TUGAS AKHIR
PROSEDUR PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh PASAL 21) ATAS PEGAWAI TETAP
(Studi Penelitian : PT.RAJAWALI NUSINDO MEDAN)
DIAJUKAN O L E H
WIRA PRANANTA GINTING 082600073
Untuk memenuhi salah satu syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa dan berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
Penyusunan tugas akhir ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Diploma pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dalam penulisan tugas akhir ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Badarudin.M.Si,selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs Alwi Hashim Batubara.M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak H.Harmaini Hasan SH.MM, selaku dosen pembimbing yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam menyusun tugas akhir ini dari awal
hingga selesai tugas akhir ini
4. Kedua orang tua ku tercinta, Maju Ginting dan ibu ku Intan Purba yang telah
memberikan banyak hal dalam hidup ini dan juga kedua adik ku, Ruth Ginting dan
Rachel Ginting.
5. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
6. Ibu Chairani Harahap.SE selaku kepala cabang PT.Rajawali Nusindo cabang
Medan.
7. Bapak Supervisor Johanis tarigan, Bapak Herman, terima kasih atas bantuannya.
Akhirnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara
tidak langsung membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini
Medan, Juni 2011
Hormat Saya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR BAGAN DAN TABEL DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang PKLM 1
B. Tujuan Dan Manfaat PKLM 3
C. Uraian Teoritis 5
D. Ruang Lingkup PKLM 7
E. Metode PKLM 8
F. Metode Pengumpulan Data 9
G. Sistematika Penulisan PKLM 10
BAB II GAMBARAN UMUM PT.RAJAWALI NUSINDO CABANG MEDAN A. Sejarah Singkat Perusahaan 12
B. Visi Dan Misi Perusahaan 15
C. Nilai-Nilai Perusahaan 15
D. Struktur Organisasi Perusahaan 16
E. Struktur Organisasi Dalam Penggajian 18
F. Makna Logo Perusahaan 19
G. Penggolongan karyawan 20
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pengertian Pajak 21
2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 22
B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan 24
C. Pemotong Pajak Penghasilan 25
D. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 27
E. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 32
2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 33
G. Tarif Pajak Penghasilan 39
H. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 40
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
A. Prosedur Pemotongan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21
Atas Pegawai Tetap Pada PT.rajawali Nusindo Cabang Medan 46
B. Objek dan Subjek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT.
Rajawali Nusindo Cabang Medaan
C. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai
Tetap Pada PT.Rajawali Nusindo Medan. 50
D. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Tetap Pada
PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 53
B. Saran 55
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mamdiri.
Penerimaan suatu negara salah satunya berasal dari pendapatan pajak, dan
pajak itu sendirilah yang menjadi masalah pokok suatu negara. Setiap orang disuatu
negara pasti dan selalu berhubungan dengan pajak, sehingga masalah pajak juga
menjadi masalah seluruh rakyat. Dengan demikian, setiap orang sebagai anggota
masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan
dengan pajak. Dilain pihak diharapkan terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak sehingga pendapatan negara dari sektor penerimaan pajak
akan meningkat.
Di Indonesia, sistem pemungutan pajak adalah self assessment yaitu wajib
pajak yang mendaftarkan dirinya sendiri kemudian menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri Pajak Penghasilan terutang. Sedangkan salah satu fungsi
Direktorat Jenderal Pajak menurut ketentuan Undang-Undang Perpajakan adalah
melakukan pengawasan terhadap seluruh masyarakat atas pelaksanaan sistem self
assessment itu sendiri, sehingga Direktorat Jenderal Pajak diberikan wewenang
dibidang perjakan antara lain : pengukuhan masyarakat sebagai wajib pajak,
penetapan besarnya pajak terutang apabila masyarakat tersebut tidak membayar pajak
tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Perpajakan.
Dewasa ini, masyarakat diharapkan sudah dapat memahami sistem
Pemungutan Pajak Penghasilan dimana sandaran hukum pajak penghasilan (PPh pasal
21) adalah Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
PPh). Sebagai operasionalisasi Pasal 21 UU PPh ini adalah Keputusan Dirjen Pajak
Nomor 545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-15/PJ./2006,PER-31/PJ/2009, dan PER-57/PJ/2009 (selanjutnya disebut juklak
PPh Pasal 21). Dengan berlakunya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, seluruh pegawai
tetap, baik di instansi pemerintah maupun swasta diwajibkan untuk membayar pajak
atas penghasilannya setiap bulan.
Namun faktanya, sampai saat ini masih banyak ditemukan berbagai
permasalahan didalam pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai
Tetap. Masalah ini timbul dikarenakan informasi yang diperoleh para pegawai tetap
tersebut tidak selamanya dimengerti, dimana perusahan atau badan usaha lainnya
disebut sebagai Pemotong PPh Pasal 21 masih salah didalam melakukan
penghitungan sehingga para pegawai merasa dirugikan secara material.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul : “Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap”. (Studi Penelitian : PT. Rajawali
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib
dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III
Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat penulis dalam melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :
a) Untuk mengetahui Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo
Cabang Medan.
b) Untuk mengetahui tata cara penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo
Cabang Medan.
c) Untuk mengetahui kendala-kendala dalam Penghitungan Pemotongan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali
Cabang Nusindo Medan, serta upaya untuk mengatasi kendala tersebut.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :
Bagi mahasiswa :
a) Mendorong mahasiswa untuk belajar, mengetahui bagaimana
menjadi tenaga ahli yang siap pakai.
b) Untuk menciptakan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta
kedisiplinan yang nantinya sangat dibutuhkan ketika memasuki
c) Menambah motivasi belajar untuk mengetahui bagaimana situasi
dunia kerja yang sebenarnya.
d) Merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan
pekerjaaan secara efisien dan efektif melalui Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM).
e) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa, sehingga
dapat meningkatkan potensi yang ada didalam dirinya untuk
menjadi pegawai perusahaan yang berkualitas tinggi.
f) Memahami prosedur pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 21.
Bagi Perusahaan PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan :
a) Dengan dilaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM),
mahasiswa dituntut sumbangsihnya terhadap perusahan, baik
berupa kritikan yang membangun dan menjadi sumber masukan
untuk meningkatkan kinerja di lingkungan perusahaan tersebut.
b) Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara
perusahaan dengan Universitas Sumatera Utara.
c) Untuk mengantisipasi kebutuhan dunia kerja sebagai pengguna
utama lulusan Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas
Sumatera Utara.
Bagi Universitas Sumatera Utara :
a) Guna mempromosikan sumber daya manusia yang ahli sesuai
dengan bidang keahliannya.
b) Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta
menetapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam
c) Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang
dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khususnya
Universitas Sumatera Utara.
d) Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fisip USU dengan instansi yang bersangkutan dalam
memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima
mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
C. Uraian Teoritis.
1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau
diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
2. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah :
a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b) Bendahara Pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c) Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.
d) Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa
tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan,
pelatihan dan magang.
e) Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 :
a) Pegawai tetap.
b) Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola
proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor
MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
c) Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli
warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d) Penerima honorarium.
e) Penerima upah.
f) Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,
Penilai).
g) Peserta Kegiatan.
4. Penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap :
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan
Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri
sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
5. Pengertian biaya jabatan dan besar tarif biaya jabatan :
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp
6. Besarnya PTKP untuk pegawai tetap mulai (1Januari - 2009):
a) Untuk diri pegawai :
setahun = Rp 15.840.000,00
sebulan = Rp 1.320.000,00
b) Tambahan untuk pegawai yang kawin :
setahun = Rp 1.320.000,00
sebulan = Rp 110.000,00
c) Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.320.000,00
7. Tarif yang digunakan mulai (1Januari - 2009) :
a) Sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 5 %
b) Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 = 15 %
c) Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 = 25 %
d) Di atas Rp 500.000.000,00 = 30 %
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin mengetahui
beberapa masalah berikut :
a) Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas
Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.
b) Untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku bagi setiap Pegawai
Tetap pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.
c) Untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin terjadi pada perusahaan
saat Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi
yang sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut :
a) Tahap Persiapan :
Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan mulai dari pengajuan
judul dan lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), pembuatan
proposal, pemberian dosen pembimbing, permohonan surat
jalan/permohonan dari fakultas, dan sebagainya
b) Studi literatur :
Dalam hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku - buku yang berkaitan
dengan kegiatan yang akan dilakukan penulis dalam melaksanakan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri.
c) Observasi lapangan :
Penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek Praktik Kerja
Lapangan Mandiri untuk mengetahui bagaimana Prosedur Penghitungan
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT.
Rajawali Nusindo Cabang Medan.
d) Pengumpulan data :
Mengumpulkan data mengenai “Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo
Cabang Medan”
1) Data Primer :
Bersumber dari pihak yang memahami tentang Prosedur Penghitungan
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT.
2) Data Sekunder :
Bersumber dari buku - buku tentang Prosedur Penghitungan
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap.
e) Analis dan evaluasi :
Penulis menganalisa dan mengevaluasi data mengenai Prosedur
Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai
Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.
F. Metode Pengumpulan Data.
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik
Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut :
a) Wawancara (Interview) :
Yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang
terkait mengenai hal - hal yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti.
b) Daftar Observasi (Observation Guide ):
Melakukan kegiatan pengamatan langsung tentang objek PKLM yang
tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran dari sumber data yang
perlu.
c) Dokumentasi :
Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi misalnya dengan
mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti peraturan
pemerintah yang berlaku, Undang-Undang Perpajakan, data mengenai
Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai
Tetap.
G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang
menjadi dasar pemilihan dalam penyusunan laporan, tujuan dan
manfaat, ruang lingkup, metode praktik, metode pengumpulan data
serta sistematika penulisan laporan.
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat perusahaan yang
akan diteliti, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi
gambaran pegawai.
BAB III : GAMBARAN DATA DAN HASIL PKLM
Pada bab ini penulis menguraikan ketentuan-ketentuan yang
mengenai PPh pasal 21, objek dan subjek pajak PPh pasal 21,
perubahan-perubahan pada perundang-undangan, cara pemotongan,
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis akan membahas dan menganalisa kemudian
mengadakan evaluasi serta interprestasi untuk menjawab
perumusan masalah yang diajukan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis mengemukakan tentang kesimpulan dan saran
mengenai objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan permasalahan
yang penulis hadapi selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
BAB II
GAMBARAN UMUM
PT. RAJA WALI NUSINDO MEDAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan
Ada banyak jenis perusahaan di Indonesia, baik perusahaan yang bergerak
dibidang jasa, penjualan barang-barang, pertanian, industri ataupun konstruksi
bangunan. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Rajawali Nusindo) merupakan salah
satu perusahaan tertua di Indonesia dengan ukiran sejarah yang cemerlang. Pada
awalnya Perusahaan bernama Kian Gwan Company Limited NV didirikan dengan
akta No.85 dari Tan A Sioe Notaris di Semarang tanggal 22 Juli 1955 yang bernaung
di dalam grup Oei Tiong Ham Concern. Anggaran dasar telah mengalami perubahan
dengan akta No. 91 tanggal 30 Agustus 1955 dari Notaris yang sama dan telah
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.J.A.1/103/13 tanggal 5
November 1955. Pada tahun 1961 perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh
Pemerintah RI berdasarkan Keputusan Pengadilan Ekonomi No.32/1961 EKS tanggal
10 Juli 1961 yang kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Mahkamah Agung RI
No.5/Kr/K/1963 tanggal 27 April 1963 dimana kegiatan perusahaan berada dibawah
penguasaan Menteri / Jaksa Agung untuk selanjutnya pada tanggal 20 Juli 1963
penguasaan diserahterimakan dari Jaksa Agung kepada Menteri Urusan Pendapatan
Pembiayaan dan Pengawasan (P3) yang sekarang menjadi Departemen Keuangan
Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kompartemen Keuangan
tanggal 19 Agustus 1964 No.0642/M.K.3/64 dari seluruh harta Oei Tiong Ham
Concern oleh Pemerintah dipergunakan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah dalam
Nusantara Indonesia termasuk di dalamnya seluruh saham Kian Gwan Company
Indonesia Limited NV.
Dalam perkembangannya sesuai dengan akte No.5 dari Joeni Moelyani
Notaris di Semarang tanggal 1 Pebruari 1971 telah diadakan perubahan Anggaran
Dasar Perseroan Kian Gwan Company Indonesia Limited NV dengan merubah nama
perusahaan tersebut menjadi PT. Rajawali Impor Ekspor dan pada tanggal 18 Juni
1971 terjadi lagi perubahan Anggaran Dasar Perseroan dengan akta No.37 dari
Notaris yang sama dengan merubah kembali nama perusahaan menjadi PT.
Perusahaan Impor Ekspor Rajawali Nusindo dan perubahan tersebut telah mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.J.A.5/138/3 tanggal 23 September 1971.
Pada tanggal 27 Juni 1975 Anggaran Dasar mengalami perubahan kembali dengan
menyatakan seluruh saham PT. PIE Rajawali Nusindo dimiliki oleh PT. PPEN
Rajawali Nusantara Indonesia. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan terjadi kembali
pada tanggal 6 Agustus 1981 dengan meningkatkan modal perseroan dan telah
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.C2-5684.HT.01.04.TH.83.
Pada tanggal 29 Mei 1995 dengan akta No. 107 dari Imas Fatimah SH. Notaris di
Jakarta terjadi lagi perubahan Anggaran Dasar Perseroan dengan peningkatan modal
dan menyingkat nama PT. Perusahaan Impor Ekspor Rajawali Nusindo menjadi PT.
Rajawali Nusindo dan perubahan anggaran dasar telah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman RI No.C2-7539.HT.01.04.TH.96 tanggal 6 Maret 1996.
Kemudian Anggaran Dasar mengalami perubahan kembali dengan akta No.88 dari
Notaris Sutjipto SH tanggal 17 Juli 1996 tentang peningkatan modal dan perubahan
tersebut telah pula mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI
No.C2-HT.01.04.A.805 tanggal 25 Januari 1997. Pada tanggal 8 Juli 1998 Anggaran Dasar
tentang maksud dan tujuan serta perubahan struktur permodalan. Perubahan tersebut
telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI
No.C2-18.868.HT.01.04.TH.98 tanggal 2 Oktober 1998. Terakhir Anggaran Dasar Perseroan
mengalami perubahan kembali dengan akta No.32 dari Notaris Sutjipto SH tanggal 12
Juni 2001 tentang penggabungan PT Rajawali Nusindo ke dalam PT Rajawali
Nusantara Indonesia. Perubahan Anggaran tersebut telah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No.C-05796.HT.01.04.TH.2001
tanggal 14 Agustus 2001. Pada tanggal 31 Oktober 2004 dengan akta nomor 4 dari
Nanda Fauz Iwan, SH, M.Kn, notaris yang berkedudukan di Jakarta, terjadi lagi
perubahan tentang pemisahan unit distribusi dan perdagangan PT. Rajawali Nusantara
Indonesia menjadi anak perusahaan sendiri dengan nama PT. Rajawali Nusindo.
Pendirian perseroan tersebut telah disetujui oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara nomor S-244/MBU/2004 tanggal 4 Mei 2004 serta telah mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
nomor C-16617 HT.01.01.TH.2004 tanggal 2 Juli 2004.
Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham,
yang dihadiri oleh Pemegang Saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga)
bagian dari jumlah seluruh saham yang mempunyai hak suara yang sah dan disetujui
oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara tersebut. Perubahan
tersebut harus dibuat dengan akta Notaris dan dalam Bahasa Indonesia serta
dilaporkan kepada Menteri Kehakiman Replubik Indonesia dan didaftarkan dalam
B. Visi Dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan (Vision) :
1. Menjadi perusahaan Distribusi & Trading Terbaik dan Terpercaya
Misi Perusahaan (Mission) :
1. Memberdayakan seluruh karyawan sebagai asset yang berharga untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan
2. Senantiasa mengembangkan kemitraan dengan prinsipal yang menghasilkan
produk berkualitas
3. Tak henti meningkatkan teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan
4. Selalu menjaga efektivitas dan efisiensi
5. Secara berkesinambungan mendorong semangat perubahan ke arah perbaikan
kinerja yang terus menerus.
C. NILAI - NILAI PERUSAHAAN
Pencanangan Spirit of Change memunculkan komitmen bersama (Thinking and doing Together) yang merupakan tonggak fundamental yang kuat dalam membangun budaya dan nilai-nilai luhur yang merupakan kunci utama PT. Rajawali
Nusindo meraih sukses.
Budaya dan Nilai - nilai luhur PT. Rajawali Nusindo tercermin pada setiap
individu dalam bentuk:
1. Kepedulian dan sikap tanggap untuk selalu selangkah lebih maju.
2. Komitmen memupuk rasa tanggung jawab, dan kebersamaan untuk menjadi
mitra terpercaya dan disegani.
3. Kemauan untuk senantiasa berubah menjadi lebih baik.
5. Kemampuan untuk menjalankan fungsinya secara profesional dan
menciptakan serta membangun nilai-nilai positif dalam wadah PT. Rajawali
Nusindo.
D. Struktur Organisasi Perusahaan
Setiap orang tentu mempunyai tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Tujuan
itu akan berbeda bagi setiap orang antara lain karena pengaruh pengetahuan dan
pengalamannya berbeda. Namun demikian setiap orang akan sama dalam satu hal
yaitu ingin mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, antara lain
kebutuhan akan sandang pangan, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk
bergaul, kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan diakui keberhasilannya. Oleh
karena manusia secara kodrat terbatas kemampuannya maka dia tidak dapat
memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Dia harus bekerja sama dengan orang lain
untuk mencapai tujuannya, atau berorganisasi.
Jika memiliki organisasi maka memiliki struktur organisasi, struktur organisasi
adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang ada didalamnya
terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan
tertentu dalam kesatuan yang utuh.
Semakin besar suatu perusahaan semakin kompleks masalah yang dihadapi,
maka semakin dibutuhkannya pedelegasian tugas sehingga setiap pegawai akan
mengetahui kepada siapa pegawai tersebut akan mempertanggungjawabkan pekerjaan
yang dilimpahkan kepadanya serta apa wewenangnya dalam suatu perusahaan.
Demikian halnya dengan PT. Raja Wali Nusindo, dimana perusahaan ini juga
membentuk struktur organisasi. Adapun struktur organisasi pada perusahaan ini
E. Struktur Organisasi yang terkait dalam sistem penggajian :
Dalam pemberian kompensasi, perusahaan melibatkan beberapa unit organisasi
yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
1) Bagian Akuntansi dan Keuangan.
Bagian ini bertanggung jawab untuk membuat daftar gaji seluruh karyawan.
Pembuatan daftar gaji berdasarkan golongan karyawan, factor yang berlaku
pada waktu pelaksanaan pemberiaan gaji, dan masa kerja. Bagian ini
menentukan jumlah gaji bersih yang akan diterima oleh seorang karyawan
setelah ditambah dengan tunjangan-tunjangan dan dikurangi dengan pajak
penghasilan (PPh pasal 21).
2) Bagian Kasir.
Bagian ini berfungsi membuat bukti keluar bank berdasarkan daftar gaji yang
diterima dari bagian akutansi dan keuangan dan melakukan konfirmasi kepada
pihak bank agar mengkreditkan saldo rekening masing-masing karyawan
sesuai dengan jumlah gaji yang diterima. Selain itu, bagain kasir juga
menerbitkan amplop gaji atau slip gaji yang ditandatangani oleh bagian
akutansi dan kepala cabang.
3) Bank.
Bank berfungsi untuk mengkreditkan saldo rekening masing-masing karyawan
F.MAKNA LOGO PT. RAJAWALI NUSINDO.
Bentuk Logo dari PT.Rajawali Nusindo Indonesia secara umum adalah tipografi
“R” yang menggambarkan kedinamisan dan didalamnya mengandung beberapa
G. PENGGOLONGAN KARYAWAN.
Penggolongan karyawan pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan, terdiri dari :
1. Karyawan tetap : karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan
perusahaan untuk jangka waktu tidak tertentu.
2. Karyawan tidak tetap : Karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan
BAB III
GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
A. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pengertian Pajak
Sebelum penulis menguraikan mengenai Pajak Penghasilan Pasai 21, maka
sebaiknya kita harus mengenal terlebih dahulu apa itu pajak. Secara umum pengertian
pajak dapat dikatakan suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran
aktif warga negara dan masyarakat untuk membiayai keperluan negara yang berupa
pembangunan nasional yang merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus
menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat, yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-paraturan
untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
Adapun pengertian pajak menurut beberapa ahli diantaranya adalah :
a) Pengertian pajak menurut Nigthtingale (2000:5) menyatakan : “A Compulsory
contribution, imposed by Government, and while tax payers many receive
nothing identifiable in return for their contribution, they nevertheless have the
benefit of living in a relative by educated, healthy and save society".
(Wirawan, 2007 :1)
Dari defenisi diatas, pajak sebagai iuran wajib yang ditetapkan pemerintah dan
wajib pajak tidak memperoleh kontraprestasi langsung, akan tetapi
memperoleh manfaat kehidupan yang relative aman, sejahtera dan
berpendidikan.
b) Pegertian pajak menurut Prof. Rochmat Soemitro, SH yaitu iuran rakyat
dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
c) Pengertian pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia No.28 Tahun
2007 pada pasal 1 angka 1 yaitu konstribusi wajib pajak kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak adalah, pajak dipungut berdasarkan Undang-undang
serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan, dalam pembayaran pajak
tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah, pajak dipungut
oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pajak diperuntukkan
bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Serta pajak dapat pula mempunyai fungsi sebagai:
1) Fungsi Budgetair :
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi Mengatur (Regulerend) :
Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.252/PMK.03/2008, Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Yang selanjutnya disebut Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008.
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-undang ini mengatur
pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenai
pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang ini
disebut wajib pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajibah pajak subjektifhya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam undang-undang ini adalah tahun
kalender tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan
a) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
b) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan.
c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 06 Maret
2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan
Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan, Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua.
d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 326/KMK. 03/2003 tentang Perubahan
Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 541/KMK. 04/2000 tentang
Penenfuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, tempat
pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak,
Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
e) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 15/PJ/2006 tentang Perubahan
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi. (Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara,2008 :8)
f) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31
.Desember 2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang
g) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.252/PMK.03/2008
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotong Pajak atas Penghasilan Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
h) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PJ/2009 Tentang
Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
i) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PJ/2009 Tentang
Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 :
Berikut ini termasuk pemotong pajak penghasilan pasal 21 adalah :
a) Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan induk
maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun,
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai. Pemberi kerja yang dimaksud termasuk juga
badan dan organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong
pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
b) Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan gaji, upah , honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Termasuk
bendaharawan pemerintah adalah bendaharawan pada Pemerintah Pusat,
Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.
c) Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek, badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang
pensiun, Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa,
termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib Pajak dalam negeri yang
melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
bukan atas nama persekutuannya.
e) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri.
f) Yayasan (termasuk yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan, rumah
sakit, pendidikan, kesenian, olah raga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan,
asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan
organisasi dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai
pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi.
g) Perusahaan, badan, dan dalam bentuk usaha tetap, yang membayarkan
honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
pemagangan.
h) Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk
organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
D. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Hak-hak Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :
a) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang
jangka waktu penyampaian SPT tahunan pasal 21. Pengajuan permohonan
dilakukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan
sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak dan bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pengajuan permohonan
dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.
b) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh pasal
21 dalam satu bulan takwim dengan PPh pasal 21 yang terutang pada bulan
berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
c) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT
tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan
penghitungan tahunan, dan jika masih ada kelebihan, maka diperhitungkan
untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
d) Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri
dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun
sesudah saat terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemerikasaan
e) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada direktur
Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil.
f) Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan
Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam
jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan
surat keputusan tersebut.
Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
a) Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
b) Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan
dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Pengukuhan Pajak setempat.
c) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh pasal 21
yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran Pajak dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank BUMN
atau Bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
d) Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada
tanggal 20 bulan takwim berikutnya;
e) Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik
pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun,
penerima jaminan hari tua, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun.
f) Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan
kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan
menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut
berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti
pemotongan diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
g) Pemotong Pajak wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh
Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar
pelaporan dalam SPT Masa dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja
tersebut selama sepuluh tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.
h) Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak wajib
menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap
dan penerima pensiun bulanan menurut tarif.
i) Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT
Tahunan PPh pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak
terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. SPT Tahunan PPh pasal 21
tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun
takwin berikutnya. Apabila Pemotong Pajak adalah badan, maka SPT Tahunan
PPh Pasal 21 ditandatangan oleh pengurus atau direksi. Apabila SPT Tahunan
PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang selain Pemotong Pajak
j) Pemotong Pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan
lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan
PPh pasal 21 untuk tahun pajak bersangkutan.
k) Pemotong Pajak wajib menyetor kekurangan PPh pasal 21 yang terutang
apabila jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih
besar dari pada PPh pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus
dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21
selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. (Mardiasmo, 2006:158).
Adapun Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan yang
Dipotong Pajak Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
252/PMK.03/2008 pada pasal 22 yaitu :
a) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 dan penerima penghasilan yang
dipotong PPh pasal 21 wajib mendaftar diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b) Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat
pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender
atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar
penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak pada
saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
c) Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 huruf
a angka 4 wajib membuat surat pemyataan baru dan menyerahkannya kepada
pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 paling lama sebelum mulai
d) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang
terutang untuk setiap bulan kalender.
e) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib membuat catatan atau
kertas kerja perhitungan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 untuk
masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh pasal 21
dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
f) Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan Pemotong PPh pasal 21
dan/atau PPh pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud
pada ayat 4 tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan
yang bersangkutan nihil.
g) Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh
pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut
dapat diperhitungkan dengan PPh padal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang
terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal
21 dan/atau PPh pasal 26.
h) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotong
PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 dan memberikan bukti pemotongan
tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak.
i) Bentuk formulir pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 sebagimana
E. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
A. Pejabat Negara, adalah :
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung.
5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.
6. Menteri dan Menteri Negara.
7. Jaksa Agung.
8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten.
10.Walikota dan Wakil Walikota Kepala Daerah Kota.
B. Pegawai Negeri Sipil (PNS), adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU
Nomor 8 Tahun 1974.
C. Pegawai, adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk
yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD.
D. Pegawai Tetap, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang
menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan
terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
F. Tenaga Lepas, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
G. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau
memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang
pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan
Hari Tua.
H. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh
imbalan sehubungan dengan jasajabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
I. Penerima Upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, jasa, mingguan,
upah borongan, atau upah satuan. (Mardiasmo, 2006:152)
2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Setelah mengetahui Subjek Pajak atau pihak yang dituju untuk membayar PPh,
langkah berikutnya adalah menentukan jenis dan besarnya penghasilan yang menjadi
objek PPh.
Penentuan Objek PPh sangat penting karena :
A. apabila penghasilan yang diterima/diperoleh Subjek Pajak merupakan objek
PPh, maka Subjek Pajak tersebut mempunyai kewajiban membayar PPh.
B. apabila penghasilan yamg diterima/diperoleh Subjek Pajak bukan merupakan
objek PPh, maka Subjek Pajak tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk
Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang PPh disebutkan bahwa yang
menjadi objek pajak adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun
secara tertentu berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk
honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi
bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi,
tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan,
tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran
pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar
oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau
mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa prodaksi, tantiem, gratifikasi,
tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi
tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan
biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima
atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku
harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau
pemagangan yang merupakan calon pegawai.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
dalam negeri, terdiri dari:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari :
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew tilm, foto model,
peragawan /peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
c. Olahragawan
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.
g. Agen iklan.
h. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan.
j. Peserta lombaan.
k. Petugas penjaja barang dagangan.
l. Petugas dinas luar asuransi.
m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau
bukan sebagai calon pegawai.
n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh
Pejabat Negara dan PNS.
7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang
pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau
anak-anaknya.
8. Penerima dalam bentuk aturan dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain pemerintah, atau Wajib Pajak
yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan
norma penghitungan khusus {deemed profit). (Mardiasmo, 2006 :154)
Dan pada pasal 4 ayat 3 Undang-undang PPh mengatur tentang objek-objek yang
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan. Objek-objek itu adalah :
1. Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat dan
penerima zakat yang berhak dengan syarat tertentu.
2. Hibah dengan syarat tertentu.
3. Warisan.
4. Setoran modal yang diterima oleh badan.
5. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan.
6. Pembayaran asuransi tertentu.
7. Dividen antar perusahaan di Indonesia dengan syarat tertentu.
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun.
9. Penghasilan tertentu dana pensiun.
10.Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
11.Bunga obligasi yang diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun
12.Penghasilan tertentu perusahaan modal ventura. (Soemarsono, 2007 :179)
F. Pengurangan Yang Diperbolehkan Dalam Menghitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
1. Untuk menentukan penghasilan neto bagi pegawai tetap, Penghasilan bruto
dikurangi :
a. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya
Rp.1.296.000,00 setahun atau Rp. 108.000,00 sebulan dan sebagaimana telah
diubah oleh Menteri Keuangan, biaya jabatan menjadi Rp. 6.000.000,00-
setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan, (Mulai 1Januari - 2009).
b. Iuran Pensiun.
2. setinggi-tingginya Rp. 432.000,00 setahun atau Rp. 36,00,00 dan sebagaimana
telah di.ubah oleh Menteri Keuangan, uang pensiun setinggi-tingginya Rp.
2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan, (Mulai 1Januari - 2009).
3. Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak Penghasilan neto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), (Buku Panduan Bag, KPPN dan Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara,2008 :9)
Pengurang untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak telah mengalami beberapa kali
perubahan dari PTKP 2005. PTKP 2006 dan 2007 masih sama dan terakhir PTKP
Tabel 1
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
PTKP 2005 2006/2008 2009
Untuk diri pegawai Rp. 12.000.000 Rp.13.200.000 Rp.15.840.000
Tambahan untuk pegawai
yang kawin
Rp. 1.200.000 Rp. 1.2000.000 Rp.1.320.000
Tambahan untuk Setiap
anggota keluarga sedarah
dan semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 orang
untuk setiap keluarga
Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000 Rp.1.320.000
PTKP Karyawati:
- Untuk karyawati status kawin : Pengurangan Penghasilan Tidak Kena
Pajak hanya untuk dirinya sendiri Rp, 15,840.000,00.
- Untuk karyawati status tidak kawin : Pengurangan PTKP untuk dirinya
sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya
paling banyak 3 orang.
- Untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan : Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP sebesar Rp. 1.320.000,00 setahun dan ditambah PTKP
tanggungan keluarga paling banyak 3 orang, dengan syarat menunjukkan
keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempatnya
serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan.
G. Tarif Pajak Penghasilan
Dalam pemungutan Pajak, tarif merupakan titik tolak untuk menetapkan beban
pajak, selain pembagian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam lapisan Penghasilan
Kena Pajak.
Undang-undang Pajak Penghasilan menganut pendekatan tarif berbeda antara
tarif pajak penghasilan terhadap Orang Pribadi maupun Badan dikarenakan Pajak
Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak yang dikenakan terhadap Wajib Pajak orang
pribadi, maka berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tarif atau lapidannya dapat dilihat dalam
Tabel 2
Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi (Mulai 1Januari - 2009).
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh
juta)
5%
(lima persen)
Diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta)
sampai dengan Rp.250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta)
15%
(limabelas persen)
Diatas Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta)
25%
(dua puluh lima persen)
Diatas Rp.500.000.000,00
30%
(tiga puluh persen)
Sumber :
H. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Penghasilan Teratur bagi Pegawai
Tetap:
1. a Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih
dahulu dicari seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan
pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan
pembayaran sejenisnya.
b. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan
merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan
juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh
pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam
menghitung PPh pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan
bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
b. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh
dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan,
iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, iuran Tunjangan Hari Tua yang
dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja
kepada Dana Pensiunan pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
2. a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan
neto sebulan dikalikan 12.
b. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya
sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai
bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung
dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan
sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan
Desember dan menambahkan hasilnya dengan penghasilan neto yang
diperoleh dalam masa-masa sebelumnya dalam tahun yang sama yang
diperoleh dari pemberi kerja sebelumnya sesuai dengan yang tercantum
dalam bukti pemotongan PPh pasal 21 (Form 1721 AT), jika pegawai yang
c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif
Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf a
atau b diatas, dikurangi dengan PTKP,
d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c,
selanjutnya dihitung PPh pasat 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau
disetor ke kas Negara, yaitu sebesar :
- Jumlah PPh pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dibagi dengan 12; atau
- Jumlah PPh pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh yang
terutang dan telah diperhitungkan pada pemberi kerja sebelumnya
sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21, jika
pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja
lain, dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan
bekerja, atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
3. a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa
gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh pasal 21, jumlah penghasilan
tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan
mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:
- gaji untuk masa seminggu dikalikan 4
- gaji untuk masa sehari dikalikan 26
b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh pasal 21 sebulan dengan cara
seperti dalam angka 2 diatas.
c. PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal
penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dalam huruf
b dibagi 26,
4. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan
gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 bulan, maka penghitungan
PPh pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut.
a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam
hal ini 5 bulan).
b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan
sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh
pasal 21.
c. PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah kenaikan, dihitung
kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
d. PPh pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud
adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c
dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada
huruf b,
5. Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji
kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama
dari satu bulan (rapel) seperti tersebut dalam angka 4, maka cara penghitungan
PPh pasal 21-nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka 4
Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan
Pegawai Tetap Tahun 2009:
- Rudy Hidayat bekena pada perusahaan PT. S dengan mempeioleh gaji sebulan
Rp.2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.75.000,00. Rudy
menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya
adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp.2.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5 x Rp.2.500.00,00 = Rp. 125.000,00
2. Iuran pensiun = Rp. 75.000',OQ Rp 200.000.00
Penghasilan neto sebulan Rp.2.300.000,00
Penghasilan neto setahun adalah :
12 x Rp.2.300.000,00 Rp.27.600.000,00
PTKP setahun:
- untuk WP sendiri Rp.i5.840.000
- tambahan WP kawin Rp. 1.320:000 Rp;17.160.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp.10,440.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
5 x Rp, 10.440.000,00 = Rp.522.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:
Contoh Penghitungan potongan PPh Pasa] 21 terhadap penghasilan karyawan
kawin tahun 2009:
- Zahara adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja
pada PT.Pink dengan gaji sebulan sebesar Rp. 3.000.000,00. Zahara
membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sebesar Rp.50.000.00 sebulan. Berdasarkan surat
keterangan dari Pemda tempat zahara berdomisili yang diserahkan kepada
pemberi kerja, diketahuilah bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan
Penghitungan Pph Pasal 21 :
Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00
Pengurangan;
- Biaya jabatan
5 x Rp.3.000.000,00 = Rp. 150.000,00
- Iuran pensiun Rp 50.000,00 Rp 200.000.00
Penghasilan neto sebulan Rp.2.800.000,00
Penghasilan neto setahun adalah :
12 x Rp.2.800.000.00 Rp.33.600.000,00
PTKP:
- untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00
- tambahan WP karena menikah Rp. 1.320.000.00 Rp.l7.160.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 16.440.000,00
PPh Pasal 2 3 setahun:
5 x Rp. 16.440.000,00 = Rp. 822.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A. Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap pada PT.Rajawali Nusindo Medan
PT.Rajawali Nusindo Medan adalah perusahaan dagang yang menurut
Undang-undang perpajakan diwajibkan memenuhi kewajiban perpajakannya dan dalam
memenuhi kewajiban tersebut PT.Rajawali Nusindo Medan melaksanakan
administrasi perpajakannya dengan menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak
Penghasilannya.
Dalam hal ini PT.Rajawali Nusindo Medan selaku pemotong pajak melakukan
pemotongan terhadap gaji ataupun penghasilan yang diterima oleh pegawai tetapnya
setiap bulan. Dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawai
tetapnya, PT.Rajawali Nusindo Medan menggunakan sistem komputerisasi untuk
kelengkapan administrasinya.
Selama PKLM ini penulis juga melakukan beberapa wawancara dengan salah
satu pegawai PT.Rajawali Nusindo Medan untuk memperoleh prosedur yang
dilakukan dalam pemotongan gaji pegawai tetapnya. Dari wawancara tersebut,
penulis menyimpulkan "karyawan yang dipotong PPh Pasat 21 adalah pegawai tetap
yang menerima gaji, tunjangan hari raya, penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura, dan pemberian bonus berupa barang dan atau jasa untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawainya"'.
Kemudian gaji pokok ditambah dengan tunjangan hari raya, penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura, dan pemberian bonus maka dapat diperoleh penghasilan
berupa penghasilan netonya sehingga dapat dicari berapa besar pajak penghasilannya.
Yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan 5 dari penghasilan
bruto sebulan dan iuran pensiun serta iuran tabungan hari tua (THT) jika ada yang
dibayar sendiri oleh pegawai tetap yang bersangkutan maka didapatkan penghasilan
neto sebulan.
Untuk mengetahui berapa jumlah penghasilan neto pegawai tetap setahun,
penghasilan neto sebulan dikalikan dengan 12 bulan. Kemudian penghasilan neto
pegawai tetap setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
sesuai dengan status dan tanggungan pribadi pegawai tetap tersebut maka diketahuilah
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan dasar penghitungan PPh Pasal 21
pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Medan dan seterusnya dikalikan dengan
tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 sehingga diketahuilah seberapa besar jumlah
PPh Pasal 21 setahun ataupun perbulannya dengan membagi 12 bulan.
Dari pengamatan yang penulis lakukan selama menjalani PKLM di PT.Rajawali
Nusindo Medan penulis dapat menyimpulkan bahwa pemotongan dan pelaporan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-udangan perpajakan
dimana PT.Rajawali Nusindo Medan sebagai pemotong pajak melakukan pemotongan
setiap bulannya terhadap gaji pegawai tetapnya. Tidak ada permasalahan yang harus
dibahas secara detail, seperti kebanyakan studi kasus pemotongan PPh Pasal 21
belakangan ini, yaitu pada karyawati yang bekerja pada suatu perusahaan, terlihat
bahwa karyawati tersebut menikah, tetapi suaminya tidak bekerja atau tidak
berpenghasilan, disamping anak yang harus menjadi beban lainnya. Maka penghasilan
tidak kena pajaknya tidak hanya dikenakan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk
status kawinnya, apabila karyawati tersebut telah memberi keterangan tertulis dari
penghasilan. Dalam penelitian yang penulis lakukan pada PT.Rajawali Nusindo
Medan, hal ini tidak terjadi.
Berikut penulis dapat menggambarkan contoh dalam prosedur penghitungan
pemotongan yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Medan (Karyawan dan
Karyawayti Tahun Pajak 2009:
Nama : Ady
PTKP : K/2
Jabatan : Supervisor
Gaji sebulan Rp. 2.725.000,00
Penghasilan bruto Rp.2.725.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan
5% x Rp.2.725.000,00 Rp.136.250,00
Penghasilan neto sebulan Rp.2.588.750,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp.2.588.750,00 Rp.31.065.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000
• Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000
• Tambahan 2 anak Rp. 2.640.000
Rp. 19.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 11.265.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp.11.265.000,00 = Rp.563.250,00
PPh Pada 21 sebulan
Nama : Rossa
PTKP : K/-
Jabatan : Karyawati
Gaji sebulan Rp. 2.500.000,00
Penghasilan bruto Rp.2.500.000,00
Pengurangan :
Biaya jabatan
5% x Rp.2.500.000,00 Rp.125.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp.2.375.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp.2.375.000,00 Rp.28.500.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :
• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000
• Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000
Rp. 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 11.340.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp.11.340.000,00 = Rp.567.000,00
PPh Pada 21 sebulan
B. Objek dan Subjek PPh Pasai 21 pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan
1) Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh baik'penghasilan yang
diterima secara teratur maupun penghasilan yang diterima atau diperoleh
secara tidak teratur, misalnya Tunjangan Hari Raya.
2) Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Rajawali Nusindo Medan adalah
seluruh pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan yang
melakukan pekerjaan dan menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah
tertentu secara berkala dari PT.Rajawali Nusindo Medan.
C. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Gaji Pegawai Tetap Pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan.
Adapun tata cara yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan
dalam menyetorkan PPh pasal 21 atas penghasilan karyawan tetapnya sebagai berikut:
1) Setelah seluruh PPh Pasal 21 dihitung oleh PT.Rajawali Cabang Nusindo
Medan selanjutnya menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke
Bank Negara Indonesia yang telah ditunjuk sebagai tempat pembayaran dan
penyetoran pajak.
2) Batas waktu pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong
oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan adalah
a. Untuk pembayaran Masa PPh Pasal 21 paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
b. Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SP