• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Murbandini Dwi Widihastuti. D14080268. 2012. Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rukmiasih, MS.

Ayam Kampung merupakan salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang disukai masyarakat karena pemeliharaan yang mudah dan murah. Keragaman ukuran-ukuran tubuh ayam Kampung masih sangat beragam dalam segi ukuran maupun bentuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung pada tiga lokasi pengamatan di pulau Jawa. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, Blitar. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu dari Desember 2011 sampai Januari 2012. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi genetik mengenai karakteristik ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung berdasarkan pengukuran panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang shank (X3),

lingkar shank (X4), panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7),

panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan

lebar pinggul (X12).

Ayam Kampung yang diukur sebanyak 328 ekor pada kondisi dewasa tubuh (umur enam bulan keatas) dengan rincian sebagai berikut: ayam Kampung Ciamis 101 ekor (45 ekor jantan dan 56 ekor betina), ayam Kampung Tegal 109 ekor (20 ekor jantan dan 89 ekor betina), ayam Kampung Blitar 118 ekor (38 ekor jantan dan 80 ekor betina). Sampel Ayam Kampung dipilih secara tidak acak (Purposive Sampling). Statistika deskriptif dan T2 -Hotelling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung pada berbagai lokasi pengamatan. Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan. Diagram kerumunan dibuat untuk membandingkan ukuran dan bentuk tubuh antara ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar.

Hasil uji T2 -Hotelling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata (P<0,01) antara jantan dan betina pada ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar adalah panjang tibia yang berkorelasi positif dengan skor ukuran (masing-masing nilai vektor Eigen 0,562; 0,583 dan 0,561 dengan koefisien korelasi terhadap ukuran sebesar +0,789; +0,730 dan +0,817). Panjang shank juga merupakan penciri ukuran pada ayam Kampung Blitar dengan vektor Eigen sebesar 0,625 dan koefisien korelasi terhadap ukuran sebesar +0,829. Penciri bentuk tubuh ditemukan pada panjang femur dan panjang tibia pada ayam Kampung Ciamis dan Tegal dengan vektor Eigen panjang femur masing-masing 0,547 dan 0,620 yang memiliki korelasi terhadap bentuk masing-masing sebesar +0,563 dan +0,694; serta vektor Eigen

(2)

Blitar adalah panjang femur dan panjang sayap dengan vektor Eigen 0,603 dan 0,625 yang berkorelasi terhadap bentuk sebesar +0,652 dan +0,674.

Kerumunan data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar bertumpang tindih. Irisan yang besar ditemukan pada kerumunan data ayam Kampung Ciamis dan Blitar; sedangkan kerumunan data ayam Kampung Tegal membentuk irisan yang lebih kecil. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan arah seleksi pedaging; petelur; pedaging dan petelur.

(3)

ABSTRACT

Body Size and Shape of Kampong Chicken in Ciamis, Tegal and Blitar Widihastuti, M.D., R. H. Mulyono and Rukmiasih

The purpose of this research is to identify the size and shape of the body using 328 Kampong chickens (45 males and 56 females from Ciamis; 20 males and 89 females from Tegal; 38 males and 80 females from Blitar). Differences of linear measurements of body surface of Kampong chicken from Ciamis, Tegal and Blitar was analyzed using descriptive analysis was tested with statistics T2 -Hotelling. The size and body shape of the Kampong chickens was be determined through a principal component analysis. The differences of sizes using a linear measurement of the body surface indicated that Kampong chickens from Ciamis were type that are more towards broiler type; Kampong chickens from Tegal were more toward laying hen type; and Kampong chickens from Blitar were more towards laying hens and broiler chickens type. The differences of linear variable of body size were found between two Kampong chicken group based on T2 -Hotelling statistical test (P<0,01). The result of principal component analysis shows that the Eigen values of Kampong Chickens from Ciamis, Tegal and Blitar sizes were found by the length of tibia (with

Eigen vector were 0,562; 0,583 and 0,561 respectively) with correlation coefficient of size +0,789; +0,730 and +0,817 respectively. Tarsometatarsus lengths were also being found as a marker size of Kampong chicken from Blitar with Eigen vector 0,625 and correlation coefficient of size +0,829. Eigen value of shape of Kampong chickens from Ciamis and Kampong chickens from Tegal found by the length of

femur were 0,547; 0,620 respectively and with correlation coefficient of shape +0,563; +0,694 while Eigen value of the length of tibia were 0,580; 0,607 respectively with the correlation coefficient of shape 0,499; 0,598. Eigen vector value of shape Blitar Kampong chicken was determined by the length of the femur

and the wing length with the Eigen vectors were 0,603 and 0,625 respectively and the correlation coefficient of shape +0,652 and +0,674.

(4)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam Kampung merupakan salah satu kekayaan sumber genetik ternak lokal Indonesia sehingga disebut juga sebagai ayam asli (native chicken). Domestikasi ayam Kampung dimulai sejak jaman dahulu yaitu pada saat hubungan antara ayam tersebut dan masyarakat sangat erat, yang diperlihatkan dengan kepemilikan ayam Kampung pada setiap keluarga, terutama di daerah pedesaan. Ayam Kampung lebih mudah dipelihara dan tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras luar negeri karena kemampuan beradaptasi baik dengan lingkungan tropis pedesaan.

Ayam Kampung diklasifikasikan ke dalam 31 rumpun ayam lokal Indonesia dengan keunggulan tersendiri. Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) berasal dari ayam hutan (Gallus gallus) yang kemudian didomestikasi sebagai ayam peliharaan karena pemeliharaan yang mudah dan dapat memanfaatkan limbah rumah tangga sebagai pakan. Ayam Kampung berpotensi dikomersialkan sebagai usaha peternakan tanpa harus mengenyampingkan keberadaannya sehingga pelestarian dapat tetap dipertahankan sebagai upaya konservasi lebih lanjut.

Identifikasi keragaman genetik ayam Kampung secara tidak langsung diperlihatkan dengan keragaman fenotipik kuantitatif berdasarkan pengamatan ukuran linear permukaan tubuh. Perbedaan ukuran (size) atau bentuk tubuh (shape) diantara kelompok-kelompok ayam Kampung yang menyebar di seluruh penjuru negeri, mengindikasikan bahwa keragaman morfometrik masih ditemukan.

Tujuan

(5)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia

Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfium

Vertebrata, kelas Aves, super order Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus (Myers et al., 2006). Menurut Mansjoer (1985) bahwa nenek moyang ayam domestikasi yang menyebar di seluruh dunia berasal dari empat jenis ayam hutan yaitu ayam Hutan Merah (Gallus gallus), ayam Hutan Sri Lanka (Gallus lafayetti), ayam Hutan Abu-abu atau ayam Hutan Sonerat (Gallus sonneratti) dan ayam Hutan Jawa (Gallus varius). Nenek moyang ayam domestikasi yang utama adalah ayam Hutan Merah (Gallus gallus).

Sumber: Kuswardani (2012)

Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B)

Sumber: Candrawati (2007)

Gambar 2. Ayam Sentul Jantan (C), Ayam Wareng Tangerang Jantan (B)

Beraneka ragam ayam asli Indonesia menyebar di seluruh kepulauan Indonesia yang memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas. Sejauh ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal

A B

(6)

yaitu Pelung, Sentul, Nagrak, Banten, Ciparage, Siem, Wareng, Kedu hitam, Kedu putih, Kedu cemani, Sedayu, Gaok, Bangkalan, Olagan, Nusa penida, Nunukan, Ayunai, Tolaki, Tukung, Sumatera, Burgo, Merawang, Kukuak balenggek, Melayu, Bangkok, Bekisar, Walik/Rintit, Kampung, Galus varius, Galus galus, dan Maleo. (Nataamijaya, 2010).

Keanekaragaman sifat genetik yang dimiliki ayam lokal secara nyata dimunculkan dalam penampilan fenotipik, seperti warna bulu, kulit, paruh, daging, bentuk jengger, bulu penutup, penampilan produksi, pertumbuhan dan reproduksi (Schmidt, 1985; Sidadolog, 1990). Keanekaragaman dapat dimunculkan secara evolusi maupun revolusi akibat dari sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi. Faktor cekaman lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan, karena upaya untuk mempertahankan diri melalui proses adaptasi. Proses adaptasi yang berlangsung lama dapat memunculkan sifat dan penampilan baru dan kemudian dapat diwariskan secara genetik dari generasi ke generasi.

Ayam lokal Indonesia dipelihara sebagai ayam pedaging dan petelur. Selain itu berfungsi sebagai hewan kesayangan yang bermanfaat sebagai penghias halaman, aduan, ritual atau sebagai pemberi kepuasan melalui suara kokok yang merdu. Informasi dasar yang meliputi ciri spesifik, asal-usul, performa dan produktivitas

diperlukan sebagai sumber daya genetik ternak ayam lokal lebih dikenal dan lebih dikembangkan secara berkelanjutan (Sulandari et al., 2007).

Ayam Kampung

Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam Kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan ayam Hutan Merah yaitu Hutan merah Sumatra (Gallus gallus gallus) dan ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus javanicus). Selanjutnya menurut Rasyaf (2011), ciri-ciri ayam Kampung jantan lebih jelas dari segi bentuk, memiliki tubuh yang gagah; sedangkan pada betina, bulu ekor lebih pendek dari panjang tubuh, memiliki ukuran badan dan kepala yang lebih kecil.

(7)

yang bervariasi yaitu hitam, putih, coklat, abu-abu campuran. Sifat fenotipik dan genotipik ayam Kampung masih sangat bervariasi seperti warna bulu yang masih beragam yaitu berwarna hitam, tipe liar, pola kolumbian, bulu putih dan bulu lurik (Sulandari et al., 2007).

Gambar 3. Ayam Kampung Jantan Ciamis (A) dan Ayam Kampung Jantan Blitar (B)

Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung 2.405,141 ± 151,510 g (jantan) dan 1.650,00 ± 124,31 g (betina). Selanjutnya Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa manfaat dan keunggulan ayam Kampung adalah penghasil daging dan telur serta tahan terhadap penyakit. Ayam Kampung

mudah dikenali masyarakat karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Gambar 4. Ayam Kampung Betina Ciamis (A) dan Ayam Kampung Betina Blitar (B)

A B

(8)

Pertumbuhan

Menurut Herren (2000) pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran atau volume dari mahkluk hidup. Pertumbuhan terjadi pada dua fase utama yaitu fase prenatal dan fase postnatal. Pertumbuhan prenatal terjadi sebelum hewan lahir sedangkan pertumbuhan postnatal terjadi setelah hewan lahir. Tubuh hewan akan mengalami pertumbuhan yang cepat sejak hewan lahir sampai dewasa kelamin.

Setelah dewasa kelamin pertumbuhan hewan masih berlanjut walaupun pertumbuhan berjalan dengan lambat tetapi pertumbuhan tulang dan otot pada saat itu telah berhenti. Selanjutnya Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Jantan memiliki testosteron sebagai suatu steroid androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan. Androgen

dihasilkan sel-sel interstisial dan kalenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen

adalah testosterone yang dihasilkan testis. Sekresi testosterone yang tinggi pada jantan menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak jantan dibandingkan betina, lebih cepat terutama setelah sifat-sifat kelamin sekunder muncul.

Morfometrik

Analisis morfometrik yang menggunakan metode AKU menerangkan bahwa komponen utama pertama merupakan indikasi dari ukuran hewan yang diteliti (vektor ukuran) dan komponen kedua merupakan indikasi dari bentuk hewan yang diteliti (vektor bentuk) Everitt dan Dunn (1991). Menurut Nishida et al. (1982) bentuk (shape) tubuh ayam asli Indonesia dipengaruhi tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Panjang tibia memberikan pengaruh yang paling besar terhadap ukuran tubuh ayam. Ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif dalam pendugaan konformasi tubuh, ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang shank dengan lingkar shank, menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh.

Tulang Femur

(9)

membawa banyak anggota badan bagian belakang untuk mendekat ke pusat gravitasi tubuh. Selanjutnya Nugraha (2007); Candrawati (2007) menyatakan panjang femur

adalah 102,29 ± 6,45 mm; 10,23 cm sedangkan pada betina adalah 83,48 ± 3,79 mm; 8,35 cm.

Tulang Tibia

Menurut McLelland (1990) tulang tibia adalah bagian anggota badan yang sering disebut dengan drumstick yang terdiri atas balutan fibula dan tibia yang bergabung dengan baris proksimal dari tulang tarsal ke bentuk tibiotarsus. Nugraha (2007) panjang tibia ayam Kampung jantan adalah 152,95 ± 10,24 mm; sedangkan betina 123,14 ± 5,92 mm.

Tulang Maxilla (Ossa Maxillaria)

Menurut Sisson dan Grossman (1975) maxilla merupakan salah satu ciri khas dari kelompok burung yang membedakan dengan kelompok vertebrata lain. Tulang

maxilla berbentuk tipis yang membentuk rahang atas. Selanjutnya Rusdin (2007) menyatakan maxilla merupakan bagian kepala yang berfungsi sebagai alat untuk memasukkan makanan ke dalam tubuh ayam. Selanjutnya Nugraha (2007); Nishida

et al. (1980) panjang maxilla pada jantan 35,99 ± 3,65 mm; 63,40 mm; sedangkan pada betina 31,70 ± 1,86 mm; 58,10 mm.

Tulang Tarsometatarsus (shank)

Keterangan: 1. Femur

2. Patella

3. Tibiotarsus

4. Fibula

5. Tarsometatarsus

6. Tulang jari i. Jari pertama ii. Jari kedua iii.Jari ketiga iv. Jari keempat

Sumber: Mc Henry (2008)

Gambar 5. Tulang Femur, Tibia, Tarsometatarsus dan Jari pada Ayam I

II

(10)

Menurut McLelland (1990) tarsometatarsus dibentuk melalui penggabungan ruas paling bawah dari tulang tarsal dan tulang metatarsal jari II, III dan IV. Lingkar

tarsometatarsus berfungsi untuk menopang tubuh ayam supaya seimbang Mulyono

et al. (2009). Menurut Mansjoer (1985) panjang shank merupakan salah satu sifat kuantitatif yang dijadikan parameter pertumbuhan. Panjang shank pada jantan adalah 110,04 ± 9,11 mm; sedangkan betina 85,81 ± 4,52 mm. Lingkar shank pada jantan adalah 53,29 ± 7,44 mm; sedangkan pada betina 39,64 ± 3,02 mm.

Tulang Sayap

Menurut McLelland (1990) menjelaskan setelah menetas, ruas bawah dari tulang carpal menyatu dengan metacarpus untuk membentuk carpometatarsus. Menurut Nishida et al.(1980); Nugraha (2007) panjang sayap pada ayam Kampung jantan adalah 227,24 mm; 234,79 ± 15,10 mm; sedangkan pada betina 197,22 mm; 192,14 ± 11,61 mm.

Keterangan:

1. Tulang jari 1 2. Tulang jari 2 3. Tulang jari 3

4. Metacarpus

5. Radius

6. Ulna

7. Humerus

Sumber: Mc Henry (2008)

Gambar 6. Tulang Sayap pada Ayam

Jengger (Pecten Oculi Capilaris)

(11)

Candrawati (2007) tinggi jengger pada ayam Kampung jantan adalah (49,45 ± 19,40 mm; 4,71 ± 2,27 cm; sedangkan pada betina 1,59 ± 1,01 cm; 16,84 ± 10,09 mm.

Sumber: Mc Henry (2008)

Gambar 7. Bentuk Jengger Ayam

Tulang Jari Ketiga

Menurut McLelland (1990) kebanyakan pada burung termasuk ayam lokal ditemukan kaki dengan empat jari yaitu dari digit I sampai IV. Posisi dari jari-jari dikaitkan dengan ilmu taksonomi yang berhubungan dengan posisi burung pada saat bertengger atau tidak bertengger. Selanjutnya (Nugraha 2007; Candrawati 2007) panjang jari ketiga pada jantan 64,27 ± 5,93 mm; 6,73 ± 0,33 cm sedangkan pada betina 52,64 ± 5,16 mm; 5,28 ± 0,49 cm.

Tulang Dada

Sumber: Sumber: Mc Henry (2008)

(12)

Menurut Fastasqi (2012) panjang dada pada jantan 135,66 ± 17,89 mm; sedangkan pada betina 111,90 ± 16,63 mm. Lebar dada pada jantan 71,61 ± 14,83 mm; sedangkan pada betina 69,06 ± 6,98 mm.

Analisis Komponen Utama

Menurut Gaspersz (1992), Analisis Komponen Utama (AKU) memiliki tujuan dari suatu variabel-variabel untuk menerangkan struktur varian kovarian

(kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dari variabel tertentu. Secara umum AKU memiliki tujuan untuk mereduksi data dan menterjemahkannya. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa analisis morfometrik yang menggunakan metode AKU menerangkan bahwa komponen utama pertama merupakan indikasi dari ukuran hewan yang diteliti (vektor ukuran) dan komponen kedua merupakan indikasi dari bentuk hewan yang diteliti (vektor bentuk).

(13)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, Blitar. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu dari Desember 2011 sampai Januari 2012. Penelitian pertama dilakukan di Ciamis pada tanggal 17-20 Desember 2011; penelitian kedua di Tegal pada tanggal 16-19 Januari 2012; dan penelitian ketiga di Blitar pada tanggal 23-27 Januari 2012.

Materi

Materi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam Kampung. Ayam Kampung yang diukur sebanyak 328 ekor pada umur telah mencapai dewasa tubuh (umur enam bulan keatas). Ternak dipelihara secara semi intensif. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Tabel 1 menyajikan rincian ayam Kampung yang digunakan. Gambar 9, 10 dan 11 menyajikan ilustrasi ayam Kampung jantan dan betina di Ciamis, Tegal dan Blitar yang digunakan.

Tabel 1. Jumlah Ayam Kampung yang Diamati

Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar

♂ 45 ekor 20 ekor 38 ekor

♀ 56 ekor 89 ekor 80 ekor

Jumlah 101 ekor 109 ekor 118 ekor

(14)

Gambar 9. Ayam Kampung Jantan Ciamis (A) dan Ayam Kampung Betina Ciamis (B)

Gambar 10. Ayam Kampung Jantan Tegal (A) dan Ayam Kampung Betina Tegal (B)

Gambar 11. Ayam Kampung Jantan Blitar (A) dan Ayam Kampung Betina Blitar (B)

A B

A B

(15)

Prosedur Pengukuran Variabel-Variabel

Variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh yang diukur meliputi panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang shank (X3), lingkar shank (X4),

panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7), panjang jari ketiga

(X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan lebar pinggul (X12);

seperti yang disajikan pada Gambar 12. Pengamatan tersebut dilaksanakan pada masing-masing lokasi pengamatan.

Keterangan: Panjang Femur (X1), Panjang Tibia (X2), Panjang Shank (X3), Lingkar Shank

(X4), Panjang Sayap (X5), Panjang Maxilla (X6), Tinggi Jengger (X7), Panjang

Jari Ketiga (X8), Panjang Dada (X9), Lebar Dada (X10), Dalam Dada (X11),

Lebar Pinggul (X12)

Sumber : Sisson dan Grossman (1975)

(16)

Metode pengukuran variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh disajikan pada uraian berikut ini.

1. Pengukuran panjang tulang femur (X1) dilakukan sepanjang tulang paha.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 13.

2. Pengukuran panjang tulang tibia (X2) dilakukan dari patella sampai ujung tibia. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengukuran Panjang Femur (A)dan Panjang Tibia (B)

3. Pengukuran panjang shank (X3) dilakukan sepanjang tulang tarsometatarsus.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 14.

4. Pengukuran lingkar shank (X4) dilakukan dengan melingkarkan pita ukur

pada bagian tengah tulang tarsometatarsus. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur setelah dilakukan pengkonversian dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Pengukuran Panjang Shank (A)dan Lingkar Shank (B)

A B

(17)

5. Pengukuran panjang sayap (X5) dilakukan dengan merentangkan bagian

sayap, diukur dari pangkal humerus sampai ujung phalanges. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 15.

6. Pengukuran panjang maxilla (Ossa Maxillaria) (X6) dilakukan mulai dari

pangkal sampai ujung paruh bagian atas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Pengukuran Panjang Sayap (A)dan Panjang Maxilla (B)

7. Pengukuran tinggi jengger (Pecten Oculi Capilaris) (X7) dilakukan dari

pangkal jengger yang melekat di kepala sampai jengger bagian atas yang paling tinggi pada kondisi tegak lurus. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 16.

8. Pengukuran panjang jari ketiga (X8) dilakukan pada jari ketiga yang terdiri

dari empat phalanges. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Pengukuran Tinggi Jengger (A)dan Panjang Jari Ketiga (B)

A B

(18)

9. Pengukuran panjang tulang dada (X9) dilakukan dari ujung tulang sternum

bagian depan sampai ujung bagian belakang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 17.

10.Pengukuran kedalaman tulang dada (X10) dilakukan dari tinggi pundak

sampai tulang sternum. Pengukuran kedalaman tulang dada dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengukuran Panjang Dada (A)dan Lebar Dada (B)

11.Pengukuran lebar dada (X11) diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang sternum bagian kiri hingga bagian kanan. Pengukuran panjang dada dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 18.

12.Pengukuran lebar pinggul (X12) dilakukan dari lumbar vertebrae kanan

hingga lumbar vertebrae kiri. Pengukuran lebar pinggul dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dalam satuan mm. Pengukuran diilustrasikan pada Gambar 18.

Gambar 18. Pengukuran Dalam Dada (A)dan Lebar Pinggul (B)

A B

(19)

Analisis Data Statistik Deskriptif

Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung, dihitung berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Rumus rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman sebagai berikut:

X

=

Σi=1

N Xi

N

=

X X X … XN

N

SB

=

Σi=1

N

(Xi–X )2

N–

KK

=

SB

X

x

100

%

Keterangan:

X = Rataan

X = Data ke-i

N = Banyak data contoh SB = Simpangan baku KK = Koefisien keragaman

Statistik T2 -Hotelling

Uji statistik T2 -Hotelling digunakan untuk menguji perbedaan vektor nilai rata-rata dari variabel-variabel yang diamati diantara dua kelompok ayam Kampung. Pengujian tersebut dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho: U1 = U2 artinya vektor nilai rata-rata populasi 1 sama dengan populasi

2.

H1: U1≠ U2 artinya kedua vektor nilai rata-rata populasi berbeda.

Statistik T2 -Hotelling dirumuskan sebagai berikut:

T2= n1n2

n1+n2 x1–x2 'SG

-1 x 1–x2

(Gaspersz, 1992)

Selanjutnya besaran:

F

=

n1+n2–P–1 n1+n2–2 P
(20)

akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = P dan V2 = n n P

Keterangan:

T2 = Nilai T2 -Hotelling

F = Nilai hitung untuk T2 -Hotelling n1 = Jumlah data pengamatan pada lokasi 1

n2 = Jumlah data pengamatan pada lokasi 2

= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari lokasi 1

= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari lokasi 2

P = Banyak variabel yang diukur

Pada penelitian ini bila diperoleh perbedaan variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung diantara lokasi pengamatan maka persamaan Analisis Komponen Utama dapat dibentuk pada masing-masing lokasi populasi ayam Kampung. Bila perbedaan tidak diperoleh, maka Analisis Komponen Utama dapat dibentuk pada gabungan dua lokasi yang dinyatakan sama.

Analisis Komponen Utama

Gaspersz (1992) menyatakan model statistik Analisis Komponen Utama sebagai berikut:

Yp = a1pX1+a2pX2+…+a10pX12 Keterangan:

Yp = Komponen utama ke-P (P = 1, 2 , 3,…12) X1-p = Variabel ke-P (P = 1, 2, 3, … 12)

a1p-app = Vektor ciri atau vektor Eigen ke -P untuk P = 1, 2, … 12 dengan kompoen utama ke -P

Berikut ini disajikan rumus persamaan ukuran berdasarkan rumus Gaspersz (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut:

Y1 = a11X1+a21X2+…+a121X12

Keterangan:

Y = Ukuran

X1 = Panjang Femur

(21)

X3 = Panjang Shank

X4 = Lingkar Shank

X5 = Panjang Sayap

X6 = Panjang Maxilla

X7 = Tinggi Jengger

X8 = Panjang Jari Ketiga

X9 = Panjang Dada

X10 = Lebar Dada

X11 = Dalam Dada

X12 = Lebar Pinggul

a11 a121: Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P = 1, 2, … , 12

Berikut ini disajikan rumus persamaan bentuk berdasarkan rumus Gaspersz (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut:

Y2 = a12X1+a22X2+…+a122X12 Keterangan:

Y2 = Bentuk

X1 = Panjang Femur

X2 = Panjang Tibia

X3 = Panjang Shank

X4 = Lingkar Shank

X5 = Panjang Sayap

X6 = Panjang Maxilla

X7 = Tinggi Jengger

X8 = Panjang Jari Ketiga

X9 = Panjang Dada

X10 = Lebar Dada

X11 = Dalam Dada

X12 = Lebar Pinggul

a12 a122: Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P = 1, 2, … , 12

(22)

permukaan tubuh ayam Kampung dihitung berdasarkan rumus Gaspersz (1992) sebagai berikut:

r

ZiY1 =

r

i1 =

aij λ-i1

Si

Keterangan:

rZiY1 = Koefisien korelasi variabel ke-i dan komponen utama ke-1 (ukuran)

ai1 = Vektor eigen peubah ke-i pada komponen utama ke-1

λi1 = Nilai eigen (akar ciri) komponen utama ke-1 Si = Simpangan baku variabel ke-i

Penciri bentuk ditentukan dari nilai vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk. Hubungan keeratan (korelasi) antara bentuk dan variabel-variabel linear permukaan tubuh ayam Kampung dihitung berdasarkan rumus Gaspersz (1992) sebagai berikut:

r

ZiY2 =

r

i2 =

aij λ–i2 Si

Keterangan:

rZiY2 = Koefisien korelasi variabel ke-i dan komponen utama ke-2 (bentuk)

ai2 = Vektor eigen peubah ke-i pada komponen utama ke-2 λi2 = Nilai eigen (akar ciri) komponen utama ke-2

Si = Simpangan baku variabel ke-i

Pembuatan Diagram Kerumunan

Diagram kerumunan dibuat berdasarkan sumbu X sebagai skor komponen utama pertama (skor ukuran) dan sumbu Y sebagai dan skor komponen utama kedua (skor bentuk) yang diperoleh berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Setiap plot

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara Ciamis, Jawa Barat

Kabupaten Ciamis terletak di ujung timur Propinsi Jawa Barat merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 ha, yang terdiri atas 51.688 ha lahan sawah; 192.791 ha lahan darat; serta memiliki pantai sepanjang 91 km. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada koordinat 108o 20"-108o 40" BT dan 70 40" 20"-7o 41" 20" LS (Dinas Propinsi Jawa Barat, 2010). Pada ketinggian 731 m dpl. Suhu harian per tahun 21-31 oC; dengan tingkat kelembaban 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Kabupaten Ciamis di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan; di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya; di sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar; dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Peternak ayam Kampung di Kabupaten Ciamis berada dalam naungan Himpunan Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI). Sekretariat HIMPULI sektor Ciamis terletak di Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa Kecamatan Imbanagara. Gambar 19 menyajikan peta lokasi pengamatan ayam Kampung. Pengambilan data ayam Kampung hanya dilakukan di Desa Tanjung Manggu.

Sumber: Google Earth (2012)

(24)

Secara umum mata pencaharian masyarakat Ciamis adalah petani, pedagang, nelayan dan beternak ayam. Masyarakat Ciamis memelihara berbagai macam ayam lokal salah satunya adalah ayam Kampung secara semi intensif. Kepemilikan ayam Kampung masyarakat Ciamis berkisar antara 5-10 ekor per kepala keluarga.

Ayam Kampung dikandangkan secara individu. Kandang dibuat bertingkat. Kandang dibuat dari bambu, seng dan kawat. Peternak yang memiliki lahan yang luas, membangun kandang di belakang rumah yang dilengkapi dengan area tempat ayam beraktivitas pada siang hari, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 20. Beberapa peternak yang tidak memiliki lahan luas, membiarkan ayam Kampungnya untuk beraktivitas di luar kandang, yaitu di area kebun yang ditanami pohon kelapa, rambutan, jati, pisang, jambu biji dan bambu.

Ayam Kampung hanya dikandangkan pada malam hari. Setiap pagi sebelum ayam dilepas (diumbar), peternak memberi makan sisa-sisa dapur yang dicampur dedak padi. Sisa-sisa dapur yang diberikan juga memasukkan sisa-sisa pembuatan

galendo yang merupakan makanan khas masyarakat Ciamis. Galendo merupakan hasil ikutan pembuatan minyak goreng dari bahan kelapa (Cocos nucifera L). Vitamin sebagai anti stress yang dicampur dengan air minum diberikan setiap minggu.

(25)

Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah

Kabupaten Tegal terletak di Propinsi Jawa Tengah, yang secara topografis dibagi menjadi daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Kabupaten Tegal memiliki luasan wilayah daratan sebesar 87.879 ha dan lautan 121,50 km2. Secara geografis terletak pada 108o 57'6"-109o 21'30" BT dan antara 60 50'41"-7o 15'30" LS (Dinas Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011). Pada ketinggian 1.200-2.050 m dpl. Suhu harian per tahun 23-32 oC dengan kelembaban 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012)

Lokasi pengamatan ayam Kampung dilaksanakan di Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Lokasi tersebut di sebelah utara berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pemalang; di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes; dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyumas. Gambar 21 menyajikan peta lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur.

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 21. Peta Lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

(26)

beristirahat di kandang pada malam hari. Kepemilikan ayam Kampung sekitar 3-8 ekor per kepala keluarga.

Ayam dikandangkan secara individu. Kandang dibuat bertingkat yang dibuat dari bahan bambu, kawat dan seng. Kandang dilengkapi dengan tirai plastik. Beberapa kandang dibangun di rumah kosong yang sudah tidak digunakan. Kandang juga didirikan di belakang rumah terpisah dari rumah. Untuk kepemilikan 3-5 ekor, pada umumnya ayam tidak memiliki kandang tetapi dikumpulkan di sudut ruang dapur dengan menggunakan kurungan ayam. Gambar 22 menyajikan ilustrasi kandang individu yang bertingkat di desa Dampyak Mejasem Timur.

Ayam yang dilepas (diumbar), dibiarkan beraktivitas di areal persawahan, kebun yang ditanami mangga, jambu biji, rambutan, pisang dan kelapa. Ayam disamping mencari makan sendiri, setiap pagi diberi pakan berupa sisa-sisa dapur yang dicampur dedak padi.

Gambar 22. Tipe Kandang Ayam Kampung di desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal

Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur

(27)

menyajikan peta lokasi Duren Talun Kabupaten Blitar. Luasan Kabupaten Blitar adalah

Sumber: Google Earth (2012)

Gambar 23. Peta Lokasi Desa Duren, Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur

1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yaitu pada 111o40'-112o10' BT dan 78o58'-8o9' LS (Dinas Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Pada ketinggian 150 m dpl. Suhu harian per tahun berkisar antara 20-30 oC dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012)

(28)

Mata pencaharian masyarakat Desa Duren, Talun, Kabupaten Blitar adalah bertani, berladang dan beternak ayam secara semi intensif. Warga memelihara ayam Kampung secara semi intensif, yaitu ayam diumbar dari pagi hingga sore hari dan beristirahat di kandang pada malam hari. Kepemilikan ayam Kampung berkisar antara 10-20 ekor per kepala keluarga.

Kandang yang dibangun merupakan kandang kelompok yang dibuat dari bambu, kawat dan diberi naungan berupa genteng. Kandang kelompok didirikan di belakang rumah pada area khusus. Gambar 24 menyajikan ilustrasi tipe kandang kelompok tersebut.

Pakan yang diberikan berupa sisa-sisa dapur yang dicampur dengan dedak, jagung dan vitamin. Vitamin sebagai anti stress dalam air minum, diberikan setiap minggu.

Analisis Statistik Deskriptif

Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Pengamatan ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan pada tabel yang telah disajikan dapat disimpulkan bahwa ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan lebih besar dibandingkan dengan ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar.

Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Jantan memiliki testosteron sebagai suatu steroid androgen yang merupakan hormon pengatur pertumbuhan. Androgen dihasilkan sel-sel interstisial dan kalenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah

testosterone yang dihasilkan testis. Sekresi testosterone yang tinggi pada jantan menyebabkan sekresi androgen menjadi tinggi pula, sehingga pertumbuhan ternak jantan dibandingkan betina, lebih cepat terutama setelah sifat-sifat kelamin sekunder

(29)

Koefisien keragaman ukuran-ukuran linear permukaaan tubuh ayam Kampung yang diamati, disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan nilai koefisien keragaman

Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-Ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan pada Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar

Variabel Ciamis

n = 45

Tegal n = 20

Blitar n = 38 ---(mm)--- Panjang Femur (X1) 127,39±15,53

12,19% 129,45±16,32 12,61% 129,57±17,29 13,34% Panjang Tibia (X2) 162,11±16,12

9,95% 152,7011,62% ±17,75 170,02±16,31 9,59% Panjang Shank (X3) 103,22±10,82

10,48%

99,10±10,59 10,68%

114,95±10,42 9,06% Lingkar Shank (X4) 52,63±7,03

13,36% 48,8511,66% ±5,70 53,3412,55% ±6,70 Panjang Sayap (X5) 163,55±18,55

11,34% 154,069,77% ±15,06 151,7512,98% ±19,70 Panjang Maxilla (X6) 36,36±5,05

13,89% 32,4618,59% ±6,04 37,1111,97% ±4,44 Tinggi Jengger (X7) 26,55±15,10

56,87% 19,2350,42% ±9,70 18,7944,47% ±8,36 Panjang Jari Ketiga (X8) 62,16±7,55

12,15%

64,33±7,43 11,54%

71,35±5,48 7,68 % Panjang Dada (X9) 151,75±15,27

10,06% 145,308,97% ±13,03 146,719,41% ±13,81 Lebar Dada (X10) 82,89±9,16

11,06% 83,828,43% ±7,06 84,338,49% ±7,16 Dalam Dada (X11) 79,10±9,54

12,06% 70,7313,00% ±9,20 73,5817,34% ±12,75 Lebar Pinggul (X12) 75,63±8,17

10,81% 71,689,84% ±7,06 71,658,28% ±5,93

Keterangan: n = jumlah contoh; persen menunjukkan koefisien keragaman

tersebut, dapat ditentukan apakah suatu variabel ukuran linear permukaan tubuh sudah atau belum terseleksi. Peternak ayam Kampung telah melakukan seleksi

(30)
[image:30.595.86.512.102.598.2]

Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-Ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina pada Lokasi Ciamis, Tegal dan Blitar

Variabel Ciamis

n = 56

Tegal n = 89

Blitar n = 80 ---(mm)--- Panjang Femur (X1) 120,12±18,50

15,40%

117,63±16,45 13,98%

118,12±16,62 14,07% Panjang Tibia (X2) 142,64±20,55

14,41%

136,74±18,45 13,49%

146,02±13,33 9,13% Panjang Shank (X3) 85,48±11,94

13,97%

82,04±7,89 9,62%

88,18±8,88 10,07% Lingkar Shank (X4) 44,82±3,86

8,61%

41,88±3,96 9,45%

43,40±3,64 8,39% Panjang Sayap (X5) 154,67±20,48

13,24%

139,96±16,11 11,51%

148,12±16,56 11,18% Panjang Maxilla (X6) 32,86±3,63

11,04%

30,41±4,80 15,78%

32,52±4,03 12,40% Tinggi Jengger (X7) 10,76±6,13

56,99%

10,58±5,60 52,95%

7,85±3,26 41,55% Panjang Jari Ketiga (X8) 53,72±7,05

13,12%

54,46±5,90 10,84%

60,79±7,01 11,53% Panjang Dada (X9) 143,05±17,19

12,01%

135,85±13,68 10,07%

136,38±13,00 9,53% Lebar Dada (X10) 77,34±8,44

10,91%

77,28±9,04 11,70%

76,48±6,46 8,45% Dalam Dada (X11) 72,70±7,93

10,91%

67,49±8,12 12,04%

65,31±8,64 13,23% Lebar Pinggul (X12) 73,51±9,80

13,34%

67,91±6,55 9,64%

67,74±6,44 9,51%

Keterangan: n = jumlah contoh; persen menunjukkan koefisien keragaman

(31)

dalam menentukan ternak yang boleh bereproduksi berdasarkan sifat-sifat yang diseleksi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Menurut Sulandari et al. (2007), ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, tetapi pada kenyataannya peternak melakukan seleksi ke arah pedaging atau petelur yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Seleksi peternak ke arah tipe pedaging dan petelur berkaitan dengan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh; yang pada pengamatan ini meliputi panjang femur, panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul. Seleksi terhadap ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung dilakukan tidak langsung oleh peternak, tetapi melalui seleksi terhadap bobot badan dan produksi telur. Pada penelitian ini, seleksi alam berperan pada pemeliharaan ayam Kampung di lokasi pengamatan berdasarkan keterlibatan peternak yang tidak banyak; yang pada pengamatan ini meliputi panjang

shank, lingkar shank, panjang maxilla, tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Menurut Noor (2008) seleksi alam merupakan seleksi terhadap adaptasi lingkungan yang tinggi yang menentukan apakah seekor ternak mampu menghasilkan keturunan yang lebih baik dari individu ternak lain.

Seleksi peternak yang paling ketat secara tidak langsung yaitu terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan diantara lokasi pengamatan (Tabel 2), ditemukan sebanyak dua buah di Blitar (panjang tibia, lebar pinggul), tiga buah di Tegal (panjang sayap, panjang dada, lebar dada) dan dua buah di Ciamis (panjang femur, dalam dada). Perolehan rataan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh tidak selalu bersesuaian dengan variabel yang paling ketat terseleksi. Ayam Kampung jantan Blitar memiliki ukuran yang besar, sedangkan ayam Kampung jantan Tegal berukuran paling kecil, berdasarkan perolehan rataan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh.

Seleksi peternak yang paling ketat secara tidak langsung pada ayam Kampung betina (Tabel 3) terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh diantara lokasi pengamatan, ditemukan sebanyak lima buah di Blitar (panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada dan lebar pinggul), satu buah di Tegal (panjang

(32)

terseleksi tidak selalu memiliki ukuran yang tinggi. Ayam Kampung betina Ciamis memiliki ukuran yang besar, yang mengindikasikan bahwa ayam tersebut berproduksi telur sedikit. Menurut Nestor et al. (2000), ayam dengan ukuran tubuh besar, memiliki produksi telur yang sedikit. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ayam Kampung jantan Ciamis tidak termasuk ayam jantan berukuran terbesar, tetapi ayam Kampung betina Ciamis yang memiliki tubuh yang besar, dan kemungkinan produksi telur yang sedikit, sehingga mengarahkan pada kesimpulan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe pedaging. Hal yang tidak demikian, ditemukan pada populasi ayam Kampung Tegal. Ayam Kampung Tegal, baik jantan maupun betina memiliki variabel ukuran linear permukaan tubuh yang paling ketat terseleksi tetapi memiliki rataan ukuran yang tidak pernah paling besar. Ayam Kampung Tegal dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang kemungkinan lebih diarahkan ke tipe petelur karena berukuran tubuh paling kecil. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ayam Kampung Blitar pada jantan memiliki ukuran tubuh yang terbesar tetapi ukuran tubuh ayam Kampung betina Blitar lebih kecil dibandingkan dengan ayam Kampung betina Ciamis. Kemungkinan produksi telur ayam Kampung betina Blitar di atas produksi ayam Kampung betina Ciamis. Hal tersebut mengarahkan pada kesimpulan bahwa ayam Kampung Blitar merupakan ayam tipe dwiguna.

Seleksi alam paling ketat berdasarkan perolehan koefisien keragaman terhadap ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada ayam Kampung jantan di Tegal ditemukan pada lingkar shank dan Ciamis tidak ditemukan (Tabel 2). Seleksi terhadap panjang shank, panjang maxilla, tinggi jengger dan panjang jari ketiga, telah ketat dilakukan alam pada ayam Kampung jantan Blitar (Tabel 2). Hal yang berbeda ditemukan pada ayam Kampung betina (Tabel 3). Seleksi paling ketat ditemukan pada panjang shank dan panjang jari ketiga di Tegal, lingkar shank dan tinggi jengger di Blitar, sedangkan panjang maxilla di Ciamis pada ayam Kampung betina.

(33)

ukuran panjang jari ketiga terendah ditemukan pada ayam Kampung Ciamis dan tertinggi pada ayam Kampung Blitar (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa alam tidak membedakan jenis kelamin dalam seleksi terhadap sifat-sifat tersebut. Jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Aliran darah dari anastomes Artery Venous (A-V) menuju vena bertujuan untuk menghangatkan sebagian darah yang dingin dari kapiler pada saat suhu lingkungan dingin (Lucas dan Stettenheim, 1972). Suhu lingkungan Blitar yang lebih rendah dibandingkan Ciamis berakibatkan pada ayam Kampung dengan tinggi jengger yang kecil berkembang baik di Blitar. Jengger dengan tinggi yang besar ditemukan pada ayam Kampung Ciamis karena dibutuhkan ayam untuk menghangatkan sebagian darah tubuh yang dingin. Menurut McLelland (1990), posisi dari jari-jari pada kaki burung berhubungan dengan posisi burung pada saat bertengger atau tidak bertengger. Seleksi alam terhadap sifat panjang jari ketiga pada ayam Kampung Blitar dimungkinkan karena tempat tenggeran (batang kayu, batang bambu, alat rumah tangga yang sudah tidak dipakai) lebih banyak digunakan pada saat melakukan aktivitas istirahat pada malam hari; dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis. Ayam Kampung Ciamis pada umumnya menempati kandang individu sebagai tempat beristirahat pada malam hari.

Perolehan ukuran panjang maxilla pada ayam Kampung jantan dan betina berbeda pada setiap lokasi penelitian. Alam membedakan ayam Kampung jantan dan betina dalam menyeleksi sifat panjang maxilla. Menurut Rusdin (2007), maxilla

(34)

kecil baik pada jantan maupun betina. Ayam Kampung Tegal berukuran kecil. Hasil ini bersesuaian dengan hasil seleksi peternak secara tidak langsung terhadap ukuran linear permukaan tubuh yang berhubungan dengan produksi; sehingga dapat dinyatakan bahwa seleksi alam bersinergi dengan seleksi peternak. Ayam Kampung Tegal merupakan ayam Kampung dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe petelur.

Uji Statistik T2 -Hotelling

Hasil uji T2 -Hotelling yang disajikan pada Tabel 4 memberikan hasil perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata antara ayam Kampung jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan adalah (P<0,01). Menurut Noor (2008) sifat kuantitatif yang diekspresikan merupakan pengaruh genetik, lingkungan serta interaksi genetik terhadap lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa lingkungan internal ternak yang terdiri dari hormon mempengaruhi pertumbuhan ternak. Pada pengamatan ini ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda dengan betina pada setiap lokasi pengamatan (Tabel 2 dan 3). Soeparno (2005) menjelaskan bahwa ternak jantan pada umur yang sama dengan betina, lebih cepat tumbuh. Ukuran tubuh jantan lebih daripada betina pada umur yang sama karena pengaruh hormon pengatur pertumbuhan. Pengaruh lingkungan pengamatan seperti suhu lingkungan, pancaran sinar matahari dan pola pakan di masing-masing lokasi tidak berpengaruh terhadap ukuran-ukuran linear

permukaan tubuh ayam Kampung jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil T2 -Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Jantan dan Betina pada Setiap Lokasi

Lokasi Statistik

T2 –Hotelling

Nilai F Nilai P Kesimpulan

♂ Ciamis vs♀ Ciamis 1,862 13,656 0,000 **

♂ Tegal vs♀ Tegal 1,495 11,957 0,000 **

♂ Blitar vs♀ Blitar 3,223 28,201 0,000 **

Keterangan: ** = sangat nyata (P < 0,01)

Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

(35)
[image:35.595.100.515.185.351.2]

Kampung Tegal betina, ayam Kampung Ciamis betina vs ayam Kampung Blitar betina dan ayam Kampung Tegal betina vs ayam Kampung Blitar betina disajikan pada Tabel 5 berdasarkan uji statistik T2 -Hotelling.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Olahan T2 -Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Antara Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar pada Jantan dan Betina

Lokasi Statistik

T2 –Hotelling

Nilai F Nilai P Kesimpulan

♂ Ciamis vs♂ Tegal 1,006 4,359 0,000 **

♂ Ciamis vs♂ Blitar 1,422 8,297 0,000 **

♂ Tegal vs ♂ Blitar 1,143 4,287 0,000 **

♀ Ciamis vs ♀ Tegal 0,568 6,247 0,000 **

♀ Ciamis vs♀ Blitar 1,005 10,296 0,000 **

♀ Tegal vs♀ Blitar 0,539 7,005 0,000 **

Keterangan: ** = sangat nyata (P < 0,01)

Hasil tabel mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh antara ayam Kampung yang diamati, masing-masing pada jantan dan betina, sangat berbeda (P<0,01). Perbedaan tersebut menurut Noor (2008) disebabkan pengaruh genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik disebabkan perbedaan tujuan pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 2 dan 3, ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar merupakan ayam Kampung tipe dwiguna yang masing-masing lebih diarahkan ke tipe pedaging, tipe petelur dan tipe pedaging dan petelur. Pengaruh lingkungan disebabkan perbedaan suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi pengamatan, perbedaan perkandangan, perbedaan kualitas pakan dan perbedaan pakan tambahan (vitamin). Menurut Williamson dan Payne (1993) iklim tropis sangat bervariasi dan banyak dipengaruhi faktor-faktor yang tetap seperti garis lintang, ketinggian tempat dan topografinya. Iklim merupakan gabungan dari beberapa elemen yaitu suhu dan kelembaban. Pada pengamatan ini, suhu yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan ternak yang berbeda pula. Kabupaten Ciamis memiliki suhu yang paling rendah 21-31 oC dan kelembaban udara 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012); Kabupaten Tegal 23-32 oC dan 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012); sedangkan Blitar 20-30

o

C dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,

(36)

kandang kelompok di Blitar. Kualitas pakan ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan tergantung pada habitat dan budaya setempat, seperti jenis tanaman dan sisa-sisa dapur yang berbeda. Menurut Soeparno (2005) konsumsi dan kualitas pakan yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan dari ternak. Pemberian vitamin sebagai anti stress tidak diberikan pada ayam Kampung Tegal; yang menurut Kusnadi et al. (2006) pemberian vitamin pada ayam Kampung bertujuan untuk mengurangi stress lingkungan panas.

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar Berdasarkan Analisis Komponen Utama

Hasil olahan Analisis Komponen Utama pada populasi ayam Kampung merupakan persamaan ukuran dan persamaan bentuk. Keragaman total (KT) dan nilai Eigen ( ) diperoleh pada persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung di masing-masing lokasi pengamatan. Hal tersebut disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8.

Ayam Kampung Ciamis

Persamaan komponen utama pertama merupakan persamaan ukuran tubuh pada populasi ayam Kampung Ciamis, disajikan pada Tabel 6. Vektor Eigen terbesar yang merupakan penciri ukuran tubuh pada persamaan ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis, ditemukan pada panjang tibia (X2) yaitu sebesar 0,562. Korelasi antara

panjang tibia (X2) dan ukuran (Y1) ditemukan sebesar +0,789 yang merupakan

tertinggi diantara korelasi antara ukuran (Y1) dan variabel-variabel lain. Semakin

besar nilai panjang tibia maka skor ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis akan semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Nishida et al. (1982) dan Mufti (2003) yang melaporkan bahwa skor ukuran pada ayam Kampung dipengaruhi panjang tibia. Menurut Mansjoer (1981) dan Sartika (2000), panjang tibia

merupakan tempat pelekatan daging pada tubuh ayam. Menurut Kusuma (2002) nilai korelasi terbesar sebagai penduga bobot badan secara khusus pada ayam Kampung ditemukan pada panjang tibia dengan nilai korelasi sebesar 0,761.

(37)

tibia (X2) sebesar 0,580 sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang femur dan

panjang tibia merupakan penciri bentuk populasi ayam Kampung Ciamis. Nilai korelasi antara bentuk dan panjang femur ditemukan sebesar +0,563; sedangkan antara bentuk dan panjang tibia ditemukan sebesar –0,499. Semakin besar panjang

femur maka nilai skor bentuk tubuh ayam Kampung Ciamis semakin meningkat

Tabel 6. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai

Eigen pada Ayam Kampung Ciamis

Persamaan KT

Ukuran : Y1 = 0,232X1 + 0,562X2 + 0,381X3 + 0,143X4

+ 0,483X5 + 0,076X6 + 0,170X7 + 0,137 X8

+ 0,374X9 + 0,118X10 + 0,123X11 + 0,096X12

39,3% 871,13

Bentuk : Y2 = 0,547X1 – 0,580X2 – 0,222X3 – 0,046X4

+ 0,464 X5 + 0,002X6 – 0,150X7 – 0,039X8

+ 0,197X9 +0,122X10 + 0,125X11 – 0,066X12

14,8% 326,93

Keterangan: Panjang Femur (X1), Panjang Tibia (X2), Panjang Shank (X3), Lingkar Shank (X4),

Panjang Sayap (X5), Panjang Maxilla (X6), Tinggi Jengger (X7), Panjang Jari Ketiga

(X8), Panjang Dada (X9), Lebar Dada (X10), Dalam Dada (X11), Lebar Pinggul (X12),

KT = Keragaman Total; = Nilai Eigen

tetapi tidak disertai dengan peningkatan panjang tibia. Peningkatan panjang tibia

akan menurunkan nilai skor bentuk tubuh ayam Kampung Ciamis. Penelitian Nishida

et al. (1982) dan Mufti (2003) menyatakan hal yang berbeda. Nishida et al. (1982) dan Mufti (2003) menyatakan bahwa penciri bentuk tubuh ayam Kampung adalah panjang sayap dan tinggi jengger; sedangkan Kuswardani (2012) hanya melaporkan tinggi jengger sebagai penciri bentuk ayam Kampung. Perbedaan perolehan penciri bentuk dimungkinkan karena perbedaan perlakuan. Pada penelitian ini, lokasi pengamatan merupakan perlakuan untuk menentukan penciri bentuk ayam Kampung

pada setiap lokasi pengamatan, sedangkan pada penelitian terdahulu jenis ayam lokal merupakan perlakuan, ayam Kampung merupakan salah satu perlakuan.

Ayam Kampung Tegal

Tabel 7 menyajikan persamaan komponen utama pertama yang merupakan persamaan ukuran tubuh pada populasi ayam Kampung Tegal. Vektor Eigen terbesar pada persamaan ukuran tubuh ayam Kampung Tegal ditemukan pada panjang tibia

(X2) yaitu sebesar 0,583. Nilai korelasi antara panjang tibia (X2) dan ukuran (Y1)

diperoleh sebesar +0,730; yang mengindikasikan bahwa semakin besar nilai panjang

(38)

tubuh ayam Kampung Tegal ditemukan tidak berbeda dengan ayam Kampung Ciamis, yaitu panjang tibia.

Persamaan bentuk tubuh ayam Kampung Tegal memiliki vektor Eigen yang besar pada panjang femur (X1) dan panjang tibia (X2), masing-masing sebesar 0,620

dan 0,607 (Tabel 7), sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang femur, dan panjang

tibia merupakan penciri bentuk pada ayam Kampung Tegal. Korelasi antara bentuk dan panjang femur ditemukan sebesar +0,694; sedangkan antara bentuk dan panjang

tibia ditemukan sebesar –0,598. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai panjang

femur semakin besar akan meningkatkan nilai skor bentuk tubuh ayam Kampung Tegal, sedangkan setiap peningkatan ukuran pada panjang tibia mengakibatkan penurunan pada skor bentuk tubuh ayam Kampung Tegal.

Tabel 7. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai

Eigen pada Ayam Kampung Tegal

Persamaan KT

Ukuran : Y1 = 0,360X1 + 0,583X2 + 0,311X3 + 0,093X4

+ 0,443X5 + 0,039X6 + 0,062X7 + 0,202 X8

+ 0,329X9 + 0,223X10 + 0,109X11 + 0,117X12

36,3% 582,91

Bentuk : Y2 = 0,620X1 – 0,607X2 – 0,052X3 – 0,010X4

+ 0,447 X5 – 0,053X6 – 0,069 X7 + 0,050X8

– 0,158X9+ 0,047X10 – 0,074X11 – 0,037X12

22,5% 361,55

Keterangan: Panjang Femur (X1), Panjang Tibia (X2), Panjang Shank (X3), Lingkar Shank (X4),

Panjang Sayap (X5), Panjang Maxilla (X6), Tinggi Jengger (X7), Panjang Jari Ketiga

(X8), Panjang Dada (X9), Lebar Dada (X10), Dalam Dada (X11), Lebar Pinggul (X12),

KT = Keragaman Total; = Nilai Eigen

Hasil pengamatan menyatakan bahwa penciri ukuran pada ayam Kampung Tegal tidak berbeda dengan yang ditemukan pada ayam Kampung Ciamis. Hal yang

sama juga ditemukan pada perolehan penciri bentuk tubuh ayam Kampung Tegal yang sama dengan ayam Kampung Ciamis.

Ayam Kampung Blitar

Persamaan komponen utama pertama yang merupakan persamaan ukuran tubuh pada populasi ayam Kampung Blitar (Tabel 8) menunjukkan bahwa panjang

tibia (X2) dan panjang shank (X3) merupakan penciri ukuran tubuh. Hal tersebut

(39)

antara panjang shank dan ukuran ditemukan sebesar +0,829. Semakin besar nilai panjang tibia dan panjang shank maka skor ukuran tubuh ayam Kampung Blitar semakin besar. Penelitian Mufti (2003) menyatakan bahwa penciri ukuran tubuh ayam Kampung, tidak hanya pada panjang tibia, tetapi juga pada panjang shank. Kurnia (2011) menyatakan bahwa panjang shank merupakan penduga bobot badan terbaik pada ayam Kampung.

Tabel 8. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total dan Nilai

Eigen pada Ayam Kampung Blitar

Persamaan KT

Ukuran : Y1 = 0,298X1 + 0,561X2 + 0,490X3 + 0,188X4

+ 0,276X5 + 0,087X6 + 0,184X7 + 0,211 X8

+ 0,287X9 + 0,176X10 + 0,192X11 + 0,091X12

39,0% 701,99

Bentuk : Y2 = 0,603X1 – 0,290X2 – 0,202X3 + 0,013X4

+ 0,625X5 – 0,074X6 – 0,050X7 + 0,116X8

– 0,246X9 + 0,026X10 – 0,196X11 + 0,023X12

20,1% 362,38

Keterangan: Panjang Femur (X1), Panjang Tibia (X2), Panjang Shank (X3), Lingkar Shank (X4),

Panjang Sayap (X5), Panjang Maxilla (X6), Tinggi Jengger (X7), Panjang Jari Ketiga

(X8), Panjang Dada (X9), Lebar Dada (X10), Dalam Dada (X11), Lebar Pinggul (X12),

KT = Keragaman Total; = Nilai Eigen

Persamaan komponen utama kedua merupakan persamaan bentuk tubuh ayam Kampung Blitar (Tabel 8). Vektor Eigen terbesar pada persamaan bentuk ayam Kampung Blitar ditemukan pada panjang femur (X1) sebesar 0,603 dan panjang

sayap (X5) sebesar 0,625. Panjang femur dan panjang sayap merupakan penciri

bentuk ayam Kampung Blitar. Korelasi antara bentuk dan panjang femur ditemukan sebesar +0,652; sedangkan korelasi antara bentuk dan panjang sayap ditemukan sebesar +0,674. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai panjang femur dan panjang sayap semakin besar akan meningkatkan nilai skor bentuk tubuh ayam Kampung Blitar. Hal ini sesuai dengan penelitian Mufti (2003) bahwa setiap peningkatan ukuran pada variabel panjang sayap mengakibatkan peningkatan pada skor bentuk. Kurniawati (2008) menyatakan bahwa penciri bentuk pada ayam Kampung adalah panjang sayap.

Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar serta Ilustrasi Diagram Kerumunan

(40)

Tabel 9. Gambar 17 menyajikan ilustrasi diagram kerumunan populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar berdasarkan perolehan skor ukuran dan skor bentuk.

Tabel 9. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Penciri Bentuk Tubuh pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Kelompok Penciri Ukuran Penciri Bentuk

Ciamis Panjang Tibia (X2) Panjang Femur (X1)

Panjang Tibia (X2)

Tegal Panjang Tibia (X2) Panjang Femur (X1)

Panjang Tibia (X2)

Blitar Panjang Tibia (X2)

Panjang Shank (X3)

Panjang Femur (X1)

Panjang Sayap (X5)

Panjang tibia merupakan penciri ukuran pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Penciri ukuran panjang shank merupakan penciri ukuran yang hanya ditemukan pada populasi ayam Kampung Blitar. Hal ini menunjukkan bahwa panjang tibia berkorelasi positif dengan bobot badan ayam Kampung. Panjang tibia merupakan tempat pelekatan daging dengan proporsi yang banyak (Mansjoer, 1981; Sartika, 2000; Kusuma, 2002 dan Mufti, 2003). Heritabilitas ukuran panjang tulang lebih besar dibandingkan heritabilitas bobot badan (Dalton,

(41)

hanya ditemukan pada ayam Kampung Blitar meskipun panjang shank bukan merupakan penciri ukuran pada ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Kurnia (2011) menyatakan bahwa panjang shank merupakan penduga bobot badan terbaik pada ayam Kampung. Ayam Kampung Blitar memiliki tubuh yang besar dan tinggi dengan ukuran-ukuran linear tubuh lain lebih rendah dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis, sehingga ayam Kampung Blitar merupakan ayam Kampung tipe dwiguna yang lebih mengarah ke tipe pedaging dan petelur.

[image:41.595.99.495.86.670.2]

Keterangan: JantanCiamis, ○ Betina Ciamis, ■Jantan Tegal, □Betina Tegal ♦ Jantan Blitar,◊Betina Blitar

Gambar 25. Diagram Kerumunan Data berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

(42)

tipe pedaging dan petelur, dengan bobot badan yang lebih besar dan sifat petelur yang tinggi.

Penciri bentuk tubuh ayam Kampung Ciamis dan Tegal sama yaitu panjang

femur dan panjang tibia, tetapi perolehan skor bentuk berbeda. Ayam Kampung Ciamis memiliki skor bentuk yang lebih tinggi (skor bentuk 21-165) dibandingkan ayam Kampung Tegal (skor bentuk –21-113) karena ukuran-ukuran linear tubuh yang lebih tinggi.

Secara umum, diperlihatkan bahwa kerumunan data ayam Kampung Ciamis (skor bentuk 21-165) lebih berjauhan dengan kerumunan data ayam Kampung Tegal (skor bentuk –21-113) dan lebih dekat dengan ayam Kampung Blitar (skor bentuk 10-110) meskipun bertumpang tindih satu sama lain. Hal tersebut diperlihatkan pada Gambar 25. Hasil analisis deskriptif menyatakan bahwa ayam Kampung Ciamis merupakan ayam Kampung ke arah tipe pedaging, sedangkan ayam Kampung Tegal ke arah tipe petelur. Tumpang tindih yang sedikit antara ayam Kampung Tegal dan Ciamis mengindikasikan bahwa bentuk tubuh ayam dengan sifat tipe petelur pada ayam Kampung Tegal berbeda jauh dengan bentuk tubuh ayam dengan sifat tipe pedaging pada ayam Kampung Ciamis. Ayam Kampung Blitar yang digolongkan ke dalam tipe dwiguna berdasarkan hasil deskriptif pada penelitian ini, diperlihatkan dengan tumpang tindih yang besar antara data ayam Kampung Tegal terhadap ayam

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil analisis deskriptif ukuran linear permukaan tubuh menyatakan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe pedaging; sedangkan ayam Kampung Blitar merupakan ayam tipe dwiguna. Ayam Kampung Tegal merupakan ayam Kampung dwiguna yang lebih diarahkan ke tipe petelur. Hasil analisis T2 -Hotelling menyatakan bahwa jantan berukuran lebih besar dibandingkan betina pada ayam Kampung pada lokasi pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar. Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh juga ditemukan diantara ayam Kampung pada lokasi pemgamatan yang berbeda.

Panjang tibia merupakan penciri ukuran pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; yang berkorelasi positif dengan ukuran tubuh. Panjang shank juga merupakan penciri ukuran pada ayam Kampung Blitar, yang juga berkorelasi positif dengan ukuran tubuh. Panjang femur merupakan penciri bentuk pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; yang berkorelasi positif dengan bentuk tubuh. Panjang tibia

juga merupakan penciri bentuk pada ayam Kampung Ciamis dan Tegal, yang berkorelasi negatif dengan bentuk tubuh. Panjang sayap juga merupakan penciri bentuk pada ayam Kampung Blitar, yang berkorelasi positif dengan bentuk tubuh.

Tumpang tindih kerumunan data ayam Kampung Ciamis, Blitar dan Tegal diperoleh pada diagram kerumunan; karena memiliki genetik yang relatif sama. Kerumunan data ayam Kampung Ciamis dan Blitar sangat bertumpah tindih, karena arah seleksi peternak yang sama yaitu ke arah pedaging. Data ayam Kampung Tegal membentuk irisan yang tidak sebesar irisan antara ayam Kampung Ciamis dan Blitar.

Saran

(44)

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG

DI CIAMIS, TEGAL DAN BLITAR

SKRIPSI

MURBANDINI DWI WIDIHASTUTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(45)

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG

DI CIAMIS, TEGAL DAN BLITAR

SKRIPSI

MURBANDINI DWI WIDIHASTUTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(46)

RINGKASAN

Murbandini Dwi Widihastuti. D14080268. 2012. Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rukmiasih, MS.

Ayam Kampung merupakan salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang disukai masyarakat karena pemeliharaan yang mudah dan murah. Keragaman ukuran-ukuran tubuh ayam Kampung masih sangat beragam dalam segi ukuran maupun bentuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung pada tiga lokasi pengamatan di pulau Jawa. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, Blitar. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu dari Desember 2011 sampai Januari 2012. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi genetik mengenai karakteristik ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung berdasarkan pengukuran panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang shank (X3),

lingkar shank (X4), panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7),

panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan

lebar pinggul (X12).

Ayam Kampung yang diukur sebanyak 328 ekor pada kondisi dewasa tubuh (umur enam bulan keatas) dengan rincian sebagai berikut: ayam Kampung Ciamis 101 ekor (45 ekor jantan dan 56 ekor betina), ayam Kampung Tegal 109 ekor (20 ekor jantan dan 89 ekor betina), ayam Kampung Blitar 118 ekor (38 ekor jantan dan 80 ekor betina). Sampel Ayam Kampung dipilih secara tidak acak (Purposive Sampling). Statistika deskriptif dan T2 -Hotelling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung pada berbagai lokasi pengamatan. Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan. Diagram kerumunan dibuat untuk membandingkan ukuran dan bentuk tubuh antara ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar.

Hasil uji T2 -Hotelling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang sangat nyata (P<0,01) antara jantan dan betina pada ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar adalah panjang tibia yang berkorelasi positif dengan skor ukuran (masing-masing nilai vektor Eigen 0,562; 0,583 dan 0,561 dengan koefisien korelasi terhadap ukuran sebesar +0,789; +0,730 dan +0,817). Panjang shank juga merupakan penciri ukuran pada ayam Kampung Blitar dengan vektor Eigen sebesar 0,625 dan koefisien korelasi terhadap ukuran sebesar +0,829. Penciri bentuk tubuh ditemukan pada panjang femur dan panjang tibia pada ayam Kampung Ciamis dan Tegal dengan vektor Eigen panjang femur masing-masing 0,547 dan 0,620 yang memiliki korelasi terhadap bentuk masing-masing sebesar +0,563 dan +0,694; serta vektor Eigen

(47)

Blitar adalah panjang femur dan panjang sayap dengan vektor Eigen 0,603 dan 0,625 yang berkorelasi terhadap bentuk sebesar +0,652 dan +0,674.

Kerumunan data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar bertumpang tindih. Irisan yang besar ditemukan pada kerumunan data ayam Kampung Ciamis dan Blitar; sedangkan kerumunan data ayam Kampung Tegal membentuk irisan yang lebih kecil. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan arah seleksi pedaging; petelur; pedaging dan petelur.

(48)

ABSTRACT

Body Size and Shape of Kampong Chicken in Ciamis, Tegal and Blitar Widihastuti, M.D., R. H. Mulyono and Rukmiasih

The purpose of this research is to identify the size and shape of the body using 328 Kampong chickens (45 males and 56 females from Ciamis; 20 males and 89 females from Tegal; 38 males and 80 females from Blitar). Differences of linear measurements of body surface of Kampong chicken from Ciamis, Tegal and Blitar was analyzed using descriptive analysis was tested with statistics T2 -Hotelling. The size and body shape of the Kampong chickens was be determined through a principal component analysis. The differences of sizes using a linear measurement of the body surface indicated that Kampong chickens from Ciamis were type that are more towards broiler type; Kampong chickens from Tegal were more toward laying hen type; and Kampong chickens from Blitar were more towards laying hens and broiler chickens type. The differences of linear variable of body size were found between two Kampong chicken group based on T2 -Hotelling statistical test (P<0,01). The result of principal component analysis shows that the Eigen values of Kampong Chickens from Ciamis, Tegal and Blitar sizes were found by the length of tibia (with

Eigen vector were 0,562; 0,583 and 0,561 respectively) with correlation coefficient of size +0,789; +0,730 and +0,817 respectively. Tarsometatarsus lengths were also being found as a marker size of Kampong chicken from Blitar with Eigen vector 0,625 and correlation coefficient of size +0,829. Eigen value of shape of Kampong chickens from Ciamis and Kampong chickens from Tegal found by the length of

femur were 0,547; 0,620 respectively and with correlation coefficient of shape +0,563; +0,694 while Eigen value of the length of tibia were 0,580; 0,607 respectively with the correlation coefficient of shape 0,499; 0,598. Eigen vector value of shape Blitar Kampong chicken was determined by the length of the femur

and the wing length with the Eigen vectors were 0,603 and 0,625 respectively and the correlation coefficient of shape +0,652 and +0,674.

(49)

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG

DI CIAMIS, TEGAL DAN BLITAR

MURBANDINI DWI WIDIHASTUTI D14080268

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut

Gambar

Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B)
Gambar 8. Tulang Sternum pada Ayam
Gambar 9.  Ayam Kampung Jantan Ciamis (A) dan Ayam Kampung
Gambar 12. Variabel-Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya kombinasi dari persilangan ayam kampung dengan ayam ras pedaging yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dan resiprokalnya pada penelitian ini diperoleh F1

Perbedaan variabel-variabel ukuran tubuh pada kelompok ayam Ketawa tersebut dibuktikan dengan statistik T 2 -Hotelling yang menyatakan bahwa perbedaan besar

Analisis diskriminan Fisher menyatakan bahwa kelompok ayam kampung dan nagrak, kelompok ayam kampung dan pelung dan kelompok ayam nagrak dan pelung jantan

Ayam jantan dari hasil persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan hasil persilangan sesama ayam lokal..

menunjukkan panjang shank ayam Merawang betina mempunyai koefisien variasi yang terkecil dibandingkan ukuran-ukuran tubuh lainnya yaitu 4,70% hal ini menunjukkan panjang shank

ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis,

Adanya kombinasi dari persilangan ayam kampung dengan ayam ras pedaging yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dan resiprokalnya pada penelitian ini diperoleh F1

Sebaliknya, koefisien keragaman bobot badan domba Ekor Gemuk jantan dan betina secara umum berada di atas koefisien ukuran variabel linear permukaan tubuh