• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh sektor salah satunya juga sektor jasa dan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Berdirinya rumah sakit yang bertaraf internasional di Indonesia merupakan pemicu bagi pengelola rumah sakit Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Selain itu, kemudahan akses informasi pada era teknologi informasi yang berkembang saat ini menjadikan pasien memiliki pengetahuan yang lebih luas dan akibatnya menuntut penyedia pelayanan kesehatan prima dalam melakukan pelayanan terhadap pasien.

(2)

atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman, sehingga mengecewakan konsumen, dan pada akhirnya “mati” karena kehilangan pasar atau tutup karena ditolak oleh masyarakat dan lingkungannya.

(3)

Apabila pelayanan kesehatan ingin memberikan perbaikan yang diharapkan, maka harus belajar dan berkembang, serta mendukung sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan sering dinilai memiliki kompleksitas yang tinggi. Rumah sakit mengelola perubahan terus menerus dari berbagai jenis, yaitu; perubahan dalam hubungan antara praktisi medis dan paramedis kepada pasien mereka atau klien, perubahan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran ataupun keperawatan serta penunjang medis, perubahan sifat tenaga kerja seperti peran-peran baru serta pergeseran tanggung jawab dalam tim klinis. Selain itu pada rumah sakit terdapat cara yang sangat variatif oleh masing-masing karakter sumber daya manusia di rumah sakit dalam menyelesaikan tugas ataupun masalah medis sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh praktisi.

Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia yang merupakan aset utama rumah sakit yang memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan secara sinergis oleh tenaga medis (dokter), paramedis (perawat dan bidan), serta non medis (manajemen, penunjang medis dan administratif). Tenaga medis dan paramedis secara langsung berinteraksi dengan pasien dalam melaksanakan tanggung jawabnya, begitu juga dengan beberapa bagian administratif (seperti front liner).

(4)

pelayanan rawat jalan, pelayanan Medical Check Up juga mengalami penurunan jumlah pasien yang konsisten selama 5 tahun terakhir. Selain itu juga jumlah nilai indikator pelayanan rawat inap Bed Occupation Rate (BOR) belum pernah mencapai nilai ideal yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 60%-85%, seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Pelayanan Kesehatan RS Sentra Medika Depok Tahun 2006 s.d. 2010

JENIS PELAYANAN

JUMLAH PASIEN TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

Rawat Jalan

-Poliklinik 46.820 47.090 44.881 42.142 43.755

-Medical Check Up

587 375 244 189 161

Rawat Inap

-BOR (%) 44 46 40 47 38,1

Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya melakukan tindakan untuk mengantisipasi dan penyesuaian khususnya pencegahan timbulnya komplain dari pasien ataupun pengunjung yang saat ini masih diperoleh oleh RS Sentra Medika pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan, kecepatan pelayanan, menu makanan, serta kedatangan dokter yang tidak sesuai jadwal praktek. Idealnya prioritas sebuah organisasi bisnis adalah mempertahankan pelanggannya, maka RS Sentra Medika perlu mengelola segala potensi yang ada dan sumber daya yang dimiliki untuk dapat melakukan pembelajaran yang berkesinambungan sehingga dapat mendukung upaya terbentuknya organisasi pembelajar dan perlu diaplikasikan secara tepat, bersamaan, dan berkelanjutan.

(5)

1.2. Rumusan Masalah

Banyaknya pesaing dibidang pelayanan kesehatan mengharuskan RS Sentra Medika Depok untuk terus bertahan dan tertantang agar lebih maju serta berkembang. RS Sentra Medika Depok memiliki berbagai pelayanan seperti rumah sakit pada umumnya yaitu Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Penunjang Medis. Selama 5 tahun terakhir, jumlah pasien pada pelayanan tersebut dinilai fluktuatif dan cenderung menurun, khususnya pada pelayanan Medical Check Up. Disisi lain, Medical Check Up seharusnya menjadi produk andalan rumah sakit yang berada di wilayah industrial. Selain itu masih terdapat komplain oleh pasien atau pengunjung kepada RS Sentra Medika Depok pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan lingkungan rumah sakit, kecepatan pelayanan, menu makanan pasien rawat inap, serta keterlambatan praktek dokter. Salah satu upaya pembelajaran sebenarnya telah dilakukan dengan upaya pengembangan fasilitas dan teknologi yang diterapkan oleh RS Sentra Medika Depok sesuai dengan visinya yaitu menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut diharapkan agar rumah sakit lain dapat merujuk karena keterbatasan alat dan fasilitas yang mereka miliki. Akan tetapi nilai Bed Occupation Rate (BOR) RS Sentra Medika Depok belum juga memperoleh nilai yang ideal.

RS. Sentra Medika Depok sebagai organisasi pelayanan kesehatan pada umumnya yang padat karya, padat modal, padat pakar, padat teknologi, dan padat masalah, diharapkan dapat memberikan pelayanan optimal dengan mengedepankan proses pembelajaran dengan mengacu pada model sistem organisasi pembelajar. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok terhadap penerapan organisasi pembelajar ?

2. Bagaimana penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini ?

(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika terhadap penerapan Organisasi Pembelajar

2. Menganalisis penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini

3. Merumuskan alternatif strategi RS Sentra medika untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk 1. Bagi Perusahaan

Memperoleh informasi mengenai organisasi pembelajaran di RS Sentra Medika, sehingga dapat meningkatkan peran organisasi pembelajar dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan performance RS Sentra Medika dilingkungan bisnis pelayanan kesehatan.

2. Bagi peneliti

Sebagai bahan penerapan pengetahuan perkuliahan yang telah dijalani. Selain itu juga untuk membantu perusahaan untuk mengidentifikasi penerapan organisasi pembelajar untuk dapat meningkatkan kinerja pelayanan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan referensi untuk peneliti dibidang yang sama untuk penelitian yang sama ataupun penelitian lanjutan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(7)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Organisasi

Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu.

Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.

2.2 Pengertian Pembelajaran (Learning)

Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran.

Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982) Discovery

Invention Production

(8)

2.3 Pengertian Organisasi Pembelajar ( Learning Organization)

Sejak publikasi buku “the fifth discipline” oleh Senge (1990), konsep Learning Organization dipromosikan sebagai cara untuk mentransformasikan organisasi menjadi organisasi pembelajar dalam menghadapi tantangan masa depan. Beberapa organisasi modern telah maju dalam peningkatan kinerjanya melalui organisasi pembelajaran (Learning organization). Berbagai definisi dari learning organization, di antaranya adalah Pedler et al., dalam Dale mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri, sedangkan Lundberg dalam Dale menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.

Menurut Pedler et al. suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:

1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan

stakeholder lain yang signifikan

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus

Watkins dan Marsick (Anggraeni, 2006) mendefinisikan Learning Organization sebagai organisasi yang bercirikan pembelajaran berkelanjutan untuk pengembangan yang berkesinambungan dan dengan kapasitasnya untuk berubah.

(9)

Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar terkini adalah yang bisa memanfaatkan pengumpulan kepintaran sumber daya manusia di tingkat individu, kelompok dan level sistem. Kemampuan tersebut disertai dengan peningkatan status organisasi, teknologi, pengelolaan pengetahuan, dan pemberdayaan orng/manusia.

Secara umum, organsasi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi memfasilitasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan berpikir dan bertindak serta pengembangan pengetahuan sehingga dapat merespon beragam perubahan yang muncul.

2.4 Karakteristik Learning Organization

Marquardt (2002), mengungkapkan bahwa pada kondisi saat ini, pembelajaran di organisasi mendatangkan bentuk pembelajaran yang baru dengan cara berikut ini:

1. Berbasis kinerja dan terkait dengan tujuan bisnis

2. Menekankan pentingnya proses belajar atau belajar bagaimana cara belajar

3. Kemampuan untuk mendefinisikan pembelajaran merupakan hal yang sama pentingnya dengan menemukan jawaban dari pertanyaan yang spesifik

4. Peluang besar organisasi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

5. Pembelajaran adalah bagian dari pekerjaan seluruh anggota organisasi Megginson dan Pedler (Ginting, 2004) memberikan sebuah panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

1. Strategi pembelajaran

(10)

3. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia)

4. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan)

5. Pertukaran internal 6. Kelenturan penghargaan

7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan 8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan 9. Pembelajaran antar perusahaan

10.Suasana belajar

11.Pengembangan diri bagi semua orang

Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam learning organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku, dan sistem.

2.5 Konsep Learning Organization

Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu:

1. M encipt akan kesem pat an belajar yang t erus m enerus (cont inous learning), yait u m enggam barkan usaha organisasi dalam m encipt akan kesem pat an learning berkesinam bungan unt uk seluruh anggot anya

2. M endukung Inquiry dan dialog, yait u usaha organisasi dalam m em bangun budaya “ m em pert anyakan, um pan balik dan m elakukan percobaan

(11)

4. M em berikan kew enangan kepada karyaw an m elalui visi bersam a (empow erment), yang diart ikan dengan proses organisasi unt uk m em bangun dan m ensosialisasikan visi bersam a dan m endapatkan um pan balik dari anggot anya t ent ang kesenjangan ant ara keadaan saat ini dengan visi yang baru

5. M enyusun sist em unt uk m engakom odasi dan m enyebarkan learning

(embedded sist em), yait u m enandakan usaha organisasi unt uk m enerapkan suat u sist em guna m enam pung dan m enyebarkan learning

6. M enghubungkan organisasi dengan lingkungannya (syst em connect ion) yang m em perlihat kan pemikiran global dan t indakan-t indakan yang dilakukan unt uk m enghubungkan organisasi dengan lingkungan ekst ernal dan int ernalnya

7. M enyediakan kepem im pinan st rat egik unt uk learning (st rat egic leadership), m em perlihat kan sejauh mana pem im pin berpikir secara st rat egis t ent ang bagaim ana m em anfaat kan learning unt uk m enciptakan perubahan dan m em baw a organisasi ke t ujuan / pasar baru.

(12)

kerjasama, sehingga mampu untuk berbagi visi, knowledge, untuk disinergikan dan ditransformasikan menjadi intellectual capital. Pembelajaran organisasi dicapai melalui riset dan pengembangan, evaluasi dan perbaikan siklus, ide dan input dari karyawan dan pelanggan, berbagai praktik terbaik dan benchmark.

Neffe (dikutip dari Anggraeini, 2006) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam Learning organization, yaitu:

a. The Learning Process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.

b. Knowledge Acquisition or Generation. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation

c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris, Schon dan Pawlowsky.

d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi. e. Organizational Knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas

penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions.

Disisi lain, Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi pembelajaran (Learning Organization) yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental Models, Shared Vision, Team Learning, dan Sistem Thinking.

Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan

(13)

manusia, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

Hal serupa diungkapkan oleh Marquardt (2002) mengenai dimensi pada subsistem learning pada model sistem Learning Organization dan menambahkan satu dimensi yaitu dialog. Dalam mewujudkan proses pembelajaran (Learning) pada organisasi pembelajar, diperlukan enam dimensi didalamnya yaitu; sistem berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, serta dialog. Secara menyeluruh, Marquardt (2002) menjelaskan bahwa untuk mentransformasikan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar, maka setiap individu ataupun sebuah organisasi harus menggabungkan lima subsistem yang ada dalam model sistem organisasi pembelajar seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002) Gambar tersebut menunjukan bahwa irisan matematis pada model sistem organisasi pembelajaran tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dari model sistem dan harus terjadi pada seluruh subsistem lainnya yaitu subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan

Transformasi Organisasi

Manusia

Pengetahuan Teknologi

(14)

manusia ataupun organisasi. Kelima subsistem tersebut saling berhubungan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu subsistem tidak dimiliki atau lemah, maka subsistem lainnya akan terganggu secara signifikan.

2.5.1 Subsistem Pembelajaran (Learning)

Subsistem pembelajaran adalah inti dari organisasi pembelajar. Berada pada tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pembelajaran yang krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan keahlian kritis dalam pembelajaran yang terorganisasi.

Subsistem pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002) untuk membangun subsistem pembelajaran dibutuhkan beberapa hal, yaitu:

1. Tingkatan Belajar

Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi (sangkala, 2007).

a. Pembelajaran tingkat individu, pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan, wawasan, pengetahuan, sikap, dan

Pembelajaran

Tipe:

1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Action Tingkatan:

1. Individual 2. Grup 3. Organisasi

Keahlian:

(15)

nilai-nilai yang diperoleh pembelajaran yang mandiri, petunjuk berbasis teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990), organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemampuan untuk belajar, namun jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Sebaliknya, apabila individu memiliki keinginan untuk belajar maka akan tercipta organisasi pembelajar. Hal ini membuktikan bahwa peranan pembelajaran individu sangat penting bagi pembentukan organisasi pembelajar. Karena itu organisasi pembelajar sebaiknya senantiasa memberikan ruang inovasi dan kreatifitas melalui berbagai percakapan dan pengambilan tindakan nyata. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Marquard dan Kaipa (dikutip dari Sangkala, 2007), bahwa kreativitas akan muncul jika karyawan diberikan ruang “kebebasan” untuk berpikir, menantang “wisdom”, dan berpikir dengan cara baru.

b. Pembelajaran tingkat kelompok atau tim, mencakup usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi-kompetensi yang dicapai oleh dan didalam kelompok itu sendiri. Pembelajaran tim dapat terlaksana melalui berbagai upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang berbeda kedalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi. c. Pembelajaran tingkat organisasi, mewakili upaya peningkatan

intelektual dan prokduktivitas melalui komitmen dan peluang untuk upaya perbaikan yang berkesinambungan diseluruh organisasi. Pembelajaran tingkat organisasi juga merupakan keseluruhan dari pembelajaran individu dan organisasi, sehingga menghasilkan pengetahuan keseluruhan dalam organisasi.

2. Tipe Pembelajaran

(16)

a. Pembelajaran adaptif, terjadi ketika organisasi merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengubah tindakan di masa depan. Bagi tipe pembelajaran ini, masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk dapat menentukan langkah-langkah yang lebih baik di masa depan.

b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses memperoleh pengetahuan dari cara pandang kedepan melalui pendekatan yang merubah pandangan menjadi tindakan dan untuk refleksi.

c. Pembelajaran tindakan, merupakan pembelajaran yang melibatkan pemecahan permasalahan yang nyata dan fokus kepada perolehan pengetahuan dan benar-benar menerapkan solusi.

3. Keahlian Pembelajaran

Senge (1990) menjelaskan bahwa dimensi organisasi pembelajar adalah visi bersama, model mental, tim pembelajaran, individu yang ahli dibidangnya, berpikir sistem. Marquardt (2002) menambahkan satu dimensi lagi yaitu dialog untuk membentuk subsistem pembelajaran yang membentuk organisasi pembelajar.

a. Berpikir Sistem

Berpikir sistem mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek kehidupan organsiasi seperti misi dan strategi, struktur, kultur dan praktik manajerial. Berpikir sistem merupakan bagian dari pemimpin, manajer, dan karyawan yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan tindakannya lebih fokus pada pengintegrasian bagian atau divisi yang berbeda kearah memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, serta meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.

b. Model Mental

(17)

penyaring selama keputusan dibuat. Model mental berperan mendukung organisasi pembelajaran dengan membantu setiap karyawan memahami setiap peristiwa yang tampak acak.

c. Individual yang Ahli dibidangnya

Hal ini menjadi pra syarat yang penting sebagai bagian dari asset organisasi yang sangat strategis. Keahlian dan keterampilan individu dapat diperoleh dari pendidikan, aktivitas pembelajaran formal, informal, dan pengalaman kerja.

d. Pembelajaran Tim

Pembelajaran tim ini membantu proses komunikasi dan kerja sama, menggiring kearah sinergi dan rasa saling menghormati diantara anggota. Anggota tim akan dapat memperluas wawasannya. Pembelajaran tim ini dipandang sebagai interaksi dan sekaligus refleksi dari suatu tindakan.

e. Visi Bersama

Merupakan landasan untama organisasi pembelajar karena menggambarkan perspektif bersama anggota organisasi termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasinya. Pimpinan, manajer, dan karyawan memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, bagi karyawan maupun organisasi.

f. Dialog

Merupakan intensitas, komunikasi tingkat tinggi yang berdasar pada kebebasan, kreatifitas, eksplorasi timbal balik, saling mendengarkan satu sama lain, dan menanggukan pandangan diri. Dengan menerapkan disiplin dialog ini, dapat dipelajari pola-pola interaksi tim yang dapat menguatkan atau melemahkan pembelajaran.

2.5.2 Subsistem Transformasi Organisasi (Organization)

(18)

kupu-kupu. Struktur dan stragegi organisasi harus mengalami perubahan secara dramatis sebelum terbentuk menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Dalam mengembangkan organisasi dalam bentuk yang baru, organisasi harus mengatur kembali organisasi tesebut dengan fokus pada empat dimensi subsistem transformasi organisasi, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002) Pada gambar diatas dijelaskan bahwa tujuan dan desain organisasi pada masing-masing dimensi subsistem transformasi organisasi harus berubah yang semula fokus kepada pekerjaan dan produktivitas, menjadi fokus secara bersama kepada pembelajaran dan pengembangan organisasi.

1. Visi (Vision), hal utama dan langkah paling penting untuk menjadi organisasi pembelajar adalah penanaman fondasi yang kuat dengan membangun visi bersama mengenai pembelajaran. Visi mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh organisasi (sangkala, 2007). Visi organisasi pembelajar mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mencapai sasaran masa depan yang diinginkan, membangun keinginan organisasi, serta

Organisasi Visi

Budaya

(19)

terus menerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Budaya (Culture), seperti sebuah bangsa yang memiliki bermacam-macam budaya, organisasi memiliki berbagai kepercayaan, cara berpikir, dan tindakan yang diwujudkan oleh simbol-simbol, adat-istiadat, kebiasaan, ideologi, dan nilai-nilai. Sifat dari pembelajaran dan sikap yang terjadi di organisasi ditentukan secara signifikan oleh budaya organisasi. Budaya pembelajar mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreatifitas, tim kerja, perbaikan yang kontinyu, dan manajemen diri. Organisasi pembelajar memberikan iklim yang mendukung fasilitasi pembelajaran serta hadiah (reward) bagi personil dan tim yang melakukan pembelajaran dengan baik. 3. Strategi (strategy), kekuatan dan pengaruh strategi dapat mempercepat

dan mengaktifkan sebuah organisasi untuk merubah dirinya menjadi organisasi pembelajar dengan mendorong dan memaksimalkan pembelajaran yang diperlukan, penyebaran dan pemanfaatan oleh seluruh departemen, tindakan dan inisiatif organisasi.

4. Struktur (Structure), menurut sangkala (2007), struktur organisasi mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi pembelajar menunjukan struktur yang sederhana yang meminimalkan pemisahan antara orang dengan proses, sambil memaksimalkan kontak, alur informasi, dan kolaborasi diantara individu dan tim.

Untuk memeprcepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi transformasi organisasi untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Melakukan dialog untuk mengembangkan visi pada organisasi pembelajar

2. Adanya dukungan dari manajemen tingkat atas untuk mewujudkan organisasi pembelajar dan proyek pemenang pembelajar

3. Menciptakan iklim perusahaan untuk pembelajaran yang berkelanjutan

(20)

5. Mengakui dan menghargai pembelajaran individu dan tim

6. Menjadikan pembelajaran menjadi bagian dari seluruh kebijakan prosedural

7. Membuat unit percontohan untuk menjalankan proyek pembelajaran 8. Menggunakan ukuran finansial dan non finansial dalam menentukan

aktivitas pembelajaran

9. Menciptakan waktu, ruang dan lingkungan fisik untuk pembelajaran 10. Membuat keinginan untuk belajar pada setiap waktu dan lokasi 2.5.3 Subsistem Pemberdayaan dan Pengaktifan Orang / Manusia (People)

Manville (dikutip dari Marquardt, 2002) menyatakan bahwa penjelasan strategis telah bergeser dari “mengelola pengetahuan” menjadi “mengelola orang dengan pengetahuan” serta memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mutu yang tinggi. Pertumbuhan, inovasi, dan ciri khas organisasi pembelajar diperoleh dari kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya manusia. Subsistem ini memiliki enam komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002) Sebagai kontribusi kepada organisasi pembelajar, masing-masing dari komponen ini harus diberdayakan dan diaktifkan. Jika mereka diberdayakan namun tidak diaktifkan maka mereka hanya akan memiliki sumber daya yang diperlukan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk memberdayakan mereka secara efektif. Komponen yang diaktifkan namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan yang

Orang / Manusia

Karyawan

Konsumen

Rekan Kerja dan Aliansi Suplier dan

Vendor Masyarakat

(21)

diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya (Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut diberikan kesempatan untuk belajar.

Para manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang professional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana mestinya.

Masing-masing komponen tersebut dapat diberdayakan dan aktif dalam pelaksanaan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Para manajer melaksanakan tugas untuk tugas-tugas pelatihan, penasehatan, dan permodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka.

2. Para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan dan risiko, dan memecahkan masalah. Organisasi sebaiknya memperlakukan karyawan sebagai karyawan yang dewasa dengan kapasitas untuk belajar, mempunyai keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, memiliki tanggung jawab serta menyukai penghargaan. Jika karyawan diindikasikan sebagai pembelajar, maka mereka perlu diberikan kebebasan serta dorongan dari organisasi. 3. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan, menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan pembelajaran organisasi. Organisasi pembelajar mengakui bahwa pelanggan bisa menjadi ladang yang subur atas informasi dan ide-ide yang terkait erat dengan sistem dan strategi organisasi pembelajar. 4. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap

(22)

jaringan bisnis, tidak hanya mengacu kepada karyawan dan pelanggan saja.

5. Para partner aliansi / mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan pengetahuan.

6. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan dan menerima pembelajaran.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pemberdayaan manusia untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Membuat kebijakan yang menghargai personil yang belajar

2. Membentuk tim kerja yang memiliki otonomi mengatur dirinya sendiri

3. Memberi karyawan wewenang untuk belajar

4. Mendorong pimpinan untuk menjadi model pembelajaran

5. Melibatkan pimpinan dalam melakukan proses pembelajaran dan pengerjaan proyek-proyek, misalnya dengan mendorong ide penyelesaian masalah tanpa diminta, menanggapi ide dan usulan karyawan, membina dan menghargai pembelajaran

6. Menyeimbangkan kebutuhan individu dengan organisasi sehingga akan mendorong menjadi pembelajar yang lebih baik dan karyawan yang lebih produktif

7. Mendorong dan menyingkatkan partisipasi pelanggan dalam organisasi pembelajar

8. Menyiapkan kesempatan belajar bagi masyarakat

9. Membangun hubungan belajar dengan suppliers dan vendors

10. Memaksimalkan pembelajaran dari mitra aliansi dan mitra kerjasama

2.5.4 Subsistem Pengetahuan (knowledge)

(23)

asset perusahaan lainnya”. Dunia kerja saat ini, pengetahuan terlihat sebagai sumberdaya primer untuk kinerja dalam sebuah organisasi. Perusahaan memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk memperbaiki produk dan jasa dengan demikian dapat memberikan keuntungan bagi klien dan konsumen. Subsistem pengetahuan memiliki 6 dimensi seperti gambar berikut ini:

Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002)

Enam dimensi tersebut merupakan sebuah proses perolehan pengetahuan dari sumber awal hingga siap digunakan. Organisasi belajar secara efektif dan efisien ketika keenam proses ini berjalan dengan baik dan interaktif.

1. Akuisisi (penguasaan), berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi.

2. Penciptaan, melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah

3. Penyimpanan, merupakan suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun.

4. Analisis dan penggalian data, merupakan cara untuk menganalisis dan menggali data. Cara manual memiliki keterbatasan dalam menganalisis data dengan jumlah (volume) yang meningkat dalam jumlah besar, oleh karena itu proses penggalian data (data mining)

Pengetahuan

Penciptaan

Penyimpanan

Analisis dan Penggalian data Transfer dan

Penyebaran Aplikasi dan

(24)

dilakukan. Salah satu contoh alat untuk melakukan penggalian data tersebut adalah Data Mind dan IBM’s Intellegent Miner yang sangat membantu untuk menganalisis data. Penggalian data ini digunakan oleh organisasi yang sedang mempersiapkan pertumbuhannya.

5. Transfer dan penyebaran, termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota organisasi.

6. Aplikasi dan pengesahan, teknologi memungkinkan pengaplikasian pengetahuan organisasi secara optimal. Sebuah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memelihara konsumennya melalui pengenalan dan membantu pemecahan masalah adalah contoh yang baik dari pengaplikasian dan pengesahan pengetahuan.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Menciptakan kesadaran bagi semua akan pentingnya mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan

2. Menangkap kemungkinan untuk mendapat pengetahuan dari luar secara sistematik

3. Mengatur kegiatan pembelajaran seperti forum-forum dimana pengetahuan dapat dibagi-bagi, misalnya dengan mengadakan simposium dan internal benchmarking

4. Mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir maupun belajar, misalnya dengan menghargai usaha yang imaginatif dan beresiko, mengadakan workshop mengenai kreatifitas dan penggunaan cara berpikir dengan otak sebelah kanan, mendorong penemuan banyak ide untuk mencapat satu ide yang terbaik, mendorong dan menghargai inovasi dan penemuan 5. Mengajari karyawan untuk menyimpan dan mencari kembali

(25)

6. Mendorong pencampuran tim dan perputaran pekerjaan untuk memaksimalisasi penyebaran pengetahuan

7. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan nilai dan kebutuhan pembelajaran

8. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan

9. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pembelajaran

10.Merubah pembelajaran "dalam kelas" kepada pemanfaatan belajar disertai pekerjaan (on-the-job)

2.5.5Subsistem Teknologi (Technology)

Subsistem yang kelima adalah subsistem teknologi yang terdiri dari dimensi pengelolaan pengetahuan dan peningkatan pembelajaran. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 7. Subsistem Teknologi (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002), masing-masing dimensi tersebut memiliki peran untuk mendukung organisasi pembelajaran, seperti berikut:

1. Teknologi untuk mengelola pengetahuan, meliputi teknologi berbasis komputer untuk mengumpulkan, pengkodean, memproses, penyimpanan, transfer dan penggunaan data antara mesin, orang-orang, dan organisasi

2. Teknologi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran, melalui video, audio, dan training multimedia berbasis komputerisasi

Teknologi

Peningkatan Pembelajaran Pengelolaan

(26)

untuk membawakan dan membagikan pengetahuan dan kemampuan dimanapun dan kapanpun.

Tanpa kelima subsistem tersebut, organisasi hanya akan memiliki sebagian apresiasi dari proses dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mentransformasikan sebuah organisasi yang dalam keadaan belum belajar menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Mendorong dan mengajari seluruh karyawan dalam memanfaatkan informasi teknologi

2. Mengembangkan penggunaan multimedia dan pembelajaran yang menggunakan teknologi

3. Menciptakan / memperluas interaksi dengan menggunakan video 4. Menggunakan teknologi untuk mendapatkan pengetahuan dari dalam

maupun luar organisasi

5. Mengembangkan kompetensi dan pembelajaran dengan menggunakan teknologi

6. Menggunakan EPSS yang dimengerti oleh wartawan

7. Merencanakan dan mengembangkan sistem pembelajaran just in time.

8. Membangun kemampuan dan keahlian penggunaan teknologi

9. Mengembangkan kesadaran dan penghargaan akan teknolohi sebagai alat yang canggih dalam proses belajar

10.Meningkatkan kemampuan manajemen dan staf sumber daya manusia

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

(27)

karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar. Peneliti menggunakan kuesioner Learning Organization Profile untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sedangkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan model sistem organisasi belajar, peneliti menggunakan uji kruskal wallis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) adalah sebesar 34,35 yang berarti sangat baik karena telah diatas rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000), yaitu rata-rata 22,00. Dari hasil uji kruskal wallis, nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi pembelajar diperoleh sebesar 0,366 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar di PT Taspen (Persero).

(28)

pembelajaran PT XYZ lebih kearah single loop Learning (adaptive Learning) dimana belum tampak generate Learning yang dapat menumbuhkan knowledge creation.

(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Sebuah organisasi perlu menerapkan organisasi pembelajaran agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal maupun internal disegala bidang agar tetap menjaga eksistensi organisasi tersebut. Bertambahnya jumlah pesaing dibidang pelayanan kesehatan saat ini menuntut RS Sentra Medika yang mengutamakan potensi sumber daya manusia dan sumber daya pengetahuan untuk melakukan pelayanan kepada pasien secara prima dengan memaksimalkan penerapan pembelajaran organisasi.

(30)

RS. SENTRA MEDIKA

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Penelitian

(31)

penilaian tersebut dilakukan, akan terlihat gambaran ada atau tidak perbedaan persepsi tentang organisasi pembelajar antara staf dan pimpinan serta performa (kinerja) RS Sentra Medika Depok sehingga penulis dapat menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dengan mengoptimalkan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu pada RS Sentra Medika cabang Depok, Jl Raya Bogor Km. 33 Kecamatan Cisalak Kota Depok. Peneliti menentukan lokasi penelitian ini secara purpossive karena RS Sentra Medika Depok adalah rumah sakit terbesar pertama yang dibangun di wilayah Depok serta kemudahan akses penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan Desember 2011. 3.2.2 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini ada beberapa jenis dan sumber data yang diperoleh untuk mendukung proses penelitian, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sumber pertama, dimana data tersebut belum diolah sehingga belum terdapat info yang menggambarkan hal tertentu. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan manajemen RS Sentra Medika Depok dan kuesioner yang diberikan kepada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner Learning Organization Profile oleh Marquardt (2002) yang berisi tentang pertanyaan mengenai lima subsistem dalam pembentukan organisasi pembelajar, yang telah disesuaikan dengan kondisi RS Sentra Medika.

(32)

yang jelas kearah positif atau negatif. Adapun nilai bobot untuk setiap kemungkinan dari skala tersebut adalah:

1. Belum diterapkan

2. Sebagian kecil telah diterapkan 3. Sebagian besar telah diterapkan 4. Seluruhnya diterapkan

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan penelitian terdahulu, jurnal, artikel, internet, dan buku-buku mengenai organisasi pembelajar.

3.2.3 Definisi Konsep

Definisi konsep organisasi pembelajar merupakan definisi dari model sistem organisasi pembelajaran yang terdiri dari subsistem sebagai indikator yang menjadi konsep pertanyaan pada Learning Organization Profile yang mencakup yang dikembangkan oleh Marquardt (2002). 3.2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dari organisasi pembelajar adalah jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner mengenai organisasi pembelajar yang terdiri dari 5 (lima) subsistem lalu diperjelas dengan 19 indikator yang mewakili masing-masing subsistem tersebut yang telah disesuaikan dengan kondisi organisasi, seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian

No Variabel Sub Variabel Indikator Item Pertanyaan

(33)

Lanjutan Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian

3.2.5 Metode Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2009), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah mixed method sampling technique yaitu stratified purposive sampling (Teddlie dan Tashakkori, 2009). Dalam hal ini peneliti akan membagi sampel menjadi dua kelompok dengan level staf dan pimpinan. Selain itu peneliti juga mempertimbangkan beberapa kriteria untuk menentukan sampel yaitu responden menjalani masa kerja minimal satu tahun atau karyawan tetap, dan memiliki kualifikasi pendidikan minimal SMU. Hal ini dimaksudkan agar responden mampu menjawab dan mengerti tentang kondisi dan lingkungan kinerja organisasi.

(34)

sampel menjadi kelompok pimpinan dan staf yang terdiri dari bagian medis, paramedis, serta non medis seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Stratifikasi Sampel Penelitian Kelompok Sampel Jumlah

Sumber: Data Kepegawaian RS Sentra Medika Desember 2010

Seluruh jumlah yang memenuhi kriteria tersebut terdiri dari 29 orang pimpinan (11,07 %) (Wakil Direktur, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Sessie, dan Kepala Ruangan), serta 233 staf (88,93%).

Penentuan ukuran sampel yang akan digunakan adalah pendekatan slovin dengan rumus berikut:

Berdasarkan perhitungan berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka didapatkan ukuran sampel yang akan diambil sebagai responden seperti berikut:

(35)

Tabel 4. Jumlah Responden Penelitian Kelompok Sampel Jumlah

SDM Persentase Pimpinan

(paramedis, non medis) 8 orang 11,07 %

Staf

(medis purna waktu, paramedis, non medis)

64 orang 88,93%

Total 72 orang 100%

3.2.6 Pengolahan dan Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas ini merupakan salah satu syarat dari uji statistik parametrik. Pada penelitian ini akan digunakan uji normalitas dengan model komolgorov-smirnov (α = 0,05).

2. Uji Validitas

Validitas (validity, kesahihan) digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi product moment pearson berikut :

n ∑ XY - ∑ X ∑ Y

rxy = …………....….. (2)

√ n ∑ X2 – (∑ X)2 - √ n∑Y2 – (∑ Y)2 Keterangan:

r hitung = nilai koefisien pearson

n = jumlah responden

X = skor butir instrument

(36)

Untuk melakukan uji validitas kuesioner diuji coba pada 30 responden. Dari hasil perhitungan tersebut, angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Apabila didapatkan nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid. Dalam penelitian ini menggunakan taraf kesalahan 5% maka r tabel sebesar 0,361

3. Uji Reliabilitas

Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach berikut:

r

11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir

∑ 2 = jumlah ragam butir

1

2

= jumlah ragam total

untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut:

(37)

disimpulkan bahwa butir-butir pertanyaan pada dimensi atau atribut tersebut andal.

3.3 Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor 3.3.1 Rentang Skala Rataan Skor

Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi atau intepretasi karyawan dalam menilai setiap indikator atau variabel yang dianalisis. Penelitian ini menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 4. Nilai rentang skala rataan skor yang diperoleh pada penelitian Marquardt yang dikutip dari Hellena (2007) adalah sebagai berikut.

< 17 : Buruk 18 – 24 : Cukup 25 – 32 : Baik

> 33 : Sangat Baik

(38)

Tabel 5. Rentang Skala Rataan Skor Penelitian Rentang

Skala Intepretasi Hasil

< 1,7 Buruk

1,8 – 2,4 Cukup

2,5 – 3,2 Baik

> 3,3 Sangat Baik

Kemudian peneliti perlu mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan nilai rataan skor dari setiap indikator. Rumus yang digunakan dalam mencari nilai rataan skor untuk mendapatkan kesimpulan adalah sebagai berikut:

...(5) Dimana :

Rs = Rata-rata

n1 = Responden yang memilih skor tertentu

s1 = Bobot skor

n = Jumlah total responden

3.3.2 Rataan Tingkat Penerapan Pembelajaran pada Organisasi Dunia Melalui Learning Organization Profile, Marquardt telah melakukan penelitian mengenai organisasi pembelajar terhadap lebih dari 500 organisasi di diseluruh dunia. Berdasarkan penelitian tersebut, Marquardt telah memiliki skor rata-rata dari penerapan kelima subsistem organisasi pembelajar pada perusahaan di seluruh dunia. Nilai rata-rata tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dinamika pembelajaran : 23,2 atau 58% (skala 40) 2. Transformasi organisasi : 22,4 atau 56% (skala 40) 3. Pemberdayaan manusia : 21,8 atau 54% (skala 40) 4. Pengelolaan pengetahuan : 21,6 atau 54% (skala 40) 5. Penggunaan teknologi : 21,0 atau 52,5% (skala 40) 3.4 Uji Beda

(39)

dilakukan atas 2 kelompok saja (1 sampel atau 2 sampel, sedangkan jika kelompok sampelnya lebih dari dua dipergunakan teknik Analisis Varians (Nurgiyantoro, 2009). Uji-t yang dimaksud adalah uji beda dengan sampel bebas (independent sample) karena terdiri dari 2 kelompok sampel yaitu staf dan pimpinan dengan menguji perbedaan persepsi mengenai penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok, tanpa mendapatkan perlakuan khusus pada kedua kelompok tersebut.

Uji beda dua rata-rata hitung dari dua sampel pada hakikatnya merupakan uji dari dua distribusi rata-rata hitung. Maka diperlukan alat taksir untuk mengetes ada atau tidaknya perbedaan yang mencakup kedua distribusi yang bersangkutan. Untuk melakukan estimasi tersebut dapat menggunakan simpangan baku perbedaan rata-rata hitung kedua distribusi sampel tersebut.

Rumus uji – t tersebut adalah sebagai berikut:

………..……… (6)

Dimana S:

………..…… (7)

Keterangan:

Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b S2 = varian populasi

N1 = banyaknya sampel di kelompok a

N2 = banyaknya sampel di kelompok b

Tahap analisis uji-t adalah sebagai berikut:

1. Menguji apakah varian kedua sampel sama (homogen) dengan menggunakan Levene’s Test.

(40)

a. Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05 maka dua kelompok

sampel memiliki varian yang sama

b.Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitasnya < 0,05 maka dua kelompok

sampel memiliki varian yang berbeda

4. Oleh karena kedua sampel mempunyai sebaiknya varians yang sama maka pengujian terhadap nilai rata-rata menggunakan data equal variances assumed (diasumsikan kedua sampel mempunyai varians yang sama). Hipotesis:

a. Ho : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf sama

b. Ha : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf berbeda

Penentuan hasil hipotesis dapat dilakukan dengan cara pengambilan keputusan berikut.

i. Jika -ttabel < thitung < ttabel atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho

diterima

ii. Jika thitung < -ttabel atau thitung > ttabel atau probabilitasnya < 0,05 maka

(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum RS Sentra Medika Depok

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan RS Sentra Medika Depok

Rumah Sakit Sentra Medika Depok adalah rumah sakit swasta yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km.33, Cisalak Depok dan mulai beroperasional pada tanggal 12 Juli 1999. Pada awal operasionalnya RS Sentra Medika Depok merupakan rumah sakit tipe C, namun sesuai dengan perkembangan dan keinginan RS Sentra Medika Depok untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, RS Sentra Medika Depok berusaha untuk memenuhi syarat menjadi rumah sakit tipe B dan berhasil diraih pada tahun 2009. Selain penetapan peningkatan kelas tipe rumah sakit, RS Sentra Medika Depok secara bertahap memenuhi syarat pelaksanaan akreditasi 5 pelayanan pada tahun 2007 dan lulus akreditasi tingkat lanjut untuk 16 pelayanan rumah sakit pada bulan November 2011. Peningkatan kelas tipe serta akreditasi ini tentunya disertai dengan peningkatan seluruh aspek rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat khususnya pelayanan medis dan penunjang medis. RS Sentra Medika Depok telah mengembangkan fasilitas pelayanan rawat inap melalui peningkatan jumlah tempat tidur yang awalnya memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 185, saat ini memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 197 tempat tidur.

4.1.2 Visi dan Misi RS Sentra Medika Depok

Dalam melaksanakan pelayananannya, RS Sentra Medika Depok memiliki Visi dan Misi yang menjadi pedoman dan tujuan bersama yaitu: 1. Visi : menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan

optimal

(42)

dengan berusaha meningkatkan sarana dan prasarana seperti fasilitas pelayanan dan teknologi medis yang tidak dimiliki oleh rumah sakit lain, salah satunya adalah endoscopy, CT-Scan, Hemodialisa, dengan harapan rumah sakit lain di sekitar wilayah Depok akan merujuk pasiennya yang tidak dapat ditangani dengan sarana dan prasarana yang mereka miliki. Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan RS Sentra Medika Depok sebagai pusat rujukan dari rumah sakit lain di wilayah Depok.

2. Misi : Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, informatif di lingkungan yang bersih dan nyaman kepada masyarakat dengan biaya yang terjangkau.

Dalam melaksanakan misinya, RS Sentra Medika Depok membidik pasar di wilayah Depok dan sekitarnya mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga kalangan atas. Karena itu RS Sentra Medika Depok selalu memperhatikan faktor biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien namun tetap memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut dilakukan melalui lingkungan yang selalu terjaga kebersihannya, nyaman, pelayanan oleh tenaga yang profesional, serta kejelasan dan ketepatan informasi yang disampaikan secara komunikatif kepada pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung rumah sakit.

4.1.3 Pelayanan RS Sentra Medika Depok

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS Sentra Medika Depok didukung oleh fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya:

1. Medical Check Up

(43)

paket mulai dari paket dasar hingga eksekutif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam

IGD merupakan salah satu pelayanan 24 jam yang sangat penting bagi sebuah rumah sakit, oleh karena itu RS Sentra Medika Depok telah meningkatkan pelayanan IGD dengan rambu triase yang sesuai dengan standar akreditasi, serta tenaga medis dan paramedis yang selalu sigap dalam melaksanakan tugasnya. IGD juga merupakan pengganti poliklinik umum dimalam hari.

3. Kamar Operasi

Kamar operasi RS Sentra Medika Depok dapat digunakan dalam 24 jam, untuk mendukung kegiatan pelayanan.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik 24 jam

Pemeriksaan penunjang yang mencakup laboratorium dan radiologi yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan medis pasien.

5. Instalasi Farmasi 24 jam

Instalasi farmasi melayani resep dokter baik rawat jalan maupun rawat inap.

6. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap terdiri dari ruang bersalin, ruang perawatan umum, ruang perawatan anak, perinatologi, ICU, HCU. Masing-masing ruangan memiliki kualifikasi sesuai dengan penyakit pasien, sehingga tidak terjadi infeksi nosokomial dan kemungkinan penularan penyakit kepada pasien lainnya.

7. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan terdiri dari beberapa poliklinik yang memberikan pelayanan kesehatan oleh dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi.

8. Hemodialisa

(44)

9. Bank Darah (PMI)

Bank darah merupakan unit yang mempersiapkan darah donor untuk pasien-pasien RS Sentra Medika Depok yang membutuhkan transfusi darah. Bank darah juga merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan akreditasi 16 pelayanan rumah sakit. Dengan adanya bank darah, diharapkan pasien tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan transfusi darah, khususnya jika transfusi darah dibutuhkan mendesak (cito) dalam kegiatan operasi.

4.1.4 Struktur Organisasi

RS Sentra Medika Depok dipimpin oleh seorang Direktur yang dibantu oleh Komite Medis dalam hal mengendalikan kegiatan medis serta pengembangannya. Sedangkan untuk bidang manajemen, Direktur dibantu oleh Wakil Direktur Keuangan, Umum dan HRD, Wakil Direktur Pelayanan, serta Wakil Direktur Marketing dan Humas untuk mengambil keputusan dan pengawasan regulasi rumah sakit. Bidang-bidang yang ada di RS Sentra Medika Depok masing-masing dipimpin oleh Kepala Bidang di bidang medis, penunjang medis, paramedis, serta non medis. Kepala bidang memimpin ruangan-ruangan yang ada di RS Sentra Medika Depok yang dipimpin oleh Kepala Ruangan. Kepala Ruangan terdiri dari ruangan rawat inap maupun ruangan penunjang medis serta administratif. Struktur organisasi secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3.

.4.2.1Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum dilakukan uji statistik lanjutan, diperlukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui apakah pertanyaan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini valid (sahih) dan reliabel (andal) atau tidak. Untuk itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4.2.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan pada 30 responden di RS Sentra Medika Depok. Hasil uji validitas menyatakan bahwa atribut-atribut pertanyaan

(45)

total correlation) lebih dari r tabel (0,361) dengan selang kepercayaan sebesar 95% dan n = 30. Dengan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan seluruh pertanyaan pada kuesioner penelitian ini valid, (Lampiran 4) 4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

Pada uji reliabilitas nilai Alpha Cronbach’s masing-masing atribut dibandingkan dengan nilai r tabel. Setelah dilakukan uji reliabilitas, terdapat hasil bahwa seluruh atribut pertanyaan kuesioner memiliki Alpha Cronbach’s yang lebih besar dari 0,60. Dengan demikikan maka seluruh pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel, (Lampiran 5) .4.2.2Karakteristik Responden

Seluruh responden dalam penelitian ini berjumlah 72 orang yang merupakan karyawan tetap RS Sentra Medika Depok pada bidang medis, paramedis, dan non medis dari berbagai unit. Karakteristik responden yang diidentifikasi pada penelitian ini dilihat berdasarkan tingkat jabatan, bidang pekerjaan, unit kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, serta masa kerja. Seluruh karakteristik responden diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui demografi responden. Karakteristik tersebut juga akan mempengaruhi kemampuan responden dalam melakukan pembelajaran secara individu, kelompok, dan organisasi.

4.3.1 Tingkat Jabatan

(46)

sebaiknya dapat memfasilitasi staf untuk dapat melakukan pembelajaran ditingkat individu, kelompok, serta organisasi.

4.3.2 Bidang Pekerjaan

Pada rumah sakit terdapat tiga bidang pekerjaan yang masing-masing melaksanakan fungsi dan tugas yang saling melengkapi satu sama lainnya yaitu bidang medis, paramedis, dan non medis. Pada penelitian ini jumlah jawaban kuesioner berdasarkan karakteristik bidang pekerjaan yaitu medis sebanyak 2 orang (3,8%), paramedis 47 orang (65%), dan non medis sebanyak 23 orang (31,2%)

Non M edis 23 32%

M edis 2 3%

Paramedis 47 65%

Gambar 9. Data Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan Pembelajaran yang berkesinambungan dilaksanakan oleh berbagai level pada organisasi mulai dari individu, kelompok, dan organisasi. Individu melakukan pembelajaran dan melakukan koordinasi dengan rekan kerja serta kelompoknya. Walaupun bidang pekerjaan yang dilaksanakan berbeda, pembelajaran dapat dilakukan secara sinergis karena akan saling melengkapi dalam upaya produktifitas dan memberikan mutu pelayanan yang prima.

4.3.3 Unit Kerja

(47)

(15,3%), dan poliklinik 9 orang (12,5%). Di sisi lain jumlah responden terkecil pada unit radiologi yang berjumlah 1 orang (1,4%).

9

Gambar 10. Data Responden Berdasarkan Unit Kerja

Varian unit kerja yang ada pada rumah sakit hendaknya tidak menjadi hambatan bagi seluruh karyawan untuk melaksanakan pembelajaran antar unit yang berkesinambungan. Hal tersebut justru dapat dijadikan sumber pengetahuan baru yang dapat diperoleh dari unit kerja yang berbeda.

4.3.4 Jenis Kelamin

(48)

4.3.5 Tingkat Pendidikan

S2 1 1%

S1 11 15%

SM A 18 25%

D3 42 59%

Gambar 11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan diploma III sebesar 42 orang (59%). Hal ini dikarenakan mayoritas responden berasal dari tenaga paramedis tingkat pelaksana yang dikualifikasikan memiliki tingkat pendidikan diploma III. Setelah itu jumlah kedua terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 18 orang (25 %). Rumah sakit masih mentolerir kualifikasi tingkat pendidikan SMA pada bagian tertentu yang dapat membantu tugas pelaksana lainnya. Di sisi lain, responden dengan jumlah terkecil adalah responden dengan tingkat pendidikan S2. Salah satu hal penting dalam membangun organisasi pembelajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi serta anggotanya. Pengetahuan yang bersifat tacit merupakan salah satu dasar perolehan pengetahuan, yang dapat berbentuk pengetahuan dari pendidikan formal dan non formal maupun pengalaman bekerja sebelumnya. RS Sentra Medika Depok telah memiliki potensial karyawan yang memiliki pendidikan formal yang cukup untuk memberikan pengetahuan kepada rekan kerja ataupun kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.

(49)

4.3.6 Usia

Gambar 12. Data Responden Berdasarkan Usia

Pada Gambar 12 terlihat bahwa responden terbanyak adalah responden dengan usia produktif 26–31 tahun sebanyak 29 orang (40%), setelah itu responden dengan usia 19–25 tahun sebanyak 20 orang (28%). Hal lainnya adalah jumlah terkecil ada pada responden dengan usia 38-43 dan 44-50 tahun, masing-masing sebesar 3 orang (4%). Usia merupakan karakteristik yang perlu diidentifikasi terkait kemampuan individu dalam menyerap informasi dan pengetahuan baru serta melihat produktifitas kinerja. Pada data responden ini diketahui bahwa mayoritas responden adalah tenaga kerja pada usia produktif bekerja, sehingga diharapkan dapat melakukan pembelajaran dengan optimal.

4.3.7 Masa Kerja

(50)

Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa responden didominasi oleh karyawan dengan masa kerja 1-2,5 tahun sebanyak 22 orang (30%), lalu karyawan dengan masa kerja2,6-5 tahun serta 5,1-7,5 tahun dengan jumlah masing-masing 17 orang (24%), lalu terakhir karyawan dengan masa kerja 7,6-11 tahun sebanyak 16 orang (22%). Karyawan dengan masa kerja satu tahun lebih akan lebih memahami kondisi lingkungan rumah sakit dan telah menyesuaikan diri dengan pekerjaan serta mengerti cara-cara yang baik untuk melakukan koordinasi dengan rekannya. Masa kerja dalam pembelajaran dinilai dapat mempengaruhi seorang karyawan untuk lebih leluasa dalam memperoleh dan juga memberikan pengetahuan. Semakin lama masa bekerja karyawan, semakin leluasa perolehan pengetahuan tacit dari rekan kerja.

.4.2.3 Analisis Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Staf RS Sentra Medika Depok Terhadap Penerapan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika Depok

Pada penelitian ini statistik yang digunakan untuk melakukan uji beda (komparatif) adalah uji-t. Uji perbedaan persepsi ini dilakukan agar terlihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok dalam hal organisasi pembelajar. Uji perbedaan persepsi ini juga dapat melihat apakah seluruh sumber daya manusia memiliki persepsi pemahaman yang sama dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai visi bersama di RS Sentra Medika Depok. Perbedaan persepsi yang signifikan merupakan hambatan bagi RS Sentra Medika Depok untuk melakukan pembelajaran secara keseluruhan dan akhirnya menghambat pelaksanaan pelayanan yang prima sehingga mutu pelayanan dapat menurun.

(51)

tersebut menyatakan bahwa data penelitian ini homogen (variannya sama) karena nilai sig. 0,374 lebih besar dari 0,05, karena itu nilai t yang digunakan adalah nilai pada equal variances assumed.

Berdasarkan perhitungan uji perbedaan persepsi dengan uji-t, terdapat hasil bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok mengenai penerapan organisasi pembelajar yang mencakup lima subsistem organisasi pembelajar. Hal ini berdasarkan nilai t pada masing-masing subsistem, yaitu subsistem pembelajaran, transformasi organisasi, pemberdayaan manusia/orang, pengelolaan pengetahuan, penerapan teknologi sebesar 0,007, 0,879, 0,891, 0,829, dan -1,177 yang seluruhnya lebih kecil dari nilai t-tabel 1,99. Hal yang sama dapat dilihat pada hasil perhitungan uji-t di keseluruhan subsistem organisasi pembelajar dengan bernilai 1,605 yang juga lebih kecil dari 1,99. Hasil perhitungan ini menunjukan bahwa antara pimpinan dan staf di RS Sentra Medika Depok memiliki persepsi yang sama dalam penerapan organisasi pembelajar dengan kata lain hipotesis nol uji perbedaan ini diterima. Persamaan persepsi ini menunjukan bahwa seluruh level jabatan memiliki pemahaman dan harapan yang sama untuk melakukan pembelajaran yang berkesinambungan terdahap individu, kelompok di RS Sentra Medika Depok.

.4.2.4Analisis Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok

Setelah uji perbedaan persepsi dilakukan, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat penerapan model sistem melalui lima subsistem organisasi pembelajar. Analisis deskriptif penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui performa RS Sentra Medika Depok saat ini dalam menerapkan organisasi pembelajar.

.4.2.4.1 Subsistem Pembelajaran

(52)

kelompok organisasi. Hasil jawaban karyawan atas subsistem pembelajaran ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Frekuensi Penerapan Subsistem Pembelajaran

Item Pertanyaan

2)Dukungan untuk belajar guna

pengembangan kemampuan 12 44 16 0 72

3)Pengembangan keterampilan

berdialog efektif 3 42 25 2 72

4)Pelatihan invidu untuk belajar cara

belajar yang tepat 9 33 28 2 72 9)Berinovasi melalui cara kerja

antisipatif 18 35 19 0 72

10) Berinovasi melalui cara kerja

kreatif 17 37 18 0 72

11) Dorongan terhadap tim untuk saling belajar dan berbagi pembelajaran antar tim

12 32 26 2 72

12) Dorongan terhadap individu dalam tim untuk saling belajar dan berbagi pembelajaran

10 44 18 0 72

13) Kemampuan berpikir dan

bertindak secara sistem 7 38 24 3 72

(53)

sebesar 1,74% karyawan memberikan jawaban bahwa pembelajaran individu telah seluruhnya diterapkan.

Berdasarkan hasil kuantitatif penelitian, maka dapat dilihat bahwa kondisi pembelajaran individu di RS Sentra Medika Depok belum optimal terutama pada dukungan dari pimpinan untuk melakukan pembelajaran guna mengembangkan kemampuan dari setiap karyawan. Selain RS Sentra Medika Depok juga belum meletakan kegiatan pembelajaran pada skala prioritas dari manajemen terhadap seluruh individu. RS Sentra Medika Depok telah memberikan kesempatan kepada karyawan tingkat pimpinan menengah untuk ikut berpartisipasi memberikan ide yang dituangkan dalam rapat koordinasi yang secara rutin dilakukan. Selain itu RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang pekerjaannya (personal mastery). Hal tersebut dilakukan agar karyawan dapat melakukan pengembangan pengetahuan dan keterampilannya, namun pelaksanaannya dinilai belum maksimal oleh karyawan karena kesempatan yang diberikan belum merata di seluruh bagian rumah sakit.

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002)
Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002)
Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak adanya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor adalah karena baik pimpinan maupun karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor merasa

Dapat dilihat dari Tabel 5 bahwa terdapat perbedaan pendapat antara dua kelompok responden, masyarakat umum berpendapat bahwa keamanan hunian adalah indikator

Dapat dilihat dari Tabel 5 bahwa terdapat perbedaan pendapat antara dua kelompok responden, masyarakat umum berpendapat bahwa keamanan hunian adalah indikator

7 Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kriteria Kompensasi Finansial yang efektif dan kriteria kinerja karyawan memenuhi sebanyak 72 responden sedangkan 7 responden

Dapat dilihat dari Tabel 5 bahwa terdapat perbedaan pendapat antara dua kelompok responden, masyarakat umum berpendapat bahwa keamanan hunian adalah indikator

Budaya Organisasi yang baik, hasilnya dapat dilihat dari tabel analisis regresi antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan, apabila budaya diterapkan dengan

Tabel 1V.16 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pendapat Responden bahwa Rumah Sakit Siti Hajar identik dengan pelayanan yang sederhana (murah) dan tidak berbelit –

Adapun tanggapan atau jawaban responden terhadap indikator variabel kebijakan dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini : Tabel 11 Distribusi Jawaban Responden terhadap indikator