• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akumulasi logam berat dan pengaruhnya terhadap morfologi jaringan lunak karang di Perairan Tanjung Jumlah, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akumulasi logam berat dan pengaruhnya terhadap morfologi jaringan lunak karang di Perairan Tanjung Jumlah, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur"

Copied!
324
0
0

Teks penuh

(1)

AKUMULASI LOGAM BERAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP MORFOLOGI JARINGAN LUNAK

KARANG DI PERAIRAN TANJUNG JUMLAI,

PANAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR

RISTIANA ERYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

(3)

ABSTRACT

RISTIANA ERYATI. Heavy Metal Accumulation and Their Impact Upon Soft Tissue Morphology of Coral at Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, East Kalimantan. Under the direction of NEVIATY P. ZAMANI, HARPASIS S. SANUSI, and ADI WINARTO.

Coral reef is one of the most important ecosystem in the coastal area. The changes of water quality parameters and degradation of the coral reef ecosystem were caused by complexity activity in the area. The aims of the research are to study the condition of water quality which influence the organism quality which living in these area, especially heavy metals. The massive coral from Genus Porites were used as the biological indicators, pollution level of heavy metals in coral tissues gave information concerning the water quality condition.

Sampling station were fixed at 8 points by using random sampling and considering the physical and chemical characteristics. Analysis have been done in laboratory using the histological technic (tissue analysis). The result of the research showed that covered percentage of coral reef were 14,8 % (Stastion 3), 77,4 % (Station 4), 42,4 % (Station 5) and 39,6 % (Station 6) respectively. Coral Mortality Index (CMI) shows a value 0,68 (Station 3), 0,18 (Station 4), 0,39 (Station 5) and 0,46 (Station 6) respectively. Base on heavy metals concentration in soft tissues were recorded four times higher than ambient condition. This condition inconsidered not affecting the cell structure and its function.

(4)

RINGKASAN

RISTIANA ERYATI. Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI, HARPASIS S. SANUSI , dan ADI WINARTO.

Ekosistem terumbu karang adalah salah satu dari ekosistem penting di kawasan pesisir. Perairan Tanjung Jumlai merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya mineral dan perikanan yang melimpah. Ekosistem terumbu karang yang berupa gosong karang dapat dijumpai di kawasan ini. Tingginya aktivitas di perairan Tanjung Juml ai seperti aktivitas penambangan minyak bumi, pertambakan dan pelabuhan dapat menyebabkan degradasi lingkungan serta ekosistem terumbu karang. Berdasarkan sifat bioakumulasi logam berat maka hewan karang dapat dijadikan sebagai bioindikator dalam melihat tingkat pencemaran lingkungan.

Lokasi penelitian terbagi dalam delapan stasiun pengamatan kualitas air dan termasuk di dalamnya empat stasiun pengamatan karang. Contoh air di ambil di setiap stasiun pengamatan pada saat air surut sebanyak tiga kali ulangan dengan rentang waktu dua bulan. Data individu karang diperoleh dengan menggunakan metode transek garis menyinggung (line intercept transect – LIT). Contoh potongan hewan karang dilakukan dengan memotong bagian karang menggunakan pahat, contoh yang diambil adalah karang masif dari Genus Porites, uji histologis jaringan lunak karang dilakukan dengan metode section dan pewarnaan. Karakteristik lingkungan digambarkan dengan menggunakan metode analisis Manova untuk melihat pengaruh variabel independen (kualitas air dan logam berat) terhadap perbedaan variabel dependen (stasiun pengamatan). Metode analisis komponen utama (principal component analysis – PCA) di gunakan untuk melihat variabel penciri kualitas air pada setiap stasiun pengamatan. Keeratan hubungan antara variabel biologi (kategori lifeform) dengan stasiun pengamatan dilihat menggunakan metode analisis faktorial koresponden (correspondence analysis – CA). Rumus biokonsentrasi faktor (BCF) digunakan untuk mengetahui besarnya daya absorbsi dan laju distribusi pencemar (logam berat) dalam jaringan lunak karang. Persentase penutupan substrat dasar dihitung dengan menggunakan rumus persen penutupan. Tingkat kematian karang nilainya ditentukan dengan rumus indeks mortalitas karang (IMK).

(5)

sebesar 33,07 – 33,33 ‰ masih dalam kisaran nilai yang normal sebesar 33 – 34 ‰. Derajat keasaman (pH) berada dalam kisaran normal sekitar 7,32 – 8,08. Nilai oksigen terlarut (DO) yang terukur sebesar 5,63 – 6,90 mg/l masih tergolong baik yaitu > 5 mg/l. Nilai BOD5 yang terukur sebesar 1,33 – 1,67 mg/l berada

dalam kondisi yang tidak menyimpang dari batas normal yaitu < 20 mg/l.

Nilai sebesar 41,74 – 44,97 mg/l untuk bahan organik total (TOM) mengindikasikan bahwa nilai TOM yang terukur di seluruh stasiun pengamatan menunjukkan bahwa proses oksidasi masih berlangsung dan dimanfaatkan dengan baik oleh organisme untuk kehidupan dan pertumbuhannya. Ketersediaan nitrogen seperti NH3-N (0,03 – 0,20 mg/l), NO3-N (0,26 – 0,84 mg/l) dan NO2-N

(0,003 - 0,074 mg/l) di perairan terbilang cukup, sehingga nitrogen relatif tidak menjadi faktor pembatas. Nilai fosfor (orthofosfat) yang terukur sebesar 0,024 -0,173 mg/l menunjukkan adanya pengaruh daratan, berdasarkan nilai fosfornya tingkat kesuburan perairan di lokasi ini tergolong sedang hingga sangat baik. Logam berat Pb dan Cd yang terdeteksi di badan air sebesar 0,453 – 0,560 mg/l untuk Pb dan 0,0044 – 0,055 mg/l untuk Cd telah melebihi batas baku mutu yang di tetapkan yaitu sebesar 0,008 mg/l untuk Pb dan 0,001 mg/l untuk Cd.

Persentase penutupan karang keras (hard coral) pada empat stasiun pengamatan karang memmperlihat penutupan di Stasiun 3 sebesar 14,8 %, Stasiun 4 sebesar 77,4 %, Stasiun 5 sebesar 42,4 % dan Stasiun 6 sebesar 39,6 %. Nilai indeks mortalitas karang (IMK) di Stasiun 3 sebesar 0,68 yang artinya bahwa dari karang yang hidup di Stasiun 3 sekitar 68 % telah menghilang atau mengalami kematian, di Stasiun 4 IMK sebesar 0,18, Stasiun 5 sebesar 0,39 dan Stasiun 6 sebesar 0,46.

Berdasarkan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) diketahui terjadi peningkatan logam berat Pb hingga empat kali lipat dan Cd hingga dua kali lipat konsentrasinya di jaringan lunak karang. Kondisi ini terjadi karena sifat bioakumulasi dari logam berat tersebut.

Gambaran histologis dinding polip karang Genus Porites terdiri dari tiga lapisan jaringan utama yaitu ektoderma, mesoglea dan endoderma (gastroderma). Jaringan di bawah polip terdiri dari saluran yang menuju ke mesenteri filamen dan organ mesenteri filamen. Jaringan yang diwarnai menggunakan pewarnaan hematoksilin untuk logam memperlihatkan bahwa telah terjadi akumulasi logam berat Pb dan Cd pada jaringan lunak karang, kondisi ini di perkuat oleh data konsentrasi logam berat Pb (1,089 - 2,232 mg/l) dan Cd (0,073 – 0,128 mg/l) hasil destruksi jaringan lunak karang dari individu yang sama untuk histologi jaringan dan dideteksi menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS). Jaringan pembanding yang digunakan sebagai kontrol menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi tersebut belum merubah susunan sel dan fungsi sel masih berjalan dengan baik.

Hasil analisis manova menunjukkan bahwa secara umum variabel kualitas air berbeda sangat nyata terhadap posisi stasiun pengamatan pada tingkat a 0,05. Analisis komponen utama (PCA) memperlihatkan bahwa Stasiun 1 memiliki variabel penciri suhu, kekeruhan, TSS, NH3-N, NO2-N, NO3-N dan HPO4=.

Stasiun 3 dan Stasiun 4 memiliki variabel penciri logam Pb, Cd dan BOD5.

(6)

Stasiun 4 memiliki keeratan hubungan dengan karang keras (HC). Stasiun 5 erat hubungannya dengan karang mati (DC) dan karang lunak (SC). Stasiun 6 erat hubungannya dengan patahan karang (R), karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) dan organisme lain (OT).

Variabel kualitas air saat dilakukannya penelitian secara umum masih dapat mendukung kehidupan terumbu karang di perairan tersebut. Hewan karang yang tumbuh di daerah ini khususnya karang keras dari Genus Porites telah terakumulasi logam berat dengan nilai konsentrasi Pb di jaringan lunak lebih tinggi hingga empat kali lipat daripada konsentrasi Pb di badan air. Nilai konsentrasi Cd di jaringan diketahui lebih tinggi hingga dua kali lipat daripada konsentrasi Cd di badan air. Akumulasi logam Pb pada jaringan lunak karang hingga 2,23 mg/l tidak mengakibatkan perubahan gambaran mikromorfologi jaringan lunak karang Porites. Karang mempunyai sistem unik dalam mengeleminir loga m di tubuhnya, hal ini merupakan salah satu strategi bagi karang untuk bisa bertahan terhadap kondisi perairan yang menyimpang dari kondisi normal.

(7)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor.

(8)

AKUMULASI LOGAM BERAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP MORFOLOGI JARINGAN LUNAK

KARANG DI PERAIRAN TANJUNG JUMLAI,

PANAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR

RISTIANA ERYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi

Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai,

Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur

Nama : Ristiana Eryati

NRP : C651040031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir.Neviaty P Zamani, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Harpasis S Sanusi, M.Sc Anggota

drh. Adi Winarto, Ph.D Anggota

Diketahui

Ketua Program Sudi

Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(11)

AKUMULASI LOGAM BERAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP MORFOLOGI JARINGAN LUNAK

KARANG DI PERAIRAN TANJUNG JUMLAI,

PANAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR

RISTIANA ERYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

(13)

ABSTRACT

RISTIANA ERYATI. Heavy Metal Accumulation and Their Impact Upon Soft Tissue Morphology of Coral at Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, East Kalimantan. Under the direction of NEVIATY P. ZAMANI, HARPASIS S. SANUSI, and ADI WINARTO.

Coral reef is one of the most important ecosystem in the coastal area. The changes of water quality parameters and degradation of the coral reef ecosystem were caused by complexity activity in the area. The aims of the research are to study the condition of water quality which influence the organism quality which living in these area, especially heavy metals. The massive coral from Genus Porites were used as the biological indicators, pollution level of heavy metals in coral tissues gave information concerning the water quality condition.

Sampling station were fixed at 8 points by using random sampling and considering the physical and chemical characteristics. Analysis have been done in laboratory using the histological technic (tissue analysis). The result of the research showed that covered percentage of coral reef were 14,8 % (Stastion 3), 77,4 % (Station 4), 42,4 % (Station 5) and 39,6 % (Station 6) respectively. Coral Mortality Index (CMI) shows a value 0,68 (Station 3), 0,18 (Station 4), 0,39 (Station 5) and 0,46 (Station 6) respectively. Base on heavy metals concentration in soft tissues were recorded four times higher than ambient condition. This condition inconsidered not affecting the cell structure and its function.

(14)

RINGKASAN

RISTIANA ERYATI. Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI, HARPASIS S. SANUSI , dan ADI WINARTO.

Ekosistem terumbu karang adalah salah satu dari ekosistem penting di kawasan pesisir. Perairan Tanjung Jumlai merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya mineral dan perikanan yang melimpah. Ekosistem terumbu karang yang berupa gosong karang dapat dijumpai di kawasan ini. Tingginya aktivitas di perairan Tanjung Juml ai seperti aktivitas penambangan minyak bumi, pertambakan dan pelabuhan dapat menyebabkan degradasi lingkungan serta ekosistem terumbu karang. Berdasarkan sifat bioakumulasi logam berat maka hewan karang dapat dijadikan sebagai bioindikator dalam melihat tingkat pencemaran lingkungan.

Lokasi penelitian terbagi dalam delapan stasiun pengamatan kualitas air dan termasuk di dalamnya empat stasiun pengamatan karang. Contoh air di ambil di setiap stasiun pengamatan pada saat air surut sebanyak tiga kali ulangan dengan rentang waktu dua bulan. Data individu karang diperoleh dengan menggunakan metode transek garis menyinggung (line intercept transect – LIT). Contoh potongan hewan karang dilakukan dengan memotong bagian karang menggunakan pahat, contoh yang diambil adalah karang masif dari Genus Porites, uji histologis jaringan lunak karang dilakukan dengan metode section dan pewarnaan. Karakteristik lingkungan digambarkan dengan menggunakan metode analisis Manova untuk melihat pengaruh variabel independen (kualitas air dan logam berat) terhadap perbedaan variabel dependen (stasiun pengamatan). Metode analisis komponen utama (principal component analysis – PCA) di gunakan untuk melihat variabel penciri kualitas air pada setiap stasiun pengamatan. Keeratan hubungan antara variabel biologi (kategori lifeform) dengan stasiun pengamatan dilihat menggunakan metode analisis faktorial koresponden (correspondence analysis – CA). Rumus biokonsentrasi faktor (BCF) digunakan untuk mengetahui besarnya daya absorbsi dan laju distribusi pencemar (logam berat) dalam jaringan lunak karang. Persentase penutupan substrat dasar dihitung dengan menggunakan rumus persen penutupan. Tingkat kematian karang nilainya ditentukan dengan rumus indeks mortalitas karang (IMK).

(15)

sebesar 33,07 – 33,33 ‰ masih dalam kisaran nilai yang normal sebesar 33 – 34 ‰. Derajat keasaman (pH) berada dalam kisaran normal sekitar 7,32 – 8,08. Nilai oksigen terlarut (DO) yang terukur sebesar 5,63 – 6,90 mg/l masih tergolong baik yaitu > 5 mg/l. Nilai BOD5 yang terukur sebesar 1,33 – 1,67 mg/l berada

dalam kondisi yang tidak menyimpang dari batas normal yaitu < 20 mg/l.

Nilai sebesar 41,74 – 44,97 mg/l untuk bahan organik total (TOM) mengindikasikan bahwa nilai TOM yang terukur di seluruh stasiun pengamatan menunjukkan bahwa proses oksidasi masih berlangsung dan dimanfaatkan dengan baik oleh organisme untuk kehidupan dan pertumbuhannya. Ketersediaan nitrogen seperti NH3-N (0,03 – 0,20 mg/l), NO3-N (0,26 – 0,84 mg/l) dan NO2-N

(0,003 - 0,074 mg/l) di perairan terbilang cukup, sehingga nitrogen relatif tidak menjadi faktor pembatas. Nilai fosfor (orthofosfat) yang terukur sebesar 0,024 -0,173 mg/l menunjukkan adanya pengaruh daratan, berdasarkan nilai fosfornya tingkat kesuburan perairan di lokasi ini tergolong sedang hingga sangat baik. Logam berat Pb dan Cd yang terdeteksi di badan air sebesar 0,453 – 0,560 mg/l untuk Pb dan 0,0044 – 0,055 mg/l untuk Cd telah melebihi batas baku mutu yang di tetapkan yaitu sebesar 0,008 mg/l untuk Pb dan 0,001 mg/l untuk Cd.

Persentase penutupan karang keras (hard coral) pada empat stasiun pengamatan karang memmperlihat penutupan di Stasiun 3 sebesar 14,8 %, Stasiun 4 sebesar 77,4 %, Stasiun 5 sebesar 42,4 % dan Stasiun 6 sebesar 39,6 %. Nilai indeks mortalitas karang (IMK) di Stasiun 3 sebesar 0,68 yang artinya bahwa dari karang yang hidup di Stasiun 3 sekitar 68 % telah menghilang atau mengalami kematian, di Stasiun 4 IMK sebesar 0,18, Stasiun 5 sebesar 0,39 dan Stasiun 6 sebesar 0,46.

Berdasarkan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) diketahui terjadi peningkatan logam berat Pb hingga empat kali lipat dan Cd hingga dua kali lipat konsentrasinya di jaringan lunak karang. Kondisi ini terjadi karena sifat bioakumulasi dari logam berat tersebut.

Gambaran histologis dinding polip karang Genus Porites terdiri dari tiga lapisan jaringan utama yaitu ektoderma, mesoglea dan endoderma (gastroderma). Jaringan di bawah polip terdiri dari saluran yang menuju ke mesenteri filamen dan organ mesenteri filamen. Jaringan yang diwarnai menggunakan pewarnaan hematoksilin untuk logam memperlihatkan bahwa telah terjadi akumulasi logam berat Pb dan Cd pada jaringan lunak karang, kondisi ini di perkuat oleh data konsentrasi logam berat Pb (1,089 - 2,232 mg/l) dan Cd (0,073 – 0,128 mg/l) hasil destruksi jaringan lunak karang dari individu yang sama untuk histologi jaringan dan dideteksi menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS). Jaringan pembanding yang digunakan sebagai kontrol menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi tersebut belum merubah susunan sel dan fungsi sel masih berjalan dengan baik.

Hasil analisis manova menunjukkan bahwa secara umum variabel kualitas air berbeda sangat nyata terhadap posisi stasiun pengamatan pada tingkat a 0,05. Analisis komponen utama (PCA) memperlihatkan bahwa Stasiun 1 memiliki variabel penciri suhu, kekeruhan, TSS, NH3-N, NO2-N, NO3-N dan HPO4=.

Stasiun 3 dan Stasiun 4 memiliki variabel penciri logam Pb, Cd dan BOD5.

(16)

Stasiun 4 memiliki keeratan hubungan dengan karang keras (HC). Stasiun 5 erat hubungannya dengan karang mati (DC) dan karang lunak (SC). Stasiun 6 erat hubungannya dengan patahan karang (R), karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) dan organisme lain (OT).

Variabel kualitas air saat dilakukannya penelitian secara umum masih dapat mendukung kehidupan terumbu karang di perairan tersebut. Hewan karang yang tumbuh di daerah ini khususnya karang keras dari Genus Porites telah terakumulasi logam berat dengan nilai konsentrasi Pb di jaringan lunak lebih tinggi hingga empat kali lipat daripada konsentrasi Pb di badan air. Nilai konsentrasi Cd di jaringan diketahui lebih tinggi hingga dua kali lipat daripada konsentrasi Cd di badan air. Akumulasi logam Pb pada jaringan lunak karang hingga 2,23 mg/l tidak mengakibatkan perubahan gambaran mikromorfologi jaringan lunak karang Porites. Karang mempunyai sistem unik dalam mengeleminir loga m di tubuhnya, hal ini merupakan salah satu strategi bagi karang untuk bisa bertahan terhadap kondisi perairan yang menyimpang dari kondisi normal.

(17)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor.

(18)

AKUMULASI LOGAM BERAT DAN PENGARUHNYA

TERHADAP MORFOLOGI JARINGAN LUNAK

KARANG DI PERAIRAN TANJUNG JUMLAI,

PANAJAM PASER UTARA, KALIMANTAN TIMUR

RISTIANA ERYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)
(20)

Judul Tesis : Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi

Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai,

Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur

Nama : Ristiana Eryati

NRP : C651040031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir.Neviaty P Zamani, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Harpasis S Sanusi, M.Sc Anggota

drh. Adi Winarto, Ph.D Anggota

Diketahui

Ketua Program Sudi

Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(21)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, kekuatan dan semangat, sehingga tugas akhir guna meraih gelar Magister Sains di bidang Biologi Laut ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Akumulasi Logam Berat dan Pengaruhnya Terhadap Morfologi Jaringan Lunak Karang di Perairan Tanjung Jumlai, Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur” adalah bagian dari studi Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan di Institut Pertanian Bogor.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa horma t yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc dan Bapak drh. Adi Winarto, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis semenjak pembuatan proposal, pengumpulan dan pengolahan data hingga penyelesaian penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir.Dedi Soedharma, DEA yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian tesis.

3. Seluruh staf dan teknisi Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan – Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk penggunaan laboratorium dalam penelitian ini.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan telah banyak membantu penulis baik dalam hal moril maupun materiil.

(22)

6. Ayahanda Suradiono dan Ibunda Masirah tercinta serta abangku Andi Amin yang telah melimpahkan kasih sayangnya sejak penulis dilahirkan hingga dewasa, hanya Allah SWT yang dapat membalas amal budi kalian. 7. Rekan – rekan selama studi pada Program Studi Ilmu Kelautan Angkatan

2004 dan 2005 : Hanifah Mutia, Iwan Setiabudi, Yunita Ramili, Hawis Maddupa, Riris Aryawati, Meutia Samira Ismet, Nurul Fitriya, Heron Surbakti, La Ode Nurman Mbay, Beginner Subhan, Roni Fitrianto, Adriani Sunuddin, Zia, Ucha, Bu Nur, Bu Irma, Era, Pak Judistira, Yeni, Bang Agus dan Bapak Wisnu Wijatmoko yang telah banyak membantu penulis selama menjalani studi.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran atau kritik dari semua pihak yang dapat digunakan untuk melengkapi tesis ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan menambah wawasan pengetahuan kita dalam bidang biologi laut, khususnya mengenai terumbu karang.

Bogor, Januari 2008

(23)

RIWAYAT HIDUP

Ristiana Eryati dilahirkan di Tanjung Redeb, Kaltim pada tanggal 17 Pebruari 1981 sebagai ana k kedua dari dua bersaudara dari ayah Suradiono dan ibu Masirah. Pendidikan tinggi diawali pada tahun 1998 pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda dan gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) diraih pada tahun 2002. Sejak akhir tahun 2002 sampai sekarang bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman Samarinda.

(24)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 3 Hipotesis ... 3 Perumusan Masalah ... 3 TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu Karang ... 5 Anatomi dan Morfologi Karang ... 5 Distribusi dan Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu

Karang ... 10 Formasi dan Zonasi Terumbu Karang ... 12 Pencemaran Logam Berat ... 15 Akumulasi Logam Berat pada Biota Laut ... 18 Porites sebagai Pencatat Dampak Lingkungan ... 19 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu ... 20 Alat dan Bahan ... 22 Metode Pengukuran ... 22 Analisis Data ... 25 Manova (Multivariate Analysis of Variance) ... 25 Analisis Komponen Utama (PCA, Principal Component

Abalysis) ... 26 Analisis Faktorial Koresponden (CA, Correspondance

Analysis) ... 27 Biokonsentrasi Faktor ... 28 Persentase Penutupan Karang ... 29 Indeks Mortalitas Karang (IMK) ... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN

(25)

DAFTAR ISI

Halaman BOD5 ... 43

Bahan Organik Total (TOM) ... 45 Nitrogen ... 46 Ortofosfat (HPO4=) ... 48

Logam Berat ... 50 Biologi ... 54 Persentase Penutupan Substrat Dasar ... 54 Indeks Mortalitas Karang ... 56 Logam Berat pada Jaringan Lunak Karang ... 57 Analisa Laboratorium ... 57 Analisa Histologis ... 59 Morfologi ... 59 Pendeteksian Karbohidrat ... 64 Sebaran Logam dalam Jaringan ... 65 Hubungan Antar Variabel ... 69 SIMPULAN

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Posisi geografis stasiun pengamatan ... 20 2 Parameter pengamatan ... 23 3 Manova... 25 4 Kecepatan dan arah arus sesaat di lokasi penelitian ... 33 5 Hasil pengukuran suhu saat siang hari selama penelitian ... 34 6 Nilai kekeruhan yang di peroleh selama penelitian ... 36 7 Nilai TSS hasil pengukuran selama penelitian ... 38 8 Nilai salinitas pada lokasi penelitian ... 39 9 Nilai pH yang terukur selama penelitian ... 40 10 Kandungan oksigen terlarut dalam badan air ... 42 11 Nilai BOD5 yang terukur selama penelitian ... 44

12 Kandungan TOM di badan air selama penelitian ... 45 13 Kandungan NH3-N, NO3-N dan NO2-N yang terukur

selama penelitian ... 47 14 Kandungan HPO4= dalam badan air selama penelitian ... 49

15 Konsentrasi logam berat yang terdeteksi dalam kolom

air selama penelitian ... 51 16 Konsentrasi logam Pb dan Cd di Perairan Laut Tanjung

Jumlai pada waktu yang berbeda ... 52 17 Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) logam Pb dan Cd

terhadap jaringan lunak karang ... 59 18 Nilai korelasi antar variabel IMK terhadap Pb, Cd,

salinitas, kekeruhan, suhu dan TSS ... 77 19 Nilai korelasi antar variabel Pb dan Cd terhadap arus,

suhu, kekeruhan, TSS dan salinitas ... 78 20 Nilai korelasi antar variabel lingkungan terhadap karang

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Bagan alir pendekatan masalah ... 4 2 Bentuk anatomi umum karang skleraktinia (Veron 1993) ... 5 3 Jaringan-jaringan dalam tentakel karang (Suharsono 2004) ... 7 4 Lapisan tubuh karang dengan nematosit dan zooxantela di

dalamnya ... 8 5 Lempeng dasar karang (Suharsono 2004) ... 9 6 Tingkatan formasi karang ... 13 7 Profil umum zonasi terumbu pada tipe terumbu karang tepi

(fringing reef) (Barnes 1980) ... 15 8 Lokasi penelitian ... 21 9 Waktu pengambilan contoh kualitas air berdasarkan pasang-surut ... 31 10 Arah arus sesaat selama penelitian ... 32 11 Rerata suhu selama penelitian ... 35 12 Rerata kekeruhan selama penelitian ... 36 13 Rerata TSS selama penelitian ... 38 14 Rerata logam Pb dan Cd pada badan air selama penelitian... 40 15 Rerata salinitas selama penelitian ... 41 16 Rerata pH selama penelitian ... 43 17 Rerata oksigen terlarut dan saturasi oksigen selama penelitian ... 45 18 Rerata BOD5 selama penelitian ... 46

19 Rerata TOM selama penelitian ... 48 20 Rerata NH3-N, NO3-N dan NO2-N selama penelitian ... 50

21 Rerata HPO2= ... 52

22 Perbandingan persentase penutupan substrat dasar di lokasi

penelitian ... 55 23 Perbandingan genera karang keras ... 56 24 Indeks Mortalitas Karang ... 57 25 Skema struktur morfologis dan anatomis karang Genus

(28)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 28 Bentuk filamen pada saluran gastrovaskuler... 62 29 Mesenteri filamen pada Genus Porites (Pewarnaan

Hematoksilin dan Eosin) ... 63 30 Mesenteri filamen Genus Porites pada daerah penelitian

(Pewarnaan Masson Trichrome) ... 63 31 Mesenteri filamen dengan bagian yang dikenali (Pewarnaan

Alcian Blue) ... 65 32 Sebaran logam berat pada jaringan lunak karang Porites

(Pewarnaan Hematoksilin untuk logam) ... 66 33 Jaringan penghubung antar polip (coenosarc) ... 67 34 Sebaran logam berat pada mesenteri filamen karang ... 67 35 Akumulasi logam pada tepi luar jaringan ... 68 36 Analisis komponen utama karakteristik kualitas air (F1 x F2) ... 71 37 Dendrogram klasifikasi hirarki stasiun pengamatan ... 72 38 Analisis faktorial koresponden stasiun pengamatan dan

persentase penutupan karang (F1 x F2) ... 73 39 Analisis komponen utama karakteristik kualitas air,

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil pengukuran parameter pengamatan selama

penelitian ... 88 2. Hasil test multivariat kualitas air (Manova) ... 93 3. Test pengaruh antar variabel kualitas air (Manova) ... 93 4. Perbandingan variabel kualitas air antar stasiun

pengamatan (Manova) ... 96 5. Hasil test multivariat logam berat pada hewan

karang (Manova) ... 116 6. Test pengaruh antar variabel logam berat pada

hewan karang (Manova) ... 116 7. Perbandingan variabel logam berat pada hewan

karang antar stasiun pengamatan (Manova) ... 117 8. Akar ciri dan persentase total ragam (Analisis

Koresponden Utama) ... 118 9. Faktor koordinat dan kontribusi variabel kualitas

air (Analisis Koresponden Utama) ... 118 10.Faktor koordinat dan kontribusi stasiun pengamatan

(Analisis Koresponden Utama) ... 118 11.Korelasi antar variabel (Analisis Koresponden Utama) ... 119 12.Mean dan standar deviasi (Analisis Kelompok) ... 120 13.Jarak Euclidean(Analisis Kelompok) ... 120 14.Pengelompokan stasiun berdasarkan hubungan jarak

(Analisis Kelompok) ... 120 15.Akar ciri dan persentase faktor inertia (Analisis

Faktorial Koresponden) ... 121 16.Faktor koordinat dan kontribusi lifeform (Analisis

Faktorial Koresponden) ... 121 17.Faktor koordinat dan kontribusi stasiun pengamatan

karang ... 122 18.Korelasi antar variabel kualitas air, genera karang

keras dan IMK (Analisis Komponen Utama) ... 123 19.Mean dan standar deviasi stasiun pengamatan

(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 20.Jarak Euclidean untuk stasiun pengamatan karang

(Analisis Kelompok) ... 129 21.Pengelompokkan stasiun pengamatan karang berdasarkan

hubungan jarak (Analisis Kelompok) ... 129 22.Akar ciri dan persentase faktor inertia (Analisis Faktorial

Koresponden) ... 129 23.Faktor koordinat dan kontribusi lifeform (Analisis Faktorial

Koresponden) ... 130 24.Faktor koordinat dan kontribusi stasiun pengamatan

(Analisis Faktorial Koresponden) ... 130 25.Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) pada jaringan lunak

(31)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kompleksitas pengelolaan kawasan pesisir hingga saat ini masih tergolong tinggi, bahkan volume kegiatannya cenderung terus meningkat. Pada kawasan pesisir banyak sekali kegiatan yang tumpang tindih dan tidak bisa dipisah-pisahkan, serta saling bertentangan.

Perairan Tanjung Jumlai merupakan suatu daerah pesisir yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang besar. Tidak hanya potensi perikanan dan sumberdaya hayati perairan, tetapi juga mengandung sumberdaya mineral yang berlimpah seperti minyak dan gas bumi. Sebagai konsekuensi dari ragam potensi tersebut, sehingga dalam pemanfaatannya tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik kepentingan. Walaupun semua kegiatan pemanfaatan di atas mempunyai tujuan yang sama, yaitu demi kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kalimantan Timur dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun kegiatan tersebut akan dapat berhasil dan berdaya guna jika dilakukan dengan baik dan tanpa merugikan salah satu pihak yang berkepentingan, yakni dengan memahami dan berusaha untuk menghasilkan seminimal mungkin dampak dari masing-masing kegiatannya.

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir dan laut yang penting dan sangat berharga serta memiliki produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, keberadaan dan kelangsungan hidupnya sangat perlu diperhatikan dengan lebih ekstra. Hal ini mengingat lingkungan dimana ekosistem terumbu karang berada adalah lingkungan yang pemanfaatannya sangat kompleks, sehingga ekosistem ini sangat potensial mengalami kerusakan atau degradasi.

(32)

Ekosistem terumbu karang yang mengalami kerusakan akibat tekanan ekologis terjadi juga di Kalimantan Timur seperti di perairan pesisir Tanjung Jumlai. Kerusakan ini disebabkan karena tingginya pemanfaatan sumberdaya yang ada dan adanya tumpang tindih kegiatan antar pihak-pihak yang berkepentingan serta saling bertentangan. Keadaan ini menciptakan suatu kondisi yang merugikan bagi lingkungan perairan, sehingga mutu kualitas perairan mengalami penurunan. Lingkungan perairan yang mengalami penurunan mutu kualitas lebih lanjut akan berdampak terhadap organisme yang hidup di perairan tersebut, tidak terkecuali terumbu karang. Scott (1990) dan Esslemont (1999) mengatakan bahwa hewan karang sebagai organisme indikator sangat berguna untuk monitoring lingkungan, karena kerangka kapurnya mengasimilasi logam-logam lebih dari ratusan tahun, demikian juga jaringan lunaknya dapat digunakan untuk tujuan monitoring.

Metode pengukuran berat kering yang dilakukan oleh Esslemont (1999) mendapatkan perbedaan konsentrasi logam berat pada kerangka kapur (Pb: 0,01 – 0,04 µg/g; Cd: < 0,01 µg/g) dan di jaringan (Pb: 0,2 – 0,5 µg/g; Cd: 0,2 – 0,4 µg/g) karang Goniastrea aspera di Pulau Heron yang tumbuh di daerah reef flat. Lebih lanjut Fallon et al. (2002) dan David (2003) mencontohkan karang Porites, dapat berfungsi sebagai pencatat dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dan industri. Lapisan pertumbuhan kerangka kapur karang skleraktinia yang berbentuk masif diakui berguna dalam studi time series untuk melihat variasi jejak dalam air laut seperti tingkat kandungan nutrien dan akumulasi polutan yang memasuki lingkungan laut..

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji beberapa parameter kualitas air di ekosistem terumbu karang.

(33)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi aktual mengenai tingkat akumulasi logam berat dalam jaringan lunak karang beserta kondisi kualitas air sebagai akibat dari tingginya aktivitas di perairan Tanjung Jumlai dan sekitarnya.

Hipotesis

Tingginya konsentrasi logam berat pada jaringan lunak karang dapat menyebabkan kerusakan jaringan karang.

Perumusan Masalah

Pengaruh toksisitas logam berat dalam tubuh hewan karang akan menyebabkan kerusakan jaringan lunak atau susunan sel, baik pada polip maupun zooxantela dengan ditemukannya akumulasi logam berat dalam jaringan lunak hewan karang. Hal ini menyebabkan fungsi anatomi dan fisiologi karang tidak bekerja dengan baik, pertumbuhan dan perkembangan akan terhambat dan pengaruhnya lebih lanjut akan mematikan karang. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai toksisitas logam berat terhadap terumbu karang di sekitar perairan Tanjung Jumlai. Mengingat letaknya berhadapan dengan Teluk Balikpapan yang memiliki aktivitas tinggi maka tidak menutup kemungkinan dampak dari aktivitas di daerah tersebut mempengaruhi organisme yang hidup di perairan sekitarnya termasuk ekosistem terumbu karang yang ada di Tanjung Jumlai.

(34)

Gambar 1 Bagan alir pendekatan masalah. Kondisi terumbu karang

Hewan karang

Bioakumulasi

Histologi

Biokonsentrasi faktor

Kesimpulan

Lingkungan perairan

Kimia:

-Logam berat -Salinitas -DO -BOD5 -TOM -NH3-N -NO2-N -NO3-N -H2PO4

-Fisika:

- Suhu - Kekeruhan - TSS - Kecerahan

Biologi:

-Persen penutupan -Indeks Mortalitas

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu Karang

Anatomi dan Morfologi Karang

Terumbu (reef) terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium

karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang (Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo

Scleractinia), alga berkapur dan organisme -organisme lain yang mengeluarkan

kalsium karbonat (Nybakken 1993). Sementara itu hewan karang adalah hewan yang

tidak bertulang belakang dan termasuk dalam Kelas Anthozoa (hewan berbentuk

bunga). Hewan karang umumnya merupakan koloni yang terdiri dari banyak

individu berupa polip dengan bentuk dasar seperti mangkuk dengan tepian berumbai

atau tentakel. Ukuran polip umumnya sangat kecil tetapi ada yang besar mencapai

beberapa sentimeter seperti Fungia. Hanya karang yang bersimbiosis dengan

[image:35.595.144.485.431.696.2]

zooxantela yang mampu menghasilkan terumbu dan hidupnya hanya di daerah tropis.

(36)

Setiap polip karang tumbuh dan mengendapkan kapur yang membentuk

kerangka. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara

radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempeng yang berdiri disebut sebagai

septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi

dari polip karang.

Menurut Timotius (2003) dan Suharsono (2004), bagian-bagian tubuh polip

karang terdiri dari :

1. Mulut, dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari

perairan serta sebagai alat pertahanan diri.

2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan

(gastrovaskuler).

3. Dinding polip yang tersusun dari tiga lapisan, yaitu :

a. Ektoderma adalah jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel. Pada

lapisan ini banyak dijumpai sel glandula yang berisi mukus (lendir) berfungsi

untuk membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan diri dari

sedimen yang melekat dan sel knidoblast yang berisi sel nematosit.

b. Endoderma adalah jaringan yang terdapat di lapisan dalam dimana sebagian

besar selnya berisi sel alga (zooxantela) yang merupakan simbion karang.

Seluruh permukaan jaringan karang juga dilengkapi dengan cilia dan flagela.

Kedua sel ini berkembang dengan baik di tentakel dan di dalam sel mesentari.

c. Mesoglea adalah jaringan berupa lapisan seperti jely yang terletak di antara

ektoderma dan endoderma. Dalam lapisan jely terdapat fibril-fibril sedangkan

(37)

Gambar 3 Jaringan-jaringan dalam tentakel karang (Suharsono 2004).

Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan reproduksi yang sederhana

yang telah berkembang dan berfungsi secara baik (Suharsono 2004 dan Wells 1956),

yaitu :

1. Jaringan syaraf, tersebar di endoderma dan ektoderma serta mesoglea dan

dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel penghubung yang bertanggung

jawab memberi respon baik mekanik maupun kimia terhadap adanya stimulasi

cahaya.

2. Jaringan otot, biasanya terdapat diantara jaringan mesoglea yang bertanggung

jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau mengkerut sebagai respon

perintah jaringan syaraf. Sinyal dalam jaringan ini tidak hanya dalam satu polip

tetapi juga diteruskan ke polip yang lain.

3. Jaringan mesenterial filamen, berfungsi sebagai alat pencernaan dimana sebagian

besar selnya berisi sel mukus yang berisi enzim untuk mencerna makanan.

Lapisan luar jaringan ini dilengkapi sel silia yang halus.

4. Organ reproduksi, berkembang diantara mesentari filamen. Pada saat tertentu

organ-organ reproduksi terlihat dan pada waktu yang lain menghilang, terutama

untuk jenis- jenis karang yang hidup di daerah subtropis. Untuk karang yang

hidup di daerah tropis organ reproduksi ini dapat ditemukan sepanjang tahun

karena siklus reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Dalam satu polip dapat

(38)

Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai tingkat pemasakan antara

gonad jantan dan betina matang pada saat yang bersamaan.

Karang memiliki kemampuan bereproduksi secara seksual dan aseksual.

Reproduksi seksual dilakukan dengan melibatkan peleburan sel sperma dan sel telur

(fertilisasi). Sifat reproduksinya lebih komplek, karena selain terjadi fertilisasi juga

melalui sejumlah tahap lanjutan yaitu pembentukan larva, penempelan, pertumbuhan

dan pematangan). Secara umum mekanisme fertilisasi terbagi dua jenis, yaitu

brooding/planulator dan spawning. Reproduksi aseksual dilakukan dengan tidak

melibatkan peleburan sel jantan dan sel betina. Pada reproduksi ini polip atau koloni

karang membentuk polip atau koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan

tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni (Partenogenesis dan pertunasan) dan

pembentukan koloni baru (Polip bailout dan fragmentasi).

Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif

dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa. Sementara pada siang hari

tentakel ditarik masuk ke dalam rangka. Di jaringan ektoderma tentakel memiliki sel

penyengat (knidoblast), yang merupakan ciri khas semua hewan cnidaria. Knidoblast

dilengkapi dengan alat penyengat nematosit beserta racun di dalamnya, berfungsi

sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri. Sel penyengat bila tidak

digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada dalam sel.

Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan

racun akan dikeluarkan.

(39)

Umumnya karang pembentuk terumbu bersimbiosis dengan alga mikroskopik

bersel tunggal yaitu zooxantela. Zooxantela adalah alga dari kelompok dinoflagelata

yang bersimbiosis denga n hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya.

Jumlah zooxantela dalam tubuh inangnya relatif konstan, dengan kepadatan berkisar

0.6 – 2.0 x 106 sel/cm2. Jumlah ini tergantung dari spesies dan kedalaman karang.

Zooxantela melalui proses fotosintesis memberi suplai makanan dan oksigen bagi

polip dan juga membantu proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya polip

karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbondioksida (CO2), posfat dan

nitrogen yang digunakan zooxantela untuk fotosintesis dan pertumbuhannya

(Muscatine 1980).

Suharsono (2004) menyatakan bahwa morfologi terumbu karang tersusun atas

kalsium karbonat (CaCO3) dan terdiri atas: lempeng dasar, merupakan lempeng yang

berfungsi sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur tegak dan

melekat pada dinding yang disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk

dari satu polip disebut koralit, sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk dari

banyak polip dari satu individu atau koloni disebut koralum. Permukaan koralit yang

terbuka disebut kalik. Septa dibedakan menjadi septa pertama, kedua, ketiga dan

seterusnya, tergantung dari besar -kecil dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga

mencapai dinding luar dari koralit disebut kosta. Pada dasar sebelah dalam dari septa

tertentu umumnya dilanjutkan oleh suatu struktur yang disebut pali. Struktur yang

berada di dasar dan di tengah koralit sering merupakan kelanjutan dari septa yang

disebut kolumela (Gambar 5).

K O S T A S E P T A

K O L U M E L L A

L E M P E N G D A S A R

PALI

K O N E S T E U M

K O R A L U M

K O R A L I T

K A L I K

(40)

Salah satu pemberian nama karang dapat dilakukan dengan melihat skeleton

atau cangkang yang terbuat dari kapur. Koralit berdasarkan cara terbentuknya dapat

dibedakan menjadi ekstra tentakular yaitu jika koralit yang baru terbentuk di luar dari

koralit yang lama dan intra tentakular yaitu jika koralit yang baru terbentuk di dalam

koralit yang lama. Cara pembentukan koloni karang yang demikian pada akhirnya

membentuk berbagai bentuk koloni yang dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit.

Bentuk-bentuk tersebut yaitu hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate,

ceriroid dan meandroid (Ditlev 1980dan Suharsono 1996). Pola septa berbeda dari

spesies satu dengan yang lain dan seringkali digunakan sebagai alat identifikasi dan

klasifikasi diantara spesies (Nybakken 1993).

Berdasarkan atas kemampuannya membentuk terumbu, karang dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu hermatifik dan ahermatifik. Karang hermatifik dapat

menghasilkan terumbu (reef) karena bersimbiosis dengan zooxantela yang hidup di

dalam jaringan endoderma dan distribusinya hanya ditemukan di daerah tropis.

Sedangkan karang ahermatifik adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu

karena mempunyai zooxantela dalam jaringannya dan hidupnya tidak tergantung pada

cahaya. Karang jenis ini berkembang pada tempat yang tidak terbatas (Nybakken

1993 dan Dahuri 2003).

Distribusi dan Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang

Terumbu karang tersebar pada perairan dangkal dari daerah tropis hingga

subtropis pada posisi 35 0LU dan 32 0LS. Batas lintang tersebut merupakan batas

maksimum dimana karang masih dapat tumbuh (Ledd 1977 diacu dalam Sukarno

1983). Tiga daerah besar terumbu karang adalah Laut Karibia, Samudera Hindia dan

Indo-Pasifik. Terumbu karang di Laut Karibia tercatat 20 ge nera dan

pertumbuhannya mulai di bagian tenggara pantai Amerika sampai sebelah barat laut

pantai Amerika Selatan. Jenis karang yang tumbuh di Laut Karibia sebagian besar

berbeda dengan yang tumbuh di Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik.

Terbatasnya jumlah marga di Samudera Atlantik lebih disebabkan karena tingginya

(41)

karang, adanya arus dingin dan upwelling. Di Samudera Hindia sebaran karang

meliputi pantai timur Afrika, Laut Merah, Teluk Aden, Teluk Persia, Teluk Oman

sampai Samudera Hindia selatan. Tercatat 50 genera dimana sebaran karang di

daerah ini lebih banyak ditentukan oleh adanya upwelling dan salinitas yang ekstrim

yaitu 46 ‰ di Teluk Persia dan 26 ‰ untuk Samudera Hindia bagian Selatan.

Terumbu karang di Samudera Pasifik meliputi Laut Cina Selatan sampai pantai

barat Australia Barat, pantai Panama sampai pantai selatan Teluk Kalifornia. Karang

tumbuh dengan baik di daerah Indo-Pasifik dan sampai saat ini tercatat sekitar 70

genera di daerah tersebut. Faktor alami adalah penyebab melimpahnya karang di

kawasan Samudera Pasifik. Menurut Nybakken (1993), jumlah spesies dan genera

terumbu karang yang terbesar berada di daerah Indo-Pasifik, termasuk di dalamnya

Kepulaua n Filipina, Kepulauan Indonesia, Nugini dan bagian Utara Australia. Peta

penyebaran terumbu karang di dunia ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh

permukaan yang isoterm 20 0C.

Faktor – faktor pembatas kelangsungan hidup karang antara lain :

1. Suhu, terumbu karang hidup di perairan dengan rata-rata suhu tahunan

19 0C – 20 0C, dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 25 0C – 30 0C (Grashkov dan Yakushova 1977;Randal 1983). Pada suhu rata-rata tahunan di

bawah 18 0C pertumbuhan karang terhambat bahkan dapat mengakibatkan

kematian.

2. Cahaya yang cukup harus ada untuk keperluan fotosintesis oleh simbiotik

zooxanthela di jaringan karang. Tanpa cahaya laju kemampuan fotosintesis

menurun, dengan demikian akan mengurangi kemampuan karang untuk

mensekret kalsium karbonat dan menghasilkan rangka.

3. Salinitas, karang hermatifik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang

dari salinitas normal (32 ‰ – 35 ‰). Secara fisiologis salinitas mempengaruhi

kehidupan hewan karang, karena adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup.

Sehingga karang jarang ditemukan hidup pada daerah-daerah muara sungai besar,

bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam tinggi (Ditlev 1980 dan

(42)

4. Kedalaman, terumbu karang tidak dapat berkembang pada perairan dengan

kedalaman lebih dari 50 m. Sebagian besar karang tumbuh pada kedalaman

kurang dari 25 m, dimana pada kedalaman tersebut intensitas penetrasi cahaya

sangat besar. Faktor kedalaman dan intensitas cahaya sangat mempengaruhi

kehidupan karang, sehingga pada daerah keruh dan dalam tidak ditemukan

terumbu karang (Ditlev 1980).

5. Sedimentasi, dapat menutupi permukaan karang. Sebagian besar karang dapat

menghilangkan sedimen yang melekat dengan mengikatnya menggunakan mukus

dan melepaskannya dengan pergerakan silia. Karang juga umumnya tidak dapat

bertahan dengan sedimentasi yang berat, dimana silianya bekerja keras untuk

membersihkan mukus yang menutupinya dan menyumbat struktur pemberian

makan mereka. Selain itu sedimentasi pada perairan menyebabkan kekeruhan

sehingga keberadaan cahaya untuk fotosintesis menurun jumlahnya dan

zooxantela sulit menghasilkan makanan bagi jaringan karang.

6. Pergerakan massa air; berupa gelombang dan arus yang berperan dalam

pertumbuhan karang, yaitu dengan membawa oksigen terlarut dan makanan.

Selain itu gelombang dan arus dapat membersihkan polip dari kotoran-kotoran

yang menempel dan yang masuk ke dalamnya. Oleh karena itu karang yang

tumbuh di daerah ombak dan arus kuat lebih berkembang baik diba ndingkan di

daerah yang tenang dan terlindung.

Formasi dan Zonasi Terumbu Karang

Perubahan formasi terumbu karang terjadi sepanjang waktu. Diawali dengan

pulau karang atau pulau datar tropis yang baru dihasilkan oleh batas daratan dan

berubah secara perlahan sepanjang ribuan tahun dari fringing reef , ke barrier reef

menjadi atoll dan akhirnya menjadi terumbu yang punah seperti gunung laut atau

guyot. Pulau karang atau pulau datar, berasal dari terumbu karang yang tumbuh dari

(43)

di Kepulauan Seribu. Umumnya pulau karang ini akan berkembang ke arah

horisontal atau vertikal pada kedalaman yang relatif dangkal.

Gambar 6 Tingkatan formasi karang (Andersen 2003).

Terumbu karang tepi (fringing reef) merupakan terumbu karang yang terbentuk

di sepanjang tepi pantai dari daratan atau pulau. Hal ini terjadi karena hewan karang

pembangun terumbu adalah salah satu dari sebagian kecil organisme laut yang dapat

bertahan hidup di perairan tropis yang hangat dengan kandungan nutrien yang sedikit.

Dapat mencapai kedalaman 40 m dengan peretumbuhan ke atas dan ke arah luar laut

terbuka. Proses perkembangan terumbu ini ditandai dengan adanya ban atau bagian

endapan karang mati di sekeliling pulau.

Terumbu karang penghalang (barrier reef) terbentuk dari pulau yang

berhubungan langsung dengan laut. Diawali dengan tenggelamnya permukaan pulau

dan tidak ada pembentukan pulau vulkanik, komposisi terumbu karang bertambah

dan terjadi erosi pada permukaan daratan atau pulau. Formasi terumbu ini letaknya

relatif jauh dari daratan atau pulau, mencapai 0,5 – 2 km dengan dibatasi kedalaman

perairan mencapai 75 km. Kadang-kadang terumbu ini berbentuk laguna. Umumnya

karang penghalang tumbuh di sekitar pulau besar atau benua dan membentuk pulau

(44)

Atol terbentuk ketika pulau benar-benar tenggelam di bawah permukaan laut

tetapi terumbu karang terus tumbuh ke arah atas. Atol umumnya berbentuk cincin

yang merupakan proses lanjutan dari karang penghalang. Material terumbu yang

tererosi dapat bertumpuk dengan bagian atas terumbu lainnya, menghasilkan suatu

area di bawah permukaan laut dan pulaunya disebut cay. Cay dapat menjadi sangat

stabil (karena seringkali terdapat tumbuhan air) yang memberikan bangunan pulau

yang permanen. Cay juga dapat menjadi tidak stabil dan bergerak menjauhi karang

atau menghilang. Kedalaman rata-rata atol sekitar 45 m. Jenis terumbu ini banyak

ditemukan di Pasifik Selatan dan Indonesia Timur.

Zonasi terumbu dikendalikan oleh kemampuan beberapa jenis karang yang

mampu beradaptasi terhadap kondisi tingkat cahaya yang tinggi dan atau rendah.

Bentuk umum dari pembentukan terumbu tergantung pada (1) waktu relatif tingginya

permukaan laut dibandingkan dengan kemampuan akresi ke atas dari terumbu, dan

(2) lamanya tinggi permukaan laut per satuan waktu melawan kemampuan terumbu

untuk berjuang dalam kondisi tersebut (Birkeland 1997). Tetapi sebenarnya sangat

sulit membuat pola zonasi untuk terumbu yang dapat digunakan secara umum, karena

adanya tipe-tipe habitat yang berbeda serta luasnya dan kehadirannya dalam terumbu

bervariasi di daerah geografis yang berbeda. Pola zonasi, walaupun rumit, bersifat

tetap untuk atol, dan ini digunakan sebagai petunjuk umum.

Diawali dari bagian yang menghadap ke arah datangnya angin (windward),

zona pertama terumbu karang adalah lereng terluar yang menghadap laut (Reef slope

= outer seaward slope). Pada kedalaman kurang dari 15 m karang tumbuh dengan

subur. Pada permukaan air tedapat batas terumbu yang menghadap ke arah

datangnya angin (Reef front = windward reef margin), daerah ini juga mendukung

pertumbuhan yang subur dari karang pembentuk terumbu yang dominan, seperti

Karang bercabang dari jenis Acropora, dan disini perkembangan terumbu karang

sangat cepat. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang optimal. Di belakang zona

ini terdapat zona batas antara laut yang dalam dengan laut yang dangkal (reef edge).

Daerah ini merupakan punggung bukit yang bebas dari karang dan ditutupi oleh alga

(45)

sehingga tidak terdapat organisme apapun kecuali alga koralin pembentuk lapisan

kulit yang keras. Di sepanjang zona ini akan terdapat beberapa saluran-saluran air

yang menghubungkannya dengan daerah dalam zona.

W I N D

Gambar 7 Profil umum zonasi terumbu pada tipe terumbu karang tepi (fringing reef) (Barnes 1980).

Di belakang zona reef edge terdapat zona dataran terumbu (reef flat) yang

sangat dangkal. Daerah ini merupakan daerah yang kompleks dengan berbagai faktor

lingkungan seperti suhu, kekeruhan, dan terbuka di udara bebas. Faktor-faktor ini

dilengkapi dengan kedalaman yang berbeda-beda dan berbagai tipe substrat (batu

karang, pasir), membentuk sejumlah besar habitat yang menyebabkan zona ini terbagi

menjadi beberapa bagian. Daerah ini juga merupakan salah satu daerah yang kaya

akan spesies terumbu.

Pencemaran Logam Berat

Menurut Palar (2004), istilah logam berat digunakan untuk menyatakan

pengelompokan ion-ion logam ke dalam tiga kelompok biologi dan kimia

(bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Logam-logam yang

dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen (

(46)

bertemu dengan unsur nitrogen atau belerang atau sulfur (nitrogen sulfur-seeking

metal), dan terakhir (3) Logam antara atau transisi yang memiliki sifat spesifik

sebagai logam pengganti (ion pengganti).

Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai

logam berat yang berbahaya. Logam berat merupakan unsur kimia yang akhir-akhir

ini ramai dituding sebagai bahan pencemaran air. Menurut Palar (2004), pencemaran

yang dapat menghancurkan tatanan hidup biasanya berasal dari limbah yang memiliki

daya racun tinggi, seperti limbah kimia (berupa persenyawaan maupun dalam bentuk

unsur ionisasi) yang mempunyai bahan aktif dari logam berat. Daya racun yang

dimiliki oleh bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja

enzim dalam proses fisiologis dan metabolisme tubuh hingga terputus. Di samping

itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam

tubuh sehingga timbul gejala keracunan kronis.

Bryan (1976) diacu dalam Supriharyono (2002) menyatakan, secara umum

sumber-sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu

sumber-sumber yang bersifat alami dan buatan. Logam berat yang masuk ke perairan

laut secara alami berasal dari tiga sumber, yaitu: masukan dari daerah pantai (coastal

supply) yang berasal dari sungai dan hasil abrasi pantai akibat aktivitas gelombang,

masukan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam-logam yang dibebaskan

dari aktivitas gunung berapi di laut dalam dan partikel atau sedimen akibat proses

kimiawi, serta masukan dari lingkungan dekat daratan pantai (termasuk logam yang

ditransportasi ikan dari atmosfer sebagai partikel debu). Adapun sumber buatan

(man-made) adalah logam-logam yang dibebaskan oleh proses industri logam dan

batu-batuan.

Beberapa jenis logam berat yang sering mencemari lingkungan antara lain

adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr) dan

Nikel (Ni) (Palar 2004). Menurut Bryan (1976) diacu dalam Supriharyono (2002),

ada 18 unsur logam yang dipertimbangkan ada kaitannya dengan masalah

pencemaran air, walaupun beberapa diantara unsur-unsur logam tersebut merupakan

(47)

racun dan menghambat kerja enzim. Jenis-jenis logam tersebut antara lain adalah

Aluminium (Al), Antimony (Sb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr+6),

Kobalt (Co), Copper (Cu), Iron (Fe), Lead (Pb), Mangan (Mn), Merkuri (Hg),

Molybdenum (Mo), Nikel (Ni), Selenium (Se), Silver (Ag), Tin (Sn), Vanadium (V),

dan Zinc (Zn).

Logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup. Semua

logam berat dapat menjadi bahan beracun jika masuk ke dalam tubuh organisme,

namun demikian sebagian tetap dibutuhkan dalam jumlah tertentu. Bila kebutuhan

dalam jumlah tertentu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap

kelangsungan hidup organisme tersebut. Karena tingkat kebutuhannya sangat

dipentingkan maka logam-logam tersebut juga dinamakan sebagai logam atau mineral

esensial tubuh, seperti Zn, Mn, Co, Cu dan Fe. Beberapa faktor yang mempengaruhi

daya racun dari logam berat yang terlarut dalam badan perairan, yaitu :

1. Bentuk logam dalam air (senyawa organik atau senyawa anorganik baik yang

tidak dapat larut maupun yang dapat larut). Senyawa organik (yang persisten)

dapat larut dalam badan perairan sehingga dengan mudah dapat diserap oleh biota

perairan.

2. Keberadaan logam-logam lain dalam badan perairan menyebabkan logam tertentu

menjadi sinergenis atau antagonis. Logam berat yang sinergenis bila bertemu

pasangannya akan membentuk persenyawaan yang dapat berubah fungsi menjadi

racun yang berbahaya (daya racun berlipat ganda). Sebaliknya, logam berat yang

antagonis bila bersenyawa dengan pasangannya akan berkurang daya racunnya.

3. Fisiologis dari biota (organismenya). Besar kecilnya jumlah logam berat yang

terakumulasi dalam tubuh akan mempengaruhi daya racun yang ditimbulkan oleh

logam berat. Proses fisiologi juga mempengaruhi peningkatan kandungan logam

berat dalam badan perairan. Ini disebabkan karena ada organisme yang

mempunyai toleransi tinggi (mampu menetralisir logam berat sampai konsentrasi

tertentu) dan toleransi rendah (tidak mampu menetralisir logam berat).

4. Kondisi biota, biasanya berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh

(48)

Akumulasi Logam Berat pada Biota Laut

Mekanisme keracunan logam berat pada biota laut terbagi atas dua fase, yaitu

fase kinetik dan fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa

seperti; penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme dan proses pembuangan

atau eksresi. Adapun fase dinamik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang

terjadi dalam tubuh, berupa katabolisme dan anabolisme yang melibatkan

enzim-enzim. Pada fase kinetik, toksikan (bahan-bahan beracun) dan atau protoksikan

(bahan-bahan yang mempunyai potensi menjadi racun), akan mengalami proses

sinerge nis atau sebaliknya proses antagonis. Proses sinergenis merupakan proses

atau peristiwa terjadinya penggandaan atau peningkatan daya racun yang sangat

tinggi, sedangkan proses antagonis merupakan proses atau peristiwa pengurangan dan

bahkan mungkin penghapusan daya racun yang dibina oleh suatu zat atau senyawa.

Fase dinamik merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik ini

bahan beracun yang tidak mampu dinetralisir oleh tubuh organisme akan bereaksi

dengan senyawa-senyawa hasil dari biosintesa seperti protein, enzim, asam inti dan

lemak. Hasil reaksi yang terjadi antara bahan beracun dengan produk biosintesa ini

bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh. Ma’ruf (2007)

melakukan penelitian pada ikan beronang di wilayah pesisir Bontang Kuala, Kaltim

dan mengamati tiga bagian tubuh ikan yaitu hati, insang dan daging. Konsentrasi

logam Pb tertinggi ditemukan dalam organ hati (47,60 mg/kg), insang (30,35 mg/kg)

dan daging tubuh (17,35 mg/kg). Sementara itu untuk konsentrasi logam Cd tertinggi

di temukan pada organ hati (3,09 mg/kg), insang (2,69 mg/kg) dan daging tubuh

(2,07 mg/kg).

Menurut Palar (2004), keberadaan logam-logam berat dalam suatu perairan

dapat mengakibatkan kematian terhadap beberapa jenis biota perairan, keadaan ini

akan terjadi bila konsentrasi kelarutan dari logam berat pada badan perairan tersebut

cukup tinggi. Tingkat kelarutan tersebut dapat dikatakan tinggi bila, jumlah yang

terlarut dalam badan air melebihi jumlah kelarutan normalnya. Melalui cara yang

rumit dan sangat panjang, dalam jumlah yang sedikit logam berat juga dapat

(49)

(akumulasi) logam berat dalam tubuh biota. Lambat laun penumpukan logam berat

yang terjadi akan melebihi daya toleransi dari biotanya. Keadaan ini awalnya akan

menyebabkan kerusakan jaringa n hingga nantinya akan menjadi penyebab kematian

pada biota.

Porites sebagaiPencatat Dampak Lingkungan

Terumbu karang di seluruh dunia merupakan objek yang paling intensif

mengalami kerusakan. Sebagian besar daerah terumbu karang merupakan pendukung

utama dalam menopang kehidupan manusia, tetapi keberadaan mereka terancam oleh

aktivitas ekonomi yang mereka dukung. Dua faktor antropogenik yang turut

menyumbangkan penurunan terumbu karang adalah eutrofikasi dan kerusakan akibat

akivitas manusia. Dampak polutan jelas sangat merugikan bagi lingkungan perairan,

misalnya penurunan keanekaragaman, penurunan produksi dan kematian karang.

Scott (1990) dan Esslemont et al. (1999) mengatakan bahwa hewan karang sangat

berguna sebagai indikator untuk melihat tingkat polusi yang terjadi pada suatu

lingkungan karena dapat menggambarkan keberadaan logam lebih dari ratusan tahun.

Karang dari genus Porites, dapat berfungsi sebagai pencatat dampak lingkungan

dari kegiatan pertambangan dan industri (Fallon et al. 2002; David 2003). Suatu

daerah dengan dominasi karang dari genus Porites dapat menjadi dasar identifikasi

kerusakan lingkungan akibat pengaruh aktivitas manusia. Hal ini berkaitan dengan

tipe pertumbuhannya yang berbentuk masif dan ukuran polipnya yang sangat kecil

sehingga mampu bertahan dalam kondisi perairan yang ekstrim.

Selain logam berat, dampak sedimentasi juga dapat menjadi penyebab kematian

karang. Sedimen dapat mempengaruhi kehidupan karang melalui beberapa cara.

Penumpukan sedimen di atas koloni karang dapat membunuh jaringan dan

sedimentasi yang berlebihan sering menimbulkan kematian. Karang memiliki

beberapa mekanisme untuk membersihkan sedimen dari jaringannya, diantaranya

dengan terus menerus mengambil air dan mengalirkannya melalui jaringan, menahan

partikel-partikel yang menyebabkan sedimentasi dengan menggunakan silia dan

(50)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian terletak di perairan laut Tanjung Jumlai, Panajam Paser

Utara, Kalimantan Timur. Pada perairan ini terdapat hamparan terumbu karang yang

berupa gosong karang (Gambar 8). Bagian Utara lokasi penelitian berbatasan

langsung dengan Teluk Balikpapan yang merupakan kawasan industri, sedangkan

bagian Barat berbatasan dengan daerah pesisir Tanjung Jumlai, dimana terdapat

muara Sungai Sesumpu dan area pertambakan. Pada bagian Selatan dan Timur lokasi

ini merupakan kawasan penambangan minyak dan gas bumi. Stasiun pengamatan

ditetapkan sebanyak delapan lokasi, diawali dari muara Sungai Sesumpu hingga

perairan depan Kampung Baru dan selebihnya tersebar di sekeliling daerah terumbu karang. Posisi geografis stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Posisi geografis stasiun pengamatan

Stasiun Posisi Geografis

Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS)

1 1160 45’ 30,7” 10 19’ 40,4”

2 1160 46’ 9,6” 10 21’ 8,8”

3 1160 45’ 59,5” 10 22’ 10,6”

4 1160 45’ 45,4” 10 22’ 58,4”

5 1160 46’ 1,7” 10 23’ 8,1”

6 1160 46’ 26,8” 10 22’ 19,6”

7 1160 47’ 14,4” 10 21’ 41,5”

8 1160 47’ 59,8” 10 20’ 35,8”

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari – Juni 2007. Analisis kualitas

air dan logam berat dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Jurusan Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Mulawarman. Uji histologis jaringan lunak karang dilakukan di Laboratorium

Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran

(51)
[image:51.842.148.772.114.463.2]

Sumber : Peta dasar Bakosurtanal (1998), dimo difikasi oleh Jurusan MSP FPIK UNMUL (2007)

Gambar 8 Lokasi penelitian ( posisi stasiun karang).

1 1 0

1 1 0 1 1 2

1 1 2 1 1 4

1 1 4 1 1 6

1 1 6 1 1 8

1 1 8

- 4 - 4

- 2 - 2

0 0

2 2

4 4

6 6

(52)

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah botol pengambil contoh air kapasitas 1 liter, alat pengukur kualitas air(merek Horiba U-10 dan Oxy-meter merek WTW 330i), AAS (Atomic Adsorption Spectrophotometer), oven, inkubator, GPS (Global Position System), timbangan analitik, kertas saring, peralatan titrasi dan peralatan glass ware, mikroskop, potongan hewan karang, mikrotom, gelas objek, gelas penutup, fotomikroskop, alat selam dasar, kompas, kapal, rollmeter 50 m, kamera bawah air, sabak, pensil, buku identifikasi karang (Suharsono 2004) dan CD (compact disc) identifikasi karang (Veron 2002). Bahan pereaksi yang digunakan selama penelitian antara lain H2SO4, HNO3,

KMnO4, MnSO4, larutan clorox, larutan phenate, sulfanilamid dan larutan NED,

larutan brusin, ammonium molybdate dan larutan stannous klorida, formalin 37 %, larutan bouin, larutan dekalsifikasi, akuades, alkohol 70 – 100 %, parafin, xylol, bahan pewarnaan (hematoksilin dan eosin, hematoksilin logam, alcian blue pH 2,5, dan masson trichrome).

Metode Pengukuran

Metode pengukuran/analisis contoh air dan kandungan logam dalam jaringan dilakukan berdasarkan Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water (APHA 2000). Uji histologis jaringan lunak karang dilakukan dengan metode section dan pewarnaan, antara lain pewarnaan Hematoksilin dan Eosin, pewarnaan Hematoksilin Logam, pewarnaan Alcian Blue, dan pewarnaan Masson Trichrome. Pengamatan kondisi terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dengan panjang transek 50 m. Transek dibentangkan pada hamparan terumbu (reef top) dimana ditemukan karang yang tumbuh secara optimal, yaitu pada kedalaman ± 2 m. Tabel 2 memperlihatkan parameter pengamatan yang dianalisis selama penelitian.

(53)

Parameter Satuan Metode Alat dan

Bahan Pengamatan

FISIK

OSEANOGRAFI: 1. Arus

2. Kedalaman 3. Posisi Geografis

m/dt m

Lintang-Bujur

Kecepatan dan arah arus permukaan Kedalaman rata-rata Posisi Global

Floating drift Tali berskala GPS

In situ

In situ In situ

KUALITAS AIR: 4. Suhu Air 5. Kekeruhan 6. TSS 7. Salinitas 8. pH 9. DO

10. Saturasi Oksigen 11. BOD5

12. TOM 13. NH3-N

14. NO2-N

15. NO3-N

16. HPO4

Gambar

Gambar 2   Anatomi umum polip dan kerangka karang skleraktinia (Veron 1993).
Gambar 8   Lokasi penelitian (       posisi stasiun karang).
Gambar 9  Waktu pengambilan contoh kualitas air berdasarkan pasang-surut (Pelindo IV  2006)
Gambar 10  Arus sesaat selama penelitian (       arah arus).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab timbulnya keluarga yang broken home menurut Hurlock (2005: 216) ada tiga yaitu sebagai berikut :.. Apabila anak menyadari bahwa orang tuanya tidak akan pernah

Bentukan massa bangunan berdasarkan fungsi bangunan sebagai sarana kegiatan umat Islam sehingga bentuk massa dipengaruhi arsitektur Islam. Bangunan utama yaitu

Setelah tahap perancangan pemanas selesai langkah berikutnya adalah kalibrasi hardware dilakukan dengan cara mengukur data tegangan output dari sensor suhu yang

Hampir semua responden petani dan buruh panen yang menggunakan power thresher di Subang melaporkan bahwa perontokan dengan power thresher menghasilkan gabah sekitar

hipotesis yang ditolak dan dua hipotesis yang diterima. Hipotesis penelitian yang berhasil didukung adalah 1) Pengungkapan CSR dimensi lingkungan berpengaruh negatif terhadap

Dengan adanya sistem cogeneration ini, sistem proteksi arus lebih beban auxiliary harus pula mengakomodasi kondisi tersebut akibat nilai arus hubung singkat yang berbeda

Untuk mengubah daftar admin yang dapat mengakses halaman admin maka admin pertama dapat menambah admin baru dan dapat menonaktifkan admin yang lama menjadi user biasa dengan

Ketidakpaduan kalimat penjelas dalam suatu paragraf atau dapat terjadi karena adanya susunan gramatikal yang salah, pilihan kata dan penggunaan imbuhan yang tidak tepat, serta