EVALUASI DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
HAPASUK HPHTI PT.TOBA PULP LESTARI
Hasil Penelitian
Oleh :
IWAN F. NABABAN 021202035/BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI Daerah aliran sungai (DAS) ... 4
Pola drainase dan sistem aliran sungai... 5
Karakteristik daerah aliran sungai ... 7
Bentuk bentuk daerah aliran sungai ... 8
Evaluasi kualitatif ... 9
Hubungan hutan dengan sedimentasi ... 11
Pengaruh hutan terhadap tata air (Hidrologis) ... 12
Pengaruh hutan terhadap erosi ... 13
Pengaruh hutan terhadap banjir ... 14
Pengaruh hutan terhadap persedian air ... 15
Gambaran umum hutan tanaman industri ... 16
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan luas ... 18
Bentuk dan Jaringan Drainase ... 18
Jenis vegetasi ... 18
Jenis Tanah dan Topografi ... 18
Iklim ... 19
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 19
METODOLOGI PENELITIAN Bentuk Luas Penampang DAS Hapasuk ... 26
Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan... 35 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari hasil penelitian ini adalah “Evaluasi Debit di Daerah Aliran
Sungai Hapasuk HPHTI PT. Toba Pulp Lestari “.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing saya bapak Bejo Slamet S.Hut. M.Si sebagai
ketua komisi pembimbing dan bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut. M.Si sebagai anggota
komisi pembimbing penulis serta kedua orang tua saya yang selalu membantu saya dalam
memberikan doa, dukungan dan material, serta teman-teman seperjuangan saya yang
selalu membantu saya dalam menyelesaikan hasil penelitian dalam bentuk dukungan,
semangat dan masukan agar tersusun dengan baik.
Penulis juga menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun hasil
penelitian ini sehingga kedepan dapat berguna. Akhirnya penulis mengucapkan terima
kasih semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Debit aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam satuan SI
besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik (m3/dtk). Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting dalam pengelolaan air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.
Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau
panjang. Debit aliran rata – rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan dari suatu aliran sungai (Asdak, 1995).
Proses alih ragam curah hujan menjadi debit sebenarnya melalui dua
tahap. Tahap pertama fungsi produksi, yaitu perubahan dari hujan bruto menjadi hujan efektifyang kemudian bergerak menuju jaringan aliran terdekat, dan tahap
kedua adalah fungsi transfer yang mentransfer air dari titik masuknya di jaringan aliran sampai outlet yang diekspresikan dalam bentuk kurva hidrograf satuan sesaat yang merupakan fungsi debit aliran terhadap waktu (Dooge, 1973 ).
Penutupan lahan oleh vegetasi sangat mempengaruhi debit dan kualitas air sungai. Air yang jatuh melalui proses presipitasi ke permukaan tanah tertahan oleh
serasah dapat mengurangi laju kecepatan air yang akan membawa sedimentasi dan
bahan bahan kimia yang digunakan pihak HPHTI sehingga kualitas air diharapkan dapat terjaga dengan baik.
Perubahan iklim yang terjadi dari waktu kewaktu yang semakin tidak
menentu dapat mengakibatkan perubahan debit, tingkat sedimentasi dan tinggi muka air pada DAS. Penelitian tentang hubungan dari debit, sedimentasi dan
tinggi muka air dengan menggunakan regresi diharapkan dapat mewakili data yang mendukung terhadap perubahan yang terjadi pada DAS tersebut sehingga dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar DAS tidak merugikan.
Selain berpengaruh terhadap besarnya debit yang terukur, keberadaan vegetasi juga berpengaruh terhadap kualitas air terutama kandungan sedimen
yang terbawa oleh aliran. Untuk itu perlu juga dilakukan penelitian mengenai sedimen yang terbawa oleh aliran air sungai agar dapat diketahui kemampuan tutupan lahan vegetasi dalam mengurangi erosi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dilakukan untuk :
1. Untuk menngetahui fluktuasi debit air Sungai Hapasuk
2. Mengetahui tingkat sedimentasi di daerah aliran sungai Hapasuk
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah debit akan berfluktuasi bersamaan dengan berfluktuasinya curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai Hapasuk.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk
mendapatkan besar fluktuasi debit aliran sungai dan hubungan antara debit, sedimen dan tinggi muka air.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Suatu DAS adalah Daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh suatu pembagi (devide), atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada
peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari yang di kelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan (Linsley dan Franzini, 1989).
Pengetahuan tentang proses – proses hidrologi yang berlangsung dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala
DAS. Dalam sistem hidrologi ini, peranan vegetasi sangat penting karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat
mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan (Asdak, 2002).
Dalam suatu DAS, anak sungai dibagian atas akan bersambung dengan anak sungai yang lebih besar dibawahnya. Setiap anak sungai menghasilkan hidrograf aliran yang menunjukkan respon DAS terhadap curah hujan. Respon
tersebut diwujudkan dalam bentuk kurva hidrograf aliran kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kondisi hidrologi DAS yang bersangkutan.
satu anak sungai mungkin telah terlampaui, sementara pada anak sungai
berikutnya debit puncak akan segera terjadi. Pengaruh ketidaksamaan waktu terjadinya debit puncak pada masing – masing anak sungai tersebut dapat menurunkan besarnya debit puncak total pada sungai utama (Damanhuri, 1997).
Pola Drainase dan Sistem Aliran Sungai
Kedudukan aliran sungai dapat diklasifikasikan secara sistematik berdasarkan urutan daerah aliran sungai. Setiap aliran sungai yang tidak bercabang disebut sub DAS urutan pertama. Sungai dibawahnya yang hanya
menerima aliran dari sub DAS urutan pertama disebut sub-DAS urutan kedua, dan demikian seterusnya. Oleh karenanya, suatu DAS dapat terdiri dari sub-DAS
urutan pertama, sub DAS urutan Kedua dan seterusnya (Asdak, 2002).
Tipe pola radial biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan berbentuk kubah. Pola rektangular terdapat di deerah batuan
kapur. Tipe dari pada pola sungai terdiri dari beberapa jenis yaitu dendritik, trellis, multi basin, dan radial. Paling umum tipe dendritik dengan karakteristik terjadinya
penyatuan daripada banyak anak – anak sungai yang kecil menjadi sungai dengan tingkat yang lebih tinggi. Kemudian membentuk sungai besar disuatu daerah. Anak sungai tersebut sering kali terjadi karena adanya aliran permukaan dengan
jumlah yang mencukupi dari curah hujan yang tidak masuk kesaluran yang sudah ada. Pola trellis memiliki karakteristik sungai utama yang panjang dapat
Gambar 1. Pola drainase daerah aliran sungai ( Soewarno, 1991)
Sistem (aliran) sungai diklasifikasikan sebagai sistem influent, effluent,
dan intermitten. Sistem aliran sungai influent adalah aliran sungai yang memasok (memberikan masukan) air tanah. Sebaliknya aliran sungai sistem effluent, sumber aliran sungai berasal dari tanah. Sistem aliran ini umumnya berlangsung
sepanjang tahun. Oleh karena adanya sering disebut juga aliran tahunan atau
parennial stream. Sistem aliran terputus atau intermitten umumnya berlangsung
segera setelah terjadinya hujan besar. Aliran jenis inilah yang umumnya menjadi sumber air dari apa yang dikenal sebagai air tanah musiman (parched water
Gambar 2. Klasifikasi geologi terhadap sistem aliran sungai (Asdak, 2002)
Karakteristik Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai merupakan daerah dimana semua air mengalir ke
dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini pada umumnya dibatasi oleh topografi, yang berarti ditetapkan berdasar aliran air permukaan. Batas ini tidak
ditetapkan berdasar air bawah tanah karena air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian, nama DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun
hidrometri. Penetapan batas DAS sangat diperlukan untuk analisis, penetapan ini mudah dilakukan dari peta topografi untuk bagian sungai sebelah hulu
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
daerah aliran sungai yang memiliki luas pada peta topografi, daerah aliran sungai,
topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, debit aliran sungai dasar dan seterusnya (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Bentuk – Bentuk Daerah Aliran Sungai
Sosradarsono dan Takeda (2003) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk DAS
yang umum dijumpai adalah :
• Daerah aliran sungai berbentuk bulu burung
Jalur daerah kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran yang
demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.
• Daerah aliran sungai berbentuk radial (menyebar)
Daerah aliran sungai yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak sungai menkonsentrasikan kesuatu titik secara radial disebut daerah aliran
sungai radial. Daerah aliran sungai dengan bentuk demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.
• Daerah aliran sungai berbentuk pararel
Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah aliran sungai yang
bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai
• Daerah aliran sungai yang kompleks
Evaluasi Kualitatif
Dalam penyusunan model hidrologi, titik berat analisis dipusatkan pada proses pengalihragaman (transformation) hujan menjadi debit melalui sistem DAS. Semua komponen yang berpengaruh dalam proses ini perlu diamati dan
ditelaah dengan cermat. Baik komponen hidrologi, meteorologi, geologi, secara kuantatif memberikan informasi tentang sifat masing-masing komponen maupun
hubungan antar komponen dan kemungkinan jangkau nilai-nilai ekstrem yang terjadi di sistem DAS yang dimaksud (Sri Harto, 1993).
Sifat topografik DAS, berupa gunung, jurang, lereng yang sangat
bervariasi dari suatu tempat ketempat lainnya. Pola tata guna lahan yang cenderung berubah pada setiap saat juga perlu mendapatkan perhatian. Perubahan
yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh intensitas kegiatan manusia (human activities), yang dapat menimbulkan perubahan sifat hidrologik secara perlahan ataupun perubahan secara mendadak. Keduanya perlu diperhatikan dan
diantisipasi sebaik-baiknya (Sri Harto, 1993).
Debit aliaran (Q) yang keluar dari ujung bawah (outlet) suatu DAS selalu
menjadi fokus perhatian untuk evaluasi hidrologi, terutama debit banjir (flood flows) dan debit puncak (peak flows). Kedua jenis aliran air dalam sungai tersebut menjadi indicator respon DAS terhadap masukan yang berupa hujan. Dalam hal
ini perlu ditekankan bahwa dalam evaluasi hidrologi dalam skala DAS, penting sekali untuk memperoleh data aliran air yang bervariasi, dari mulai aliaran kecil
Sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, sungai dan waduk. Sedimen sering dijumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, adalah produk dari
pelapukan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut dikenal dengan partikel-partikel
tanah. Oleh karena adanya transpor sedimen menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah baru dipinggir yang berbentuk delta-delta sungai (Effendy, 2003).
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya, maka dikenal dengan
berbagai macam jenis sedimen seperti pasir, liat, dan lain sebagainya. Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam sungai atau disebut muatan sedimen dan merayap didasar sungai atau dikenal sebagai sedimen
merayap (bed load). Jenis sedimen dibedakan atas 4 jenis sedimen yaitu: liat ukuran partikelnya < 0,0039, debu ukuran partikelnya 0,0039 – 0,0625, pasir
ukuran partikelnya 0,0625 – 2,0 dan pasir besar ukuran partikelnya 2,0 – 64,0 (Asdak, 2002).
Kajian terhadap contoh sedimen sangat berguna untuk penentuan sifat fisik
sedimen serta komposisi kandungannya. Interpretasi terhadap informasi tentang sifat fisik dan komposisi kandungan sedimen sangat penting untuk dikembangkan
cukup besar, sedimen tersebut cenderung terangkut dengan kontak yang kontiniu
(mengelinding, meluncur, atau melompat-lompat) dengan dasar perairan. Sedimen yang berukuran kecil cenderung terangkut sebagai suspensi dengan kecepatan dan arah yang mengikuti kecepatan arah arus (Poerbandono dan Djurnarsjah, 2005).
Hubungan Hutan dengan Sedimentasi
Aktivitas pemanfaatan lahan antara lain adalah dalam bentuk pembalakan hutan, perubahan tata guna lahan, pembuatan bangunan-bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan tanaman pertanian dan aktivitas lain yang bersifat
mengubah kondisi permukaan tanah biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS. Pemanfaatan lahan tersebut dapat meningkatkan jumlah
mineral dan komponen komponen organik dan anorganik lain yang terangkut masuk ke dalam sungai dan pada gilirannya dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keseimbangan ion-ion yang ada dalam suatu daerah aliran
sungai (Asdak, 2002).
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pembalakan hutan adalah
sedimentasi yang besarnya bisa mencapai dua hingga tiga kali daripada normal. Muatan sedimen meningkat dari 180 ppm sebelum pembalakan menjadi 320 ppm selama tahun pertama setelah pembalakan (Hamilton dan King, 1983 dalam
Harto, 1991). Perbedaan besarnya sedimentasi pada waktu yang berbeda tersebut disebabkan oleh adanya karakteristik aliran hujan yang berlangsung di tempat
sejajar dengan aliran sungai dan tempat tempat lain yang memiliki kemiringan
lereng besar (Asdak, 2002).
Pengaruh Hutan Terhadap Tata Air (Hidrologi)
Seperti juga pengertian pada bagian sebelumnya, pengertian rusaknya sumber daya air dan sumber-sumber air dapat diartikan sebagai terjadinya
perubahan baik langsung maupun tidak langsung terhadap air dan sumber air yang mengakibatkan air dan sumber air tersebut menjadi tidak dapat lagi mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Pada dasarnya air terdapat di bumi ini dalam
suatu siklus yang disebut siklus hidrologi, sehingga dapat dipahami kerusakan air dan sumber air terjadi akibat terganggunya siklus tersebut. Gambar 3.
menunjukkan proses terjadinya hujan sampai ke tanah dan mengalirkannya ke badan sungai (Andreanov dan Trihono, 2003).
Gambar 3 menunjukkan bahwa keberadaan air di bumi sangat tergantung
dari baik-buruknya siklus hidrologi yang berjalan. Jika kita dapat menjaga siklus hidrologi, dalam artian tetap membuat siklus tersebut berjalan alamiah, dimana air yang harusnya meresap ke dalam tanah dibiarkan untuk meresap agar menjadi air
tanah, air permukaan dijaga agar tidak tercemar sehingga dapat dimanfaatkan, air hujan yang turun ke bumi melewati atmosfer yang bersih sehingga menjadi air
angkasa yang berkualitas baik tentu keberadaan air dan sumber-sumber air (Andreanov dan Trihono, 2003).
Terganggunya siklus hidrologi yang mengakibatkan suplai air menjadi
berkurang ditiap kondisi yang dilewati dalam siklusnya akan mengakibatkan dampak yang sangat luas, antara lain : kekeringan yang mengakibatkan gagal
panen sehingga berlanjut pada krisis pangan, kesehatan yang mengakibatkan terjadinya penyakit dimana-mana, khususnya penyakit yang dikatagorikan sebagai
waterborne desease (Andreanov dan Trihono, 2003).
Pengaruh Hutan Terhadap Erosi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi permukaan tanah dari permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diamater air hujan), (2) menurunkan
kecepatan dan volume air larian, (3) menahan partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakarannya dan serasah yang dihasilkan, dan (4)
tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan
memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurukan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan
besar-kecilnya erosi. Dengan kata lain, semakin rendah atau rapat tumbuhan bawah semakin efektif pengaruh vegetasi dalam melindungi permukaan tanah
terhadap ancaman erosi karena tumbuhan bawah akan menurunkan kecepatan aliran terminal air hujan, dan dengan demikian, menurunkan besarnya tumbukan tetesan air hujan kepermukaan tanah. Oleh karenanya, dalam melaksanakan
program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman (tanaman pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan
agar tidak terjadi erosi (Arsyad, 2000).
Pengaruh Hutan Terhadap Persedian Air
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu DAS sering kali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas
tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air. Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan hutan (forest
logging) yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh negara-negara tropis, terutama yang masih memiliki hutan yang cukup luas. Pembalakan hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan yang
vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi
besar-kecilnya hasil air. Meskipun masih dalam perbedaan pendapat, pembabatan hutan (biasanya mengacu kepada hutan tropis) secara meluas dikhawatirkan dapat mempengaruhi distribusi dan pola curah hujan dan perubahan iklim lokal, regional
dan bahkan lokal global (Hariyadi, 1988).
Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan, dapat mempengaruhi
waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS beranggapan bahwa hutan dapat dipandang sebagai pengatur aliran air (streamflow regulator), artinya bahwa hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada
musim kemarau. Konsenkuensi logis dari adanya anggapan seperti itu adalah bahwa keberadaan hutan dapat menghidupkan mata-mata air yang telah lama
tidak mengalirkan air, keberadaan hutan dapat mencegah terjadinya banjir besar (flash flood) dan kemudian menjadi kelihatan logis bahwa hilangnya areal hutan akan mengakibatkan terjadinya kekeringan atau bahkan mengubah daerah yang
sebelumnya tampak hijau dan subur menjadi daerah seperti padang pasir (desertification). Anggapan diatas tersebut, pada banyak kasus tidak sesuai
dengan hasil-hasil penelitian hidrologi hutan yang telah banyak dilakukan di daerah berilklim sedang (temperate zone) maupun didaerah tropis. Oleh karena itu, lebih didasarkan pada anggapan atau mitos daripada kenyataan, bahkan di
negara yang sudah majupun sekalian. Namun demikian, harus diakui bahwa adanya anggapan tersebut telah mengilhami meluasnya gerakan konservasi air dan
Gambaran Umum Hutan Tanaman Industri
Hutan tanaman industri muncul dilatar belakangi oleh kebutuhan kayu untuk keperluan industri dan kebutuhan papan bagi masyarakat yang semakin meningkat. Pada saat ini sumber daya alam (kayu) di hutan semakin berkurang,
dimana permintaan dan kebutuhan industri dan masyarakat sebagai konsumen produk hasil hutan semakin meningkat jumlahnya. Untuk menanggulangi masalah
tersebut maka muncullah pembangunan hutan tanaman industri (HTI) yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan/kualitas lingkungan hidup dan membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan bagi masyarakat sekitar
hutan (Iskandar et al., 2003).
Kehutanan merupakan suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan
pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem tersebut mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang
terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi. Pengelolaan
hutan kebun raya sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial
secara simbang (Arief, 1994).
Defenisi hutan menurut pendapat Organisasi Pertanian dan Pangan
ataupun tidak, dapat menghasilkan kayu atau lainnya, mempengaruhi iklim atau
tata air atau memberikan tempat tinggal untuk binatang ternak dan suaka alam (Loetsch dan Halter, 1964).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu danTempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan mulai April –Mei 2008 di
Hutan Tanaman Industri PT.Toba Pulp Lestari.Tbk Sektor Aek Nauli dan di laboratorium PT. Toba Pulp Lestari.Tbk di Porsea.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penutupan lahan DAS Hapasuk, Peta kontur Wilayah Penelitian, Peta sub DAS Hapasuk dan
data curah hujan yang terjadi di sektor Aek Nauli.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkat ukur, meteran (50 m), gabus, stopwatch, kalkulator, botol sampel air, gelas ukur, termos tempat
sample air, cool box, blanko isian, alat tulis.
Metode Penelitian
1. Pengukuran Kadar Air Sedimentasi
a.Dibuat alat pengukuran kadar air pada daerah penelitian,
dimasukkan ke dalam botol sampel air kemudian dihitung
untuk setiap harinya dengan persamaan :
KA = BB – BK x 100% BK
2. Pengukuran debit
Prosedur pengukuran debit terdiri dari 2 bagian yaitu pengukuran kecepatan aliran sungai dan luas penampang basah. Adapun prosedur pengukuran untuk kedua parameter tersebut adalah :
2. a. Pengukuran kecepatan aliran yang dilakukan dengan cara :
a) Dibuat pembuatan titik stasioner dengan jarak 10 meter antara titik
stasioner A ke B
b) Dibuat pelampung dengan ukuran 5x5x5 cm kemudiaan sebelum titik stasioner A pelampung dijatuhkan
c) Dihitung waktu tempuh pada saat pelampung tepat berada dititik stasioner A dengan menggunakan alat penghitung (stop watch)
d) Setelah diperoleh hasil perhitungan waktu dari A ke B kemudian dihitung kecepatan rata-ratanya.
e) Untuk mendapatkan nilai rata – rata maka pengukuran dilakukan
dengan ulangan sebanyak 3 kali
2.b. Pengukuran luas penampang yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a) Diukur lebar aliran dengan menggunakan meteran.
b) Dilakukan pengukuran kedalaman aliran dengan menggunakan alat
ukur kedalaman di setiap vertikal yang telah ditentukan jaraknya c) Dilakukan perhitungan debit dengan rumus sebagai berikut
(Soewarno, 1991) :
Q = A x V
Keterangan : Q = Debit aliran sungai (m3/detik) A = Luas penampang sungai (m2)
3. Penentuan Sedimentasi
Penentuan sedimentasi ditentukan di laboratorium. Metode yang digunakan yaitu metode penyaringan. Prosedur kerja yang dilakukan dengan
metode penyaringan adalah sebagai berikut :
a. Contoh sedimen di dalam botol terlebih dahulu dikocok
b. Contoh air dituangkan dalam corong yang sudah dipasang kertas saring (dan sudah dihubungkan dengan pompa vakum), serta kemudian air saringannya ditampung dalam Erlenmeyer
c. Setelah contoh sedimen semuanya disaring, kemudian kertas saring yang berisi endapan sedimen dimasukkan oven pada suhu 105o C
d. Kertas saring dimasukkan ke dalam eksikator, setelah dingin ditimbang, sehingga diperoleh berat kertas saring dengan sedimennya
4. Pencatatan Data Pengukuran
Hasil pengukuran untuk semua parameter penelitian kemudian dicatat
dalam Tally Sheet seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tally Sheet Pencatatan Data Penelitian
a. Analisa Deskriptif
Hasil pengukuran debit harian kemudian diplotkan dalam kurva yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan debit harian kemudian dihubungkan dengan tinggi muka air dan sedimentasi dimana yang dianalisa berupa nilai
rata-ratal, nilai maksimum/tertinggi dan nilai terendah/minimum dari setiap variabel yang dianalisa.
b. Lengkung Kalibrasi
Setelah diperoleh data debit hasil perhitungan untuk berbagai ketinggian
muka air, maka data tersebut diplotkan pada kertas logaritma. Hubungan antara debit dan muka air sungai pada suatu tempat dapat digambarkan dalam persamaan
garis liku kalibrasi, yang pada umumnya berbentuk lengkung (rating curve). Menurut Soewarno (1991) persamaan yang sesuai dalam menentukan lengkung kalibrasi dari DAS Hapasuk adalah : Q = a H b
dimana : Q adalah debit aliran (m3/detik) H adalah tinggi muka air (m)
a dan b adalah kostanta
c. Perhitungan Koefisien Nilai C
Koefisien nilai C = Debit (mm) Curah hujan (mm)
d. Analisa Sedimentasi
Pendugaan besarnya sedimen dilakukan dengan membuat regresi hubungan antara debit dengan sedimen.
Gambar 4. Alur Penelitian Pengukuran
Sedimentasi (C)
luas permukaan(A) Kecepatan(V) Tinggi muka air acuan(H)
Debit (Q)
Lengkung kalibrasi
Grafik hubungan debit dengan sedimen Grafik hubungan debit dengan curah hujan Curah hujan
Hasil dan Pembahasan
Luas Penampang Sungai Hapasuk
Titik stasioner yang dijadikan sebagai tempat pengukuran debit dibuat
sebanyak 1 titik. Lokasi titik stasioner tersebut disajikan pada gambar 5.
Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Titik Stasioner Daerah Aliran Sungai Hapasuk
Luas penampang basah sungai Hapasuk pada titik stasioner pertama
sebesar 8,075m2. Lebar dari penampang pada titik stasioner pertama sebesar 10 m
dimana jarak antar patok/pacak sebesar 1 m antar patok/pacak. Pembuatan jarak
antar patok/patok bertujuan untuk mengetahui bentuk penampang daerah aliran sungai Hapasuk dimana semakin kecil jarak antar patok/pacak maka bentuk penampang daerah aliran sungai akan semakin baik karena data yang dihasilkan
acuan dalam menentukan tinggi muka air sehingga dapat menentukan besar debit
air sungai Hapasuk.
10 m
Gambar 6. Bentuk Penampang Basah Sungai Hapasuk Pada Titik Stasioner Pertama
Hasil pengukuran tinggi muka air dan sedimentasi DAS Hapasuk disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Dimana hasil ini diperoleh dari hasil penelitian dan
dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan perhitungan debit dan rumus perhitungan sedimentasi. Penyajian data tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dan
pembuatan data debit, sedimentasi dan tinggi muka berguna untuk menganalisa data kedalam persamaan regresi sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel
yang diamati.
Perbandingan besar tinggi muka yang terjadi pada lokasi penelitian berbanding lurus terhadap debit air terjadi pada daerah tersebut sehingga kadar
sedimen yang terdapat pada lokasi penelitian berbanding lurus juga terhadap debit air sungai yang diperoleh dari hasil penelitian dan berbanding terbalik dengan
tinggi muka air yang terjadi pada daerah penelitian. Rata-rata sebesar 1,1835 m dengan tinggi muka air minimum/ terendah sebesar 0,73 mdan data tinggi muka air maksimum/tertinggi tertinggi sebesar 1,92 m. Data debit air yang terdapat pada
hubungan debit dengan sedimen
lokasi penelitian dengan rata-rata 2,5325 m3/dtk, dimana debit tertinggi sebesar
57,31 m3/dtk dan data debit air terendah sebesar 1,30 m3/dtk. Data debit sedimentasi yang diperoleh dari hasil penelitian rata-rata sedimentasi sebesar 21,5473 mg/hari dengan berat sedimen terkecil sebesar 4,77 mg /hari dan yang
terberat sebesar 88,31 mg/hari. Hasil analisa di atas dapat dilihat di lampiran 4. Pada tabel analisis deskriptip antara debit, sedimen dan tinggi muka air
Dari tabel hubungan antara debit, sedimentasi dan tinggi muka air dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat mengetahui pengaruh dari sedimen, tinggi muka air terhadap debit air yang terjadi.
Lengkung Kalibrasi DAS Hapasuk
Pembuatan lengkung kalibrasi diperlukan karena alat pencatat tinggi muka air belum menunjukkan seberapa besar debit air yang mengalir di DAS Hapasuk, sehingga diperlukan persamaan yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka
air dengan debit. Data yang digunakan untuk membuat lengkung kalibrasi aliran sungai Sub DAS Hapasuk adalah data pengukuran langsung tinggi muka air (H)
dan data perhitungan debit (Q). Hubungan antara tinggi muka air dengan besarnya debit pada Sub DAS Hapasuk secara matematik dinyatakan dengan persamaan lengkung kalibrasi sebagai berikut :
Q = 0,35 H 0,262
Keterangan : Q adalah debit sungai (m3/dtk) H adalah tinggi muka air (m)
Berdasarkan analisis data diketahui bahwa nilai intersep adalah sebesar
akan selalu meningkat sebesar 0,35. Dari hasil persamaan ini dapat kita lihat
bahwa tinggi muka air berbanding lurus dengan debit air. Bila debit air yang terjadi pada DAS Hapasuk tinggi maka Tinggi muka air Pada sub DAS Hapasuk akan semakin tinggi dan sebaliknya.
Sifat lengkung kalibrasi tergantung daripada penampang kendali disebelah hilir lokasi pos duga air (station control). Penampang kendali adalah penampang
melintang sungai yang berada di sebelah hilir lokasi pos duga air yang berfungsi sebagai pengendali tinggi muka air. Menurut Soewarno (1991), penampang kendali dapat dibedakan :
tunggal atau ganda tetap atau berubah
untuk air tinggi atau air rendah alam atau buatan
Penampang sub DAS Hapasuk termasuk dalam penampang kendali alami
karena pada bagian hilir penampang kendali tidak dibuat permanen. Perubahan pada luas penampang dari waktu ke waktu masih dapat terjadi sehingga lengkung
debit harus dibuat setiap periode waktu pengukuran tertentu dimana pengukuran hanya dapat dalam kurun waktu satu tahun.
Analisis Sedimentasi DAS Hapasuk
Dari hasil analisis data yang dilakukan hubungan antara sedimentasi
Y = 1.958 Q 0,651
Keterangan : Y adalah sedimentasi (mg/hari) Q adalah debit (m3/dtk)
Persamaan diatas menunjukkan hubungan yang searah antara sedimentasi
dengan debit dimana apabila debit air tinggi maka tingkat sedimentasi akan ikut tinggi dan sebaliknya.Persamaan diatas dapat disajikan dalam grafik 8. Persamaan antara debit dengan sedimentasi DAS Hapasuk.
1.0
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Gambar 9. Grafik Probalitas Normal Residual
Berdasarkan Gambar 9. diperoleh bahwa titik residual yang dihasilkan mendekati garis lurus yang artinya persamaan regresi yang dihasilkan sebelumnya
telah mendekati distribusi normal. Menurut Iriawan dan Puji Astuti (2006) apabila titik residual,maka residual mendekati garis lurus yang ditentukan berdasarkan data residual, maka residual dapat dikatakan telah mengikuti distribusi normal.
Hubungan antara debit air sungai Hapasuk berbanding lurus terhadap
sedimentasi dan tinggi muka air. Koefisien persamaan dari hubungan tersebut bertanda positip yang menunjukkan bahwa apabila debit air sungai Hapasuk Tinggi maka tinggi muka air dan sedimentasi yang terdapat pada DAS Hapasuk
akan ikut tinggi dan sebalinya bila debit sungai Hapasuk rendah maka tinggi muka air dan sedimentasi akan rendah pula. Hal ini didukung oleh Asdak (1990) yang
menyatakan hubungan langsung dan tidak langsung terhadap perubahan debit sungai tergantung pada lama terjadinya hujan pada suatu daerah dan vegetasi yang terdapat pada daerah aliran sungai juga mempengaruhi besar sedimen yang
terdapat pada daerah tersebut.
Persamaan yang diperoleh dari dari analisa regresi diperoleh persamaan
hubungan antara sedimen dengan debit dimana persamaan adalah
Y = 0,35 Q 0,262 dimana dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa hubungan
antara debit dengan sedimentasi memiliki hubungan yang searah atau berbanding
lurus dan sebaliknya hal ini didukung oleh Gultom (2007) menyatakan koefisien positip akan memberikan penambahan pada nilai variabel yang diamati dan sebaliknya.
Pengaruh pengolahan lahan yang terjadi pada DAS Hapasuk sangat mempengaruhi kualitas sumber air yang terdapat pada daerah tersebut seperti
pemadatan tanah yang dilaksanakan pihak pengelola lahan akan mengurangi daya resapan air yang terjadi pada tanah sehingga air yang jatuh pada permukaan tanah langsung dialirkan ke badan sungai dan hal ini sangat berbahaya bagi pihak yang
dan King (1997) mengatakan pengalih fungsian dari hutan alam menjadi hutan
buatan dapat mengakibatkan perubahan besar debit, endapan yang terjadi pada daerah aliran sungai.
Vegetasi yang menutupi daerah aliran sungai Hapasuk merupakan vegetasi
hutan tanaman industri berupa vegetasi berdaun lebar yaitu Eucalyptus sp.
Kemampuan menyerap air vegetasi ini sangat tinggi sehingga pada musim
kemarau air yang mengalir sungai Hapasuk dangkal. Hamilton dan King (1997) mengatakan pengalihan fungsi lahan hutan alami menjadi hutan buatan dapat mengurangi daya resapan tanah terhadap air yang jatuh keprermukaan tanah. Hal
ini disebabkan karena tindakan pengelohan lahan yang mengakibatkan tanah tersebut mengalami gangguan seperti penggunaan alat berat dalam mengelola
lahan mengakibatkan pemadatan pori-pori tanah dan penggunaan bahan-bahan kimia yang terjadi pada daerah pengolahan mengakibatkan pencemaran tanah sehingga kemampuan tanah dalam menyerap air terganggu. Akibatnya proporsi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai fluktuasi maksimum DAS Hapasuk sebesar 5,97 m3/dtk dan nilai
fluktuasi minimum sebesar 0,17 m3/dtk dengan nilai rata-rata fluktuasi sebesar 3,0685 m3/dtk.
2. Tingkat sedimentasi maksimum DAS Hapasuk Sebesar 88,31 mg/l dan tingkat sedimentasi minimum sebesar 4,77 mg/l dengan rata-rata sedimentasi sebesar 23,`1618 mg/l.
3. Hubungan antara variabel debit air dengan sedimentasi berbanding lurus
dengan persamaan Y=6,699 Q2,048 dimana koefisien dari persamaan bernilai
positip yang menunjukkan hubungan yang searah/lurus
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andreanov dan Trihono. 2003. Pengamatan Debit Sedimen Suspensi pada Aliran di Pintu Air Manggarai Jakarta, Laporan penelitian Jurusan Teknik Sipil Universitas Trisakti.
Anonim. 2005. Standard Operating Prosedure. PT. Toba Pulp Lestari, Porsea. Arief, A. 1994. Hutan, Hakikat Dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, Intitut Pertanian Bogor.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Damanhuri, T.P. 1997. Pemantauan Kualitas Air dan Udara. Dalam: Makalah pada Pelatihan Minimisasi Limbah. Bandung 3-13 November 1997.
Djunarsyah, E. 2001. Standard Survei (Baru) Dalam Survei Hihrografi (SP-44 IHO Edisi Ke-4 Tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya.
Gultom, Y. B. 2007. Dalam Skripsi Yang Berjudul Nilai Ekonomi Keberadaan Pohon-Pohon Di Taman Olahraga Dan Rekreasi Gajah Mada. Press.
Universitas Sumatera Utara, Medan
Hariyadi, R. 1988. Model Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan DAS Ditinjau dari Pendekatan Hydro Ekologis. Makalah Simposium Model Hidrologi Rekayasa dan Lingkungan Untuk Perencanaan Regional dan Perancangan. Bandung, 17-18 Maret 1988.
Iskandar, U. 2001. Kehutanan Menapak Ekonomi Daerah. Debut Press. Yogyakarta.
Iriawan, N. dan Puji Astuti, S. 2006. Mengolah data Statistik dengan menggunakan minitab. Penerbit Andi. Yogyakarta
King, P.N dan S.H. Hamilton. 1992. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Penerjemah Suryanta K. Ir, Tjitrosoepomo G, editor. Yogyakarta Press Universitas Gajah Mada terjemahan dari Tropical Forested Watershed, Hidrologic and Soil Respon to Major Uses of Convercions.
Poerbandono dan Djunarsyah, E. 2005. Survei Hidrologi. PT. Refika Aditama. Bandung.
Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kehutanan RI, STT. No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Soewarno, 1991.Pengukuran dan Pengolahan data Aliran Sungai(Hidrometri). Nova, Bandung
Sosrodarsono, D, Takeda K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan .PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Umum.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas
Secara geografis Sub DAS Hapasuk terletak diantara 01º15’00’’ - 02º50’00’’ LU dan 98º20’00’’ - 99º33’00’’BT. Sub DAS Hapasuk secara administrasi terletak di
wilayah Desa Talun Sungkit, Kecamatan G. Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.
Luas Sub DAS Hapasuk Secara keseluruhan adalah 243,56 Ha
( Anonim, 2005).
Bentuk dan Jaringan Drainase Sub DAS Hapasuk
Sub DAS Hapasuk memiliki pola drainase dendritik dan bentuk Sub DAS
Hapasuk adalah kipas dengan outlet pengukuran di Talun Sungkit. Panjang sungai Sub DAS Hapasuk dari hulu sampai SPAS ( stasiun pengamat aliran sungai ) Talun Sungkit
adalah 7,21 Km. Bentuk lereng Sub DAS Hapasuk Umumnya agak curam dan sangat curam, dengan aliran air sungai mengalir sepanjang tahun( Anonim, 2005).
Jenis Vegetasi
Jenis Tanaman yang terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, Eucalyptus hybrid dan Eucalyptus pellita. Tanaman yang paling
banyak terdapat pada sektor Aek Nauli yaitu Eucalyptus hybrid (Anonim, 2005).
Jenis Tanah dan Topografi
Kondisi topografi termasuk daerah berbukit dengan ketinggian 500 -1400 mdpl,
mempunyai kelerengan yang datar seluas 5.964 Ha (32,6 %), landai seluas 5.458 Ha (29,9 %) agak curam seluas 4.401 Ha (24,1 %), curam seluas 1.880 Ha (10,3%) dan
jenis tanah podzolik, Litosol, Regosol. Kedalaman efektif (solum tanah) adalah 30-50 cm dengan tekstur tanah adalah kasar ( Anonim, 2005).
Iklim
Iklim Sub DAS Hapasuk menurut Schmidt dan Ferguson adalah Tipe A ( sangat basah ) dengan temperatur rata-rata 20 0 C dengan curah hujan rata-rata 2.808,12
mm/tahun. Curah hujan terbesar tercatat pada bulan November, Desember dan terendah pada bulan Juni (Anonim, 2005 ).
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada daerah HPHTI PT.Toba Pulp Lestari Tbk. di sector Aek Nauli dengan lokasi Desa Talun Sungkit Kabupaten Simalungun. Jarak tempuh
derah penelitian dengan jalan utama lebih kurang 15 Km dimana transportasi menuju daerah penelitian tidak ada sehingga sulit untuk melakukan akses penelitian. Masyarakat
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit, Sedimentasi dan Tinggi Muka Air DAS Hapasuk
Stasioner 1 (satu)
Patok Seksi Lebar antar seksi
(m) Kedalaman (meter) Luas Seksi (m
Lampiran 4. Analisis Deskriptif Dengan Menggunakan Program Komputer
N Minimum Maximum Mean Std. Deviati on
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian DAS HApasuk