• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi biomassa oleh tanaman rumput gajah, koro benguk, kaliandra dan flemingia di lahan bekas penambangan pasir besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi biomassa oleh tanaman rumput gajah, koro benguk, kaliandra dan flemingia di lahan bekas penambangan pasir besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI BIOMASSA KORO BENGUK,

DI LAHAN KECAMATAN

PROGRAM DEPARTEMEN

BIOMASSA OLEH TANAMAN RUMPUT BENGUK, KALIANDRA DAN FLEMINGIA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PASIR BESI KECAMATAN KUTOARJO, PURWOREJO JAWA TENGAH

AJANG CHRISTRIANTO A14061350

STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

RUMPUT GAJAH, FLEMINGIA

BESI TENGAH

(2)

RINGKASAN

AJANG CHRISTRIANTO. Produksi Biomassa oleh Tanaman Rumput Gajah, Koro Benguk, Kaliandra dan Flemingia di Lahan Bekas Penambangan Pasir Besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah. Di bawah bimbinganGUNAWAN DJAJAKIRANA DAN ISKANDAR.

Pasir besi sebagai salah satu jenis barang tambang merupakan potensi besar di wilayah Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Namun disadari kegiatan penambangan tidak terlepas dari dampak-dampak terhadap lingkungan sekitarnya, terutama dilihat dari aspek degradasi lahan. Secara fisik, tanah di lokasi bekas tambang pasir besi ini didominasi oleh tekstur pasir. Salah satu cara amelior asi tanah -tanah berpasi r adalah dengan pemberi an bahan organik . Pada penelit ian ini, bahan organik disuplai secara in situ dari tanaman rumput gajah (Pennise tum purpure um Schumac h), koro benguk (Mucuna prurien s), kaliand ra (Callian dra calothy rsus) dan flemingi a (Fleming ia congest a).

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jumlah biomassa yang dihasilkan oleh setiap jenis tanaman serta kualitas biomassa tanaman berdasarkan parameter serapan N, P, K pada tanaman.

Perlakuan tanaman yang dicoba pada setiap petak adalah: (1) rumput gajah, (2) koro benguk, (3) kombinasi rumput gajah dan flemingia, (4) kombinasi rumput gajah dan kaliandra, (5) kombinasi koro benguk dan flemingia, dan (6) kombinasi koro benguk dan kaliandra. Setiap perlakuan dicoba pada petak-petak percobaan berukuran 240 m2dan diulang tiga kali, sehingga seluruhnya terdapat 18 petak percobaan, ditambah tiga petak kontrol berukuran 100 m2. Luas keseluruhan lahan percobaan 4620 m2.

Hasil penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu lima bulan menunjukkan bahwa biomassa tanaman dengan jumlah terbesar dihasilkan oleh tanaman utama rumput gajah di perlakuan keempat dan tanaman utama koro benguk di perlakuan kelima. Tanaman utama rumput gajah di petak keempat mampu menghasilkan bahan kering sebesar 8.32 ton/ha dalam waktu 18 minggu, sedangkan tanaman utama koro benguk di petak kelima menghasilkan bahan kering sebesar 2.13 ton/ha dalam waktu 18 minggu. Kedua jenis tanaman ini memiliki perbandingan kandungan dan serapan N, P, dan K pada tanaman yang relatif lebih seimbang. Petak keempat memiliki perbandingan kandungan NPK (0.79:0.13:1.47) dan pada petak kelima dengan perbandingan (1.74:0.15:0.76).

Tanaman yang menghasilkan biomassa yang tinggi mampu menyumbangkan sejumlah besar bahan organik pada lahan bekas tambang yang miskin akan bahan organik. Selain itu, kandungan dan serapan hara yang seimbang dalam biomassa tanaman berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara pada lahan tersebut.

(3)

SUMMARY

AJANG CHRISTRIANTO. The Biomass Production by Elephant Grass, Velvet Bean, Red Calliandra and Winged-Slack Flemingia in the Iron Sand Post Mining Area Sub-District Kutoarjo, Purworejo Central Java. Under supervision of GUNAWAN DJAJAKIRANA AND ISKANDAR.

Iron sand as one type of mineral is a great potency in the subdistrict of Kutoarjo, Purworejo district. However, it has been realized that mining activities can not be separated from the effects towards the surroundings environment, especially from the aspect of land degradation. Physically, the land at the site of the iron sand post mining is dominated by the sandy texture. One method of amelioration for sandy soils is by providing organic material. In this research, the organic material was supplied in situ from the elephant grass (Pennisetum purpureum Schumach), velvet bean (Mucuna pruriens), red calliandra (Callian dra calothy rsus) and winged-slack flemingia (Flemingia congesta).

The objectives of this research were to know the amount of biomass produced by each plant type and to find out the quality of plant biomass based on N, P, K absorption parameters in plants.

The plants which had to be tested on each plot were: (1) elephant grass, (2) velvet bean, (3) a combination of elephant grass and winged-slack flemingia, (4) a combination of elephant grass and red calliandra, (5) a combination of velvet bean and winged-slack flemingia, and (6) a combination of velvet bean and red calliandra. Each treatment was tested in experimental plots measuring 240 m2 and were repeated three times, so there were 18 experimental plots, plus three control plots measuring 100 m2. Overall the research area was reaching 4620 m2.

The results from over five months research showed that the biomass of plants with the largest amount was produced by elephant grass at the fourth plant treatment plot and also by velvet bean at the fifth plant treatment plot. The elephant grass at the fourth plot capable of producing dry matter 8.32 tons/ha in 18 weeks, while the velvet bean at the fifth plot produce dry matter 2.13 tons/ha in 18 weeks. Both of these plants had a relatively more balanced ratio of N, P and K contents and uptakes in plants. The NPK ratio of fourth plot was (0.79:0.13:1.47) and the fifth plot was (1.74:0.15:0.76).

Plants that produce high biomass can provide a large amount of organic material in the post mining land which lack of organic material. In addition, the content and balanced nutrients uptake in plant biomass play a role in improving the availability of nutrients in the land.

(4)

PRODUKSI BIOMASSA OLEH TANAMAN RUMPUT GAJAH, KORO BENGUK, KALIANDRA DAN FLEMINGIA

DI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PASIR BESI KECAMATAN KUTOARJO, PURWOREJO JAWA TENGAH

AJANG CHRISTRIANTO A14061350

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Produksi Biomassa oleh Tanaman Rumput Gajah, Koro Benguk, Kaliandra dan Flemingia di Lahan Bekas Penambangan Pasir Besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah

Nama : Ajang Christrianto

NRP : A14061350

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. Dr. Ir. Iskandar

NIP. 19580824 198203 1 004 NIP. 19611001 198703 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tenggarong, pada tanggal 21 Desember 1988 dari pasangan Bapak Suharto M. dan Ibu Norti Ungau. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis memulai studinya di Taman Kanak-Kanak (TK) Mawar tahun 1993 dan kemudian dari tahun 1994 menjalani pendidikan formal di SDN 015 Tenggarong dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMPN 3 Tenggarong dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan ke sekolah menengah atas di SMAN 1 Tenggarong dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur beasiswa utusan daerah (BUD). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun pertama di IPB, penulis diterima di Program Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Produksi Biomassa oleh Tanaman Rumput Gajah, Koro Benguk, Kaliandra dan Flemingia di Lahan Bekas Penambangan Pasir Besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah” yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Ir. Gunawan Djajakirana M.Sc. dan Dr. Ir. Iskandar sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dengan penuh kesabaran dan selalu memotivasi penulis selama menjalani masa penelitian dan penulisan skripsi ini. Dan juga yang telah memberi dana untuk penelitian ini melalui hibah kompetitif batch II.

2. Dr. Ir. Darmawan selaku dosen penguji yang telah menguji, memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

3. PT. Antam yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di lokasi bekas penambangan pasir besi Kutoarjo.

4. Kepala Bagian Antam Kutoarjo Bapak Sukatma dan Bapak Tejo yang bersedia mendukung selama kegiatan penelitian.

5. Bapak Kasno dan Bapak Mujiman sekeluarga yang bersedia menolong kami dan menyediakan rumah tinggal serta kebutuhan lainnya selama masa penelitian.

6. Pegawai-pegawai lapang Antam dan pekerja lapang kami yang setia menemani kerja keras kami selama 5 bulan penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan penulis, Patra, Uli dan Manda atas kerja keras dan bantuan yang diberikan dalam masa penelitian di lapang.

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan membutuhkan saran serta kritik. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1. Kegiatan Penambangan ... 3

2.2. Reklamasi Lahan Bekas Tambang ... 4

2.3. Bahan Organik Tanah ... 5

2.4. Kondisi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi ... 6

2.5. Ameliorasi Lahan ... 7

III. METODE PENELITIAN...10

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 10

3.3. Perlakuan ... 10

3.4. Metode Penelitian ... 11

3.4.1. Persiapan Lahan ... 11

3.4.2. Penanaman ... 11

3.4.3. Pemeliharaan... 12

3.4.4. Pemanenan dan Pemberian Biomassa... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...14

4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang ... 14

4.2. Produksi Biomassa ... 16

4.3. Kandungan dan Serapan N pada Setiap Kombinasi Tanaman ... 24

4.4. Kandungan dan Serapan P pada Setiap Kombinasi Tanaman... 25

(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...28

5.1. Kesimpulan... 28

5.2. Saran ... 28

VI. DAFTAR PUSTAKA ...29

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Analisis karakteristik tanah awal ...15

2. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap pertama...17

3. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap kedua ...19

4. Hasil produksi biomassa total ...21

5. Kadar dan serapan N rata-rata pada setiap perlakuan tanaman...24

6. Kadar dan serapan P rata-rata pada setiap perlakuan tanaman ...25

7. Kadar dan serapan K rata-rata pada setiap perlakuan tanaman...26

Lampiran 1. Hasil pemanenan pertama ...32

2. Hasil pemanenan kedua...33

3. Kadar air tanaman ...34

4. Kandungan N pada tanaman ...35

5. Kandungan P pada tanaman ...37

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. (a) Contoh petakan koro benguk, (b) petakan koro benguk dan kombinasinya, (c) contoh petakan rumput gajah dan (d) contoh petakan rumput gajah dan kombinasinya...12 2. Kondisi lahan akibat kegiatan penambangan tambang pasir besi, (a) belum

dimanfaatkan, (b) dimanfaatkan penduduk untuk beternak ikan, (c) dan (d) bagian lahan yang sudah diratakan dan ditanami ketapang. ...14 3. Kondisi tanaman di petak perlakuan keempat (a) sebelum dan (b) sesudah

dipanen, kondisi tanaman di petak perlakuan kelima (c) sebelum dan (d)

sesudah dipanen. ...17 4. Berbagai kondisi tanaman rumput gajah umur satu minggu setelah panen

pertama ...18 5. Berbagai kondisi tanaman koro benguk menunjukkan gejala defisiensi hara...22 6. Gejala-gejala kerusakan tanaman koro benguk karena hama ulat...22 7. Berbagai kerusakan pada tanaman karena pengaruh angin laut, (a) dan (b)

pada koro benguk; (c) pada rumput gajah ...23 8. Berbagai kondisi gangguan pertumbuhan pada tanaman koro benguk ...23

Lampiran

(13)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, di antaranya yaitu barang tambang yang diperoleh dari kegiatan penambangan. Pasir besi sebagai salah satu barang tambang merupakan potensi besar di wilayah Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Namun disadari kegiatan penambangan tersebut juga menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan sekitarnya, terutama dilihat dari aspek degradasi lahan. Proses penamban gan, khusus nya yang dilakuk an dengan metode penamba ngan terbuka , akan memberi kan dampak secara langsun g terhada p kerusak an lahan dan menurun nya jumlah dan kualita s biota yang yang berada dalam sistem lahan tersebu t. Hal ini terjadi karena berbagai perubah an ekologis di sekitar lokasi tambang , seperti kerusak an tanah, hilangn ya vegetas i, serta perubah an topogra fi dan pola hidrolo gi.

Berbagai upaya reklamasi lahan telah banyak dilakukan untuk mengata si berbaga i dampak dari proses penamban gan. Namun pada kenyataa nnya, usaha reklam asi ini tidak semudah melakuk an proses penamba ngannya sendiri . Berbagai faktor menjadi penentu keberha silan usaha reklamas i lahan bekas tambang , seperti kondisi iklim mikro yang belum sesuai, ke kurangan air untuk penyira man dan kesulit an mendapa tkan bahan -bahan amelior an, khususn ya bahan organik . Oleh sebab itu peneliti an-penelitian yang terkait dengan metode reklam asi yang mudah dan murah perlu diintens ifkan untuk membantu mengata si berbaga i dampak negatif yang ditimbu lkan oleh kegiata n penamb angan.

(14)

sangat porous, dan kemampuannya dalam menyimpan air dan menyediakan unsur-unsur hara untuk kebutuhan tanaman sangat rendah. Salah satu cara amelior asi tanah -tanah berpasi r seperti yang terdapat pada lahan -lahan bekas tambang timah dan tambang pasir besi adalah dengan pemberi an bahan organik . Namun bahan organik tersebu t biasanya didata ngkan dari luar areal reklam asi. Selain mahal karena perlu biaya transp ortasi, keterse diaan bahan organik juga biasanya sangat terbata s. Pada penelit ian ini, bahan organik disupla i secara in situ dari tanaman rumput gajah, koro benguk, kaliandr a dan fleming ia. Tanaman-tanaman tersebu t diketah ui memilik i biomass a yang tinggi dengan kadar N, lignin dan selulos a yang sesuai sebagai pembent uk senyawa lignop rotein yang dapat mening katkan kesubur an tanah setelah beberap a kali periode panen atau pemangk asan. Reveget asi pada lahan dan penamba han bahan organik in situ pada lahan bekas tambang pasir besi di Kutoarjo diha rapkan dapat menjadi salah satu metode efektif dalam usaha memperb aiki kondisi lahan-lahan kritis akibat kegiatan penamban gan di Indones ia.

1.2. Tujuan

a) menghitung jumlah biomassa yang dihasilkan oleh tanaman kacangan, rumputan, kaliandra dan flemingia pada setiap periode panen atau pemangkasan.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat resiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan penambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pascatambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus dipahami bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang.

Tahapan kegiatan perencanaan tambang meliputi penaksiran sumberdaya dan cadangan, perancangan batas penambangan (final/ultimate pit limit), pentahapan tambang, penjadwalan produksi tambang, perancangan tempat penimbunan (waste dump design), perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) termasuk pengembangan masyarakat (Community Development) serta penutupan tambang.

Dalam perencanaan tambang, sejak awal sudah dilakukan upaya yang sistematis untuk mengantisipasi perlindungan lingkungan dan pengembangan pegawai dan masyarakat sekitar tambang. Kegiatan penambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :

 Eksplorasi

 Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi

 Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman

 Ekstraksi dan penempatan limbah batuan

 Pengolahan bijih dan operasional pabrik pengolahan

 Penampungantailing, pengolahan dan pembuangannya.

(16)

2.2. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Dalam Kepmen ESDM No. 18 tahun 2008 yang dimaksud Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai peruntukannya.

Reklama si lahan tambang meliput i proses penutup an tambang yang diserta i dengan kegiata n pengatu ran kembali kontur lahan agar diperol eh kondisi stabil, dan melakuk an reveget asi pada lahan yang telah distabi lisasi. Reklama si lahan tambang menjadi bagian penting dari suatu siklus hidup tambang karena tuntuta n masyarak at terhad ap lingkun gan yang lebih bersih dan berdayag una (Iskandar, 2008).

Lebih lanjut Iskandar (2008) menjela skan jika lahan sebagai media tumbuh tanaman telah disiapk an dengan baik, maka kegiata n selanju tnya adalah revegeta si. Reveget asi umumnya dimulai dengan menanam tanaman penutup tanah yang cepat berkemb ang, yaitu agar tanah terlind ungi dari bahaya erosi dan meningka tkan kadar bahan organik tanah secara mer ata.

Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan/atau untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah (Arsyad, 1989). Pemilihan jenis tanaman penutup tanah dan jenis tanaman pioneer sangat menentukan keberhasilan rehabilitasi pascatambang. Tanaman penutup yang baik adalah yang memiliki kriteria seperti mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri ataupun fungi yang menguntungkan (rhizobium, azospirillum dan mikoriza), menghasilkan biomassa yang melimpah dan mudah terdekomposisi, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok dan tidak melilit (Ambodo, 2008).

(17)

tanahnya padat. Tanah yang padat dapat menghambat perkembangan akar, memperkecil porositas dan menghambat infiltrasi serta meningkatkan laju aliran permukaan dan memperbesar erosi, sehingga lapisan tanah dan bahan organik terkikis (Suwardjoet al., 1989).

Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) dilakukan sebagai tahap awal untuk mencapai tujuan akhir dari kegiatan reklamasi. Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan untuk reklamasi di antaranya adalah Centrosema pubuscens, Pueraria javanica, Calopogonium sp. dan Mucuna sp. Tanaman ini ditanam dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tahap selanjutnya adalah penanaman fast growing plant (tanaman pioneer), seperti akasia dan sengon yang telah terbukti adaptif pada konsisi lahan bekas tambang. Dengan dilakukannya penanaman tanaman pioneer tersebut minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Setelah tercipta iklim mikro yang sesuai, maka dapat dilanjutkan dengan penanaman tanaman asli (indigenous plant) yang merupakan tanaman asli yang tumbuh pada wilayah tersebut sebelum dilakukannya kegiatan tambang (Suprapto, 2009).

Lebih lanjut Suprapto (2009) menjelaskan bahwa untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara tersebut, maka dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang.

2.3. Bahan Organik Tanah

(18)

hubungannya dengan sifat fisik tanah, seperti bobot isi, struktur dan ruang pori tanah dan sifat biologi tanah terutama dalam kaitannya dengan kegiatan mikroorganisme tanah. Sebaliknya bahan organik halus, terutama yang telah memiliki sifat-sifat koloidal, dapat mempengaruhi baik sifat fisik, kimia maupun biologi tanah (Anwar dan Sudadi, 2004).

Anwar dan Sudadi (2004) menjelaskan lebih lanjut bahwa proses degradasi, dekomposisi dan resistensi bahan organik dan senyawa-senyawa yang dikandungnya mengarah kepada pembentukan senyawa yang relatif lebih stabil dan tidak dengan mudah untuk mengalami dekomposisi lebih lanjut. Dikarenakan proses perombakan bahan organik ini menghasilkan bahan organik akhir yang disebut humus atau sekarang lebih dikenal dengan senyawa humat. Proses ini disebut sebagai proses humifikasi. Senyawa humat inilah merupakan penyusun koloid organik tanah.

Menurut Soepardi (1983) bahan organik tanah dapat ditambahkan ke tanah melalui beberapa cara antara lain dengan pemberian pupuk hijau dan pupuk kandang. Memberikan mulsa secara teratur dapat mempertahankan dan menaikkan kadar bahan organik tanah.

2.4. Kondisi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi

(19)

mengembangkan teknologi reklamasi yang mudah dan murah (Djajakirana et al., 2009).

2.5. Ameliorasi Lahan

Penambangan adalah kegiatan dengan penggunaan lahan yang bersifat sementara. Oleh karena itu lahan pascatambang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan produktif lain. Untuk memanfaatkan lahan pascatambang, maka harus ada upaya untuk memulihkan kembali lahan yang telah rusak akibat dari kegiatan penambangan tersebut. Upaya perbaikan lahan bekas tambang dilakukan melalui program reklamasi lahan.

Secara teknis usaha reklamas i lahan bekas tambang dimulai dengan kegiata n landsca ping dari lubang-lubang bekas tambang . Hal ini dilakuk an agar diperol eh suatu bentuk wilayah dengan kemirin gan lereng yang stabil yang dileng kapi dengan saluran -saluran drainas e dan banguna n-banguna n konserv asi untuk mencegah erosi. Untuk mencapa i tujuan tersebu t, lubang tambang ditutup dengan berbaga i material yang dikupas pada saat ekskavas i awal lubang tambang. Hasil dari kegiata n landsca ping di atas umumnya baru memenuh i persyara tan stabili tas lereng dari segi geologi saja, namun belum memenuh i syarat sebagai media pertumb uhan tanaman. Meskipu n bagian permuka an lahan hasil landsca ping telah ditaburi atau ditutup kembali dengan “tanah pucuk” (top soil), umumnya sifat kimia-fisik tanah tidak subur (Djajakiranaet al., 2009).

(20)

Adanya bahan makanan (sumber C), baik dalam bentuk organik maupun anorganik sangat menentukan tingkat populasi, keragaman dan aktivitas mikroorganisme. Semakin besar peningkatan input residu tanaman, semakin besar peningkatan biomassa mikroorganisme tanah pada lapisan atas (Rasiah dan Kay, 1999).

Bahan organik dapat diaplikasikan sebagai mulsa (disebar di permukaan tanah) atau diinkorporasikan dengan tanah. Perbedaan cara pemberian sangat menentukan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme dan berdampak pada perubahan kadar bahan organik tanah. Pencampuran bahan organik dengan tanah terjadi pada saat dilakukan pengolahan tanah, sedangkan penyebaran bahan organik di permukaan tanah sebagai mulsa umumnya dikaitkan dengan penerapan pengolahan tanah minimum (Rachmanet al., 2004). Perubahan kadar bahan organik dalam tanah sangat ditentukan oleh kualitas bahan organik, terutama kandungan lignin, selulosa dan unsur hara, sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap sifat-sifat tanah (Oyedele et al., 1999). Lignin dan selulosa merupakan senyawa organik pada tanaman yang menghasilkan C-organik di mana lignin tergolong senyawa yang sukar didekomposisi, sedangkan selulosa lebih mudah didekomposisi (Stevenson, 1982).

(21)

demikian, ditinjau dari nisbah lignin/selulosa, flemingia akan lebih sulit didekomposisi (Nuridaet al., 2007).

(22)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan bekas tambang pasir besi PT. Aneka Tambang, Kutoarjo. Tambang Pasir Besi terletak di desa Ketawangrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian lapang dilakukan dari bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010, dilanjutkan dengan analisis tanaman di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih yaitu benih koro benguk, benih flemingia, benih kaliandra dan bibit rumput gajah, pupuk Urea, SP36, KCl, senyawa humat, pestisida yaitu Decis 25 EC dan Pro Claim, digunakan juga mulsa jerami. Peralatan yang digunakan yaitu tugal, cangkul, pompa air, pipa air, sprayer, parang, timbangan dan thermometer. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk analisis di laboratorium disesuaikan dengan jenis analisis yang dilakukan.

3.3. Perlakuan

(23)

seperti pada petakan yang ditanami. Petak kontrol berukuran luas 100 m2. Luas keseluruhan lahan percobaan 4620 m2.

Setiap petak diberi perlakuan pupuk dasar dengan dosis Urea 200 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk dibagi ke dalam tiga tahap yaitu dilakukan pada saat tanam, empat minggu setelah tanam dan delapan minggu setelah tanam. Senyawa humat diberikan dengan dosis 15 liter/ha dan diberikan pada dua minggu setelah tanam.

3.4. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu : 3.4.1. Persiapan Lahan

Lahan diatur sesuai dengan rencana dan tujuan penelitian, seperti pengukuran luas petakan, arah jalur tanam, ukuran jarak tanam dan kemudian diberi batas-batas lahan. Serta dilakukan pembersihan gulma pada petakan dan sedikit perataan tanah pada bagian yang bergelombang. Hal ini mempermudah proses penyiraman, pengamatan dan pemeliharaan. Selain persiapan lahan, dilakukan juga persiapan benih, seperti dijemur dan direndam air hangat sebelum dilakukannya penanaman.

3.4.2. Penanaman

(24)

Penanaman dilakukan dengan cara ditugal atau dikoak, kemudian diisi 2-3 benih/lubang untuk jenis koro benguk, flemingia dan kaliandra. Sedangkan tanaman rumput gajah ditanam dengan stek batang rumput gajah yang ditancapkan miring (tidak vertikal) dan searah dalam tiap barisannya. Selain itu, disebarkan juga mulsa jerami secara merata setelah penanaman. Tujuannya adalah untuk menurunkan suhu di permukaan pasir yang terukur tinggi. Suhu permukaan pasir yang terukur bahkan mencapai angka rata-rata 700C pada siang hari.

x x x x x x x x x x o x x o x x

x x x x x x x x x x o x x o x x

x x x x x x x x x x o x x o x x

x x x x x x x x 30m x x o x x o x x 30m

x x x x x x x x x x o x x o x x

x x x x x x x x x x o x x o x x

1 m 1 m

8 m 8 m

(a) (b)

x x x x x o x x o x

x x x x x o x x o x

x x x x x o x x o x

x x x x 30m x o x x o x 30m

x x x x x o x x o x

x x x x x o x x o x

2 m 2 m

8 m 8 m

(c) (d)

Keterangan: x = tanaman utama, o = tanaman kombinasi

Gambar 1. (a) Contoh petakan koro benguk, (b) petakan koro benguk dan kombinasinya, (c) contoh petakan rumput gajah dan (d) contoh petakan rumput gajah dan kombinasinya.

3.4.3. Pemeliharaan

(25)

ketiga setelah tanam. Penyemprotan pestisida juga dilakukan untuk mengatasi hama ulat dan belalang pada saat jumlah hama sudah sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Selain itu pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman tanaman setiap sore hari, penyiangan gulma setelah penanaman dilakukan hanya jika diperlukan.

3.4.4. Pemanenan dan Pemberian Biomassa

Biomassa yang dihasilkan pada setiap pemanenan (pada rumput gajah dan koro benguk) atau pemangkasan (pada flemingia dan kaliandra) akan langsung dicampur dengan tanah. Pemanenan pertama dilakukan pada umur 12 minggu setelah tanam dan pemanenan kedua dilakukan pada umur 18 minggu setelah tanam. Proses pencampuran diawali dengan pembuatan lubang saluran dengan kedalaman + 20 cm, di samping setiap barisan tanaman sebagai tempat pembenaman biomassa. Biomassa yang dihasilkan pada saat panen (pada rumput gajah dan koro benguk) dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil dan kemudian dibenamkan langsung ke dalam lubang saluran.

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang

Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang merupakan hasil kegiatan tambang terdahulu terhampar luas di sepanjang pantai tersebut. Usaha reklamasi lahan ini telah dilakukan dengan penanaman ketapang laut dengan jarak tanam 10 x 10 meter, namun dalam perkembangannya rata-rata tanaman ini tumbuh kurang normal. Kondisi ekstrim pada lahan (Gambar 2) seperti tekstur tanah pasir, air tanah yang sulit dijangkau oleh akar, suhu udara dan tanah yang tinggi, kecepatan angin laut yang tinggi serta hama tanaman membutuhkan upaya yang lebih keras dalam proses pemulihan kondisi lahan ini.

(a) (b)

(c) (d)

(27)

Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi ketersediaan air yang terbatas di lahan pasir adalah dengan penyiraman air secara manual. Penyiraman air dilakukan dengan menggunakan pompa air, dan menarik air tanah dari dalam sumur-sumur buatan, kemudian menyambungkan pipa-pipa air panjang dan berpindah-pindah sesuai lokasi sumur.

Karakteristik tanah di lahan bekas penambangan pasir besi disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis tanah awal menunjukkan nilai pH yang tinggi mendekati netral. Kadar C-organik, N-total dan KTK tergolong sangat rendah. Kation-kation basa seperti K+, Na+, Ca2+ dan Mg2+tergolong rendah. Hasil analisis tanah awal ini menunjukkan kondisi tanah di lahan bekas penambangan pasir memiliki karakteristik sifat kimia tanah yang buruk dan tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman yang baik.

Tabel 1. Analisis karakteristik tanah awal Parameter Satuan Nilai

pH 6,78

C-organik % 0,01

N-total % 0,001

C/N 10

KTK me/100gr 0,96

K me/100gr 0,05

Na me/100gr 0,66

Ca me/100gr 0,06

Mg me/100gr 0,03

Fe ppm 30,9

Mn ppm 11,3

Cu ppm 0,70

Zn ppm 0,50

EC (µS/cm) 7,73

Tekstur tanah

Pasir % 95,45

Debu % 2,79

Liat % 1,76

(28)

itu, kadar liat yang sangat rendah menyebabkan tanah sangat sulit untuk menjerap unsur-unsur hara yang diberikan sehingga ketersediaannya sangat rendah.

4.2. Produksi Biomassa

Pemanenan biomassa terbagi menjadi dua tahap, panen pertama dilakukan pada minggu ke-12 (4 Juni 2010) dan panen kedua dilakukan pada minggu ke-18 (14 Juli 2010). Setelah pemanenan tahap pertama, tanaman dirawat dan dipelihara kembali untuk panen tahap selanjutnya. Pada penelitian ini, pemanenan biomassa hanya dapat dilakukan pada tanaman utama koro benguk dan rumput gajah. Jenis tanaman flemingia dan kaliandra nampaknya kurang cocok dengan kondisi lahan yang ada. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tanaman kaliandra dan flemingia yang terhambat, sehingga pada saat panen pertama maupun panen kedua (minggu ke-12 dan ke-18) tanaman tersebut masih belum bisa menghasilkan biomassa untuk dipanen. Oleh sebab itu produksi biomassa dan serapan hara tanaman kaliandra dan flemingia untuk selanjutnya tidak dibahas lebih dalam.

Hasil pemanenan biomassa tanaman tahap pertama (Tabel 2) menunjukkan produksi biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan keempat yaitu antara tanaman rumput gajah dan kaliandra. Perlakuan keempat (Gambar 3) memiliki jumlah rata-rata berat basah 22.59 ton/ha dan berat kering 7.22 ton/ha tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kedua dan ketiga, yang memiliki tanaman utama rumput gajah. Kandungan kadar air tanaman untuk keseluruhan perlakuan tanaman utama rumput gajah tidak berbeda nyata. Kadar air tanaman tertinggi dimiliki oleh rumput gajah di perlakuan kedua sebesar 71.16 %.

(29)

Tabel 2. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap pertama

Perlakuan Jenis Tanaman

Berat Basah (ton/ha)

Berat Kering (ton/ha)

Kadar Air (%)

1 Koro Benguk 5.30 1.19 76.21

2 Rumput Gajah 15.83 4.58 71.16

3 Rumput Gajah dan Flemingia* 19.91 6.90 65.56 4 Rumput Gajah dan Kaliandra* 22.59 7.22 68.57 5 Koro Benguk dan Flemingia* 7.64 1.61 76.31 6 Koro Benguk dan Kaliandra* 5.56 1.39 73.56 Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. Kondisi tanaman di petak perlakuan keempat (a) sebelum dan (b) sesudah dipanen, kondisi tanaman di petak perlakuan kelima (c) sebelum dan (d) sesudah dipanen.

(30)

tanaman koro benguk maupun rumput gajah agar tanaman dapat tumbuh kembali untuk tahap pemanenan selanjutnya. Setelah panen pertama dilakukan, tanaman dapat tumbuh kembali bahkan pada rumput gajah pertumbuhan tanaman berlangsung lebih cepat dibandingkan saat penanaman awal (Gambar 4). Perawatan dilakukan dengan penyiraman serta pemupukan 1/3 dosis awal untuk membantu pertumbuhan kembali tanaman yang lebih cepat.

[image:30.595.108.505.213.418.2]

(a) (b) (c)

Gambar 4. Berbagai kondisi tanaman rumput gajah umur satu minggu setelah panen pertama.

(31)

Tabel 3. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap kedua

Perlakuan Jenis Tanaman

Berat Basah (ton/ha)

Berat Kering (ton/ha)

Kadar Air (%)

1 Koro Benguk 2.76 0.59 76.13

2 Rumput Gajah 7.82 1.13 85.59

3 Rumput Gajah dan Flemingia* 8.10 1.21 85.02 4 Rumput Gajah dan Kaliandra* 6.39 1.10 82.86 5 Koro Benguk dan Flemingia* 1.96 0.52 74.06 6 Koro Benguk dan Kaliandra* 1.83 0.46 75.42 Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama

(32)

baru yang segera tumbuh kembali. Sedangkan koro benguk yang jika tidak hati-hati dalam pemotongannya, maka daun-daun muda akan sulit untuk tumbuh kembali.

Kadar air rumput gajah pada pemanenan kedua lebih tinggi daripada pemanenan tahap pertama, sedangkan pada koro benguk relatif hanya mengalami perubahan yang tidak nyata. Rumput gajah menghasilkan anakan-anakan yang tumbuh dengan cepat setelah pemanenan pertama. Penyerapan dan penyimpanan air di tubuh tanaman menjadi lebih tinggi. Namun karena waktu yang lebih singkat dibandingkan panen pertama, anakan-anakan rumput gajah ini belum mampu membentuk tubuh tanaman yang lebih berbobot. Pada koro benguk kadar air relatif tidak berubah. Tanaman ini memiliki kadar air yang tinggi di mana air tersimpan di batangnya yang merambat serta daun-daun yang lebar. Tanaman-tanaman yang memiliki kadar air yang tinggi cocok sebagai sumber pakan namun kurang baik sebagai sumber bahan organik tanah. Karena jika dihitung sebagai sumber bahan organik maka penghitungan bobotnya adalah berdasarkan bobot kering tanaman. Tanaman dengan bobot kering yang tinggi mampu menyumbangkan lebih banyak bahan organik di suatu lahan sehingga akan lebih berperan dalam peningkatan kadar bahan organik di lahan tersebut.

(33)

Tabel 4. Hasil produksi biomassa total

Perlakuan Jenis Tanaman Berat Basah (ton/ha)

Berat Kering (ton/ha)

1 Koro Benguk 8.06 1.77

2 Rumput Gajah 23.66 5.71

3 Rumput Gajah dan Flemingia* 28.01 8.11 4 Rumput Gajah dan Kaliandra* 28.98 8.32 5 Koro Benguk dan Flemingia* 9.60 2.13 6 Koro Benguk dan Kaliandra* 7.39 1.85 Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama

Biomassa koro benguk tergolong rendah jika dibandingkan dengan literatur yang ada sedangkan pada rumput gajah tergolong sesuai. Menurut Ardiyanto (2009) jenis kacangan seperti koro benguk dapat menghasilkan biomassa sekitar 15 ton berat kering/ha/tahun. Tanaman ini juga mempunyai kadar selulosa paling rendah (31.14%), namun kadar ligninnya cukup besar yaitu 12.08% (Nurida et al., 2007). Sementara menurut Anonim (2009) rumput gajah mampu menghasilkan 20-40 ton/ha bahan kering tiap tahun. Lingkungan tumbuh tanaman menjadi faktor yang menentukan dalam penelitian ini. Di dalam penelitian-penelitian lain dimungkinkan tanaman mendapatkan cukup suplai bahan organik serta kondisi fisik dan kimia tanah yang umum ditemui. Berbeda dengan lingkungan tumbuh dalam penelitian ini yang dapat digolongkan ke dalam kondisi ekstrim, dimana lahan sangat miskin akan bahan organik serta kondisi fisiknya yang bertekstur dominan pasir dan kesuburan awalnya yang rendah. Hal inilah yang membatasi pertumbuhan tanaman sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah biomassa total yang dihasilkan. Hasil biomassa yang rendah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di lapang, seperti defisiensi hara, kerusakan karena angin laut dan serangan hama.

(34)

lebih mudah hilang karena suhu yang tinggi. Kurangnya bahan organik menjadi salah satu penyebab ketidakmampua n tanah untuk menjerap dan mempertahanka n unsur hara. Ketersediaan unsur hara sangat menentukan baik buruknya pertumbuhan tanaman, sehingga kekurangan hara akan berpengaruh pada penurunan jumlah biomassa yang dihasilkan.

[image:34.595.101.511.177.798.2]

(a) (b) (c)

Gambar 5. Berbagai kondisi tanaman koro benguk menunjukkan gejala defisiensi hara.

Kondisi ekstrim yang ada di lahan percobaan ternyata tetap memungkinkan hama lokal untuk bertahan hidup. Serangan yang terjadi terutama hama ulat daun, ulat tanah dan belalang. Serangan hama mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada tubuh tanaman seperti daun, batang serta akar (Gambar 6). Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak maksimal, sehingga kemudian akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah biomassa.

(a) (b)

(35)

pertumbuhan tanaman. Saat itu daun-daun berubah warna menjadi kuning, kering dan layu (Gambar 7). Angin dari laut memiliki kelembaban yang tinggi dan dimungkinkan memiliki salinitas yang tinggi pula. Hal inilah yang diperkirakan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Kerusakan karena angin inipun berpengaruh terhadap jumlah biomassa yang dihasilkan tanaman.

(a) (b) (c)

Gambar 7. Berbagai kerusakan pada tanaman karena pengaruh angin laut, (a) dan (b) pada koro benguk; (c) pada rumput gajah

Selain pengaruh-pengaruh di atas, kondisi lahan yang merupakan hasil timbunan-timbunan pasir menyebabkan ketidakseragaman sifat dari lahan ini. Sifat heterogen ini kemudian mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pertumbuhan tanaman. Misalnya satu tanaman dapat tumbuh dengan baik dan memiliki ukuran yang normal, namun di lokasi yang berbeda tanaman yang sama mengalami gangguan pertumbuhan sehingga ukuran tanaman lebih kecil atau tidak normal dan bahkan dapat mengakibatkan kematian tanaman (Gambar 8).

[image:35.595.113.509.536.725.2]

(a) (b) (c)

(36)

4.3. Kandungan dan Serapan N pada Setiap Kombinasi Tanaman

[image:36.595.103.519.514.734.2]

Hasil analisis N-total pada tanaman (Tabel 5) menunjukkan tanaman yang memiliki kandungan N tertinggi pada pemanenan pertama dan kedua adalah koro benguk. Pada panen pertama serapan N tertinggi dihasilkan pada koro benguk di perlakuan kelima 26.61 kg/ha dan pada panen kedua serapan tertinggi dihasilkan koro benguk di perlakuan pertama 13.05 kg/ha. Hal ini sejalan dengan Buckleset al. (1998) yang menyatakan bahwa jenis legum pada umumnya memiliki potensi untuk memperbaiki siklus N melalui hubungan simbiosis dengan mikroorganisme tanah. Nitrogen diubah oleh bakteri bintil akar tanaman menjadi bentuk yang lebih tersedia yang tersimpan dalam daun, rambatan dan benih, menjadikan tanaman ini sumber N yang efisien. Kadar N pada keseluruhan tanaman tergolong rendah, dimana rata-rata nilainya di bawah 2 %. Pada panen pertama rumput gajah, kadar N tertinggi dihasilkan pada rumput gajah di perlakuan kedua 0.80 % dan pada panen kedua dihasilkan rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar 1.17 %. Peningkatan kadar ini dapat disebabkan perkembangan akar tanaman yang lebih baik sampai pada panen kedua, sehingga serapan nitrogen pada tanamanpun dapat meningkat. Untuk serapan N tertinggi pada pemanenan pertama tanaman rumput gajah dihasilkan di perlakuan keempat sebesar 52.89 kg/ha dan pada panen kedua dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar 14.24 kg/ha. Tabel 5. Kadar dan serapan N rata-rata pada setiap perlakuan tanaman

Perlakuan Jenis Tanaman

Panen Pertama Panen Kedua % N Serapan N

(kg/ha) % N

Serapan N (kg/ha) 1 Koro Benguk

1.87 22.22 2.23 13.05 2 Rumput Gajah

0.80 36.88 1.03 11.66 3 Rumput Gajah dan

Flemingia* 0.72 49.88 1.17 14.24 4 Rumput Gajah dan

Kaliandra* 0.73 52.89 0.84 9.21 5 Koro Benguk dan

Flemingia* 1.65 26.61 1.82 9.40 6 Koro Benguk dan

(37)

Tanaman koro benguk yang tergolong jenis legum seharusnya mampu menghasilkan kadar N yang lebih tinggi lagi. Nilai N yang rendah ini dapat disebabkan karena kekurangan hara pada saat pertumbuhan tanaman, sehingga perkembangan bintil akar terhambat dan sulit untuk tumbuh, atau dapat tumbuh namun tidak aktif menangkap N di udara seperti tanaman legum pada umumnya.

4.4. Kandungan dan Serapan P pada Setiap Kombinasi Tanaman

[image:37.595.106.500.526.745.2]

Kandungan P pada tanaman rumput gajah maupun koro benguk tergolong rendah (Tabel 6). Pada panen pertama kandungan dan serapan P tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan kedua sebesar 0.27 % dengan serapan 12.21 kg/ha. Pada tanaman utama koro benguk, kandungan dan serapan P tertinggi dihasilkan di perlakuan pertama sebesar 0.14 % dengan serapan sebesar 1.65 kg/ha. Kandungan dan serapan P tertinggi pada panen kedua untuk tanaman rumput gajah juga dihasilkan di perlakuan kedua sebesar 0.11 % dengan serapan 1.23 kg/ha. Sedangkan pada tanaman koro benguk dihasilkan di perlakuan kelima yaitu sebesar 0.22 % namun serapan tertinggi dihasilkan oleh tanaman koro benguk di perlakuan pertama sebesar 1.14 kg/ha. Nilai kandungan dan serapan P yang rendah ini dapat disebabkan karena unsur P yang diberikan melalui pupuk belum terjerap di tanah dengan baik. Hal ini menyebabkan ketersediaan unsur P di dalam tanah sangat rendah dan tidak efektif diserap oleh tanaman.

Tabel 6. Kadar dan serapan P rata-rata pada setiap perlakuan tanaman

Perlakuan Jenis Tanaman

Panen Pertama Panen Kedua % P Serapan

P (kg/ha) % P

Serapan P (kg/ha) 1 Koro Benguk

0.14 1.65 0.19 1.14 2 Rumput Gajah

0.27 12.21 0.11 1.23 3 Rumput Gajah dan

Flemingia* 0.08 5.31 0.09 1.13 4 Rumput Gajah dan

Kaliandra* 0.15 10.88 0.10 1.08 5 Koro Benguk dan

Flemingia* 0.07 1.14 0.22 1.13 6 Koro Benguk dan

(38)

4.5. Kandungan dan Serapan K pada Setiap Kombinasi Tanaman

[image:38.595.112.515.365.586.2]

Hasil analisis K-total pada tanaman (Tabel 7) menunjukkan kandungan K tanaman tertinggi pada pemanenan pertama dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan kedua sebesar 1.25 %. Pada tanaman utama koro benguk kandungan K tertinggi dihasilkan oleh koro benguk di perlakuan keenam sebesar 0.62 %. Serapan hara tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar 78.86 kg/ha, sedangkan pada tanaman koro benguk dihasilkan di perlakuan kelima sebesar 9.53 kg/ha. Pada pemanenan kedua kandungan dan serapan K tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah pada perlakuan ketiga sebesar 2.22 % dengan serapan sebesar 26.96 kg/ha. Dan untuk tanaman utama koro benguk, kandungan dan serapan K tertinggi dihasilkan oleh koro benguk di perlakuan kelima sebesar 0.93 % dengan serapannya sebesar 4.83 kg/ha.

Tabel 7. Kadar dan serapan K rata-rata pada setiap perlakuan tanaman

Perlakuan Jenis Tanaman

Panen pertama Panen kedua % K Serapan K

(kg/ha) % K

Serapan K (kg/ha)

1 Koro Benguk 0.49 5.81 0.78 4.54

2 Rumput Gajah 1.25 57.10 0.96 10.84 3 Rumput Gajah dan

Flemingia* 1.14 78.86 2.22 26.96 4 Rumput Gajah dan

Kaliandra* 1.09 78.66 1.85 20.31 5 Koro Benguk dan

Flemingia* 0.59 9.53 0.93 4.83

6 Koro Benguk dan

Kaliandra* 0.62 8.55 0.87 4.05

Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama

(39)

pasir besi. Kondisi ini menunjukkan lahan tersebut masih memiliki potensi sebagai sumber K bagi tanaman.

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Kondisi ekstrim di lahan bekas tambang pasir besi Kutoarjo memberikan kesulitan tersendiri dalam usaha reklamasinya.

2. Jenis tanaman flemingia dan kaliandra tidak cocok ditanam di daerah bekas tambang dengan tekstur pasir. Hal ini terlihat dari pertumbuhannya yang terhambat sampai minggu ke-18, sehingga belum dapat menghasilkan biomassa.

3. Tanaman yang mampu tumbuh dan menghasilkan biomassa yang tinggi adalah jenis rumput gajah dan koro benguk. Hasil biomassa tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan keempat sebesar 8.32 ton/ha berat kering dan tanaman koro benguk di perlakuan kelima sebesar 2.13 ton/ha berat kering dalam waktu 18 minggu. Kedua jenis tanaman ini mampu memberikan sejumlah besar biomassa dengan kadar serapan N, P, K tanaman yang relatif seimbang.

5.2. Saran

1. Untuk mengetahui potensi tanaman rumput gajah dan koro benguk sebagai penghasil biomassa yang besar maka diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui waktu panen yang sesuai dan menghasilkan biomassa paling tinggi.

(41)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ambodo, A.P. 2008. Rehabilitasi Pasca Tambang Sebagai Inti dari Rencana Penutupan Tambang. Makalah Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang. Pusdi Reklatam, Bogor. 22 Mei 2008

Anonim. 2009. Hijauan Pakan Ternak: Rumput Gajah. http:// nusataniterpadu.wordpress.com (diakses Maret 2011)

Anwar, S dan U. Sudadi. 2004. Pengantar Kimia Tanah. Bahan Kuliah. Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Ardiyanto, A.A. 2009. Pengaruh pemberian bahan amelioran senyawa humat, bahan organik dan kapur terhadap pertumbuhan koro benguk (Mucuna pruriens) pada lahan bekas tambang batubara, tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Hal 290

Buckles, D., B. Triomphe and G. Sain. 1998. Cover Crops in Hillside Agriculture: Farmer Innovation with Mucuna. International Development Research Centre. Canada

Djajakirana, G., Tjahyandari, D. dan Supijatno. 2009. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Pasir Besi Melalui Teknik Ameliorasi In Situ Bahan Organik. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor

Iskandar, Suwardi dan EFR Ramadina. 2008. Pemanfaatan bahan amelioran abu terbang pada lingkungan tanah gambut: (I) Pelepasan hara makro. Jurnal Tanah Indonesia1(1)

Iskandar. 2008. Teknik Keberhasilan Reklamasi dan Penutupan Tambang: Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi. Makalah Disampaikan dalam “Pertemuan Teknis Lingkungan dan Penyerahan Penghargaan Lingkungan Pertambangan”, Ditjen Minerba Pabum, Dept. ESDM, 10 Desember 2008

(42)

Nurida, N.L., O. Haridjaja, S. Arsyad, Sudarsono, U. Kurnia, dan G. Djajakirana. 2007. Perubahan Fraksi Bahan Organik Tanah Akibat Perbedaan Cara Pemberian dan Sumber Bahan Organik pada Ultisols Jasinga. Jurnal Tanah dan Iklim No.26: 29-40

Oyedele, D.J., P. Schjonning, E. Sibbesen, and K. Debosz. 1999. Aggregation and organic matter fraction of three Nigerian soils as affected by soil disturbance and incorporation of plant material. Soil Till. Res. 50:105-114 Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Olah tanah konservasi. Dalam U.

Kurnia et al. (Eds.). Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Hlm 189-210

Rasiah, V. and B.D. Kay. 1999. Temporal dynamics of microbial biomass and mineral N in legume amended soils from spatially variable landscape. Geoderma. 92:239-256

Robertson M.J., W. Sakala, T. Benson, Z. Shamudzarira . 2004. Simula ting respons e of maize to previou s velvet bean (Mucuna prurien s) crop and nitroge n fertili ser in Malawi. Field Crops Research 91(2005) 91–105

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. IPB

Suprapto, S. J. 2009. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Kelompok Program Penelitian Konservasi Pusat Sumberdaya Geologi. http://www.dim.esdm.go.id/index.php (diakses Maret 2011)

Suwardjo, Mulyadi dan Sudirman. 1989. Prospek Tanaman Benguk (Mucuna sp.) untuk Rehabilitasi Tanah Podzolik yang dibuka Secara Mekanis di Kuamang Kuning, Jambi. Hal 513-526. dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bogor, 18-20 Juni 1987

Stevenson, F.J. 1982. Humus Chemistry, Genesis, Composition, Reaction. 2nd ed. New York. John Wiley and Sons

(43)
(44)
[image:44.842.33.805.112.509.2]

Tabel 1. Hasil pemanenan pertama

Jenis Tanaman

Hasil Pemanenan Pertama

Petak Ulangan

Berat Basah (kg)

Rata-rata (kg)

Perkiraan Berat Berat Kering (kg)

Rata-rata (kg)

Perkiraan Berat

Subsample

dalam 240 m2(kg) ton/ha Subsample dalam 240 m

2

(kg) ton/ha

1 2 3 1 2 3

Koro Benguk (1)

1.1 1.00 1.10 1.90 1.33 106.67 4.44 0.25 0.30 0.30 0.28 22.67 0.94

1.2 0.90 0.70 1.20 0.93 74.67 3.11 0.30 0.20 0.25 0.25 20.00 0.83

1.3 2.00 2.50 3.00 2.50 200.00 8.33 0.40 0.50 0.70 0.53 42.67 1.78

Rumput Gajah (2)

2.1 9.00 8.50 13.50 10.33 413.33 17.22 2.50 2.50 4.50 3.17 126.67 5.28

2.2 7.50 7.50 8.50 7.83 313.33 13.06 2.25 2.00 2.75 2.33 93.33 3.89

2.3 10.00 10.50 10.50 10.33 413.33 17.22 3.00 2.75 2.50 2.75 110.00 4.58

Rumput Gajah dan Flemingia (3)

3.1 9.00 11.00 11.50 10.50 420.00 17.50 2.75 3.25 3.50 3.17 126.67 5.28

3.2 16.50 18.50 14.00 16.33 653.33 27.22 6.00 7.00 4.75 5.92 236.67 9.86

3.3 8.50 9.50 9.00 9.00 360.00 15.00 3.00 3.00 4.00 3.33 133.33 5.56

Rumput Gajah dan Kaliandra (4)

4.1 11.50 13.50 11.00 12.00 480.00 20.00 2.50 3.25 2.50 2.75 110.00 4.58

4.2 12.50 13.00 15.00 13.50 540.00 22.50 4.50 4.75 5.50 4.92 196.67 8.19

4.3 15.50 14.50 15.50 15.17 606.67 25.28 5.75 4.25 6.00 5.33 213.33 8.89

Koro Benguk dan Flemingia (5)

5.1 1.40 1.40 1.40 1.40 84.00 3.50 0.45 0.40 0.40 0.42 25.00 1.04

5.2 5.30 5.00 4.10 4.80 288.00 12.00 0.95 0.70 0.85 0.83 50.00 2.08

5.3 3.00 3.90 2.00 2.97 178.00 7.42 0.85 0.70 0.50 0.68 41.00 1.71

Koro Benguk dan Kaliandra (6)

6.1 2.00 1.40 1.90 1.77 106.00 4.42 0.50 0.35 0.60 0.48 29.00 1.21

6.2 2.80 3.30 5.60 3.90 234.00 9.75 0.70 0.75 1.25 0.90 54.00 2.25

(45)

Jenis Tanaman

Hasil Pemanenan Kedua

Petak Ulangan

Berat Basah (kg)

Rata-rata (kg)

Perkiraan Berat Berat Kering (kg)

Rata-rata (kg)

Perkiraan Berat

Subsample dalam 240 m2

(kg) ton/ha

Subsample dalam 240 m2

(kg) ton/ha

1 2 3 1 2 3

Koro Benguk (1)

1.1 0.85 0.50 0.60 0.65 52.00 2.17 0.22 0.15 0.18 0.18 14.67 0.61

1.2*

1.3 1.50 2.00 2.00 1.83 146.67 6.11 0.35 0.28 0.40 0.34 27.47 1.14

Rumput Gajah (2)

2.1 5.25 4.75 4.00 4.67 186.67 7.78 0.65 0.62 0.50 0.59 23.60 0.98

2.2 4.50 4.50 4.25 4.42 176.67 7.36 0.70 0.63 0.60 0.64 25.73 1.07

2.3 5.75 5.00 4.25 5.00 200.00 8.33 0.90 0.80 0.70 0.8 32.00 1.33

Rumput Gajah dan Flemingia (3)

3.1 4.75 4.25 4.00 4.33 173.33 7.22 0.50 0.55 0.50 0.52 20.67 0.86

3.2 5.75 4.00 4.25 4.67 186.67 7.78 0.90 0.75 0.80 0.82 32.67 1.36

3.3 5.75 5.00 6.00 5.58 223.33 9.31 0.90 0.75 0.90 0.85 34.00 1.42

Rumput Gajah dan Kaliandra (4)

4.1 4.25 3.75 3.50 3.83 153.33 6.39 0.60 0.60 0.42 0.54 21.60 0.90

4.2 4.50 3.50 4.25 4.08 163.33 6.81 0.80 0.60 0.90 0.77 30.67 1.28

4.3 3.50 3.25 4.00 3.58 143.33 5.97 0.65 0.65 0.70 0.67 26.67 1.11

Koro Benguk dan Flemingia (5)

5.1 0.60 0.55 0.55 0.57 34.00 1.42 0.20 0.12 0.15 0.16 9.40 0.39

5.2 0.95 1.40 1.20 1.18 71.00 2.96 0.25 0.42 0.30 0.32 19.40 0.81

5.3 0.85 0.45 0.50 0.60 36.00 1.50 0.20 0.10 0.12 0.14 8.40 0.35

Koro Benguk dan Kaliandra (6)

6.1 1.00 0.50 1.10 0.87 52.00 2.17 0.25 0.10 0.32 0.22 13.40 0.56

6.2 0.95 0.45 0.50 0.63 38.00 1.58 0.25 0.10 0.10 0.15 9.00 0.38

6.3 0.80 0.70 0.60 0.70 42.00 1.75 0.20 0.20 0.15 0.18 11.00 0.46

[image:45.842.29.811.101.470.2]
(46)

Jenis Tanaman Petak Ulangan

Kadar Air (Panen 1) % Kadar Air rata-rata (%) Rata-rata (%) Petak Ulangan

Kadar Air (Panen 2) % Kadar Air rata-rata (%) Rata-rata (%) Sub sample 1 Sub sample 2 Sub sample 3 Sub sample 1 Sub sample 2 Sub sample 3

Koro Benguk (1)

1.1 75.00 72.73 84.21 77.31

76.21

1.1 74.12 70.00 70.00 71.37

76.13

1.2 66.67 71.43 79.17 72.42 1.2*

1.3 80.00 80.00 76.67 78.89 1.3 76.67 86.00 80.00 80.89

Rumput Gajah (2)

2.1 72.22 70.59 66.67 69.83

71.16

2.1 87.62 86.95 87.50 87.36

85.59

2.2 70.00 73.33 67.65 70.33 2.2 84.44 86.00 85.88 85.44

2.3 70.00 73.81 76.19 73.33 2.3 84.35 84.00 83.53 83.96

Rumput Gajah dan Flemingia (3)

3.1 69.44 70.45 69.57 69.82

65.56

3.1 89.47 87.06 87.50 88.01

85.02

3.2 63.64 62.16 66.07 63.96 3.2 84.35 81.25 81.18 82.26

3.3 64.71 68.42 55.56 62.89 3.3 84.35 85.00 85.00 84.78

Rumput Gajah dan Kaliandra (4)

4.1 78.26 75.93 77.27 77.15

68.57

4.1 85.88 84.00 88.00 85.96

82.86

4.2 64.00 63.46 63.33 63.60 4.2 82.22 82.86 78.82 81.30

4.3 62.90 70.69 61.29 64.96 4.3 81.43 80.00 82.50 81.31

Koro Benguk dan Flemingia (5)

5.1 67.86 71.43 71.43 70.24

76.31

5.1 66.67 78.18 72.73 72.53

74.06

5.2 82.08 86.00 79.27 82.45 5.2 73.68 70.00 75.00 72.89

5.3 71.67 82.05 75.00 76.24 5.3 76.47 77.78 76.00 76.75

Koro Benguk dan Kaliandra (6)

6.1 75.00 75.00 68.42 72.81

73.56

6.1 75.00 80.00 70.91 75.30

75.42

6.2 75.00 77.27 77.68 76.65 6.2 73.68 77.78 80.00 77.15

6.3 72.22 71.43 70.00 71.22 6.3 75.00 71.43 75.00 73.81

[image:46.842.30.803.93.443.2]
(47)
[image:47.595.99.478.98.784.2]

Tabel 4. Kandungan N pada tanaman

Jenis Tanaman (Panen 1) Petak Ulangan Sub sample N % Rata-rata N%

Koro Benguk (1)

1.1 1.1.1 1.59 1.64 1.1.2 1.69 1.1.3 1.65 1.2 1.2.1 2.12 1.99 1.2.2 1.72 1.2.3 2.14 1.3 1.3.1 1.74 1.99 1.3.2 2.02 1.3.3 2.22

Rumput Gajah (2)

2.1 2.1.1 0.57 0.73 2.1.2 0.87 2.1.3 0.75 2.2 2.2.1 1.00 0.88 2.2.2 0.80 2.2.3 0.83 2.3 2.3.1 0.78 0.81 2.3.2 0.73 2.3.3 0.90

Rumput Gajah dan Flemingia (3)

3.1 3.1.1 0.68 0.68 3.1.2 0.72 3.1.3 0.63 3.2 3.2.1 0.60 0.77 3.2.2 1.50 3.2.3 0.20 3.3 3.3.1 0.50 0.72 3.3.2 0.77 3.3.3 0.90

Rumput Gajah dan Kaliandra (4)

4.1 4.1.1 0.73 0.74 4.1.2 0.67 4.1.3 0.82 4.2 4.2.1 0.57 0.81 4.2.2 0.72 4.2.3 1.13 4.3 4.3.1 0.75 0.65 4.3.2 0.58 4.3.3 0.62

Koro Benguk dan Flemingia (5)

5.1 5.1.1 1.47 1.48 5.1.2 1.30 5.1.3 1.67 5.2 5.2.1 2.72 1.83 5.2.2 1.25 5.2.3 1.52 5.3 5.3.1 1.60 1.65 5.3.2 1.42 5.3.3 1.92

Koro Benguk dan Kaliandra (6)

(48)

Jenis Tanaman (Panen 2) Petak Ulangan Sub sample N % Rata-rata N%

Koro Benguk (1) 1.1

1.3.1 2.14

2.23 1.3.2 2.20

1.3.3 2.35

Rumput Gajah (2)

2.1

2.1.1 1.05

1.24 2.1.2 1.50

2.1.3 1.17

2.3

2.3.1 1.02

0.82 2.3.2 1.12

2.3.3 0.33

Rumput Gajah dan Flemingia (3)

3.1

3.1.1 1.13

1.13 3.1.2 0.92

3.1.3 1.33

3.3

3.3.1 1.20

1.22 3.3.2 1.18

3.3.3 1.27

Rumput Gajah dan Kaliandra (4) 4.3

4.3.1 0.88

0.84 4.3.2 0.92

4.3.3 0.72

Koro Benguk dan Flemingia (5)

5.2

5.2.1 1.79

2.08 5.2.2 2.37

5.2.3 2.09

5.3

5.3.1 1.42

1.56 5.3.2 1.60

5.3.3 1.65

Koro Benguk dan Kaliandra (6) 6.3

6.3.1 1.52

1.17 6.3.2 0.92

(49)
[image:49.595.70.535.102.797.2]

Tabel 5. Kandungan P pada tanaman

Jenis Tanaman (Panen 1) Petak Ulangan

Sub

sample P (ppm)

Rata-rata

P(ppm) % P

Rata-rata % P

Koro Benguk (1)

1.1

1.1.1 1297.4

1400.6

0.13

0.14

1.1.2 1400.6 0.14

1.1.3 1503.8 0.15

1.2

1.2.1 1297.4

1272.8

0.13

0.13

1.2.2 1341.6 0.13

1.2.3 1179.4 0.12

1.3

1.3.1 1621.7

1493.9

0.16

0.15

1.3.2 1459.5 0.15

1.3.3 1400.6 0.14

Rumput Gajah (2)

2.1

2.1.1 1149.9

1464.5

0.11

0.15

2.1.2 1444.8 0.14

2.1.3 1798.6 0.18

2.2

2.2.1 1548.0

1562.7

0.15

0.16

2.2.2 1916.6 0.19

2.2.3 1223.7 0.12

2.3

2.3.1 855.1

4963.4

0.09

0.50

2.3.2 766.6 0.08

2.3.3 13268.6 1.33

Rumput Gajah dan Flemingia (3) 3.1 3.1.1 1032.0 924.6 0.10 0.09

3.1.2 979.7 0.10

3.1.3 762.0 0.08

3.2

3.2.1 616.9

657.2

0.06

0.07

3.2.2 737.8 0.07

3.2.3 616.9 0.06

3.3

3.3.1 592.7

725.7

0.06

0.07

3.3.2 846.7 0.08

3.3.3 737.8 0.07

Rumput Gajah dan Kaliandra (4) 4.1 4.1.1 713.6 826.5 0.07 0.08

4.1.2 1028.1 0.10

4.1.3 737.8 0.07

4.2

4.2.1 604.8

649.1

0.06

0.06

4.2.2 737.8 0.07

4.2.3 604.8 0.06

4.3

4.3.1 749.9

653.1

0.07

0.07

4.3.2 592.7 0.06

4.3.3 616.9 0.06

Koro Benguk dan Flemingia (5) 5.1 5.1.1 1100.7 1209.5 0.11 0.12

5.1.2 1076.5 0.11

5.1.3 1451.4 0.15

5.2

5.2.1 1100.7

1036.2

0.11

0.10

5.2.2 979.7 0.10

5.2.3 1028.1 0.10

5.3

5.3.1 1330.5

1229.7

0.13

0.12

5.3.2 1028.1 0.10

5.3.3 1330.5 0.13

Koro Benguk dan Kaliandra (6) 6.1 6.1.1 1465.9 1470.8 0.15 0.15

6.1.2 1729.8 0.17

6.1.3 1216.7 0.12

6.2

6.2.1 1480.6

1470.8

0.15

0.15

6.2.2 1465.9 0.15

6.2.3 1465.9 0.15

6.3

6.3.1 1656.5

1382.8

0.17

0.14

6.3.2 1319.3 0.13

(50)

Ulangan sample P (ppm) P(ppm) % P % P

Koro Benguk (1) 1.1

1.3.1 2184.2

1949.7

0.22

0.19

1.3.2 1759.1 0.18

1.3.3 1905.7 0.19

Rumput Gajah (2)

2.1

2.1.1 1026.1

1197.2

0.10

0.12

2.1.2 1451.2 0.15

2.1.3 1114.1 0.11

2.3

2.3.1 1026.1

982.2

0.10

0.10

2.3.2 1040.8 0.10

2.3.3 879.5 0.09

Rumput Gajah dan Flemingia (3) 3.1 3.1.1 1084.8 1011.5 0.11 0.10

3.1.2 1172.7 0.12

3.1.3 776.9 0.08

3.3

3.3.1 703.6

855.1

0.07

0.09

3.3.2 1011.5 0.10

3.3.3 850.2 0.09

Rumput Gajah dan Kaliandra

(4) 4.3

4.3.1 1128.7

982.2

0.11

0.10

4.3.2 879.5 0.09

4.3.3 938.2 0.09

Koro Benguk dan Flemingia (5) 5.2 5.2.1 2241.5 2358.2 0.22 0.24

5.2.2 2409.6 0.24

5.2.3 2423.6 0.24

5.3

5.3.1 1835.2

2003.3

0.18

0.20

5.3.2 2171.4 0.22

5.3.3 2003.3 0.20

Koro Benguk dan Kaliandra

(6) 6.3

6.3.1 1751.2

1919.3

0.18

0.19

6.3.2 2255.5 0.23

(51)

Jenis Tanaman (Panen 1) Petak Ulangan

Sub

sample K (ppm)

Rata-rata

K(ppm) % K

Rata-rata % K

Koro Benguk (1)

1.1

1.1.1 4870.0

4731.9

0.49

0.47

1.1.2 4973.6 0.50

1.1.3 4351.9 0.44

1.2

1.2.1 3108.5

4282.9

0.31

0.43

1.2.2 3937.5 0.39

1.2.3 5802.6 0.58

1.3

1.3.1 6009.8

5699.0

0.60

0.57

1.3.2 6009.8 0.60

1.3.3 5077.3 0.51

Rumput Gajah (2)

2.1

2.1.1 11397.9

12434.1

1.14

1.24

2.1.2 12226.9 1.22

2.1.3 13677.5 1.37

2.2

2.2.1 13884.7

12675.9

1.39

1.27

2.2.2 13366.6 1.34

2.2.3 10776.2 1.08

2.3

2.3.1 10879.8

12261.4

1.09

1.23

2.3.2 11397.9 1.14

2.3.3 14506.4 1.45

Rumput Gajah dan Flemingia (3) 3.1 3.1.1 14092.0 13573.9 1.41 1.36

3.1.2 12641.3 1.26

3.1.3 13988.3 1.40

3.2

3.2.1 9325.6

9014.7

0.93

0.90

3.2.2 9014.7 0.90

3.2.3 8703.9 0.87

3.3

3.3.1 12226.9

11708.8

1.22

1.17

3.3.2 11294.3 1.13

3.3.3 11605.1 1.16

Rumput Gajah dan Kaliandra (4) 4.1 4.1.1 10672.6 12365.0 1.07 1.24

4.1.2 14817.3 1.48

4.1.3 11605.1 1.16

4.2

4.2.1 10776.2

10569.0

1.08

1.06

4.2.2 10361.7 1.04

4.2.3 10569.0 1.06

4.3

4.3.1 9325.6

9740.0

0.93

0.97

4.3.2 10154.5 1.02

4.3.3 9740.0 0.97

Koro Benguk dan Flemingia (5) 5.1 5.1.1 4973.6 5457.2 0.50 0.55

5.1.2 4973.6 0.50

5.1.3 6424.3 0.64

5.2

5.2.1 6838.7

6389.7

0.68

0.64

5.2.2 6217.0 0.62

5.2.3 6113.4 0.61

5.3

5.3.1 5284.5

5906.2

0.53

0.59

5.3.2 6631.5 0.66

5.3.3 5802.6 0.58

Koro Benguk dan Kaliandra (6) 6.1 6.1.1 5388.1 5457.2 0.54 0.55

6.1.2 4766.4 0.48

6.1.3 6217.0 0.62

6.2

6.2.1 7637.2

7512.0

0.76

0.75

6.2.2 7762.4 0.78

6.2.3 7136.4 0.71

6.3

6.3.1 6009.6

5508.8

0.60

0.55

6.3.2 5008.0 0.50

[image:51.595.72.533.90.792.2]
(52)

Ulangan sample K (ppm) K(ppm) % K % K

Koro Benguk (1) 1.1

1.3.1 8138.0

7762.4

0.81

0.78

1.3.2 8012.8 0.80

1.3.3 7136.4 0.71

Rumput Gajah (2)

2.1

2.1.1 18028.7

16985.4

1.80

1.70

2.1.2 14773.6 1.48

2.1.3 18153.9 1.82

2.3

2.3.1 2146.8

2214.1

0.21

0.22

2.3.2 2525.6 0.25

2.3.3 1970 0.20

Rumput Gajah dan Flemingia (3) 3.1 3.1.1 25256.4 22730.8 2.53 2.27

3.1.2 27782.1 2.78

3.1.3 15153.8 1.52

3.3

3.3.1 20205.1

21720.5

2.02

2.17

3.3.2 24751.3 2.48

3.3.3 20205.1 2.02

Rumput Gajah dan Kaliandra

(4) 4.3

4.3.1 19531.1

18529.5

1.95

1.85

4.3.2 18028.7 1.80

4.3.3 18028.7 1.80

Koro Benguk dan Flemingia (5) 5.2 5.2.1 8388.4 8745.3 0.84 0.87

5.2.2 9765.6 0.98

5.2.3 8082.1 0.81

5.3

5.3.1 10642.0

9932.5

1.06

0.99

5.3.2 10516.8 1.05

5.3.3 8638.8 0.86

Koro Benguk dan Kaliandra

(6) 6.3

6.3.1 9014.4

8722.2

0.90

0.87

6.3.2 8889.2 0.89

(53)
[image:53.595.105.509.85.670.2]
(54)

PRODUKSI BIOMASSA KORO BENGUK,

DI LAHAN KECAMATAN

PROGRAM DEPARTEMEN

BIOMASSA OLEH TANAMAN RUMPUT BENGUK, KALIANDRA DAN FLEMINGIA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PASIR BESI KECAMATAN KUTOARJO, PURWOREJO JAWA TENGAH

AJANG CHRISTRIANTO A14061350

STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

RUMPUT GAJAH, FLEMINGIA

BESI TENGAH

(55)

RINGKASAN

AJANG CHRISTRIANTO. Produksi Biomassa oleh Tanaman Rumput Gajah, Koro Benguk, Kaliandra dan Flemingia di Lahan Bekas Penambangan Pasir Besi Kecamatan Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah. Di bawah bimbinganGUNAWAN DJAJAKIRANA DAN ISKANDAR.

Pasir besi sebagai salah satu jenis barang tambang merupakan potensi besar di wilayah Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Namun disadari kegiatan penambangan tidak terlepas dari dampak-dampak terhadap lingkungan sekitarnya, terutama dilihat dari aspek degradasi lahan. Secara fisik, tanah di lokasi bekas tambang pasir besi ini didominasi oleh tekstur pasir. Salah satu cara amelior asi tanah -tanah berpasi r adalah dengan pemberi an bahan organik . Pada penelit ian ini, bahan organik disuplai secara in situ dari tanaman rumput gajah (Pennise tum purpure um Schumac h), koro benguk (Mucuna prurien s), kaliand ra (Callian dra calothy rsus) dan flemingi a (Fleming ia congest a).

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jumlah biomassa yang dihasilkan oleh setiap jenis tanaman serta kualitas biomassa tanaman berdasarkan parameter serapan N, P, K pada tanaman.

Perlakuan tanaman yang dicoba pada setiap petak adalah: (1) rumput gajah, (2) koro benguk, (3) kombinasi rumput gajah dan flemingia, (4) kombinasi rumput gajah dan kaliandra, (5) kombinasi koro benguk dan flemingia, dan (6) kombinasi koro benguk dan kaliandra. Setiap perlakuan dicoba pada petak-petak percobaan berukuran 240 m2dan diulang tiga kali, sehingga seluruhnya terdapat 18 petak percobaan, ditambah tiga petak kontrol berukuran 100 m2. Luas keseluruhan lahan percobaan 4620 m2.

Hasil penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu lima bulan menunjukkan bahwa biomassa tanaman dengan jumlah terbesar dihasilkan oleh tanaman utama rumput gajah di perlakuan keempat dan tanaman utama koro benguk di perlakuan kelima. Tanaman utama rumput gajah di petak keempat mampu menghasilkan bahan kering sebesar 8.32 ton/ha dalam waktu 18 minggu, sedangkan tanaman utama koro benguk di petak kelima menghasilkan bahan kering sebesar 2.13 ton/ha dalam waktu 18 minggu. Kedua jenis tanaman ini memiliki perbandingan kandungan dan serapan N, P, dan K pada tanaman yang relatif lebih seimbang. Petak keempat memiliki perbandingan kandungan NPK (0.79:0.13:1.47) dan pada petak kelima dengan perbandingan (1.74:0.15:0.76).

Tanaman yang menghasilkan biomassa yang tinggi mampu menyumbangkan sejumlah besar bahan organik pada lahan bekas tambang yang miskin akan bahan organik. Selain itu, kandungan dan serapan hara yang seimbang dalam biomassa tanaman berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara pada lahan tersebut.

(56)

SUMMARY

AJANG CHRISTRIANTO. The Biomass Production by Elephant Grass, Velvet Bean, Red Calliandra and Winged-Slack Flemingia in the Iron Sand Post Mining Area Sub-District Kutoarjo, Purworejo Central Java. Under supervision of GUNAWAN DJAJAKIRANA AND ISKANDAR.

Iron sand as one type of mineral is a great potency in the subdistrict of Kutoarjo, Purworejo district. However, it has been realized that mining activities can not be separated from the effects towards the surroundings environment, especially from the aspect of land degradation. Physically, the land at the site of the iron sand post mining is dominated by the sandy texture. One method of amelioration for sandy soils is by providing organic material. In this research, the organic material was supplied in situ from the elephant grass (Pennisetum purpureum Schumach), velvet bean (Mucuna pruriens), red calliandra (Callian dra calothy rsus) and winged-slack flemingia (Flemingia congesta).

The objectives of this research were to know the amount of biomass produced by each plant type and to find out the quality of plant biomass based on N, P, K absorption parameters in plants.

The plants which had to be tested on each plot were: (1) elephant grass, (2) velvet bean, (3) a combination of elephant grass and winged-slack flemingia, (4) a combination of elephant grass and red calliandra, (5) a combination of velvet bean and winged-slack flemingia, and (6) a combination of velvet bean and red calliandra. Each treatment was tested in experimental plots measuring 240 m2 and were repeated three times, so there were 18 experimental plots, plus three control plots measuring 100 m2. Overall the research area was reaching 4620 m2.

The results from over five months research showed that the biomass of plants with the largest amount was produced by elephant grass at the fourth plant treatment plot and also by velvet bean at the fifth plant treatment plot. The elephant grass at the fourth plot capable of producing dry matter 8.32 tons/ha in 18 weeks, while the velvet bean at the fifth plot produce dry matter 2.13 tons/ha in 18 weeks. Both of these plants had a relatively more balanced ratio of N, P and K contents and uptakes in plants. The NPK ratio of fourth plot was (0.79:0.13:1.47) and the fifth plot was (1.74:0.15:0.76).

Plants that produce high biomass can provide a large amount of organic material in the post mining land which lack of organic material. In addition, the content and balanced nutrients uptake in plant biomass play a role in improving the availability of nutrients in the land.

(57)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, di antaranya yaitu barang tambang yang diperoleh dari kegiatan penambangan. Pasir besi sebagai salah satu barang tambang merupakan potensi besar di wilayah Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Namun disadari kegiatan penambangan tersebut juga menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan sekitarnya, terutama dilihat dari aspek degradasi lahan. Proses penamban gan, khusus nya yang dilakuk an dengan metode penamba ngan terbuka , akan memberi kan dampak secara langsun g terhada p kerusak an lahan dan menurun nya jumlah dan kualita s biota yang yang berada dalam sistem lahan tersebu t. Hal ini terjadi karena berbagai perubah an ekologis di sekitar lokasi tambang , seperti kerusak an tanah, hilangn ya vegetas i, serta perubah an topogra fi dan pola hidrolo gi.

Berbagai upaya reklamasi lahan telah banyak dilakukan untuk mengata si berbaga i dampak dari proses penamban gan. Namun pada kenyataa nnya, usaha reklam asi ini tidak semudah melakuk an proses penamba ngannya sendiri . Berbagai faktor menjadi penentu keberha silan usaha reklamas i lahan bekas tambang , seperti kondisi iklim mikro yang belum sesuai, ke kurangan air untuk penyira man dan kesulit an mendapa tkan bahan -bahan amelior an, khususn ya bahan organik . Oleh sebab itu peneliti an-penelitian yang terkait dengan metode reklam asi yang mudah dan murah perlu diintens ifkan untuk membantu mengata si berbaga i dampak negatif yang ditimbu lkan oleh kegiata n penamb angan.

(58)

sangat porous, dan kemampuannya dalam menyimpan air dan menyediakan unsur-unsur hara untuk kebutuhan tanaman sangat rendah. Salah satu cara amelior asi tanah -tanah berpasi r seperti yang terdapat pada lahan -lahan bekas tambang timah dan tambang pasir besi adalah dengan pemberi an bahan organik . Namun bahan organik tersebu t biasanya didata ngkan dari luar areal reklam asi. Selain mahal karena perlu biaya transp ortasi, keterse diaan bahan organik juga biasanya sangat terbata s. Pada penelit

Gambar

Gambar 4.Berbagai kondisi tanaman rumput gajah umur satu minggu setelah
Gambar 5. Berbagai kondisi tanaman koro benguk menunjukkan gejala defisiensi
Gambar 8. Berbagai kondisi gangguan pertumbuhan pada tanaman koro benguk.
Tabel 5. Kadar dan serapan N rata-rata pada setiap perlakuan tanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

(unit) Luas (m²) % Eksisting Tahun 2008 Arahan Penyediaan Tahun 2028 Jumlah (unit) Standart Kebutuhan RTH.. Secara keseluruhan luasan RTH rencana telah sesuai dengan kondisi

1) Latar belakang pendidikan sudah memenuhi syarat dalam memberikan training motivasi (outbond). Akan tetapi keterampilan trainer dalam memberikan materi outbond

Profitabilitas yang tinggi akan dimanfaatkan oleh pihak manajemen untuk melakukan investasi yang berkaitan dengan aset tetap sebagai salah satu tindakan manajemen

Tujuan dari masing - masing konten kreator dalam membuat konten video di chanel Youtube juga sangat beragam, ada yang menyalurkan hobi dan Youtube sebagai media

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ulat sagu pada pakan buatan terhadap pertumbuhan dan

Christa Melissa Silitonga “Survei Petani Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Tentang Pengendalian Hama Di Kecamatan.. Simanindo, Kabupaten Samosir” di bawah

Lampiran 12 Abnormal Trading Volume Activity Selama Periode Pengamatan. Lampiran 13 One-Sample Statistics Average

Berdasarkan surat perintah tersebut Kelurahan Pulau Karam Kecamatan Sukajadi melaksanakan tugas inventarisasi aset tanah milik pemerintah Kota Pekanbaru dengan