• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Wheat Bran yang Difermentasi Aspergillus niger terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Wheat Bran yang Difermentasi Aspergillus niger terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN WHEAT BRAN YANG

DIFERMENTASI Aspergillus niger TERHADAP

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM

AYAM BROILER

SKRIPSI

ALFI SYARIFAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Alfi Syarifah. D24080277. Pengaruh Penggunaan Wheat Bran yang Difermentasi Aspergillus niger terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler.

Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Wheat bran merupakan hasil samping dari industri penggilingan gandum menjadi tepung terigu yang produksinya tinggi yaitu mencapai 13% dari produksi total atau sekitar 715.000 ton per tahun (Aptindo, 2012). Kandungan protein kasar dan serat kasar pada wheat bran sebesar 16% dan 12% (Leeson dan Summers, 2005). Selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai pakan ternak ruminansia maupun kuda, untuk ternak unggas khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan tertentu sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dihasilkan oleh kapang. Jenis kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan wheat bran yang difermentasi Aspergillus niger (WBF) terhadap nilai energi metabolis ransum ayam broiler. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor ayam broiler strain Arbor Arcres (CP 707) umur 35 hari dengan bobot rata-rata 1089,83 ± 80,22 g/ekor yang diambil dari 192 ekor ayam yang sebelumnya telah dipelihara sejak DOC. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 6 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 1 ekor ayam broiler. Pakan perlakuan yang diberikan adalah R0 (pakan tanpa WB atau WBF), R1 (pakan dengan 15% WB), R2 (pakan dengan 15% WBF), R3 (pakan dengan 20% WBF), R4 (pakan dengan 25% WBF), dan R5 (pakan dengan 30% WBF). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji kontras orthogonal terhadap data yang berbeda nyata (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peubah yang diamati adalah konsumsi energi (KE) (kkal/kg), ekskresi energi (EE) (kkal/kg), energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg), energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg), energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg), dan retensi nitrogen (RN) (%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi nilai rataan konsumsi dan ekskresi energi. Perlakuan sangat nyata (P<0,01) menurunkan energi metabolis (EMS, EMM, EMSn, EMMn). Nilai energi metabolis semu (EMS) perlakuan (R0, R1, R2, R3, R4, R5) berturut-turut adalah 2666,69 kkal/kg; 2345,49 kkal/kg; 2220,98 kkal/kg; 1991,19 kkal/kg; 2029,55 kkal/kg; 2002,9 kkal/kg, mengalami penurunan sebesar 12,04%; 16,71%; 25,33%; 23,89%; dan 24,89%, dibandingkan dengan kontrol. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan wheat bran atau wheat bran fermentasi 15-30% dalam ransum menurunkan nilai energi metabolis ransum ayam broiler.

(3)

ABSTRACT

The Effect of Usage Aspergillus niger Fermented Wheat Bran on Metabolizable Energy of Broiler Diets

A. Syarifah, Y. Retnani, Sumiati

Wheat bran (WB) is a by product of wheat processing industry which is potential as poultry feed ingredient. The problem of using wheat bran as poultry feed was relatively low in available energy and protein, due to high of crude fiber. It necessary to ferment the wheat bran to increase the nutrients availability. The objective of this study was to determine the metabolizable energy of broiler diets contained fermented wheat bran (WBF). The treatment diets were R0 (diet without WB or WBF), R1 (diet contained 15% of WB), R2 (diet contained 15% of WBF), R3 (diet contained 20% of WBF), R4 (diet contained 25% of WBF), and R5 (diet contained 30% of WBF). The diets contained 3150 kcal/kg ME and 20% crude protein according to Leeson and Summers (2005). This research used Completely Randomized Design (CRD) with 6 treatments and 4 replications, was used 30 broilers aged 35 days, 24 broilers were fed the test diets and 6 broilers tasted to measure endogenous energy. The data obtained were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and further tested using orthogonal contrast test toward significantly different data. The research results indicated that the energy consumption and energy excretion was not significantly affected due to the treatments. The treatments significantly decreased (P<0,01) the metabolizable energy (AME, AMEn, TME, TMEn) of 12.04%; 16.71%; 25.33%; 23.89%; and 24.89% compared with control. It is concluded that the usage of unfermented or fermented wheat bran 15-30% decreased the metabolizable energy of broiler diets.

(4)

PENGARUH PENGGUNAAN WHEAT BRAN YANG

DIFERMENTASI Aspergillus niger TERHADAP

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM

AYAM BROILER

ALFI SYARIFAH

D24080277

Skripsi ini merupakan salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul Skripsi :

Nama : Alfi Syarifah

NIM : D24080277

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Yuli Retnani, M. Sc.) (Dr. Ir. Sumiati, M. Sc.) NIP. 19640724 199002 2 001 NIP. 19611017 198603 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat G Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 13 Februari 2013 Tanggal Lulus :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 15 Januari 1990. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Bapak Marian Maryono dan Ibu Darsi. Pendidikan formal penulis dimulai sejak pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Cabe Ilir 04 Tangerang pada tahun 1996 sampai dengan 2002. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan di Madrasah

Tsanawiyah (MTS) Shuffah Hizbullah Al-fatah Cileungsi pada tahun 2005 dan penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2008 di Madrasah Aliyah (MA) Shuffah Hizbullah Al-fatah Lampung Selatan.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) pada tahun 2008 atau angkatan ke-45 dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada tahun 2009. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa IPB (UKM IPB) beladiri Indonesia Karate IPB (INKAI) dan aktif di Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Fakultas Peternakan (FAMM Al An’am). Penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan, sebagai anggota di klub nutrisi ternak unggas Himpunan Profesi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) pada 2009-2010 dan pernah bergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM FAPET) periode 2010-2011 sebagai bendahara umum.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismilllahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbil’aalamiin.

Puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya-Nya serta junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penggunaan Wheat Bran yang Difermentasi Aspergillus niger terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler” dibawah bimbingan Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2012 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan harapan hasil samping dari penggilingan gandum seperti wheat bran dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pakan dalam peternakan ayam broiler. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya serta kemajuan ilmu pengetahuan dan pembangunan peternakan indonesia, Amin.

Bogor, Februari 2013

(8)
(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Kandungan Nutrien Wheat Bran ... 23

Kandungan Nutrien Ransum Penelitian ... 25

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi dan Ekskresi Energi ... 27

Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

UCAPAN TERIMA KASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nutrisi Wheat Bran dan Pollard ... 3

2. Persyaratan Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Periode Starter, Grower, dan Finisher ... 13

3. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian... .. 15

4. Kandungan Wheat Bran (WB) dan Wheat Bran fermentasi (WBF) (100% BK) ... 23

5. Hasil Analisis Kandungan Nutrien Ransum Penelitian ... 26

6. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan (as fed )... 29

7. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan (100% BK) ... 29

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp.) ... 2

2. Skema Proses Pengolahan Gandum ... 4

3. Kapang Aspergillus niger ... 5

4. Mekanisme Kerja Kompleks Enzim Selulase ... 6

5. Skema Penggunaan Energi Pakan pada Unggas ... 10

6. Ayam Penelitian Umur 35 hari ... 14

7. Ransum Penelitian ... 16

8. Kandang Metabolis ... 16

9. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis ... 20

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Anova Konsumsi Energi ... 39 2. Anova Ekskresi Energi ... 39 3. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Retensi Nitrogen …………. .... 39 4. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Energi Metabolis Semu

(EMS) ... 40

5. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Energi Metabolis Murni

(EMM) ... 41

6. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Energi Metabolis Semu

Terkoreksi Nitrogen (EMSn) ... 42

7. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Energi Metabolis Murni

Terkoreksi Nitrogen (EMMn) ... 42 8. Dokumentasi Selama Penelitian …………. ... 43

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi wheat bran berbanding lurus dengan jumlah produksi terigu. Setiap tahun terjadi peningkatan impor gandum di Indonesia. Menurut Aptindo (2012) impor gandum pada tahun 2011 mencapai 5,5 juta ton dan diperkirakan akan mencapai enam juta ton atau meningkat 9% dari realisasi tahun sebelumnya. Hasil samping dari produksi penggilingan gandum menjadi tepung terigu akan dihasilkan produk berupa wheat bran sebesar 13% dari produksi total atau sekitar 715.000 ton per tahun. Jumlah tersebut menjadikan wheat bran memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku pakan.

Wheat bran mempunyai kandungan protein kasar sebesar 16% dan serat kasar

12% (Leeson dan Summers, 2005). Selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Untuk ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil (maksimal 10%) karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar (Leeson dan Summers, 2005). Hal ini dikarenakan unggas hanya sedikit mengeluarkan enzim selulase yang terdapat di sekum.

Sejalan dengan hal tersebut, perlu dilakukan suatu teknik pengolahan tertentu agar ketersediaan nutrien dan penggunaan wheat bran pada unggas meningkat. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dihasilkan oleh kapang. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Jenis kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger. Kapang Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase, dan glukosidase. Proses fermentasi pakan oleh Aspergillus niger menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu pakan, baik dari segi nutrisi maupun daya cernanya.

Tujuan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Wheat Bran

Wheat bran (dedak gandum) merupakan salah satu hasil samping dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu, karakteristik utama wheat bran yaitu memiliki kandungan serat kasar tinggi, kepadatan dan energi metabolis rendah. namun memiliki kandungan protein cukup tinggi dan profil asam amino yang sebanding dengan gandum. Wheat bran memiliki kandungan protein 16% dan energi metabolis 1.580 kkal/kg (Leeson dan Summers, 2005). Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp.) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp.) Sumber : Ikhsanudin (2010)

(15)

3 penggilingan gandum setelah bran dan germnya, Middlings adalah hasil samping utama setelah ekstraksi akhir tepung, middlings diperoleh sewaktu membersihkan dan menentukan kualitas gandum untuk dikonsumsi manusia. Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari flour mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil samping sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa wheat bran sebanyak 13%, pollard sebesar 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis. Komposisi kimia wheat bran dan pollard disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Wheat Bran dan Pollard

Komponen Jumlah

(16)

Gambar 2. Skema Proses Pengolahan Gandum (Ikhsanudin, 2010)

Gandum dari wheat silo

Penghilangan kotoran logam

Penimbangan

Pengkondisian pertama Penghilangan kotoran

Pemisahan berdasarkan berat jenis

Penambahan air pertama

Pengaturan aliran gandum

Penambahan air kedua

Pengkondisian kedua

Penampungan

Pembagian arah dengan spliter

Pengayakan dengan sifter

Ringan masuk ke carter day

Penggilingan pertama Berat masuk ke dry stoner

Tepung Bran

(17)

5 Gandum memiliki kandungan non-starch polysaccharide (NSP) berupa pentosan sebesar 61 g/kg bahan kering (BK) dan β-glucan sebesar 5 g/kg bahan kering (BK). Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat kompleks yang terlihat di endosperm dinding sel dari biji sereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viskositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viskositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrien menurun dan absorpsi menurun. Ada tiga kategori non-starch polysaccharide (NSP), yaitu: oligosakarida pada bungkil kedelai, β-glucan pada barley, dan arabinoxylan (pentosan) pada gandum. Arabinoxylan (pentosan) adalah fraksi non-starch polysaccharide (NSP) dominan dalam bijian bahan baku pakan yang memiliki efek anti nutrisi. Pengaruh negatif dari non-starch polysaccharide (NSP), yaitu: 1) Ekskreta lengket dan kadar air tinggi, sehingga menimbulkan masalah litter, 2) Menurunkan energi tersedia pada unggas, sehingga energi yang dapat dimetabolis menjadi lebih rendah 3) Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan (Leeson, dan Summers, 2001).

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eurotiales, sub-klas Plectomycetidae, klas Ascomycetes, sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota. Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, bulat dan berwarna hitam coklat (Siregar dan Mirwandhono, 2004). Kapang Aspergilus niger disajikan pada Gambar 3.

(18)

Kapang Aspergillus niger bersifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup. Aspergillus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35°C-37°C. pH untuk pertumbuhannya adalah 2,0-8,5 (Siregar dan Mirwandhono, 2004). Kapang Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut di sekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap ke dalam sel, untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase, dan glukosidase. Kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino

(Siregar dan Mirwandhono, 2004).

Selulase merupakan salah satu enzim ekstraseluler, enzim kompleks dari golongan karbohidrase yang terdiri atas tiga tipe enzim yang saling berkaitan, kelompok enzim tersebut adalah endo-1,4-β-glukanase, ekso-1,4-β-glukanase atau

selubiohidrolase, dan β-glukosidase. Kompleks selulase penting dalam proses

biokonversi selulosa menjadi glukosa dengan menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik.

Mekanisme kerja kompleks enzim selulase disajikan pada Gambar 4. Ketiga enzim ini bekerja secara sinergis mendegradasi selulosa dan melepaskan gula reduksi (selobiosa dan glukosa) sebagai produk akhirnya (Fitriani, 2003).

Endoglukanase Eksoglukanase β-glukosidase Selulosa selulosa reaktif selobiosa glukosa

Gambar 4. Mekanisme Kerja Kompleks Enzim Selulase Sumber : Fitriani (2003)

Fermentasi dengan Aspergillus niger

(19)

7 fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2. Perubahan bahan kering

dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme (bakteri asam laktat), proses dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais, 2008).

Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair (Siregar dan Mirwandhono, 2004). Keuntungan fermentasi dengan menggunakan medium padat antara lain: 1) Tidak memerlukan tambahan lain kecuali air, 2) Persiapan inokulum lebih sederhana, 3) Dapat menghasilkan produk dengan kepekatan tinggi, 4) Kontrol terhadap kontaminan lebih mudah, 5) Kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah, 6) Produktifitas tinggi, 7) Aerasi optimum, 8) Tidak diperlukan kontrol terhadap pH maupun suhu yang teliti (Siregar dan Mirwandhono, 2004). Kelemahan fermentasi medium padat yaitu tidak cocok untuk proses kultur bakteri karena membutuhkan air yang lebih banyak.

Salah satu fermentasi substrat padat yang sering dilakukan adalah menggunakan kapang Aspergillus niger. Proses Fermentasi substrat padat dengan Aspergillus niger dilakukan dalam dua tahap, yaitu: 1) Aerobik, pertumbuhannya

(20)

menghasilkan enzim selulase sumber nitrogen yang optimal adalah urea, c) Aerasi, berfungsi untuk mempertahankan kondisi aerobik untuk desorbsi CO2, mengatur

temperatur substrat, dan mengatur kadar air, d) Derajat Keasaman (pH), derajat keasaman substrat sangat penting untuk pertumbuhan kapang, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya kapang tumbuh pada pH di bawah 7, e) Temperatur inkubasi, berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, kapang dapat dikelompokkan sebagai kapang psikrofil, mesofil, dan termofil, hal tersebut berpengaruh pada temperatur inkubasi yang bervariasi, f) Waktu fermentasi, pada awal fermentasi aktivitas enzim masih sangat rendah. Aktivitas enzim akan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi dan menurun pada hari ke-10. Hal ini mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme yang mengalami beberapa fase pertumbuhan yaitu fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Temperatur 31oC aktivitas tertinggi diperoleh setelah hari ke-4 fermentasi, akan tetapi pada hari ke-6 mengalami penurunan aktivitas enzim dan pada hari ke-8 mengalami kenaikan kembali, g) Kelembaban, merupakan faktor penting dalam proses sistem fermentasi padat karena variabel ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme, biosintesis, dan sekresi enzim. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan Aspergillus niger adalah 85% dengan nilai activity of water (Aw) sebesar 0,85 (Gandjar, 2006).

(21)

9 persentase bobot illeum yang paling baik diantara semua perlakuan. Menurut Ariestya (2012), pemberian wheat bran fermentasi dalam ransum sampai taraf 15% memberikan performa dan konversi pakan yang paling baik diantara semua perlakuan. Hasil penelitian Merlina (2012), fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger dapat menurunkan bahan kering, lemak kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dari 56,49% menjadi 49,40%; 48,99%; dan 49,02%, serta dapat meningkatkan kadar abu, serat kasar dan protein kasar dari 17,04% menjadi 20,69%; 20,81%; dan 21,06%.

Energi Metabolis

Energi dibutuhkan untuk semua proses faali pada hewan, seperti pergerakan, pernafasan, peredaran darah, reproduksi dan sebagainya. Lingkup sains fisik, energi ditujukan secara umum untuk melakukan kerja atau kegiatan apapun yang dapat dikonversikan menjadi kerja (Leeson dan Summers, 2001). Energi dimanifestasikan dalam berbagai bentuk: (1) Mekanikal atau kerja, (2) Panas, (3) Listrik, (4) Cahaya, (5) Nuklir, dan (6) Molekuler. Kerja adalah satu-satunya dari beberapa kegunaan energi dalam biologi, yang khusus terjadi pada hewan (Leeson dan Summers, 2001).

Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaan, tetapi pada unggas energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta. Hal ini dikarenakan feses dan urin dari unggas menyatu (NRC, 1994). Nilai energi bahan pakan atau ransum dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto. Energi bahan pakan atau ransum sebagian dapat diserap oleh tubuh ayam, tetapi sebagian hilang melalui feses dan urin (Leeson dan Summers, 2001).

(22)

Sistem energi metabolis, tidak seluruhnya energi yang terdapat dalam ekskreta berasal dari pakan, namun juga menunjukkan energi yang terdapat dari sel-sel usus, hormon, enzim dan urin endogenus yang ada dalam ekskreta unggas. Jika kehilangan energi non-pakan ini diukur dan jumlahnya diturunkan dari Apparent Metabolizable Energy (AME), maka True Metabolizable Energy (TME) dapat diturunkan. TME tidak dipengaruhi oleh asupan pakan, sedangkan AME akan menurun drastis pada saat asupan pakan sangat rendah. Saat asupan pakan rendah, energi metabolis feses dan urin endogenus dapat diasumsikan menyumbang energi ekskreta dalam jumlah besar (Leeson dan Summers, 2001). Skema penggunaan energi pakan pada unggas disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema Penggunaan Energi Pakan pada Unggas (Leeson dan Summers, 2001)

Energi Bruto

Energi dalam Feses Energi dapat dicerna

Energi dalam Urin Energi Metabolis Semu Energi Metabolis Murni

Terkoreksi Energi Endogenous

Energi Neto (Produksi) Panas dari Metabolisme

(Heat Increament)

Untuk hidup pokok - Metabolisme basal - Aktivitas

- Mengatur panas tubuh

Untuk produksi - Telur

(23)

11 Pengukuran energi endogenus dalam pengukuran EM dilakukan untuk memperhitungkan energi yang dikeluarkan asal metabolis feses (fecal metabolic) dan air seni endogenus (urine endogenous) yaitu energi asal jaringan alat pencernaan, mikroba dan sisa-sisa proses metabolisme. Hal ini terbukti bahwa ayam yang dipuasakan masih mengeluarkan ekskreta yang mengandung energi atau zat makanan yang dapat dimanfaatkan tubuh (Amrullah, 2004). Nilai energi metabolis bahan makanan umumnya dibakukan pada keadaan neraca nitrogen sama dengan 0. Hal ini dilakukan untuk memperkecil ragam nilai yang diperoleh karena tiap bahan makanan atau ransum mempunyai retensi nitrogen yang beraneka ragam. Nilai energi metabolis yang dipakai dalam ransum, dikoreksi terhadap retensi nitrogen. Besarnya koreksi adalah 8,22 kkal per gram nitrogen yang diretensi. Nitrogen yang diretensi adalah selisih antara nitrogen yang masuk dengan nitrogen yang keluar dalam ekskreta. Nilai energi metabolis yang telah dikoreksi ini diberi singkatan EMn atau dalam literatur asing bersimbol AMEn (Apparent Metabolizable Energy = AME). Dengan demikian nilai EMn lebih kecil dari nilai EM (Amrullah, 2004).

Menurut McDonald et al. (2002), dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah retensi nitrogen karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dan protein kasar sangat bervariasi. Menurut Wahju (2004), tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis ransum tidak selalu diikuti oleh peningkatan retensi nitrogen. Meningkatnya konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen tetapi tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah.

Ayam Broiler

(24)

Ayam adalah vertebrata berdarah panas dengan tingkat metabolisme tinggi.

Anak ayam umur sehari (DOC – Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39°C dan

suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 sampai ayam tersebut

mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara

40,6°C – 40,7°C, berikut adalah taksonomi zoologi ayam menurut Suprijatna et al.

(2005), kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Aves, ordo

Galliformes, genus Gallus, spesies Gallus domesticus.

Menurut Amrullah (2004), ayam broiler sangat cepat tumbuh, pada minggu

keempat ayam broiler sudah mencapai bobot 0,8–1,0 kg/ekor bahkan dapat lebih.

Bobot hidup ini dapat menghasilkan karkas sebanyak 0,7 ons. Ayam broiler

umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Ayam broiler CP 707 produksi PT.Charoen Pokphand, memiliki standar performa mingguan pada minggu kelima mencapai bobot 2,0 kg (Charoen Pokphand Indonesia, 2011).

Keunggulan ayam broiler didukung oleh sifat genetiknya, ayam broiler memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga untuk produksi optimal ayam tersebut harus memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah yang mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula ransum yang diberikan (Wahju, 2004).

Strain adalah kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan

oleh breeder farm untuk tujuan ekonomis tertentu (Suprijatna et al., 2005). Adapun

jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di pasaran adalah : Super 77, Tegel 70,

ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro,

Pilch, Yabro, Goto, Cobb, Arbor Arcres, Tatum, Indianriver, Hybro, Cornish,

Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N,

Sussex, Bromo (Pramudyati dan Effendy, 2009).

(25)

13 lingkungan dan pemeliharaan, laju pertumbuhan broiler yang optimum dalam selang umur 3-7 minggu, berlangsung pada suhu 20oC - 24oC. Suhu 28oC adalah suhu kritis atas yang jika suhu lingkungan melebihi batas ini akan menyebabkan angka sakit dan kematian akan meningkat, sedangkan pertumbuhan akan menurun (Amrullah, 2004).

Menurut Wahju (2004), ransum ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh, selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Tabel kebutuhan zat makanan yang dikemukakan Leeson dan Summers (2005) dapat dijadikan acuan penyusunan formulasi ransum unggas yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Kebutuhan nutrisi ayam broiler periode starter, grower, dan finisher dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Periode Starter, Grower dan Finisher

Komponen Satuan Starter Grower Finisher (0-18 hari) (19-30 hari) (31-41 hari)

(26)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu selama bulan Januari–Maret 2012. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan ransum dilakukan di Pabrik Pakan Indofeed, Bogor. Analisis bahan kering, protein kasar dan serat kasar dilakukan di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor (PAU), sedangkan analisis proksimat ransum dan energi bruto dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Ternak

Ternak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor ayam broiler strain Arbor Arcres (CP 707) umur 35 hari dengan bobot rata-rata 1089,83 ± 80,22 g/ekor yang diambil dari 192 ekor ayam yang sebelumnya telah dipelihara sejak DOC. Ternak percobaan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Ayam Penelitian Umur 35 hari

Ransum

Ransum perlakuan yang digunakan merupakan ransum periode finisher yang disusun berdasarkan Leeson dan Summers (2005) dengan kandungan energi metabolis 3150 kkal/kg dan protein 20%. Ransum ini menggunakan bahan baku: jagung kuning, bungkil kedelai, wheat bran (WB) dan wheat bran fermentasi (WBF), DL-Methionin, premix, meat bone meal (MBM), corn gluten meal (CGM), crude palm oil (CPO), dicalsium phospate (DCP), calcium carbonate (CaCO3).

(27)

15 Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Bahan Pakan R0 R1 R2 R3 R4 R5

Jagung kuning (%) 63,4 48,5 51,0 48,3 44,5 40,7 Bungkil kedelai (%) 22,6 19,3 19,0 15,7 14,2 11,9 Corn Gluten Meal (%) 3,0 3,4 3,0 3,0 3,0 3,1 Meat Bone Meal (%) 6,0 6,0 4,0 4,5 4,0 4,2 Crude Palm Oil (%) 3,0 5,8 5,5 6,0 6,7 7,4 Dicalsium Phospate (%) 1,0 1,2 1,2 1,2 1,3 1,4 Calcium Carbonate (%) 0,3 0,2 0,6 0,5 0,5 0,5 Premik (%) 0,5 0,35 0,3 0,4 0,4 0,3 Dl-Methionin (%) 0,2 0,25 0,4 0,4 0,4 0,5 Wheat Bran (%) - 15,0 - - - - Wheat Bran Fermentasi (%) - - 15,0 20,0 25,0 30,0

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Kandungan nutrien ransum penelitian berdasarkan perhitungan :

Bahan Kering (%) 89,62 89,90 89,97 90,10 90,20 90,34 Energi Metabolis (kkal/kg) 3150,00 3150,28 3158,49 3153,48 3152,58 3150,88

(28)

Ransum perlakuan yang diberikan (Gambar 7), yaitu :

R0 : Pakan yang tidak mengandung wheat bran atau wheat bran fermentasi R1 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran

R2 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran fermentasi R3 : Pakan yang mengandung 20% wheat bran fermentasi R4 : Pakan yang mengandung 25% wheat bran fermentasi R5 : Pakan yang mengandung 30% wheat bran fermentasi

Gambar 7. Ransum Penelitian

Kandang

Ayam broiler dipelihara di dalam 30 unit kandang metabolis yang berukuran 35 cm x 35 cm x 40 cm. Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan tempat penampung ekskreta. Kandang metabolis yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 8.

(29)

17

Bahan dan Peralatan Lain

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah wheat bran, starter Aspergillus niger, tauge, agar, aquadest, alkohol 70%, dan larutan H2SO4 0,01%.

Peralatan lain yang digunakan adalah tabung reaksi, cawan petri, gelas piala, label, spidol, kantung plastik tahan panas, plastik klip, saringan, sendok, loyang, panci, nampan, kompor, kapas, mortar, timbangan digital, tissue, sprayer, alumunium foil, rak penyimpanan, lemari inkubasi, oven 60oC, freezer, dan autoclave.

Metode Penelitian

Perbanyakan Kultur Murni

Kultur murni Aspergillus niger pada penelitian ini berasal dari Institut Pertanian Bogor-Culture College (IPB-CC), yang selanjutnya akan dilakukan penyegaran kapang dengan media ekstrak tauge agar (ETA). Pembuatan media ETA diperoleh dengan cara merebus 200 g tauge ke dalam 1 liter aquades selama 3 jam. Setelah itu disaring dan ditetapkan menjadi 1 liter. Sebanyak 200 ml ekstrak tauge diambil dan ditambahkan 4 g agar dan 12 g gula, kemudian didinginkan sampai suhu 55oC. Media didistribusikan dalam tabung reaksi dengan volume 5 ml, setelah itu ditutup dengan kapas dan alumunium foil, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC. Selanjutnya media dimiringkan selama 24 jam hingga padat dan diperoleh media agar miring. Penyegaran kapang dilakukan dengan cara mengambil satu ose dari biakan murni agar Aspergillus niger dan digoreskan pada agar miring, hal tersebut dilakukan didekat api bunsen agar tidak terkontaminasi. Selanjutnya diinkubasi tiga hari pada suhu kamar 24-30oC (Hadioetomo, 1993).

Pembuatan Starter

(30)

Fermentasi Wheat Bran

Wheat bran yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Indofood Riset Nugraha. Wheat bran terlebih dahulu dilakukan fermentasi dengan 0,4% starter Aspergillus niger dari jumlah bahan yang akan difermentasi. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam kantung plastik, lalu dilubangi agar tercipta keadaan aerob, dan diinkubasi selama enam hari pada suhu kamar 24-30oC. Setelah enam hari, wheat bran fermentasi selanjutnya dikeringkan menggunakan oven 60oC selama dua hari dan digiling halus (Hadioetomo, 1993).

Pembuatan Ransum

Wheat bran (WB) atau wheat bran fermentasi (WBF) yang sudah halus dicampur dengan bahan pakan lainnya menggunakan mixer hingga homogen. Campuran pakan ini dimasukkan kedalam mesin pellet. Pellet yang baru keluar diangin-anginkan terlebih dahulu, lalu dipecah lagi kedalam bentuk crumble, kemudian disimpan dalam kantong plastik yang telah diberi tanda sesuai dengan perlakuan.

Persiapan Kandang dan Peralatan

Sebelum penelitian dimulai, kandang metabolis dan peralatan pendukung lainnya dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu menggunakan desinfektan dengan 10% larutan chlorine, hal ini bertujuan agar ayam tidak terinfeksi bibit penyakit dari lingkungan percobaan sebelumnya. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

Masa Adaptasi Ayam

Sebelum ayam ditempatkan pada kandang metabolis, ayam terlebih dahulu ditimbang untuk diukur bobot badannya. Hal ini bertujuan untuk mengukur bobot badan ayam sebelum perlakuan. Ayam kemudian dipelihara seperti biasa pada kandang metabolis selama 24 jam untuk proses adaptasi lingkungan.

Masa Puasa Ayam

(31)

19

Pelaksanaan Percobaan

Sebanyak 30 ekor ayam ditimbang untuk mengetahui bobot ayam setelah pemuasaan, selanjutnya 24 ekor ayam diberi pakan sebanyak 100 gram/ekor/hari selama empat hari masa perlakuan, sementara 6 ekor ayam dipuasakan kembali selama 24 jam untuk mengukur energi dan nitrogen endogenous dalam ekskreta, namun air minum diberikan ad libitum (Farrell, 1978). Pengumpulan ekskreta dari 24 ekor ayam dilakukan setiap 24 jam sekali selama lima hari masa perlakuan. Pengumpulan ekskreta endogenous dari 6 ekor ayam dilakukan satu kali setelah dipuasakan selama 48 jam. Selama koleksi, ekskreta disemprot dengan larutan H2SO4 konsentrasi rendah (0,01 N) setiap 2-3 jam sekali agar nitrogen terikat dan

tidak menguap. Sampel ekskreta yang diperoleh disimpan dalam freezer -4oC selama 24 jam untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme. Skema metode pengukuran energi metabolis disajikan pada Gambar 9.

Analisis Ekskreta

Ekskreta yang sudah beku dikeluarkan dari freezer dan dithawing, kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 48 jam. Ekskreta yang sudah dioven, dihaluskan dan dipisahkan dari bulu. Selanjutnya sampel kering tersebut digunakan untuk dianalisis kandungan energi bruto, protein kasar, dan bahan kering.

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 1 ekor ayam broiler. Dengan menggunakan model matematik sebagai berikut :

Xij = μ + τi + εij Keterangan :

Xij = Perlakuan pengolahan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Error (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

(32)

Gambar 9. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis Thawing ekskreta

Penimbangan ekskreta

Analisis ฀ Energi bruto

฀ Protein kasar ฀ Bahan kering

Dihaluskan

Perhitungan Energi metabolis

Pengambilan secara acak ayam broiler (30 ekor)

Penimbangan ekskreta

Pengeringan dalam oven 60oC ± 48 jam Pemeliharaan 192 ekor ayam (0-35 hari)

Diadaptasikan 24 jam

24 ekor ayam diberi pakan perlakuan (100 gram/ekor/hari selama 4 hari)

6 ekor ayam dipuasakan lagi selama 24 jam untuk mengukur nitrogen dan energi endogenous

Dipuasakan 24 jam

Pengumpulan ekskreta setelah 48 jam Pengumpulan ekskreta (selama 5 hari)

Penyimpanan dalam freezer -4oC ± 24 jam

(33)

21

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi energi (KE) (kkal/kg) dan ekskresi energi (EE) (kkal/kg), retensi nitrogen (RN) (%), energi metabolis (EM) (kkal/kg) yang meliputi energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg), energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg), energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg).

Konsumsi pakan. Konsumsi pakan didapatkan dengan mengurangi antara jumlah ransum yang diberikan per harinya dengan jumlah sisa ransum di hari berikutnya, dengan perhitungan sebagai berikut:

Konsumsi Pakan (g) = Jumlah ransum yang diberikan (g) - Jumlah ransum sisa (g)

Konsumsi energi. Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah bahan pakan perlakuan yang dikonsumsi dengan kandungan energinya, dengan perhitungan sebagai berikut:

Konsumsi Energi (kkal) = Konsumsi ransum (g) x Energi bruto ransum (kkal/g)

Ekskresi energi. Ekskresi energi diperoleh dengan mengalikan berat ekskreta setelah dikeringkan dalam oven 60°C dengan kandungan energinya, dengan perhitungan sebagai berikut:

Ekskresi Energi (kkal) = Berat ekskreta (g) x Energi bruto ekskreta (kkal/g)

Retensi nitrogen. Retensi nitrogen dalam satuan gram diperoleh dengan cara mengurangi jumlah konsumsi nitrogen dengan hasil ekskresi nitrogen yang telah dikoreksi dengan N endogenous yang diperoleh dari koleksi ekskreta pada lima ekor ayam yang dipuasakan dari ransum. Retensi nitrogen dalam satuan persen diperoleh dengan membagi antara retensi nitrogen (%) dengan konsumsi nitrogen, dengan perhitungan sebagai berikut:

Retensi N (g) = Konsumsi N (g) - [Ekskresi N (g) - Ekskresi N endogenous (g)] Retensi N (%) = Retensi N (g) x 100%

(34)

Energi metabolis. Energi Metabolis (EM) diperoleh dengan mengurangi kandungan energi bruto ransum dengan energi bruto eksreta, yang meliputi energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn), dengan perhitungan sebagai berikut:

Energi Metabolis Semu (EMS)

Energi Metabolis Murni (EMM)

EMS terkoreksi N (EMSn)

EMM terkoreksi N (EMMn)

Keterangan:

X = Jumlah ransum yang dikonsumsi (g) EBp = Energi bruto ransum (kkal/g)

Y = Berat ekskreta (g)

EBe = Energi bruto ekskreta (kkal/g) Z = Berat ekskreta endogenous (g)

Ebk = Energi bruto ekskreta endogenous (kkal/g) RN = Retensi nitrogen (g)

EMS (kkal/kg) = ( X x EBp) – (Y x EBe) X 1000

X

EMM (kkal/kg) = ( X x EBp) – [(Y x EBe) – (Z- Ebk)] X 1000 X

EMSn (kkal/kg) = ( X x EBp) – [(Y x EBe) + (8,22 x RN)] X 1000 X

(35)

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien Wheat Bran

Hasil analisis proksimat dan energi bruto bahan baku wheat bran (WB) dan wheat bran fermentasi (WBF) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Wheat Bran (WB) dan Wheat Bran Fermentasi (WBF)

Komponen WB* WBF*

Energi Bruto (kkal/kg) 4528,56 4923,58

Keterangan : *100% BK, Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2012).

Tabel 4. menunjukkan bahwa pengolahan fermentasi menggunakan Aspergillus niger pada wheat bran dapat merubah komposisi wheat bran. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi perombakan terhadap bahan-bahan penyusun media yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Perombakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan bahan kering. Wheat bran tanpa fermentasi mempunyai bahan kering (88,77%) lebih tinggi dibandingkan wheat bran fermentasi (80,06%). Perubahan ini dikarenakan adanya penyusutan bahan kering selama proses fermentasi. Perubahan bahan kering wheat bran setelah proses fermentasi diduga karena pertumbuhan Aspergillus niger yang baik, hal ini mengindikasikan nutrisi yang terkandung dalam bahan kering wheat bran dirombak oleh Aspergillus niger untuk mendapatkan energi yang cukup bagi pertumbuhannya. Perubahan bahan kering juga terkait dengan perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolis (Gervais, 2008).

(36)

abu wheat bran fermentasi disebabkan karena banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan perubahan persentase bahan organik substrat. Bahan organik hasil fermentasi mengalami penurunan dari 94,08% menjadi 91,77%. Hal ini disebabkan karena bahan organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak dimanfaatkan oleh kapang untuk keperluan pertumbuhan dan pembentukan massa sel.

Kandungan protein kasar wheat bran fermentasi (20,81%) lebih tinggi dibandingkan kandungan protein kasar wheat bran tanpa fermentasi (17,04%). Peningkatan kandungan protein kasar dari wheat bran fermentasi terjadi karena proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan asal yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel kapang yang mempunyai kandungan protein yang tinggi (Soeharsono, 2001). Proses fermentasi menggunakan kapang akan merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang yang diduga dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Menurut Noferdiman et al. (2008), peningkatan kandungan protein sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tubuh kapang (jamur) terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim urease yang dihasilkan oleh kapang (jamur) juga merupakan protein.

Kandungan serat kasar wheat bran fermentasi (20,98%) lebih tinggi dari wheat bran tanpa fermentasi (16,83%). Hal ini disebabkan pada hari ke-6 proses fermentasi, populasi kapang diduga mengalami penurunan aktivitas enzim selulase disebabkan pertumbuhan kapang telah mencapai fase kematian, dimana biomassa kapang yang mati lebih banyak dari yang tumbuh. Kapang Aspergillus niger melewati fase adaptasi dimulai pada jam ke-8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24, dilanjutkan dengan fase stasioner pada jam ke 40-100. Setelah diatas jam ke-100 terjadi fase kematian (Gandjar, 2006). Lama waktu inkubasi berpengaruh terhadap perbedaan komposisi produk fermentasi yang disebabkan oleh kesempatan Aspergillus niger untuk melakukan fermentasi, hal ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono et al. (2006), bahwa fermentasi menggunakan Aspergillus niger selama dua sampai empat hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi enam hari serat kasar kembali mengalami peningkatan.

(37)

25 dengan pertumbuhan kapang Aspergillus niger. Selama proses fermentasi, kapang Aspergillus niger memanfaatkan karbohidrat dan lemak substrat untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. BETN merupakan karbohidrat mudah larut yang akan terlebih dahulu dimanfaatkan oleh kapang Aspergillus niger sebagai energi untuk pertumbuhannya, sehingga BETN akan mengalami penurunan setelah proses fermentasi dilakukan oleh kapang. Hal ini sesuai dengan penelitian Merlina (2012), bahwa setelah proses fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger sebanyak 0,2%; 0,4%; dan 0,6%, kandungan nutrien wheat bran mengalami penurunan BETN dari 56,49% menjadi 49,40%; 48,99%; dan 49,02%.

Kandungan energi bruto wheat bran fermentasi (4923,58 kkal/kg) lebih tinggi dari kandungan energi bruto wheat bran tanpa fermentasi (4528,56 kkal/kg). Peningkatan kandungan energi bruto wheat bran fermentasi erat kaitannya dengan proses fermentasi itu sendiri. Hal ini sesuai menurut Londra (2007), proses fermentasi, selain dapat meningkatkan kandungan protein kasar, nilai energi bruto juga meningkat. Energi bruto dapat berasal dari protein, karbohidrat dan lemak (Anggorodi, 1995). Meningkatnya kandungan energi bruto diduga karena tingginya kandungan protein kasar. Hal ini menyebabkan ketika wheat bran difermentasi dan kemudian dianalisis menggunakan bomb calorimeter, pembakaran yang dihasilkan akan besar, maka nilai energi bruto yang terukur akan tinggi. Energi bruto pakan yaitu sejumlah panas yang dihasilkan saat pakan terbakar seluruhnya oleh oksigen sehingga dapat terukur oleh bomb calorimeter (Leeson dan Summers, 2001). Faktor lain yang dapat meningkatkan energi bruto adalah dihasilkannya vitamin B selama proses fermentasi. Bahan makanan yang mengandung vitamin B akan mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi. Hal ini sesuai menurut Murugesan et al. (2005), bahwa produk fermentasi menghasilkan vitamin B seperti B1, B2, dan B12, serta

lebih palatabel jika dibandingkan produk asalnya karena mempunyai flavour yang lebih disukai.

Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

(38)

Tabel 5. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dalam as fed Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2012). R0 : Pakan yang tidak mengandung wheat bran atau wheat bran fermentasi, R1 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran, R2 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran

fermentasi, R3 : Pakan yang mengandung 20% wheat bran fermentasi, R4 : Pakan yang mengandung 25% wheat bran fermentasi, R5 : Pakan yang mengandung 30% wheat bran fermentasi

Hasil analisis protein kasar dan lemak kasar lebih rendah dari hasil perhitungan, sebaliknya hasil analisis serat kasar lebih tinggi dari hasil perhitungan berdasarkan Leeson dan Summers (2005). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kualitas bahan baku pada saat perhitungan dengan bahan baku yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian. Penggantian sebagian ransum kontrol dengan wheat bran atau wheat bran fermentasi dapat mengubah komposisi ransum. Kandungan serat kasar dan energi bruto secara umum mengalami peningkatan dari R0 sampai R5, hal ini disebabkan kandungan serat kasar pada wheat bran (16,83% BK) dan wheat bran fermentasi (20,98% BK), sehingga jika wheat bran atau wheat bran fermentasi persentasenya meningkat dalam ransum maka akan meningkatkan kandungan serat kasar ransum.

(39)

27 perlakuan berkisar antara 2769–2928 kkal/kg, nilai tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan 70% dari energi bruto. Menurut Leeson dan Summers (2005), energi metabolis yang dibutuhkan ternak unggas pada masa grower-finisher yaitu 3150 kkal/kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data hasil analisis laboratorium, penambahan presentase wheat bran (WB) atau wheat bran fermentasi (WBF) dalam ransum meningkatkan nilai energi bruto pakan perlakuan dari R0, R1, R2, R3, R4, R5 namun belum memenuhi kebutuhan energi metabolis ternak unggas pada masa grower-finisher sesuai dengan standar Leeson dan Summers (2005).

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi dan Ekskresi Energi

Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya dan akan berhenti makan apabila kebutuhan energi telah terpenuhi. Namun, energi dalam ransum tidak dapat dimetabolis seluruhnya oleh ayam, karena sebagian akan dibuang melalui ekskreta. Menurut Leeson dan Summers (2005), konsumsi energi berpengaruh terhadap pertumbuhan. Data rataan konsumsi dan ekskresi energi disajikan pada Gambar 10. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai konsumsi energi dari semua perlakuan lebih besar dari nilai ekskresi energi. Hal ini menunjukkan ada energi dari wheat bran yang dimetabolis ayam guna menjalankan fungsi tubuh untuk memperlancar reaksi-reaksi sintesis dalam tubuh.

1396 ± 53,62

Konsumsi Energi (kkal)Konsumsi Energi (kkal) Eksresi Energi (kkal)Ekskresi Energi (kkal)

(40)

Penggunaan wheat bran (WB) atau wheat bran fermentasi (WBF) dalam ransum berdasarkan analisis diperoleh bahwa perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap rataan konsumsi dan ekskresi energi. Ayam broiler yang mendapat perlakuan ransum tanpa WB atau WBF dan ransum yang mengandung 15% wheat bran (WB) memberikan respon yang sama dengan ayam yang mendapat perlakuan ransum yang mengandung wheat bran fermentasi (WBF) dengan taraf 15% sampai 30%.

Nilai konsumsi energi pada R0 sampai R5 yang terlihat pada Gambar 10 cenderung mengalami penurunan berturut-turut dengan presentase mulai dari 81,81%; 71,74%; 67,13%; 61,34%; 62,12%; dan 61,53%. Sebaliknya nilai ekskresi energi cenderung mengalami peningkatan berturut-turut dengan presentase mulai dari 18,19%; 28,26%; 32,87%; 38,66%; 37,88%; dan 38,47%. Hal ini diduga karena kandungan serat kasar ransum perlakuan yang semakin tinggi, kandungan serat kasar ransum perlakuan R0, R1, R2, R3, R4, R5 berturut-turut adalah 3,34%; 3,81%; 5,90%; 6,21%; 7,16%; dan 8,94%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002), bahwa kecernaan bahan makanan erat kaitannya dengan komposisi dan jumlah fraksi serat. Bahan makanan yang mengandung serat tinggi kurang dapat dicerna oleh unggas. Hal ini dikarenakan unggas hanya sedikit mengeluarkan enzim selulase yang terdapat di sekum.

(41)

29

Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Energi Metabolis

Energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, diperoleh rataan nilai energi metabolis ransum perlakuan yang meliputi energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) seperti yang disajikan pada Tabel 6 (as fed) dan Tabel 7 (100% BK).

Tabel 6. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam as fed

Sampel EMS (kkal/kg) EMM (kkal/kg) EMSn (kkal/kg) EMMn (kkal/kg)

R0 2666,69 ± 22,02a 2811,99 ± 17,84 a 2427,65 ± 23,39 a 2572,95 ± 19,42 a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). R0 : Pakan yang tidak mengandung wheat bran atau wheat bran

fermentasi, R1 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran, R2 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran fermentasi, R3 : Pakan yang mengandung 20% wheat

bran fermentasi, R4 : Pakan yang mengandung 25% wheat bran fermentasi, R5 : Pakan

yang mengandung 30% wheat bran fermentasi

Tabel 7. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam 100% BK

Sampel EMS (kkal/kg) EMM (kkal/kg) EMSn (kkal/kg) EMMn (kkal/kg)

R0 3069,04 ± 23,35a 3236,26 ± 20,53a 2793,93 ± 26,92a 2961,15 ± 22,35a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). R0 : Pakan yang tidak mengandung wheat bran atau wheat bran

fermentasi, R1 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran, R2 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran fermentasi, R3 : Pakan yang mengandung 20% wheat

bran fermentasi, R4 : Pakan yang mengandung 25% wheat bran fermentasi, R5 : Pakan

(42)

Nilai perhitungan energi metabolis dalam ransum berdasarkan standar NRC (1994) dihitung dalam as fed sedangkan energi metabolis hasil penelitian dihitung dalam 100% bahan kering (BK). Hal ini dikarenakan, untuk koreksi terhadap kadar air dalam feses yang bervariasi. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa penggunaan 15% WB atau 15% WBF, 20% WBF, 25% WBF, dan 30% WBF dalam ransum sangat nyata (P<0,01) menurunkan energi metabolis sebesar 12,04%; 16,71%; 25,33%; 23,89%; dan 24,89% dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan 15% WB atau 15% sampai 30% WBF dalam ransum sangat nyata menurunkan nilai energi metabolis ransum ayam broiler. Hal ini diduga karena kandungan zat makanan dalam ransum perlakuan mempunyai daya cerna yang rendah, karena banyak komponen yang sukar dicerna akibat dari proses fermentasi wheat bran oleh Aspergillus niger, yang secara proporsional mengalami perubahan nutrisi yaitu meningkatnya kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan serat kasar ransum, maka semakin rendah energi metabolis. Hal ini sesuai menurut Prabowo et al. (2002), perbedaan energi metabolis disebabkan oleh perbedaan kandungan protein kasar dan serat kasar antar perlakuan. Semakin tinggi protein kasar atau semakin rendah serat kasar, maka semakin tinggi energi metabolis. Sebaliknya semakin rendah protein kasar atau semakin tinggi serat kasar, maka semakin rendah energi metabolis. Selain pengaruh dari tingginya kandungan serat kasar, tingginya kandungan arabinoxylan (pentosan) pada gandum diduga memiliki efek negatif pada kecernaan pakan. Hal ini disebabkan karena arabinoxylan adalah fraksi non-starch polysaccharide (NSP) dominan dalam bijian bahan baku pakan yang memiliki efek anti nutrisi. Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viskositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viskositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrien menurun dan absorpsi menurun. Pengaruh negatif dari non-starch polysaccharide (NSP) yaitu menurunkan energi tersedia pada unggas, sehingga energi yang dapat dimetabolis menjadi lebih rendah (Leeson, dan Summers, 2001). Pengaruh yang sangat nyata pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan menurunkan nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn.

(43)

31 kkal/kg. Nilai EMM yang diperoleh lebih tinggi dari nilai EMS. Hal ini karena dalam menghitung EMM memperhitungkan nilai ekskreta endogenous yang merupakan energi asal jaringan alat pencernaan, sisa-sisa proses metabolisme dan cairan empedu yang dikeluarkan melalui feses (Sibbald dan Wolynetz, 1985).

Nilai EMSn perlakuan berkisar antara 1826,31-2427,65 dan nilai EMMn berkisar antara 2040,65-2572,95. Nilai EMSn dan EMMn lebih kecil dari nilai EMS dan EMM. Hal ini disebabkan energi metabolis dikoreksi terhadap retensi nitrogen dengan tujuan untuk memperkecil ragam nilai yang diperoleh, karena tiap bahan makanan atau ransum mempunyai retensi nitrogen yang beraneka ragam.

Menurut Mcdonald et al. (2002), bahwa dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto sangat bervariasi. Nilai retensi nitrogen diperoleh dari selisih antara nitrogen yang dikonsumsi ayam dikurangi nilai nitrogen dalam ekskreta. Rataan nilai konsumsi, ekskresi dan retensi nitrogen yang diperoleh dari hasil analisis dan perhitungan terhadap ransum dan ekskreta disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan

Perlakuan Konsumsi N Ekskresi N Retensi N Retensi N Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata (P<0,01). R0 : Pakan yang tidak mengandung wheat bran atau wheat bran

fermentasi, R1 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran, R2 : Pakan yang mengandung 15% wheat bran fermentasi, R3 : Pakan yang mengandung 20% wheat

bran fermentasi, R4 : Pakan yang mengandung 25% wheat bran fermentasi, R5 : Pakan

yang mengandung 30% wheat bran fermentasi

(44)

ragam, penggunaan berbagai level wheat bran dan wheat bran fermentasi dalam ransum memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap retensi nitrogen.

Nitrogen yang diretensi ini menggambarkan efisiensi penggunaan protein pada ayam pedaging. Menurut Wahju (2004), efisiensi protein yang diretensi oleh ayam broiler adalah 67% dari protein ransum yang dikonsumsi. Jadi hanya 67% yang diretensi untuk pertumbuhan jaringan per hari, pertumbuhan bulu dan penggantian nitrogen endogenous yang hilang. Nilai retensi nitrogen R0, R1, R2 terlihat efisiensi penggunaan protein dari ransum perlakuan menunjukkan protein yang tercerna lebih banyak. Hal ini membuktikan bahwa ransum mengandung WBF sampai level 15% menunjukkan respon positif pada ayam pedaging terhadap besaran nitrogen yang diretensi. Retensi nitrogen bernilai positif artinya bahwa tubuh ayam mampu menyerap nitrogen sehingga ayam tersebut mendapatkan pertambahan bobot badan karena tenunan ototnya bertambah. Semakin tinggi nilai retensi nitrogen terkoreksi, maka semakin banyak nitrogen yang dapat disimpan untuk digunakan oleh ternak unggas. Menurut Wahju (2004), retensi nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya daya cerna, kualitas protein, dan imbangan zat-zat makanan dalam ransum. Bila kualitas protein rendah, atau salah satu asam aminonya kurang maka retensi nitrogen akan rendah.

(45)

33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengolahan wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger sebesar 0,4% belum mampu meningkatkan kualitas nutrisi dari wheat bran. Penggunaan wheat bran atau wheat bran fermentasi 15-30% dalam ransum menurunkan nilai energi metabolis ransum ayam broiler.

Saran

(46)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirramanirrahim, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat, lindungan serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan untuk kedua orang tuaku tercinta Abi Marian Maryono dan Ummi Darsi, serta Kakak saya Akhun Muhmilhaq, S.Pd. dan Adik saya Tala Adila yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, nasehat, serta dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Agama Republik Indonesia (KEMENAG-RI) atas bantuan moril dan materil sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sebagaimana harapan penulis.

Terimakasih saya haturkan kepada Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc sebagai dosen pembimbing anggota, yang telah memberikan pengarahan, saran dan motivasi kepada penulis selama penelitian berlangsung dan penulisan skripsi, serta kepada Ir. Widya Hermana, M.Si selaku panitia seminar. Ucapan terima kasih kepada Dr.Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc. Agr, dan Dr. Epi Taufik. S.Pt, MVPH, M.Si, serta Ibu Dilla Mareistia Fassah, S.Pt, M.Sc sebagai dosen penguji sidang atas saran-saran yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua dosen yang telah bersedia membagikan ilmu dan pengalamannya selama penulis menempuh studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan teruntuk Adi Putra Daulay yang

telah memberikan do’a, perhatian dan motivasi berharga bagi penulis dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat seperjuanganku Ira, Tamada, Suci, Dona, Ima, Mia, Ida, Wulan, Anisah, Lilis, Egun, Mba Yati, CSS Patriot 45, dan Genetic 45 atas dukungan, kerjasama dan kebersamaan selama ini dan seterusnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pegawai Lab. Nutrisi Unggas, Ibu Lanjarsih dan Mas Mul. Terimakasih juga kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas partisipasinya dalam penelitian dan penyusunan skripsi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya, Amin.

Bogor, Februari 2013

(47)

35

DAFTAR PUSTAKA

Aguskrisno. 2012. Peranan bakteri asam laktat dan cendawan Aspergillus niger dalam pengolahan fermentasi kacang kedelai. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/. [15 Oktober 2012]

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Aptindo. 2012. Bisnis Makanan Berbahan Tepung. Ed ke-24. Majalah Ide Bisnis.

Jakarta.

Ariestya, I. S. 2012. Penggunaan dedak gandum (wheat bran) yang difermentasi Aspergillus niger sebagai bahan pakan untuk menghasilkan daging ayam sehat rendah kolesterol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Penelitian Tanaman Pangan Bali. 2002. Pengolahan Limbah Kakao untuk Pakan. Kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, Bali.

Charoen Pokphan Indonesia. 2011. Manual Manajemen Broiler CP 707. PT. Charoen Pokphan Indonesia. Tbk, Jakarta.

Farida, W. S., K. K. Wardhani, A. S. Tjakradidjaja, & D. Diapari. 2008. Konsumsi dan penggunaan pakan pada tarsisius (Tarsisius Bancanus) betina di penangkaran. J. Biodiversitas 9(2) : 148-151.

Farrell, D. J. 1978. Rapid determination of metabolizale energy of foods using cockerels. Poult. Sci., 19 : 303-308.

Fitriani, E. 2003. Aktivitas enzim karboksimetil selulase Bacillus pumilus galus 55 pada berbagai suhu inkubasi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gandjar. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Gervais. P. 2008. Water Relation in Solid State Fermentation. In: A. Pandey, C. R. Soccol, & C. Larroche (Eds). Current Developments in Solid-state Fermentation. Asiatech Publisher Inc., New Delhi.

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hidayat, N., C. P. Masdiana & S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta. Ikhsanudin, A. 2010. Proses produksi tepung terigu.Laporan Magang di PT. Indofood

Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills Divisi Tanjung Priok, Jakarta Utara. http://eprints.uns.ac.id.pdf. [15 Oktober 2012]

Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran, Bandung.

(48)

Leeson, S. & J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University of Books, Guelph.

Londra, I. M. 2007. Pakan ternak bermutu dari limbah mete. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29 (5) : 9-11.

Mattjik, A. A. & M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh & C. A. Morgan. 2002. Animal

Nutrition. 6th Edition. Longmann Singapore Publishers (Pte) Ltd., Singapore. Merlina, S. 2012. Perubahan kandungan nutrient wheat bran yang difermentasi

menggunakan level starter Aspergillus niger yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mirwandhono, E., I. Bachari, & D. Situmorang. 2006. Uji nilai nutrisi kulit ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger. J. Agribisnis, Vol. 2, No. 3, Hal: 91-95.

Murugesan, G. S., M. Sathishkumar, & K. Swarninathan. 2005. Suplementation of waste tea fungal biomass as dietary ingredient for broiler chicken. Bioresource Technol. 96: 1743-1748.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington D. C.

Noferdiman, Y. Rizal, Mirzah, Y.Heryandi, & Y. Marlida. 2008. Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen pada proses biodegradasi substrat lumpur sawit oleh jamur Phanerochaete chrysosporium. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan XI (4) :175-178.

Prabowo, A., Zuprizal, & T. Yuwanto. 2002. Evaluasi kandungan nutrien, energi metabolis, kecernaan protein invitro, kelarutan dan berat molekul protein serta kandungan asam amino eceng gondok. J. Agrosains 15(1) : 99-110.

Pramudyati, S. & J. Effendy. 2009. Beternak Ayam Ras. Palembang: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Palembang.

Putri,T.P., B.A. Bagus & A. Fitri. 2009. Efek fermentasi berbagai jenis mikro’organisme terhadap kompleks onggok-urea-zeolit. Laporan akhir program kreativitas mahasiswa. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ramli, N., R.A. Haryodi & D.G Dinata. 2005. Evaluasi kualitas nutrien dedak gandum hasil olahan enzim yang diproduksi Aspergillus niger dan Trichoderma viride pada ransum ayam broiler. Med. Pet. 28 : 124 -129.

(49)

37 Siregar, Z. & E. Mirwandhono. 2004. Evaluasi pemanfaatan bungkil inti sawit yang difermentasi Aspergillus niger hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi mineral Zn dalam ransum ayam pedaging. Fakultas Pertanian, Unversitas Sumatera Utara, Medan.

Soeharsono. 2001. Pendayagunaan limbah industri tempe sebagai bahan pakan lokal melalui proses fermentasi dan gelatinisasi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, & R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tamada, L.L. 2012. Pengaruh pemberian dedak gandum kasar (wheat bran) fermentasi dalam ransum terhadap persentase potongan komersial dan organ dalam ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(50)

Gambar

Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp.)
Tabel 1. Komposisi Kimia Wheat Bran dan Pollard
Gambar 2. Skema Proses Pengolahan Gandum
Gambar 5. Skema Penggunaan Energi Pakan pada Unggas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan karir mempunyai pengaruh yang positif terhadap prestasi kerja, artinya apabila dengan adanya program pembinaan kariryang

Dengan memperhatikan sebaran 6 mahasiswa yang mengalami peningkatan kemampuan berpikir generik kategori tinggi, yang terdiri dari 3 mahasiswa kelompok prestasi tinggi, 2

kecil dengan diameter mulai dari 0,1 hingga 1,0 mm), partikel keras ( shot ) diterapkan pada kecepatan tinggi ke permukaan... Pecahnya masa pakai t r adalah total waktu

Apakah Bapak/ibu mangalami kesulitan dalam mengelola dan mengajarkan pelajaran matematika bagi peserta didik yang notabene

adalah metode ilmiah yang digunakan untuk memahami suatu fenomena yang berhubungan dengan akuntansi / masalah dengan menggunakan data (sampel atau.. populasi), baik analisa

Sebagai contohnya, Program Sejarah di dalam Pusat Pengajian yang sama juga menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan bidang sains politik seperti Sejarah Hubungan Luar

Setelah melakukan analisis persimpangan dengan beberapa alternatif oleh perangkat lunak VISSIM tersebut, maka kedua simpang dibuat menjadi simpang

Dengan memperhatikan absis sebagai penyelesaian persamaan kuadrat, kemungkinan- kemungikan grafik dapat dirinci sebagai berikut