• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kondisi Fermentasi pada Produksi Selulase dari Limbah Kelapa Sawit (Tandan Kosong dan Sabut) oleh Neurospora sitophila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kondisi Fermentasi pada Produksi Selulase dari Limbah Kelapa Sawit (Tandan Kosong dan Sabut) oleh Neurospora sitophila"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

Bismillahirrahmanirrahiim,

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dun laut menjadi tinta, ditam- bahkan tujzch laut la@ sesrrdah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya ditulis- kan ilmu Allah dan hikmahNya, sungg~ih Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

(QS.

Luqman : 27)

Kupersembahkan untuk

(2)

KWJlAN

KONDISI

F

SELUEASE

DARl

LIMBAH KELWP

DAN

SABUT

1

S A F R I A N I

F 27. 1357

1 9 3 5

FAKULTAS TEKNOLOGl PERTANIAM

INSTITUT PERTARIIAN

BOGOR

(3)

< ; :'

*...

Safriani. F 27.1757. Kaj ian Kondisi .'Fermentasi Pada Produksi Selulase dari Limbah Kelapa Sawdt (Tandan Kosong dan Sabut) Oleh Neurospora sitophila. Dibawah bimbingan A. Aziz Darwis, Illah Sailah dan Tun Tedja Irawadi.

RINGKASAN

I.

Prodaksi minyak kelapa spwit pada tahun 1995 diperki- ',i

rakan sebesar 4.5 juta ton. Dari s$tu ton tandan buah se-

i

gar akan dihasi1kan:minyak sawit sebesar 0.21 ton dan inti

ss~,:it ssbanyak 0.05 ton, sedangkan sisanya berupa limbah

dalan bentuk tandan kosong, sabut dan cangkang biji yang

jun~lahnya masing-masing sebesar 23, 13.5 dan 5.5 persen.

Tandan kosong dan sabut kelapa sawit dapat digunakan

se'agai substrat untuk memproduksi selulase karena mengan-

dung holoselulosa dan lignin yang cukup tinggi yaitu

sebesar 65.28 persen dan 35.2 persen untuk tandan kosong

d a n 55 persen dan 21.92 persen untuk sabut kelapa sawit.

Produksi selulase antara lain dipengaruhi oleh kondisi

proses fermentasi. Parameter lingkungan yang berpengaruh

pada sintesa enzim antara lain pH, suhu, aerasi dan kekua-

tan ionik, sehingga diperlukan optimasi kondisi proses.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat suhu dan

aerasi serta lama fermentasi terbaik pada produksi selu-

lase dengan menggunakan Neurospora sitophila pada substrat

tandan kosong dan sabut kelapa sawit. Tandan kosonq dan

sabut kelapa sawit yang digunakan masing-masing beru-

(4)

sedangkan Neurospora sitophila yang digunakan adalah yang

telah berumur lima hari.

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini

merupakan modifikasi dari sistem fermentasi Multiple Mini

Packed Bed (MPB) dengan ketebalan substrat 2 sentimeter.

Penentuan tingkat suhu dan aerasi terbaik dilakukan dengan

melakukan fermentasi pada suhu 25OC, 28OC dan 31°C dan la-

ju aerasi 0, 0.1, 0.3 dan 1 l/jam/g substrat. Untuk suhu

25OC inkubator diletakkan di dalam ruangan yang suhunya

terkontrol pada suhu tersebut dan untuk suhu 28OC diletak-

kan pada suhu kamar, sedangkan untuk suhu 31°C dilengkapi

dengan elemen pemanas dan thermostat yang diatur pada suhu

tersebut. Fermentasi dilakukan selama 10 hari, dimana

pengamatan dilakukan pada hari ke-2, 4 , 6, 8, dan 10.

Pada setiap kali pengamatan dilakukan analisa aktivitas

enzim yang dihasilkan yaitu FP-ase dan CMC-ase.

Aktivitas FP-ase dan CMC-ase tertinggi diperoleh pada

suhu 2S°C dan laju aerasi 1 l/jam/g substrat yaitu masing-

masing sebesar 2.04 IU/ml dan 69.26 IU/ml. Aktivitas FP-

ase tertinggi ini diperoleh pada hari kedelapan fermenta-

si, sedangkan aktivitas CMC-ase pada hari keenam fermenta-

si.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat

suhu, aerasi dan lama fermentasi mempengaruhi aktivitas

.

(5)

KAJIAN KONDISI FERMENTASI PADA PRODUKSI SELULASE

DARI LIMBAH KELAPA SAWIT (TANDAN KOSONG DAN SABUT)

OLEH

Neurosporu

sitophila

Oleh

SAFRIANI

F 27 1357

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

1995

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN KONDISI FERMENTAS1 PADA PRODUKSI SELULASE DARI L M B A H KELAPA SAWIT (TANDAN KOSONG DAN SABUT)

OLEH Nercrosporu sitophilu

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTAVIAN

pada Jurusan TEKNOLOGI NDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTAiTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

SAFRIANI F 27.1357

Dilahirkan pada tanggal 23 April 1971 di Banda Aceh

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alarniin.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt

yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sarjana

Teknologi Pertanian pada jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaku-

kan dari bulan Oktober 1994 sampai bulan Februari 1995 di Laboratorium Terpadu

Analisis Kimia FMIPA IPB Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr.Ir. A. Aziz Darwis, MSc., Dr.Ir. Illah Sailah, MS., dan Dr.Ir. Tun Tedja

Irawadi, MS., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan hingga se-

lesainya penyusunan skripsi ini serta semua pihak yang telah membantu penelitian

hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada

Ayah, Mamak dan adik-adik atas segala do'a restu, dorongan moril dan pengorbanan

yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Namun demikian, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang memerlukannya.

(8)

DAFTAR IS1

. . .

PEND+WLUAN 1

TINJAUAN PUSTAKA

. . .

4

A

.

LIGNOSELULOSA

. . .

4

B

.

SELULASE

. . .

8

C

.

MIKROORGANISME PENGHASIL SELULASE

. . .

11

D

.

KONDISI FERMENTASI

. . .

14

BAXAN DAN METODA

. . .

21

A

.

B A K U DAN ALAT

. . .

21

1

.

Substrat

. . .

21

2

.

Mikroorganisme

. . .

21

3

.

Bahan Kimia

. . .

21

4

.

Peralatan

. . .

22

B

.

METODA

. . .

24

1

.

Persiapan Bahan Baku

. . .

24

2

.

Analisis Komposisi Substrat

. . .

24

3

.

Isolasi dan Persiapan Mikoorganisme

. . .

24

. . .

...

4

.

Pernbuatan Media Fermentasi

:

25 5

.

Penentuan Suhu dan Tingkat Aerasi Terbaik

.

25 C

.

WLNCANGAN PERCOB AAN

. . .

26

. . .

(9)

IV

.

HASIL DAN PEMBAHAS AN

. . .

30

A

.

KOMPOSISI MEDIA FERMENTASI

. . .

30

B

.

KAPANG Neurospora sitopila

. . .

31

C

.

KONDISI LINGKUNGAN FERMENTASI

. . .

33

1

.

Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim

. . . .

33

2

.

Pengaruh Aerasi terhadap Aktivitas Enzim

..

40

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

. . .

52

A

.

Kesimpulan

. . .

52

B

.

Saran

. . .

53
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Analisis Kimia dari Sabut dan Tandan Sawit. 5

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

[image:11.524.67.471.148.647.2]

. . .

Gambar 1. Rumus Molekul Selulosa 5

Gambar 2. Mekanisme Hidrolisis Selulosa oleh Enzim Selulase (Montenecourt dan Eveleigh,

1979 dalam Enari, 1983)

. . .

9

Gambar 3. Sistem Pembentukan Selulase (Mandels dan Weber, 1969 dalam Tun Tedja Irawadi

...

11

. . .

Gambar 4. Pertumbuhan Kapang pada Substrat Padat 13

Gambar 5. Skema Keterkaitan Kondisi Lingkungan de- ngan Parameter Lingkungan (Weiland, 1988) 16

Gambar 6. Inkubator Sistem Fermentasi MPB yang te- lah dimodifikasi

. . .

23

Gambar 7. Skema Produksi Selulase pada Berbagai Tingkat Suhu dan Aerasi

...

27

Gambar 8. Kapang Neurospora sitophila yang berumur Lima Hari

...

32

Gambar 9. Aktivitas FP-ase pada Berbagai Tingkat Suhu

. . .

34

Gambar 10. Aktivitas CMC-ase pada Berbagai Tingkat Suhu

. . .

37

Gambar 11. Aktivitas FP-ase pada Suhu 25O C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

. . .

41

Gambar 12. Aktivitas FP-ase pada Suhu 28O C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

. . .

42 Gambar 13. Aktivitas FP-ase pada Suhu 31° C dengan

Berbagai Tingkat Aerasi

. . .

43
(12)
[image:12.524.67.467.65.206.2]

Gambar 15

.

Aktivitas CMC-ase pada Suhu 28O C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

. . .

46

Gambar 16

.

Aktivitas CMC-ase pada Suhu 31° C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

. . .

47

Gambar 17

.

Aktivitas FP-ase pada Suhu 28O C dengan Aerasi sampai 2 l/jam/g

. . .

4 8

Gambar 18

.

Aktivitas CMC-ase pada Suhu 28O C dengan

. . .

Aerasi sampai 2 l/jam/g 49

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bahan-bahan Kimia untuk Analisis

Proksimat dan Analisa Aktivitas Enzim 57

Lampiran 2. Prosedur Analisis

. . .

58

Lampiran 3. Data Hasil Analisa Aktivitas FP-ase.. 66

Lampiran 4. Data Hasil Analisa Aktivitas CMC-ase. 67

Lampiran 5a. Analisis Ragam Aktivitas FP-ase

. . .

68

Lampiran 5b. Hasil U j i Lanjut Duncan Aktivitas

FP-ase

. . .

68

Lampiran 6a. Analisis Ragam Aktivitas CMC-ase

. . .

69

Lampiran 6b. Hasil Uji Lanjut Duncan Aktivitas

(14)

Ind~nesia merupakan negara penghasil kelapa sawit ter-

hesar kedua di dunia. Usaha-usaha untuk meningkatkan pro-

duksi =inyak kelapa sawit terus dilakukan dengan jalan

...

I,,<-,..huka

,.-.

lahan-lahan perkebunan baru. Sampai tahun 1993,

Derdasarkan data PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit),

jumiah produksi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil

(CPO) sekitar 3 276 000 ton. Pemerintah Indonesia telah

ner.targetkan bahwa pada tahun 1995 akan diproduksi minyak

sawit sebesar 4.5 juta ton (Darnoko, 1992).

Selana pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit,

d a r I satu ton tandan buah segar (TBS) akan dihasilkan mi-

riyal.; sarait sebesar 0.21 ton dan inti sawit sebanyak 0.05

ton, sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong,

sabut dan cangkang biji yang jumlahnya masing-masing se-

? - fi>.t.ar < 23, 13.5 dan 5.5 persen (Darnoko, 1992).

Usaha untuk memanfaatkan limbah padat kelapa sawit

sampai saat ini belum dilakukan secara intensif, kecuali

untuk inti sawit dan bungkilnya. Tandan kosong kelapa sa-

wit pads umumnya dibakar dalam incinerator dan abunya di-

manfaatkan untuk pupuk Kalium, sedangkan sabut dan cang-

fiang dirnanfaatkan sebagai bahan bakar boiler atau untuk

bahan pengeras jalan-jalan di sekitar perkebunan.

Konponen utama limbah padat kelapa sawit adalah selu-

(15)

iosa. Kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa)

dan lignin pada lignoselulosa masing-masing berkisar

antara 62

-

64 persen dan 21

-

23 persen (Sivalingan, 1983

dalam Tun Tedja-Irawadi, 1991).

Lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai substrat un-

i:uk memproduksi selulase. Enzim ini selanjutnya dapat

dimanfaatkan pada proses biokonversi selulosa. Penelitian

nengenai pemanfaatan lignoselulosa sebagai substrat pro-

duksi selulase telah banyak dilakukan.

Produksi selulase antara lain dipengaruhi oleh kondisi

proses fermentasi. Parameter kondisi yang berpengaruh

pada sintesa enzim adalah pH, suhu, aerasi dan kekuatan

ionik. Suhu optimal pertumbuhan kapang tidak sama dengan

suhu produksi enzim. Suhu untuk pertumbuhan biasanya le-

bih tinggi daripada suhu produksi enzim (Prior et al.,

1990).

Selama fermentasi berlangsung akan dihasilkan panas

yang cukup tinggi. Panas ini harus segera dihilangkan ka-

rena suhu akan mempengaruhi pertunasan spora, pertumbuhan,

pembentukan produk dan sporulasi kapang. Salah satu cara

yang dapat digunakan untuk menurunkan panas yaitu dengan

jalan mengalirkan udara steril ke dalam fermentor

(aerasi). Tingkat aerasi dipengaruhi oleh sifat mikroor-

ganisme yang digunakan, tingkat oksigen yang dibutuhkan

untuk sintesis produk, jumlah panas metabolik yang harus

(16)

Itat dimana C02 dan metabolit-metabolit lain yang mudah

menguap harus dihilangkan dan tingkat ruang udara yang

tersedia di dalam substrat (Lonsane et al., 1985).

Kadar air yang tinggi di dalam bahan sebagai akibat

dari suhu yang terlalu rendah, akan menyebabkan ruang ko-

song antar partikel dipenuhi oleh air sehingga cenderung

msnurunkan laju pindah massa O2 dan C02 dan laju pindah

panas. Sebaliknya, suhu yang terlalu tinggi akan mengaki-

batkan kurangnya kelembaban substrat dan tingginya panas

metabolik yang dihasilkan (Weiland, 1988)

.

Selain itu

pertimbangan ekonomis diperlukan untuk pengembangan ke

skala yang lebih besar. Oleh sebab itu suhu dan tingkat

aerasi yang tepat akan menghasilkan kondisi lingkungan

optimal untuk pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim yang

dihasilkan.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi perlakuan penda-

huluan yaitu pengeringan dan pengecilan ukuran tandan ko-

song dan sabut kelapa sawit, analisis komposisi substrat,

produksi selulase pada substrat dengan berbagai tingkat

suhu dan aerasi dengan menggunakan Neurospora sitophila,

dan analisis aktivitas enzim yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi su-

hu dan tingkat aerasi yang tepat serta lama fermentasi

optimal untuk produksi selulase menggunakan Neurospora

(17)

IT.

TINJAUAN

PUSTAKA

A.

LIGNOSELULOSA

Komponen utama limbah padat kelapa sawit adalah

selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kandungan masing-

masing komponen tersebut di dalam lignoselulosa sebesar

4 : 3 : 3 (Tsao et al., 1978)

.

Sebagai contoh, kayu

lunak mengandung 42, 25 dan 28 persen selulosa, hemise-

lulosa dan lignin, sedangkan tongkol jagung mengandung

40, 36 dan 16 persen.

Menurut Tun Tedj a- Irawadi (1991) limbah padat ke-

lapa sawit rnengandung bagian karbohidrat dan lignin

yang cukup tinggi. Komposisi kandungan senyawa kimiawi

tandan kosong dan sabut kelapa sawit disajikan pada

Tabel 1.

Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan

murni di alam. Selulosa merupakan suatu linier homopo-

limes unit anhidroglukosa (2 000-10 000 unit glukosa)

yang diikat dengan ikatan 1,4 B- glikosidik.

Dua unit glukosa yang berdekatan akan berikatan

dengan cara melepaskan satu molekul air, yang terbentuk

dari gugus-gugus hidroksil pada atom C kesatu dan

keempat. Posisi beta dari grup-OH pada atom C akan

berhubungan dengan unit glukosa lain pada C1

-

C, dari
(18)

Tabel 1. Analisis kimia dari sabut dan tandan sawit (persen bahan kering)a

Bahan Lemak Protein selulosa Zignin Hemiselulosa

Sabut 6.95 6.94 28.28 27.86b 3 4 . 7 ~ ~ 29. 46C

Tandan 5.35. 4.45 32.55 2 ~ . 5 4 ~ 31.70~

a ) ~ u n Tedja Irawadi (1991)

b)~etoda Klason (Johnson, 1937) C)Metoda oksidasi permanganat d, NDF-ADF

Selulosa merupakan polimer glukosa yang homogen,

sedangkan molekul-molekul hemiselulosa merupakan poli-

mer dari pentosa (xilosa dan arabinosa, heksosa (mano-

sa) dan beberapa asam gula. Lignin sendiri merupakan

makromolekul polifenolik (Tsao et dl., 1978).

Terdapat dua jenis ikatan hidrogen pada struktur

selulosa, yaitu ikatan hidrogen intramolekuler yang

mempertahankan kekakuan rantai selulosa, dan ikatan

intermolekuler yang menyebabkan rantai selulosa saling

berikatan membentuk suatu mikrofibril (Achmadi, 1989).

Beberapa mikrofibril ini kemudian membentuk fibril dan

akhirnya menjadi serat selulosa. Struktur fibril dan

kuatnya ikatan hidrogen menyebabkan selulosa bersifat

[image:18.521.85.483.273.589.2]
(19)

Unit S e l o b i o s i 1 . 0 3 nm

6

6 H2COH

v--'

0 0 0

H ,/ H R a n t a i s e l u l o s a

,k..

OH

3 2

I! OH

?(E

II OH [image:19.521.66.490.67.658.2]

Ujung non r e d u k s i Ujung r e d u k s i

Gambar 1. Rumus molekul selulosa (Fengel dan Wegner, 1984)

Chang et al. (1981) menambahkan bahwa selulosa me-

rupakan bahan yang unik, ia tidak hanya merupakan bahan

berserat tetapi juga merupakan bahan yang bersifat me-

nyerap dengan potensi permukaan internal yang tidak

terbatas.

Secara umum selulosa sulit dihidrolisis karena me-

miliki tingkat struktur kristal yang tinggi dan lapisan

lignin yang menyelubungi jaringan selulosa merupakan

(20)

Bagian selulosa yang mudah dihidrolisis disebut

bagian amorf dari selulosa. Umumnya selulosa mengan-

dung 15 persen bagian amorf dan 85 persen bagian kris-

talin.

Hemiselulosa adalah polisakarida yang mempunyai

berat molekul yang lebih kecil daripada selulosa.

Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat

plastis dan mempunyai permukaan kontrol antar molekul

yang lebih luas dibandingkan dengan selulosa, sehingga

dapat memperbaiki ikatan antar serat pada pembuatan

kertas (Judoamidjojo et al., 1989)

.

Rantai utama

hemiselulosa dapat hanya terdiri dari satu macam mono-

mer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat

terdiri dari dua atau lebih monomer (heteropolimer),

misalnya glukomanan (Fengel dan Wegener, 1984 di dalam

Tun Tedja-Irawadi, 1991).

Lignin merupakan senyawa polimer yang berikatan

dengan selulosa dan hemiselulosa pada jaringan tanaman.

Satuan penyusun lignin yaitu fenil propana yang tersub-

stitusi pada dua atau tiga posisi dalam cincin ben-

zennya. Lignin umumnya tidak pernah ditemui dalam

bentuk sederhana di antara polisakarida-polisakarida

dinding sel, tetapi selalu berikatan dengan polisakari-

da tersebut (Fengel dan Wegener, 1984 di dalam Tun

(21)

B.

SELULASE

Selulase merupakan golongan enzim yang mampu memu-

tus ikatan &-1.4 pada substrat selulosa, selodekstrin,

selobiosa dan turunan selulosa lainnya. Enzim ini

menurut Gong dan Tsao (1979) terdiri atas tiga kelompok

besar enzim dalam kompleks selulase,

a.

Endoglukanase (1,4-&-D-glukan, 4-glukanohidrolase, atau endo-B-1,4-glukanase atau &-1,4-glukanohidro-

lase; EC.3.2.2.4) atau umumnya dikenal dengan nama

CMC-ase atau Cx selulase,

b. Selobiohidrolase (1,4-i3-D-glukan selobiohidrolase

atau ekso-IS-1,4-glukanase atau fS-l,4-glukan selobio-

hidrolase; EC 3.2.1.91) atau umumnya dikenal sebagai

Avicelase atau C1 selulase, dan

c.

fS-glukosidase (&-D-glukosida glukohidrolase atau 15-

1,4-glukosidase; EC.3.2.1.21).

Ketiga enzim ini bekerja sama menghidrolisis se-

lulosa yang tidak larut menjadi glukosa sehingga akti-

vitas gabungan ketiga enzim dapat diukur dengan meman-

tau jumlah glukosa yang dihasilkan (Gong dan Tsao,

1979). Mekanisme hidrolisis selulosa oleh selulase da-

(22)

daerah kristalin vv.w daerah amorf

?

I

-

2

a ~ndo-glikanase (EG)

~elobiohidrolase . . (CBH)

1

"T

EG atau

CBH

3.

d 0

-

glukosidase

Selooligosakarida

,

-

Glukosa [image:22.518.77.486.55.493.2]

dan selobiosa

-

Gambar 2. Mekanisme Hidrolisis Selulosa oleh Enzim Selulase (Montenecourt dan Eveleigh, 1979 dalam Enari, 1983)

Endoglukanase (Cx) memiliki kemampuan menghidro-

lisis selulosa secara acak, menghasilkan selodekstrin,

selobiosa dan glukosa. 'Aksi dari enzim ini berupa pe-

nurunan viskositas dari substrat dapat larut. Endoglu-

kanase ini menyerang bagian amorf dari serat selulosa

sehingga membuka jalan bagi enzim selobiohidrolase

(C1).

Selobiohidrolase yang dikenal sebagai komponen C1,

(23)

oleh T. reesei. Enzim ini bekerja dengan cara melepas-

kan unit-unit selobiosa dari ujung non-reduksi rantai

selulosa. Produk hidrolisis utamanya adalah selobiosa.

J3-glukosidase adalah enzim yang dapat menghidrolisis

selobiosa dan selooligomer-selooligomer pendek lainnya

menjadi glukosa.

Selulase merupakan enzim ekstraselular yaitu enzim

yang bekerja menghidrolisis substrat-substrat yang be-

rat molekulnya besar. Pada mikroorganisme enzim ini

umumnya berfungsi memproduksi nutrisi dari polimer-

polimer biologi yang terdapat di sekeliling sel (Frost

dan Moss, 1987)

.

Selulosa merupakan penginduksi universal dalam

sintesis selulase. Penelitian yang dilakukan oleh be-

berapa peneliti menunjukkan bahwa sejumlah kecil enzim

selulase diproduksi oleh sel dan dilepaskan ke medium

pertumbuhan. Enzim ini kemudian menghidrolisis selulo-

sa menjadi selobiosa yang akan bertindak sebagai peng-

induksi (Gong dan Tsao, 1979).

Selobiosa merupakan penginduksi enzim selulase

yang baik bagi sebagian besar kapang, misalnya Neuro-

spora crassa, Chaetomium celluloliticum (Leisola et

a1

.

,

1985 di dalam Tun Tedja, 1991)

.

Selobiosa dapat

memacu pertumbuhan kapang dan produksi enzim, khususnya

apabila kapang tumbuh pada kondisi sub-optimal yang

(24)

Selobiosa mempunyai peranan yang kompleks dalam

sintesa selulase, karena pada konsentrasi rendah (0.1

persen) dapat menginduksi sintesis selulase, sedangkan

pada konsentrasi tinggi (0.5-1.0 persen) dapat menekan

pembentukan enzim dan pada konsentrasi yang lebih ting-

gi lagi akan menghambat pembentukan enzim selulase

[image:24.521.75.466.61.559.2]

(Mandels dan Weber, 1969). Fenomena ini disajikan pada

Gambar 3 .

I

Sistem Pembentukan Enzim

I

t Induksi

I

Represi 4

v

Aktivasi -t 4- Inhibisi 4

1

Selulosa b Selobiosa

-1

Gambar 3. Sistem Pembentukan Selulase (Mandels dan Weber, 1969)

6.

OORGANISME PENGNASUL SELULASE

Menurut Judoamidjojo et al. (1989)

,

sejumlah besar

bakteri dan kapang mampu menghidrolisis selulosa sampai

tahapan tertentu. Mikroba tersebut menggunakan selulo-

(25)

Beberapa bakteri tidak menghasilkan enzim selulo-

litik dalam jumlah banyak, tetapi masih tetap digunakan

karena kemampuannya untuk tumbuh pada bahan-bahan

selulosik. Salah satu bakteri yang telah dipelajari

secara intensif yai,& Cellulomonas uda (Srinivasan,

1 9 7 5 dalam Enari, 1983). Selain itu juga dijumpai

jenis-jenis bakteri lain yang dapat menghasilkan selu-

lase yaitu Pseudomonas, Ruminococcus, Bacteroides, dan

Clos tridium. Clostridium ini merupakan bakteri pengha-

sil selulase terbaik diantara jenis bakteri lainnya

(Zeikus, 1980 dalam Enari, 1983)

.

Kemampuan untuk menghasilkan enzim selulolitik

ekstraselular banyak dijumpai pada golongan kapang,

diantaranya Trichoderma reesei

,

T. viride, Aspergillus

oryzae, A. niger, dan Phanerochae ta chrysosporium.

Penelitian ini menggunakan N. sitophila sebagai

inokulan. N. sitophila merupakan kapang yang termasuk

dalam Subdivisi Eumycophyta, Klas Ascomycetes, Ordo

Sphriales dan Famili Sordoriaceae. Kapang ini mudah

menyebar dan berkembang biak secara cepat terutama

dengan cara aseksual, dan biasanya ditemukan pada

tingkat konidia. Spora seksualnya jarang ditemui

karena hanya dibuat dalam jumlah sedikit (Alexopoulus

dan Mims, 1979).

Penelitian-penelitian mengenai kemampuan Neuro-

(26)

kapang yaitu memproduksi selulase dan &-glukosidase

juga telah banyak dilakukan. Media yang digunakan

beraneka ragam diantaranya adalah tongkol jagung dan

bagas tebu (Oguntimein et dl., 1992). Banerjee et dl.

(1994) juga menggunakan Neurospora si tophila pada

produksi protein kapang dengan limbah jagung sebagai

sumber karbonnya.

[image:26.521.121.454.397.631.2]

Pertumbuhan kapang pada substrat padat dapat di-

gambarkan seperti akar di dalam tanah (Gambar

a

)

.

Bagian miselia memenuhi ruang antar partikel padat,

tetapi selama tidak ada air bebas dan nutrien dalam

Lapisan c a i r

a

' ~ j u n g pertumbuhan filarnen

-

Filamen kapang \ ~ e l e t M i s e l i a
(27)

ruang ini, laju pertumbuhan akan tergantung pada kemam-

puan bagian miselia mencapai partikel substrat beri-

kutnya yang tersedia. Keterbatasan geometris secara

parsial dapat diatasi dengan memilih ukuran inokulum

yang cukup besar dimana bagian miselia atau spora dapat

pada awalnya membentuk koloni pada sebagian besar

partikel substrat.

D.

KONDISI FERMENTASI

Fermentasi media padat adalah proses fermentasi

yang substratnya tidak dapat larut dan tidak mengandung

air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan

mikroba (Chahal, 1985)

.

Fermentasi media padat secara

alami berlangsung pada medium dengan kadar air yang

berkisar antara 60 - 80 persen, karena pada keadaan ini

medium mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan

mikroba (Aidoo et d l . , 1982)

.

Menurut Maggy-T. Suhartono (1989)

,

f ermentasi me-

dia padat pada produksi enzim umurnnya memberikan hasil

lebih baik karena jumlah substrat yang tersedia lebih

banyak yaitu padatan sekitar 20-50 persen. Selain

lebih banyak, enzim yang dihasilkan biasanya beragam.

Cara fermentasi media padat disukai untuk menghasilkan

berbagai enzim ekstraseluler. Enzim ini menghidrolisis

polimer substrat fermentasi menj adi nutrisi yang dapat

(28)

Fermentasi media padat mempunyai keuntungan dan

kerugian. Menurut Smith (1990) keuntungannya antara

lain substrat yang digunakan sederhana dengan komponen

alami yang lebih murah dibandingkan dengan komponen

sintesis yang mahal. Kontaminasi mikroorganisme ren-

dah, sehingga seringkali tidak perlu sterilisasi serta

proses hilir yang mudah. Persyaratan aerasi dapat di-

penuhi dengan mudah melalui difusi gas atau aerasi.

Hasil produksi tinggi dan kebutuhan energi rendah di-

bandingkan dengan bioreaktor tangki berpengaduk. Frost

dan Moss ( 198 7 ) menambahkan bahwa dengan menggunakan

fermentasi media padat kondisi tumbuh kapang lebih men-

dekati keadaan yang biasa dijumpai di alam dan inokula-

si dapat langsung dari spora, tanpa melalui media ino-

kulum.

Sementara kerugian fermentasi media padat dianta-

ranya proses terbatas hanya untuk pertumbuhan kapang

saja, yaitu mikroba yang dapat mentolerir rendahnya ka-

dar air (Frost dan Moss, 1987). Timbulnya panas hasil

metabolisme dalam proses berskala besar dapat menimbul-

kan masalah. Demikian pula pemantauan proses misalnya

tingkat kadar air, biomassa, kadar O2 dan C02, sukar

dilaksanakan dengan akurat serta rancangan bioreaktor

belum sempurna dan laju pertumbuhan mikroorganisme le-

(29)

Produktivitas proses biologis secara umum ditentu-

kan oleh jenis mikroorganisme yang digunakan dan kondi-

si lingkungan selama jalannya fermentasi. Kondisi

lingkungan sangat tergantung pada jenis reaktor yang

digunakan, parameter proses yang terkontrol, morfologi

sel dan regulasi metabolisme sel (Gambar 5.).

Pada fermentasi padat semua parameter sangat ber-

hubungan satu sama lain, yang membatasi optimasi kondi-

si proses. Faktor-faktor yang paling membatasi fermen-

tasi media padat adalah sukarnya mengatur kelembaban,

suhu dan pH serta tidak memadainya pindah massa perse-

diaan O2 dan penghilangan C02 (Weiland, 1988).

[image:29.524.119.473.406.647.2]

E.lorfoloai sel Kontrol Reaktor

(30)

Kondisi lingkungan seperti suhu, pH, aktivitas

air, tingkat oksigen serta konsentrasi nutrien dan pro-

duk mempengaruhi pertumbuhan mikrobial dan pembentukan

produk. Pada kultur terendam teraduk

,

kontrol ling-

kungan relatif sederhana karena kehomogenan suspensi

sel-sel mikrobial dan kehomogenan larutan nutrien dan

produk dalam fasa cair. Suhu optimum untuk berbagai

sistem fermentasi padat mikrobial berbeda-beda dimana

suhu optimum untuk pertumbuhan tidak selalu sama dengan

pembentukan produk. Selanjutnya menurut Reid (1989)

dalam Prior et al. (1980) respon dari mikroorganisme

yang berbeda yang digunakan dalam delignifikasi biolo-

gis terhadap suhu bervariasi. Xebanyakan kapang (White

rot) adalah mesofil dengan suhu optimum 15-35O~, meski-

pun beberapa seperti Phanerochaeta chrysosporium meru-

pakan termofilik moderat.

Prior et a2. (1980) menuliskan bahwa pada beberapa

spesies, selektivitas jerami gandum yang didelignifika-

si menurun pada saat suhu meningkat dari 20°c menjadi

30°c. Selain itu juga dilaporkan bahwa suhu yang di-

naikkan (30°c) meningkatkan degradasi oleh Trametes

hirsuta. Berbeda dengan kapang white rot, Sporotrichum

pulverulentum dan Dichomitus squalens, laju degradasi-

nya meningkat dengan meningkatnya suhu dari 2 5 O ~ menja-

(31)

Suhu juga mempengaruhi proses-proses yang dikenda-

likan oleh difusi. Difusi molekuler ditunjukkan oleh

energi aktivasi sekitar 6 kkal/mol. Sebenarnya, ketika

tumbuh atau pembentukan produk menunjukkan ketergan-

tungan kurang dari 10 kkal, ha1 ini merupakan alasan

menduga keterbatasan difusi pada proses (Wang et al.,

1979).

Konsentrasi substrat yang tinggi per unit volume

yang merupakan ciri dari fermentasi media padat, menye-

babkan pembentukan panas mikrobial per unit volume

akan lebih besar daripada fermentasi cair. (Prior et

al., 1990)

.

Pembentukan panas total berkisar dari 419

sampai 2 617 kj/kg bahan padatan terfermentasi dila-

porkan pada beberapa proses koji untuk biomassa, enzim

atau produksi asam organik (Aidoo e t al., 1982).

Panas yang dihasilkan harus dihilangkan, karena

suhu mempengaruhi pertunasan spora, pertumbuhan, pem-

bentukan produk dan sporulasi (Lonsane et al., 1985).

Metoda-metoda yang berbeda, seperti memasukkan udara

dalam jumlah besar ke dalam fermentor, menutup bagian

atas drum dengan lap yang dibasahi air, menempatkan

fermentor dalam ruang yang suhunya terkontrol, sirkula-

si air dalam jacket di sekeliling fermentor, atau me-

rendam fermentor dalam penangas air yang suhunya ter-

kontrol, digunakan untuk menghilangkan panas dari

(32)

25-32O~, yaitu selang suhu yang digunakan pada fermen-

tasi media padat.

Aerasi bahan fermentasi pada fermentasi skala la-

boratorium dan skala besar dicapai dengan mengalirkan

udara steril bertekanan. Tinykat aerasi optimal yang

diberikan dipengaruhi oleh sifat mikroorganisme yang

digunakan, tingkat oksigen yang dibutuhkan untuk sinte-

sis produk, jumlah panas metabolik yang harus dihilang-

kan dari bahan, ketebalan lapisan substrat, tingkat C02

dan metabolit-metabolit lain yang mudah menguap harus

dihilangkan, dan tingkat ruang udara yang tersedia di

dalam substrat (Lonsane et al., 1985)

.

Berdasarkan

penelitian Abdullah et al. (1985) laju aerasi 0.12

l/jam/g substrat dengan ketebalan substrat 1

-

2 senti-

meter memberikan hasil terbaik pada fermentasi jerami

gandum oleh Chaetomium cellulolyticum.

Lebih jauh Prior et al. (1980) menjelaskan bahwa

aerasi memenuhi empat fungsi yaitu mempertahankan kon-

disi aerobik, untuk penghilangan C02, mengatur suhu

substrat dan mengatur kadar air.

Kadar air merupakan parameter kunci untuk mengatur

dan mengoptimasi proses fermentasi padat, karena kadar

air substrat mempengaruhi pertumbuhan kapang, aktivitas

(33)

pembentukan produk. Lebih lanjut kadar air dalam pori-

(34)

111. BAHAN DAN NIETODA

A.

BAHAN

DAN ALAT

1. Substrat

Substrat yang dipakai dalam penelitian ini ada-

lah tandan kosong dan sabut kelapa sawit yang diper-

oleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit perkebunan

Kertajaya, Banten, Jawa Barat. Substrat tersebut

sebelum digunakan terlebih dahulu dikeringkan di

panas matahari selama satu hari dan digiling.

2. Mikroorganisme

Mikroorganisme yanq digunakan adalah Neurospora

sitophila yang diperoleh dari hasil isolasi kapang

tersebut yang terdapat pada tandan kosong kelapa

sawit yang telah 3 hari di tempat penumpukan.

3. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah larutan nu-

trisi yaitu yang digunakan oleh Tun Tedja-Irawadi

(1991) dan telah dimodifikasi berdasarkan hasil pe-

nelitian Ikatrinasari (1995). Larutan nutrisi ter-

sebut terdiri dari 12.25 g (NH4)2S04, 17.5 g KH2P04,

(35)

Urea yang semuanya dimasukkan ke dalam labu ukur 250

ml dan diencerkan sampai tanda tera. Pada setiap

gram substrat ditambahkan 2 ml larutan nutrisi.

Untuk ekstraksi digunakan Tween-80 0.1 persen,

sedangkan bahan-bahan untuk pengujian aktivitas FP-

ase dan CMC-ase, dan bahan-bahan untuk analisis

proksimat disajikan pada Lampiran 1.

4 . Peralatan

Alat-alat yang digunakan antara lain Sentrifuse

merek Clements 2000, Spektrofotometer Double Beam

COLLEMAN-124, autoklaf, Finn Pippete Diluter kapasi-

tas 1 ml dengan tingkat pengenceran maksimum 200

kali, pH-meter, penggiling, pengayak, Water Bath,

inkubator goyang, elemen pemanas solder, thermostat,

Aerator dan pengatur laju udara.

Bioreaktor yang digunakan berupa kotak yang

terbuat dari logam. Di dalam kotak tersebut terda-

pat rak tempat tabung-tabung berisi substrat dile-

takkan. Kotak tersebut dilengkapi dengan aerator

dan pengatur laju aerasi (Flow meter). Laju aerasi

ditentukan dengan mengkonversi satuan Flow meter ke

satuan l/jam/g substrat. Untuk suhu 25OC kotak ter-

sebut diletakkan di dalam ruangan yang suhunya ter-

kontrol pada suhu tersebut dan untuk suhu 2S°C di-

(36)

kotak dilengkapi dengan elemen pemanas dan thermo-

stat yang diatur pada suhu tersebut. Gambar biore-

[image:36.524.169.416.191.439.2]

aktor ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Inkubator Sistem Fermentasi MPB yang telah dimodifikasi

Alat-alat gelas yang digunakan diantaranya

pipet dengan berbagai ukuran volume, labu ukur,

erlenmeyer, gelas ukur dan tabung reaksi, sedangkan

alat-alat plastik berupa tabung-tabung plastik dan

(37)

B. METODA PENELITIAN

I. Persiapan Bahan Baku

Tandan kosong dan sabut kelapa sawit dikering-

kan pada panas matahari selama satu h.ari, digiling

lalu diayak. Tandan kosong kelapa sawit diayak

dengan ayakan 1 0 mesh, sedangkan sabut kelapa sawit

diayak dengan ayakan 30 mesh. Hasil penggilingan

yang diperoleh diukur kadar airnya dan disimpan di

tempat kering.

2. Analisis Komposisi Substrat

Substrat yang berukuran 2 0 mesh dianalisis kom-

posisi kimiawinya. Analisis yang dilakukan adalah

analisis kadar air, protein, lemak, serat kasar,

abu, lignin, selulosa, hemiselulosa dan mineral.

Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 2.

3. Isolasi dan Persiapan Mikroorganisme

Kapang diisolasi dari tandan kosong kelapa sa-

wit yang telah 3 hari di tempat penumpukan. Selan-

jutnya ditumbuhkan pada media PDA sekitar 3

-

4 hari

dan pemurnian dilakukan tiga tahap. Sebelum diguna-

kan kapang ditumbuhkan kembali di media agar miring

selama 5 hari. Kemudian dalam setiap tabung agar

(38)

garam fisiologis. Suspensi merupakan inokulan yang

siap digunakan. Pada penelitian ini digunakan 1 ml

suspensi inokulan yang mengandung 0.3 - 1.6 x lo7

spora

.

4. Pembuatan Media Fermentasi

Tandan kosong dan sabut kelapa sawit yang sudah

digiling masing-masing berukuran 10 dan 30 mesh di-

campur dengan perbandingan 1 : 2. Kemudian substrat

ditimbang sebanyak 10 gram. Selanjutnya setelah

diberi larutan nutrisi disterilisasi pada tekanan 1

atm, 121°C selama 30 menit. Substrat diinokulasi

dengan 1 ml suspensi Neurospora sitophila serta

difermentasi selama 10 hari. Analisis aktivitas FP-

ase dan CMC-ase (Lampiran 2) dilakukan pada hari ke-

2, 4, 6, 8 dan 10.

5. Penentuan Suhu dan Tingkat Aerasi yang Terbaik

Sistem fermentasi yang digunakan merupakan

modifikasi dari sistem Multiple Mini Packed Bed.

Fermentasi dilakukan dengan memasukkan substrat yang

telah disterilisasi dan diinokulasi ke dalam tabung-

tabung plastik yang telah dilubangi di seluruh

permukaan tabung dengan jumlah lubang yang sama

untuk setiap tabung. Ketebalan substrat yang digu-

(39)

dari satu perlakuan untuk satu kali pengambilan

contoh, untuk memudahkan pengambilan contoh.

Tabung-tabung yang telah berisi substrat terse-

but diletakkan pada rak dan kemudian dimasukkan ke

dalam kotak-kotak logam. Kotak-kotak tersebut se-

lanjutnya ditempatkan di dalam ruangan yang suhunya

terkontrol pada 25OC. Untuk suhu 2S°C ditempatkan

pada suhu kamar, dan untuk suhu 31°C ditambahkan

elemen pemanas dan thermostat pada kotak logam dan

diatur pada tingkat suhu tersebut. Untuk masing-

masing suhu diberi aerasi dengan mengalirkan udara

lembab steril sebesar 0, 0.1, 0.3 dan 1.0 l/jam/gram

[image:39.521.91.482.490.643.2]

substrat. Skema produksi enzim dapat dilihat pada

Gambar 7.

C . RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancang-

an acak lengkap faktorial dengan tiga faktor (Sudjana,

1989). Perlakuan yang diberikan yaitu tingkat suhu

(A), tingkat aerasi (B) dan lama fermentasi (C).

Tingkat suhu dilakukan dengan tiga taraf (25OC, 2S°C,

dan 31°C) dan aerasi dengan empat taraf (0, 0.1, 0.3,

dan 1.0 l/jam/g substrat). Tiap perlakuan dilakukan

(40)

Campuran t a n d a n ( 1 0 mesh dan S a b u t ( 3 0 mesh)

Penambahan L a r u t a n N u t r i s i ( 1 0 % b / v )

I n o k u l a s i dengan N. si-

t o p h i l a berumur 5 h a r i

F e r m e n t a s i p a d a suhu 2 5 , 28, 31°c, Aerasi 0 , 0 . 1 , 0 . 3 , d a n 1 . 0 l / j / g s e l a m a 10 h a r i (pengamatan pada h a r i ke-2, 4 , 6 , 8 d a n 1 0

E k s t r a k s i enzim dengan Tween-80 0.1% p a d a se- t i a p k a l i pengamatan

A n a l i s a A k t i v i t a s Enzim

[image:40.521.166.386.86.561.2]

I

(41)

Model umum rancangan percobaan tersebut adalah

sebagai berikut :

Yijk = /L

+

Ai

+

Bj

+

Ck

+

(AB)

. .

+

(AC) ik

+

(BC) jk

1 3

+

(ABC)ijk

+

eijk

dimana :

'ijk = Respon pengamatan pengaruh taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, taraf ke-k faktor C

pada ulangan ke-1

P = rata-rata umum

Ai = pengaruh perlakuan suhu ; i = 1,

...,

3 Bj = pengaruh perlakuan aerasi ; j = 1,

...,

4 Ck = pengaruh hari pengamatan ; k = 1,

...,

5

(AB) i j = pengaruh interaksi suhu dan aerasi

(AC)ik = pengaruh interaksi suhu dan hari

(BC) jk = pengaruh interaksi aerasi dan hari

(ABC)ijk = pengaruh interaksi suhu, aerasi dan hari

ei jk = efek unit eksperimen karena perlakuan ke-i, j dan k

Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah

hipotesis no1 (Ho) dimana semua perlakuan tidak mempe-

ngaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan, dan hipotesis

alternatif (HI) apabila ada minimal satu dari perlakuan

(42)

Uji lanjut yang digunakan untuk menentukan perla-

kuan terbaik adalah uji wilayah berganda Duncan (Steel

dan Torrie, 1991)

.

D. N'AKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 1994

sampai bulan Februari 1995 di Laboratorium analisis

(43)

IV. HASIL DAN PEhlBAHASAN

A. KOMPOSISI MEDIA F'ERMENTASI

Substrat yang digunakan berupa tandan kosong dan

sabut kelapa sawit. Analisis komposisi substrat yang

dilakukan terhadap tandan kosong dan sabut kelapa sawit

dimaksudkan untuk mengetahui kandungan substrat yang

digunakan sehingga penambahan larutan nutrisi dapat

disesuaikan

.

Hasil analisis komposisi substrat secara

lengkap disajikan pada Tabel 2 . Terbukti bahwa kandun-

gan selulosa substrat cukup tinggi (tandan kosong 3 9 . 6 3

persen dan sabut 3 1 . 8 2 persen),

Tabel 2. Analisis Komposisi Substrat ( % bahan kering)

Jenis Analisis Tandan Kosong Sabut

Kadar air

( % I

Lemak ( % )

Protein 1%)

Mineral

K ( % )

ca

( % I

M9 ( 8 )

Mn

( % I

Zn Na Fe

Se u os

j

~ i g n i n ~ Hemiselulosa Serat kasar Kadar abu [image:43.518.75.474.389.660.2]
(44)

sehingga substrat ini cukup baik untuk digunakan dalam

memproduksi selulase.

Kandungan lignin pada tandan kosong lebih tinggi

jika dibandingkan dengan sabut kelapa sawit. Kandungan

tersebut masing-masing adalah 35.2 persen untuk tandan

kosong dan 21.92 persen untuk sabut kelapa sawit.

Perbedaan kandungan lignin ini dijadikan dasar dalam

penentuan perbandingan penggunaan tandan kosong dan

sabut kelapa sawit. Substrat yang digunakan dengan

perbandingan satu bagian tandan kosong dan dua bagian

sabut kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan hasil pene-

litian Rasmiati (1995), dimana tandan kosong dan sabut

kelapa sawit dengan perbandingan 1 : 2 yang digunakan

sebagai substrat pada produksi selulase oleh Neurospora

sitophila menghasilkan selulase dengan aktivitas ter-

tinggi.

B.

KAPANG

Neilrosporn sitophila

Neurospora sitophila yang ditumbuhkan pada media

agar miring pada awal masa pertumbuhannya ditandai

dengan tumbuhnya hifa dan membentuk miselium yang

berwarna putih. Setelah berumur satu hari muncul spora

yang berwarna oranye kemerahan. Warna merah hilang dan

jumlah spora semakin banyak dengan bertambahnya umur

kapang, dan pada hari kelima kapang berwarna oranye

(45)

yang digunakan pada produksi selulase. Umur kapang ini

disesuaikan dengan hasil penelitian Tun Tedja-Irawadi

(1991), dimana kapang yang berumur lima hari mampu

menghasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi.

Kapang yang berumur lima hari telah mengandung

spora yang banyak sehingga pada awalnya bagian miselium

atau spora ini dapat membentuk koloni pada sebagian

besar substrat.

Pertumbuhan N. sitophila pada media agar miring

terlihat cenderung mendekati mulut tabung, hanya seba-

[image:45.521.132.464.330.618.2]

gian kecil yang tumbuh pada agar miring (Gambar 8).

(46)

Hal ini membuktikan bahwa kapanq tersebut merupakan

jenis kapanq aerobik yaitu jenis kapang yang membutuh-

kan oksigen dalam pertumbuhannya.

1. Pengaruh Suhu Terhadap ~ktivitas Enzim

Suhu yanq digunakan pada penelitian ini adalah

25OC, 2S°C dan 31°C. Perlakuan terbaik dilihat dari

aktivitas selulase yang dihasilkan.

a. Aktivitas FP-ase

Substrat yang digunakan untuk penentuan ak-

tivitas FP-ase pada penelitian ini adalah kertas

sarinq Whatman No.1, dan produk yanq terukur ada-

lah glukosa. Substrat ini merupakan selulosa ti-

dak larut, sehingga dibutuhkan waktu reaksi yang

cukup lama agar enzim dapat berdifusi ke dalam

serat selulosa, yaitu selama 1 jam. Nilai ak-

tivitas FP-ase dinyatakan dalam satuan IU (Inter-

national Unit) per mililiter enzim kasar.

Aktivitas FP-ase pada berbagai tingkat suhu

disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat

dilihat bahwa aktivitas FP-ase yang paling ren-

dah diperoleh pada suhu 25OC (1.34 IU/ml)

.

Suhu
(47)

menurun dengan cepat, sehingga aktivitas enzim

yang diperoleh juga menurun (Maggy-T. Suhartono).

Laju aerasi yang diberikan juga dapat menurunkan

suhu fermentasi (Prior et al., 1 9 9 0 ) , sehingga

proses tidak berada pada kondisi optimal pertum-

buhan atau pembentukan produk.

Kadar air yang tinggi pada suhu rendah

[image:47.518.167.446.310.560.2]

menyebabkan ruang kosong antar partikel dipenuhi

(48)

oleh air, sehingga fase gas akan terdorong keluar

(Weiland, 1988). Kondisi ini menghambat pertum-

buhan kapang aerobik yang membutuhkan oksigen da-

lam pertumbuhannya. Kondisi ini juga tidak meng-

untungkan karena memudahkan kontaminasi oleh ni-

kroba. Relative Humidity (RH) yang terukur pada

suhu ini adalah sekitar 90 persen.

Aktivitas FP-ase tertinggi (2.04 IU/ml) di-

peroleh pada suhu 2S°C. Pada suhu ini RH yang

terukur adalah 90 persen. Aerasi yang diberikan

juga membantu menghilangkan sebagian panas yang

dihasilkan sehingga suhu substrat dapat diperta-

hankan (Lonsane et al., 1985).

Jika proses penurunan panas tidak mampu

mengimbangi panas yang dihasilkan selama fermen-

tasi, maka suhu fermentasi akan meningkat.

Peningkatan suhu ini akan mengakibatkan kerusakan

struktur protein dan DNA yang memegang peranan

penting dalam metabolisme dan pertumbuhan sel

(Maggy-T. Suhartono), dan ha1 ini tentu saja akan

mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan.

Hal ini terbukti pada Gambar 9., dimana aktivi-

tas FP-ase yang dihasilkan pada suhu 31°C (1.70

IU/ml) lebih rendah jika dibandingkan dengan pada

(49)

Secara umum, pada ketiga tingkat suhu yang

diberikan, pada awal fermentasi aktivitas enzim

masih sangat rendah. Aktivitas enzim terus me-

ningkat sejalan dengan bertambahnya waktu fermen-

tasi dan menurun pada hari ke sepuluh. Hal ini

mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme yang

mengalami beberapa fase pertumbuhan yaitu fase

adaptasi, fase pertumbuhan logaritmik, fase

pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan statis dan

f ase kematian. Menurut Maggy-T. Suhartono

(1989), organisme pembentuk spora biasanya mem-

produksi enzim pada fase pasca eksponensial.

Jadi dapat diduga bahwa pada saat aktivitas enzim

yang dihasilkan tinggi, maka kapang telah berada

pada fase tersebut.

Pada suhu 25OC aktivitas enzim pada awal

fermentasi masih sangat rendah (0.08 IU/ml),

kemudian meningkat dan mencapai puncaknya pada

hari keenam fermentasi, selanjutnya terus menurun

sampai hari terakhir fermentasi. Hari ke delapan

fermentasi pada suhu 2S°C memberikan nilai ak-

tivitas tertinggi (2.04 IU/ml). Akan tetapi pada

suhu 31°C aktivitas tertinggi (1.70 IU/ml) diper-

(50)

menurun drastis pada hari keenam fermentasi, un-

tuk kemudian naik lagi dan menurun pada hari ter-

akhir fermentasi.

b. Aktivitas CMC-ase

Aktivitas CMC-ase pada berbagai suhu dapat

dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut

terlihat bahwa aktivitas tertinggi CMC-ase seba-

gaimana pada FP-ase diperoleh pada suhu 2S°C

(69.26 IU/ml), sedangkan aktivitas paling rendah

diperoleh pada suhu 31°C (40.17 IU/ml).

2 4 6 8 10

[image:50.524.129.463.246.651.2]

Lomo Fermentosi (Hori)

(51)

Pada suhu 25OC aktivitas CMC-ase tertinggi

(55.08 IU/ml) diperoleh setelah hari keenam

fermentasi, demikian pula halnya dengan suhu

28OC. Sedangkan pada suhu 31°C aktivitas ter-

tinggi tersebut diperoleh pada hari keempat

fermentasi. Pada hari keenam suhu tersebut

terjadi penurunan aktivitas enzim, untuk kemudian

naik lagi pada hari kedelapan. Fenomena yang

terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada awal fermentasi, glukosa diperlukan un-

tuk pertumbuhan kapang dan produksi enzim. Kemu-

dian produksi glukosa meningkat sejalan dengan

berjalannya traktu fermentasi. Tersedianya gula

pereduksi yang cukup banyak pada substrat, menye-

babkan selulase tidak aktif. Kondisi ini dikenal

sebagai efek represi katabolit. Selulase kembali

aktif memproduksi gula pereduksi pada saat perse-

diaan gula pereduksi telah habis (sedikit)

.

Hal

ini sesuai dengan penjelasan Mandels dan Weber

(1969) di dalam Tun Tedja-Irawadi (1991) bahwa

konsentrasi yang tinggi dari selobiosa atau

sumber karbon yang dapat cepat di metabolisme

seperti glukosa atau gliserol dapat menghambat

pembentukan selulase.

Suhu mempengaruhi aktivitas enzim yang di-

(52)

suhu optimal pertumbuhan kapang dan produksi en-

zim cenderung menurunkan aktivitas enzim yang

dihasilkan. Suhu yang terlalu rendah menyebabkan

metabolisme sel menurun dengan cepat, sebaliknya

suhu yang tinggi menyebabkan kerusakan protein

dan DNA (Maggy-T. Suhartono).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul-

lah et dl., (1985) juga menunjukkan hasil yang

tidak jauh berbeda yaitu dari empat tingkat suhu

yang diberikan (30°C, 35OC, 37OC dan 40°C) pada

fermentasi jerami gandum dengan menggunakan

Chaetomium cellulolyticum, suhu 37OC memberikan

hasil yang terbaik. Artinya suhu yang terlalu

rendah atau suhu yang terlalu tinggi tidak mem-

berikan hasil yang memuaskan.

Pada kondisi suhu tinggi, jika kadar air

yang ditambahkan tidak mampu mengimbangi kadar

air yang menguap akibat panas yang dihasilkan

oleh proses metabolisme sel, maka akan terjadi

kekeringan pada substrat. Hal ini dapat dilihat

pada suhu 31°C, dimana RH yang terukur adalah 65

persen. Pada keadaan ini laju alir udara yang

besar mengakibatkan laju penguapan air yang

tinggi pula, sehingga terjadi kekeringan sub-

(53)

penetrasi enzim ke dalam partikel-partikel sub-

strat, sehingga mengurangi aktivitas enzim dan

mengurangi kemudahan mencapai nutrien, karena

rendahnya pengembangan substrat dan mendorong

terjadinya sporulasi dini (Weiland, 1988).

Dari hasil uji lanjut yang dilakukan diper-

oleh aktivitas FP-ase dan CMC-ase tertinggi pada

suhu 28OC. Lama fermentasi terbaik diperoleh

pada hari kedelapan untuk FP-ase dan hari keenam

untuk CMC-ase (Lampiran 5b dan Lampiran 6b).

2. Pengaruh Aerasi Terhadap Aktivitas Enzim

Aerasi yang diberikan pada penelitian ini ada-

lah aliran udara lembab steril dengan laju 0.1, 0.3

dan 1 l/jam/g substrat serta tanpa aerasi sebagai

kontrol.

a. Aktivitas FP-ase

Aktivitas FP-ase tertinggi pada suhu 25OC

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 11. diper-

oleh pada laju aerasi 0.1 l/jam/g substrat (1.34

IU/ml)

.

Pada suhu 28°C (Gambar 2 . ) nilai

aktivitas FP-ase tertinggi (2.04 IU/ml) diperoleh

(54)

pada kondisi tanpa aerasi memberikan nilai ak-

tivitas yang rendah (0.98 IU/ml). Hal ini menun-

jukkan bahwa aerasi memang berpengaruh terhadap

aktivitas enzim yang dihasilkan. Laju aerasi

yang dibutuhkan untuk suhu 28OC (1 l/ jam/g sub-

strat) lebih tinggi daripada untuk suhu 25OC (0.1

l/jam/g substrat). Hal ini diduga karena pada

suhu 28OC panas metabolik yang dihasilkan lebih

Lama Fermentasi (hari)

-Tanpa Aerasi -+ Aerasi 0.1 l/jam/g

[image:54.514.122.481.302.616.2]

++Aerasi 0.3 l/jarn/g + Aerasi 1 l/jarn/g

(55)

Lama Ferrnentasi (hari)

-Tanpa

Aerasi

-

Aerasi

0.1

l/jam/g

[image:55.521.128.476.49.438.2]

"Aerasi

0.3

l/jam/g "Aerasi

1

i/jam/g

Gambar 12. Aktivitas FP-ase pada Suhu 2S°C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

tinggi, o l e h s e b a b i t u d i p e r l u k a n l a j u a e r a s i y a n g lebih

tinggi untuk menghilangkan sebagian panas terse-

but.

Panas yang dihasilkan selama fermentasi

harus dihilangkan, oleh sebab itu pengaliran

udara lembab steril ke dalam fermentor diperlukan

untuk menjaga kondisi optimal. Jadi laju aerasi

1 l/jam/g substrat ini diduga mampu menghilangkan

(56)

Berbeda dengan kedua tingkat suhu di atas,

pada suhu 31°C (Gambar 13), nilai FP-ase terendah

diperoleh pada laju aerasi 1 l/jam/g substrat

(0.81 IU/ml), sedangkan nilai tertinggi diperoleh

pada aerasi 0.3 l/jam/g substrat (1.70 IU/ml).

Pada suhu 31°C, aerasi yang terlalu tinggi akan

menyebabkan kekeringan pada substrat, karena

kadar air yang menguap tidak dapat diimbangi oleh

kadar air yang disuplai ke media yang akhirnya

Lama Fermentasi (hari)

[image:56.518.106.488.62.655.2]

1

-Tanpa Aerasi - Aerasi 0.1 M a i d
(57)

akan menghambat pertumbuhan kapang dan produksi

enzim. Kondisi ini berhubungan dengan RH yang

terukur pada suhu ini (65 persen), sehingga laju

aerasi yang tinggi akan memperbesar laju pengua-

pan air dengan tingginya suhu yang diberikan.

Sama halnya dengan nilai aktivitas FP-ase,

pada suhu 25OC dan 28OC nilai aktivitas CMC-ase

(Gambar 14 dan 15.) tertinggi diperoleh berturut-

turut pada aerasi 0.1 l/ jam/g substrat (55.08

IU/ml) dan 1 l/jam/g substrat (69.26 IU/ml)

.

Sedangkan pada suhu 31°C (Gambar 16), nilai

tertinggi CMC-ase diperoleh pada aerasi 0.3

l/jam/g substrat (40.17 IU/ml). Perbedaan laju

aerasi optimal pada ketiga tingkat suhu tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tingkat pindah panas total diduga dibatasi

oleh tingkat pindah panas intrapartikel dan

interpartikel, tingkat dimana panas ditransfer

dari permukaan partikel ke Ease gas dan tingkat

dimana panas dalam fase gas dikeluarkan. Tingkat

pindah panas dari padatan dan fase gas dapat le-

bih ditingkatkan dengan mengalirkan gas dalam

(58)

Lama Fermentasi (hari)

-

Tanpa Aerasi

-

Aerasi 0.1 l/jarn/g [image:58.514.114.462.54.452.2]

*

Aerasi 0.3 l/jarn/g " Aerasi 1 l/jarn/g

Gambar 14. Aktivitas CMC-ase pada Suhu 25OC dengan Berbagai Tingkat Aerasi

Meskipun fungsi utama aerasi selama kultiva-

si padat aerobik adalah untuk mensuplai O2 untuk

pertumbuhan sel dan untuk menghilangkan C02, juga

membantu pindah panas dan lembab antara fase

padat dan gas (Prior et al., 1990).

Peningkatan laju aerasi dapat digunakan

untuk menurunkan suhu substrat (Prior et al.,

1990). Oleh sebab itu pada suhu 2 5 O C , pemberian

aerasi yang besar akan menurunkan suhu fermentasi

(59)

-- Tanpa Aerasi - Aerasi 0.1 l/jam/g

[image:59.514.132.473.75.459.2]

*Aerasi 0.3 l/jam/g + Aerasi 1 l/jam/g

Gambar 15. Aktivitas CMC-ase pada Suhu 2a°C dengan Berbagai Tingkat Aerasi

suhu 28OC, dengan pemberian aerasi yang lebih

besar akan menghilangkan sebagian panas yang

dihasilkan, sehingga suhu fermentasi akan tetap

berada pada selang suhu optimum produksi enzim.

Peningkatan tingkat aerasi sampai 2 l/jam/g

pada suhu 28OC cenderung menurunkan aktivitas en-

zim (Gambar 17 dan 18). Laju aerasi yang terla-

lu tinggi juga menjadi masalah, jika lebih banyak

(60)
[image:60.518.125.480.85.547.2]

0 2 4 6 8 1 0 Lama Ferrnentasi (hari)

Gambar 16. Aktivitas CMC-ase pada Suhu 31° dengan Berbagai Tingkat Aerasi

-

Tanpa Aerasi - Aerasi 0.1 l/jam/g XAerasi 0.3 l/jam/g + Aerasi 1 i/jam/g

medium. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan

air untuk pertumbuhan mikrobial yang sering

menghambat induksi, tetapi tidak menghalangi

sporulasi jamur (Weiland, 1988). Oleh sebab itu

pada suhu 31°C berdasarkan hasil penelitian ini,

laju aerasi yang tinggi cenderung menurunkan

aktivitas enzim. Dari hasil uji lanjut yang

dilakukan diperoleh aktivitas tertinggi pada laju

(61)

kondisi tanpa aerasi memberikan nilai alctivitas

terendah (Lampiran 5b dan 6b).

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Abdul-

lah et a l . (1985) yang menggunakan lima tingkat aerasi (0, 0.06, 0.12, 0.24. 1.2 l/jam/g sub-

strat) dan suhu (30°C, 35OC, 37OC dan 40°C) pada

optimasi fermentasi jerami gandum menggunakan

Chaetomium c e l l u l o l y t i c u m menghasilkan kondisi terbaik pada laju aerasi 0.12 l/jam/g substrat

Lama Ferrnentasi (hari)

-

T a n p a Aerasi

-

Aerasi

0.1

Iljamlg

+ A e r a s i

0.3

l/jam/g + A e r a s i 1 l/jam/g

[image:61.518.119.481.120.650.2]

*

Aerasi 2 l/jam/g

(62)

Lama F e r m e n t a s i ( h a r i )

-

Tanpa Aerasi - Aerasi 0.1 l/jam/g

++ Aerasi 0.3 l/jam/g + Aerasi 1 l/jam/g

[image:62.521.120.460.68.423.2]

*Aerasi 2 l/jam/g

Gambar 18. Aktivitas CMC-ase pada Suhu 28OC dengan Aerasi sampai 2 l/jam/g

dan hasil terendah diperoleh pada laju aerasi 1.2

l/jam/g substrat. Artinya bahwa pada suhu ting-

gi, dengan laju aerasi yang tinggi memberikan

hasil yang rendah pula.

Pada penelitian ini digunakan tandan kosong

10 mesh, sehingga diharapkan ruang kosong antar

partikel akan meningkat. Jika ruang kosong cukup

tinggi, pengadukan kontinyu dan aerasi tidak

(63)

tinggi, pengadukan kontinyu dan aerasi tidak

selalu dibutuhkan, karena ruang kosong mungkin

mengandung O2 yang cukup untuk metabolisme per-

tumbuhan sel. Namun, untuk melepaskan C02 yang

terperangkap tetap dibutuhkan aerasi atau penga-

dukan substrat (Weiland, 1988).

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa akti-

vitas enzim pada awal fermentasi sangat rendah,

kemudian meningkat antara hari keempat sampai

hari kedelapan untuk selanjutnya menurun dengan

semakin lamanya waktu fermentasi dan akhirnya

mengalami kematian. Hal ini dapat dimengerti

karena pada awal fermentasi, kapang masih berada

pada masa adaptasi, kemudian berada pada fase

logaritmik, untuk kemudian mengalami fase sta-

sioner dimana sudah banyak kapang yang mati.

Aktivitas CMC-ase tertinggi diperoleh pada

hari keenam fermentasi, sedangkan aktivitas FP-

ase tertinggi diperoleh pada hari kedelapan fer-

mentasi

.

Hal ini disebabkan karena CMC-ase

lebih dulu bekerja dengan menyerang bagian amorf

dari selulosa, sedangkan FP-ase membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk menyerang struktur

kristal dari selulosa (Enari, 1983).

Berdasarkan analisis statistik, interaksi

(64)

terendah pada suhu 31°C dengan aerasi 1 l/ jam/g

(1.43 IU/ml)

.

Sedangkan CMC-ase tertinggi

diperoleh pada suhu 2S°C dengan tingkat aerasi I

l/jam/g (69.26 IU/ml) dan nilai terendah pada

suhu 31°C dan aerasi 0.3 l/jam/ (40.17 IU/ml).

Nilai aktivitas FP-ase tertinggi dari semua

perlakuan adalah 2.042 IU/ml, sedangkan CMC-ase

sebesar 69.26 IU/ml yang diperoleh pada suhu 28OC

(65)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIIMPULAN

Tandan kosong dan sabut kelapa sawit merupakan

substrat yang potensial pada produksi selulase karena

mengandung holoselulosa dan lignin yang cukup tinggi

yaitu sebesar 65.28 persen dan 35.2 persen untuk tandan

kosong dan 55 persen dan 21.92 persen untuk sabut

kelapa sawit.

Suhu mempengaruhi aktivitas selulase yang dihasil-

kan. Suhu yang terlalu rendah dan melebihi suhu opti-

mal pertumbuhan kapang dan pembentukan produk cenderung

menurunkan aktivitas enzim. Suhu optimal yang dipero-

leh pada penelitian ini adalah 2SoC.

Aerasi yang diberikan selama proses fermentasi

membantu mempertahankan kondisi aerobik yang dibutuhkan

kapang selama pertumbuhannya dan membantu menurunkan

panas yang dihasilkan selama proses fermentasi, sehing-

ga dapat menghasilkan enzim dengan aktivitas yang

tinggi. Laju aerasi yang diberikan pada penelitian ini

berbeda-beda tergantung pada suhu proses fermentasi.

Dari penelitian ini diperoleh aktivitas tertinggi pada

laju aerasi 1 l/jam/g substrat dan suhu 2S°C.

FP-ase membutuhkan waktu yang lebih lama diban-

(66)

FP-ase tertinggi diperoleh pada hari kedelapan fermen-

tasi, sedangkan CMC-ase pada hari keenam.

Secara statistik, faktor suhu, aerasi dan lama

Lama fermentasi terbaik untuk memproduksi CMC-ase

adalah 6 hari dan 8 hari untuk memproduksi FP-ase.

Perlakuan yang menghasilkan aktivitas FP-ase dan CMC-

ase tertinggi adalah suhu 28°C dan tingkat aerasi 1

l/jam/g yaitu masing-masing sebesar 2.04 IU/ml dan

69.26 IU/ml.

B. SARAN

Pada penelitian ini belum semua faktor lingkungan

fermentasi diamati, sehingga perlu dilakukan penelitian

mengenai ketebalan substrat maupun pH selama fermenta-

si. penelitian ini masih dilakukan pada skala labora-

torium jadi perlu dilakukan penelitian dalam skala yang

lebih besar.

Selain itu juga diperlukan penelitian mengenai op-

timasi proses hilir untuk meningkatkan rendemen enzim

yang dihasilkan dengan aktivitas yang tinggi pula.

Aplikasi penggunaan selulase yang dihasilkan untuk

menghidrolisis limbah-limbah pertanian dapat dilakukan

pada penelitian selanjutnya, disamping penelitian untuk

memanfaatkan biomassa yang dihasilkan sebagai pakan

(67)

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1980. Official Method of Analytic of Association of Official Analytic Chemist. Association of Offi- cial Analytic Chemist, Washington DC.

Achmadi, S. 1989. Kimia kayu. Diktat PAU Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aidoo, K.E., R. Hendry dan B.J.B. Wood. 1982. Solid Substrat Fermentation. Di dalam Advances in Applied Microbiology. Academic Press, Inc. 28 : 201-203.

Alexopoulus, G.J. dan C.W. Mims. 1979. Introductory 8Mycology. John Wiley and Sons, New York.

Banerjee, U.C., Y. Chisti dan M. Moo-young. 1994. Pro- tein Enrichment of Corn Stover Using Neurospora sitophila. Simp. Bioproducts Processing. University of Waterloo, Canada.

Chahal, D.S. 1985. Solid State Fermentation with Tricho- derma reesei for Cellulase Production. Appl. Envi- ron. Microbiol. 49(1) : 205-210.

Chang, M. M, T.Y.C. Chon dan G.t. Tsao. 1981. Structure Pretreatment and Hidrolysis Cellulose. Adv. Bio- chem. Eng. Vol 20.

Darnoko. 1992. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui Biokonversi. Berita Pen. Perke- bunan, Medan

.

Darwis, A.A. dan E. Sukara. 1990. Isolasi, Purifikasi dan Karakterisasi Enzim. PAU IPB, Bogor.

Enari, T.M. 1983. Microbial Cellulases. Di dalam W.M. Fogarty (ed.) Microbial Enzymes and Biotechnology. Appl. Science, London.

Frost, G.M. dan D.A. Moss. 1987. Production of Enzymes by Fermentation. Di dalam Biotechnology Vol. 7a. VHC

,

Germany.

Goering, H.K., Van Soest, P.J. 1970. Forage Analysis Agriculture Handbook No. 379 Ag. Res. Service, USDA.

(68)

Annual Report on Fermentation Process. Academic Press, New York.

Ikatrinasari, Z.F. 1995. P e n g g u n a a n N i t r o g e n d a n M i n e r a l M i k r o

dalam Produksi Selulase pada Medium Limbah Padat Kelapa Sawit oleh Neurospora sitophila. Skripsi. FATETA IPB, Bogor.

IRRI. 1972. Laboratory Manual for Physiologycal Studies of Rice the Internationa1,Rice. Research Institute

Losbanos, Philiphines.

Judoamidjojo, R.M., E. Gumbira Sa'id dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. PAU Bioteknologi IPB, Bogor.

Lonsane, B.K., N.P. Ghildyal, S. Budiatman dan S.V. Ramak- rishna. 1985. Engineering Aspects of solid State Fermentation. J. Enzyme Microb. Tech, 7:258

-

265.

Maggy-T. Suhartono. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU IPB, Bogor.

Mandels, M. and E.T. Reese. 1957. Induction of Cellulase in Trichoderma viride as Influenced by Carbon Sources and Metals. J. Bacteriol. 73:269.

Mandels, M. 1982. Cellulases. Di dalam Tsao, G. Annual Report on Fermentation Processes. Vol. 5. Academic Press, New York.

Miller, G.L. 1959. The Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar. Anal. Chem. 31 (3) : 426-428.

Oguntimein, G.O. Vlach dan M. Moo-young. 1991. Produc- tion of Cellulolytic Enzymes by Neurospora sitophila Grown on Cellulosic Material. Bioresourch. Tech. 39

: 277-283

Prior, B.A., J.C. Du Preez dan P.W. Rein. 1990. Environ- mental Parameters. Di dalam. W.

Gambar

Gambar 1. Rumus Molekul Selulosa ...................
Gambar 15 . Aktivitas CMC-ase pada Suhu 28O C dengan Berbagai Tingkat Aerasi .................
Tabel 1. Analisis kimia dari sabut dan tandan
Gambar 1. Rumus molekul selulosa (Fengel dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan amanat Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik

Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi agar menggunakan paperdisk .Hasil isolasi diperoleh 16 isolat bakteri dari bagian rimpang, akar,

Tanoto Founda on bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan

Suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model dapat dipahami juga sebagai: 1) suatu tipe atau desain, 2) suatu deskripsi

Selama LETI, peningkatan respon hemodinamik terjadi karena jalan nafas atas (laring, trakhea, dan karina) memiliki refleks sistem saraf simpatetis yang dapat

Strategi yang dibuat oleh Peace Generation Indonsia dilakukan dan disesuaikan dengan tujuan dari penggunaan media sosial itu sendiri yaitu media sosial

Berdasarkan fungsi jalan, jalan kolektor dibagi menjadi 2 (dua) yaitu, jalan kolektor primer dan kolektor sekunder. Jalan kolektor primer berfungsi sebagai penghubung antara

belajar siswa. Kemudian secara khusus dapat disimpulkan sebagai bahwa, 1) aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing di kelas