commit to user
i
ANALISIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, PENGOPERASIAN ORGANISASI PEMBELAJAR DAN KEPUASAN
KERJA KARYAWAN
(Kasus pada Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DIAS NUGROHO AVIANTO F1207508
S1 NON REGULER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv
HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(QS. Al-Insyirah:6)
Tuhan mampu membuatmu tersenyum walau sedang menangis...
Untuk bertahan saat kamu merasa hendak menyerah....
Untuk berdoa saat kamu kehabisan kata-kata...
Untuk mencintai walaupun hatimu hancur berkali-kali....
Untuk mengerti walau tak satupun yang kelihatan memberi arti....
Segalanya menjadi mungkin karena Tuhan membuatmu mampu...
Thanks to Allah Subbhana Wata’Alla
Robb Semesta Alam
Kupersembahkan karya ini untuk :
My Beloved Mom’s, Father n My Only Brother...
All My Friends Management Solid Squad ’07 Extension
Always Go A Head...
I luv u so much Guys!!!
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, tiada sesuatu yang lebih indah kecuali berucap syukur kehadirat-Nya karena atas berkah, rahmat dan ridho-Nya serta iringan doa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung hingga selesainya skripsi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com,Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi UNS.
2. Ibu Dra. Endang Suhari, Msi selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Drs Wiyono, MM selaku sekretaris Program Manajemen Non-Reguler Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Joko Suyono, SE, Msi selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat berguna dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
commit to user
vi
5. Pimpinan dan Staf Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang telah membantu dalam pembuatan dan penyelesaian skripsi ini. 6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini karena itu segala masukan, kritik dan saran yang membangun akan menjadikan skripsi ini lebih berarti.
Surakarta, Maret 2011
commit to user
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Pembatasan Masalah ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 9
1. Pengertian Kepemimpinan ... 9
commit to user
viii
b. Kepemimpinan Transformasional ... 9
c. Kepemimpinan Transaksional ... 11
2. Budaya Organisasi ... 12
a. Definisi Budaya Organisasi ... 12
b. Tipologi Budaya Organisasi ... 14
3. Organisasi Pembelajar ... 19
a. Definisi Organisasi Pembelajar ... 19
b. Karakteristik Organisasi Pembelajar ... 23
4. Kepuasan Kerja ... 26
a. Definisi Kepuasan Kerja ... 26
b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 27
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja... 28
d. Indikator-indikator Kepuasan Kerja ... 29
e. Pengaruh Kepuasan Kerja ... 30
f. Pengukuran Kepuasan Kerja ... 31
5. Hubungan Antara Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Pengoperasian Organisasi Pembelajar dengan Kepuasan Kerja ... 33
B. Kerangka Pemikiran ... 36
C. Hipotesis ... 37
commit to user
ix
B. Jenis dan Sumber Data ... 39
C. Definisi Operasional ... 39
D. Pembuatan Alat Ukur ... 46
E. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel ... 47
F. Metode Pengumpulan Data ... 48
G. Analisis Data dan Pembahasan ... 49
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56
B. Analisis dan Pembahasan ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
II.1 Penelitian Terdahulu ... 35
III.1 Indikator berupa pertanyaan Kuesioner Kepemimpinan ... 41
III.2 Indikator berupa pertanyaan Kuesioner Budaya Organisasi ... 42
III.3 Indikator berupa pertanyaan Kuesioner Kepuasan Kerja ... 43
III.4 Indikator berupa pertanyaan Kuesioner Organisasi Pembelajar ... 45
IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Umur ... 61
IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 62
IV.4 Deskipsi Tanggapan Responden Mengenai Kepemimpinan ... 64
IV.5 Deskipsi Tanggapan Responden Mengenai Budaya Organisasi .... 70
IV.6 Deskipsi Tanggapan Responden Mengenai Pengoperasian Organisasi Pembelajar ... 79
IV.7 Deskipsi Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Kerja ... 80
IV.8 Hasil Faktor Analisis Setelah Item Tidak Valid Didrop ... 84
IV.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 85
IV.10 Hasil Uji Normalitas ... 86
IV.11 Hasil Goodness-of-Fit Model ... 88
IV.12 Hasil Goodness-of-Fit Model ... 92
commit to user
ii ABSTRAK
DIAS NUGROHO AVIANTO NIM F.1207508
ANALISIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, PENGOPERASIAN ORGANISASI PEMBELAJAR DAN KEPUASAN KERJA
KARYAWAN
(Kasus pada Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta) Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta, adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kepemimpinan terhadap Pengoperasian Organisasi Pembelajar, Budaya Organisasi terhadap Pengoperasian Organisasi Pembelajar, Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Pengoperasian Organisasi Pembelajar terhadap Kepuasan Kerja,.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang berjumlah 150 orang. Jenis penelitian ini menggunakan Sensus, jumlah sampel yang digunakan sebanyak jumlah populasinya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode kuesioner. Penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan program AMOS (Analysis of Moment Structure) atau SEM (Structural Equation Modelling)
sebagai alat analisisnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat lima jalur hubungan yang berpengaruh, yaitu : Budaya Organisasi terhadap Pengoperasian Organisasi Pembelajar, Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja, Budaya Organsasi terhadap Kepuasan Kerja, Pengoperasian Organisasi Pembelajar terhadap Kepuasan Kerja, dan Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Pengoperasian Organisasi Pembelajar terhadap Kepuasan Kerja. (dari kelima hubungan diperoleh nilai probabilitas < 0,05). Dua jalur hubungan yang tidak berpengaruh, yaitu : hubungan Kepemimpinan terhadap Pengoperasian Organisasi Pembelajar, hubungan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan (nilai probabilitas > 0,05).
Bagi penelitian selanjutnya disarankan sebaiknya mencoba empirical comparison mengenai hubungan kepemimpinan, budaya organisasi, pengoperasian organisasi pembelajar dan kepuasan kerja di instansi kesehatan seperti rumah sakit pemerintah untuk mengetahui tingkat perbedaannya, serta menggunakan responden yang lebih besar agar hasil penelitiannya dapat digeneralisasi.
commit to user
iii ABSTRACT Dias Nugroho Avianto
NIM F.1207508
ANALISIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, PENGOPERASIAN ORGANISASI PEMBELAJAR DAN KEPUASAN KERJA
KARYAWAN
(Kasus pada Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta) This research was conducted at the Public Works Department Government of Surakarta, as for the purpose of the study is to determine the relationship of leadership to the Operations Learning Organization, Cultural Organization of the operator of a learning organization, Leadership on Job Satisfaction, Organizational Culture on Job Satisfaction and Operation Learning Organization to Work Satisfaction.
The population of this research is all employees of the Public Works Department Government of Surakarta City, amounting to 150 people. This research uses the Census, the number of samples that are used as much as its population. Data collection techniques used is by using a questionnaire. Analyzing the data in this study using the program AMOS (Analysis of Moment Structure) or SEM (Structural Equation Modelling) as a tool of analysis.
The results show that there are five lines that affect the relationship, namely: Cultural Organization of the operator of a learning organization, Leadership on Job Satisfaction, Culture's organization of Job Satisfaction, operator of Learning Organization to Work Satisfaction, and Leadership, Organizational Culture, Learning Organization Operation of Job Satisfaction . (Of the five relationships obtained probability value <0.05). Two lines that do not affect the relationship, namely: the relationship of Operation Leadership Learning Organization, Organizational Culture relationship to Satisfaction (probability value > 0.05).
For further research is suggested should try empirical comparison of the relationship of leadership, organizational culture, the operation of learning organization and job satisfaction in health institutions like government hospitals to determine the level of difference, and using a larger respondent for her research results can be generalized.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan lingkungan, teknologi dan budaya telah meninggalkan
kompleksitas tantangan bagi sebuah organisasi. Hal-hal tersebut memunculkan
sebuah kebutuhan organisasi akan munculnya seorang figur pemimpin yang bisa
mengarahkan dan mampu mengembangkan kinerja bawahannya, untuk mencapai
efektivitas di dalam organisasi. Selain itu, juga untuk mencapai tujuan organisasi
yaitu membangun organisasi menuju kinerja organisasi yang lebih tinggi di masa
datang.
Sedangkan organisasi itu sendiri merupakan kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasikan, bekerja secara terus-menerus untuk mencapai tujuan (Robbins,
2003).
Dalam suatu organisasi, kepemimpinan menjadi salah satu pusat
perhatian. Sebab, tanpa adanya seorang pemimpin maka kesuksesan sebuah
organisasi akan menjadi mustahil untuk diraih. Kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi orang atau kelompok orang ke arah
pencapaian suatu tujuan di dalam dunia yang sangat dinamis seperti saat ini,
organisasi memerlukan pimpinan- pimpinan yang mampu menantang status quo,
untuk menciptakan visi-visi masa depan dan menginspirasi para anggota
organisasi untuk memiliki keinginan untuk mencapai visi-visi tersebut (Robbins,
commit to user
Kepemimpinan diartikan sebagai proses di mana seseorang individu
mempengaruhi anggota group yang lain untuk mencapai tujuan organisasi (Yukl
dalam Akhiruddin, 2005). Kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional sangat penting dan dibutuhkan dalam organisasi. Organisasi
membutuhkan kepemimpinan Transaksional yang dapat memberikan arahan,
menjelasakan perilaku yang diharapkan, serta memberikan reward dan
punishment, yang dimungkinkan dapat berpengaruh pada kinerja karyawan.
Sementara itu juga membutuhkan visi serta dorongan yang dibentuk oleh
kepemimpinan transformasional. Esensi nyata dari kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin menyebabkan pengikut melakukan lebih dari
yang diharapkan mereka lakukan (Nugraheni, 2005). Seseorang yang memlilki
kepercayaan yang lebih pada orang lain akan berlaku sesuai dengan apa yang
seharusnya sehingga standar kerja yang diharapkan dapat tercapai.
Budaya organisasi merupakan suatu nilai keyakinan, norma dan perilaku
yang dimiliki bersama dalam suatu organisasi (Gibson, 2006). Oleh karena itu
setiap organisasi memiliki suatu budaya yang masing-masing berbeda satu sama
lain. Budaya organisasi, di samping kemampuan untuk mengintegrasikan
kegiatan sehari-hari karyawan untuk mencapai tujuan yang direncanakan, juga
dapat membantu organisasi beradaptasi dengan baik untuk lingkungan eksternal
untuk respon yang cepat dan tepat (Daft, 2001).
Belajar adalah kekuatan pertumbuhan, dan pembelajaran individual juga
merupakan sumberdaya pertumbuhan bisnis. Dengan demikian, adalah mungkin
untuk memperoleh informasi lebih lanjut dalam ledakan informasi masyarakat
commit to user
berarti itu sebuah prestasi belajar (Hong, 2001). Sedangkan Chou (2003)
berpendapat, organisasi belajar berarti suatu prosedur melalui pengetahuan yang
diperoleh dan diciptakan untuk meningkatkan model perilaku. Heijden (2004)
berpendapat, organisasi belajar adalah jenis kesimpulan pengalaman yang berarti
suatu proses untuk mencari dan menciptakan pengetahuan secara bersama-sama
dengan sistematis.
Definisi organisasi pembelajaran adalah sebuah organisasi yang terus
menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya (Peter
and Senge, 1990).
Mathis and Jackson (2001) mengungkapkan, kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang bersifat positif dari mengevaluasi pengalaman kerja
seseorang. Menurut Robbins (2001), dampak kepuasan kerja jika dipenuhi dapat
meningkatkan produktivitas/kinerja karyawan dan menekan turnover.
Popper and Lipshitz (2000) berpendapat, kepemimpinan adalah faktor
yang mempengaruhi organisasi. Pemimpin dapat membuat struktur dan bentuk
budaya organisasi yang menghasilkan pengaruh melalui berbagai urusan,
tindakan dan pelayanan. Kepemimpinan dan pembelajaran organisasi sangat
berkorelasi dan kepemimpinan juga dapat meningkatkan proses dan hasil
kegiatan belajar organisasi (Lam, 2002; Leitwood and Menzies, 1998; Leithwood
et al, 1998).
Robbins (2003) menunjukkan, fungsi manajemen kepemimpinan adalah
terutama ditujukan untuk mengelola perilaku karyawan dan dengan menjelaskan
commit to user
kepuasan kerja dalam upaya untuk mencapai tujuan akhir untuk karyawan dan
komitmen perusahaan.
Yeung et al (1999) berpendapat, bahwa dalam organisasi belajar
diperlukan bagi pemimpin untuk merancang budaya dan sistem dan membawa
karyawan dengan tantangan terus-menerus untuk menciptakan kemakmuran
jangka panjang untuk organisasi.
Hong (2001) berpendapat, efisiensi pengoperasian organisasi pembelajar
dapat memungkinkan karyawan untuk memiliki keterampilan tegas tentang
personel persahabatan interaksi dan perilaku sosial yang benar sehingga tersedia
untuk meningkatkan semangat kerja dan mengurangi tingkat ketidakhadiran dan
tingkat pergantian pekerjaan. Kita dapat menemukan dari penelitian praktis
bahwa pembelajaran organisasi dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja.
Karena kebijakan dan kesungguhan perusahaan dalam meningkatkan
kinerjanya maka salah satunya dengan memberikan ijin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian. Dalam penelitian tersebut menggunakan karyawan sebagai
subyek penelitian, karena di dalam perusahaan karyawan adalah ujung tombak
dalam aktivitas perusahaan Oleh karena itu karyawan dituntut untuk menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya. Di lain pihak pimpinan perusahaan harus
memperhatikan perilaku kepemimpinannya, serta membentuk budaya perusahaan
yang baik dengan menjalankan operasi organisasi pembelajar yang efektif karena
akan berdampak pada kepuasan kerja karyawan itu sendiri. Karyawan yang
dipahami, dipenuhi dengan baik hak-haknya maka akan memberikan kontribusi
commit to user
Latar belakang penelitian ini dilakukan karena adanya kebijakan dari
pemerintah kota Surakarta yang setiap setiap periode tertentu mengganti tugas
kerja dan memutasi karyawannya sehingga berdampak pada gaya kepemimpinan
dan budaya organisasinya, hal tersebut secara tidak langsung berdampak pada
pengoperasian organisasi pembelajar dan kepuasan kerja karyawannya, maka
penting dilakukan suatu kajian tentang model kepemimpinan yang dapat
mempengaruhi budaya, organisasi pembelajar terhadap kepuasan kerja karyawan
pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta. Oleh karena itu
peneliti perlu untuk melakukan penelitian dengan judul:
“ANALISIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, BUDAYA
ORGANISASI, PENGOPERASIAN ORGANISASI PEMBELAJAR, DAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN” (Kasus pada Karyawan Dinas
Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, masalah utama penelitian ini
adalah mengenai kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap pengoperasian
pembelajaran organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Kepemimpinan mempunyai hubungan positif pada Pengoperasian
Organisasi Pembelajar?
2. Apakah Budaya Organisasi mempunyai hubungan positif pada Pengoperasian
commit to user
3. Apakah Kepemimpinan mempunyai hubungan positif pada Kepuasan Kerja?
4. Apakah Budaya Organisasi mempunyai hubungan positif pada Kepuasan
Kerja?
5. Pengoperasian Organisasi Pembelajar mempunyai hubungan positif pada
Kepuasan Kerja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bukti empiris hubungan Kepemimpinan pada
Pengoperasian Organisasi Pembelajar.
2. Untuk memperoleh bukti empiris hubungan Budaya Organisasi pada
Pengoperasian Organisasi Pembelajar.
3. Untuk memperoleh bukti empiris hubungan Kepemimpinan pada Kepuasan
Kerja.
4. Untuk memperoleh bukti empiris hubungan Budaya Organisasi pada
Kepuasan Kerja.
5. Untuk memperoleh bukti empiris hubungan Pengoperasian Organisasi
Pembelajar pada Kepuasan Kerja.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan
commit to user
diinginkan oleh karyawan, menerapkan budaya organisasi yang baik,
sehingga kepemimpinannya dapat menimbulkan perubahan pada
Pengoperasian Organisasi Pembelajar sehingga dapat memberikan kepuasan
kerja karyawan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sebuah proses belajar dalam pengaplikasian
pengetahuan dan teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh dalam mata
kuliah manajemen sumber daya manusia terutama mengenai perilaku
kepemimpinan, melihat secara langsung budaya organisasi dan
Pengoperasian Organisasi Pembelajar pada perusahaan, serta kepuasan
karyawan dalam praktek yang sebenarnya.
3. Bagi Pihak lain
a. Memberikan informasi dan bahan referensi kepada pihak yang
berkepentingan sebagai bahan pertimbangan serta masukan.
b. Memberi wacana pengetahuan yang nyata dalam bidang Manajemen
SDM, khususnya mengenai kepemimpinan dan budaya organisasi.
E. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus serta mendalam, maka diperlukan
pembatasan masalah, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada kepemimpinan dan budaya
organisasi, pengoperasian organisasi pembelajar, dan kepuasan kerja
karyawan pada perusahaan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota
commit to user
2. Adapun variabel yang diteliti adalah kepemimpinan, budaya organisasi,
pengoperasian organisasi pembelajar sebagai variabel pemediasi dan
kepuasan kerja karyawan.
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang berhubungan erat dengan
commit to user
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Kepemimpinan
a. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan diartikan sebagai proses seseorang individu
mempengaruhi anggota group yang lain untuk mencapai tujuan organisasi
(Yukl dalam Akhiruddin, 2005). Pemimpin yang efektif adalah seseorang
yang mampu menggunakan pengaruhnya kepada anggota kelompok atau
bawahan agar mereka mau bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh organisasi yang telah ditetapkan, dan bukan untuk diri sendiri.
Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin organisasi adalah
mengarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi dengan
jalan mengartikulasikan misi, visi, strategi, dan sasaran-sasaran (Yukl
dalam Akhirudin, 2005).
Pimpinan pada setiap tingkatan bertanggung jawab atas diseminasi
tujuan-tujuan strategis organisasi, dan meyakinkan para pengikutnya
untuk mengimplementasikan tujuan-tujuan tersebut secara efektif.
(Bersona and Avolio, 2004).
b. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan Transformasional adalah sebagai pemimpin yang
memberikan pertimbangan tersendiri, rangsangan intelektual dan
commit to user
Pimpinan transformasional mendorong bawahannya untuk
senantiasa mempertanyakan asumsi-asumsi, metode-metode, dan
sasaran-sasaran dalam usaha mencari cara yang lebih baik untuk memahami dan
menterjemahkannya ke dalam tindakan-tindakan yang spesifik. Para
pimpinan transformasional lebih mampu dan lebih sensitif merasakan
lingkungannya, dan untuk selanjutnya membentuk dan mendiseminasi
sasaran-sasaran strategis yang mampu menangkap perhatian serta minat
para bawahannya (Bersona and Avolio, 2004).
Para pengikut pimpinan transformasional memperlihatkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi terhadap misi organisasi, kesediaan untuk
bekerja lebih keras, kepercayaan yang lebih tinggi terhadap pimpinan, dan
tingkat kohesi yang lebih tinggi (Bass, 1999).
Menurut Bass dan Avolio (dalam Wulandari, 2004)
menegemukakan, bahwa kepemimpinan Transformasional terdapat empat
dimensi:
1) Charismatic
Memberikan visi da misi, menanamkan kebanggaan, inspirasi dan
kepercayaan kepada pengikut serta tindakannya lebih mendahulukan
kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain dari kepentingan
diri sendiri.
2) Intellectual Stimulation
Tingkat perhatian dan dukungan yang diberikan pemimpin pada
commit to user 3) Inspirational Motivation
Memperluas wawasan bawahan dengan mengkaji ulang permasalahan
lama dengan cara baru
4) Individualized Consideration
Memperlakukan secara berbeda-beda namun adil dan menyediakan
sarana prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan
pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan.
c. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Transaksional adalah pemimpin yang
membimbing atau memotivasi bawahan mereka kearah tujuan yang telah
ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas (Robbins, 2002).
Peranan pemimpin dalam pandangan Kepemimpinan
Transaksional menurut Bass (dalam Wulandari, 2004), merupakan suatu
penjelasan bahwa pemimpin menjelaskan peranan pengikut dan
memotivasi mereka melalui imbalan bagi kinerja yang baik serta
memberikan hukuman bagi sikap yang buruk.
Menurut Bass (dalam Wulandari, 2004), dalam kepemimpinan
Transaksional memiliki dua dimensi yaitu:
1) Contingent Reward (tingkat kesediaan pimpinan untuk memberikan
imbalan terhadap kinerja yang dilakuka bawahan). Masih menurut
Bass et.al (dalam Nugraheni, 2005), Contingen Reward juga
diwujudkan dengan kesediaan pemimpin untuk memberi tahu kepada
bawahan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan
commit to user
tidak diharapkan dan juga memberikan umpan balik positif serta
promosi bagi kinerja yang baik. Imbalan diberikan pada pengikut
yang dapat menyelesaikan peranan dan tugasnya dengan baik.
2) Management by exception (MBE) yaitu tingkat perhatian pimpinan
jika terjadi kesalahan atau kegagalan pada bawahan. MBE dibagi
menjadi dua yaitu: pertama, aktif MBE dimana pimpinan
mengantisipasi kesalahan yang muncul atau masalah yang timbul;
kedua, pasif MBE dimana pimpinan melakukan intervensi jika terjadi
sesuatu yang mendesak atau darurat. Atau dengan kata lain pimpinan
mengambil tindakan hanya ketika terjadi penyimpangan atau tidak
tercapainya standar yang telah ditetapkan.
2. Budaya Organisasi
a. Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu nilai keyakinan, norma dan
perilaku yang dimiliki bersama dalam suatu organisasi (Gibson, 2006).
Oleh karena itu setiap organisasi memiliki suatu budaya yang
masing-masing berbeda satu sama lain. Budaya organisasi, disamping
kemampuan untuk mengintegrasikan kegiatan sehari-hari karyawan
untuk mencapai tujuan yang direncanakan, juga dapat membantu
organisasi beradaptasi dengan baik untuk lingkungan eksternal untuk
respon yang cepat dan tepat ( Draft, 2001).
Menurut Schein (2004) adalah, pola asumsi dasar bersama yang
dipelajari oleh kelompok saat memecahkan masalah-masalah adaptasi
commit to user
untuk bisa dianggap absah dan untuk bisa diajarkan kepada anggota
kelompok baru sebagai cara yang benar menerima sesuatu, berpikir dan
merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah tersebut. Dari
ketiga pendapat ini, maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi
adalah kombinasi ide, adat-istiadat, nilai suatu organisasi, dan artian
bersama yang membantu mendefinisikan perilaku normal bagi setiap
orang yang bekerja di suatu organisasi atau perusahaan.
Budaya organisasi dapat juga dikatakan sebagai suatu sistem nilai
dan kepercayaan bersama yang berinteraksi dengan organisasi-organisasi
struktur dan system suatu organisasi untuk menghasilkan norma-norma
perilaku.
Robbins (2003) menyatakan bahwa, budaya organisasi berawal
dari filosofi pendirinya. Sekali budaya terbentuk, praktek-praktek dalam
organisasi bertindak untuk mempertahankannya, misal praktek
pengelolaan sumber daya manusia memiliki tiga kekuatan untuk
mempertahankannya suatu budaya, yaitu praktek seleksi, tindakan
manajemen puncak, dan metode sosialisasi. Budaya dalam organisasi atau
perusahaan bisa dilihat kuat lemahnya dari intensitas dan sebaran nilai inti
organisasi, yaitu nilai primer atau dominan yang diterima dengan baik di
seluruh organisasi itu (Robbins, 2003). Dalam organisasi dengan budaya
kuat nilai inti organisasi dipegang (held) secara intensif dan dianut secara
meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin
besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut.
commit to user
pengaruh besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingkat
kebersamaan (shareness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal
kendali yang tinggi atas perilaku. Budaya yang kuat dapat bertindak
sebagai suatu pengganti untuk formula karena kemampuannya untuk
meningkatkan konsistensi perilaku.
Dari definisi budaya organisasi atau perusahaan menurut Schein
(2004) bisa dilihat bahwa, perumusan budaya suatu perusahaan
didasarkan pada pengalaman perusahaan tersebut dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya, yang kemudian biasanya menjadi
gambaran ideal bagaimana perusahaan menghadapi masalah pada waktu
yang akan datang. Karena masalah yang dihadapi oleh satu perusahaan
dan perusahaan lain berbeda, serta berbeda pula gambaran atau
pandangan ideal dari suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, maka
perumusan budaya antar perusahaan pun berbeda pula.
b. Tipologi Budaya Organisasi
Karena masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan dan
perusahaan lain berbeda pula gambaran atau pandangan ideal dari suatu
perusahaan dengan perusahaan lain, maka perumusan budaya antar
perusahaan pun berbeda pula. Mcneese dan Smith (1996), memberikan
beberapa dimensi independen budaya organisasi yang dapat digunakan
commit to user Dimensi-dimensi itu antara lain:
1) Budaya berinteraksi pekerjaan adalah lawan budaya berorientasi
karyawan (Job-oriented versus employee-oriented cultures)
Budaya berorientasi pekerjaan memikul tanggung jawab
terbatas pada kinerja karyawan saja. Sedangkan budaya berorientasi
karyawan memiliki tanggung jawab yang luas atas kesejahteraan
anggota mereka.
2) Budaya profesional lawan parochial (Profesional versus parochial
cultures)
Pada budaya profesional biasanya anggota yang
berlatarbelakang pendidikan diidentifikasikan terutama dengan profesi
mereka. Pada budaya parochial anggota organisasi diidentifikasikan
menurut organisasi tempat mereka kerja.
3) Budaya sistem terbuka lawan sistem tertutup (Open System versus
closed system cultures)
Dimensi ini mengacu pada gaya umum komunikasi internal
dan eksternal serta kemudahan diterimanya pihak luar atau pendatang
baru lebih mudah diterima. Pada budaya sistem tertutup, komunikasi
lebih tertutup dan pihak luar atau pendatang baru lebih sukar diterima.
4) Budaya kontrol lawan longgar (Tightly versus lossely controlled
cultured)
Dimensi ini mengacu pada derajat formalitas dan ketepatan
waktu pelaksanaan pekerjaan. Pada budaya kontrol ketat, derajat
commit to user
Pada budaya kontrol longgar, derajat formalitas lebih rendah dan
ketepatan waktu pelaksanaan lebih longgar.
5) Budaya pragmatis lawan normatif (Pragmatic versus normative
cultures)
Dimensi ini menggambarkan fleksibilitas atau kekakuan
cara mencapai kesuksesan dalam kaitannya dengan lingkungan,
khususnya pelanggan. Pada budaya, pragmatis cara yang digunakan
adalah fleksibel, sedangkan pada budaya normatif cara yang
digunakan lebih kaku.
Pengelolaan budaya perusahaan diarahkan kepada kemampuan
budaya untuk mendorong meningkatnya kinerja perusahaan melalui
peningkatan kinerja karyawannya. Hal ini berkaitan dengan fungsi budaya
perusahaan sebagai sarana menentukan prioritas atau menentukan the way
things are done arround here, menciptakan komitmen bersama, serta
memandu sikap dan perilaku para karyawan (Robbins, 2003).
Budaya organisasi berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi
dikembangkan oleh Schein (2004) mengelompokkan budaya organisasi
menjadi empat jenis:
1) Formalisasi Tinggi, sentralisasi tinggi
Budaya tipe ini adalah budaya birokrasi dimana semua pekerjaan
sudah diatur secara sistematis melalui berbagai cara prosedur.
Sehingga porsi pekerjaan seseorang telah ditetapkan serta bersifat
commit to user 2) Formalisasi rendah, sentralisasi tinggi
Dalam organisasi demikian, tidak terdapat banyak peraturan atau
prosedur. Kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang di pusat.
3) Formalisasi tinggi, Sentralisasi rendah
Budaya ini terdapat pada kelompok-kelompok kerja antardisipliner
yang diorganisir berdasarkan suatu tugas atau proyek. Cara kerja
masing-masing elemen ini sangat Independen tetapi mereka terikat
oleh berbagai prosedur yang ketat.
4) Formalisasi rendah, sentralisasi rendah.
Ini adalah tipe budaya yang sangat decentralized dan informal. Para
anggotanya mempunyai tujuan atau kepentingan yang sama-tetapi
masih menikmati kebebasan individu yang tinggi.
Schein (2004) menjelaskan bahwa, yang diukur dalam pengukuran
budaya organisasi adalah intensitas atau kekuatan budaya organisasi dari
suatu organisasi itu sendiri dengan menggambarkan nilai dan norma
organisasi yang terikat dengan 1) Penyelesaian tugas kerja, 2) hubungan
interpersonal, 3) tingkah laku individu. Dari ketiga komponen tersebut
oleh Schein dijabarkan sebagai berikut:
1) Penyelesaian tugas, meliputi:
a) Asas tujuan, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan seberapa
jauh nilai karyawan untuk memahami tujuan yang hendak dicapai
commit to user
b) Asas konsensus, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan seberapa
jauh memberikan kesempatan kepada karyawan untuk turut serta
dalam proses pengambilan keputusan
c) Asas empirik, yaitu asa yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan sejauhmana
mau menggunakan bukti-bukti empirik dalam pengambilan
keputusan.
d) Asas integritas, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan sejauh mana
bekerja dengan sungguh-sungguh dalam mencapai suatu tujuan.
2) Hubungan Interpersonal, mencakup :
a) Asas kesatuan, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan sikap
organisasi tentang keadilan dan pemihakan terhadap karyawan dan
kelompok.
b) Asas Keakraban, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan pada kondisi
pergaulan sosial antar karyawan.
3) Tingkah laku individu, mencakup :
a) Asas keunggulan, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan seberapa
commit to user
menjadi yang terbaik dan berprestasi lebih baik dari yang sudah
dilakukan.
b) Asas prestasi, yaitu asas yang mempunyai nilai yang
menggambarkan bahwa organisasi yang menekankan sikap
perusahaan terhadap karyawannya.
3. Organisasi Pembelajar
a. Definisi Organisasi Pembelajar
Istilah organisasi pembelajar sebagian berasal dari gerakan “In
Search of Excellence” dan selanjutnya digunakan oleh Garrat (dalam
Dale, 2003). Namun Geoffrey dan Holland (dalam Dale, 2003)
menyatakan bahwa, “jika kita mau bertahan hidup secara individual atau
sebagai perusahaan, ataupun sebagai bangsa kita harus menciptakan
tradisi perusahaan pembelajaran.” Statemen-nya ini mengacu pada usaha
mencari contoh-contoh praktek terbaik sehingga organisasi pembelajar
bisa dijiplak dan diperbanyak.
Kondisi ini justru menyebabkan perusahaan-perusahaan berusaha
mencari contoh dari perusahaan yang berhasil. Dengan kata lain mereka
berusaha mencari organisasi yang paling sempurna untuk dicontoh tanpa
menyadari bahwa tidak ada bentuk organsiasi yang seperti itu.
Pedler et al (1988), mendefinisikan organisasi pembelajaran
sebagai berikut:
“Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh
commit to user
Pedler et al (1988), menekankan sifat dua sisi dari definisi
tersebut. Suatu perusahaan pembelajar bukan organisasi yang
semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya pengembangan keterampilan
individu tertanam dalam konsep, setara dan merupakan bagian dari
kebutuhan akan pembelajaran organisasi.
Menurut Pedler et al (dalam Dale, 2003) suatu organisasi
pembelajaran adalah organisasi yang:
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu
terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka
2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan
stakeholder lain yang signifikan
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai
pusat kebijakan bisnis
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus
Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah
agar perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru,
masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu
memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin
kompetitif.
Senge (1990) mengatakan, sebuah organisasi pembelajar adalah
organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk
menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh
commit to user 1) Penguasaan Pribadi
Artinya kecenderungan yang benar dan versi yang diketahui dengan
proses berkesinambungan berfokus kembali dan tambahan pada diri
sendiri.
2) Model Mental
Ini berarti hipotesis untuk merefleksikan dan mengeksplorasi kondisi
mental untuk membentuk mental yang cocok untuk aktualisasi situasi.
3) Pembelajaran Tim
Yang berarti mengintegrasikan proses untuk anggota tim pengembang
untuk menawarkan mereka secara keseluruhan koordinasi dan
kemampuan untuk mewujudkan tujuan-tujuan bersama mereka
4) Visi Bersama
Berarti gambaran umum dan versi di antara organisasi anggota. Dapat
membuat semua anggota menjadi bersatu, dengan suasana menyerap
semua maksud kegiatan organisasi.
5) Pemikiran Sistem
Itu melakukan sesuatu yang dalam pemikiran keseluruhan struktur
dan berkonsentrasi pada cara menegakkan kembali hipotesis.
Lundberg (dalam Dale, 2003) menyatakan, bahwa pembelajaran
adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan
pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.
Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:
commit to user
2) Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap
keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan
sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu
3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan
kembali unsur-unsur organisasi
4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang
mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan
mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga
mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan
5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-olah
mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran,
pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan
penilaian.
6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota
organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya
rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti
untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktek-praktek
organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian
organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan
perilaku.
Tokoh lain yang memberikan defenisi mengenai organisasi
pembelajaran adalah Farago dan Skyrme (dalam Munandar, 2003). Dalam
commit to user
“Learning Organizations are those that have in place systems,
mechanism and processes, that are used to continually enhance their
capabilities to achieve sustainable objectives for themselves and the
communities in which they participate.”
Dari uraian di atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu
bahwa organisasi pembelajaran adalah:
1) Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya
2) Secara terus menerus menunjang kemampuan untuk berubah
3) Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif
4) Menggunakan hasil pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih
baik
Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
organisasi pembelajaran adalah organisasi yang secara terus menerus dan
terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus
berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun
individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan
kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di
dalamnya.
b. Karakteristik Organisasi Pembelajar
Megginson dan Pedler (dalam Dale, 2003), memberikan sebuah
panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu: ”suatu ide atau
metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa
membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud
commit to user
datang”. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan
kondisi dimana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajar dapat dihasilkan.
Kondisi-kondisi tersebut adalah:
1) Strategi pembelajaran;
2) Pembuatan kebijakan partisipatif;
3) Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk
menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan
pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang
tersedia);
4) Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk
membantu belajar dari keputusan);
5) Pertukaran internal;
6) Kelenturan penghargaan;
7) Struktur-struktur yang memberikan kemampuan;
8) Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan;
9) Pembelajaran antar perusahaan;
10)Suasana belajar;
11)Pengembangan diri bagi semua orang.
Meskipun melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu
organisasi menjadi organisasi pembelajar. Perlu dipastikan bahwa
tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan.
Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara
kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan
commit to user
pembelajar, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara
berperilaku dan sistem. Mampu melakukan transformasi dan berubah
secara radikal adalah sama dengan perbaikan yang berkelanjutan.
Schein (dalam Munandar 2003) mengemukakan, karakteristik
organisasi pembelajar sebagai berikut:
1) Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih
dominan dalam menjalin hubungan
2) Manusia hendaknya berperilaku proaktif
3) Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang baik
4) Manusia pada dasarnya dapat diubah
5) Dalam hubungan antar manusia, individualisme dan kolektivisme
sama-sama penting
6) Dalam hubungan atasan-bawahan kesejawatan atau partisipatif dan
otoritatif atau paternalistik sama-sama pentingnya
7) Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek
8) Untuk penghitungan waktu lebih digunakan satuan waktu yang
medium
9) Jaringan informasi dan komunikasi berkesinambungan secara lengkap
10)Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama pentingnya
11)Perlunya berpikir secara sistematis.
Farago dan Skyrme (dalam Munandar, 2003) mengatakan, bahwa
organisasi pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Berorientasi pada masa depan dan hal-hal yang sifatnya eksternal atau
commit to user
2) Arus dan pertukaran informasi yang jelas dan bebas
3) Adanya komitmen untuk belajar dan usaha individu untuk
mengembangkan diri
4) Memberdayakan dan meningkatkan individu-individu di dalam
organisasi
5) Mengembangkan iklim keterbukaan dan rasa saling percaya
6) Belajar dari pengalaman; Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik dari organisasi pembelajaran adalah keyakinan
bahwa individu adalah proaktif untuk meningkatkan keinginan diri,
berusaha maju dan terus belajar dengan menciptakan iklim organisasi
yang terbuka dan arus informasi yang jelas. Kondisi ini nantinya akan
menghasilkan proses yang terus berkesinambungan dengan tetap
mengacu pada kondisi internal organisasi yang pada akhirnya
mengacu pada kondisi dan tuntutan eksternal di luar organisasi.
4. Kepuasan Kerja
a. Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat
individual, setiap individu akan memilki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal tersebut
disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan individu
tersebut maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerjanya. Demikian
juga semkin sedikit dalam aspek-aspek pekerjaan yang sesuai keinginan
commit to user
Banyak pendapat dari para ahli yang mencoba mendefinisikan
pengertian dari kepuasan kerja. Beberapa definisi dari kepuasan kerja
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Mathis dan Jackson (2001) mengungkapkan, kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang bersifat positif dari mengevaluasi pengalaman
kerja seseorang.
2) Menurut Robbins (2001), dampak kepuasan kerja jika dipenuhi dapat
meningkatkan produktivitas/kinerja karyawan dan menekan turnover.
b. Faktor-faktor Kepuasan kerja
As’ad (2001), merangkum faktor-faktor kepuasan kerja dari
berbagai pendapat antara lain:
1) Faktor Psykologis
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
merupakan minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap bekerja,
bakat dan keterampilan.
2) Faktor Sosial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi social baik
sesame karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan, maupun
karyawan yang berbeda sejenis pekerjaannya.
3) Faktor Fisik
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan
kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan
waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan
commit to user 4) Faktor Finansial
Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi system dan besarnya gaji,
jaminan social, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,
promosi dan sebagainya.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Gibson et al (1997) menjelaskan, bahwa ada lima hal penting yang
merupakan factor-faktor yang berpengaruhi terhadap kepuasan kerja, lima
hal tersebut adalah:
1) Pekerjaan Yang Dilakukan
Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat merupakan sumber kepuasan.
Pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang
menarik dan menantang, tidak membosankan dan pekerjaan itu dapat
memberikan status.
2) Gaji
Gaji dan upah yang diterima karyawan dianggap sebagai refleksi cara
pandang manajer mengenai konntribusi karyawan terhadap organisasi.
Unag tidak hanya membantu orang untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, tetapi juga dapat memberikan kepuasan pada tingkat
berikutnya.
3) Promosi
Kesempatan untuk lebih berkembang atau mengembangkan diri di
organisasi dapat menjadi sumber kepuasan kepuasan kerja. Karyawan
commit to user
kepada karyawan untuk mengembangkan karir dan mengaktualisasi
diri.
4) Supervisor
Kemampuan supervisor untuk memberikan dukungan tehnis dan
moral dapat meningkatkan kepuasan kerja, misalnya dengan
memberikan karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan, memberikan pengarahan, dan bantuan kepada karyawan
dan berkomunikasi dengan karyawan.
5) Rekan Sekerja
Rekan sekerja yang dapat memberikan bantuan teknis dan dapat
memberikan dukungan secara sosial akan meningkatkan kepuasan
kerja karyawan.
d. Indikator-indikator kepuasan kerja
Menurut Herzberg (dalam Gibson, 1997), indikator yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah :
1) Pengakuan yang merupakan suatu penghargaan dari atasan atau dari
rekan sekerja
2) Tanggung jawab adalah tanggung jawab dalam menyelesaikan
pekerjaan dan pendelegasian wewenang
3) Kemajuan karier adalah dorongan untuk berprestasi dan kepercayaan
pada kemampuan diri.
4) Daya tarik pekerjaan adalah perasaan terhadap pekerjaan yang akan
commit to user
5) Kemungkinan untuk berkembang adalah pertumbuhan dan
perkembangan atas perasaan terhadap jalur karier yang ada dan
pemberian program pendidikan dan pelatihan.
e. Pengaruh Kepuasan Kerja
Luthans (1998) mengemukakan bahwa, kepuasan kerja
berpengaruh terhadap berbagai hal, yaitu:
1) Produktivitas
Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi, produktivitasnya akan
meningkat, walaupun hasilnya tidak langsung. Penghargaan adalah
variabel moderating yang menghubungkan antara produktivitas denga
kepuasan kerja.
2) Keinginan untuk Pindah kerja (turnover Intention)
Jika karyawan tidak puas dengan pekerjaannya, maka besar keinginan
mereka untuk pindah kerja.
3) Tingkat Kemangkiran (absenteism)
Ketika tingkat kepuasan kerja tinggi maka tingkat kehadiran (absent)
rendah. Sebaliknya, kepuasan rendah maka tingkat ketidakhadiran
tinggi.
4) Faktor Lain
Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan mempunyai
kesehatan fisik dan mental yang baik, lebih cepat untuk mempelajari
tugas-tugas, tidak banyak kesalahn yang dibuat, tidak banyak keluhan.
commit to user
baik, misalnya membantu rekan sejawat, membantu pelanggan, dan
lebih mudah bekerja sama.
Menurut Robbins (2006), ketidakpuasan kerja karyawan dapat
diekspresikan dalam berbagai cara, terdapat empat respon yang dapat
dilakukan karyawan ketika mereka merasa tidak puas dengan pekerjaan
mereka, respon tersebut berupa:
1) Keluar
Perilaku diarahkan ke meninggalkan organisasi, yang meliputi
mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri.
2) Suara
Secara aktif dan konstruktif berupaya memperbaiki kondisi, yang
meliputi menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan
atasan, dan sebagian bentuk kegiatan perserikatan.
3) Kesetiaan
Secara pasif namun optimis menunggu perbaikan kondisi, yang
meliputi membela organisasi dari kritikan eksternal dan mempercayai
organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.
4) Pengabdian
Secara pasif membiarkan keadaan memburuk, yang meliputi
keabsenan atau keterlambatan kronis, penurunan usaha, dan
peningkatan tingkat kesalahan.
f. Pengukuran kepuasan kerja
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2001) terdapat dua
commit to user 1) Pertanyaan terbuka (open ended question)
Para pegawai diminta menguraikan perasaannya terhadap berbagai
aspek-aspek pekerjaannya dengan kata-kata sendiri.
2) Pertanyaan jawaban tertentu (fixed respons question), pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut :
a) Minnesota Satisfaction Questioner (MSQ)
Wexley dan Yulk (dalam As’ad, 2001) menyatakan, suatu jenis
pengukuran kepuasan kerja yang sejenis pertanyaan jawabannya
didasarkan atas asumsi bahwa kepuasan dan tidak kepuasan
merupakan suatu kontinum dua kutub. Kepuasan kerja sesorang
dapat dihitung dengan menghitung skor dari seluruh item yang
disediakan. Bagian-bagian tertentu dari sebagian skor item dapat
dijumlahkan untuk mendaptkan kepuasan eksintrik.
b) Job Descreption Index (JDI)
JDI merupakan skala kepuasan kerja yang menggunakan item
jawaban tertentu. JDI membedakan skala diperoleh degan
menjumlahkan skor item-item dengan skal tertentu dan dengan
demikian kepuaan kerja secara keseluruhan dapat dihitung pula.
c) Need Satisfaction Questionere (NSQ)
NSQ mendasarkan pada teori discrepancy, yaitu setiap item terdiri
atas dua pertanyaan, yang pertama untuk “seharusnya ada” dan
yang kedua “untuk apa yang ada sekarang”. Item dalam skala ini
commit to user
dengan bagaimana nilai angka diatas pilihan responden dengan
aspek-aspeknya.
5. Hubungan Antara Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Pengoperasian
Organisasi Pembelajar dengan Kepuasan Kerja
Dari hasil riset terdahulu terdapat kesempatan melakukan penelitian
dengan variabel-variabel tentang kepemimpinan, budaya organisasi,
pengoperasian organisasi pembelajar dengan kepuasan kerja karyawan.
Dalam organisasi publik, Bawahan bekerja selalu bergantung dengan
pemimpin, bila pemimpin tidak mempunyai kemampuan intelektualitas untuk
memimpin, maka semua tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan
dengan baik dan selalu akan menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan.
Bohn dan Grafton (2002) menganggap bahwa, kepemimpinan berarti cara
untuk menciptakan visi yang jelas, mereka memberikan bawahan dengan rasa
kepercayaan diri, diciptakan melalui koordinasi dan komunikasi yang detail.
Popper dan Lipshitz (2000) berpendapat, kepemimpinan adalah faktor
yang mempengaruhi organisasi belajar. Pemimpin dapat membuat struktur
organisasi dan bentuk budaya organisasi menghasilkan pengaruh melalui
berbagai urusan, tindakan dan pelayanan, kepemimpinan benar-benar
mempengaruhi organisasi belajar. Kita dapat mengetahui bahwa
kepemimpinan dan pembelajaran organisasi sangat berkorelasi dan
kepemimpinan juga dapat meningkatkan proses dan hasil kegiatan belajar
organisasi (Lam, 2002; Leithwood & Menzies, 1998; Leithwood et al., 1998).
Robbins (2003) menunjukkan, fungsi manajemen kepemimpinan
commit to user
menjelaskan dan meramalkan produktivitas karyawan, tingkat mengundurkan
diri dan kepuasan kerja dalam upaya untuk mencapai tujuan akhir untuk
keterlibatan pekerjaan karyawan dan komitmen untuk perusahaan.
Daft (2001) juga menunjukkan, organisasi pembelajaran adalah fitur
penting untuk memiliki budaya organisasi dengan upaya untuk mendorong
perubahan dan adaptasi organisasi. Saat ini, terdapat peningkatan konsensus
pada gagasan bahwa organisasi membuat upaya untuk memperkenalkan
budaya yang mendorong komunikasi di antara anggota mereka,
eksperimentasi dan pengambilan risiko, dan memotivasi karyawan untuk
keyakinan akan pertanyaan mendasar dan pola kerja akan mencapai suasana
kerja yang menguntungkan untuk pengembangan kapasitas mereka untuk
belajar (Lopez and Ordas, 2004).
Huang dan Wu (2000) mengindikasikan bahwa, budaya organisasi
dari agensi bisnis publik akan menyebabkan efek signifikan pada komitmen
organisasi dan kepuasan kerja karyawan.
Hong (2001) berpendapat, efisiensi pengoperasian organisasi
pembelajar dapat memungkinkan karyawan untuk memiliki keterampilan
tegas tentang interaksi persahabatan antar personil dan perilaku sosial yang
benar sehingga tersedia untuk meningkatkan semangat kerja, mengurangi
tingkat ketidakhadiran dan tingkat pergantian pekerjaan. Kita dapat
menemukan dari penelitian praktis bahwa organisasi pembelajar dapat
commit to user Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Terdahulu Variabel Hasil
1 Su-Chao Chang and Ming-Shing Lee, (2007) :
A Study on Relationship among leadership, Organization Culture, The Operation of Learning Organization and Employee’s job Satisfaction.
Independen :
- Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Moderating :
- Pengoperasian Organisasi Pembelajar effect on organizational commitment and job satisfaction in public sector: an example of the Yarmohammadian (2006) ;
A study of relationship between managers’ leadership style and employees’ job satisfaction
Penelitian terdahulu terutama negara maju seperti Eropa, Amerika,
dan Asia yang telah meneliti hubungan antara kepemimpinan, budaya
commit to user
yang pasti yaitu menunjukkan di antara variabel-variabel tersebut terdapat
hubungan yang signifikan positif dan tidak berhubungan positif signifikan.
Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh Chang dan Lee (2007), di kota
Taiwan dengan menggunakan sampel karyawan seribu perusahaan swasta.
Dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chang dan Lee tersebut
mendorong peneliti untuk menguji pengaruh kepemimpinan, budaya
organisasi, pengoperasian organisasi pembelajar terhadap kepuasan kerja
karyawan dengan menggunakan sampel karyawan satu perusahaan saja dan
dengan mengambil tempat penelitian di instansi pemerintah, yaitu pada Dinas
Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta.
B. Kerangka Pemikiran
H3
H1
H5
H2
H4
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Chang and Lee (2007)
Kepemimpinan
Pengoperasian Organisasi Pembelajar
Budaya Organisasi
commit to user
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepemimpinan dan
budaya organisasi, variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja
karyawan, sedangkan variabel pengoperasian organisasi pembelajar sebagai
mediator.
C. Hipotesis Penelitian
1. H1 : Kepemimpinan berhubungan positif signifikan pada
Pengoperasian Organisasi Pembelajar
Hipotesis 1 dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian :
Chang dan Lee (2007) berpendapat, perusahaan dengan
pengoperasian organisasi pembelajar yang tinggi datang bersamaan dengan
kinerja kepemimpinan yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan
perusahaan dengan pengoperasian yang rendah, hal itu berarti kepemimpinan
benar-benar menyebabkan efek signifikan pada pengoperasian organisasi
pembelajar.
2. H2 : Budaya Organisasi berhubungan positif signifikan pada
Pengoperasian Organisasi Pembelajar
Hipotesis 2 dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian :
Chang dan Lee (2007) berpendapat, perusahaan dengan budaya
organisasi yang tinggi benar-benar menyebabkan efek signifikan pada
commit to user
3. H3 : Kepemimpinan berhubungan positif pada Kepuasan Kerja
Hipotesis 3 dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian:
Chang dan Lee (2007) dalam hasil penelitiannya, menemukan
kepemimpinan menyebabkan efek positif pada kepuasan kerja karyawan tetapi
tidak signifikan.
Rad dan Hossein (2006) dalam penelitiannya, menyatakan
kepemimpinan berkorelasi signifikan pada kepuasan kerja, korelasi ini berasal
dari dimensi-dimensinya.
4. H4 : Budaya Organisasi berhubungan positif pada Kepuasan Kerja
Hipotesis 4 dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian:
Chang dan Lee (2007) dalam hasil penelitiannya, menemukan budaya
organisasi menyebabkan efek positif pada kepuasan kerja karyawan tetapi
tidak signifikan. Sedangkan dalam penelitian Huang dan Wu (2000) menunjukkan, budaya organisasi badan-badan usaha publik akan menimbulkan dampak signifikan pada komitmen organisasi dan kepuasan kerja.
5. H5 : Pengoperasian Organisasi Pembelajar berhubungan positif pada
Kepuasan Kerja
Hipotesis 5 dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian:
Chang dan Lee (2007) dalam hasil penelitiannya, menemukan
Pengoperasian Organisasi pembelajar menyebabkan efek positif pada
kepuasan kerja karyawan tetapi tidak signifikan, namun dimensi-dimensinya
seperti membangun visi, penguasaan personal dan kerjasama sistematis
tersebut positif dan signifikan maka akan semakin meningkatkan dimensi
commit to user
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian Sensus yaitu jenis penelitian dengan penentuan memberlakukan atau mengambil semua populasi Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta (Arikunto, 1998).
B. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
yang diamati (Singarimbun, 1995). Pengambilan data primer dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen penelitian kuesioner
yang disebarkan kepada responden sebagai sampel dalam penelitian
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung tetapi masih berhubungan
dengan obyek penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka berupa
literatur yang terkait dengan penlitian ini, jurnal maupun referensi dari
sumber lain yang relevan dengan penelitian ini.
C. Definisi Operasional
1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi
perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif
commit to user
2003). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah : Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi.
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan yang dimaksudkan disini adalah salah satu proses
dimana seorang individu mempengaruhi anggota kelompok yang lain
untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasional yang setelah
ditetapkan. Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang mampu
menggunakan pengaruhnya kepada anggota kelompok atau bawahan agar
mereka mau bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi yang
telah ditetapkan, dan bukan untuk diri sendiri saja, itu sesuai dengan tipe
pemimpin yang ada di Lingkungan DPU Pemerintah Kota Surakarta .
Pengukuran variabel Kepemimpinan dengan menggunakan 15 item
dengan skala likert 5 point. Skala yang digunakan adalah skala likert dari
nilai 1 sampai dengan 5 dari Sangat Tidak Setuju, Tidak setuju, Cukup
commit to user
Tabel III.1
Indikator berupa pertanyaan kuesioner Kepemimpinan
No Indikator
1 Karyawan mempercayai pimpinan mempunyai kemampuan cukup untuk mengatasi kesulitan dalam pekerjaan.
2 Kapanpun pimpinan karyawan mengidentifikasi kesalahan karyawan, pimpinan akan dengan baik hati mempertimbangkan harga diri karyawan.
3 Setiap kali pimpinan menghukum karyawan, pasti akan menggunakan sikap tidak memihak secara dogmatik tanpa pertimbangan pribadi.
4 karyawan menganggap pimpinan sebagai contoh yang paling sukses.
5 Kapanpun karyawan membuat kesalahan pada pekerjaan, pimpinan akan berkomunikasi dengan baik dengan karyawan dan menunjukkan kesalahan untuk mengambil tindakan yang sepantasnya.
6 Pimpinan dapat berbagi kesenangannya dan kesukarannya dengan karyawan.
7 Pimpinan dapat menyemangati karyawan untuk mempunyai
keberanian yang mencukupi untuk menghadapi tantangan
.
8 pimpinan memperhatikan karyawan seperti salah satu dari saudaranya
9 Pimpinan dapat memberi orientasi pada karyawan sebuah prinsip baru dan membantu menyelesaikan masalah.
10 Pimpinan dapat memberikan karyawan tugas utama untuk pelayanan pelanggan.
11 Pada pekerjaan, karyawan tidak dapat menunjukkan rasa hormat yang tulus menyelesaikan instruksi tersebut dari pimpinan.
12 Pimpinan akan memuaskan permintaan karyawan untuk meminta dukungan pribadi karyawan kepadanya.
13 Pimpinan dapat secara jelas mengatakan pada karyawan tentang tujuan dari tugas tertentu untuk meraih penghargaan.
14 Pimpinan akan memberi hukuman dan memberi penghargaan kepada karyawan sesuai dengan prestasi kerja perorangan
15 Kapanpun karyawan menyelesaikan tujuan khususnya, pimpinan dapat mengahadiahi penghargaan yang layak.