochem. Biophys. 325:242-248.

Paimin FB, Murhananto. 2007. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe.

Jakarta: Penerbit Swadaya.

Piliang WG, Djojosoebagyio S. 2006. Fisioligi Nutrisi Volume II. Bogor: IPB Press.

Pon V, Babu A, Liu D. 2008. Green tea cathecin and cardiovascular health: an update. Curr. Med. Chem. 15(18): 1840-1850.

Priyambodo S. 1995. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta: Swadaya. Rusli MS. 2010. Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: Agromedia Pustaka. Sangat H. 1996. Aromatherapy plants: an etnopharmacology study. Proceeding

(37)

26

Sharma I, Gusain D, Dixit VP. 1996. Hypolipidemic and antiatherosclerotic effects of Zingiber officinale in cholesterol-fed rabbits. Phto. Res. 10:517-518. Sirois M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principles and Procedure.

Missouri: Mosby Inc.

Skaria BP, Joy PP, Matthew S, Matthew G, Joseph A, Joseph R. 2007. Aromatic Plants. New Delhi: New India Publishing Agency.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press

Stockham SL, Scott MA. 2007. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Iowa: Blackwell Publishing.

Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. San Diego: Elsevier Academic Press.

Tanabe M, Chen, YD, Saito K dan Kano Y. 1993. Cholesterol biosynthesis inhibitory component from Zingiber officinale Roscoe. Chem. Pharm. Bull. 41: 710-713.

(38)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Komposisi Pakan Standar

Komposisi Kadar (%)

Protein 18

Lemak 4

Serat 4

Abu 11

Energi Metabolisme 2000 kkal

Lampiran 2 Komposisi Pakan Tinggi Lemak

Komposisi Kadar (%)

Protein Kasar 17.33

Lemak Kasar 12.59

Serat Kasar 8.64

Abu 20.99

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 31.24

Energi Bruto 4363 kal/gram

Lampiran 3 Bahan-Bahan Pakan Tinggi Lemak

Ransum Kadar (%)

Kuning Telur 12.5

Minyak Kelapa 5

(39)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Tangerang pada tanggal 3 juli 1990 dari ayah bernama Dendin dan ibu bernama Leni Masliani. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

(40)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pola makan penduduk secara global telah berubah seiring dengan perkembangan zaman yang disebabkan majunya teknologi pengolahan makanan. Perubahan ini membawa dampak meningkatnya kecenderungan untuk mengonsumsi makanan berkadar lemak tinggi yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak. Daryit (2003) menyatakan bahwa asupan makanan yang tinggi kadar lemak jenuh menyebabkan peningkatan kadar kolesterol serum darah.

Masalah metabolisme lemak yang sering terjadi pada masyarakat adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah suatu gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah. Kondisi hiperlipidemia yang berkelanjutan memicu terbentuknya atherosklerosis yang menjadi dasar penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular (Pon et al. 2008).

Kondisi hiperlipidemia dapat ditanggulangi dengan cara pengontrolan diet dan pemberian obat hipolipidemik. Namun demikian pemberian obat hipolipidemik mempunyai efikasi yang terbatas dan efek samping yang tidak diinginkan (Kreisberg et al. 2003).

Kini masyarakat mulai beralih menggunakan terapi herbal dalam pengobatan penyakit. Salah satu jenis terapi yang digunakan adalah aromaterapi. Aromaterapi adalah pengobatan menggunakan wewangian yang berasal dari ekstrak tanaman aromatik. Menurut Daniel (2000), aroma yang dihasilkan oleh tanaman berpotensi sebagai obat karena dapat diaplikasikan dengan cara menghirupnya melewati paru-paru kemudian efeknya akan ke otak yang akan mempengaruhi sistem saraf pusat di otak. Ekstrak tanaman yang digunakan dalam aromaterapi adalah minyak atsiri atau minyak esensial karena sifatnya yang mudah menguap sehingga mudah diinhalasi.

Minyak atsiri merupakan senyawa yang larut dalam lipid, sehingga komponen-komponen minyak esensial mampu dengan cepat memasuki daerah yang kaya lemak di dalam tubuh (Buchbauer 1993). Assaat (2011) mengemukakan bahwa inhalasi senyawa etil-p-metoksisinamat dari minyak atsiri kencur pada tikus Sprague Dawley mampu menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.

Menurut Sharma et al. (1996), jenis tanaman aromatik lain yang mempunyai efek hipolipidemik adalah jahe (Zingiber oficinale). Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah menggunakan jahe sebagai bumbu masak dan obat tradisional. Mahendra (2005) menyatakan bahwa jahe berkhasiat untuk mengobati batuk, kolera, dan sebagai afrodisiaka.

Melihat potensi terapeutik jahe, tidak menutup kemungkinan minyak atsirinya dikembangkan menjadi aromaterapi untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.

(41)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak atsiri jahe yang diaplikasikan perinhalasi terhadap kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol

High Density Lipoprotein (HDL), dan kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) serum darah tikus yang diberi pakan tinggi lemak.

(42)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Aromaterapi dan Minyak Atsiri

Aromaterapi merupakan bagian dari pengobatan herbal yang menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik, biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual (Maniapoto 2002).

Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi persenyawaan kimia. Bahan baku minyak atsiri diperoleh dari berbagai bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit biji, batang, akar, atau rimpang (Rusli 2010). Kajian etnofarmakologi secara empirik tentang tumbuhan aromaterapi menunjukan bahwa Indonesia memiliki 49 jenis tumbuhan aromatik, 12 jenis diantaranya digunakan secara empirik sebagai aromaterapi dengan efek menenangkan dan menyegarkan tubuh (Sangat 1996).

Minyak atsiri memiliki komponen yang mudah menguap (volatil) pada suhu kamar, sehingga sering disebut sebagai minyak eteris atau minyak terbang (volatile oil). Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik yang membedakan minyak atsiri dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Agusta 2000). Sifat lain dari minyak atsiri yaitu memiliki rasa yang getir (pungent taste), umumnya larut dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Pada tanaman yang menghasilkannya, minyak atsiri memiliki beberapa fungsi, yaitu membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan (Ketaren 2006).

Menurut Rusli (2010), minyak atsiri sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Mesir kuno. Namun, kepopulerannya dimulai pada abad ke-16. Saat itu beberapa industri penyulingan di Perancis mulai memproduksi minyak atsiri yang berasal dari bunga lavender. Sementara itu di Indonesia, penggunannya tanaman berbau harum ini sudah dilakukan wanita sejak zaman kerajaan dahulu.

(43)

4

Tabel 1 Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri Nama

Jintan Carum carvi buah carvona,

limonena

karminatif Jeruk lemon Citrus lemon kulit buah limonene,

-pinena, sitral,

Kapur barus Cinnamona camphora

kayu kamfor, cineol, safrol

rubefacien

(44)

5 Jahe (Zingiber oficinale)

Jahe (Zingiber oficinale) dikenal di daerah-daerah di Indonesia dengan berbagai nama, seperti halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya. Taksonomi dari tanaman ini adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Subkelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale (Paimin dan Murhananto 2007)

Jahe terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

Tanaman jahe memiliki tinggi berkisar 0.5-1 meter. Tanaman ini terdiri atas bagian akar, batang, daun, dan bunga (Paimin dan Murhananto 2007) .

(45)

6

Gambar 1 Rimpang jahe (Tika 2012)

Batang jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang tersebut berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, terdiri atas helaian daun (Mahendra 2005).

Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput yang besar. Daun tersebut memiliki tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0.8-2.5 cm. Bila daum mati, pangkal tangkai daun akan tetap hidup , bertunas, lalu tumbuh akar rimpang baru (Paimin dan Murhananto 2007).

Bunga jahe merupakan bunga majemuk dengan panjang 4-7 cm dan lebar 1.5-2 cm. Bunga tersebut berwarna kuning kehijauan dan memiliki bibir bunga berwarna ungu. Selain itu, bunga berbentuk tabung dan setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung (Rusli 2010).

Jahe dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl), tetapi akan berproduksi secara optimal pada ketinggian 400-800 meter dpl. Persyaratan lainnya agar jahe dapat tumbuh baik yaitu temperatur rata-rata 25-30 oC, curah hujan pertahun 2500-4000 mm, sinar matahari 70-100%, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, dan pH tanah 6.8-7.4 (Kardiman 2005; Kartasubrata 2010).

Panen rimpang jahe dilakukan saat usia tanaman mencapai 9-10 bulan. Ciri fisik dari jahe siap panen biasanya daun berubah menjadi kekuningan. Rimpang jahe dipanen dengan cara dicabut dari tanah. Setelah itu dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicuci hingga bersih (Rusli 2010).

Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna rimpangnya, jahe dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jahe putih kecil (biasa disebut jahe sunti atau jahe emprit), jahe putih besar (biasa disebut jahe gajah atau jahe badak), dan jahe merah. Kandungan minyak atsiri paling tinggi ada pada rimpang jahe emprit dan jahe merah (Kardinan 2005; Paimin dan Murhananto 2007; Kartasubrata 2010; Rusli 2010).

Minyak Atsiri Jahe

(46)

7 menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pahit dan pedas.

Kandungan minyak pada setiap bagian rimpang berbeda-beda. Kandungan minyak terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah, kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur juga mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat sampai umur optimum 12 bulan, kemudian semakin menurun bila lebih dari umur tersebut meskipun baunya semakin menyengat (Paimin dan Murhananto 2007).

Komponen utama minyak atsiri jahe adalah zingiberen dan zingiberol. Selain itu ada juga komponen lain minyak atsiri, yaitu kamferia, felandrena, limonene, borneol, sineol, geraniol, kavikol, gingerol, shogaol, metil haptenon, linalool, asetat, kaprilat, dan sitrat (Maryani dan Kristiana 2004).

Menurut Paimin dan Murhananto (2007), kegunaan minyak atsiri jahe adalah sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi seperti parfum dan kosmetik, obat gosok, serta sebagai bahan penyedap (flavouring agents).

Lipid

Lipid atau lemak adalah substansi organik yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Beberapa senyawa lipid juga mengandung nitrogen dan sulfur. Lipid tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik (Hawab et al. 1989). Lipid dalam tubuh yang secara biologis penting meliputi asam-asam lemak, trigliserida atau lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan beberapa lipid lain yang kurang penting (Guyton dan Hall 1996). Lipid memiliki banyak fungsi di dalam tubuh, namun secara khusus penting untuk sumber energi, komponen struktural membran sel, dan substrat berbagai hormon.

Metabolisme Lipid

Metabolisme lemak di dalam tubuh meliputi dua proses, yaitu oksidasi asam lemak dan sintesis asam lemak. Pada proses oksidasi, asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA. Pemecahan utama terjadi di dalam mitokondria dengan

proses -oksidasi. Asam-asam lemak rantai sedang dan pendek dapat memasuki

mitokondria tanpa kesulitan, tetapi asam lemak rantai panjang harus diikat dengan karnitin. Asetil KoA akhirnya diubah menjadi ATP, CO2, dan H2O menggunakan

siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron (Ganong 2003).

Pada proses sintesis asam lemak, banyak jaringan yang dapat mensintesis asam lemak dari asetil-KoA. Kelebihan asetil KoA dikonversi menjadi ester asam lemak. Sintesis asam lemak terjadi di dalam sitoplasma dengan menggunakan

Acyl Carrier Protein (ACP) selama sintesis sebagai titik pengikatan. Lemak juga dapat disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut bertemu di dalam siklus Krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus Krebs, yaitu asetil-KoA (Murray

(47)

8

Trigliserida

Trigliserida atau triasilgliserol adalah kelompok lipid yang terdiri atas tiga asam lemak yang melekat pada gliserol. Pada tubuh, tiga asam lemak yang paling sering terdapat dalam trigliserida adalah asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Trigliserida dipakai dalam tubuh terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik (Guyton dan Hall 1996).

Trigliserida yang diperoleh dari diet dihidrolisis dipecah menjadi monogliserida dan asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA). Kemudian saat melalui sel epitel usus, keduanya diesterifikasi kembali oleh cairan mukosa usus menjadi molekul trigliserida baru yang masuk ke saluran bentuk droplet kecil yang disebut kilomikron. Melalui saluran limfe kilomikron masuk ke sirkulasi umum dan sampai ke kapiler jaringan adiposa dan hati dimana enzim lipase lipoprotein memecah trigliserida dan melepaskan gliserol dan asam lemak. Asam lemak ini kemudian berdifusi ke dalam sel lemak jaringan adiposa dan sel hati. Sekali berada dalam sel ini, asam lemak disintesis kembali menjadi trigliserida (Ganong 2003).

Untuk dapat menghasilkan energi, trigliserida yang telah disimpan di jaringan adiposa harus dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol yang kemudian ditranspor ke jaringan aktif dimana keduanya dapat dioksidasi (Stockham dan Scott 2007).

Kolesterol

Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia dan komponen struktural membran sel dan lipoprotein plasma. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak (ester kolesterol). Di samping kolesterol diabsorbsi dari usus, yang disebut kolesterol eksogen, sejumlah besar dibentuk dalam hepatosit dan enterosit disebut kolesterol endogen. Kolesterol yang diabsorbsi di usus kemudian dimasukkan ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus (Ganong 2003).

Manfaat kolesterol yang paling banyak dalam tubuh adalah membentuk asam kolat di dalam hati, yang merupakan prekursor pembentukan asam empedu. Selain itu, sejumlah kolesterol diedapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini membuat kulit lebih resisten terhadap zat larut air dan juga mencegah evaporasi tubuh. Sebagian kecil lainnya dipakai untuk membentuk berbagai hormon, diantaranya hormon adrenokortikal, estrogen, progesteron, dan testosteron (Guyton dan Hall 1996).

Lipoprotein

Sebagian besar lipid serum tidak bersirkulasi dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditranspor dalam bentuk kompleks lipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dapat dikelompokan menjadi empat kelompok utama, yaitu

(48)

9 Tabel 2 Klasifikasi dan spesifikasi lipoprotein

Kilomikron VLDL LDL HDL Tempat degradasi plasma dan

hati Sumber: Stockham dan Scott 2007

Lipoprotein juga berperan dalam etiologi kejadian atherosklerosis. Atherosklerosis adalah suatu penyakit dari arteri dimana lesi lemak timbul pada permukaan dalam dinding arteri (Guyton dan Hall 1996). Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi kolesterol dan tampilnya sel-sel busa di lesi-lesi dinding arteri. Keadaan ini juga diikuti suatu rangkaian perubahan yang kompleks yang melibatkan trombosit, makrofag, otot polos, dan faktor pertumbuhan yang menghasilkan lesi-lesi proliferatif yang menyebabkan arteri berubah bentuk dan menjadi kaku (Ganong 2003).

Faktor paling penting yang menyebabkan atherosklerosis adalah tingginya konsentrasi kolesterol dalam plasma darah dalam bentuk LDL. Namun keadaan ini dapat dicegah oleh adanya HDL. Menurut Moeliandari dan Wijaya (2002), HDL memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mencegah oksidasi dari LDL sehingga kolesterol tidak menempel pada dinding arteri.

Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Gambar

Tabel 1  Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak atsiri
Gambar 2  Tikus Putih ( Rattus norvegicus) galur Sprague
Tabel 3  Pemberian pakan dan inhalasi minyak atsiri*
Tabel 4  Kadar lipid serum darah tikus setelah 5 minggu perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ber dasar kan sur at penetapan pemenang untuk paket peker jaan dan kegiatan : Kegiatan : Pembangunan Sar ana dan Pr asar ana Per hubungan Udar a Peker jaan : Per encanaan

Monitoring dan evaluasi implementasi program sekolah ramah di MTsN 6 Sleman dilakukan oleh Tim Pengembangan SRA yang melibatkan gugus tugas KLA dan Dinas atau lembaga

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan bertujuan, selain menguji ada tidaknya interaksi antara pemberian pupuk KNO 3 dan pupuk organik

Jenis penelitian ini menganalisis masalah dengan cara mendeskripsikannya pada data-data yang sudah ada, berupa tabel perhitungan biaya produksi untuk

Hipotesis ini didasarkan pada penelitian Tong dan Miao (2011) yang menemukan bahwa perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah besar memiliki kualitas laba yang lebih

Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan atau pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan ( land use planning ) dan

Seluruh bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dan mengikuti program PMTCT di RSAB Harapan Kita, sebagian bayi tidak menjalani prosedur pemeriksaan laboratorium secara lengkap

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan alih muat hasil tangkapan pada usaha kapal rawai tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman adalah bagi pelaku