• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu TidakBekerja Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Medan Tembung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu TidakBekerja Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Medan Tembung."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA STATUS IBU BEKERJA ATAU IBU

TIDAK BEKERJA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

UTARI PURNAMA

080100011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN ANTARA STATUS IBU BEKERJA ATAU IBU

TIDAK BEKERJA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

”Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

UTARI PURNAMA

080100011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu Tidak Bekerja Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Medan Tembung

Nama : Utari Purnama NIM : 080100011

Pembimbing Penguji I

(dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)) (Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)) NIP: 19690524 199903 1 001 NIP: 19550817 198011 1 002

Penguji II

(dr. Iman Helmi Effendi, Sp.OG) NIP: 140344041

Medan, 19 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Era globalisasi menuntut para ibu untuk memainkan peran ganda dalam kehidupan rumah tangga mereka. Selain sebagai ibu rumah tangga yang membesarkan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, para ibu juga harus mencari nafkah demi memnuhi kebutuhan keluarga. Partisipasi ibu dalam lapangan pekerjaan tentunya memiliki dampak terhadap status gizi anak mereka.

Objektif: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja terhadap status gizi anak balita mereka dan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara lama kerja per minggu dengan status gizi anak balita.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan sekat lintang (cross-sectional). Penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2011 di lingkungan kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kotamadya Medan. Pada penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling, dengan jumlah keseluruhan sampel 120 orang, ibu bekerja dan ibu tidak bekerja yang masing-masing 60 orang. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung responden dan peneliti menimbang berat badan serta mengukur tinggi badan anak balita setiap responden. Berat badan dan tinggi badan anak digunakan untuk menentukan status gizi anak dengan ambang batas Z-Score dan klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi lebih sederhana menjadi status gizi anak normal dan status gizi anak malnutrisi (kurus, kurus sekali dan gemuk). Data diolah dan dianalisa dengan uji statistik chi square (x2) dengan nilai P < 0,05.

Hasil: Dari 60 responden yang bekerja bekerja terdapat 42 anak (70%) berstatus gizi normal dan 18 anak (30%) berstatus gizi malnutrisi. Kemudian dari 60 responden yang tidak bekerja, status gizi anak normal dan malnutrisi masing-masing 34 anak (56,7%) dan 26 anak (43,3%). Nilai P = 0,130 untuk hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita dan P = 0,003 untuk hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita.

Kesimpulan: Kami menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak secara langsung. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan ternyata ada hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita.

(5)

ABSTRACT

Background: The era of globalization requires mothers to play a dual role in their domestic life. Aside from being a housewife, raising their children and doing household chores, women also have to make a living in order to meet family needs. Women participation in labour would have an impact on the nutritional status of their children.

Objective: The aim of this study is to see whether there is a relationship between the working status of mothers and the nutritional status of their under-five children and to see whether there is a relationship between working hours per week and the nutritional status of their under-five children

Methodes: This research used analytic methods and cross-sectional approach. The study was conducted in July 2011 in the work environment of Mandala Health Center in Medan Tembung District of Medan. The researcher used consecutive sampling technique with a total sample 120 mothers. Data were collected by direct interview with respondents. The under-five children of each respondent then weighed and measured as well. The body weight and height was used to determine the nutritional status of each child, using Z-Score and the WHO-NCHS nutritional status classification which were then grouped into normal nutritional status and malnutrition. Data were processed and analyzed with chi square statistical test (x2) with P < 0.05.

Results: Of 60 respondents who worked there were 42 children (70%) with normal nutritional status and 18 children (30%) with malnutrition. Then from the 60 respondents who did not work, there were 34 children (56.7%) with normal nutritional status and 26 children (43.3%) with malnutrition. The P = 0.130 for the relationship between the working status of mothers and the nutritional status of under-five children and P = 0.003 for the relationship between working hours and the nutritional status of under-five children.

Conclusion: We concluded that there was no relationship between the the working status of mothers and the nutritional status of under-five children. However, the researcher have found that there was an association between working hours and the nutritional status of under-five children.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lahi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “HUBUNGAN ANTARA STATUS IBU BEKERJA ATAU IBU TIDAK BEKERJA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN MEDAN TEMBUNG”. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Muhammad Ali, Sp.A(K), selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku dosen penguji I dan dr. Iman Helmi Effendi, Sp.OG selaku dosen penguji II pada semina hasil yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta saran kepada penulis. 4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

(7)

6. Kepada atok dan andong tercinta atas doa dan dukungan yang tak putus-putusnya kepada penulis yaitu Drs. Danil Ahmad, DPFE, MM. dan Rohani Darus Danil, SH.

7. Kakak dan adik kandung penulis, Ibu Jaksa Utami Filiandini, SH. dan Muhammad Arif Sanusi atas dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Muhammad Miftah atas segala dukungan dan dorongan moril kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kota Medan Ibu Ir. Eka Rezeky Yanti Danil, MM. beserta staf atas dukungan dan bantuannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

10.Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Bapak dr. Edwin Effendi, M.Sc. beserta staf atas dukungan dan bantuannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

11.Kepala Puskesmas Mandala Bapak dr. Erwin Hakim Lubis, M.Kes beserta Ibu Sorta dan kawan-kawan atas dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat mengumpulkan data tepat pada waktunya.

12.Seluruh ibu-ibu di Kecamatan Medan Tembung yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjawab kuesioner pada penelitian ini.

13.Kepada BUMN Peduli Pendidikan atas bantuan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

14.Kepada seluruh teman-teman angkatan 2008 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang menbangun demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 19 November 2011 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... iii

ABSTRAK... iv

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 2

1.3 Tujuan Penelitian………... 2

1.3.1 Tujuan Umum………... 2

1.4 Manfaat Penelitian………... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….. 3

2.1 Ibu Bekerja……….3

2.1.1 Definisi Ibu Bekerja………... 3

2.1.2 Statistik Ibu Bekerja………... 3

2.1.3 Dampak Ibu Bekerja Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak………... 4

2.2 Ibu Tidak Bekerja………...8

2.3 Status Gizi……….. 9

2.3.1 Definisi Status Gizi……… 9

2.3.2 Penilaian Status Gizi……….. 9

2.3.3 Ambang Batas Indeks Antropometri Gizi……….. 12

2.3.4 Baku Rujukan Status Gizi……….. 13

2.3.4.1 Baku Rujukan Klasifikasi Status Gizi di Indonesia... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…………... 15

3.1 Kerangka Konsep Penelitian……….. 15

3.2 Definisi Operasional……….. .16

3.2.1 Status Bekerja Ibu……….. .16

3.2.2 Status Gizi Anak Balita……….. .16

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN……… .19

4.1 Jenis Penelitian………... .19

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………..19

4.3 Populasi dan Sampel……….. .19

4.3.1 Populasi……….. ……….19

4.3.2 Sampel………...19

4.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel………...19

4.3.2.2 Besar Sampel………...19

4.3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi………...21

4.4 Teknik Pengumpulan Data………. .21

4.4.1 Data Primer……… .21

4.5 Analisis Data dan Pengolahan Data………... .21

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden...23

5.1.3 Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu Tidak Bekerja dengan Status Gizi Anak Balita...26

5.1.4 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Status Gizi Anak Balita...27

5.2 Pembahasan 5.2.1 Umur Ibu...28

5.2.2 Jumlah Anak...29

5.2.3 Jenis Pekerjaan dan Lama Kerja...30

5.2.4 Pendidikan...31

5.2.5 Pendapatan...32

5.2.6 Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu Tidak Bekerja dengan Status Gizi Anak Balita...34

5.2.7 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Status Gizi Anak Balita...34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...36

6.2 Saran...36

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 1983 14

5.1 Karakteristik responden 24

5.2 Jenis pekerjaan responden 25

5.3 Status gizi anak balita responden 26

5.4 Hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan

status gizi anak balita 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 44

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK

PENELITIAN 45

LAMPIRAN 3 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH

PENJELASAN (PSP) (Informed Consent) 47

LAMPIRAN 4 KUESIONER 48

LAMPIRAN 5 SURAT PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN

BIDANG KESEHATAN 52

LAMPIRAN 6 SURAT KETERANGAN PENYELESAIAN

PENELITIAN 53

(13)

ABSTRAK

Latar Belakang: Era globalisasi menuntut para ibu untuk memainkan peran ganda dalam kehidupan rumah tangga mereka. Selain sebagai ibu rumah tangga yang membesarkan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, para ibu juga harus mencari nafkah demi memnuhi kebutuhan keluarga. Partisipasi ibu dalam lapangan pekerjaan tentunya memiliki dampak terhadap status gizi anak mereka.

Objektif: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja terhadap status gizi anak balita mereka dan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara lama kerja per minggu dengan status gizi anak balita.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan sekat lintang (cross-sectional). Penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2011 di lingkungan kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kotamadya Medan. Pada penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling, dengan jumlah keseluruhan sampel 120 orang, ibu bekerja dan ibu tidak bekerja yang masing-masing 60 orang. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung responden dan peneliti menimbang berat badan serta mengukur tinggi badan anak balita setiap responden. Berat badan dan tinggi badan anak digunakan untuk menentukan status gizi anak dengan ambang batas Z-Score dan klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi lebih sederhana menjadi status gizi anak normal dan status gizi anak malnutrisi (kurus, kurus sekali dan gemuk). Data diolah dan dianalisa dengan uji statistik chi square (x2) dengan nilai P < 0,05.

Hasil: Dari 60 responden yang bekerja bekerja terdapat 42 anak (70%) berstatus gizi normal dan 18 anak (30%) berstatus gizi malnutrisi. Kemudian dari 60 responden yang tidak bekerja, status gizi anak normal dan malnutrisi masing-masing 34 anak (56,7%) dan 26 anak (43,3%). Nilai P = 0,130 untuk hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita dan P = 0,003 untuk hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita.

Kesimpulan: Kami menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak secara langsung. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan ternyata ada hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita.

(14)

ABSTRACT

Background: The era of globalization requires mothers to play a dual role in their domestic life. Aside from being a housewife, raising their children and doing household chores, women also have to make a living in order to meet family needs. Women participation in labour would have an impact on the nutritional status of their children.

Objective: The aim of this study is to see whether there is a relationship between the working status of mothers and the nutritional status of their under-five children and to see whether there is a relationship between working hours per week and the nutritional status of their under-five children

Methodes: This research used analytic methods and cross-sectional approach. The study was conducted in July 2011 in the work environment of Mandala Health Center in Medan Tembung District of Medan. The researcher used consecutive sampling technique with a total sample 120 mothers. Data were collected by direct interview with respondents. The under-five children of each respondent then weighed and measured as well. The body weight and height was used to determine the nutritional status of each child, using Z-Score and the WHO-NCHS nutritional status classification which were then grouped into normal nutritional status and malnutrition. Data were processed and analyzed with chi square statistical test (x2) with P < 0.05.

Results: Of 60 respondents who worked there were 42 children (70%) with normal nutritional status and 18 children (30%) with malnutrition. Then from the 60 respondents who did not work, there were 34 children (56.7%) with normal nutritional status and 26 children (43.3%) with malnutrition. The P = 0.130 for the relationship between the working status of mothers and the nutritional status of under-five children and P = 0.003 for the relationship between working hours and the nutritional status of under-five children.

Conclusion: We concluded that there was no relationship between the the working status of mothers and the nutritional status of under-five children. However, the researcher have found that there was an association between working hours and the nutritional status of under-five children.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi tuntutan kebutuhan akan ekonomi yang semakin meningkat, membuat para ibu harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Mereka lebih memilih bekerja pada saat anak-anak mereka masih di bawah umur satu tahun, yaitu saat dimana peran ibu sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak (Engle, 2000). Hal ini tidak terkecuali bagi ibu yang ada di perkotaan ataupun di pedesaan. Pada tahun 2001, rata-rata di seluruh dunia terdapat 54,3 % ibu bekerja yang memiliki anak dengan umur di bawah enam tahun (OECD, 2001). Sedangkan di Inggris, 57% ibu yang memiliki anak balita (bawah lima tahun) adalah seorang pekerja (ONS, 2008). Menurut Data Statistik Indonesia (2005), lebih kurang 34 juta penduduk berumur di atas 15 tahun dan berjenis kelamin perempuan adalah seorang pekerja.

Status ibu bekerja memiliki dampak positif dan negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak (Abbi et al, 1988). Di salah satu sisi, ibu yang bekerja akan mempunyai penghasilan dapat menambah pendapatan keluarga sehingga pangan anak dan kebutuhan lainnya secara materi dapat tercukupi. Tetapi apabila seorang ibu harus bekerja, maka waktu yang ia punyai untuk dihabiskan bersama anaknya akan berkurang. Hal ini menyebabkan sang anak merasa kurang perhatian dan tidak terkontrol dalam hal asupan makanan (Glick, 2002). Anak-anak tersebut akan mengalami malnutrisi, baik menjadi gizi kurang hingga buruk, atau malah menjadi gizi lebih dan mengalami obesitas.

(16)

terhitung 17,9 % atau sekitar 3,7 juta anak balita dikategorikan gizi kurang (Depkes RI, 2011). Di wilayah Kota Medan, dari 117.655 anak balita yang ditimbang didapati 3.145 anak gizi kurang dan 137 anak gizi buruk (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010). Dari 21 kecamatan yang ada, Kecamatan Medan Tembung memiliki angka gizi buruk cukup tinggi yaitu 14 anak atau sekitar 10,2 % tergolong kurus sekali. Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan juga menunjukkan terdapat 169 anak yang dikategorikan gizi kurang pada tahun 2010 di Kecamatan Medan Tembung, Kotamadya Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas dari latar belakang di atas, memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita di Kecamatan Medan Tembung?

2. Apakah terdapat hubungan antara lama kerja per minggu dengan statusgizi anak balita?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita di Kecamatan Medan Tembung, dan mengetahui hubungan antara lama kerja per minggu dengan status gizi anak balita.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan kepada para ibu, baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja di Kecamatan Medan Tembung, agar lebih memperhatikan kebutuhan gizi anak mereka sehingga tercapai status gizi anak baik.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ibu Bekerja

2.1.1 Definisi Ibu Bekerja

Menurut Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Lerner (2001), ibu bekerja adalah ibu yang memiliki anak dari umur 0-18 tahun dan menjadi tenaga kerja.

2.1.2 Statistik Ibu Bekerja

Jumlah ibu bekerja di seluruh dunia mencapai 54,3 % pada tahun 2001 (OECD, 2001). Peran ganda ibu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah semakin dibutuhkan seiring dengan kemajuan teknologi. Menurut Bower (2001) dalam Reynolds et. al. (2003), selain faktor ekonomi, partisipasi para ibu di lapangan kerja juga dipengaruhi oleh faktor sosial, politik dan demografi. Pada tahun 2000, 35% dari ibu dengan anak balita bekerja selama 31 jam atau lebih (Reynolds et. al., 2003).

1. Ibu Bekerja di Negara Maju

Di negara maju dan negara industri seperti Inggris dan Amerika Serikat dua pertiga dari jumlah ibu adalah seorang pekerja. Menurut data statistik Office for National Statistics (ONS, 2008), di Inggris terdapat 57% ibu yang memiliki anak dengan umur di bawah lima tahun. Menurut angka statistik tersebut, di Inggris terdapat 71% dari ibu yang memiliki anak paling muda berumur lima sampai sepuluh tahun merupakan seorang pekerja.

(18)

Mereka yang bekerja memiliki alasan bahwa, bekerja merupakan suatu pilihan atau suatu kebutuhan.

2. Ibu Bekerja di Negara Berkembang

Berbeda dengan negara maju, seorang ibu yang bekerja demi menambah hasil pendapatan keluarga merupakan suatu keharusan. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tingkat kemiskinan yang semakin meningkat dan merebaknya pengangguran menjadi salah satu alasan mengapa banyak ibu yang bekerja (Tjaja, 2000). Didapati 29% dari populasi Indonesia di bawah garis kemiskinan internasional pada tahun 1994-2008 (UNICEF, 2010).

Menurut Data Statistik Indonesia (2005), lebih kurang 34 juta penduduk berumur di atas 15 tahun dan berjenis kelamin perempuan adalah seorang pekerja. Sedangkan di Sumatera Utara, menurut Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (2010), terdapat 35,7% wanita yang berumur 20-34 tahun adalah seorang pekerja.

2.1.3 Dampak Ibu Bekerja Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Status ibu bekerja tentu saja memilki dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya anak balita. Dampak tersebut dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif.

1. Dampak Positif Ibu Bekerja

(19)

mereka di dalam hal nutrisi dan pendidikan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Gennetian et al. (2009), bahwa ibu yang bekerja memiliki kemampuan untuk membeli makanan berkualitas tinggi, kebutuhan rumah tangga lainnya dan biaya kesehatan.

Walaupun ibu bebas memilih untuk membeli makanan, hal ini tergantung pendidikan ibu tentang gizi. Ibu yang tidak tamat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) tentunya akan berbeda dalam hal memilih makanan dengan ibu yang tamat pendidikan SMA. Mereka yang memiliki pengetahuan cukup tentang gizi, akan memilih makanan yang memiliki nutrisi lebih baik, yaitu makanan yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang berguna bagi tubuh. Para ibu yang berpendidikan juga lebih mudah untuk mengakses layanan kesehatan yang lebih modern dan memahami pesan-pesan kesehatan yang disampaikan oleh lembaga-lembaga kesehatan (Moestue dan Huttly, 2008). Selain penampilan makanan yang dapat menambah selera makan anak, faktor gizi juga harus dipertimbangkan dalam memilih makanan (Sediaoetama, 2006). Maka dari itu, jika seorang ibu yang bekerja tidak dapat mempergunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan anak dengan baik dan bijaksana, akan timbul efek negatif (Glick, 2002).

Menurut Sediaoetama (2008), pemenuhan kebutuhan gizi baiknya dimulai dari anak balita (bawah lima tahun), karena pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan anak menentukan tingkat kecerdasan otak pada saat anak tersebut dewasa. Ali Khomsan (2010) juga mengatakan bahwa, periode perkembangan otak anak yang rawan gizi dimulai dari saat dalam kandungan ibunya hingga berusia dua tahun. Jika pada saat mengandung gizi ibu terpenuhi, maka anak akan terhindar dari cacat bawaan. Mereka pun lebih aktif daripada anak dengan ibu gizi kurang saat kehamilan. Ibu yang kurang gizi saat kehamilan biasanya akan melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

(20)

yang baik, perkembangan kognitif yang pesat, dan lebih aktif jika dibandingkan dengan anak yang hanya berada di rumah bersama ibunya yang tidak bekerja (McIntosh dan Bauer, 2006). Gershaw (1998) dalam McIntosh dan Bauer (2006) mengatakan bahwa, anak dengan ibu yang bekerja memiliki tingkat intelejensi lebih tinggi.

2. Dampak Negatif Ibu Bekerja

Seperti yang telah disebutkan di atas, jika seorang ibu yang bekerja tidak memiliki kuasa penuh atas penghasilannya, maka kebutuhan pangan anak kurang terpenuhi. Akibatnya anak mereka akan mengalami gizi kurang bahkan menjadi gizi buruk. Anak menjadi lebih pendek daripada anak lain seusianya dan lebih rentan terkena penyakit seperti infeksi (Glick, 2002).

Status gizi kurang atau gizi buruk yang dialami balita juga dapat terjadi akibat memendeknya durasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) oleh ibu karena harus bekerja (Glick, 2002). Banyak dari mereka yang kembali bekerja saat anak mereka masih di bawah umur 12 bulan (Engle, 2000). Hogart et al. (2000) dalam Reynolds (2003) juga mengatakan bahwa sekitar satu pertiga dari ibu yang bekerja saat mengandung, kembali bekerja penuh waktu saat anak mereka berusia 11 bulan. Mereka kembali bekerja pada saat awal kehidupan bayi mereka, yaitu saat-saat kritis di mana perkembangan otak sedang berlangsung dan membutuhkan ASI sebagai nutrisi utama. Rekomendasi dari WHO, ASI eksklusif sebaiknya diberikan dalam enam bulan pertama kelahiran, diteruskan sampai umur 1-2 tahun (Ong et al., 2001). Sedangkan rekomendasi dari The American Academy of Pediatrics (AAP), diharapkan para ibu untuk memberikan ASI eksklusif enam bulan setelah kelahiran dan diteruskan sampai anak berumur satu tahun (Murtagh dan Anthony D, 2011). Ong et al. (2001), dalam penelitiannya mendapatkan bahwa faktor pendidikan ibu juga mempengaruhi lamanya durasi pemberian ASI oleh ibu-ibu yang bekerja.

(21)

anak akan terganggu, mereka lebih sering mengalami cemas akan perpisahan atau

separation anxiety (Mehrota, 2011), merasa dibuang dan cenderung mencari perhatian di luar rumah (Mehrota, 2011), serta kenakalan remaja (Tjaja, 2008). Hal ini dikarenakan akibat jadwal kerja yang terlalu sibuk, mengakibatkan para ibu tidak dapat mengawasi dan ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan anak (Fertig et al., 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soekirman (1985) dalam Glick (2002), ibu yang bekerja selama lebih dari 40 jam perminggunya memiliki dampak

negatif bagi tumbuh kembang anak.

Selain kualitas, kuantitas interaksi antara ibu dan anak juga akan berkurang (AAP, 1984). Menurunnya frekuensi waktu kebersamaan ibu dan anak juga disebabkan oleh tipe kerja ibu. Ibu yang memiliki pekerjaan yang dikategorikan berat dapat mengalami kelelahan fisik. Akibatnya sesampainya ibu di rumah terdapat kecenderungan mereka lebih memilih untuk berisitirahat daripada mengurus anaknya terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fertig et al. (2009), ibu yang bekerja tidak dapat mengatur pola makan anak, membiarkan anak-anak mereka makan makanan yang tidak sehat, selalu menghabiskan waktu di depan televisi, dan kurang beraktivitas di luar rumah. Hal ini berakibat status gizi anak menjadi lebih atau obesitas (Fertig et al., 2009).

Jarak rumah dengan tempat kerja juga menjadi faktor pengganggu. Mereka yang bekerja di luar negeri tentunya frekuensi berjumpa dengan anak dan suami mereka lebih sedikit daripada para ibu yang bekerja di tanah air. Keharmonisan di dalam keluarga pun akan berkurang (Tjaja, 2008).

(22)

perempuan dalam suatu keluarga harus putus sekolah demi menjaga adiknya yang berumur di bawah lima tahun, maka rantai gizi buruk pun akan terulang kembali. Mereka yang tidak berpendidikan, tidak memiliki pengetahuan cukup tentang gizi yang berakibat fatal bagi status gizi anak apabila mereka menjadi ibu kelak. Lapangan pekerjaan bagi mereka yang tidak berpendidikan hanya sebatas di sektor informal seperti pembantu rumah tangga yang gajinya tentu tidak lebih tinggi dari sektor formal seperti pegawai kantoran.

Selain anak perempuan yang lebih tua, para kerabat ibu juga sering menjadi pengasuh pengganti. Diantaranya adalah ibu mereka sendiri atau sang nenek yang sudah memiliki pengalaman dalam hal mengurus anak. Status gizi anak dapat menjadi baik apabila pengasuh pengganti memiliki pengalaman dan pendidikan tentang mengasuh anak dan pengelolaan gizi anak (Glick, 2002). Pengalaman pengasuh pengganti dapat menjadi faktor perancu. Sedangkan di negara maju, di mana sudah tersedia jasa tempat penitipan anak atau daycare centre, para ibu lebih memilih menitipkan anak mereka di sana saat mereka harus bekerja.

2.2 Ibu Tidak Bekerja

Ibu yang tidak bekerja, tentunya memiliki waktu yang lebih banyak yang dapat dihabiskan bersama anak mereka. Mereka dapat mengatur pola makan anak, sehingga anak-anak mereka makan makanan yang sehat dan bergizi. Mereka juga dapat melatih dan mendidik anak, sehingga perkembangan bahasa dan prestasi akademik anak lebih baik jika dibandingkan dengan anak ibu yang bekerja (McIntosh dan Bauer, 2006). Hubungan yang dekat antara ibu dan anak, membuat sang anak lebih mudah berkomunikasi dengan ibu mereka pada saat mereka berada di tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau SMA.

(23)

membersihkan dan mengurus rumah (McIntosh dan Bauer, 2006).

Pada kasus keluarga miskin, ditambah dengan penghasilan yang ada hanya dari sang ayah, tanpa ada pemasukan dari si ibu, tentu saja kebutuhan pangan anak tidak dapat terpenuhi secara maksimal. Ibu tidak dapat membeli makanan yang bergizi dan berimbang yang memiliki harga sedikit lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan pangan anak mereka. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan anak tergangggu.

2.3 Status Gizi

2.3.1 Definisi Status Gizi

Status gizi adalah suatu bentuk ekspresif atau perwujudan dari keadaan keseimbangan nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al., 2001).

2.3.2 Penilaian Status Gizi

Status gizi dapat dinilai secara langsung dan secara tidak langsung (Supariasa et al., 2001).

1. Penilaian status gizi secara langsung a. Antropometri

Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinnya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi seseorang (Supariasa et al., 2001). Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Metode ini yang paling banyak digunakan dalam program pemantauan gizi populasi dalam suatu masyarakat.

(24)

Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa et al., 2001).

Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Supariasa et al., 2001). Menurut Supariasa et al. (2001) setiap indikator memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yaitu:

Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Kelebihan indikator BB/U yaitu dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek, dan dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan indikator BB/U yaitu interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedema, data umur yang akurat sering sulit diperoleh terutama di negara-negara yang sedang berkembang, kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi dan anak yang bergerak terus, masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap sebagai barang dagangan (Supariasa et al., 2001). • Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

(25)

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Kelebihan indikator BB/TB yaitu independen terhadap umur dan ras dan dapat menilai status kurus dan gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat lain. Sedangkan kelamahan indikator BB/TB yaitu kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi dan anak bergerak terus, masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan, kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita, kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non profesional, tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal atau tinggi (Supariasa et al., 2001).

Walaupun setiap indikator memiliki kelebihan dan kelemahan, indikator status gizi BB/TB adalah indikator terbaik yang menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik (Supariasa et al., 2001).

b. Klinis

Metode pengukuran ini berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai gejala klinis akibat defisiensi zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari perubahan pada jaringan tubuh manusia, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral. Metode ini digunakan untuk survei klinis secara cepat untuk mendeteksi tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi (Supariasa et al., 2001). c. Biokimia

(26)

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti buta senja epidemik (Supariasa et al., 2001).

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung a. Survei Konsumsi Makanan

Metode ini dilakukan dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Hal ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa et al., 2001).

b. Statistik Vital

Pengukuran statistik vital adalah dengan menganalisa beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa et al., 2001).

c. Faktor Ekologi

Digunakan untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat (Supariasa

et al., 2001).

2.3.3 Ambang Batas Indeks Antropometri Gizi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, indeks antropometri yang sering digunakan sejak tahun 1972 untuk menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa et al., 2001).

(27)

1. Persen terhadap median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Nilai median dikatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu, dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas.

2. Persentil

Ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari suatu populasi. National Centre for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke-5 sebagai batas gzi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.

3. Standar Deviasi

Standar deviasi atau Z-score, digunakan untuk meneliti dan memantau pertumbuhan.

Z-Score digunakan di Indonesia sebagai ambang batas penentuan status gizi (Menteri Kesehatan RI, 2002).

Cara menghitung nilai Z-Score :

Z-Score = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

2.3.4 Baku Rujukan Status Gizi

Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

reference. Baku rujukan untuk penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri yang digunakan di seluruh dunia adalah Harvard (Boston), WHO-NCHS, Tanner dan Kanada (Supariasa et al., 2001).

2.3.4.1Baku Rujukan Klasifikasi Status Gizi di Indonesia

(28)

menentukan Z-score atau standar deviasi (SD). Berikut adalah tabel klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS 1983:

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 1983

Indeks Status Gizi Ambang Batas

BB/U Gizi Lebih > + 2SD

Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2SD

Gizi Kurang < -2SD sampai ≥ -3SD

Gizi Buruk < -3SD

TB/U Normal ≥ 2SD

Pendek < -2SD

BB/TB Gemuk > +2SD

Normal ≥ -2SD sampai +2SD

Kurus (wasted) < -2SD sampai ≥ -3SD

(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian pada bab sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Keterangan:

Ibu

Ibu Bekerja Ibu Tidak Bekerja

(30)

tidak diteliti diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah ibu bekerja dan ibu tidak bekerja sebagai variabel bebas, serta status gizi anak balita sebagai variabel terikat.

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat sebagai batasan dalam penelitian yang bertujuan agar tidak terdapat makna ganda pada penelitian (Sastroasmoro et al., 2008).

3.2.1 Status Bekerja Ibu

1. Ibu bekerja : ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan.

2. Ibu tidak bekerja : ibu yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan dan hanya menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga.

Kedua variabel bebas di atas diukur dengan :

a. Alat ukur : kuesioner yang beirisikan data dasar ibu dan anak serta 9 pertanyaan lainnya (terlampir).

b. Cara ukur : wawancara

c. Hasil ukur : ibu bekerja atau ibu tidak bekerja d. Skala : nominal dikotom

3.2.2 Status Gizi Anak Balita

Status gizi anak balita: suatu bentuk ekspresif atau perwujudan dari keadaan gizi anak yang berusia di bawah lima tahun dalam bentuk variabel tertentu.

(31)

a. Alat ukur:

• Timbangan berat badan Camry® • Meteran pengukur tinggi badan

• Tabel antropometri BB/TB WHO-NCHS b. Cara ukur:

• Berat badan anak ditimbang dan tinggi badan diukur dengan menggunakan alat yang sudah ditentukan.

• Plot hasil pengukuran berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) pada tabel WHO-NCHS kemudian dapatkan nilai median.

• Gunakan nilai median pada rumus Z-Score untuk mendapatkan nilai Z-Score.

• Klasifikasikan status gizi anak balita berdasarkan hasil perhitungan Z-Score

sesuai dengan baku rujukan WHO-NCHS 1983. c. Hasil ukur:

• Gemuk : > +2SD

• Normal : ≥ -2SD sampai +2SD • Kurus : < -2SD sampai ≥ -3SD • Kurus Sekali : < -3SD

d. Skala ukur: Ordinal

3.2.2.1 Cara Menghitung Status Gizi Dengan Cara Z-Score

1. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran ≥ “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya :

Z-Score = Nilai Riel – Nilai Median SD Upper

2. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran < “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya :

(32)

(Bumi, 2005)

3.3 Hipotesis

1.Ada hubungan antara status ibu bekerja atau status ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita.

(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan sekat lintang ( cross-sectional), yaitu bertujuan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan kerja puskesmas Kecamatan Medan Tembung, yaitu Puskesmas Mandala yang berlokasi di Jalan Cucakrawa II Kecamatan Medan Tembung Kotamadya Medan. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 14-17 Juli 2011.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang berdomisili di Kecamatan Medan Tembung, Kotamadya Medan.

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel

(34)

4.3.2.2Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dua proporsi, dua kelompok independen, yaitu (Madiyono et al., 2008):

{ Zα √2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2}2 n1 = n2 =

(P1-P2)2

dengan:

n1 = jumlah ibu bekerja yang diperlukan sebagai sampel n2 = jumlah ibu tidak bekerja yang diperlukan sebagai sampel

Zα = nilai Z pada level of confidence tertentu

Zβ = nilai Z pada power of test tertentu

P1 = proporsi ibu bekerja dari penelitian terdahulu P2 = estimasi proporsi ibu bekerja

P1-P2 = estimasi selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi populasi (perbedaan yang dianggap berarti)

Q1 = 1-P1 Q2 = 1-P2

P = ½ ( P1 + P2 ) Q = 1-P

(35)

{ 1,96 √2 (0,358)(0,642) + 0,842 √(0,233)(0,767) + (0,483)(0,517)}2 n1 = n2 =

(0,233-0,483)2

n1 = n2 = 59, 87

Dilakukan pembulatan sehingga menjadi 60 sampel, yaitu diperlukan 60 sampel ibu yang bekerja dan 60 sampel lainnya adalah ibu yang tidak bekerja. Total keseluruhan subjek penelitian adalah 120 orang.

4.3.2.3Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

a. Ibu yang memiliki anak balita dan berdomisili di Kecamatan Medan Tembung.

b. Bersedia menjadi subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian oleh peneliti (informed consent)

2. Kriteria eksklusi:

a. Responden yang tidak mengisi semua pertanyaan pada kuesioner.

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode kuesioner yang telah dirancang dan disiapkan oleh peneliti dan pengukuran berat badan serta tinggi badan sampel secara langsung. Kuesioner dirancang untuk mengetahui data demografi atau data dasar dari responden serta status bekerja ibu. Berat dan tinggi badan yang diukur kemudian akan digunakan untuk menentukan status gizi balita.

(36)

Analisis data yang digunakan adalah dengan memakai bantuan program SPSS versi 17. Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah editing dimana pada tahap ini peneliti akan memeriksa kuesioner yang telah diisi, apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya. Kemudian coding, yaitu data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer. Tahap berikutnya adalah

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mandala yang berlokasi di Jalan Cucakrawa II Kecamatan Medan Tembung Kotamadya Medan.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

(38)

Tabel 5.1 Karakteristik responden

Karakteristik n (%)

Umur (tahun)

15-24 16 (13,33)

25-34 68 (56,67)

35-44 30 (25)

45-54 6 (5)

Total 120 (100)

Jumlah anak

< 3 orang 68 (56,7)

3 orang 29 (24,2)

> 3 orang 23 (19,2)

Total 120 (100)

Lama kerja

< 30 jam 17 (28,3)

30-39 jam 26 (43,3)

≥ 40 jam 17 (28,3)

Total 60 (100)

Tingkat pendidikan

(39)

SLTP 29 (24,2)

SMA 61 (50,8)

PT 23 (19,2)

Total 120 (100)

Pendapatan keluarga

Rp 300.000-500.000 43 (35,8)

Rp 500.000-1.000.000 24 (20)

Rp 1.000.000-2.000.000 32 (26,7)

> Rp 2.000.000 21 (17,5)

Total 120 (100)

Kebanyakan dari responden yang diwawancara dan masih memiliki anak balita, berusia 25-34 tahun dengan jumlah anak dalam satu keluarga satu atau dua orang. Dari 60 responden yang bekerja, hampir setengah dari mereka bekerja dan meninggalkan anak di rumah atau dengan pengasuh pengganti dalam rentang waktu 30-39 jam perminggunya. Pendidikan tertinggi yang dicapai oleh setengah dari responden adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian peneliti mendapatkan sepertiga dari responden mengaku memiliki pendapatan keluarga sebesar Rp 300.000-500.000.

Tabel 5.2 Jenis pekerjaan responden

Jenis Pekerjaan n (%)

Guru 8 (13,4)

Karyawan 3 (5)

Pedagang ayam 2 (3,4)

Pedagang kue keliling 18 (30)

Pedagang sayur 8 (13,4)

(40)

Pembantu rumah tangga 7 (11,6)

Pengantar parsel 2 (3,4)

Penjahit 4 (6,6)

Penjual kain 1 (1,6)

Perawat dokter gigi 2 (3,4)

Tukang cuci 2 (3,4)

Usaha kedai nasi 2 (3,4)

Total 60 (100)

Tabel 5.2 menunjukkan mayoritas dari 60 responden yang bekerja, memiliki sumber pendapatan dari hasil berdagang kue. Pekerjaan sebagai guru, pedagang sayur, dan pembantu rumah tangga menempati posisi kedua terbanyak setelah pedagang kue keliling.

Setiap anak balita responden ditimbang berat badan dan diukur tinggi badannya. Kemudian peneliti mendapatkan hasil status gizi anak balita dengan baku standard WHO-NCHS 1983 dengan ambang batas Z-Score. Distribusi frekuensi status gizi balita responden dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3 Status gizi anak balita responden

Status Gizi Anak Balita n (%)

Normal 76 (63,3)

Gemuk 6 (5,0)

Kurus 27 (22,5)

Kurus Sekali 11 (9,2)

Total 120 (100)

(41)

Peneliti mengelompokkan status gizi anak dari status gizi normal, gemuk, kurus dan kurus sekali menjadi lebih sederhana yaitu status gizi normal dan status gizi malnutrisi. Status gemuk, kurus dan kurus sekali termasuk ke dalam status gizi malnutrisi. Sehingga jumlah total status gizi normal tetap 76 anak dan status gizi malnutrisi adalah 44 anak. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam pengolahan data statistik.

Tabel 5.4 Hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi balita

Status Bekerja Ibu

Status Gizi Anak Balita

Total P

Normal n (%)

Malnutrisi

n (%)

Bekerja 42 (70) 18 (30) 60 0,130

Tidak Bekerja 34 (56,7) 26 (43,3) 60

Total 76 44 120

(42)

5.1.4 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Status Gizi Anak Balita

Peneliti mengelompokkan lama kerja dalam satu minggu yang dilakukan oleh 60 responden yang bekerja dengan di bawah 30 jam dikategorikan sebagai kerja ringan, 30-39 jam dikategorikan sebagai kerja sedang, dan lebih dari atau sama dengan 40 jam adalah kerja berat.

Tabel 5.5 Hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita

Lama Kerja

Status Gizi Anak Balita

Total P

Tabel 5.5 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan status gizi anak balita.

5.2 Pembahasan 5.2.1 Umur Ibu

(43)

juga tampak bahwa 11% dari total angka fertilitas ditempati oleh bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu pada masa reproduksi muda yaitu 15-19 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian umur responden terbanyak yang masih memiliki balita adalah pada ibu yang berumur 25-34 tahun yaitu sebanyak 68 orang atau 56,67%. Rentang usia ini masih termasuk ke dalam rentang usia reproduksi sehat sesuai dengan yang dikemukakan oleh Himawan (2006). Mereka yang tergolong ke dalam usia reproduksi sehat memiliki fisik yang sehat dan pemikiran yang lebih dewasa dalam pengambilan keputusan dalam berumah tangga jika dibandingkan dengan ibu yang sudah memiliki anak di usia muda (15-19 tahun). Angka kematian ibu, balita dan neonatus juga lebih tinggi pada ibu yang berumur dibawah 20 tahun jika dibandingkan dengan yang berusia di atas 20 tahun (WHO, 2010).

Survey yang telah dilakukan oleh Demographic and Health Statistic (DHS) pada beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa proporsi umur ibu 15-19 tahun dan 40-49 tahun menderita Kurang Energi Kronik (KEK) lebih besar daripada ibu dengan usia reproduksi sehat (20-35 tahun) (Girma dan Genebo, 2002). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Teller dan Yimar pada tahun 2000 dalam penelitian mereka di negara Ethiopia, bahwa ibu dengan usia reproduksi muda dan tua adalah ibu yang rentan untuk mengalami status gizi kurang (dalam Girma dan Genebo, 2002). Dengan rendahnya status gizi ibu, mereka tidak dapat merawat anak mereka sebagaimana mestinya, terjadi penurunan kualitas ASI dan penyakit infeksi lebih sering melanda ibu yang mengalami malnutrisi yang nantinya pun akan menular kepada anak-anak mereka.

(44)

mendapatkan anak dari ibu yang lebih muda sama sehatnya dengan anak yang lahir dari ibu yang lebih tua.

5.2.2 Jumlah Anak

Jumlah anak dalam suatu keluarga juga menentukan status gizi anak. Pada tahun 1988-1991 besar keluarga atau sering disebut family size di Indonesia rata-rata adalah tiga anak, sedangkan pada tahun 2005 terjadi penurunan angka fertilitas yaitu setiap wanita melahirkan 2 orang anak (WHO, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, setengah dari responden (56,7%) hanya memiliki 1 atau 2 anak, 29 (24,2%) responden memiliki 3 orang anak dan hanya 23 (19,25%) responden yang memiliki anak lebih dari 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah sudah berjalan dengan baik jika dibandingkan dengan wanita Indonesia pada tahun 1970 yang memiliki anak berjumlah 6-7 orang. Jika para ibu di Indonesia tidak mengikuti program KB pemerintah maka angka paritas di atas tiga akan memiliki dampak negatif kepada para ibu dan anak-anak mereka. Penurunan intake makanan, penurunan akses ke pelayanan kesehatan, dan peningkatan paparan anak terhadap agen infeksius adalah beberapa efek yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki anak lebih banyak dari rata-rata (Miller dan Rodgers, 2009).

5.2.3 Jenis Pekerjaan dan Lama Kerja

Era globalisasi yang menuntut para ibu untuk mencari nafkah menambah penghasilan suami sudah terjadi sejak tahun 80-an (Bacchus dan Foster, 2005). Selain harus membersihkan rumah dan melakukan pekerjaan rumah tangga, para wanita harus bekerja di luar rumah. Mulai dari pekerjaan yang formal seperti pegawai kantoran, manajer perusahaan, atau sekretaris hingga pekerjaan yang non-formal seperti pembantu rumah tangga, buruh kasar dan lain-lain (Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, 2006).

(45)

oleh responden yang bekerja sangat beragam. Pekerjaan formal seperti guru, karyawan, pegawai supermarket, dan perawat dokter gigi adalah sebanyak 14 orang (23,4%). Sedangkan pekerjaan di bidang non-formal seperti pedagang ayam, pedagang kue keliling, pedagang sayur, pembantu rumah tangga, pengantar parsel, penjahit, dan penjual kain merupakan pekerjaan terbanyak yang dilakukan oleh 46 responden lainnya (76,6%).

Tampak bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia untuk kaum wanita masih banyak berada di sektor informal. Heriyadi (2010) mengatakan bahwa pekerjaan di sektor informal sangat berhubungan dengan kemiskinan, manajemen aset dan strategi mata pencaharian. Dia juga mengatakan bahwa ibu yang bekerja di sektor informal memiliki upah rendah. Hal ini akan berdampak pada kemampuan ibu untuk membeli makanan yang bergizi dan lebih mahal. Di Indonesia kemiskinan yang terjadi akibat kurangnya lapangan kerja yang tersedia dan krisis ekonomi sangat berbeda efeknya pada keluarga yang tinggal di perkotaan dengan di pedesaan (Wediawaty, 2010). Wediawaty juga menambahkan bahwa pada seorang ibu yang tinggal di desa jika ia tidak dapat membeli makanan yang lebih mahal, maka ia akan mengantisipasi hal tersebut dengan menanam sayur-sayuran yang bernilai gizi baik atau dengan memelihara ayam dan mengambil produksi telurnya demi kepentingan gizi anak lebih tepatnya untuk perkembangan otak anak-anak mereka. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dengan luas lahan yang sempit.

(46)

minggu untuk 5 hari kerja atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur yang ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 17 orang responden atau 28,3% ibu yang bekerja di atas 40 jam dalam satu minggu. Lama kerja yang terlalu berlebihan, dapat mengakibatkan kesehatan ibu menurun sehingga kualitas hidupnya pun akan terganggu. Banyak penelitian terdahulu yang mendapatkan bahwa akumulasi keletihan fisik dan beban mental yang mereka dapatkan dari pekerjaan mempengaruhi pola asuh anak yang akhirnya akan berimbas ke status gizi anak mereka (Verbrugge 1983, Floro 1995, Wolfe dan Haveman 1983 dalam Glick, 2002).

5.2.4 Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi lapangan kerja dan jenis pekerjaan yang tersedia bagi para kaum hawa. Fakta bahwa tingkat pendidikan anak perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak laki-laki dapat dilihat dari Data Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2002. Data tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan jender yang signifikan antara jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang putus sekolah pada tingkat Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu dari 10 anak yang putus sekolah, 7 anak adalah perempuan dan 3 anak lainnya adalah anak laki-laki (Departemen Pendidikan Nasional, 2002).

Maka daripada itu, pemerintah Indonesia mencanangkan program wajib belajar 9 tahun sejak tahun 1994 (Paslah, 2011). Wajib belajar 9 tahun adalah 6 tahun di tingkat SD dan 3 tahun di tingkat SLTP. Berdasarkan hasil penelitian, hanya 7 orang ( 5,8%) yang tidak mencapai program wajib belajar 9 tahun, sedangkan 113 orang lainnya (94,2%) lulus hingga tingkat SLTP bahkan sampai perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan para responden sudah memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan pendapatan yang lebih besar pula (Case

et al. (2002) dalam Doyle et al. (2005)).

(47)

tingkat pendidikan yang lebih baik, memiliki keahlian, pengetahuan dan pilihan yang lebih baik pula dalam menentukan nutrisi dan menjaga kesehatan anak mereka. Sebagai contoh, pengetahuan yang didapat oleh kaum perempuan seiring dengan berjalannya pendidikan mereka, akan mempengaruhi penentuan keputusan untuk

antenatal care, kebersihan di lingkungan rumah dan keinginan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk anak-anak mereka (Miller dan Rodgers, 2009).

5.2.5 Pendapatan

Sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Nomor 188.44/740/KPTS/2010 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan tahun 2011 yang telah diberlakukan, Upah Minimum Kota (UMK) setiap pekerja di kota Medan adalah sebesar Rp 1.197.000. UMK tersebut menunjukkan bahwa dengan Rp 1.197.000 yang diterima setiap pegawai setiap bulannya merupakan jumlah uang yang cukup untuk mendapatkan kehidupan yang layak (Pemko Medan, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 53 responden (44,2%) yang memiliki pendapatan keluarga di atas jumlah UMK sedangkan sisanya yaitu 67 orang atau 55,8% dari 120 orang yang diwawancara memiliki penghasilan (termasuk pendapatan suami) di bawah atau sama dengan Rp 1.000.000. Peneliti juga menemukan, responden yang memiliki penghasilan keluarga yang berada di rentang Rp 1.000.000-2.000.000 (sudah melampaui UMK yang telah ditetapkan oleh pemerintah), ternyata masih terdapat anak balita mereka yang memiliki status gizi kurang. Hal ini menunjukkan UMK yang ditetapkan dan dianggap dapat memberikan kehidupan yang layak ternyata tidak sesuai dengan yang ada di lapangan.

(48)

beli makanan bergizi dalam jumlah yang cukup untuk anak-anak mereka, air bersih, pakaian, rumah dengan ventilasi yang cukup, minyak goreng dengan kualitas bagus, tempat penimpanan makanan yang baik, alat-alat kebersihan diri, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik pula (Boyle et al. 2006, Hong et al. 2006, dalam Miller dan Rodgers, 2009).

Seguin et al. (2003) melakukan studi di Kanada yang membandingkan antara kesehatan pada anak keluarga menengah ke bawah dan keluarga menengah ke atas. Mereka mendapatkan bahwa anak yang berada di dalam keluarga yang miskin dan menengah ke bawah lebih cenderung memiliki derajat kesehatan yang buruk dan lebih sering masuk rumah sakit. Menurut Braveman et al. (2008) anak yang lahir dari ibu yang memiliki penghasilan dan tingkat pendidikan yang rendah cenderung prematur dan memiliki berat lahir rendah. Mereka juga mendapatkan bahwa anak yang tinggal di daerah yang miskin, dengan rumah yang terbuat dari timah lebih cenderung untuk keracunan timah yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak dan sel saraf lainnya.

5.2.6 Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu Tidak Bekerja dengan Status Gizi Anak Balita

(49)

memutuskan kebutuhan-kebutuhan mana yang lebih primer. Apalagi jika didukung dengan tingkat pendidikan ibu yang tinggi dan pengetahuannya yang luas dalam menjaga kesehatan anak-anak mereka.

Riyanto (2000) melaporkan bahwa dalam penelitiannya dengan subjek penelitian adalah ibu dengan anak batita yang bekerja dan tidak bekerja, mendapatkan ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan status gizi, tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein sampel dari ibu bekerja dan tidak bekerja. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fertig et al. (2009) di Amerika yang mendapatkan ada hubungan antara ibu yang bekerja dengan status gizi anak, yang ternyata pada ibu yang bekerja anak-anak mereka cenderung mengalami obesitas. Anak-anak tersebut menjadi obesitas diakibatkan oleh gaya hidup yang mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan cepat saji atau fast food.

5.2.7 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Status Gizi Anak Balita

(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Tidak terdapat hubungan antara status ibu bekerja atau ibu tidak bekerja dengan status gizi anak balita

2. Terdapat hubungan antara lama kerja dengan status gizi anak balita

(51)

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Dengan bekerjanya seorang ibu maka pendapatan keluarga akan lebih banyak, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi anak dengan membeli makanan yang bergizi dan tentunya lebih mahal bukanlah merupakan suatu hal yang dapat menjadi hambatan dalam penentuan pengeluaran rumah tangga.

2. Para ibu tidak perlu cemas dengan stigma bahwa jika ibu bekerja anak akan tidak terurus dan menjadi sakit, hal ini dapat disingkirkan dengan hasil yang didapat peneliti. Hanya saja para ibu harus lebih peduli dan memiliki pengetahuan yang luas dalam menjaga kesehatan anak, dapat dilakukan dengan rutin mengikuti kegiatan posyandu dan mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan di wilayah tempat tinggal.

3. Ibu yang bekerja dengan lama kerja yang tergolong kerja sedang dan berat dapat menitipkan anaknya kepada orang yang berpengalaman dalam hal mengurus anak seperti kepada nenek, adik ibu yang sudah memiliki anak yang tidak bekerja atau ke tempat penitipan anak pada saat mereka bekerja. Hal ini disarankan untuk menghindari pola makan anak yang tidak sehat seperti memakan makanan ringan yang mengandung pengawet dan penguat rasa buatan yang nantinya akan berdampak buruk kepada status gizi anak.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

AAP, 1984, The Mother Working Outside the Home. Pediatrics, 73: 874-875.

Abbi, Rita, Paul Christian, Sunder Gujral and Tara Gopaldas, 1988 The impact of maternal work status on the nutrition and health status of children. Diakses 24 Maret 2011, dari: http://www.greenstone.org

(53)

Braveman, Paula, Tabashir Sadegh-Nobari, Susan Egerter, 2008. Early Childhood Experiences: Laying the Foundation for Health Across a Lifetime. Issue Brief 1, San Francisco: University of California.

Bumi, Cindar, 2005. Pengaruh Ibu yang Bekerja Terhadap Status Gizi Anak Balita di Kelurahan Mangunwijan Kabupaten Demak. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Data Statistik Indonesia, 2005. Statistik Tenaga Kerja Indonesia. Diakses 24 Maret 2011,dari

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. In: Lembar Fakta UNICEF Pendidikan Untuk Anak Perempuan di Indonesia. Diakses 24 Oktober 2011, dari:

Depkes RI, 2011. Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2011. Diakses 10 Maret 2011, dari :

www.unicef.org/indonesia/girls_education_fact_sheet_final_ENG_1_.pdf

Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010. Rekapitulasi Surveilans Gizi Kota Medan Tahun 2010.

Doyle, Orla, Colm Harmon, Ian Walker, 2005. The Impact of Parental Income and Education on the Health of their Children. IZA Discussion Paper: 1832.

Encyclopedia of Child’s Health, n. d., Working Mothers. Diakses 24 Maret 2011 dari:

Engle, Patrice L, 2000. Urban Women: Balancing Work and Childcare. Washington, D.C.: IFPRI.

(54)

Fertig, Angela, Gerhard Glomm, Rusty Tchernis, 2009. The Connection Between Maternal Employment and Childhood Obesity: Inspecting the Mechanism.

Rev Econ Household 7: 227-255.

Gennetian, Lisa A., Heather D. Hill, Andrew S. London, Leonard M. Lopoo, 2009.

Mother’s Employment and Health of Low-Income Children. n.p.

Girma, Woldemariam dan Timotiows Genebo, 2002. Determinants and Nutritional Status of Women in Children in Ethiopia. Ethiopia Health and Nutrition Research Institute.

Glick, Peter, 2002. Women’s Employment and Its Relation to Children’s Health and Schooling in Developing. Cornel University, September 2002.

Heriyadi, 2010. Informal Sector: Solution or Problem? A Dillema on Street Vendors in Jakarta. Perencanaan Pembangunan, 4: 36-8.

Himawan, Arif Wahyu, 2006. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, 2006. 11(1): 59-72. [red]

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2004. Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Diakses 24 Oktober 2011, dari:

Khomsan, Ali, 2010. Perhatikan Masa Pertumbuhan Otak agar Anak Jadi Cerdas. In:

Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Sport, 3-6.

(55)

Kusumo, Rani Adriani B. dan Megawati Simanjuntak, 2009. Tingkat Kepuasan Keluarga Berpendapatan Rendah Terhadap Sumber Daya yang Dimiliki.

Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 2 (2): 122-136.

Lerner, Jacqueline, 2001. Maternal Employment and Child Outcomes. Diakses 13 April 2011, dari:

Madiyono, Bambang et al., 2008. Perkiraan Besar Sampel. In: Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael (Eds.). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, ed. 3. Jakarta: Sagung Seto, 302-31.

McIntosh, Kelly L. and William Bauer, 2006. Working Mothers vs Stay At Home Mothers: The Impact on Children. Marietta College.

Mehrota, Sushma, n. d. The Working Mother. Diakses 7 Maret 2011, dari:

Menteri Kesehatan RI, 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI: Klasifikasi Status Gizi Anak di Bawah Umur Lima Tahun (Balita). Diakses 5 April 2011, dari:

Miller, Jane E. dan Yana V. Rodgers, 2009. Mother’s Education and Children’s Nutritional Status: New Evidence From Cambodia. Asian Development Review, 26 (1): 131-165.

perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//.../1223/.../KMK920-0802-G.pdf

Moestue, H. dan S. Huttly, 2008, Adult Education and Child Nutrition: The Role of Family and Community. J Epidemiol Community Health, 62:153-159.

Murtagh, Lindsey dan Anthony D. Moulton, 2011, Working Mothers, Breastfeeding, and the Law. American Journal of Public Health, 101(2): 217-223.

(56)

Ong, Gary, et al., 2001. Impact of Working Status on Breastfeeding in Singapore.

European Journal of Public Health, 15(4): 424-430.

ONS, 2008. Work and Family. Diakses 15 Maret 2011, dari:

Paslah, Asroni, 2011. Pencapaian Program Wajib Belajar 9 Tahun. Diakses 19

November 2011, dari:

Pemko Medan, 2010. Berita Pemko Medan: Upah Minimum Kota Medan Tahun2011. Diakses 24 Oktober 2011, dari:

Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan, 2010. Diakses 1 April 2001, dari: pusdatinaker.balitfo,depnakertrans.go.id

Reynolds, Tracey, Claire Callender, Rosalind Edwards, 2003. Caring and Counting:

The Impact of Mothers’ Employment on Family Relationships. The Policy Press.

Riyanto, Sigit Joko, 2000. Status Bekerja Ibu dan Implikasinya Terhadap Status Gizi Anak Batita di Desa Sidomulyo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.

[Abstrak].

Rothenberg, Pearila Brickner dan Phillis E. Varga, 1981. The Relationship between Age of Mother and Child Health and Development. AJPH, 71(8): 810-17.

(57)

Sastroasmoro, Sudigdo, Djajadiman Gatot, Nartono Kadri, Purnamawati S. Pudjiarto, 2008. Usulan Penelitian. In: Sudigdo Sastroasmoro dan Ismael Sofyan (Eds.).

Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, ed. 3. Jakarta: Sagung Seto, 29-57. Sediaoetama, Achmad D, 2006. Menilai dan Menyusun Hidangan. In: Ilmu Gizi:

Untuk Mahasiswa dan Profesional. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 1-24.

Sediaoetama, Achmad D, 2008. Ruang Lingkup Ilmu Gizi. In: Ilmu Gizi: Untuk Mahasiswa dan Profesional. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 1-15. Seguin, Louise et al., 2003. Effect of Low Income on Infant Health. Canadian

Medical Association Journal, 168 (12): 1533-38.

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachtiar Bakri, Ibnu Fajar, 2001. Metode Penilaian Status Gizi. In: Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC, 17-24.

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachtiar Bakri, Ibnu Fajar, 2001. Antropometri Gizi. In:

Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC, 27-83.

Tjaja, Ratna P, 2000. Wanita Bekerja dan Implikasi Sosial. Naskah No. 20, Juni-Juli 2000.

UNICEF. 2007. Inequality in Employment. Diakses 3 April 2011, dari:

UNICEF. 2010. At A Glance: Indonesia. Diakses 3 April 2011, dari:

Wediawaty, Rosy, 2010. Poverty, Crisis and Early Childhood Development.

(58)
(59)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Foto

Nama : Utari Purnama

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 04 Agustus 1990

Agama : Islam

Alamat : Komp. Johor Indah Permai Blok B No. 47 Medan Telepon : 061-7864003 / 083199021084

Orang Tua : Ayah : dr. Sanusi Piliang, Sp.OG

Ibu : Ir. Eka Rezeky Yanti Danil, MM

Riwayat Pendidikan : 1. TK Swasta Harapan I Medan TA 1994-1996 2. SD Swasta Harapan I Medan TA 1996-2002 3. SMP Swasta Harapan I Medan TA 2002-2005 4. SMA Negeri I Medan TA 2005-2008

Riwayat Pelatihan : ----

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO-NCHS 1983
Tabel 5.1 Karakteristik responden
Tabel 5.2 Jenis pekerjaan responden
Tabel 5.2 menunjukkan mayoritas dari 60 responden yang bekerja, memiliki
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi Ibu dengan status gizi balita di Desa Selodoko Kecamatan Ampel

Tingkat kehadiran berperan penting terhadap status gizi anak balita, penting bagi ibu untuk aktif berkunjung ke posyandu untuk memantau kesehatan dan gizi

Judul : HUBUNGAN ALOKASI WAKTU DAN TINGKAT PENDA- PATAN IBU RUMAHTANGGA YANG BEKERJA D I SEKTOR INFORMAL DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA (Studi Kasus Pada Tiga

Simpulan: Terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi balita di Posyandu Durian Desa Duet Kecamatan Wates Kabupaten Kediri.. Kata kunci: Status Pekerjaan,

Dari data hasil observasi di Puskesmas Baregbeg Kabupaten Ciamis, di dapat bahwa dari 13 (61.90%) balita yang mengalami gizi buruk memiliki ibu dengan status ibu bekerja di

Akan tetapi faktor tidak langsung pun juga mungkin dapat mempengaruhi status gizi dari balita antara lain seperti tingkat pengetahuan yang kurang sehingga berkurang pula

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustika (2015) terkait pola asuh makan antara ibu bekerja dan tidak bekerja dan faktor yang mempengaruhi status gizi

Saran dalam penelitian ini ditujukan kepada Ibu baik bekerja tidak bekerja perlu mempertahankan dan meningkatkan pengetahuannya tentang gizi pada anak usia 4-6