• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Debit di Daerah Aliran SungaiHapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Debit di Daerah Aliran SungaiHapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI

HAPASUK HPHTI PT.TOBA PULP LESTARI

Hasil Penelitian

Oleh :

IWAN F. NABABAN 021202035/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI Daerah aliran sungai (DAS) ... 4

Pola drainase dan sistem aliran sungai... 5

Karakteristik daerah aliran sungai ... 7

Bentuk bentuk daerah aliran sungai ... 8

Evaluasi kualitatif ... 9

Hubungan hutan dengan sedimentasi ... 11

Pengaruh hutan terhadap tata air (Hidrologis) ... 12

Pengaruh hutan terhadap erosi ... 13

Pengaruh hutan terhadap banjir ... 14

Pengaruh hutan terhadap persedian air ... 15

Gambaran umum hutan tanaman industri ... 16

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan luas ... 18

Bentuk dan Jaringan Drainase ... 18

Jenis vegetasi ... 18

Jenis Tanah dan Topografi ... 18

Iklim ... 19

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 19

METODOLOGI PENELITIAN Bentuk Luas Penampang DAS Hapasuk ... 26

Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk ... 29

(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 35 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari hasil penelitian ini adalah “Evaluasi Debit di Daerah Aliran

Sungai Hapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari “.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing saya bapak Bejo Slamet S.Hut. M.Si sebagai

ketua komisi pembimbing dan bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut. M.Si sebagai anggota

komisi pembimbing penulis serta kedua orang tua saya yang selalu membantu saya dalam

memberikan doa, dukungan dan material, serta teman-teman seperjuangan saya yang

selalu membantu saya dalam menyelesaikan hasil penelitian dalam bentuk dukungan,

semangat dan masukan agar tersusun dengan baik.

Penulis juga menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun hasil

penelitian ini sehingga kedepan dapat berguna. Akhirnya penulis mengucapkan terima

kasih semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Debit aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam satuan SI

besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik (m3/dtk). Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting dalam pengelolaan air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.

Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau

panjang. Debit aliran rata – rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan dari suatu aliran sungai (Asdak, 1995).

Proses alih ragam curah hujan menjadi debit sebenarnya melalui dua

tahap. Tahap pertama fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektifyang kemudian bergerak menuju jaringan aliran terdekat, dan tahap

kedua adalah fungsi transfer yang mentransfer air dari titik masuknya di jaringan aliran sampai outlet yang diekspresikan dalam bentuk kurva hidrograf satuan sesaat yang merupakan fungsi debit aliran terhadap waktu (Dooge, 1973 ).

Penutupan lahan oleh vegetasi sangat mempengaruhi debit dan kualitas air sungai. Air yang jatuh melalui proses presipitasi ke permukaan tanah tertahan oleh

(8)

serasah dapat mengurangi laju kecepatan air yang akan membawa sedimentasi dan

bahan bahan kimia yang digunakan pihak HPHTI sehingga kualitas air diharapkan dapat terjaga dengan baik.

Perubahan iklim yang terjadi dari waktu kewaktu yang semakin tidak

menentu dapat mengakibatkan perubahan debit, tingkat sedimentasi dan tinggi muka air pada DAS. Penelitian tentang hubungan dari debit, sedimentasi dan

tinggi muka air dengan menggunakan regresi diharapkan dapat mewakili data yang mendukung terhadap perubahan yang terjadi pada DAS tersebut sehingga dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar DAS tidak merugikan.

Selain berpengaruh terhadap besarnya debit yang terukur, keberadaan vegetasi juga berpengaruh terhadap kualitas air terutama kandungan sedimen

yang terbawa oleh aliran. Untuk itu perlu juga dilakukan penelitian mengenai sedimen yang terbawa oleh aliran air sungai agar dapat diketahui kemampuan tutupan lahan vegetasi dalam mengurangi erosi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dilakukan untuk :

1. Untuk menngetahui fluktuasi debit air Sungai Hapasuk

2. Mengetahui tingkat sedimentasi di daerah aliran sungai Hapasuk

(9)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah debit akan berfluktuasi bersamaan dengan berfluktuasinya curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai Hapasuk.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk

mendapatkan besar fluktuasi debit aliran sungai dan hubungan antara debit, sedimen dan tinggi muka air.

(10)

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Suatu DAS adalah Daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik

tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh suatu pembagi (devide), atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada

peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari yang di kelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan (Linsley dan Franzini, 1989).

Pengetahuan tentang proses – proses hidrologi yang berlangsung dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala

DAS. Dalam sistem hidrologi ini, peranan vegetasi sangat penting karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat

mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan (Asdak, 2002).

Dalam suatu DAS, anak sungai dibagian atas akan bersambung dengan anak sungai yang lebih besar dibawahnya. Setiap anak sungai menghasilkan hidrograf aliran yang menunjukkan respon DAS terhadap curah hujan. Respon

tersebut diwujudkan dalam bentuk kurva hidrograf aliran kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kondisi hidrologi DAS yang bersangkutan.

(11)

satu anak sungai mungkin telah terlampaui, sementara pada anak sungai

berikutnya debit puncak akan segera terjadi. Pengaruh ketidaksamaan waktu terjadinya debit puncak pada masing – masing anak sungai tersebut dapat menurunkan besarnya debit puncak total pada sungai utama (Damanhuri, 1997).

Pola Drainase dan Sistem Aliran Sungai

Kedudukan aliran sungai dapat diklasifikasikan secara sistematik berdasarkan urutan daerah aliran sungai. Setiap aliran sungai yang tidak bercabang disebut sub DAS urutan pertama. Sungai dibawahnya yang hanya

menerima aliran dari sub DAS urutan pertama disebut sub-DAS urutan kedua, dan demikian seterusnya. Oleh karenanya, suatu DAS dapat terdiri dari sub-DAS

urutan pertama, sub DAS urutan Kedua dan seterusnya (Asdak, 2002).

Tipe pola radial biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan berbentuk kubah. Pola rektangular terdapat di deerah batuan

kapur. Tipe dari pada pola sungai terdiri dari beberapa jenis yaitu dendritik, trellis, multi basin, dan radial. Paling umum tipe dendritik dengan karakteristik terjadinya

penyatuan daripada banyak anak – anak sungai yang kecil menjadi sungai dengan tingkat yang lebih tinggi. Kemudian membentuk sungai besar disuatu daerah. Anak sungai tersebut sering kali terjadi karena adanya aliran permukaan dengan

jumlah yang mencukupi dari curah hujan yang tidak masuk kesaluran yang sudah ada. Pola trellis memiliki karakteristik sungai utama yang panjang dapat

(12)

Gambar 1. Pola drainase daerah aliran sungai ( Soewarno, 1991)

Sistem (aliran) sungai diklasifikasikan sebagai sistem influent, effluent,

dan intermitten. Sistem aliran sungai influent adalah aliran sungai yang memasok (memberikan masukan) air tanah. Sebaliknya aliran sungai sistem effluent, sumber aliran sungai berasal dari tanah. Sistem aliran ini umumnya berlangsung

sepanjang tahun. Oleh karena adanya sering disebut juga aliran tahunan atau

parennial stream. Sistem aliran terputus atau intermitten umumnya berlangsung

segera setelah terjadinya hujan besar. Aliran jenis inilah yang umumnya menjadi sumber air dari apa yang dikenal sebagai air tanah musiman (parched water

(13)

Gambar 2. Klasifikasi geologi terhadap sistem aliran sungai (Asdak, 2002)

Karakteristik Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai merupakan daerah dimana semua air mengalir ke

dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini pada umumnya dibatasi oleh topografi, yang berarti ditetapkan berdasar aliran air permukaan. Batas ini tidak

ditetapkan berdasar air bawah tanah karena air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian, nama DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun

hidrometri. Penetapan batas DAS sangat diperlukan untuk analisis, penetapan ini mudah dilakukan dari peta topografi untuk bagian sungai sebelah hulu

(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

(14)

daerah aliran sungai yang memiliki luas pada peta topografi, daerah aliran sungai,

topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, debit aliran sungai dasar dan seterusnya (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Bentuk – Bentuk Daerah Aliran Sungai

Sosradarsono dan Takeda (2003) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk DAS

yang umum dijumpai adalah :

• Daerah aliran sungai berbentuk bulu burung

Jalur daerah kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran yang

demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.

• Daerah aliran sungai berbentuk radial (menyebar)

Daerah aliran sungai yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak sungai menkonsentrasikan kesuatu titik secara radial disebut daerah aliran

sungai radial. Daerah aliran sungai dengan bentuk demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.

• Daerah aliran sungai berbentuk pararel

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran sungai yang

bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai

• Daerah aliran sungai yang kompleks

(15)

Evaluasi Kualitatif

Dalam penyusunan model hidrologi, titik berat analisis dipusatkan pada proses pengalihragaman (transformation) hujan menjadi debit melalui sistem DAS. Semua komponen yang berpengaruh dalam proses ini perlu diamati dan

ditelaah dengan cermat. Baik komponen hidrologi, meteorologi, geologi, secara kuantatif memberikan informasi tentang sifat masing-masing komponen maupun

hubungan antar komponen dan kemungkinan jangkau nilai-nilai ekstrem yang terjadi di sistem DAS yang dimaksud (Sri Harto, 1993).

Sifat topografik DAS, berupa gunung, jurang, lereng yang sangat

bervariasi dari suatu tempat ketempat lainnya. Pola tata guna lahan yang cenderung berubah pada setiap saat juga perlu mendapatkan perhatian. Perubahan

yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh intensitas kegiatan manusia (human activities), yang dapat menimbulkan perubahan sifat hidrologik secara perlahan ataupun perubahan secara mendadak. Keduanya perlu diperhatikan dan

diantisipasi sebaik-baiknya (Sri Harto, 1993).

Debit aliaran (Q) yang keluar dari ujung bawah (outlet) suatu DAS selalu

menjadi fokus perhatian untuk evaluasi hidrologi, terutama debit banjir (flood flows) dan debit puncak (peak flows). Kedua jenis aliran air dalam sungai tersebut menjadi indicator respon DAS terhadap masukan yang berupa hujan. Dalam hal

ini perlu ditekankan bahwa dalam evaluasi hidrologi dalam skala DAS, penting sekali untuk memperoleh data aliran air yang bervariasi, dari mulai aliaran kecil

(16)

Sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi

parit, atau jenis erosi lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, sungai dan waduk. Sedimen sering dijumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, adalah produk dari

pelapukan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut dikenal dengan partikel-partikel

tanah. Oleh karena adanya transpor sedimen menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah baru dipinggir yang berbentuk delta-delta sungai (Effendy, 2003).

Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya, maka dikenal dengan

berbagai macam jenis sedimen seperti pasir, liat, dan lain sebagainya. Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam sungai atau disebut muatan sedimen dan merayap didasar sungai atau dikenal sebagai sedimen

merayap (bed load). Jenis sedimen dibedakan atas 4 jenis sedimen yaitu: liat ukuran partikelnya < 0,0039, debu ukuran partikelnya 0,0039 – 0,0625, pasir

ukuran partikelnya 0,0625 – 2,0 dan pasir besar ukuran partikelnya 2,0 – 64,0 (Asdak, 2002).

Kajian terhadap contoh sedimen sangat berguna untuk penentuan sifat fisik

sedimen serta komposisi kandungannya. Interpretasi terhadap informasi tentang sifat fisik dan komposisi kandungan sedimen sangat penting untuk dikembangkan

(17)

cukup besar, sedimen tersebut cenderung terangkut dengan kontak yang kontiniu

(mengelinding, meluncur, atau melompat-lompat) dengan dasar perairan. Sedimen yang berukuran kecil cenderung terangkut sebagai suspensi dengan kecepatan dan arah yang mengikuti kecepatan arah arus (Poerbandono dan Djurnarsjah, 2005).

Hubungan Hutan dengan Sedimentasi

Aktivitas pemanfaatan lahan antara lain adalah dalam bentuk pembalakan hutan, perubahan tata guna lahan, pembuatan bangunan-bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan tanaman pertanian dan aktivitas lain yang bersifat

mengubah kondisi permukaan tanah biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS. Pemanfaatan lahan tersebut dapat meningkatkan jumlah

mineral dan komponen komponen organik dan anorganik lain yang terangkut masuk ke dalam sungai dan pada gilirannya dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keseimbangan ion-ion yang ada dalam suatu daerah aliran

sungai (Asdak, 2002).

Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pembalakan hutan adalah

sedimentasi yang besarnya bisa mencapai dua hingga tiga kali daripada normal. Muatan sedimen meningkat dari 180 ppm sebelum pembalakan menjadi 320 ppm selama tahun pertama setelah pembalakan (Hamilton dan King, 1983 dalam

Harto, 1991). Perbedaan besarnya sedimentasi pada waktu yang berbeda tersebut disebabkan oleh adanya karakteristik aliran hujan yang berlangsung di tempat

(18)

sejajar dengan aliran sungai dan tempat tempat lain yang memiliki kemiringan

lereng besar (Asdak, 2002).

Pengaruh Hutan Terhadap Tata Air (Hidrologi)

Seperti juga pengertian pada bagian sebelumnya, pengertian rusaknya sumber daya air dan sumber-sumber air dapat diartikan sebagai terjadinya

perubahan baik langsung maupun tidak langsung terhadap air dan sumber air yang mengakibatkan air dan sumber air tersebut menjadi tidak dapat lagi mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Pada dasarnya air terdapat di bumi ini dalam

suatu siklus yang disebut siklus hidrologi, sehingga dapat dipahami kerusakan air dan sumber air terjadi akibat terganggunya siklus tersebut. Gambar 3.

menunjukkan proses terjadinya hujan sampai ke tanah dan mengalirkannya ke badan sungai (Andreanov dan Trihono, 2003).

(19)

Gambar 3 menunjukkan bahwa keberadaan air di bumi sangat tergantung

dari baik-buruknya siklus hidrologi yang berjalan. Jika kita dapat menjaga siklus hidrologi, dalam artian tetap membuat siklus tersebut berjalan alamiah, dimana air yang harusnya meresap ke dalam tanah dibiarkan untuk meresap agar menjadi air

tanah, air permukaan dijaga agar tidak tercemar sehingga dapat dimanfaatkan, air hujan yang turun ke bumi melewati atmosfer yang bersih sehingga menjadi air

angkasa yang berkualitas baik tentu keberadaan air dan sumber-sumber air (Andreanov dan Trihono, 2003).

Terganggunya siklus hidrologi yang mengakibatkan suplai air menjadi

berkurang ditiap kondisi yang dilewati dalam siklusnya akan mengakibatkan dampak yang sangat luas, antara lain : kekeringan yang mengakibatkan gagal

panen sehingga berlanjut pada krisis pangan, kesehatan yang mengakibatkan terjadinya penyakit dimana-mana, khususnya penyakit yang dikatagorikan sebagai

waterborne desease (Andreanov dan Trihono, 2003).

Pengaruh Hutan Terhadap Erosi

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi permukaan tanah dari permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diamater air hujan), (2) menurunkan

kecepatan dan volume air larian, (3) menahan partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakarannya dan serasah yang dihasilkan, dan (4)

(20)

tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan

memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurukan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan

besar-kecilnya erosi. Dengan kata lain, semakin rendah atau rapat tumbuhan bawah semakin efektif pengaruh vegetasi dalam melindungi permukaan tanah

terhadap ancaman erosi karena tumbuhan bawah akan menurunkan kecepatan aliran terminal air hujan, dan dengan demikian, menurunkan besarnya tumbukan tetesan air hujan kepermukaan tanah. Oleh karenanya, dalam melaksanakan

program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman (tanaman pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan

agar tidak terjadi erosi (Arsyad, 2000).

Pengaruh Hutan Terhadap Persedian Air

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu DAS sering kali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas

tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air. Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan hutan (forest

logging) yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh negara-negara tropis, terutama yang masih memiliki hutan yang cukup luas. Pembalakan hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan yang

(21)

vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi

besar-kecilnya hasil air. Meskipun masih dalam perbedaan pendapat, pembabatan hutan (biasanya mengacu kepada hutan tropis) secara meluas dikhawatirkan dapat mempengaruhi distribusi dan pola curah hujan dan perubahan iklim lokal, regional

dan bahkan lokal global (Hariyadi, 1988).

Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan, dapat mempengaruhi

waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS beranggapan bahwa hutan dapat dipandang sebagai pengatur aliran air (streamflow regulator), artinya bahwa hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada

musim kemarau. Konsenkuensi logis dari adanya anggapan seperti itu adalah bahwa keberadaan hutan dapat menghidupkan mata-mata air yang telah lama

tidak mengalirkan air, keberadaan hutan dapat mencegah terjadinya banjir besar (flash flood) dan kemudian menjadi kelihatan logis bahwa hilangnya areal hutan akan mengakibatkan terjadinya kekeringan atau bahkan mengubah daerah yang

sebelumnya tampak hijau dan subur menjadi daerah seperti padang pasir (desertification). Anggapan diatas tersebut, pada banyak kasus tidak sesuai

dengan hasil-hasil penelitian hidrologi hutan yang telah banyak dilakukan di daerah berilklim sedang (temperate zone) maupun didaerah tropis. Oleh karena itu, lebih didasarkan pada anggapan atau mitos daripada kenyataan, bahkan di

negara yang sudah majupun sekalian. Namun demikian, harus diakui bahwa adanya anggapan tersebut telah mengilhami meluasnya gerakan konservasi air dan

(22)

Gambaran Umum Hutan Tanaman Industri

Hutan tanaman industri muncul dilatar belakangi oleh kebutuhan kayu untuk keperluan industri dan kebutuhan papan bagi masyarakat yang semakin meningkat. Pada saat ini sumber daya alam (kayu) di hutan semakin berkurang,

dimana permintaan dan kebutuhan industri dan masyarakat sebagai konsumen produk hasil hutan semakin meningkat jumlahnya. Untuk menanggulangi masalah

tersebut maka muncullah pembangunan hutan tanaman industri (HTI) yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan/kualitas lingkungan hidup dan membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan bagi masyarakat sekitar

hutan (Iskandar et al., 2003).

Kehutanan merupakan suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan

pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem tersebut mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi. Pengelolaan

hutan kebun raya sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial

secara simbang (Arief, 1994).

Defenisi hutan menurut pendapat Organisasi Pertanian dan Pangan

(23)

ataupun tidak, dapat menghasilkan kayu atau lainnya, mempengaruhi iklim atau

tata air atau memberikan tempat tinggal untuk binatang ternak dan suaka alam (Loetsch dan Halter, 1964).

(24)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu danTempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan mulai April –Mei 2008 di

Hutan Tanaman Industri PT.Toba Pulp Lestari.Tbk Sektor Aek Nauli dan di laboratorium PT. Toba Pulp Lestari.Tbk di Porsea.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penutupan lahan DAS Hapasuk, Peta kontur Wilayah Penelitian, Peta sub DAS Hapasuk dan

data curah hujan yang terjadi di sektor Aek Nauli.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkat ukur, meteran (50 m), gabus, stopwatch, kalkulator, botol sampel air, gelas ukur, termos tempat

sample air, cool box, blanko isian, alat tulis.

Metode Penelitian

1. Pengukuran Kadar Air Sedimentasi

a.Dibuat alat pengukuran kadar air pada daerah penelitian,

dimasukkan ke dalam botol sampel air kemudian dihitung

untuk setiap harinya dengan persamaan :

KA = BB – BK x 100% BK

(25)

2. Pengukuran debit

Prosedur pengukuran debit terdiri dari 2 bagian yaitu pengukuran kecepatan aliran sungai dan luas penampang basah. Adapun prosedur pengukuran untuk kedua parameter tersebut adalah :

2. a. Pengukuran kecepatan aliran yang dilakukan dengan cara :

a) Dibuat pembuatan titik stasioner dengan jarak 10 meter antara titik

stasioner A ke B

b) Dibuat pelampung dengan ukuran 5x5x5 cm kemudiaan sebelum titik stasioner A pelampung dijatuhkan

c) Dihitung waktu tempuh pada saat pelampung tepat berada dititik stasioner A dengan menggunakan alat penghitung (stop watch)

d) Setelah diperoleh hasil perhitungan waktu dari A ke B kemudian dihitung kecepatan rata-ratanya.

e) Untuk mendapatkan nilai rata – rata maka pengukuran dilakukan

dengan ulangan sebanyak 3 kali

2.b. Pengukuran luas penampang yang dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a) Diukur lebar aliran dengan menggunakan meteran.

b) Dilakukan pengukuran kedalaman aliran dengan menggunakan alat

ukur kedalaman di setiap vertikal yang telah ditentukan jaraknya c) Dilakukan perhitungan debit dengan rumus sebagai berikut

(Soewarno, 1991) :

Q = A x V

Keterangan : Q = Debit aliran sungai (m3/detik) A = Luas penampang sungai (m2)

(26)

3. Penentuan Sedimentasi

Penentuan sedimentasi ditentukan di laboratorium. Metode yang digunakan yaitu metode penyaringan. Prosedur kerja yang dilakukan dengan

metode penyaringan adalah sebagai berikut :

a. Contoh sedimen di dalam botol terlebih dahulu dikocok

b. Contoh air dituangkan dalam corong yang sudah dipasang kertas saring (dan sudah dihubungkan dengan pompa vakum), serta kemudian air saringannya ditampung dalam Erlenmeyer

c. Setelah contoh sedimen semuanya disaring, kemudian kertas saring yang berisi endapan sedimen dimasukkan oven pada suhu 105o C

d. Kertas saring dimasukkan ke dalam eksikator, setelah dingin ditimbang, sehingga diperoleh berat kertas saring dengan sedimennya

(27)

4. Pencatatan Data Pengukuran

Hasil pengukuran untuk semua parameter penelitian kemudian dicatat

dalam Tally Sheet seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tally Sheet Pencatatan Data Penelitian

(28)

a. Analisa Deskriptif

Hasil pengukuran debit harian kemudian diplotkan dalam kurva yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan debit harian kemudian dihubungkan dengan tinggi muka air dan sedimentasi dimana yang dianalisa berupa nilai

rata-ratal, nilai maksimum/tertinggi dan nilai terendah/minimum dari setiap variabel yang dianalisa.

b. Lengkung Kalibrasi

Setelah diperoleh data debit hasil perhitungan untuk berbagai ketinggian

muka air, maka data tersebut diplotkan pada kertas logaritma. Hubungan antara debit dan muka air sungai pada suatu tempat dapat digambarkan dalam persamaan

garis liku kalibrasi, yang pada umumnya berbentuk lengkung (rating curve). Menurut Soewarno (1991) persamaan yang sesuai dalam menentukan lengkung kalibrasi dari DAS Hapasuk adalah : Q = a H b

dimana : Q adalah debit aliran (m3/detik) H adalah tinggi muka air (m)

a dan b adalah kostanta

(29)

c. Perhitungan Koefisien Nilai C

Koefisien nilai C = Debit (mm) Curah hujan (mm)

d. Analisa Sedimentasi

Pendugaan besarnya sedimen dilakukan dengan membuat regresi hubungan antara debit dengan sedimen.

Gambar 4. Alur Penelitian Pengukuran

Sedimentasi (C)

luas permukaan(A) Kecepatan(V) Tinggi muka air acuan(H)

Debit (Q)

Lengkung kalibrasi

Grafik hubungan debit dengan sedimen Grafik hubungan debit dengan curah hujan Curah hujan

(30)

Hasil dan Pembahasan

Luas Penampang Sungai Hapasuk

Titik stasioner yang dijadikan sebagai tempat pengukuran debit dibuat

sebanyak 1 titik. Lokasi titik stasioner tersebut disajikan pada gambar 5.

Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Titik Stasioner Daerah Aliran Sungai Hapasuk

Luas penampang basah sungai Hapasuk pada titik stasioner pertama

sebesar 8,075m2. Lebar dari penampang pada titik stasioner pertama sebesar 10 m

dimana jarak antar patok/pacak sebesar 1 m antar patok/pacak. Pembuatan jarak

antar patok/patok bertujuan untuk mengetahui bentuk penampang daerah aliran sungai Hapasuk dimana semakin kecil jarak antar patok/pacak maka bentuk penampang daerah aliran sungai akan semakin baik karena data yang dihasilkan

(31)

acuan dalam menentukan tinggi muka air sehingga dapat menentukan besar debit

air sungai Hapasuk.

10 m

Gambar 6. Bentuk Penampang Basah Sungai Hapasuk Pada Titik Stasioner Pertama

Hasil pengukuran tinggi muka air dan sedimentasi DAS Hapasuk disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Dimana hasil ini diperoleh dari hasil penelitian dan

dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan perhitungan debit dan rumus perhitungan sedimentasi. Penyajian data tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dan

pembuatan data debit, sedimentasi dan tinggi muka berguna untuk menganalisa data kedalam persamaan regresi sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel

yang diamati.

Perbandingan besar tinggi muka yang terjadi pada lokasi penelitian berbanding lurus terhadap debit air terjadi pada daerah tersebut sehingga kadar

sedimen yang terdapat pada lokasi penelitian berbanding lurus juga terhadap debit air sungai yang diperoleh dari hasil penelitian dan berbanding terbalik dengan

tinggi muka air yang terjadi pada daerah penelitian. Rata-rata sebesar 1,1835 m dengan tinggi muka air minimum/ terendah sebesar 0,73 mdan data tinggi muka air maksimum/tertinggi tertinggi sebesar 1,92 m. Data debit air yang terdapat pada

(32)

hubungan debit dengan sedimen

lokasi penelitian dengan rata-rata 2,5325 m3/dtk, dimana debit tertinggi sebesar

57,31 m3/dtk dan data debit air terendah sebesar 1,30 m3/dtk. Data debit sedimentasi yang diperoleh dari hasil penelitian rata-rata sedimentasi sebesar 21,5473 mg/hari dengan berat sedimen terkecil sebesar 4,77 mg /hari dan yang

terberat sebesar 88,31 mg/hari. Hasil analisa di atas dapat dilihat di lampiran 4. Pada tabel analisis deskriptip antara debit, sedimen dan tinggi muka air

Dari tabel hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat mengetahui pengaruh dari sedimen, tinggi muka air terhadap debit air yang terjadi.

(33)

Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk

Pembuatan lengkung kalibrasi diperlukan karena alat pencatat tinggi muka air belum menunjukkan seberapa besar debit air yang mengalir di DAS Hapasuk, sehingga diperlukan persamaan yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka

air dengan debit. Data yang digunakan untuk membuat lengkung kalibrasi aliran sungai Sub DAS Hapasuk adalah data pengukuran langsung tinggi muka air (H)

dan data perhitungan debit (Q). Hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit pada Sub DAS Hapasuk secara matematik dinyatakan dengan persamaan lengkung kalibrasi sebagai berikut :

Q = 0,35 H 0,262

Keterangan : Q adalah debit sungai (m3/dtk) H adalah tinggi muka air (m)

Berdasarkan analisis data diketahui bahwa nilai intersep adalah sebesar

(34)

akan selalu meningkat sebesar 0,35. Dari hasil persamaan ini dapat kita lihat

bahwa tinggi muka air berbanding lurus dengan debit air. Bila debit air yang terjadi pada DAS Hapasuk tinggi maka Tinggi muka air Pada sub DAS Hapasuk akan semakin tinggi dan sebaliknya.

Sifat lengkung kalibrasi tergantung daripada penampang kendali disebelah hilir lokasi pos duga air (station control). Penampang kendali adalah penampang

melintang sungai yang berada di sebelah hilir lokasi pos duga air yang berfungsi sebagai pengendali tinggi muka air. Menurut Soewarno (1991), penampang kendali dapat dibedakan :

 tunggal atau ganda  tetap atau berubah

 untuk air tinggi atau air rendah  alam atau buatan

Penampang sub DAS Hapasuk termasuk dalam penampang kendali alami

karena pada bagian hilir penampang kendali tidak dibuat permanen. Perubahan pada luas penampang dari waktu ke waktu masih dapat terjadi sehingga lengkung

debit harus dibuat setiap periode waktu pengukuran tertentu dimana pengukuran hanya dapat dalam kurun waktu satu tahun.

Analisis Sedimentasi DAS Hapasuk

Dari hasil analisis data yang dilakukan hubungan antara sedimentasi

(35)

Y = 1.958 Q 0,651

Keterangan : Y adalah sedimentasi (mg/hari) Q adalah debit (m3/dtk)

Persamaan diatas menunjukkan hubungan yang searah antara sedimentasi

dengan debit dimana apabila debit air tinggi maka tingkat sedimentasi akan ikut tinggi dan sebaliknya.Persamaan diatas dapat disajikan dalam grafik 8. Persamaan antara debit dengan sedimentasi DAS Hapasuk.

(36)

1.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar 9. Grafik Probalitas Normal Residual

Berdasarkan Gambar 9. diperoleh bahwa titik residual yang dihasilkan mendekati garis lurus yang artinya persamaan regresi yang dihasilkan sebelumnya

telah mendekati distribusi normal. Menurut Iriawan dan Puji Astuti (2006) apabila titik residual,maka residual mendekati garis lurus yang ditentukan berdasarkan data residual, maka residual dapat dikatakan telah mengikuti distribusi normal.

(37)

Hubungan antara debit air sungai Hapasuk berbanding lurus terhadap

sedimentasi dan tinggi muka air. Koefisien persamaan dari hubungan tersebut bertanda positip yang menunjukkan bahwa apabila debit air sungai Hapasuk Tinggi maka tinggi muka air dan sedimentasi yang terdapat pada DAS Hapasuk

akan ikut tinggi dan sebalinya bila debit sungai Hapasuk rendah maka tinggi muka air dan sedimentasi akan rendah pula. Hal ini didukung oleh Asdak (1990) yang

menyatakan hubungan langsung dan tidak langsung terhadap perubahan debit sungai tergantung pada lama terjadinya hujan pada suatu daerah dan vegetasi yang terdapat pada daerah aliran sungai juga mempengaruhi besar sedimen yang

terdapat pada daerah tersebut.

Persamaan yang diperoleh dari dari analisa regresi diperoleh persamaan

hubungan antara sedimen dengan debit dimana persamaan adalah

Y = 0,35 Q 0,262 dimana dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa hubungan

antara debit dengan sedimentasi memiliki hubungan yang searah atau berbanding

lurus dan sebaliknya hal ini didukung oleh Gultom (2007) menyatakan koefisien positip akan memberikan penambahan pada nilai variabel yang diamati dan sebaliknya.

Pengaruh pengolahan lahan yang terjadi pada DAS Hapasuk sangat mempengaruhi kualitas sumber air yang terdapat pada daerah tersebut seperti

pemadatan tanah yang dilaksanakan pihak pengelola lahan akan mengurangi daya resapan air yang terjadi pada tanah sehingga air yang jatuh pada permukaan tanah langsung dialirkan ke badan sungai dan hal ini sangat berbahaya bagi pihak yang

(38)

dan King (1997) mengatakan pengalih fungsian dari hutan alam menjadi hutan

buatan dapat mengakibatkan perubahan besar debit, endapan yang terjadi pada daerah aliran sungai.

Vegetasi yang menutupi daerah aliran sungai Hapasuk merupakan vegetasi

hutan tanaman industri berupa vegetasi berdaun lebar yaitu Eucalyptus sp.

Kemampuan menyerap air vegetasi ini sangat tinggi sehingga pada musim

kemarau air yang mengalir sungai Hapasuk dangkal. Hamilton dan King (1997) mengatakan pengalihan fungsi lahan hutan alami menjadi hutan buatan dapat mengurangi daya resapan tanah terhadap air yang jatuh keprermukaan tanah. Hal

ini disebabkan karena tindakan pengelohan lahan yang mengakibatkan tanah tersebut mengalami gangguan seperti penggunaan alat berat dalam mengelola

lahan mengakibatkan pemadatan pori-pori tanah dan penggunaan bahan-bahan kimia yang terjadi pada daerah pengolahan mengakibatkan pencemaran tanah sehingga kemampuan tanah dalam menyerap air terganggu. Akibatnya proporsi

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai fluktuasi maksimum DAS Hapasuk sebesar 5,97 m3/dtk dan nilai

fluktuasi minimum sebesar 0,17 m3/dtk dengan nilai rata-rata fluktuasi sebesar 3,0685 m3/dtk.

2. Tingkat sedimentasi maksimum DAS Hapasuk Sebesar 88,31 mg/l dan tingkat sedimentasi minimum sebesar 4,77 mg/l dengan rata-rata sedimentasi sebesar 23,`1618 mg/l.

3. Hubungan antara variabel debit air dengan sedimentasi berbanding lurus

dengan persamaan Y=6,699 Q2,048 dimana koefisien dari persamaan bernilai

positip yang menunjukkan hubungan yang searah/lurus

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Andreanov dan Trihono. 2003. Pengamatan Debit Sedimen Suspensi pada Aliran di Pintu Air Manggarai Jakarta, Laporan penelitian Jurusan Teknik Sipil Universitas Trisakti.

Anonim. 2005. Standard Operating Prosedure. PT. Toba Pulp Lestari, Porsea. Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat Dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan

Obor Indonesia. Jakarta.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, Intitut Pertanian Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Damanhuri, T.P. 1997. Pemantauan Kualitas Air dan Udara. Dalam: Makalah pada Pelatihan Minimisasi Limbah. Bandung 3-13 November 1997.

Djunarsyah, E. 2001. Standard Survei (Baru) Dalam Survei Hihrografi (SP-44 IHO Edisi Ke-4 Tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya.

Gultom, Y. B. 2007. Dalam Skripsi Yang Berjudul Nilai Ekonomi Keberadaan Pohon-Pohon Di Taman Olahraga Dan Rekreasi Gajah Mada. Press.

Universitas Sumatera Utara, Medan

Hariyadi, R. 1988. Model Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan DAS Ditinjau dari Pendekatan Hydro Ekologis. Makalah Simposium Model Hidrologi Rekayasa dan Lingkungan Untuk Perencanaan Regional dan Perancangan. Bandung, 17-18 Maret 1988.

Iskandar, U. 2001. Kehutanan Menapak Ekonomi Daerah. Debut Press. Yogyakarta.

Iriawan, N. dan Puji Astuti, S. 2006. Mengolah data Statistik dengan menggunakan minitab. Penerbit Andi. Yogyakarta

King, P.N dan S.H. Hamilton. 1992. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Penerjemah Suryanta K. Ir, Tjitrosoepomo G, editor. Yogyakarta Press Universitas Gajah Mada terjemahan dari Tropical Forested Watershed, Hidrologic and Soil Respon to Major Uses of Convercions.

(41)

Poerbandono dan Djunarsyah, E. 2005. Survei Hidrologi. PT. Refika Aditama. Bandung.

Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kehutanan RI, STT. No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan RI.

Soewarno, 1991.Pengukuran dan Pengolahan data Aliran Sungai(Hidrometri). Nova, Bandung

Sosrodarsono, D, Takeda K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan .PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum.

(42)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Secara geografis Sub DAS Hapasuk terletak diantara 01º15’00’’ - 02º50’00’’ LU dan 98º20’00’’ - 99º33’00’’BT. Sub DAS Hapasuk secara administrasi terletak di

wilayah Desa Talun Sungkit, Kecamatan G. Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.

Luas Sub DAS Hapasuk Secara keseluruhan adalah 243,56 Ha

( Anonim, 2005).

Bentuk dan Jaringan Drainase Sub DAS Hapasuk

Sub DAS Hapasuk memiliki pola drainase dendritik dan bentuk Sub DAS

Hapasuk adalah kipas dengan outlet pengukuran di Talun Sungkit. Panjang sungai Sub DAS Hapasuk dari hulu sampai SPAS ( stasiun pengamat aliran sungai ) Talun Sungkit

adalah 7,21 Km. Bentuk lereng Sub DAS Hapasuk Umumnya agak curam dan sangat curam, dengan aliran air sungai mengalir sepanjang tahun( Anonim, 2005).

Jenis Vegetasi

Jenis Tanaman yang terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, Eucalyptus hybrid dan Eucalyptus pellita. Tanaman yang paling

banyak terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus hybrid (Anonim, 2005).

Jenis Tanah dan Topografi

Kondisi topografi termasuk daerah berbukit dengan ketinggian 500 -1400 mdpl,

mempunyai kelerengan yang datar seluas 5.964 Ha (32,6 %), landai seluas 5.458 Ha (29,9 %) agak curam seluas 4.401 Ha (24,1 %), curam seluas 1.880 Ha (10,3%) dan

(43)

jenis tanah podzolik, Litosol, Regosol. Kedalaman efektif (solum tanah) adalah 30-50 cm dengan tekstur tanah adalah kasar ( Anonim, 2005).

Iklim

Iklim Sub DAS Hapasuk menurut Schmidt dan Ferguson adalah Tipe A ( sangat basah ) dengan temperatur rata-rata 20 0 C dengan curah hujan rata-rata 2.808,12

mm/tahun. Curah hujan terbesar tercatat pada bulan November, Desember dan terendah pada bulan Juni (Anonim, 2005 ).

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada daerah HPHTI PT.Toba Pulp Lestari Tbk. di sector Aek Nauli dengan lokasi Desa Talun Sungkit Kabupaten Simalungun. Jarak tempuh

derah penelitian dengan jalan utama lebih kurang 15 Km dimana transportasi menuju daerah penelitian tidak ada sehingga sulit untuk melakukan akses penelitian. Masyarakat

(44)

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit, Sedimentasi dan Tinggi Muka Air DAS Hapasuk

Stasioner 1 (satu)

Patok Seksi Lebar antar seksi

(m) Kedalaman (meter) Luas Seksi (m

(45)
(46)
(47)
(48)

Lampiran 4. Analisis Deskriptif Dengan Menggunakan Program Komputer

N Minimum Maximum Mean Std. Deviati on

(49)

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

(50)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian DAS HApasuk

(51)

Gambar

Gambar 1. Pola drainase daerah aliran sungai ( Soewarno, 1991)
Gambar 3. Siklus Hidrologi (Andreanov dan Trihono, 2003).
Grafik hubungan debit dengan sedimen
Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Titik Stasioner Daerah Aliran Sungai Hapasuk
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tuntutan paradigmaa baru yang berkaitan dengan prinsip mutu tersebut diatas semakin dipertegas dengan terbitnya peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI)

[r]

Sejalan dengan pendapat tersebut Restuti, dkk (2013) juga mengemukakan pendapat bahwa benda konkret adalah benda-benda asli atau tiruan dalam bentuk nyata

diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. 3) Penganggaran untuk pengadaan barang

Laporan penelitian ini merupakan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Majalengka. Berdasarkan hasil

Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis secara individual maupun

yang kuat akan semakin besar kemampuannya dalam membayar dividen karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuditas

Skripsi yang berjudul “ HUBUNGAN KONFLIK PEKERJAAN – KELUARGA, STRES, KOMITMEN ORGANISASIONAL, KINERJA DAN KEINGINAN UNTUK MENINGGALKAN ORGANISASI” ini digunakan sebagai