• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI

TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh

SRIATY

097030026/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI

TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh

SRIATY

097030026/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI

TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh

Gelar Magister Sains Dalam Program Studi

Magister Ilmu Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRIATY

097030026/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis

: KEANEKARAGAMAN DAN POLA

DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI

HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN

Nama Mahasiswa

: SRIATY

Nomor Induk Mahasiswa : 097030026

Program Studi

: Magister Biologi

Fakultas

:

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.

Ketua Anggota

Dr. Delvian, SP. MP.

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Safruddin Ilyas, M. Biomed Dr. Sutarman, M. Sc.

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Agustus 2011 Penulis,

SRIATY

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama ; SRIATY NIM : 097030026 Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non- Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

Keanekaragaman Dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2011

(7)

Telah diuji pada

Tanggal : 13 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S.

Anggota : 1. Dr. Delvian, S.P., M.P.

(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Sriaty, S. Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Bangunsari, 09 September 1963

Alamat Rumah : Jl. Tanjung Morawa Km 13 Gg. Darmo Telepon/Faks/HP : 081362393893 / 085270539767

E-mail :

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 2 Lubuk Pakam

Alamat Kantor : Jl. Hamparan Perak No 1 Lubuk Pakam Telepon/Faks/HP : 0617954302

DATA PENDIDIKAN

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala

berkah, rahmat dan ridho-NYA berupa pengetahuan, kesehatan dan waktu sehingga hasil tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini berjudul “Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun” dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatam yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister, Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sutarman, M. Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Safruddin Ilyas, M. Biomed, sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan izin penulis mengikuti perkuliahan di Program Magister Biologi.

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Delvian, S.P., M.P sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini, Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc. dan Dr. Suci Rahayu, M.S. selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

(10)

Drs. Ramlan, M. Pd, selaku kepala SMA Negeri 2 Lubuk Pakam dan Teman-teman mengajar di SMA Negeri 2 Lubuk Pakam, yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis.

Ayahanda tercinta Alm. H. Puntoro. W dan Ibunda tercinta Hj. Kasnah, yang teramat besar jasa dan do’anya, suami tercinta Alm. H.M. Saim Zein, buah hati tercinta Kurnia Agung Erlangga yang selalu memberi cahaya dan semangat serta kekuatan kepada penulis. Saudaraku Rudi Hartono, Hermadi, Ir. Herawati, Serda Hendra Junaidi, dan Wuri Handayani, yang telah memberikan doanya kepada penulis. Sahabatku Soimin, yang telah memberi dorongan dan motivasi. Teman-teman di jurusan Ekologi, Tatik, Adil, Lambas, Rahma, Dina, Hasbi, Fais, Susi, Maini dan adik-adik S-1 yang tergabung dalam team Asisten Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, FPMIPA Universitas Sumatera Utara, ( Zuki, Indah, Anti, Dwi, Sari, Abel ) yang banyak membantu kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Medan, Agustus 2011 Penulis

(11)

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI

TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Februari 2011. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan

Metode Purposive Sampling dan dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan ketinggian.

Lokasi I berada pada ketinggian 1200-1300 m dpl, lokasi II berada pada ketinggian 1300-1400 m dpl, lokasi III berada pada ketinggian 1400-1500 m dpl, lokasi IV berada pada ketinggian 1500-1600 m dpl dan lokasi V berada pada ketinggian 1600-1700 m dpl. Dari hasil penelitian diperoleh 60 jenis Pteridophyta yang terdiri dari 42 jenis tumbuhan paku teresterial, dan 18 jenis paku epifit dengan jumlah keseluruhan 4133 individu yang termasuk ke dalam 3 kelas, 20 famili dan 43 genera. Pada lokasi I dengan ketinggian 1200-1300 m dpl didominasi oleh Oleandra pistillaris dengan jumlah 148 individu, pada lokasi II dengan ketinggian 1300-1400 m dpl didominasi oleh Tectaria angulata dengan jumlah 102 individu, pada lokasi III dengan ketinggian 1400-1500 m dpl didominasi oleh Crypsinopsis subfasciatus dengan jumlah 142 individu, pada lokasi IV dengan ketinggian 1500-1600 m dpl didominasi dengan Pteridium aquilinum dengan jumlah 255 individu dan di lokasi V dengan ketinggian 1600-1700 m dpl didominasi oleh Gleichenia longissima dengan jumlah 268 individu. Nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada lokasi III yaitu sebesar 2,899736 , sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada lokasi III yaitu sebesar 0,86115 %. Pada 5 lokasi ketinggian terdapat kecenderungan kesamaan jenis yang mirip lokasi ketinggian di atasnya.. Umumnya persebaran tumbuhan paku pada kawasan ini menyebar secara teratur.

(12)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION PATTERNS OF

FOREST FERNS IN AEK NAULI

SIMALUNGUN REGENCY

ABSTRACT

Research on the diversity and distribution patterns of forest ferns in Aek Nauli Simalungun Regency was held in December 2010 to February 2011. The research location is determined by using Purposive Sampling method an divided into five sections based on the height. The first location was at an altitude of 1.200-1.300 m uper the sea level, the second location is at 1.500 m uper the sea level, the third location in at an altitude of 1.400-1500 m uper the sea level, the fourth location is at an altitude of 1.500-1.600 m uper the sea level and the fifth location is at an altitude of 1.600-1.700 m uper the sea level. From research result gained 60 types Pteridhopyta which consist of 42 species of terrestrial ferns and 18 species of epiphytic fern with a total 4.133 individuals belonging to classes, 20 families and 43 genera. At the first location with an altitude of 1.200-1.300 m uper the sea level is dominated of Oleandra pistilaris by the amount of 148 individuals, at the second location with an altitude 1.300-1.400 m by the amount of 148 individuals, at the third location with an altitude of 1.400-1.500 m uper the sea level is dominated of

Crypsinopsis subfasciatus by the amount of 142 individuals, at fourth location with an altitude of 1500-1600 m below sea level is dominated of Pteridium aquilinum by the amount 225 individuals, and at the fifth location with an altitude of 1.600-1700 m uper the sea level is dominated of Gleichenia longissima by the amount 268 individuals. The highest diversity indeks values found in the third location that is equal to 2,899736. While the highest uniformity index contained in the location that is equal to 0,86115 %. In the five high location obtain inclanation of the same species like on the top of the high location. Commonly the distribution of ferns in this region speard on a regular basis.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR RIWAYAT HIDUP i

KATA PENGANTAR ii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Tujuan Penelitian 2

1.4.Manfaat Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Karateristik Tumbuhan Paku 3

2.2.Ekologi Tumbuhan Paku 7

2.3.Distribusi Tumbuhan Paku 7

2.4.Manfaat Tumbuhan Paku 8

BAB III METODE PENELITIAN 9

3.1.Waktu dan tempat 9

3.2.Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

3.3.Pelaksanaan Penelitian 10

3.3.1. Alat dan Bahan 10

3.3.2. Di Lapangan 10

3.3.3. Di Laboratorium 11

3.4.Analisis Data 12

3.4.1 Keaneragaman Tumbuhan Paku 12 3.4.2. Pola Distribusi (Penyebaran) 14 3.4.3. Analisis Taksonomi 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16

4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli

16 4.2.Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan

Aek Nauli

(14)

4.3.Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Di Hutan Aek Nauli

20 4.4.Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks

Keseragaman (E) Pada lima lokasi

30

4.5.Indeks Kesamaan (IS) 32

4.6. Distribusi dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku 4.6.1. Distribusi Tumbuhan Paku

4.6.2. Pola Distribusi Tumbuhqn Paku di Hutan Aek Nauli

33 33 34 4.7. Habitat Tumbuhann Paku di

Hutan Aek Nauli

37 4.8. Diskripsi Jenis Tumbuhan Paku di Hutan

Aek Nauli

40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 90

5.1. Kesimpulan 90

5.2. Saran 91

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

4.1 Jenis-jenis Tumbuhan Paku yang ditemukan di Hutan

Aek Nauli 17 4.2 Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting

JenisTumbuhan Paku Pada Lokasi 1 (1200-1300 m dpl) di

HutanAek Nauli 21

4.3 Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku Pada Lokasi 2 (1300-1400 m dpl) di Hutan

Aek Nauli 23

4.4 Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku Pada Lokasi 3 (1400-1500 m dpl) di Hutan

Aek Nauli 26

4.5 Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku Pada Lokasi 4 (1500-1600 m dpl) di Hutan

Aek Nauli 27

4.6 Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku Pada Lokasi 5 (1600-1700 m dpl) di Hutan

Aek Nauli 29

4.7 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks

Keseragaman(E) Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli 30

4.8 Nilai Indeks Kesamaan (IS) di Hutan Aek Nauli 32

4.9 Niali Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku 5 4.1 Spora Aglaomorpha heraclea 40 4.2 Angiopteris evecta 41

4.3 Spora Angiopteris angustifolia 42

4.4 (a) Antrophyum callifolium, (b) Spora 43

4.5 (a) Antrophyum callifolium, (b) Spora 44

4.6 (a) Arachniodes hasseltii, (b) Spora 45

4.7 (a) Asplenium caudatum, (b) Spora 46

4.8 Spora Asplenium nidus 47

4.9 (a) Asplenium pellucidum, (b) Spora 48

4.10 Asplenium phyllitidis 49

4.11 Asplenium sp 49

4.12 Asplenium subnormal 50

4.13 Athyrium dilatatum 51

4.14 (a) Belvisia revolute, (b) Spora 52

4.15 Spora Blechnum indicum 53

4.16 Brainea insignis 54

4.17 Entall fertil Cheiropleuria bicuspida 55

4.18 (a) Crypsinopsis subfasciatus, (b) Spora 55

4.19 Spora Crypsinus wrayi 56

(17)

4.20 Spora Ctenopteris contigua 57

4.21 Spora Cyathea contaminans 58

4.22 Spora Cyathea glabra 59

4.23 Spora Cyathea hymenodes 60

4.24 Spora Davalia divaricata 60

4.25 Davalia trichomanoides 61

4.26 Dicranopteris linearis 62

4.27 Diplazium sp. 62

4.28 Diplazium velutinum 63

4.29 Spora Dipteris conjugate 64

4.30 Ental fertil Elaphoglossum callifolium 65

4.31 Spora Elaphoglossum robinsonii 66

4.32 Gleichenia linearis 67

4.33 Gleichenia longissima 68

4.34 Gleichenia truncata 68

4.35 Spora Goniophlebium verrucosum 69

4.36 Spora Heteregonium wignanii 70

4.37 Histiopteris incise 71

4.38 Spora Humata pectinata 72

4.39 Spora Humata repens 72

4.40 Lekukan sori dari permukaan atas Lepisorus longifolius 73

4.41 Lindsaea bonillodii 74

4.42 Lindsaea lucida 75

4.43 Lycopodium cernuum 75

4.44 Lycopodium complanatum 76

(18)

4.46 Spora Nephrolepis radicans 77

4.47 Spora Oleandra pistillaris 78

4.48 Daun fertil Phymatopteris triloba 79

4.49 Spora Phymatosorus longissima 80

4.50 Spora Pneumatopteris callosa 81

4.51 (a) Pronephrium triphyllum, (b) Spora 81

4.52 (a) Pseudophegopteris paludosa, (b) Spora 82

4.53 Spora Pteridium aquilinum 83

4.54 Spora Pyrrosia foccigera 84

4.55 Selaginella ornate 85

4.56 (a) Selliguea lima, (b) Spora 86

4.57 Sphenomeris chinensis 87

4.58 Tectaria angulata 87

4.59 Tectaria melanocaula 88

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul Halaman

A Peta Hutan Aek Nauli 95

B Jalur dan Plot Pengamatan di Hutan Aek Nauli 96

C Gambar Pengambilan Sampel Tanah Sistem Diagonal 97

D Jenis-jenis paku yang ditemukan di Hutan Aek Nauli 98

E K, KR, F, FR dan INP pada Lokasi I (1200 – 1300 mdpl) 101 F K, KR, F, FR dan INP pada Lokasi II (1300 – 1400 mdpl) 102 G K, KR, F, FR dan INP pada Lokasi III (1400 – 1500 mdpl) 103 H K, KR, F, FR dan INP padaLokasi IV (1500 – 1600 mdpl 104 I K, KR, F, FR dan INP pada Lokasi V (1600– 1700 mdpl) 105 J Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli 106 K Nilai Indeks Similaritas (IS) di Hutan Aek Nauli 106 L Nilai Indeks Morisita (Id) Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli 107 M Data Faktor Fisik Lokasi Penelian 109 N Analisis Tanah di Hutan Aek Nauli

Kabupaten Simalungun

(20)

O Contoh Perhitungan (K,KR, F, FR, INP, H’, E, IS dan Indeks Morishita)

110

(21)

KEANEKARAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI

TUMBUHAN PAKU DI HUTAN AEK NAULI

KABUPATEN SIMALUNGUN

ABSTRAK

Penelitian tentang Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Februari 2011. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan

Metode Purposive Sampling dan dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan ketinggian.

Lokasi I berada pada ketinggian 1200-1300 m dpl, lokasi II berada pada ketinggian 1300-1400 m dpl, lokasi III berada pada ketinggian 1400-1500 m dpl, lokasi IV berada pada ketinggian 1500-1600 m dpl dan lokasi V berada pada ketinggian 1600-1700 m dpl. Dari hasil penelitian diperoleh 60 jenis Pteridophyta yang terdiri dari 42 jenis tumbuhan paku teresterial, dan 18 jenis paku epifit dengan jumlah keseluruhan 4133 individu yang termasuk ke dalam 3 kelas, 20 famili dan 43 genera. Pada lokasi I dengan ketinggian 1200-1300 m dpl didominasi oleh Oleandra pistillaris dengan jumlah 148 individu, pada lokasi II dengan ketinggian 1300-1400 m dpl didominasi oleh Tectaria angulata dengan jumlah 102 individu, pada lokasi III dengan ketinggian 1400-1500 m dpl didominasi oleh Crypsinopsis subfasciatus dengan jumlah 142 individu, pada lokasi IV dengan ketinggian 1500-1600 m dpl didominasi dengan Pteridium aquilinum dengan jumlah 255 individu dan di lokasi V dengan ketinggian 1600-1700 m dpl didominasi oleh Gleichenia longissima dengan jumlah 268 individu. Nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada lokasi III yaitu sebesar 2,899736 , sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada lokasi III yaitu sebesar 0,86115 %. Pada 5 lokasi ketinggian terdapat kecenderungan kesamaan jenis yang mirip lokasi ketinggian di atasnya.. Umumnya persebaran tumbuhan paku pada kawasan ini menyebar secara teratur.

(22)

DIVERSITY AND DISTRIBUTION PATTERNS OF

FOREST FERNS IN AEK NAULI

SIMALUNGUN REGENCY

ABSTRACT

Research on the diversity and distribution patterns of forest ferns in Aek Nauli Simalungun Regency was held in December 2010 to February 2011. The research location is determined by using Purposive Sampling method an divided into five sections based on the height. The first location was at an altitude of 1.200-1.300 m uper the sea level, the second location is at 1.500 m uper the sea level, the third location in at an altitude of 1.400-1500 m uper the sea level, the fourth location is at an altitude of 1.500-1.600 m uper the sea level and the fifth location is at an altitude of 1.600-1.700 m uper the sea level. From research result gained 60 types Pteridhopyta which consist of 42 species of terrestrial ferns and 18 species of epiphytic fern with a total 4.133 individuals belonging to classes, 20 families and 43 genera. At the first location with an altitude of 1.200-1.300 m uper the sea level is dominated of Oleandra pistilaris by the amount of 148 individuals, at the second location with an altitude 1.300-1.400 m by the amount of 148 individuals, at the third location with an altitude of 1.400-1.500 m uper the sea level is dominated of

Crypsinopsis subfasciatus by the amount of 142 individuals, at fourth location with an altitude of 1500-1600 m below sea level is dominated of Pteridium aquilinum by the amount 225 individuals, and at the fifth location with an altitude of 1.600-1700 m uper the sea level is dominated of Gleichenia longissima by the amount 268 individuals. The highest diversity indeks values found in the third location that is equal to 2,899736. While the highest uniformity index contained in the location that is equal to 0,86115 %. In the five high location obtain inclanation of the same species like on the top of the high location. Commonly the distribution of ferns in this region speard on a regular basis.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tumbuhan paku (Pteridophyta) tersebar diseluruh bagian dunia. Seba- gian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab kecuali daerah bersalju abadi dan kering (gurun). Menurut Tjitrosoepomo et al. (1983). Ptreridophyta hidup tersebar luas dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Antartika. Jumlah yang besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropik dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai.

Jumlah tumbuhan paku yang berlimpah karena iklim yang mendukung pertumbuhannya. Paku-pakuan memerlukan sinar matahari dan hidup di tempat terbuka, terdistribusi dengan luas. Paku-pakuan di daerah terbuka ada yang hidup berkelompok, soliter dan memanjat. Beberapa paku-pakuan membentuk belukar yang menutupi tanah-tanah yang kosong, di daerah yang tertutup dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembaban udara yang tinggi. Paku di hutan pada umumnya selalu menyukai naungan. Paku di hutan terlindung dari panas angin kencang, kebanyakan tumbuh sedikit dan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan paku di daerah terbuka ( LIPI, 1980).

(24)

belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan penelitian tentang keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku.

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan paku (Pteridophyta) yang menyusun komunitas di hutan Aek Nauli, Kabupaten Simalungun?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun.

2. Mengetahui distribusi dan pola distribusi tumbuhan paku (Pteridophyta) di Aek Nauli Kabupaten Simalungun.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi keanekaragaman dan pola distribusi tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang menyusun vegetasi di hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun.

2. Memberi gambaran data tumbuhan paku untuk penelitian lanjutan, apli- kasinya pada ilmu murni dan terapan, serta memberikan masukan bagi ma-

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku dalam dunia tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisio Pteridophyta (pteris : bulu burung, phyta : tumbuhan ) yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992).

Menurut Tjittrosoepomo (1994), tumbuhan paku merupakan divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tumbuhan dengan nyata dapat dibedakan dengan tiga bagian pokok, yaitu akar, batang dan daun namun belum menghasilkan biji. Loveless (1989), menyatakan kebanyakan tumbuhan paku memiliki perawakan yang khas, yaitu adanya daun muda yang bergulung yang akan membuka jika dewasa, ciri yang hampir unik ini disebut vernasi bergelung sebagai akibat lambatnya pertumbuhan permukaan daun sebelah atas daripada sebelah bawah pada perkembangan awalnya.

Menurut Hasairin (2003), organ paku-pakuan terdiri atas dua bagian, yaitu: 1. Organ vegetatif, yang terdiri dari akar, batang dan daun (organum nutritivum).

(26)

Akar paku adalah serabut. Pada bagian ujungnya tudung akar atau kaliptra. Di belakang tudung akar terdapat titik tumbuh akar berbentuk bidang empat, yang aktifitasnya adalah :

• Ke luar menghasilkan kaliptra, dan • Ke dalam membentuk sel-sel akar b. Batang.

Umumnya batang tumbuhan paku berupa akar tongkat atau rhizoma, ada juga yang berupa batang sesungguhnya, misalnya batang paku tiang. Bila dibuat sayatan melintang, maka akan tampak jaringan batang urut dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:

• Epidermis atau kulit luar. Umumnya keras karena mempunyai jaringan penguat yang terdiri atas sel-sel batu atau skelerenkim.

• Korteks atau kulit pertama. Bagian ini banyak mengandung ruang-ruang sel yang berbentuk lubang-lubang besar.

• Stele atau silinder pusat. Terdiri atas jaringan parenkim dan mengandung berkas pembuluh pengangkut, yaitu xilem dan floem dan bertipe kosentris.

c. Daun

Menurut Smith (1991) berdasarkan bentuk dan sifat daunnya dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:

• Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah dibedakan atas batang dan daun , misalnya pada Asplenium.

• Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki daun kecil dan umumnya berupa sisik sehingga sukar dibedakan bagian-bagannya, misalnya pada Lycopodium.

(27)

• Tropofil, yaitu daun yang berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyelenggara asimilasi.

• Sporofil, yaitu daun yang berfungsi sebagai penghasil spora. Berbagai letak sorus dapat dilihat pada Gambar 2.1

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.1. Berbagai Letak Sorus pada Daun Tumbuhan Paku a. Spora Antrophyium semicostatum b. Spora Elaphoglosum callifolium c. Spora Neprhrolepis dicsonoides d. Spora Asplenium pelludicum

(28)

itu terdiri atas berbagai sporangium dan disebut sorus ( Loveless, 1989), dapat dilihat pada Gambar 2. 1.

2. Organ generatif, (organum reproduktivum).

Paku berkembang biak dengan spora. Setiap kotak spora dikelilingi oleh sederetan sel yang melingkar membentuk bangunan seperti cincin dan disebut

annulus. Annulus ini berfungsi untuk mengatur pengeluaran spora.Aktivitas annulus

dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Di dalam sel-sel annulus penuh berisi air. Bila dalam keadaan basah sel-sel annulus akan mengembang, namun bila dalam keadaan kering sel-sel annulus akan mengisut, maka sel-sel annulus mengerut dan memendek menyebabkan dinding kotak spora menjadi retak. Kotak spora pecah, spora dihembuskan keluar melalui celah yang terjadi pada waktu sel annulus

mengerut. Perkembangbiakan pada tumbuhan paku secara “gametofit” bersifat seksual dengan menghasilkan sel-sel gamet (gamet ♂ dan gamet ♀) “sporofit” bersifat aseksual dengan menghasilkan spora (Hasairin, 2003).

Daun pada tumbuhan paku mengandung sporangia yang berkembang dalam bentuk kelompok yang disebut sori. Sporangia yang pecah akan menghasilkan spora. Dengan spora inilah tumbuhan paku berkembang biak (Cranbrook dan Edward,1994). Setelah pembuahan, sel telur tumbuh menjadi tumbuhan paku-pakuan, pertumbuhannya akan berlangsung sampai saat pematangan untuk membentuk spora lagi (Tjitrosoepomo et al., 1983). Dalam udara kering, spora mampu mempertahankan viabilitasnya selama beberapa bulan, tetapi jika dibasahi pada suhu yang cocok, spora akan berkecambah (Loveless,1989).

(29)

daun. Jika anak daun tersusun seperti sehelai daun, daun (ental), disebut bersirip (pinnate), tiap anak daun disebut sirip (pinna), dan poros tempat sirip berada disebut rakis (rachis).

Umumnya pertumbuhan batang tidak nyata. Tetapi pada paku pohon, batangnya tumbuh menyerupai batang pinang (Sastrapradja et al. 1980). Batang tumbuh dari tahun ke tahun dan membentuk seperangkat daun baru pada setiap masa tumbuh ( Tjitrosoepomo et al., 1983).

2.2. Ekologi Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga tidak jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah yang lembab, di bawah pohon, di pinggir sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan, bahakan ada yang menempel di batang pohon. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda kebutuhannya juga akan berbeda terhadap cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada tempat tertutup. (Wiesner, 1907 ; Went 1940 dalam Hasairin dan Kaban , 1997).

Paku yang menyenangi sinar matahari “sun-fern” selain ada yang membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil “sun fern” tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikian memerlukan juga lindunan dari sinar matahari. Paku yang membentuk belukar membentuk sendiri naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan. (Ricaropical, 1952).

2.3. Distribusi Tumbuhan Paku

(30)

Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempat-tempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai di pegunungan. Melihat cara tumbuhnya paku di alam cukup beragam. (Sastrapradja & Afriastini, 1985).

2.4. Manfaat Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku banyak ragamnya, banyak diantaranya yang mempunyai bentuk yang menarik, sehingga bagus untuk dijadikan tanaman hias. Selain itu paku juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucuk-pucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional pakupun tidak luput dari kehidupan manusia. Ada jenis-jenis paku yang daunnya untuk ramuan obat dan ada pula yang rhizomanya. Ada jenis tumbuhan paku yang batangnya dipakai untuk budi daya tanaman anggrek (Sastrapradja, 1979).

Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia, terutama sebagai bahan makanan atau sayuran. Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk oranik dan tumbuhan obat (Asmoro, 1990).

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu di sekitar bulan Desember 2010 sampai dengan Februari 2011 di hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran A.

3.2 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan kawasan Aek Nauli secara administrative berada di lima kecamatan, yaitu Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hutaran dan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Secara Geografis terletak diantara 02040’00’’ LU – 02050’00’’ LU dan 98050’00’’ BT - 98010’00’’ BT. Lokasi ini berjarak + 5 km dari Prapat sebagai kota wisata andalan Sumatera Utara dan + 60 km dari kota Balige.

Hutan Aek Nauli, Kabupaten Simalungun, yang berada pada ketinggian +1200 m – 1700 m dpl, merupakan daerah yang terdiri dari tebing yang tinggi, jurang yang terjal. Hutan Aek Nauli memiliki tekstur tanah berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, lempung halus.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

(32)

a. Alat-alat.

Meteran, tali rafia, alat tulis dan buku lapangan (buku identifikasi), parang, pisau, gunting, sasak kayu (alat press), koran bekas, kantung plastik, label spesimen, lakban, soil tester, Loupe, Lux meter, Camera (dokumentasi), altimeter, pH meter, GPS, Hygrometer, Thermometer udara, Thermometer tanah.

b. Bahan-bahan.

Alkohol 70%, aquades, kantong plastik ukuran 40 x 60 cm, kertas koran bekas, label gantung, Tally sheet, dan bagian-bagian tumbuhan paku terestial dan epifit hasil koleksi pada seluruh transek penelitian.

3.3.2. Di Lapangan

a. Penentuan lokasi lapangan

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan paku yang dianggap mewakili tempat tersebut. Pengamatan dan pengambilan koleksi tumbuhan paku dilakukan dengan menggunkan petak contoh berbentuk kuadrat dan penempatannya secara petak berganda.

(33)

b. Pengamatan Objek Penelitian

Dilakukan pengoleksian spesimen dari seluruh jenis tumbuhan paku dan tumbuhan paku yang tidak dikenal diberi label gantung bernomor. Setiap sampel yang diambil diusahakan yang mengandung spora dan dicatat deskripsi setiap tumbuhan paku yang dikoleksi.

c. Pengukuran Faktor Fisik Kimia

Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi ketinggian dengan menggunakan Altimeter, Intensitas cahaya dengan Lux meter, suhu udara dengan thermometer udara, suhu tanah dengan soil thermometer, kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah dengan Soil Tester, posisi dengan GPS dengan pengulangan tiga kali.

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah sampai kedalaman 1-20 cm dengan sistem diagonal (Lampiran C ) yang dilakukan sebanyak 3 kali pengambilan pada setiap lokasi pengamatan. Tanah yang diambil dihomogenkan kemudian diambil cuplikannya sebanyak 500 gr untuk dianalisis di laboratorium. Untuk analisis tanah, sampel tanah dibawa ke Laboratorium Riset Fakultas Pertanian USU. Selanjutnya diukur kandungan unsur hara, yang berupa N, P, K, Ca, Mg, dan C Organik dan komposisi penyusun tanah yang terkandung di dalamnya.

3.3.3. Di Laboratorium

(34)

Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence,1958), Comparative Morphology of Vasecular Plants (Foster and Gifford,1967), Jenis Paku Indonesia (Sastrapradja at al. 1980), Flora (Steenis, 1981) , Kerabat Paku (Sastrapradja & Afriastini, 1985) , Ferns of Malaysia in Colour ( Piggott, 1984).

3.4. Analisis Data

3.4.1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku

a. Dominansi Jenis Tumbuhan

Analisis vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi di dalam suatu ekosistem (Kusmana, 1997). Dalam analisis vegetasi dilakukan penghitunran Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui dominansi tumbuhan pada suatu kawasan hutan. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), dan Dominansi Relatif (DR). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Kerapatan (K) =∑individusuatujenisdalamluascontoh

luascontoh

2. Kerapatan Relatif (KR) = kerapatansuatujenis

���������������ℎ�����x100 %

3. Frekuensi (F) =∑plotdiketemukannya∑seluruhplotsuatujenis

4. Frekuensi Relatif (��) = frekuensisuatujenis

frekuensiseluruhjenisx100%

5. Indeks Nilai Penting INP INP = KR + FR

(35)

H’= ∑ni=0Pi ln Pi Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = ni/N

ni = Jumlah total suatu jenis N = Jumlah total individu S = Jumlah jenis

Identifikasi Indeks Keanekaragaman jenis, sbb :

1. Rendah, bila indeks keanekaragaman H’ < 1 2. Sedang, bila indeks kaeanekaragaman 1 < H’ < 3

3. Tinggi, bila indeks keanekaragaman H’ > 3 (Krebs, 1985).

7. Indeks Keseragaman (E)

� = � ���� Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner H max = ln S ; S= jumlah jenis

Identifikasi Indeks Keseragaman, sbb :

1. Rendah, apabila E bernilai 0-0,5

2. Tinggi, apabila E bernilai 0,5-1 (Krebs, 1985)

8. Indeks Kesamaan ��= 2 �

(�+�) × 100 %

Keterangan :

(36)

C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan Pengelompokan nilai IS oleh Suin (2003), sebagai berikut :

1. Kesamaan < 25 % : sangat tidak mirip 2. Kesamaan 25%-50% : tidak mirip 3. Kesamaan 50%-75% : mirip 4. Kesamaan > 75% : sangat mirip

3.4.2. Pola Distributif (penyebaran).

Selanjutnya untuk mengetahui pola distributif vegetasi Paku-pakuan berdasarkan analisis pola distributif indeks Morishita dapat dilihat pada rumus berikut ini (Krebs, 1985) :

Ið = � ∑ �� (��−1)

� �=�

� (�−1)

Keterangan :

Ið = indeks Morishita

Xi = jumlah individu jenis X pada petak contoh ke-1 (1,2,...,q) q = jumlah petak contoh

T = jumlah semua individu pada semua petak contoh

Penyebaran individu ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : a) Jika Ið = 1, maka individu menyebar secara acak (random)

b) Jika Ið > 1, maka individu menyebar secara berkelompok (cliumped) c) Jika Ið < 1, maka individu menyebar secara teratur (uniform regular)

(37)
(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli Kabupaten

Simalungun

Hasil penelitian di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun yang dilakukan di lima lokasi berdasarkan ketinggian ditemukan 60 jenis tumbuhan paku yang terdiri dari 42 jenis tumbuhan paku teresterial, 18 jenis tumbuhan paku epifit. Tumbuhan paku tersebut termasuk dalam 19 famili dan 43 genus (Tabel 4.1).

(39)
[image:39.612.123.527.132.705.2]

Tabel 4.1. Jenis-jenis Tumbuhan paku yang ditemukan di Hutan Aek Nauli

No Famili Nama jenis Lokasi

I II III IV V

1 Aspidiaceae Arachniodes hasseltii ** √ - - - -

2 Heteregonium wignanii ** - - - -

3 Tectaria angulata ** - - -

4 Tectaria melanocaula ** - - - -

5 Aspleniaceae Asplenium caudatum ** √ - √ - -

6 Asplenium nidus* - - -

7 Asplenium pellucidum* - - - -

8 Asplenium phyllitidis ** - -

9 Asplenium sp* - - -

10 Asplenium subnormal ** - - - -

11 Athyriaceae Athyrium dilatatum ** - √ - - -

12 Diplazium sp. ** - - - -

13 Diplazium velutinum ** - -

14 Blechanceae Brainea insignis ** - √ √ - -

15 Blechnum indicum ** - -

16 Cyatheaceae Cyathea contaminans ** √ √ √ - -

17 Cyathea glabra ** - - -

18 Cyathea hymenodes ** - - -

19 Davalliacaea Davalia divaricata* √ - - - -

20 Davalia trichomanoides* - -

21 Humata repens ** - - -

22 Humata pectinata ** - -

23 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis ** √ - √ √ √

24 Gleichenia linearis ** - - -

25 Gleichenia longissima ** -

26 Gleichenia truncate ** - - - -

27 Grammitidaceae Ctenopteris contigua* √ - - - -

28 Hypolepidaceae Histiopteris incise ** - - √ - -

29 Pteridium aquilinum ** - - -

30 Lindsaeaceae Lindsaea bonillodii ** - - - - √

31 Lindsaea lucida ** - -

32 Sphenomeris chinensis ** - - -

33 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium* √ √ √ √ √

(40)

No Famili Nama jenis Lokasi

I II III IV V

35 Licopodiaceae Lycopodium cernum ** - √ √ √

36 Lycopodium complanatum ** - - - -

37 Marattiaceae Angiopteris evecta ** - - - √ -

38 Angiopteris angustifolia ** - - -

39 Nephrolepidacea Nephrolepis radicans* √ - √ √ -

40 Nephrolepis dicksonoides* - - -

41 Oleandraceae Oleandra pistillaris ** √ √ √ √ √

42 Polypodiaceae Aglaomorpha Heraclea* √ √ √ - -

43 Belvisia revolute* - - - -

44 Cheiropleuria bicuspida ** - - - -

45 Crypsinopsis subfasciatus ** - -

46 Crypsinus wrayi ** - - - -

47 Dipteris conjugate ** - - -

48 Goniophlebium verrucosum* - - - -

49 Lepisorus longifolius ** - -

50 Phymatopteris triloba ** -

51 Phymatosorus longissima ** - - - -

52 Pyrrosia foccigera* - - -

53 Selliguea lima* - - -

54 Selaginellaceae Selaginela ornate ** - √ - - √

55 Thelypteridaceae Pneumatopteris callosa ** √ - - - -

56 Pronephrium triphyllum ** -

57 Pseudophegopteris paludosa ** - - - -

58 Vittariaceae Antrophyum callifolium* - - - - √

59 Antrophyum semicostatum* - - - -

60 Vittaria ensiformis* - - -

Jumlah Jenis 31 24 29 20 20

Paku Teresterial 23 `15 22 17 15

Paku Epifit 8 9 7 3 5

Keterangan: * = jenis paku epifit √ = ditemukan

(41)

Dijelaskan oleh Barbour et al. (1987), Krebs (1985), Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Odum (1996) juga menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka semakin tinggi keanekaragamannya.

4.2. Komposisi Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli

Komposisi tumbuhan paku merupakan penyusun suatu tegakan yang meliputi jumlah jenis spesies/famili ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan paku. Pada ke lima ketinggian ditemukan 3 kelas 4 ordo, 19 famili dan 43 genus. Famili-famili pada ke lima ketinggian relatif berubah. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu tiap jenis memiliki adaptasi tertentu terhadap kondisi fisik lingkungan tersebut, sehingga dapat dijumpai pada ke lima ketinggian. Kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban dan cahaya. Menurut Syahbudin (1987), bahwa organisma, baik dalam tingkatan individu maupun komunitas selalu didukung oleh kondisi lingkungan, seperti cahaya. Anwar et al. (1987), menambahkan bahwa komposisi jenis sangat ditentukan terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit dan pada daerah tertentu, komposisi jenis berkaitan erat dengan ciri-ciri habitat seperti tanah dan topografi.

(42)

Odum (1971), menyatakan bahwa tumbuhan paku merupakan tumbuhan kormophyta berspora yang dapat hidup di mana saja. Menurut Holtum (1968), lingkungan tumbuhan paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai ke daun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udara yang tinggi. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai pada hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang terkena cahaya matahari. Berikut ditambahkan oleh Ewusie (1990), bahwa vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda.

4.3. Tumbuhan Paku Dominan di Hutan Aek Nauli

Jenis tumbuhan paku yang dominan dapat diketahui dari Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas, di mana nilai penting itu diperoleh dari hasil penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Pada ketinggian 1200-1300 m dpl jenis tumbuhan paku yang memiliki INP tertinggi adalah Oleandra pistillaris yaitu sebesar 32,67 % dan terendah adalah

(43)
[image:43.612.95.540.144.663.2]

Tabel 4.2. Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku pada Lokasi 1 (1200-1300 m dpl) di Hutan Aek Nauli

No. FAMILI NAMA JENIS Jumlah

Ind/250m

K (ind/ m

2 2) KR F FR INP

1 Aspidiaceae Arachniodes hasseltii 17 0,068 2,95% 0,2 3,51% 6,46% 2 Tectaria angulata 43 0,172 7,45% 0,2 3,51% 10,96% 3 Aspleniaceae Asplenium caudatum 11 0,044 1,91% 0,2 3,51% 5,42% 4 Asplenium phyllitidis 4 0,016 0,69% 0,1 1,75% 2,45% 5 Athyriaceae Diplazium velutinum 4 0,016 0,69% 0,2 3,51% 4,20% 6 Blechnaceae Blechnum indicum 7 0,028 1,21% 0,2 3,51% 4,72% 7 Cyatheaceae Cyathea contaminans 9 0,036 1,56% 0,1 1,75% 3,31% 8 Cyathea hymenodes 7 0,028 1,21% 0,3 5,26% 6,48% 9 Davalliacaea Davalia divaricata 4 0,016 0,69% 0,1 1,75% 2,45% 10 Davalia trichomanoides 43 0,172 7,45% 0,3 5,26% 12,72% 11 Humata repens 39 0,156 6,76% 0,4 7,02% 13,78% 12 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis 2 0,008 0,35% 0,1 1,75% 2,10% 13 Grammitidaceae Ctenopteris contigua 43 0,172 7,45% 0,3 5,26% 12,72% 14 Lindsaeaceae Lindsaea lucida 2 0,008 0,35% 0,1 1,75% 2,10% 15 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 7 0,028 1,21% 0,2 3,51% 4,72% 16 Elaphoglossum robinsonii 19 0,076 3,29% 0,2 3,51% 6,80% 17 Lycopodiaceae Lycopodium complanatum 3 0,012 0,52% 0,1 1,75% 2,27% 18 Marattiaceae Angipteris angustifolia 3 0,012 0,52% 0,1 1,75% 2,27% 19 Nephrolepidacea Nephrolepis radicans 54 0,216 9,36% 0,2 3,51% 12,87% 20 Olandraceae Oleandra pistillaris 148 0,592 25,65% 0,4 7,02% 32,67% 21 Polypodiaceae Aglaomorpha Heraclea 5 0,02 0,87% 0,2 3,51% 4,38% 22 Belvisia revolute 5 0,02 0,87% 0,2 3,51% 4,38% 23 Crypsinopsis subfasciatus 22 0,088 3,81% 0,1 1,75% 5,57% 24 Crypsinus wrayi 10 0,04 1,73% 0,1 1,75% 3,49% 25 Goniophlebium verrucosum 6 0,024 1,04% 0,1 1,75% 2,79% 26 Lepisorus longifolius 6 0,024 1,04% 0,2 3,51% 4,55%

27 Phymatopteris triloba 2 0,008 0,35% 0,1 1,75% 2,10%

(44)

Menurut Ewusie (1990), bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting. Selanjutnya Setiadi (1989) dalam Sofyan (1991), menyatakan jenis tumbuhan yang mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi di antara vegetasi sesamanya disebut jenis yang dominan. Hal ini mencerminkan tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Selanjutnya Odum (1996), menjelaskan bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi.

Menurut Sastrapraja dan Afriastini (1979), umumnya di daerah pegunungan tumbuhan paku akan banyak dijumpai dari pada daerah dataran rendah. Namun ada beberapa jenis dari paku-pakuan yang memiliki penyebaran yang sempit. Selanjutnya Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi kandungan/ketersediaan air tanah di mana hubungan dengan suhu dapat mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Tingginya nilai frekwensi relatif menunjukkan banyaknya jumlah jenis tersebut pada masing-masing lokasi.

Komposisi tumbuhan paku tertinggi pada ketinggian 1200-1300 m dpl adalah

(45)
[image:45.612.98.533.141.544.2]

Tabel 4.3. Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku pada Lokasi 2 (1300-1400 m dpl) di Hutan Aek Nauli

INP tertinggi tumbuhan paku ketinggian 1300-1400 m dpl terdapat pada jenis

Tecataria angulata, yaitu 27,29 % dan yang terendah pada jenis Phymatosorus

longissima, yaitu 2,17 %. Tingginya Indeks Nilai Penting pada jenis paku disebabkan oleh rendahnya keberadaan jenis paku yang lain dan tingginya kerapatan relatif jenis

Tecataria angulata, juga karena faktor abiotik lingkungan yang mendukung untuk No

. FAMILI NAMA JENIS

Jumlah Ind/250m

K (ind/ m

2 2) KR F FR INP

1 Aspidiaceae Heteregonium wignanii 34 0,136 5,76% 0,3 6,00% 11,76% 2 Tectaria melanocaula 5 0,02 0,85% 0,1 2,00% 2,85% 3 Aspleniacea Asplenium nidus 6 0,024 1,02% 0,2 4,00% 5,02% 4 Asplenium phyllitidis 17 0,068 2,88% 0,3 6,00% 8,88% 5 Asplenium pellucidum 20 0,08 3,39% 0,2 4,00% 7,39% 6 Asplenium phyllitidis 10 0,04 1,69% 0,2 4,00% 5,69% 7 Asplenium sp 3 0,012 0,51% 0,1 2,00% 2,51% 8 Athyriaceae Athyrium dilatatum 21 0,084 3,56% 0,5 10,00% 13,56%

9 Tectaria angulata 102 0,408 17,29% 0,5 10,00% 27,29%

10 Blechanceae Blechnum indicum 10 0,04 1,69% 0,2 4,00% 5,69% 11 Brainea insignis 50 0,2 8,47% 0,2 4,00% 12,47% 12 Cyatheaceae Cyathea contaminans 31 0,124 5,25% 0,3 6,00% 11,25% 13 Davalliaceae Davalia trichomanoides 35 0,14 5,93% 0,2 4,00% 9,93% 14 Gleicheniaceae Gleichenia linearis 35 0,14 5,93% 0,2 4,00% 9,93% 15 Gleichenia longissima 50 0,2 8,47% 0,2 4,00% 12,47% 16 Lindsaeaceae Lindsaea lucida 5 0,02 0,85% 0,1 2,00% 2,85% 17 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 2 0,008 0,34% 0,1 2,00% 2,34% 18 Elaphoglossum robinsonii 15 0,06 2,54% 0,3 6,00% 8,54% 19 Nephrolepidaceae Nephrolepis dicksonoides 24 0,096 4,07% 0,1 2,00% 6,07% 20 Oleandraceae Oleandra pistillaris 22 0,088 3,73% 0,2 4,00% 7,73% 21 Polypodiaceae Aglaomorpha Heraclea 3 0,012 0,51% 0,1 2,00% 2,51%

22 Phymatosorus longissima 1 0,004 0,17% 0,1 2,00% 2,17%

(46)

tumbuh, dimana suhu 22,33 0C , intensitas cahaya 530 lux dan kelembaban 75,67 % (Tabel 4.3).

Tingginya jumlah jenis paku-pakuan pada lokasi II kemungkinan disebabkan karena faktor lingkungan (faktor fisik) yang sesuai untuk kehidupan berbagai jenis paku. Pada lokasi II naungan pohon masih banyak , sehingga kelembaban udara lebih tinggi dan paku-pakuan cenderung hidup pada naungan pohon.

Komposisi tumbuhan paku pada ketinggian 1300-1400 m dpl diperoleh 24 jenis dengan jumlah individu sebanyak 590 individu/250m2. Komposisi tumbuhan paku tertinggi adalah Tectaria angulata dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 17,29 %. Nilai komposisi tumbuhan paku terendah terdapat pada jenis Phymatosorus longissima dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 0,17 % (Tabel 4.3). Tinggi rendahnya nilai KR dari jenis di atas menunjukkan keadaan lingkungan yang berubah, meliputi penurunan suhu, kelembaban yang tinggi, dan tanah yang miskin nutrisi seiring laju penambahan ketinggian tempat dan daya tumbuh dan penyebaran biji tidak efektif. Menurut Suseno & Riswan dalam Sofyan (1991), kerapatan tumbuhan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta tersedianya biji.

Pada lokasi II nilai FR tertinggi terdapat pada Athyrium dilatatum dan

(47)

Nilai FR terendah terdapat pada Aglaomorpha Heraclea, Asplenium sp, Elaphoglossum callifolium, Lindsaea lucida, Nephrolepis dicksonoides,

Phymatosorus longissima, Selaginela ornate, Tectaria melanocaula yaitu 2,00 %. Nilai FR yang rendah menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut mempunyai jumlah yang paling sedikit. Ini juga diduga karena faktor lingkungan yang kurang cocok dengan syarat tumbuh pada tumbuhan itu.

Nilai INP tertinggi tumbuhan paku pada lokasi III yaitu pada ketinggian 1400- 1500 m dpl terdapat pada jenis Crypsinopsis subfasciatus, yaitu 28,77 %, dan yang terendah pada jenis Cyathea contaminans yaitu 2,47 % (Tabel 4.4 ). Menurut Indriyanto (2006), keberhasilan jenis-jenis ini untuk tumbuh dan bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada kondisi lingkungan. Dan juga jenis-jenis yang lain yang memiliki nilai tertinggi merupakan kelompok jenis yang mempunyai frekuensi dan kerapatan yang tinggi pada ketinggian atau lokasi tersebut.

Komposisi tumbuhan paku pada ketinggian 1400-1500 m dpl diperoleh 29 jenis dengan jumlah individu sebanyak 804 individu/250m2. Komposisi tumbuhan paku tertinggi adalah Crypsinopsis subfasciatus dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 17,66 %. Nilai komposisi tumbuhan paku terendah terdapat pada jenis

(48)
[image:48.612.95.555.134.638.2]

Tabel 4.4 . Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku pada Lokasi 3 (1400-1500 m dpl) di Hutan Aek Nauli

No FAMILI NAMA JENIS

Jumlah

Ind/250m

K (ind/ m

2 2) KR F FR INP

1 Aspleniaceae Asplenium caudatum 45 0,18 5,60% 0,1 2,22% 7,82% 2 Asplenium phyllitidis 23 0,092 2,86% 0,3 6,67% 9,53% 3 Asplenium sp. 5 0,02 0,62% 0,1 2,22% 2,84% 4 Athyriaceae Diplazium sp. 4 0,016 0,50% 0,1 2,22% 2,72% 5 Diplazium velutinum 12 0,048 1,49% 0,1 2,22% 3,71% 6 Blechnaceae Brainea insignis 6 0,024 0,75% 0,1 2,22% 2,97% 7 Cyatheaceae Cyathea contaminans 2 0,008 0,25% 0,1 2,22% 2,47%

8 Davalliaceae Davalia trichomanoides 12 0,048 1,49% 0,1 2,22% 3,71% 9 Humata pectinata 41 0,164 5,10% 0,1 2,22% 7,32% 10 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis 34 0,136 4,23% 0,1 2,22% 6,45% 11 Gleichenia longissima 12 0,048 1,49% 0,1 2,22% 3,71% 12 Hypolepidaceae Histiopteris incise 36 0,144 4,48% 0,1 2,22% 6,70% 13 Pteridium aquilinum 13 0,052 1,62% 0,2 4,44% 6,06% 14 Lindsaeaceae Lindsaea lucida 23 0,092 2,86% 0,1 2,22% 5,08% 15 Sphenomeris chinensis 115 0,46 14,30% 0,1 2,22% 16,53% 16 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 5 0,02 0,62% 0,2 4,44% 5,07% 17 Lycopodiaceae Lycopodium cernuum 3 0,012 0,37% 0,1 2,22% 2,60% 18 Nephrolepidaceae Nephrolepis dicksonoides 41 0,164 5,10% 0,2 4,44% 9,54% 19 Nephrolepis radicans 28 0,112 3,48% 0,2 4,44% 7,93% 20 Oleandraceae Oleandra pistillaris 12 0,048 1,49% 0,2 4,44% 5,94% 21 Polypodiaceae Aglaomorpha Heraclea 21 0,084 2,61% 0,1 2,22% 4,83% 22 Crypsinopsis subfasciatus 142 0,568 17,66% 0,5 11,11% 28,77%

23 Dipteris conjugate 55 0,22 6,84% 0,1 2,22% 9,06% 24 Lepisorus longifolius 13 0,052 1,62% 0,3 6,67% 8,28% 25 Phymatopteris triloba 26 0,104 3,23% 0,2 4,44% 7,68% 26 Pyrrosia foccigera 45 0,18 5,60% 0,2 4,44% 10,04% 27 Selliguea lima 8 0,032 1,00% 0,1 2,22% 3,22% 28 Thelypteridaceae Pronephrium triphyllum 12 0,048 1,49% 0,2 4,44% 5,94% 29 Vittariaceae Antrophyum semicostatum 10 0,04 1,24% 0,1 2,22% 3,47% 804 3,216 100,00% 4,5 100,00% 200,00%

(49)

Heraclea, Antrophyum semicostatum, Asplenium caudatum, Asplenium sp., Brainea

insignis, Cyathea contaminans, Davalia trichomanoides, Dicranopteris linearis,

Diplazium sp., Diplazium velutinum, Dipteris conjugate, Gleichenia longissima, Histiopteris incise, Humata pectinata, Lindsaea lucida, Lycopodium cernuum,

Selliguea lima, Sphenomeris chinensis yaitu dengan nilai 2,22 %. Hal ini

[image:49.612.109.535.305.652.2]

menunjukkaan bahwa Crypsinopsis subfasciatus tersebar merata pada lokasi III, sedangkan jenis yang memiliki niai FR terendah tidak tersebar merata.

Tabel 4.5. Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku pada Lokasi 4 (1500-1600 m dpl) di Hutan Aek Nauli

INP tertinggi tumbuhan paku ketinggian 1500-1600 m dpl terdapat pada jenis

Pteridium aquilinium, yaitu 28,41 % dan yang terendah pada jenis Nephrolepis

No. FAMILI NAMA JENIS Jumlah

Ind/250 m

K ( ind/ m

2 2) KR F FR INP

1 Cyatheaceae Cyathea glabra 21 0,084 1,97% 0,1 2,22% 4,20% 2 Davalliaceae Humata pectinata 76 0,304 7,14% 0,6 13,33% 20,48% 3 Humata repens 37 0,148 3,48% 0,1 2,22% 5,70% 4 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis 68 0,272 6,39% 0,4 8,89% 15,28% 5 Gleichenia linearis 19 0,076 1,79% 0,1 2,22% 4,01% 6 Gleichenia longissima 86 0,344 8,08% 0,4 8,89% 16,97% 7 Gleichenia truncate 86 0,344 8,08% 0,2 4,44% 12,53% 8 Hypolepidaceae Pteridium aquilinum 255 1,02 23,97% 0,2 4,44% 28,41%

9 Lindsaeaceae Sphenomeris chinensis 11 0,044 1,03% 0,1 2,22% 3,26% 10 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 24 0,096 2,26% 0,2 4,44% 6,70% 11 Lycopodiaceae Lycopodium cernuum 139 0,556 13,06% 0,2 4,44% 17,51% 12 Marattiaceae Angiopteris evecta 10 0,04 0,94% 0,1 2,22% 3,16% 13 Nephrolepidaceae Nephrolepis radicans 4 0,016 0,38% 0,1 2,22% 2,60%

14 Oleandraceae Oleandra pistillaris 26 0,104 2,44% 0,2 4,44% 6,89% 15 Polypodiaceae Crypsinopsis subfasciatus 16 0,064 1,50% 0,3 6,67% 8,17% 16 Dipteris conjugate 38 0,152 3,57% 0,1 2,22% 5,79% 17 Lepisorus longifolius 21 0,084 1,97% 0,1 2,22% 4,20% 18 Phymatopteris triloba 43 0,172 4,04% 0,4 8,89% 12,93% 19 Thelypteridaceae Pronephrium triphyllum 73 0,292 6,86% 0,5 11,11% 17,97% 20 Vittariaceae Vittaria ensiformis 11 0,044 1,03% 0,1 2,22% 3,26%

(50)

radicans, yaitu 2,60 % (Tabel 4.5). Komposisi tumbuhan paku pada ketinggian 1500-1600 m dpl diperoleh 20 jenis dengan jumlah individu sebanyak 1064 individu/250m2. Komposisi tumbuhan paku tertinggi adalah Pteridium aquilinium

dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 23,97 %. Nilai komposisi tumbuhan paku terendah terdapat pada jenis Nephrolepis radicans dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 0,38 % (Tabel 4.5).

Pada lokasi IV jumlah nilai FR tertinggi terdapat pada Humata pectinata,

yaitu dengan nilain FR 13,33% dan nilai FR yang paling rendah terdapat pada

Angiopteris evecta, Cyathea glabra, Dipteris conjugate, Gleichenia linearis, Humata

repens, Lepisorus longifolius, Nephrolepis radicans, Sphenomeris chinensis, Vittaria

ensiformis, yaitu dengan nilai FR sebesar 2,22 %. Hal ini menunjukkan bahwa

Humata pectinata tersebar merata pada lokasi IV, sedangkan jenis yang memiliki niai FR terendah tidak tersebar merata.

INP tertinggi tumbuhan paku ketinggian 1600-1700 m dpl terdapat pada jenis

Gleichenia longisima, yaitu 32,19 % dan yang terendah pada jenis Elaphoglossum

callifolium, yaitu 2,20 % (Tabel 4.6). Menurut Indrawan (1978), bahwa

(51)
[image:51.612.98.547.158.509.2]

Tabel 4.6. Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku pada Lokasi 5 (1600-1700 m dpl) di Hutan Aek Nauli

Komposisi tumbuhan paku pada ketinggian 1600-1700 m dpl diperoleh 20 jenis dengan jumlah individu sebanyak 1094 individu/250m2. Komposisi tumbuhan paku tertinggi adalah Gleichenia longisima dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 24,50 %. Nilai komposisi tumbuhan paku terendah terdapat pada jenis

Elaphoglossuam callifolium dengan nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 0,27 %

(Tabel 4.6). Tinggi rendahnya nilai KR pada jenis-jenis tersebut di atas menunjukkan keadaan lingkungan yang berubah, meliputi suhu rata-rata 19,5 0C, kelembaban yang tinggi rata-rata 94,3 %, dan intensitas cahaya rata-rata 426,6 Lux.

N

o. FAMILI NAMA JENIS

Jumlah Ind/250 m

K ( ind/ m

2 2) KR F FR INP

1 Aspleniaceae Asplenium nidus 5 0,02 0,46% 0,2 3,85% 4,30% 2 Asplenium subnormal 5 0,02 0,46% 0,1 1,92% 2,38% 3 Athyriaceae Diplazium velutinum 7 0,028 0,64% 0,1 1,92% 2,56% 4 Blechnaceae Blechnum indicum 12 0,048 1,10% 0,3 5,77% 6,87% 5 Cyatheaceae Cyathea glabra 6 0,024 0,55% 0,3 5,77% 6,32% 6 Cyathea hymenodes 5 0,02 0,46% 0,2 3,85% 4,30% 7 Davalliaceae Humata pectinata 23 0,092 2,10% 0,2 3,85% 5,95% 8 Gleicheniaceae Dicranopteris linearis 73 0,292 6,67% 0,4 7,69% 14,37%

9 Gleichenia longissima 268 1,072 24,50% 0,4 7,69% 32,19%

10 Lindsaeaceae Lindsaea bonillodii 23 0,092 2,10% 0,2 3,85% 5,95% 11 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium 3 0,012 0,27% 0,1 1,92% 2,20%

12 Elaphoglossum robinsonii 86 0,344 7,86% 0,6 11,54% 19,40%

13 Lycopodiaceae Lycopodium cernuum 235 0,94 21,48% 0,3 5,77% 27,25% 14 Oleandraceae Oleandra pistillaris 5 0,02 0,46% 0,1 1,92% 2,38% 15 Polypodiaceae Cheiropleuria bicuspida 4 0,016 0,37% 0,1 1,92% 2,29% 16 Phymatopteris triloba 60 0,24 5,48% 0,3 5,77% 11,25% 17 Selliguea lima 75 0,3 6,86% 0,4 7,69% 14,55% 18 Selaginellaceae Selaginella ornate 129 0,516 11,79% 0,4 7,69% 19,48% 19 Thelypteridaceae Pronephrium triphyllum 67 0,268 6,12% 0,3 5,77% 11,89% 20 Vittariaceae Antrophyum callifolium 3 0,012 0,27% 0,2 3,85% 4,12%

(52)

Pada lokasi V jumlah nilai FR tertinggi terdapat pada Elaphoglossum

robinsonii yaitu sebesar 11,54 %, sedangkan nilai FR terendah terdapat pada

Asplenium subnormal, Cheiropleuria bicuspida, Diplazium velutinum,

Elaphoglossum callifolium, Oleandra pistillaris, yaitu dengan nilai FR sebesar 1,92%. Hal ini menunjukkaan bahwa Elaphoglossum robinsonii tersebar merata pada lokasi V, sedangkan jenis yang memiliki niai FR terendah tidak tersebar merata. (Tabel 4.6).

4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada lima

Lokasi

Dari hasil yang didapat pada masing-masing lokasi penelitian, diperoleh nilai Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Tumbuhan Paku di Hutan Aek Nauli

Ketinggian ( m dpl) Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks Keseragaman (E)

1200-1300 2,773169 0,80756 1300-1400 2,72058 0,85605 1400-1500 2,899736 0,86115 1500-1600 2,554024 0,85255 1600-1700 2,245753 0,74965

(53)

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman tumbuhan paku-pakuan teresterial maupun epifit di kawasan Hutan Aek Nauli tergolong sedang. Odum (1996), menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka semakin tinggi keanekaragaman. Sebaliknya bila nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena satu komunitas walaupun banyak jenisnya, tetapi bila penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Menurut Indriyanto (2006), keanekaragamam jenis di dalam atau di antara berbagai komunitas melibatkan 3 komponen yaitu ruang, waktu dan makanan

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1999), bahwa dengan memperhatikan keanekaragaman jenis dalam komunitas diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisme komunitas tersebut. Biasanya makin banyak atau semakin beranekaragam suatu komunitas, makin tinggi organisasi di dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaan sehingga keadaannya semakin lebih baik.

(54)

4.5. Indeks Kesamaan (IS)

Indeks Kesamaan berguna untuk mengetahui seberapa besar kesamaan organisma yang dapat hidup di dua tempat yang berbeda, dan juga dapat digunakan untuk mengetahui penyebarannya. Semakin besar IS maka jenis yang sama pada lokasi yang berbeda semakin banyak (Krebs, 1985). Indeks Similiritas pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 8. Nilai Indeks Kesamaan (IS) di Hutan Aek Nauli

Lokasi 1 2 3 4 5

1 (1200-1300) m dpl 55.12% 62.39% 42.38% 32.40%

2 (1300-1400) m dpl 54.33% 25.71% 38.26%

3 (1400-1500) m dpl 60.19% 35.94%

4 (1500-1600) m dpl 69.52%

5 (1600-1700) m dpl

Gambar

Tabel  4.1. Jenis-jenis Tumbuhan paku yang ditemukan di Hutan Aek Nauli
Tabel  4.2. Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan                      Paku pada Lokasi 1 (1200-1300 m dpl) di Hutan Aek Nauli
Tabel 4.3.  Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan                      Paku pada Lokasi 2 (1300-1400 m dpl) di Hutan Aek Nauli
Tabel  4.4  .  Data Kerapatan, Frekwensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan                         Paku pada Lokasi 3 (1400-1500 m dpl) di Hutan Aek Nauli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian mengetahui Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominansi, dan Kerapatan tumbuhan paku di kawasan Hutan Girimanik pada ketinggian tempat berbeda, 1.200

Tujuan penelitian mengetahui Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominansi, dan Kerapatan tumbuhan paku di kawasan Hutan Girimanik pada ketinggian tempat berbeda, 1.200

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks keanekaragaman kupukupu yang terdapat dikawasan hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara berada dalam kategori

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengidentifikasi jenis tumbuhan paku yang dapat ditemukan di kawasan Gunung Wilis desa

Penelitian mengenai tumbuhan paku di Petungkriyono telah dilakukan sebelumnya oleh Widhiono (2015) dengan jumlah jenis tumbuhan paku yang sebanyak 12 jenis, namun

Tumbuhan paku banyak ditemukan di hutan Gunung Sibuatan, namun belum ada informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sibuatan.. 1.3

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengidentifikasi jenis tumbuhan paku yang dapat ditemukan di kawasan Gunung Wilis desa

Tujuan penelitian mengetahui Indeks Keanekaragaman, Indeks Dominansi, dan Kerapatan tumbuhan paku di kawasan Hutan Girimanik pada ketinggian tempat berbeda, 1.200