PERBANDINGAN TEKNIK RADIOGRAFI
KONVENSIONAL DAN DIGITAL DALAM
MENDETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
ARBI FADHILLAH NIM : 050600094
DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2011
Arbi Fadhilah
Perbandingan Teknik Radiografi Konvensional Dan Digital Dalam Mendeteksi Kehilangan Tulang Alveolar
ix + 30
Dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar, peranan radiografi sangat
diperlukan. Radiografi konvensional maupun digital dapat mendeteksi keadaan ini. Namun, ada perbedaan yang bermakna pada kedua sistem radiografi tersebut dalam
mendeteksi kehilangan tulang alveolar. Deteksi level kehilangan tulang alveolar untuk jenis foto bitewing digital lebih besar 0,3mm dibandingkan konvensional,
tetapi untuk melihat level kehilangan tulang alveolar di region anterior maksila foto konvensional lebih baik dibandingkan foto digital.
Oleh sebab itu dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan kehilangan tulang alveolar, pemilihan jenis foto radiografi yang tepat sangat
diperlukan. Apabila diagnose yang dibuat tepat maka perawatan yang akan diberikan akan menjadi lebih akurat.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 18 Januari 2011
Pembimbing : Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 18 Januari 2011
TIM PENGUJI
KETUA : .Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG
ANGGOTA : 1 Amrin Thahir, drg
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, serta salawat beriring salam kepada Rasulullah SAW yang menjadi tauladan, sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih buat Ibunda Siti Arsyid dan Ayahanda Ghazali Abubakar yang telah menjadi tauladan dan
memberikan kasih sayang tanpa batas. Dan terima kasih kepada Bapak Amrin Thahir, drg selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya skripsi ini. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Trelia Boel,drg., M.Kes., Sp.RKG selaku Ketua Departemen Radiologi Dental FKG USU dan Lidya Irani Nainggolan, drg selaku dosen dan tim penguji skripsi
penulis.
3. Ariyani, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di fakultas kedokteran gigi universitas sumatera
utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Radiologi Dental Fakultas
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
BAB 2 STRUKTUR ANATOMI TULANG ALVEOLAR 2.1 Struktur Anatomi Fisiologis ... 3
2.2 Struktur Anatomi Patologis... 5
BAB 3 KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR 3.1 Etiologi ... 7
3.1.1 Inflamasi ... 8
3.1.2 Trauma ... 10
3.1.3 Penyakit Sistemik... 10
3.2 Pola Kehilangan Tulang Alveolar ... 11
BAB 4 DETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR 4.1 Teknik Radiografi Konvensional ... 16
4.2 Teknik Radiografi Digital ... 20
4.3 Perbandingan dua teknik radiografi dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar ... 22
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 28
DAFTAR GAMBAR
GambarHalaman
1. Struktur anatomis tulang alveolar, (1) Tulang alveolar utama,(2) Tulang
alveolar pendukung dan (3) Tulang vestibular ... 4
2. Struktur anatomi tulang alveolar maksila. ... 5
3. Struktur anatomi patologis tulang alveolar yang ditandai dengan adanya kehilangan tulang di furkasi ... 6
4. Gambaran histopatologis adanya inflamasi gingiva yang menjalar ke tulang alveolar ... 9
5. Pola kehilangan tulang horizontal ... 12
6. Cacat tulang alveolar vertikal ... 12
7. Perbandingan antara tulang alveolar normal dan krater tulang ... 13
8. Eksostosis tulang alveolar ... 13
9. Pola arsitektur terbalik, dimana tulang alveolar interdental berada di bawah tulang alveolar radikular ... 14
10.Lesi furkasi yang diperiksa menggunakan prob ... 15
11.Pengukuran untuk menentukan level kehilangan tulang alveolar (CEJ = batas sementum enamel, ABC = puncak tulang alveolar dan AP = apex akar). ... 17
12.Petunjuk (penggaris) yang dibuat untuk mengukur level kehilangan tulang pada foto bitewing. Penggaris ini digagas oleh Håkansson dkk padatahun 1981 ... 18
13.Perbandingan antara foto bitewing dan periapikal dalam mendeteksikehilangan tulang alveolar ... 19 14.Perbandingan antara foto periapikal dan prob dalam mendeteksi
dengan menggunakan prob, kehilangan tulang alveolarsisi palatal dan interdental jelas terlihat ... 20
15.Perangkat lunak komputer pada sistem digital ... 21 16.Perbandingan foto periapikal berdasarkan penelitian Khoct dkk (A)
Konvensional, (B) Digital ... 22 17.Perbandingan foto bitewing berdasarkan penelitian Khoct dkk (A)
Konvensional, (B) Digital ... 23 18.Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar horizontal dan
vertikal berdasarkan penelitian Kasaj A dkk (A) Konvensional, (B) Digital ... 25 19.Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar di furkasi
berdasarkan penelitian Kasaj A dkk (A) Konvensional, (B) Digital ... 26 20.Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar inter radikular
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2011
Arbi Fadhilah
Perbandingan Teknik Radiografi Konvensional Dan Digital Dalam Mendeteksi Kehilangan Tulang Alveolar
ix + 30
Dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar, peranan radiografi sangat
diperlukan. Radiografi konvensional maupun digital dapat mendeteksi keadaan ini. Namun, ada perbedaan yang bermakna pada kedua sistem radiografi tersebut dalam
mendeteksi kehilangan tulang alveolar. Deteksi level kehilangan tulang alveolar untuk jenis foto bitewing digital lebih besar 0,3mm dibandingkan konvensional,
tetapi untuk melihat level kehilangan tulang alveolar di region anterior maksila foto konvensional lebih baik dibandingkan foto digital.
Oleh sebab itu dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan kehilangan tulang alveolar, pemilihan jenis foto radiografi yang tepat sangat
diperlukan. Apabila diagnose yang dibuat tepat maka perawatan yang akan diberikan akan menjadi lebih akurat.
BAB 1 PENDAHULUAN
Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis lengkap dilakukan.Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan
memutuskan teknik radiografi mana yang dipakai. Gambaran radiografi sangat membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan yang akan dilakukan. Radiografi sering digunakan pada klinis dan penelitian untuk
mengevaluasi penyakit periodontal.Radiografi dapat mengevaluasi derajat keparahan dan pola kehilangan tulang alveolar, panjang akar gigi, anatomi dan posisi dan
mendeteksi lesi patologis periodontal.Pada pasien yang mengalami penyakit periodontal, teknik radiografi yang sering dilakukan adalah teknik foto intra oral bitewing dan periapikal.Sedangkan teknik radiografi ekstra oral panoramik jarang
dilakukan. Hal ini dikarenakan teknik foto intra oral bitewing dan periapikal lebih akurat dibandingkan dengan teknik radiografi ekstra oral panoramik.1,2,3
Teknik radiografi konvensional dan digital dapat digunakan untuk mendeteksi
kehilangan tulang alveolar yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Kehilangan tulang alveolar dapat disebabkan oleh adanya proses inflamasi, trauma
dan penyakit sistemik. Disamping itu, proses kehilangan tulang alveolar memiliki polayang dapat dilihat pada gambaran radiografi.4,5
Kualitas hasil foto pada masing-masing teknik radiografi, baik pada teknik
dan proses fixing yang buruk dapat mempengaruhi kualitas foto sehingga akhirnya dapat mengganggu penegakan diagnosa.4,6,7
Beberapa tahun terakhir ini, sistem pengambilan radiografi secara digital
berkembang dan menjadi populer di antara para dokter gigi.Teknologi terbaru ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem pengambilan radiografi
konvensional. Pada sistem digital tidak menggunakan film dan proses developing. Selain itu, sistem digital memiliki dosis pemaparan radiasi yang lebih kecil.Radiografi yang dihasilkan oleh sistem digital dapat langsung dievaluasi di
layar komputer yang terhubung dengan sistem digital.Hasil foto yang terlihat di layar komputer dapat diperbesar untuk memperjelas gambaran foto pada daerah-daerah
tertentu. Sistem digital juga dapat menyimpan di dalam hard disk komputer dan memindahkannya ke komputer lain. Sistem digital juga dapat mewarnai hasil foto.6,8,9
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perbandingan teknik radiografi
konvensional dan digital dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar. Sehingga dengan mengetahui perbandingan kedua teknik radiografi tersebut, dapat ditentukan teknik radiografi yang terbaik untuk menegakkan diagnosa dan perawatan kehilangan
tulang alveolar yang tepat dan hasil perawatan menjadi lebih sempurna.
Dalam tulisan ini akan diuraikan mengenai struktur anatomi fisiologis dan
BAB 2
STRUKTUR ANATOMI TULANG ALVEOLAR
Tulang alveolar (alveoral bone) adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang ini
terbentuk sewaktu gigi erupsi yang berfungsi untuk memberikan tempat perlekatan bagi ligamen periodontal yang akan terbentuk. Pada gigi yang tidak erupsi seperti pada kasus anodonsia, tulang alveolar tidak terbentuk.10
2.1 Struktur Anatomi Fisiologis
Tulang alveolar dibentuk pada masa fetus melalui proses ossifikasi intramembranous terdiri dari matriks terkalsifikasi dengan osteosit yang berada di dalam suatu ruang yang dinamakan lakuna (lacunae). Tulang alveolar terdiri dari 2/3
bahan anorganik dan 1/3 matriks organik. Komposisi utama bahan anorganik tulang alveolar antara lain kalsium, fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat, natrium, magnesium dan fluor. Garam mineral dijumpai dalam bentuk kristal-kristal hidroksiapatit yang
sangat halus dan merupakan komposisi tulang alveolar yang terbesar yakni sekitar 65-70 %. Sedangkan matriks organik tulang alveolar terdiri dari kolagen tipe I sekitar 90
% dan sejumlah kecil fosfoprotein dan proteoglikans.10,11 Tulang alveolar terdiri dari tiga bagian, yakni:
a. Plat tulang vestibular atau eksternal dari tulang kortikal yang dibentuk oleh
b. Dinding soket berupa tulang kompak tipis yang dinamakan tulang alveolar utama.
c. Trabekula kanselous yang berada diantara kedua lapisan tulang di atas dan
berperan sebagai tulang alveolarpendukung (Gambar 1 dan 2).10
BAB 3
KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR
Kehilangan tulang alveolar merupakan tanda klinis adanya kerusakan tulang alveolar.Laju perusakan atau kehilangan tulang alveolar tergantung pada
perkembangan penyakit yang dialami pasien. Pasien dengan perkembangan penyakit yang cepat akan mengalami perusakan sekitar 0,1 – 1,00 mm per tahunnya. Pasien dengan perkembangan penyakit yang sedang akan mengalami perusakan sekitar 0,05
– 0,5 mm per tahunnya. Dan pasien dengan perkembangan penyakit yang lambat akan mengalami perusakan sekitar 0,05 – 0,09 mm per tahunnya.5,10
3.1 Etiologi
Etiologi atau penyebab kehilangan tulang alveolar antara lain adanya proses
penjalaran inflamasi, trauma dan penyakit sistemik. Namun, penjalaran inflamasi merupakan penyebab kehilangan tulang alveolar yang paling sering.5,10
Perusakan tulang melibatkan aktivitas sel-sel di sekitar tulang alveolar,
seperti:
a. Sel osteoklas yang berperan menyingkirkan bagian mineral tulang
alveolar.
Beberapa substansi yang berperan dalam proses resorpsi tulang alveolar antara lain:
a. Prostaglandin merupakan kelompok lemak yang secara alamiah ada di
tubuh dan berperan dalam proses inflamasi serta mempunyai efek seperti hormon.
b. Faktor pengaktif osteoklas yang diproduksi oleh limfosit. c. Endotoksin yang merupakan produk bakteri.5,10
3.1.1 Inflamasi
Penjalaran inflamasi kronis dari gingiva ke tulang alveolar merupakan
penyebab kerusakan tulang alveolar yang paling sering terjadi. Plak bakteri dapat memicu resorpsi tulang apabila berada dalam jarak antara 1,5-2,5 mm dari tulang alveolar. Jika bakteri berada lebih dari 2,5 mm dari tulang, plak bakteri tidak berperan
dalam resorpsi tulang alveolar.5,10
Penjalaran inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang alveolar diawali dari adanya inflamasi gingiva (Gambar 4). Proses penjalaran inflamasi tersebut
dipengaruhi oleh adanya perubahan komposisi plak bakteri di rongga mulut dan resistensi tubuh pasien. Selain itu, komposisi seluler jaringan juga mengalami
perubahan seperti fibroblast dan limfosit.5
Mekanisme perusakan tulang alveolar yang disebabkaan oleh penjalaran inflamasi berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Hausmann, yakni:
b. Aksi langsung produk bakteri terhadap tulang dan merusaknya melalui mekanisme nonseluler.
c. Produk bakteri menstimulasi sel-sel gingiva untuk melepas mediator dan
akhhirnya merangsang sel-sel progenitor tulang berdifferensiasi menjadi sel-sel osteoklas.
d. Produk bakteri menyebabkan sel-sel gingiva melepaskan substansi yang bertindak sebagai kofaktor pada resorpsi tulang alveolar.
e. Produk bakteri menyebabkan sel-sel gingiva melepaskan substansi yang
merusak tulang dengan jalan aksi kimiawi secara langsung tanpa melibatkan osteoklas.5,10
Proses kerusakan tulang alveolar pada proses inflamasi bukan merupakan suatu proses nekrosis tulang alveolar. Nekrosis tulang alveolar ditandai oleh adanya kerusakan tulang yang disertai adanya pus.5
3.1.2 Trauma
Penyebab kehilangan tulang alveolar lainnya yakni trauma oklusi. Trauma oklusi dapat mengakibatkan kehilangan tulang alveolar, baik disertai adanya proses penjalaran inflamasi ataupun tidak. Pada kehilangan tulang alveolar akibat trauma
oklusi tanpa disertai adanya proses penjalaran inflmasi, perubahan yang terjadi disebabkan adanya peningkatan kompresi dan tensionligamen periodontal dan
peningkatan jumlah sel osteoklas pada tulang alveolar. Etiologi tersebut dapat diatasi dengan menghilangkan tekanan yang berlebihan saat oklusi. Pada kehilangan tulang alveolar akibat trauma oklusi yang disertai adanya proses penjalaran inflmasi, trauma
oklusi menjadi faktor yang dapat memperparah kehilangan tulang yang disebabkan oleh penjalaran inflamasi.5
3.1.3 Penyakit Sistemik
Penyakit sistemik juga dapat menyebabkan kehilangan tulang alveolar.Pada
beberapa tahun terakhir, penyakit sisitemik seperti osteoporosis dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar. Penderita osteoporosis akan mengalami kehilangan mineral tulang dan perubahan struktur tulang. Selain itu, kehilangan tulang alveolar
Defisiensi vitamin C juga mempengaruhi kehilangan tulang alveolar. Hal ini dikarenakan, vitamin C berperan dalam proses perbaikan jaringan. Dengan kata lain, defisiensi vitamin C dapat menghambat pembentukan tulang baru dan akhirnya
menyebabkan kehilangan tulang. Selain vitamin C, protein juga mempengaruhi pembentukan tulang alveolar. Pada defisiensi protein, pembentukan tulang akan
terhambat.5,10
3.2 Pola Kehilangan Tulang Alveolar
Kehilangan tulang alveolar akan merubah gambaran morfologis tulang alveolar itu sendiri dan disebut sebagai pola kehilangan tulang alveolar. Pola
kehilangan tulang alveolar, antara lain: a. Kehilangan tulang horizontal b. Cacat tulang vertikal atau angular
c. Krater tulang
d. Kontur tulang bulbous e. Arsitektur terbalik
f. Lesi furkasi
Pola kehilangan tulang horizontal merupakan pola yang paling banyak
Gambar 5. Pola kehilangan tulang horizontal.5
Pola kehilangan tulang vertikal atau cacat vertikal adalah pola kehilangan tulang yang terjadi dalam arah miring dan dapat dilihat dengan bantuan rontgen foto
atau radiografi (Gambar 6).5,10
Gambar 6. Cacat tulang alveolar vertikal.5
Pola krater tulang adalah cekungan pada puncak tulang alveolar interdental. Menurut penelitian Masters DH dkk (1963), frekuensi krater tulang sekitar 32,5 %
Gambar 7. Perbandingan antara tulang alveolar normal dan krater tulang.5,10
Pola kontur tulang bulbous merupakan pembesaran tulang akibat eksostosis, atau adaptasi terhadap oklusi yang berlebihan. Cacat tulang jenis ini lebih sering
ditemukan di maksila dibandingkan pada mandibula (Gambar 8).5,10
Gambar 8. Eksostosis tulang alveolar.5
dibandingkan dengan tepi tulang interdental. Cacat ini lebih sering terjadi pada maksila daripada mandibula (Gambar 9).5,10
Gambar 9. Pola arsitektur terbalik, dimana tulang alveolar interdental berada di bawah tulang alveolar radikular.5
Lesi furkasi melibatkan furkasi gigi berakar banyak.Gigi yang paling sering terlibat adalah molar pertama mandibula dan gigi premolar maksila merupakan gigi
yang jarang terlibat lesi furkasi. Keterlibatan furkasi dapat diperiksa dengan eksplorasi menggunakan prob (Gambar 10).1,5,10
BAB 4
DETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR
Radiografi gigi merupakan cara lama yang digunakan untuk melihat kehilangan tulang alveolar. Walaupun radiografi tidak begitu akurat menggambarkan
morfologi tulang pada sisi bukal dan lingual/palatal, radiografi dapat memberikan informasi level tulang interproksimal. Melalui radiografi, seorang dokter gigi dapat melihat keparahan kehilangan tulang alveolar, panjang akar, anatomi, dan
posisi.Dengan adanya informasi dari radiografi, penegakan diagnosa sangat terbantu.Radiografi konvensional merupakan teknik radiografi yang pertama kali
digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar.Namun, beberapa tahun belakangan ini, teknik radiografi digital dapat juga digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar.3,5,12
4.1 Teknik Radiografi Konvensional
Teknik radiografi konvensional yang dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar antara lain foto periapikal, bitewing dan panoramik. Sebelum pengambilan foto, gigi yang dicurigai mengalami kehilangan tulang
di-probing dari batas sementum enamel hingga puncak tulang alveolar untuk
menentukan keparahan inflamasi jaringan lunak, keberadaan plak atau kalkulus,
Dari foto dapat diketahui besar level kehilangan tulang alveolar. Kehilangan tulang alveolar adalah jarak antara batas sementum enamel ke puncak tulang alveolar yang lebih dari 2 mm.3
Pada foto periapikal dan panoramik, level kehilangan tulang dapat diukur menggunakan rumus yang terlebih dahulu diketahui batas sementum enamel, puncak
tulang alveolar dan apex akar gigi (Gambar 11). Rumus menentukan level kehilangan tulang alveolar melalui foto periapikal dan panoramik yakni:3
(Jarak antara batas sementum enamel ke puncak tulang alveolar) – 2 mm X 100 (Jarak antara batas sementum enamel ke apex akar gigi) – 2 mm
Gambar 11. Pengukuran untuk menentukan level kehilangan tulang alveolar (CEJ = batas sementum enamel, ABC = puncak tulang alveolar dan AP = apex akar).3
Pada foto bitewing, setelah foto diperoleh dan dilihat, level kehilangan tulang
alveolar yang normal dan skor 5-10 merupakan level kehilangan tulang alveolar. Garis vertikal pada penggaris dibuat mengikuti aksis longitudinal gigi. Garis horizontal dibuat berdasarkan titik-titik referensi seperti insisal mahkota, batas
sementum enamel, dan puncak tulang alveolar. Garis horizontal terakhir merupakan skor kehilangan tulang alveolar.13
Gambar 12. Petunjuk (penggaris) yang dibuat untuk mengukur level kehilangan tulang pada foto bitewing. Penggaris ini digagas oleh Håkansson dkk pada tahun 1981.2
Ketiga teknik radiografi konvensional di atas menghasilkan keakuratan yang
berbeda dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan operator, kooperatif pasien, lamanya penyinaran, sudut penyinaran,
proses developing dan fixing serta kehilangan tulang alveolar yang terjadi.6 Menurut penelitian yang dilakukan Gedik dkk pada tahun 2008, hasil foto bitewing lebih akurat dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar dibandingkan dengan foto
periapikal dan panoramik. Dan foto periapikal kurang akurat dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar.Oleh karena itu, foto bitewing dan panoramik dianjurkan
lebih akurat dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar dibandingkan dengan foto bitewing (Gambar 13).2 Hal ini mungkin dikarenakan penempatan film pada foto periapikal yang dapat disesuaikan, sedangkan pada film pada foto bitewing terbatas
hanya pada satu penempatan saja. Disamping itu, interpretasi level tulang alveolar lebih mudah pada foto periapikal dibandingkan melalui foto bitewing.14
Gambar 13. Perbandingan antara foto bitewing dan periapikal dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar.1
Walaupun teknik radiografi konvensional dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar, kekurangan teknik radiografi konvensional juga ada. Kekurangan tersebut antara lain tidak menunjukkan poket periodontal, tidak
menunjukkan morfologi tulang radikular sisi bukal dan lingual/palatal, tidak menunjukkan adanya mobiliti, tidak akurat mendeteksi kehilangan tulang furkasi
Gambar 14.Perbandingan antara foto periapikal dan prob dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar.Pada foto periapikal, kehilangan tulang alveolar pada sisi palatal dan interproksimal tidak terlihat. Sedangkan dengan menggunakan prob, kehilangan tulang alveolar sisi palatal dan interdental jelas terlihat.1
4.2 Teknik Radiografi Digital
Beberapa tahun terakhir, sistem radiografi digital telah dikembangkan.
Radiografi digital tidak memerlukan film tetapi memiliki detektor x-ray yang sensitif (sensor). Sensor dimasukkan ke dalam mulut dan dihubungkan ke komputer melalui
Universal Serial Bus (USB).Ketika sensor mengeluarkan x-ray, dioda foto
menggerakkan arus listrik yang disesuaikan dengan dosis x-ray yang mengenai permukaan. Semikonduktor mengirimkan sinyal listrik ke komputer untuk diproses
dan dianalisa, kemudian ditampilkan pada monitor komputer.6
Sistem radiografi digital dibagi atas dua, yakni sensor yang langsung dan
tidak langsung.Sensor yang langsung dihubungkan dengan fiber optic ke komputer.Sistem ini lebih cepat dilihat oleh pasien dan dokter gigi bila dibandingkan dengan sistem sensor tidak langsung.Karena pada sistem sensor tidak langsung
memerlukan bantuan scanner untuk menampilkan gambar pada layar (monitor), sehingga tidak langsung dapat dilihat pasien dan dokter gigi.Namun, keterbatasan
yang dapat ditampilkan.Hal ini dikarenakan, pada sistem sensor langsung menggunakan ujung sensor yang kecil dan area yang dapat terkena sensor terbatas hanya pada satu hingga dua gigi.Sistem sensor tidak langsung menggunakan
phosphor luminescence plate yang ditempatkan di dalam mulut dan disinari
x-ray.Sebuah scanner laser membaca plate yang telah disinari dan menampilkan
gambaran digital.Kelebihan sistem ini adalah ukuran plate dan feksibilitasnya yang mirip dengan film pada teknik radiografi konvensional.Sistem radiografi digital telah berkembang pesat saat ini.Sensor maupun perangkat keras dan lunak komputer juga
berkembang (Gambar 15). Oleh karena itu, sistem digital diharapkan dapat menggantikan sitem konvensional yang selama ini dipakai.5
4.3 Perbandingan Dua Teknik Radiografi Dalam Mendeteksi Kehilangan Tulang Alveolar
Penelitian mengenai teknik radiografi digital untuk mendeteksi karies dan
keperluan endodonti telah banyak dilakukan.Namun, penelitian mengenai teknik radiografi digital untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar masih sedikit.
Perbedaan ukuran dan fleksibilitas sensor pada sistem digital dan film pada sistem konvensional dapat mempengaruhi posisi sensor dan film di dalam mulut pasien.6,12
Teknik radiografi konvensional terbatas pada gambaran dua dimensi saja.
Selain itu, gambaran dua dimensi pada foto periapikal konvensional sering tidak jelas akibat angulasi yang salah.4 Kualitas radiografi konvensional dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain lamanya penyinaran, sudut penyinaran, serta proses developing dan fixing.6
Teknik radiografi digital memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan
teknik radiografi konvensional.Teknologi terbaru ini tidak memerlukan pemakaian film, dan proses developing atau fixing.Teknik ini juga relatif aman dikarenakan teknik ini menggunakan dosis radiasi yang kecil dibandingkan dengan teknik
konvensional.Gambaran foto dari sistem digital bisa langsung diperoleh dan dilihat oleh dokter gigi di layar / monitor komputer.Gambaran foto digital juga dapat
dimodifikasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, seperti foto dapat diperbesar untuk lebih fokus pada daerah tertentu. Selain itu, gambaran foto digital dapat disimpan di komputer, dikirim ke pihak lain, diperbanyak, dan diperjelas
Menurut penelitian Khocht A (2003), teknik radiografi digital berbeda signifikan dengan teknik radiografi konvensional dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar. Khoct A dkk melakukan penelitian gambaran radiografi kehilangan
tulang alveolar pada 25 orang subjek dengan mengukur sebanyak 857 gambaran foto periapikal dan 315 foto bitewing. Hasil penelitian menunjukkan keseluruhan
gambaran kehilangan tulang alveolar pada foto bitewing digital lebih besar 0,3 mm daripada gambaran foto bitewing konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa gambaran foto digital dapat dibaca dengan jelas secara konsisten.6
Hasil penelitian Khoct A dkk menyimpulkan bahwa pengukuran level kehilangan tulang alveolar secara klinis berbeda signifikan antara gambaran foto
digital dan konvensional, baik foto periapikal ataupun bitewing, pada beberapa regio di rongga mulut. Selain itu, kedua sistem radiografi tersebut menunjukkan perbedaan signifikan pada kategori tulang alveolar yang normal, kehilangan tulang yang sedang
dan parah. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa gambaran radiografi digital menunjukkan jumlah sisi yang mengalami kehilangan tulang alveolar lebih banyak daripada radiografi konvensional (Gambar 16 dan 17).6
Gambar 17. Perbandingan foto bitewing berdasarkan penelitian Khoct dkk (A) Konvensional, (B) Digital.6
Namun, penelitian Khoct A dkk mendapatkan hasil yang berbeda pada pengukuran level kehilangan tulang alveolar berdasarkan regio, maksila dan
mandibula. Pada pengukuran level kehilangan tulang alveolar maksila dengan foto konvensional menunjukkan kehilangan tulang alveolar yang lebih besar daripada
foto digital. Sedangkan pada pengukuran level kehilangan tulang alveolar mandibula regio anterior dengan foto digital menunjukkan kehilangan tulang alveolar yang lebih besar daripada foto konvensional. Walaupun pengukuran level
kehilangan tulang alveolar maksila lebih besar dengan menggunakan foto konvensional, penentuan kategori level kehilangan tulang yang normal,
kehilangan tulang yang sedang atau parah dapat dibandingkan pada kedua sistem radiografi. Selain itu, gambaran foto periapikal digital menunjukkan jumlah sisi yang mengalami kehilangan tulang lebih banyak pada sektan anterior mandibula.
Hasil gambaran radiografi digital merupakan gambaran 3D (tiga dimensi).Gambaran 3D dapat diperjelas untuk mendapatkan gambaran yang lebih fokus.Kasaj A dkk (2007) melakukan penelitian tentang perbandingan foto
panoramik konvensional dan foto digital dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar.Pada penelitian tersebut, foto panoramik konvensional menunjukkan
kehilangan tulang horizontal, tetapi kehilangan tulang vertikal tidak begitu jelas.Sedangkan pada foto digital menunjukkan kehilangan horizontal dan vertikal yang jelas. Penelitian Kasaj A dkk juga menyatakan bahwa foto panoramik digital
memperlihatkan dengan jelas kehilangan tulang di furkasi dibandingkan foto panoramik konvensional Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan gambaran yang signifikan antara kedua teknik foto tersebut.7
Foto digital dapat mendeteksi semua kasus kehilangan tulang alveolar, sedangkan foto konvensional hanya dapat mendeteksi sekitar 67 % kasus kehilangan
tulang alveolar.Oleh karena itu, foto digital menunjukkan gambaran kehilangan tulang alveolar yang lebih jelas dibandingkan gambaran foto panoramik konvensional. Kehilangan tulang alveolar tersebut terlihat jelas pada cacat tulang
Gambar 18. Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar horizontal dan vertikal berdasarkan penelitian Kasaj A dkk (A) Konvensional, (B) Digital.7
A
B
Gambar 19. Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar di furkasi berdasarkan penelitian Kasaj A dkk (A) Konvensional, (B) Digital.7
Gambar 20. Perbandingan hasil gambaran kehilangan tulang alveolar inter radikular berdasarkan penelitian Kasaj A dkk (A) Konvensional, (B) Digital.7
Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran radiografi digital lebih jelas dalam mendeteksi kehilangan tulang alveolar dibandingkan gambaran radiografi konvensional.6,7
A
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kehilangan tulang alveolar merupakan salah satu tanda patologis pada tulang
alveolar. Etiologi kehilangan tulang alveolar antara lain adanya proses penjalaran inflamasi, trauma dan penyakit sistemik. Kehilangan tulang alveolar akan merubah gambaran morfologis tulang alveolar tersebut.
Teknik yang digunakan untuk melihat kehilangan tulang alveolar antara lainprobing dan pemeriksaan radiografi. Teknik radiografi yang dapat digunakan
yakni konvensional dan digital. Teknik radiografi digital memiliki sensor serta tidak memerlukan film dan proses developing ataupun fixing. Gambaran radiografi konvensional hanya berupa gambaran dua dimensi saja yang kualitasnya dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti lamanya penyinaran, sudut penyinaran, serta proses developing dan fixing.
Teknik digital relatif aman dikarenakan teknik ini menggunakan dosis radiasi
yang kecil.Selain itu, gambaran foto sistem digital bisa langsung dilihat dokter gigi di layar komputer, dapat dimodifikasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
serta dapat disimpan di komputer, dikirim ke pihak lain, dan diperbanyak. Kasaj A dkk (2007) menyatakan bahwa foto digital dapat mendeteksi semua kasus kehilangan tulang alveolar, sedangkan foto konvensional hanya dapat mendeteksi sekitar 67 %
gambaran foto digital menunjukkan jumlah sisi yang mengalami kehilangan tulang alveolar lebih banyak dan lebih besar 0,3 mm daripada gambaran foto konvensional.
5.2 Saran
Setiap teknik radiografi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,
meliputi biaya, kesulitan pengoperasian, kemanan dan keakuratan. Dokter gigi wajib menjelaskan kepada pasien mengenai pilihan pengambilan radiografi yang terbaik untuk mengevaluasi keluhan pasien tersebut. Selain itu, perkembangan sistem digital
DAFTAR RUJUKAN
1. Arlin ML. Radiographs and the periodontal patient. Periodontics, 1989; 79 (9):
13-6.
2. Gedik R, Marakoglu, Demirer S. Assessment of Alveolar Bone Levels from
Bitewing, Periapical and Panoramic Radiographs in Periodontitis Patients.
West Indian Med J, 2008; 57 (4): 410-3.
3. Fukuda CT dkk. Radiographic alveolar bone loss in patients undergoing
periodontal maintenance. Bull Tokyo Dent Coll, 2008; 49(3): 99-106.
4. Kim TS dkk.Detection of Bone Loss With Different X-Ray Techniques in
Periodontal Patients.J Periodontol, 2008; 79(7): 1141-9.
5. Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Carranza’s Clinical periodontology. WB Saunders Company, Philadhelpia. 2002: 354-70.
6. Khocht A dkk. Comparison of direct digital and conventional intraoral radiographs in detecting alveolar bone loss. JADA, 2003; 134: 1468-75.
7. Kasaj A, Willershausen B. Digital volume tomography for diagnostics in
periodontology. International journal of computerized dentistry, 2007; 10:
155-68.
8. Van der Stelt PF. Filmless imaging : The uses of digital radiography in dental practice. JADA, 2005; 136 : 1379-87.
9. Parks ET, Williamson GF. Digital Radiography: An Overview. J Contemp
Dent Pract, 2002; 3(4): 023-39.
11. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: principles and interpretation. Ed. 6. Mosby, St Louis. 2009: 282-94.
12. Ghom AG. Textbook of oral radiology. Mosby, India. 2008:457-69.
13. Ivanauskaite D dkk. Comparison between Scanora® Panoramic Radiography and Bitewing Radiography in the Assessment of Marginal Bone Tissue.
Stomatologija, Baltic Dental and Maxi llofacial Journal, 2006; 8(1): 9-15. 14. Akesson L dkk. Comparison of panoramic and intraoral radiography and pocket
probing for the measurement of the marginal bone level.J Clin Periodontol,