HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANASERTA
DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN
PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE
PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH
KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NURUSSALAM
KABUPATEN ACEH TIMUR
T E S I S
Oleh
LISWATI HARAHAP
097032143/IKM
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANA SERTA
DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN
PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE
PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH
KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NURUSSALAM
KABUPATEN ACEH TIMUR
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LISWATI HARAHAP
097032143/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Judul Tesis
: HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP,
SARANA DAN PRASARANA SERTA
DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN
DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT
CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE
PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN)
OLEH KEPALA KELUARGA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS NURUSSALAM
KABUPATEN ACEH TIMUR
Nama Mahasiswa
: Liswati Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 097032143
Program Studi
: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi
: Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si)
Ketua
Anggota
(Ir. Evi Naria, M.Kes)
Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 4 Februari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si
Anggota
: 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
PERNYATAAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, SARANA DAN PRASARANASERTA
DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENCEGAHAN
PENYAKIT CHIKUNGUNYA MENGGUNAKAN METODE
PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) OLEH
KEPALA KELUARGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NURUSSALAM
KABUPATEN ACEH TIMUR
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi
dan sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2012
ABSTRAK
Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang berasal dari benua Afrika. Di Provinsi Nangroe Aceh
Darusalam (NAD) kasus chikungunya terjadi pada tahun 2000, dan menyebar ke
daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan kejadian luar biasa yakni
terdapat 4403 kasus selama 8 bulan (April – November 2009). Kasus chikungunya
menyebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus
terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam yakni sebanyak 1493 kasus, dan paling
sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya sebanyak 32 kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan
penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh
kepala keluarga. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Nurus Salam dengan
jumlah populasi sebanyak 3981 KK dan yang dijadikan sampel sebanyak 217 KK.
Data primer diperoleh dengan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistic.
Hasil penelitian dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa variabel
pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap
pemberantasan sarang nyamuk chikungunya melalui metode PSN.. Dan yang paling
dominan adalah variabel peran petugas kesehatan.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar
mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Chikungunya dengan
mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan
(karang taruna), organisasi sosial (PKK, Dharma Wanita), tokoh-tokoh baik
masyarakat maupun agama. Meningkatkan peranserta masyarakat melalui
pembentukan kader-kader pemberantasan sarang nyamuk yang bersumber dari
masyarakat, yang bertugas untuk melakukan survei jentik, pembagian abate, dan
berbagai kegiatan pemberantasan lainnya.
ABSTRACT
Chikungunya is a disease cause by Chikungunya virus originated from Africa.
In the province of Nanggroe Aceh Darussalam the case of Chikungunya appeared in
2000 and spread to Aceh Timur District in 2009 with extraordinary 4403 cases for 8
months (April – November 2009). Chikungunya cases then spread in all of the
subdistricts of Aceh Timur District, the most of them (1493 cases) were found in
Nurus Salam Puskesmas (Community Health Center), and the least cases (32 cases)
were found in Sungai Raya Puskesmas.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, facility,
and infrastructure and the support of health workers on the prevention of
Chikungunya using the method of mosquito breeding site eradication by heads of
families. This study was conducted in the working area of Nurus Salam Puskesmas
with the population of 3981 heads of families and 217 of them were selected to be the
samples for this study. The primary data for this study were obtained through
questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through logistic
regression test.
The result of logistic regression test showed that the variables of knowledge,
attitude and the role of health workers on the eradication of Chikungunya mosquito
breeding site using the method of mosquito breeding site eradication. And the most
dominant variable was the role of health workers.
The management of Aceh Timur District Health Service is suggested to
activate the Chikungunya Operational Working Group by involving the education
sector (schools, universities), youth organization (karang taruna), social organization
(PKK, Dharma Wanita), community leaders and religious leaders and to increase
community participation by establishing the cadres recruited from the community
members themselves to eradicate the mosquito breeding sites such as doing a survey
on larvae, distributing abate, and doing the other mosquito breeding site eradication
activities.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
HidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul: “Hubungan Pengetahuan,
Sikap, Sarana dan Prasarana serta Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pencegahan
Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
oleh Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Nurussalam Kabupaten Aceh
Timur”.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1.
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3.
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, dengan kearifannya tesis ini dimungkinkan untuk diuji
dan disempurnakan.
4.
Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
membimbing penulis mulai dari pembuatan proposal hingga selesainya
penulisan tesis ini.
6.
Prof. dr. Sori Muda Sorumpaet, M.P.H dan Dra. Syarifah, M.S, selaku komisi
penguji tesis yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan
penilisan tesis ini.
7.
Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi yang telah memberikan
pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.
8.
H. T. Zainal Abidin, S.K.M selaku Kepala Puskesmas Nurus Salam yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Karya ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Alm. Amir
Tua Harahap dan Almh. Hj. Numelan, serta Suami tersayang Tuafik HS ZA, S.E.
Kepada Keluargaku Sultan Edinur, Irwan Pandia, Emiwati Hrp, S.H, Ir.Erniwati Hrp
dan dr. Sondang Bandayani, serta keponakanku Clara Ardia. Mereka adalah sumber
inspirasi dan pemberi dorongan kepada penulis dalam menjalani liku kehidupan.
Sesungguhnya penulis telah maksimal dalam menyelesaikan tesis ini dan
menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, karenanya saran untuk
perbaikan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Liswati Harahap, dilahirkan di Blang Pidie, Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 13 November 1970, beragama Islam.
Tinggal di Komp. BTN Alur Berawe Gg. Merak nomor 43 Kota Langsa.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1983 di SD Negeri 21 Banda
Aceh, pada tahun 1986 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4
Banda Aceh, tahun 1988 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3
Medan, tahun 2002 menamatkan program dokter di Fakultas Kedokteran Univesitas
Islam Sumatera Utara (UISU).
Pengalaman kerja penulis, pada tahun 2003 bekerja sebagai dokter PTT di
Kabupaten Aceh Timur. Tahun 2006 diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di
Kabupaten Aceh Timur dan di tempatkan di Puskesmas Rantau Selamat hingga
sekarang.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT
... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Hipotesis ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Definisi Chikungunya ... 11
2.1.1. Penyebab ... 11
2.1.2. Gejala ... 11
2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 13
2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak ... 13
2.1.5. Diagnosa ... 13
2.1.6. Pengobatan ... 13
2.1.7. Pencegahan ... 14
2.1.8. Penanganan Kasus ... 15
2.1.9. Krakteristik Penyakit Chikungunya ... 16
2.1.9.1. Cara Penularan ... 16
2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya ... 16
2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya ... 17
2.1.9.4. Proteksi Diri dengan Salep atau Gunakan Kawat Nyamuk18
2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya ... 18
2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya ... 20
2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya ... 20
2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya ... 22
2.3.2. Pengetahuan ... 27
2.3.3. Sikap atau Attitude ... 33
2.3.4. Tindakan ... 35
2.4. Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 36
2.5. Tenaga Kesehatan ... 39
2.6. Sarana dan Prasarana ... 41
2.7. Landasan Teori ... 42
2.8. Kerangka Konsep ... 44
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45
3.1. Jenis Penelitian ... 45
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45
3.3. Populasi dan Sampel ... 46
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47
3.4.1. Data Primer ... 47
3.4.2. Data Sekunder ... 47
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 48
3.5.1. Variabel Dependen ... 49
3.5.2. Variabel Indenpenden ... 50
3.6. Metode Pengukuran ... 50
3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 50
3.6.2. Pengukuran Variabel Indenpenden ... 51
3.6.2.1. Tingkat Pengetahuan ... 51
3.6.2.2. Sikap ... 52
3.6.2.3. Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan ... 52
3.6.2.4. Upaya Petugas Kesehatan ... 53
3.7. Metode Analisis Data ... 53
BAB 4 HASILPENELITIAN ... 55
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55
4.2. Hasil Uji Univariat ... 56
4.2.1. Karakteristik Responden ... 56
4.2.2. Pengetahuan ... 57
4.2.3. Sikap ... 60
4.2.4. Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan ... 63
4.2.5. Dukungan Petugas ... 64
4.2.6. Pemberantasan Sarang Nyamuk Chikungunya ... 66
4.3. Uji Bivariat ... 69
BAB 5 PEMBAHASAN ... 74
5.1. Pengetahuan ... 74
5.2. Sikap ... 76
5.3. Dukungan Sarana ... 78
5.4. Dukungan Petugas ... 79
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
6.1. Kesimpulan ... 84
6.2. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
DAFTAR TABEL
3.1.
Jumlah KK sebagai sampel penelitian di Setiap Desa di Wilayah
Kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur tahun
2010 ...
46
3.2.
Aspek Pengukuran Variabel Dependen dan Independen ...
49
4.1
Distribusi Karakteristik Kepala Keluarga di wilayah Kerja
Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
57
4.2.
Distribusi Indikator Pengetahuan Kepala Keluarga tentang
Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas
Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
59
4.3
Distribusi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Kepala Keluarga
tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja
Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
60
4.4
Distribusi Berdasarkan Sikap
Kepala Keluarga tentang
Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas
Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
62
4.5
Distribusi Berdasarkan Kategori Sikap Kepala Keluarga tentang
Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas
Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
62
4.6
Distribusi Berdasarkan Dukungan Sarana Pelayanan Kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur
Tahun 2011 ...
63
4.7
Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Sarana Pelayanan
Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten
Aceh Timur Tahun 2011 ...
64
4.8
Distribusi Berdasarkan Dukungan Petugas di wilayah kerja
Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
65
Halaman
4.9
Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Petugas di wilayah
kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur Tahun
2011 ...
66
4.10
Distribusi Pemberantasan Sarang Nyamuk Penular Chikungunya
di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur
Tahun 2011 ...
68
4.11
Distribusi Berdasarkan Kategori Pemberantasan Sarang Nyamuk
Penular Chikungunya di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
69
4.12
Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dukungan Sarana dan Dukungan
Petugas dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Penular
Chikungunya di wilayah kerja Puskesmas Nurul Salam
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ...
71
4.13
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel
DAFTAR GAMBAR
2.1.
Skema Penyelenggaraan SKD-KLB Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan ...
21
2.2.
Gambar Teori Perilaku Model Green ...
42
2.3.
Kerangka Konsep Penelitian ...
44
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Kuesioner ...
88
2.
Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara ...
93
3.
Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Nurus
Salam Kabupaten Aceh Timur ...
94
4.
Peta Wilayah penelitian ...
95
5.
Hasil Uji Validitas ...
96
6.
Hasil Uji Reliabilitas ...
100
7.
Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan SPSS ...
101
Halaman
ABSTRAK
Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang berasal dari benua Afrika. Di Provinsi Nangroe Aceh
Darusalam (NAD) kasus chikungunya terjadi pada tahun 2000, dan menyebar ke
daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan kejadian luar biasa yakni
terdapat 4403 kasus selama 8 bulan (April – November 2009). Kasus chikungunya
menyebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus
terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam yakni sebanyak 1493 kasus, dan paling
sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya sebanyak 32 kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan
penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh
kepala keluarga. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Nurus Salam dengan
jumlah populasi sebanyak 3981 KK dan yang dijadikan sampel sebanyak 217 KK.
Data primer diperoleh dengan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistic.
Hasil penelitian dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa variabel
pengetahuan, sikap dan peran petugas kesehatan berpengaruh terhadap
pemberantasan sarang nyamuk chikungunya melalui metode PSN.. Dan yang paling
dominan adalah variabel peran petugas kesehatan.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar
mengaktifkan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Chikungunya dengan
mengikut sertakan sektor pendidikan (sekolah, universitas), organisasi kepemudaan
(karang taruna), organisasi sosial (PKK, Dharma Wanita), tokoh-tokoh baik
masyarakat maupun agama. Meningkatkan peranserta masyarakat melalui
pembentukan kader-kader pemberantasan sarang nyamuk yang bersumber dari
masyarakat, yang bertugas untuk melakukan survei jentik, pembagian abate, dan
berbagai kegiatan pemberantasan lainnya.
ABSTRACT
Chikungunya is a disease cause by Chikungunya virus originated from Africa.
In the province of Nanggroe Aceh Darussalam the case of Chikungunya appeared in
2000 and spread to Aceh Timur District in 2009 with extraordinary 4403 cases for 8
months (April – November 2009). Chikungunya cases then spread in all of the
subdistricts of Aceh Timur District, the most of them (1493 cases) were found in
Nurus Salam Puskesmas (Community Health Center), and the least cases (32 cases)
were found in Sungai Raya Puskesmas.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, facility,
and infrastructure and the support of health workers on the prevention of
Chikungunya using the method of mosquito breeding site eradication by heads of
families. This study was conducted in the working area of Nurus Salam Puskesmas
with the population of 3981 heads of families and 217 of them were selected to be the
samples for this study. The primary data for this study were obtained through
questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through logistic
regression test.
The result of logistic regression test showed that the variables of knowledge,
attitude and the role of health workers on the eradication of Chikungunya mosquito
breeding site using the method of mosquito breeding site eradication. And the most
dominant variable was the role of health workers.
The management of Aceh Timur District Health Service is suggested to
activate the Chikungunya Operational Working Group by involving the education
sector (schools, universities), youth organization (karang taruna), social organization
(PKK, Dharma Wanita), community leaders and religious leaders and to increase
community participation by establishing the cadres recruited from the community
members themselves to eradicate the mosquito breeding sites such as doing a survey
on larvae, distributing abate, and doing the other mosquito breeding site eradication
activities.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pada era globalisasi yang serba cepat seperti sekarang ini, seseorang hari ini
dapat berada di Eropa atau Afrika, dan esok harinya sudah berada di tempat lainnya
seperti di Bali atau Jakarta. Dengan pola perpindahan penduduk yang sangat cepat
ini, sangat potensial terjadi penyebaran berbagai macam penyakit termasuk virus.
Orang yang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia.
Penyakit yang dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula
berlanjut siklusnya bila faktor pendukungnya ada (Depkes RI, 2007).
Chikungunya merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus berasal
dari benua Afrika. Chikungunya merupakan bahasa Shawill berdasarkan gejala pada
penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini
terjadi pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Demam
Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk
keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
(www.medicastore.com diakses pada hari Kamis, 31 Januari 2008).
virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (Sylvatic
cycle) di antara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus,
Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori, Ae cordelierri). Pembuktian
ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika
terjadi wabah di Tanzania 1952-1953 (Depkes RI, 2007).
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit Chikungunya di Bangkok
Thailand dan Vellore Madras, India menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi
dalam interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa
bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor.
Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status
kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit Chikungunya sering tidak
mudah karena serum Chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam
satu keluarga (Depkes RI, 2007).
beberapa kasus didapatkan juga penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala
sama sekali atau silent virus Chikungunya (Depkes RI, 2007).
Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti ini akan berkembang biak
di dalam tubuh manusia. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun
dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam
tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari (Depkes RI,
2007).
Demam Chikungunya termasuk ”Self Limiting Disease” atau penyakit yang
sembuh dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini.
Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala
penyakitnya. Seperti, obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan
paracetamol, sebaiknya dihindarkan penggunaan obat sejenis asetosal. Antibiotika
tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan
mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat. Untuk memperbaiki keadaan umum
penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama
protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan
segar atau minum jus buah segar (Depkes RI, 2008).
(PSN) merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit Chikungunya. Kampanye PSN sudah
digalakkan pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M,
yakni menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat
penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang
nyamuk.
Kegiatan tersebut sekarang berkembang menjadi 3M plus yaitu kegiatan 3M
diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya
yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar,
menutup lubang lubang pada potongan bambu/pohon, menaburkan bubuk larvasida,
memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai. Kegiatan 3M plus juga diperluas
dengan upaya meningkatkan kebiasaan pada masyarakat untuk menggunakan
kelambu pada saat tidur siang, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,
dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam ruangan rumah.
keluarga diantaranya kebiasaan tidur siang, penggunaan kelambu siang hari,
pemakaian anti nyamuk siang hari dan kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai
yang dapat diubah atau disesuaikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kasus
Chikungunya terhadap salah satu anggota keluarga.
Kejadian luar biasa penyakit Chikungunya pernah terjadi di Yogjakarta
(1983), Muara Enim (1999), dan Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB Chikungunya di
Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/desa di Bogor, Bekasi, dan Depok. Pada
tahun 2002, Palembang, Semarang, Idramayu, Manado, DKI, Banten dan beberapa
daerah lainnya melaporkan adanya KLB Chikungunya. Pada tahun 2003 KLB
Chikungunya terjadi juga di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB dan Kalimantan
Tengah (Depkes RI, 2007).
Di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) kasus Chikungunya terjadi pada
tahun 2000, dan menyebar ke daerah Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2009 dengan
kejadian luar biasa yakni terdapat 4.403 kasus selama 8 bulan (April – November
2009). Dimana kasus Chikungunya menyebar di seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Timur, dengan kasus terbanyak terdapat di Puskesmas Nurus Salam
yakni sebanyak 1.493 kasus, dan paling sedikit terdapat di Puskesmas Sungai Raya
sebanyak 32 kasus (Dinkes Kab. Aceh Timur, 2009).
memberikan penyuluhan satu kali selama kasus demam Chikungunya terjadi, ataupun
tidak adanya media promosi yang baik seperti poster atau leaflet yang disebarkan ke
masyarakat. Petugas melakukan foging sebanyak satu kali, dan tidak membegikan
bubuk abate kepada masyarakat. Di lain pihak masyarakat juga kurang berpartisipasi
dalam penanggulangan wabah ini. Masyarakat hanya tahu pengasapan sebagai jalan
satu-satunya untuk mencegah wabah ini. Bahkan jika terjadi wabah sangat jarang
masyarakat yang melaporkan ke petugas kesehatan, petugas mendapatkan data jika
seseorang telah dirawat beberapa hari di rumah sakit. Selain daripada itu jika petugas
mengadakan penyuluhan kesehatan, kehadiran masyarakat masih rendah.
Menurut penelitian Fatmi (2006), dalam penelitiannya tentang faktor
sosiodemografi dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian luar biasa Chikungunya
di Kelurahan Cinere Kecamatan Limo Kota Depok menyebutkan bahwa faktor
sosiodemografi mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu p = 0,03 dan faktor
lingkungan juga mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu dengan nilai p = 0,00.
Jika kita bandingkan dengan kasus demam berdarah maka berdasarkan penelitian
Hutapea (2007) dalam penelitiannya tentang perilaku masyarakat mengenai Demam
Berdarah Dengue di Kelurahan Gung Negeri Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo
tahun 2007, menunjukkan bahwa masyarakat melakukan pemberantasan sarang
nyamuk jika petugas melakukan penyuluhan terlebih dahulu tentang DBD.
langsung oleh orang lain. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil tahu manusia
yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Apabila pengetahuan mempunyai
sasaran tertentu dan mempunyai pendekatan untuk mengkaji obyek tersebut akan
memperoleh hasil pengakuan secara umum (Notoatmodjo, 2005).
Saat ini mungkin masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui apa itu
Chikungunya, sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus bersikap dalam
melakukan pencegahan penyakit tersebut. Sebagian orang mengetahui penyakit ini
setelah mereka terkena penyakitnya. Berbeda dengan orang yang sudah tahu, maka
mereka tahu sikap apa yang harus dilakukan untuk pencegahan sejak dini.
Pengetahuan tentang kesehatan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah timbulnya suatu penyakit.
Perilaku warga sehari-hari juga dapat mempengaruhi kesehatan. Cara hidup
mereka, makanan yang mereka makan, air yang digunakan, dan usaha menjaga
kebersihan lingkungan. Lingkungan yang kotor dapat menimbulkan penyakit,
misalnya kaleng-kaleng bekas yang berserakan dapat digunakan nyamuk sebagai
tempat tinggal sehingga dapat mengakibatkan seseorang tertular Chikungunya dari
nyamuk tersebut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan mereka, semakin
mereka tahu seberapa besar bahaya suatu penyakit maka akan semakin banyak pula
usaha pencegahan yang mereka lakukan (Hendrawan, 2009).
1.2. P ermasalahan
Belum diketahuinya hubungan pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana serta
dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan penyakit Chikungunya dengan
metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kepala keluarga di wilayah kerja
puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan,
sikap, sarana dan prasarana serta dukungan petugas kesehatan terhadap pencegahan
penyakit Chikungunya dengan metode pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh
kepala keluarga di wilayah kerja puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.
1.4. Hipotesis
Ada hubungan pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana serta dukungan
petugas kesehatan terhadap pencegahan penyakit Chikungunya dengan metode
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kepala keluarga di wilayah kerja
puskesmas Nurus Salam Kabupaten Aceh Timur.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :
2.
Sebagai masukan bagi institusi kesehatan swasta maupun Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang menangani penyakit Chikungunya.
3.
Sebagai pengembangan ilmu tentang pencegahan dan pengendalian penyakit
Chikungunya sehingga dalam penanggannya akan lebih mudah dan terarah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Chikungunya
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), menyebutkan bahwa
Chikungunya berasal dari suatu penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya,
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dengan gejala
utama demam mendadak, bintik-bintik kemerahan, nyeri sendi terutama sendi lutut
dan pergelangan kaki sehingga orang tersebut tidak dapat berjalan untuk sementara
waktu. Biasanya menyerang sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu.
2.1.1. Penyebab
Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV
termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti (Depkes RI, 2007).
2.1.2. Gejala
a.
Demam. Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka
kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.
b.
Sakit persendian. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum
timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri, sehingga kadang penderita ”
merasa lumpuh ” sebelum berobat . Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.
c.
Nyeri otot. Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah
bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.
d.
Bercak kemerahan ( ruam ) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari
pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di
daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.
e.
Sakit Kepala: sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.
f.
Kejang dan Penurunan Kesadaran. Kejang biasanya pada anak karena panas yang
terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
g.
Gejala lain. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah
bening di bagian leher.
2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan penyakit ini dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
teknik ELISA, maupun pemeriksaan virusnya (Depkes RI, 2007).
2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak
Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air bersih didalam
rumah maupun di sekitar rumah seperti bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat
minum burung, ban bekas, drum, kaleng, pecahan botol, potongan bambu dan
lain-lain. Pada musim hujan lebih banyak lagi tempat-tempat yang menampung air
(Depkes RI, 2007).
2.1.5. Diagnosa
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain
uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi
pemeriksaan serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan
epidemiologis dan penelitian, tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis
sehari-hari (Depkes RI, 2007).
2.1.6. Pengobatan
memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi,
cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak
mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk
penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak
protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang
bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak
juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi
demam.
2.1.7. Pencegahan
Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), cara menghindari penyakit ini
adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan
berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga
kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih.
dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini
karena
Aedes Aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda
yang menggantung. Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas
nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi,
vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut
berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang
memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela
rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan
sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang
sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan
obat oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya.
Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam
keadaan daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.
2.1.8. Penanganan Kasus
Bila menemukan kasus chikungunya lakukan (Depkes RI, 2005) :
a.
Segera laporkan ke Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat.
b.
Hindari penderita dari digigit nyamuk (tidur memakai kelambu) agar tidak
menyebarkan ke orang lain.
e.
Lakukan Pemeriksaan Jentik di rumah dan sekitar rumah.
2.1.9. Karakteristik Penyakit Chikungunya
2.1.9.1. Cara Penularan
Penyakit chikungunya boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan penyakit demam
denggi dan demam denggi berdarah karena dibawa oleh pembawa yang sama yaitu
nyamuk
Aedes Aegypti maupun albopictus. Masa inkubasi virus ini ialah dua sampai
empat hari, sementara manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Bedanya, jika virus
denggi menyerang pembuluhdarah, virus chikungunya menyerang sendi dan tulang.
Nyamuk aedes lazimnya akan menggigit seseorang yang telah dijangkiti oleh virus
chikungunya dan memindahkan darah berkenaan kepada seorang mangsa lain yang
sehat (Dwitagama, 2008).
Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, penyakit ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk yang berperan sebagai vektor/pembawa, seperti Aedes Aegypti
(merupakan vektor utama CHIKV), Aedes Albopticus yang mungkin juga berperan
dalam penyebaran penyakit di kawasan Asia. Kera dan beberapa binatang buas
lainnya juga diduga dapat sebagai perantara penyakit ini karena hewan-hewan inilah
yang sebenarnya menjadi target awal penyakit ini.
2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya
tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
(Dwitagama, 2008).
2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya
Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk Chikungunya adalah dengan
mencegah digigit nyamuk
Aedes Aegypti. Selain itu bisa dilakukan pemberantasan
vektor nyamuk dewasa maupun membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor
nyamuk dewasa bisa dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging
dengan
malathion sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada
TPA (tempat penampungan air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN
(Dwitagama, 2008).
a.
Abatisasi
Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak
akan menjadi nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes Aegypti
ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis satu sendok makanan peres (10 gram)
abate untuk 100 liter air. Bubuk abate juga dituang di bak mandi.
b.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik
nyamuk Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :
2.
Menutup rapat-rapat TPA
3.
Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan
barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi
sarang nyamuk.
4.
Khusus di tempat pasca-kebakaran harus segera dibersihkan dari
wadah-wadah yang bisa menampung air.
2.1.9.4. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk
Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit pada siang
hari. Untuk mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau minyak yang dioles di
bagian tubuh yang terbuka. Selain menggunakan salep untuk mencegah gigitan
nyamuk, bisa juga menggunakan minyak sereh. Cara lain adalah dengan
menggunakan kawat nyamuk di pintu-pintu dan jendela rumah (Dwitagama, 2008).
Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya sudah dilakukan perlindungan
tidak hanya pada demam Chikungunya tetapi juga demam berdarah yang lebih fatal
dan mematikan. Tidak mustahil penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama
dengan penyakit demam berdarah.
2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya
a.
Agen
Agen dalam penyakit chikungunya adalah nyamuk Aedes Aegypti betina
(dominan) dan Aedes Albopictus. Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha
virus, dengan perantaraan nyamuk Aedes.
b.
Reservoir
Habitat berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga,
dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua,
Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang
menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Ketiga,
nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap. Mengingat
penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk
memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut,
sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini
adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan
jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan
menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti tidak suka hinggap
di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
c.
Portal of exit
d.
Portal of entry
Lingkungan harus dibersihkan terutama pada barang-barang yang dapat
digenangi air. Hindari gigitan nyamuk pada pagi sampai dengan sore hari
karena nyamuk penyebab chikungunya aktif pada saat itu.
e.
Kerentanan penjamu
Daya tahan tubuh yang lemah dan kekebalan tubuh yang lemah saat terkena
gigitan nyamuk.
2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya
Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan
perkawinan, adopsi atau kelahiran. Keluarga memiliki peran yang sangat
pentingdalam upaya pencegahan penyakit chikungunya. Keluarga berperan dalam hal
menjaga pola hidup agar tetap bersih dan sehat. Selain itu, makanan yang dimakan
pun harus memenuhi 4 sehat 5 sempurna agar tubuh tetap sehat dan tidak mudah
terkena penyakit. Lingkungan rumah pun harus bersih. Lakukan gerakan 3 M secara
teratur yaitu menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak
digenangi air dan menguras bak secara teratur agar terhindar dari nyamuk penyebab
chikungunya ini (Dwitagama, 2008).
2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya
Sehingga untuk menanganinya dilakukan berdasarkan metode berikut (Depkes RI,
2005).
Gambar 2.1. Skema Penyelenggaraan SKD-KLB Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan
Sumber : Depkes RI, 2005. Ditjen PPM & PL. Jakarta.
Jejaring SE STP Kajian Epidemiologi Peringatan Kewaspadaan dini KLB Peningkatan Kewaspadaan & Kesiapsiagaan KLB Upaya Pencegahan (Program) Upaya Pencegahan (Sektor) Upaya Pencegahan (Masyarakat) Kewaspadaan Prov/Nasional Kewaspadaan Antar Daerah Deteksi Dini Kondisi Rentan KLBDeteksi Dini KLB
Kewaspadaan Masyarakat
Kesiapsiagaan Menghadapi KLB
Penanggulangan KLB Cepat & Tepat
2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular
lainnya, didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk
memutuskan rantai penularan penyakit demam Chikungunya yaitu (Depkes RI,
2002):
a.
Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti
virus.
b.
Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
c.
Mencegah gigitan nyamuk/vektor.
d.
Immunisasi terhadap orang sehat.
e.
Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.
Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan
lingkungan ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara
terbaik. Untuk mencapai tujuan ini di perlukan usaha yang terus - menerus secara
berkesinambungan. Hasil yang diharapkan memang tidak tampak dengan segera.
a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat
misalnya
malathion dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan
parmietrin, dan karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog
atau mesin ultra low volume (ULV), karena penyemprotan dilakukan dengan cara
pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu (Suroso, 2003).
Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi
penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk
mengandung virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan
mati. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan
akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi
nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).
b. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia,
biologi dan fisik.
a). Cara kimia
b). Cara Biologi
Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti
memelihara ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila
merah dan ikan lega. Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat
mengendalikan pertumbuhan larva (Depkes RI, 2004).
c). Cara Fisik
Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau
memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan,
menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat
penampungan air, dan menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk Aedes Aegypti (Depkes RI, 2004).
Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan
peran serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha
penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab
keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI,
1992).
2.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk
Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:
a. Penyemprotan massal
desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam
Chikungunya. Oleh karena itu penularan penyakit di wilayah ini diperlukan segera
diatasi dengan penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk
membasmi jentik-jentik penular demam Chikungunya. Penyemprotan ini
dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam Chikungunya di desa rawan
agar sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya, populasi nyamuk penular
dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah (Depkes RI, 2004).
b. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik
nyamuk yang dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur
sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular
penyakit demam Chikungunya.
c. Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat
tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:
a)
Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau
menutupnya rapat-rapat.
b)
Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.
c)
Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).
2.3. Perilaku
2.3.1. Pengertian Perilaku
Dari aspek biologis, perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Mulai dari binatang sampai
manusia mempunyai aktivitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007).
Secara singkat aktivitas manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misal: berjalan, bernyanyi,
tertawa, dan sebagainya.
b. Aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain, misalnya: berfikir, berfantasi,
bersikap, dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut perilaku (manusia)
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (tidak langsung) (Notoatmodjo, 2003).
masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila
sakit atau terkena masalah kesehatan.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di
bedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup (covert). Respon
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati dengan
jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam tindakan yang nyata atau terbuka.
Respon ini sudah jelas dalam tindakan atau praktek (practice), yang dapat diamati
oleh orang lain dengan jelas.
2.3.2. Pengetahuan
Pengetahuan dapat diartikan secara luas mencakup segala sesuatu yang
diketahui (Tim Penyusun, 2005). Pengertian lain menjelaskan bahwa pengetahuan
adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu (Suriasumantri,
2007).
ini sejalan dengan pernyataan Soekanto (2003) bahwa pengetahuan merupakan hasil
penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia.
Menurut Bakhtiar (2006) dalam Afdhal (2009), pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua
milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
a.
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b.
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
c.
Aplikasi (application)
d.
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
dalam ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.
Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.
Menurut Notoatmodjo (2005), dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
a)
Cara coba-coba (Trial and Error)
Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”.
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,
dicoba kemungkinan yang lain.
b)
Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
c)
Berdasarkan pengalaman pribadi
Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d)
Melalui jalan pikiran
Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
menggunakan jalan pikirannya.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga
hal pokok, yaitu:
a.
Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan
pengamatan.
b.
Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
c.
Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang
berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.
Menurut Syah (2003) ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, pengetahuan
terdiri dari dua macam, yakni : declarative knowledge dan procedural knowledge.
Declarative knowledge lazim juga disebut propositional knowledge. Pengetahuan
deklaratif atau pengetahuan prososisional ialah pengetahuan mengenai informasi
faktual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisani
atau verbal. Sebaliknya pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari
kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a.
Pengalaman
b.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c.
Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d.
Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
e.
Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f.
Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
menggabungkannya dengan cara berpikir yang dimiliki sehingga pengalaman baru
dapat digabungkan ke dalam struktur kognitif. Akomodasi adalah komponen lain dari
proses adaptasi. Ekuilibrasi meregulasi proses berpikir individu pada tiga arah fungsi
kognitif yang berbeda, ketiganya adalah hubungan antara (1) asimilasi dan akomodasi
dalam kehidupan individu sehari-hari, (2) sub-sub sistem pengetahuan yang timbul
pada diri individu dan (3) bagian-bagian dari pengetahuan individu dan sistem
pengetahuan sosial.
2.3.3. Sikap atau
Attitude
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb salah
seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pencetus
(predisposisi) tindakan atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap
merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).
Dalam bagian lain, menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003),
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting. Menurut Notoatmodjo (2003) sikap juga
terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a.
Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.
b.
Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengejakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c.
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d.
Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
suatu objek, secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan
hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoadmodjo, 2003).
2.3.4. Praktek atau Tindakan (
Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior.)
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau kondisi yang memungkinkan, antara lain: fasilitas. Disamping fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan dari pihak lain (Nototmodjo, 2003).
Menurut Notoadmodjo (2003) tingkat- tingkat praktek sebagai berikut:
a.
Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b.
Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
c.
Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
d.
Adaptasi (Adaptation)
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.4. Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari
dua faktor utama , yaitu :
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun nonfisik dalam bentuk sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
a) Sosial
Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama
kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk
dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Setiap
kelompok memiliki aturan dan norma sosial tertentu, sehingga perilaku setiap
individu anggota kelompok berlangsung dalam suatu jaringan normatif.
b) Ekonomi
untuk berobat sehingga tidak ada suatu penanganan yang baik dalam
menghadapi suatu penyakit.
c) Budaya
Setiap daerah pasti memiliki budaya yang berbeda-beda. Misalnya dalam
suatu komunitas yang masyarakatnya menganut agama islam, tidak akan mau
memakan daging babi karena bagi mereka daging babi adalah haram, dan
tidak baik bagi kesehatan. Maka dari itu mereka tidak akan mau memakan
daging babi tersebut demi menjaga kesehatan mereka.
b. Faktor internal
Faktor internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar
yaitu:
a. Perhatian
Ada dua batasan tentang perhatian, yaitu energi psikis yang tertuju pada suatu
obyek dan banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang
sedang dilakukan.
b. Pengamatan
Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat, mendengar, meraba,
membau, dan mengecap. Sedangkan mendengar, meraba, membau, dan mengecap
itu sendiri disebut sebagai modalitas pengamatan.
c. Persepsi
d. Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Motif tidak dapat diamati. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin
alasan-alasan tindakan tersebut.
e. Fantasi
Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-tanggapan yang telah
ada. Tanggapan baru ini tidak harus sama dengan tanggapan yang telah ada.
Menurut Green (1991) dikutip oleh Notoatmodjo (2003), faktor perilaku
ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu :
a). Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Merupakan faktor-faktor yang mempermudah dan mempredisposisi
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan
sikap atau masyarakat tersebut terhadap apa yang dilakukan. Misalnya
perilaku warga untuk mencegah penularan Chikungunya akan lebih mudah
apabila warga tersebut tahu apa manfaat dari pencegahan tersebut.
Disamping itu, kepercayaan, tradisi, system nilai di masyarakat setempat
juga sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku.
b). Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
masyarakat. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai
perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau
fasilitas pelayanan kesehatan.
c). Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Merupakan faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku sehat, tetapi ia tidak melakukannya. Dalam hal ini dukungan
atau dorongan dari orang lain sangat dibutuhkan untuk pencegahan suatu
penyakit. Selain itu sikap dan perilaku petugas kesehatan juga menjadi
panutan bagi seseorang atau masyarakat.
2.5. Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan (Wijono, 1999).
Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan
tenaga keteknisian medis (Wijono, 1999).
meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan,
penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. Tenaga Gizi meliputi
nutrisionis dan dietisien. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis
dan terapis wicara. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis,
teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis (Wijono, 1999).
Menurut Wijono seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-syarat,
yakni:
a.
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
b.
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.
c.
Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga
kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh
Menteri.
2.6. Sarana dan Prasarana
Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan adalah
sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik
pada tingkat individu maupun masyarakat. Untuk masa mendatang kebutuhan sarana
kesehatan akan disusun dengan memperhatikan beberapa asumsi dasar, yaitu :
a)
Terjadinya pergeseran peran pemerintah dari penyelenggara pelayanan yang
dominan, menjadi penyusunan kebijakan dan regulasi dengan tetap
memperhatikan kebutuhan pelayanan bagi penduduk miskin.
b)
Makin meningkatnya potensi sektor swasta dalam penyediaan pelayanan
kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
2.7. Landasan Teori
Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan
adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor
perilaku), dan non behavioral factors atau faktor non perilaku, selanjutnya perilaku
ditentukan atau terbentuk oleh 3 faktor yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling.
Teori model Lawrence Green ini dapat tercantum pada gambar berikut.
Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Nilai-nilai kehidupan
- Kepercayaan
Perilaku Masyarakat
[image:61.612.178.487.300.655.2]Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa kesehatan dipengaruhi oleh
perilaku. Untuk membangun perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni faktor
predisposing, enabling dan reinforcing.
Faktor
predisposing meliputi pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai-nilai kehidupan, dan keyakinan. Faktor enabling meliputi
ketersediaan sarana, kemudahan sarana, perundang-undangan. prioritas kesehatan,
dan keterampilan petugas. Sedangkan untuk faktor reinforcing meliputi dukungan
petugas, dukungan keluarga, teman sebaya, guru, tokoh masyarakat, pelayanan
kesehatan dan pengambil kebijakan.
2.8. Kerangka Konsep Penetian
Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar dibawah
ini:
[image:63.612.108.526.196.468.2]Variabel independen
Variabel dependen